Anda di halaman 1dari 16

BAB I

DEFNIISI

A. LATAR BELAKANG

Dewasa ini terdapat perubahan pola hubungan dokter – pasien di rumah sakit. Pendapat lama
tentang “doctor know best” mengalami pergeseran ke arah kesetaraan dan autonomi. Peningkatan taraf
pendidikan, sosial-ekonomi, pengaruh media massa dan alat-alat komunikasi tampaknya ikut berperan
dalam perubahan tersebut. Pasien menjadi lebih kritis dan mulai menyadari hak-haknya dan menuntut
dokter untuk melaksanakan kewajibannya. Ketidaksesuaian hubungan antara dokter dan pasien dapat
menimbulkan suatu sengketa medik di rumah sakit, yang merupakan pertentangan antara dokter dan atau
rumah sakit di satu pihak dan pasien di pihak yang lain. Sengketa medik di rumah sakit dapat disebabkan
pelanggaran kode etik kedokteran, pelanggaran hak orang lain (perdata) maupun pelanggaran kepentingan
masyarakat (pidana). Salah satu komite yang ditetapkan untuk menangani persoalan etik dan hukum di
rumah sakit adalah Komite Etik dan Hukum. Perkembangan dan perubahan masyarakat serta perubahan
pola hubungan dokter – pasien mendorong Komite Etik dan Hukum untuk lebih aktif berperan serta dalam
peningkatan mutu pelayanan kesehatan dalam hal kesesuaian dengan etik dan hukum dengan melakukan
pemantauan, pembinaan, terhadap semua pihak yang terlibat dalam pelayanan di rumah sakit
Dalam menjalankan pelayanan kesehatan di rumah sakit memungkinkan terjadinya permasalahan
etik dan hukum.Konflik etiko-legal merupakan pertentangan kepentingan inter dan antar manusia
profesional RS yang belum melibatkan pasien sebagai pihak ketiga; bersamaan atau tidak dengan
penguatan dilema etik intra RS secara berlarut-larut, yang berpotensi menimbulkan sengketa medik,
kesalahan professional, kejahatan professional, atau kejahatan korporasi dengan atau tanpa malapraktik.
Permasalahan etiko-legal yang melibatkan rumah sakit, selain melibatkan dokter yang bekerja di rumah
sakit, juga menyangkut keperawatan, manajer, komite-komite di RS, dewan penyantun, yayasan, pemodal,
dsb.
Sengketa medik di rumah sakit merupakan pertentangan antara dokter/ RS di satu pihak dan pasien
sebagai pihak lain. Dapat berupa pelanggaran kode etik kedokteran, pelanggaran hak orang lain (perdata)
maupun pelanggaran kepentingan masyarakat (pidana). Sengketa medik di rumah sakit dapat berwujud
pengaduan, dapat disertai atau tanpa malapraktik.Acapkali sengketa medik dipicu oleh modus operandi
pengacara, maupun persaingan antar dokter/rumah sakit.Beberapa peristiwa (kejadian) di rumah sakit
1
yang bersifat negatif dan berpotensi menimbulkan kerugian pada rumah sakit dapat berasal dari:
pengaduan langsung, berita pada mass media, atau hasil pemeriksaan internal rumah sakit.
Rumah Sakit Umum Mitra Sehat merupakan rumah sakit yang siap bersaing dalam pasar dimana
rumah sakit yang mampu bersaing dalam pasar adalah rumah sakit yang mampu menyediakan produk atau
jasa berkualitas.Oleh karena itu, rumah sakit dituntut untuk terus melakukan perbaikan terutama pada
kualitas pelayanannya.Hal ini dimaksudkan agar pelayanan kesehatan yang diberikan sesuai dengan kode
etik rumah sakit (KODERSI), etika profesi, dan perundang-undangan sehingga rumah sakit terhindar dari
ancaman pelanggaran etik maupun hukum yang merugikan.Oleh karena itu, rumah sakit wajib membentuk
komite etik dan hukum rumah sakit (KEH RS) yang bertugas menjamin penerapan KODERSI, etika
profesi, serta perundang-undangan di rumah sakit.

B. DEFINISI

Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit (KEH RS), dapat dikatakan sebagai suatu badan yang
secara resmi dibentuk dengan anggota dari berbagai disiplin perawatan kesehatan dalam rumah sakit yang
bertugas untuk menangani berbagai masalah etik dan hukum yang timbul dalam rumah sakit.KEH RS
dapat menjadi sarana efektif dalam mengusahakan saling pengertian antara berbagai pihak yang terlibat
seperti dokter, pasien, keluarga pasien dan masyarakat tentang berbagai masalah etika hukum kedokteran
yang muncul dalam perawatan kesehatan di rumah sakit.

Ada tiga fungsi KEH RS yaitu pendidikan, penyusun kebijakan dan pembahasan kasus.Jadi salah
satu tugas KEH RS adalah menjalankan fungsi pendidikan etika dan hukum. Dalam rumah sakit ada
kebutuhan akan kemampuan memahami masalah etika, melakukan diskusi multidisiplin tentang kasus
mediko legal dan dilema etika biomedis dan proses pengambilan keputusan yang terkait dengan
permasalahan ini. Dengan dibentuknya KEH RS, pengetahuan dasar bidang etika dan hukum kedokteran
dapat diupayakan dalam institusi dan pengetahuan tentang etika diharapkan akan menelurkan tindakan
yang profesional etis. Komite tidak akan mampu mengajari orang lain, jika ia tidak cukup
kemampuannya. Oleh sebab itu tugas pertama komite adalah meningkatkan pengetahuan anggota
komite.Etika kedokteran dewasa ini berkembang sangat pesat.Di Indonesia etika kedokteran relatif baru
dan yang berminat tidak banyak sehingga lebih sulit mencari bahan bacaan yang berkaitan dengan hal
ini.Pendidikan bagi anggota komite dapat dilakukan dengan belajar sendiri, belajar berkelompok, dan
mengundang pakar dalam bidang agama, hukum, sosial, psikologi, atau etika yang mendalami bidang

2
etika kedokteran.Para anggota komite setidaknya harus menguasai berbagai istilah/konsep etika, proses
analisis dan pengambilan keputusan dalam etika. Pengetahuan tentang etik akan lebih mudah dipahami
jika ia diterapkan dalam berbagai kasus nyata. Semakin banyak kasus yang dibahas, akan semakin jelaslah
bagi anggota komite bagaimana bentuk tatalaksana pengambilan keputusan yang baik. Pendidikan etika
tidak terbatas pada pimpinan dan staf rumah sakit saja.Pemilik dan anggota yayasan, pasien, keluarga
pasien, dan masyarakat dapat diikutsertakan dalam pendidikan etika. Pemahaman akan permasalahan etika
dan hukum akan menambah kepercayaan masyarakat dan membuka wawasan mereka bahwa rumah sakit
bekerja untuk kepentingan pasien dan masyarakat pada umumnya. Mengingat etika dan hukum
kedokteran sekarang ini sudah berkembang begitu luas dan kompleks rumah sakit memerlukan tim atau
komite yang dapat menangani masalah etika dan hukum rumah sakit dan bertanggung jawab langsung
kepada direktur. Komite memberikan saran di bidang etika dan hokum kepada direktur dan staf rumah
sakit yang membutuhkan.Keberadaan komite dinyatakan dalam struktur organisasi rumah sakit dan
keanggotaan komite diangkat oleh direktur rumah sakit. Proses pembentukan KEH RS ini, rumah sakit
memulainya dengan membentuk tim kecil yang terdiri dari beberapa orang yang memiliki kepedulian
mendalam dibidang etika dan hukum kedokteran, bersikap terbuka dan memiliki semangat tinggi. Jumlah
anggota disesuaikan dengan kebutuhan.Keanggotaan komite bersifat multi disiplin meliputi dokter
(merupakan mayoritas anggota) dari berbagai spesialisasi, perawat, pekerja sosial, rohaniawan, wakil
administrasi rumah sakit, wakil masyarakat, etikawan, dan ahli hukum.

3
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup Komite Etik dan Hukum RSU Mitra Sehat adalah pembuatan kebijakan,
edukasi, monitoring dan evaluasidalam lingkup etik dan hukum di RSU Mitra Sehat.Fungsi komite etik
dan hukum RSU Mitra Sehat adalah melakukan pembinaan dan penegakan etika profesi dan peraturan
perundang-undangan, serta mendampingi karyawan rumah sakit yang terlibat permasalahan hukum baik
perdata maupun pidana karena pekerjaannya di RSU Mitra Sehat.

BAB III
TATA LAKSANA

A. TUGAS POKOK
1. Secara umum KEH RS bertugas membantu direktur rumah sakit menerapkan Kode Etik Rumah
Sakit di rumah sakit, etika profesi, dan perundang-undangan baik diminta maupun tidak diminta.
2. Secara khusus KEH RS memiliki tugas :
a. Melakukan pembinaan insan perumahsakitan secara komprehensif dan berkesinambungan,
agar setiap orang menghayati dan mengamalkan KODERSI, etika profesi, peraturan
perundang-undangan sesuai dengan peran dan tanggung jawab masing-masing di rumah
sakit. Pembinaan ini merupakan upaya preventif, persuasif, edukatif, dan korektif terhadap
kemungkinan terjadinya penyimpangan atau pelanggaran. Pembinaan dapat dilakukan
melalui pendidikan, pelatihan, diskusi kasus, dan seminar.
b. Membuat pedoman pelaksanaan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang terkait dengan
etika dan hukum rumah sakit.
c. Menangani masalah-masalah etik dan hukum yang muncul di dalam rumah sakit

4
d. Memberi nasehat, saran, dan pertimbangan etik dan hukum kepada pihak-pihak yang
membutuhkan
e. Membantu menyelesaikan perselisihan/sengketa medik yang terjadi di lingkungan rumah
sakit
f. Pemberian saran/pertimbangan dalam penyusunan rancangan medico etika legal dan etik
pelayanan rumah sakit;
g. Pemberian saran/pertimbangan dalam kebijakan “Hospital Bylaws” dan “Medical Staff
Bylaws’’;
h. Pemberian saran/pertimbangan dalam bantuan hukum terhadap penanganan masalah
hukum di rumah sakit;
i. Penyusunan rencana kegiatan Komite Etik dan Hukum;
j. Menyelenggarakan berbagai kegiatan lain yang dipandang dapat membantu terwujudnya
kode etik rumah sakit.
k. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan dalam rangka kelancaran
pelaksanaan tugas.
3. Dalam melaksanakan tugasnya KEH RS wajib menerapkan prinsip kerjasama, koordinasi, dan
sinkronisasi dengan Komite Medik serta struktur lain di rumah sakit sesuai dengan tugas masing-
masing.
4. Pimpinan dan anggota KEH RS wajib mematuhi peraturan rumah sakit dan bertanggung jawab
kepada direktur rumah sakit serta menyampaikan laporan berkala pada waktunya.
5. KEH RS dapat meminta saran, pendapat atau nasehat dari MAKERSI Daerah atau pakar dan
praktisi etik dan hukum bila menghadapi kesulitan dengan persetujuan direktur.
6. KEH RS wajib memberikan laporan kepada MAKERSI Daerah mengenai pelaksanaan KODERSI
di rumah sakit , minimal sekali setahun dengan sepengetahuan direktur.
7. KEH RS wajib melaporkan masalah etik yang serius atau tidak mampu ditangani sendiri ke
MAKERSI Daerah dengan sepengetahuan direktur.

5
B. WEWENANG
1. Melakukan monitoring/pemantauan penerapan KODERSI, etika profesi, perundang-undangan pada
semua bagian di dalam lingkungan kerja RSU Mitra Sehat serta mempunyai akses terhadap seluruh
dokumen, pencatatan, personildan fisik kekayaan rumah sakit diseluruh bagian dan unit-unit lainnya
untukmendapatkan data dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaantugas penerapan KODERSI,
etika profesi dan perundang-undangan di rumah sakits.
2. Memberikan nasehat, saran, pendapat dan pertimbangan terhadap setiap kebijakan atau keputusan
yang dibuat oleh direktur atau pemilik rumah sakit
3. Bekerjasama dengan pihak eksternal yang kompeten untuk pelaksanaan upaya peningkatan kinerja
rumah sakit dengan persetujuan direktur

C. KUALIFIKASI JABATAN
1. Pendidikan : Ketua minimal dokter umum, anggota terdiri dari medis/paramedis.
2. Memiliki leadership dan memiliki kemampuan dalam hal etika dan hukum kesehatan dan
perumahsakitan, mempunyai reputasi yang baik dalam hal etik dan hukum, disiplin dan profesional.
3. Memiliki kepedulian dan kepekaan terhadap masalah sosial, lingkungan, dan kemanusiaan.

D. TOLOK UKUR KEBERHASILAN


1. Terlaksananya monitoring dan evaluasi secara rutin sesuai indikator KODERSI yang ditetapkan
2. Terselenggaranyakinerja rumah sakit sesuai etik dan hukum pada semua bagian.
3. Terlaksananya pendampingan kasus etik dan hukum yang mengutamakan mediasi.

E. KEBIJAKAN MONITORING PENERAPAN ETIK DAN HUKUM

1. Kebijakan Umum
a. Menyusun rencana monitoring penerapan etik bulanan dengan mempertimbangkan alokasi waktu
dan sumber dayaKEH RS serta anggaran yang tersedia untuk periode satu tahun kedepan.
b. Membuat skala prioritas dalam pelaksanaan monitoring bulanan.

6
2. Kebijakan Khusus
Apabila membutuhkan di luar ketentuan kebijakan umum, maka akan ditentukan
berdasarkan objek yang dimonitor secara khususmaupun berdasarkan permintaandan waktunya dapat
diluar ketentuan yang normal (rencana bulanan).

3. Kebijakan Monitoring Penerapan Etik dan Hukum Spesial


a. Sasaran :
Mendeteksi adanya suatu kesalahan/penyimpangan yang berindikasi ke arah pelanggaran etik dan
hukum.
b. Kebijakan :
1) Untuk mendukung sasaran tersebut maka KEH RS dapat melakukan investigasi.
2) Apabila diperlukan pendalaman bukti-bukti terhadap kasus pelanggaran, KEH RSdapat
meminta bantuan kepada pihak eksternal (MAKERSI daerah, pakar hukum, ahli agama)
untuk melakukan investigasi dan penilaian yang independen.

F. STANDAR MONITORING PENERAPAN ETIK DAN HUKUM


Standar monitoring penerapan etik diperlukan untuk menjaga kualitas kinerja KEH RS dan hasil
dalam pelaksanaan tugas.Standar monitoringetikdan hukum sangat menekankan tidak hanya terhadap
pentingnya kualitas profesional KEH RS tetapi juga terhadap bagaimana KEH RSmengambil
pertimbangan dan keputusan waktu melakukan monitoringetik dan hukum dan pelaporan. Standar
monitoring etikdan hukum yang digunakan akan digunakan sebagai acuan untuk pelaksanaan tugas. Hasil
monitoring etik dan hukum tersebut yang memenuhi standar sangat membantu pelaksanaan tugas
manajemen unit kerja yang dimonitor dan pihak eksternal (jika diperlukan). Standar monitoring etik dan
hukum mencakup:
1. Profesionalisme KEH RS.
2. Lingkup kerja KEH RS.
3. Perencanaan monitoring etik dan hukum.
4. Pelaksanaan monitoring etik dan hukum.
5. Pelaporan monitoring etik dan hukum.
6. Tindak lanjut hasil monitoring etik dan hukum.

7
1. Standar Profesionalisme KEH RS
a. Standar independensi
1) Bersikap independen yaitu dapat melaksanakan tugas monitoring etik dan hukum dengan
bebas, baik secara organisatoris maupun secara pribadi terhadap bagian yang
dimonitor. Dengan demikian KEH RS dapat memberikan pendapat penting yang tidak
memihak, bebas dari pengaruh pihak lain serta tidak berprasangka dalam pelaksanaan
dan pelaporan hasil monitoring etik dan hukum.
2) Bersikap jujur terhadap diri sendiri serta yakin bahwa hasil kerjanya dapat
diandalkan dan dipercaya. Untuk ituKEH RS tidak boleh mengesampingkan
pertimbangan objektif yang ditemui dalam tugas monitoring etik dan hukumnya.
3) Tidak memanfaatkan informasi yang diperoleh untuk kepentingan
ataukeuntungan pribadi atau hal-hal lain yang patut diduga dapat disalahgunakan baik
oleh dirinya sendiri atau oleh pihak lain yang tidak berhak.
b. Standar keahlian haruslah dilaksanakan oleh KEH RS yang baik secara individu ataupun
kolektif mempunyai kecakapan profesional yang memadai dan kecermatan yang seksama pada
bidang tugasnya.
1) Tanggung jawab KEH RS dalam memenuhi standarkecakapan profesionalisme meliputi:
a) Penugasan tenaga KEH RS yang memenuhi syarat tuntutan tugas, baik
dari segi pendidikan, kemampuan teknis sesuai luas cakupan dan kompleksitas
tugas monitoring.
b) Untuk pemenuhan kebutuhan tenaga-tenaga yang mempunyai kecakapan
sesuai dengan variasi bidang kerja dan disiplin ilmu, KEH RS dalam melaksanakan
tugasnya dapat menggunakan tenaga dari luar unit dengan membentuk suatu tim
monitoring.
c) Menugaskan seorang ketua monitoringsehingga terlaksana supervisi yang baik
sejak perencanaan monitoring, pelaksanaan monitoring, pelaporan hingga
pemantauan tindak lanjut hasil. Supervisi ini dilaksanakan secara seksama
dan terdokumentasikan dengan baik, serta dapat diuji efektivitasnya.
2) Tanggung jawab KEH RS terkait dengan standar kecakapan profesionalisme
meliputi :

8
a) Dalam melaksanakan tugasnya KEH RS wajib menerapkan prinsip kerjasama,
koordinasi, dan sinkronisasi dengan Komite Medik serta struktur lain di rumah sakit
sesuai dengan tugas masing-masing.
b) Pimpinan dan anggota KEH RS wajib mematuhi peraturan rumah sakit dan
bertanggung jawab kepada direktur rumah sakit serta menyampaikan laporan
berkala pada waktunya.
c) KEH RS dapat meminta saran, pendapat atau nasehat dari MAKERSI Daerah bila
menghadapi kesulitan dengan sepengetahuan direktur.
d) Penguasaan atas pengetahuan (teori) dan kecakapan (praktik) disiplin ilmu tertentu
yang berkaitan dengan tugas monitoring etik dan hukumnya. Kecakapan ini
harus dapat diterapkan dalam bentuk standar prosedur dan teknik monitoring.
e) Meningkatkan kemampuan komunikasi lisan dan tertulis sehingga dapat
berkomunikasi secara efektif dengan semua bagian.
f) Memelihara kemampuan teknis monitoring etikdan hukum melalui
pembelajaran baik melalui diskusi kasus, training, seminar ataupun buku /
periodical journal, sehingga tetap mengikuti perkembangan standar, prosedur
dan teknik monitoring penerapan KODERSI, etika profesi serta perundang-
undangan termasuk perkembangan dunia rumah sakit.
3) Menjaga dan meningkatkan kemampuan dan kecermatan profesional dengan
memperhatikan :
a) Cakupan kerja KEH RS yang harus dilaksanakan sehingga sasaran monitoring dapat
dicapai.
b) Materialitas atau signifikansi permasalahan yang ditemui.
c) Standar operasi yang ada dapat diterima/dipatuhi oleh pelaksana.
d) Biaya monitoring dibandingkan dengan potensi manfaat yang diperoleh.
4) Menjaga tingkat kecermatan dan kewaspadaan terhadap kemungkinan
penyimpangan, pemborosan, ketidakefektifan dan kelemahan pengendalian internal,
dengan melakukan pengujian dan verifikasi yang memadai dan dapat
dipertanggungjawabkan tanpa harus melakukannya untuk seluruh proses atau transaksi.

9
2. Standar Lingkup Kerja KEH RS
a. Lingkup kerja monitoring KEH RS meliputi pengujian dan penilaian:
1) Bidang keuangan dan ketaatan pada KODERSI, peraturan perundang-undangan termasuk
ketaatan terhadap Rencana Kerja dan Anggaran Organisasi yang telah ditetapkan.
2) Kehandalan dan efektivitas KEH RS dalam penerapan KODERSI, etika profesi,
danperundang-undangan pada semua bagian..
3) Kualitas kinerja pelaksanaan suatu kegiatan khususnya analisis terhadap manfaat dan biaya
yang digunakan dalam kegiatan tersebut.
b. Lingkup kerja monitoring KEH RS mempunyai tujuan sebagai berikut:
1) Monitoring kehandalan bertujuan untuk memastikan bahwa sistem yang dipakai telah sesuai
dengan KODERSI, etika profesi, dan perundang-undangan.
2) Monitoring efektivitas bertujuan untuk memastikan bahwa sistem dapat berjalan
sebagaimana mestinya, sehingga kekeliruan material, penyimpangan maupun perbuatan
melawan etik dan hukum dapat dicegah atau dideteksi dan diperbaiki secara dini.
3) Monitoring terhadap kualitas kinerja pelaksanaan tugas penerapan etik dan hukum
bertujuan untuk memastikan bahwa rumah sakit mencapai sasaran dan tujuan sejalan
dengan KODERSI, etika profesi dan hukum.

3. Standar Perencanaan Monitoring Etik dan Hukum


a. Untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab monitoring, perlu disusun perencanaan kegiatan
yang konsisten dan sesuai dengan program dan sasaran Organisasi yang telah ditetapkan.
b. Penyusunan Rencana Kerja Monitoring Etik dan Hukum bulanan Rumah Sakit perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Tujuan, jenis dan luasnya cakupan kerja, jadwal pelaksanaan, pelaporan serta lokasi
monitoring.
2) Ketentuan mengenai ukuran keberhasilan kinerja dan indikator kinerja yang terdapat pada tiap
kegiatan atau program monitoring.
3) Ketersediaan anggaran, waktu, jumlah personalia dan peralatan lainnya.
4) Program untuk kebutuhan sumber daya manusia dan program pengembanganyang meliputi:
a) Uraian tugas setiap anggota KEH RS.
b) Persyaratan kualifikasi dan kemampuan individu dari anggota KEH RS.
c) Program pelatihan dan pengembangan.
10
d) Penilaian kinerja, coaching dan konseling bagi tiap KEH RSsebagai bagian
dari proses pengembangan profesionalisme para anggota KEH RS.
c. Informasi dan latar belakang mengenai objek monitoring etik dan hukum. Bila perlu
dilakukanpemetaan praktik objek yang akan dimonitor. Apabila pernah dimonitor maka perlu
diperiksa pelaksanaan hasil tindak lanjut yang pernah disarankan dan bagaimana
dampaknya terhadap monitoring yang akan dilakukan.
d. Sasaran monitoring harus dinyatakan dengan jelas, sehingga KEH RS dapat mengetahui dengan
tepat masalah-masalah khusus yang harus mendapatkan prioritas pemeriksaan.
e. Penentuan prosedur dan teknik monitoringetik dan hukumyang akan digunakan untuk memastikan
bahwa monitoring dapat mencapai sasaran tanpa menghalangi kemungkinan pertimbangan
lain yang berdasarkan keahlian KEH RS.
f. Kebutuhan sumberdaya pelaksana monitoring etikdan hukum meliputi jumlah KEH RS dan
bidang keahlian yang diperlukan, tingkat pengalaman yang diinginkan dan bila perlu
menggunakan konsultan/tenaga ahli luar, sarana kerja yang dibutuhkan serta biaya
pelaksanaan monitoring.
g. Mengkomunikasikan rencana monitoringetik dan hukum dengan pihak-pihak terkait
terutama mengenal bentuk aktivitas, jadwal kegiatan, sumber daya yang diperlukan dan bila
diperlukan rencana survei awal sebelum monitoring dilaksanakan. Survei awal ini dimaksudkan
untuk mengurangi risiko monitoring dan hal-hal yang perlu diantisipasi atau pendalaman lebih
lanjut.
h. Format dan rencana susunan laporan hasil monitoring etikdan hukum dan rencana distribusi
sertacara pengkomunikasiannya.

4. Standar Pelaksanaan Monitoring Etik dan Hukum


Dalam melaksanakan monitoring etik dan hukum, KEH RS harus menggunakan
prosedur dan teknik yang memadai dalam melakukan pengumpulan, pemeriksaan, evaluasi dan
analisis informasi serta mendokumentasikan hasil kerjanya sedemikian rupa sehingga:
a. Semua informasi yang terkait dengan tujuan dan ruang lingkup monitoring etikdan hukum beserta
bukti faktual yang diperoleh telah memenuhi kebutuhan monitoring.
b. Terdapat kepastian bahwa prosedur dan teknik monitoring etik dan hukum yang dipakai,

11
termasuk metode sampling, metode pengklasifikasian hingga penarikan kesimpulan hasil
temuan sesuai dengan sasaran monitoring etik dan hukum.
c. Pengumpulan informasi hingga penarikan kesimpulan hasil temuan dilakukansecara objektif tetap
terjaga dengan baik
d. Format kertas kerja dan pelaporan hasil temuan cukup komunikatif bagi tim KEH RS. Beberapa
ketentuan mengenai kertas kerja ini antara lain adalah:
1) Cakupan lengkap dan teliti
2) Tampilan rapi, jelas dan ringkas
3) Sistematis, mudah dibaca dan dimengerti
4) Informasi yang disampaikan relevan dan tepat sesuai tujuan monitoring etik dan hukum
Pelaksanaan monitoring etikdan hukum harus memastikan terdapat:
a. Kehandalan dan kebenaran informasi keuangan dan operasi perusahaan.
KEH RS harus memeriksa cara yang digunakan untuk mengidentifikasi,
mengklasifikasi, mengukur dan melaporkan informasi-informasi tersebut, sehingga kehandalan
dan kebenarannya dapat dipastikan. Untuk itu penyajian laporan keuangan dan operasi
perusahaan harus diuji apakah telah akurat, handal, tepat waktu, lengkap dan mengandung
informasi yang bermanfaat serta sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku.
b. Kepatuhan terhadap kebijakan, rencana kerja dan anggaran, prosedur dan peraturan
perundang-undangan. Untuk itu KEH RS harus memeriksa dan meninjau apakah sistem yang
digunakan telah cukup memadai dan efektif dalam menilai apakah aktivitas yang dimonitor telah
memenuhi ketentuan yang dimaksud.
c. Keamanan aset organisasi, termasuk memeriksa keberadaan aset sesuai dengan prosedur yang
benar.
d. Efisiensi pemakaian sumber daya rumah sakit, untuk ini KEH RS harus memeriksa apakah :
1) Standar operasi telah dibuat sehingga mampu untuk mengukur efisiensi dan
penghematan yang dicapai.
2) Standar operasi yang digunakan dapat dipahami dengan mudah serta dapat
dilaksanakan secara efektif.
3) Penyimpangan terhadap standar operasi dapat mudah diidentifikasi, dianalisa dan
dapat dilaporkan kepada penanggung jawab kegiatan untuk diambil langkah perbaikan.
4) Terdapat kondisi dimana sarana yang digunakan di bawah standar, kerja yang non
produktif, kelebihan/kekurangan tenaga kerja, penggunaan sistem sarana yang
12
kurang dapat dipertanggung-jawabkan dari segi biaya.
e. Hasil keluaran suatu kegiatan atau operasi sesuai dengan sasaran dan tujuan ingin dicapai. Untuk
hal ini KEH RS harus memeriksa apakah :
1) Program atau operasi tersebut dilaksanakan sesuai dengan rencana.
2) Kriteria yang dipakai untuk mengukur hasil yang diperoleh telah memadai
dan sesuai dengan tujuan.
3) Informasi dan data mengenai hasil yang diperoleh, dapat dibandingkan dengan
kriteria yang disusun dan sesuai dengan tujuan.
4) Temuan hasil monitoring secara terpadutelah dikomunikasikan kepada
pimpinan unit terkait.

5. Standar Pelaporan Monitoring Etik dan Hukum


KEH RS harus melaporkan hasil kerja monitoring etik dan hukum kepada direktur dan
MAKERSI daerah dengan sepengetahuan direktur. Dalam menyampaikan laporan hasil monitoring
etik dan hukum, KEH RS harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Draft laporan hasil monitoring etik dan hukum yang berisi hasil temuan, butir-butir kesimpulan dan
butir-butir rekomendasi di-review dan didiskusikan bersama dengan direktur untuk menghindari
kesalahpahaman.
b. Laporan hasil monitoring etik dan hukum harus mengungkapkan tujuan, lingkup kerja, hasil temuan
dan kesimpulan yang berupa opini KEH RS terhadap dampak temuan dari aktivitas yang monitor.
c. Laporan temuan antara lain harus bersifat:
- Objektif: tidak memihak, bebas dari prasangka dan bebas dari kekeliruan.
- Jelas: mudah dimengerti, logis, lugas dan sederhana serta menghindari bahasa teknis yang
rumit.
- Singkat: langsung ke inti masalah, tidak bertele-tele.
- Konstruktif: lebih membantu bagian yang di monitor ke arah perbaikan dari pada kritik.
d. Laporan hasil monitoring etikdan hukum sebaiknya lebih mengungkapkan hal-hal sebagai berikut:
- Hal-hal yang masih merupakan masalah dan belum dapat terselesaikan hingga saat monitoring
etikdan hukum berakhir.
- Pengakuan terhadap prestasi kerja bagian yang di monitor, hasil perbaikan yang telah
dilaksanakan terutama bila perbaikan ini dapat diterapkan pada bagian lain.
- Rekomendasi tindak lanjut bila memang ada hal-hal yang perlu dilakukan perbaikan
13
pada proses kerja bagian yang di monitor.
e. Dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara pimpinan bagian dan KEH RS mengenai hasil
temuan dan kesimpulan hasil monitoring etik dan hukum, maka perbedaan pendapat ini harus juga
diungkapkan dalam laporan hasil monitoring etik dan hukum.
f. KetuaKEH RS harus me-review dan menyetujui laporan hasil monitoring etikdan hukum
sebelum menerbitkan dan mendistribusikan laporan tersebut.
g. Distribusi laporan disampaikan kepada Direktur dan ditembuksan kepada MAKERSI Daerah.

6. Standar Tindak Lanjut Hasil Monitoring Etik dan Hukum


KEH RS harus menindak-lanjuti hasil monitoring yang telah dilaksanakan untuk
mendapatkan kepastian bahwa hasil temuan / rekomendasi KEH RS telah dilaksanakan oleh unit
kerja. Jika atas dasar suatu pertimbangan tertentu pimpinan unit kerja yang bersangkutan tidak
mengikuti saran /rekomendasi KEH RS, maka ketua KEH RS harus melaporkan hal tersebut
kepada Direktur.Jika temuan penyimpangan etik dan hukum tidak dapat diselesaikan oleh Komite etik
dan hukum bersama direktur maka temuan tersebut harus dilaporkan kepada MAKERSI daerah
sepengetahuan direktur.

14
BAB III
PENUTUP

1. Pedoman Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit ini mulai diberlakukan sejak tanggal ditetapkan.
2. Sesuai dengan tuntutan perkembangan dan kebutuhan perusahaan, maka Pedoman ini akan ditinjau
dan direview secara berkala.
3. Pedoman ini disusun untuk dijadikan acuan dalampenerapan KODERSI, etika profesi, dan
perundang-undangan di Lingkungan Rumah Sakit Mitra Sehat oleh KEH RS dengan penuh
tanggung jawab.

15
PANDUAN KOMITE ETIK RUMAH SAKIT (KERS)

RSU MITRA SEHAT

RSU Mitra Sehat

RUMAH SAKIT UMUM MITRA SEHAT


JL. Wates KM 9 Ngaran, Balecatur, Gamping, Sleman, Yogyakarta
Telp. (0274) 6498555
2018
16

Anda mungkin juga menyukai