Anda di halaman 1dari 7

Mujizat Itu Nyata

Tak terbatas kuasaMu Tuhan,


semua dapat Kau lakukan,
apa yang kelihatan mustahil bagiku,
itu sangat mungkin bagiMu.

Di saat ku tak berdaya,


kuasaMu yang sempurna,
ketika kupercaya,
mujizat itu nyata.

Bukan karna kekuatan,


namun RohMu ya Tuhan,
ketika kuberdoa,
mujizat itu nyata.

Mujizat itu dekat di mulutku,


dan kuhidup oleh percaya.

Nama: David Kristendi


No. Absen: 08
Kelas 12 Perbankan
HAM ( Hak Asasi Manusia)
Hak asasi manusia adalah pengakuan bahwa setiap manusia mempunyai hak-hak dasar yang tidak
dapat di sangkal dan sangat penting bagi hidup mereka. Lebih dari itu, hak ini sudah ada sejak
manusia dilahirkan, bahkan ia sejak ada di dalam kandungan ibunya.

Dalam kitab keluaran kita menemukan peraturan seperti ini tentang seorang budak:

"Inilah peraturan-peraturan yang harus kaubawa ke depan mereka. Apabila engkau membeli
seorang budak Ibrani, maka haruslah ia bekerja padamu enam tahun lamanya, tetapi pada tahun
yang ketujuh ia diizinkan keluar sebagai orang merdeka, dengan tidak membayar tebusan apa-apa.
Jika ia datang seorang diri saja, maka keluar pun ia seorang diri; jika ia mempunyai isteri, maka
isterinya itu diizinkan keluar bersama-sama dengan dia. Jika tuannya memberikan kepadanya
seorang isteri dan perempuan itu melahirkan anak-anak lelaki atau perempuan, maka perempuan itu
dengan anak-anaknya tetap menjadi kepunyaan tuannya, dan budak laki-laki itu harus keluar
seorang diri. Tetapi jika budak itu dengan sungguh-sungguh berkata: Aku cinta kepada tuanku,
kepada isteriku dan kepada anak-anakku, aku tidak mau keluar sebagai orang merdeka, maka
haruslah tuannya itu membawanya menghadap Allah, lalu membawanya ke pintu atau ke tiang
pintu, dan tuannya itu menusuk telinganya dengan penusuk, dan budak itu bekerja pada tuannya
untuk seumur hidup.” Keluaran 21:1-6

Seorang budak yang merupakan “milik” tuannya, misalnya, ternyata tidak begitu tinggi
nilainya. Andaikata ia ditanduk sapi sampai mati maka si pemilik sapi diwajibkan membayar ganti
rugi seharga 30 syikal perak kepada tuan sang budak, lalu sapinya dilempari dengan batu sampai
mati. Satu syikal beratnya antara 11, 14, dan 17 gram emas atau perak.

Beberapa dokumen kemudian hari menunjukkan beberapa kemajuan. Silinder Koresy,


misalnya, yang dibuat pada tahun 539 SM oleh Koresy, kaisar Persia. Pernyataannya ini dibuatnya
setelah ia mengalahkan Nabonidus dari Kekaisaran Babel Baru. Koresy adalah penguasa yang sama
yang disebut-sebut dalam Kitab Nabi Yesaya pasal 40 dst. Dalam silindernya itu, Koresy menulis:

“Penyembahan terhadap Marduk, raya dewata, ia [Nabonidus] [mengubahnya] menjadi hujat.


Setiap hari ia melakukan kejahatan terhadap kotanya [Babel]... Ia [Marduk] menerawang di seluruh
negeri, mencari seorang penguasa yang adil yang bersedia memimpin-[nya] [dalam arak-arakan
tahunan]. [Kemudian] Ia menyebutkan nama Koresy, raja Anshan, dan menyatakannya [sebagai]
penguasa atas seluruh dunia.”

Di masa modern, kita mencatat Deklarasi Kemerdekaan (Amerika Serikat (1776) yang di buka
dengan pengakuan:”Kami menyatakan bahwa kebenaran-kebenaran ini terbukti dengan sendirinya,
yaitu bahwa semua orang diciptakan sederajat, bahwa mereka dikaruniai oleh Penciptanya dengan
hak-hak yang tidak dapat disangkal, dan bahwa diantara hak-hak itu adalah kehidupan
kemerdekaan, dan upaya untuk mengejar kebahagiaan.”

HAM melekat secara kodrati pada diri manusia sebagai karunia Allah (Kej. 1:28-29; 2:18-17). HAM
bersifat mendasar atau fundamental dan universal. Hak asasi mengikat siapapun sehingga tidak
dapat di tiadakan, dirampas, atau dicabut;karena tanpa hak asasi tersebut manusia akan kehilangan
kemanusiaannya.

Perlu diperhatikan bahwa setiap hak, tak terkecuali HAM, mengimplikasikan kewajiban, sebab
hak hanya menjadi hak setelah kewajiban terpenuhi. Sebaliknya, kewajiban juga mengimplikasikan
hak, sebab kewajiban hanya bisa dilakukan sebaik-baiknya apabila hak dihormati. Hak tanpa
kewajiban adalah kesewenang-wenangan, sedangkan kewajiban tanpa hak adalah perbudakan.

Hak-hak asasi mencakup:

1. Hak warga negara, yang mencakup ruang bebas yang harus dijamin setiap pemerintah bagi
setiap warganya.

2. Hak-hak politik, yakni hak untuk memberikan “saham”, baik sendiri maupun bersama-sama,
kepada pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya.

3. Hak-hak ekonomi dan sosial, yakni hak yang dimiliki seseorang dalam berhadapan dengan
negara, untuk tujuan menghilangkan kesenjangan sosial dan ketimpangan ekonomi dan membatasi
kerugian-kerugian yang disebabkan oleh alam, umur, dan seterusnya.

4. Sehubungan dengan hak-hak ekonomi dan sosial, muncullah hak-hak golongan minoritas dan
bangsa-bangsa. Mereka memiliki hak yang fundamental untuk menentukan nasib sendiri, yakni baik
dalam hal untuk memilih status internasional mereka sendiri dengan bebas, maupun untuk jenis
pemerintahan yang paling sesuai dengan aspirasi rakyatnya.

Nama : David Kristendi

Kelas: 12 Perbankan

No Absen : 08
1. Aborsi

Alkitab tidak pernah secara khusus berbicara mengenai aborsi. Namun, ada banyak ajaran Alkitab yang
memyatakan dengan jelas pandangan Allah mengenai aborsi.

Yeremia 1:5 menyatakan bahwa Allah telah mengenal kita sebelum Dia membentuk kita dalam
kandungan. Mazmur 139:13-16 berbicara mengenai peran aktif Allah dalam menciptakan dan
membentuk kita dalam rahim. Keluaran 21:22-25 menyatakan hukuman yang sama bagi orang yang
mengakibatkan kematian seorang bayi yang masih dalam kandungan dengan orang yang membunuh.

Hal ini dengan jelas mengindikasikan bahwa Allah memandang bayi dalam kandungan sudah sebagai
manusia, sama bobotnya dengan orang dewasa.

Bagi orang Kristen, aborsi bukan hanya sekedar soal hak perempuan untuk memilih. Aborsi juga
berkenaan dengan hidup matinya manusia yang diciptakan dalam rupa Allah (Kejadian 1:26-27; 9:6).

Argumen utama yang selalu diangkat untuk menentang posisi orang Kristen terkait aborsi adalah,
“Bagaimana dengan kasus pemerkosaan dan/atau hubungan seks antar saudara?”

Betapapun mengerikannya hamil sebagai akibat pemerkosaan atau hubungan seks antar saudara, apakah
membunuh sang bayi adalah solusinya? Dua kesalahan tidak menghasilkan kebenaran.

Anak yang lahir karena pemerkosaan atau hubungan seks antar saudara dapat saja diberikan keluarga
yang tidak mampu memperoleh anak untuk diado[so – atau anak tsb dapat dibesarkan sendiri oleh
ibunya. Sekali lagi, sang bayi tidak seharusnya dihukum karena perbuatan jahat ayahnya.

Argumen lain yang biasanya diangkat untuk menentang posisi orang Kristen terkait aborsi adalah,
“Bagaimana jika hidup sang ibu terancam?” Secara jujur ini adalah pertanyaan paling sulit untuk
dijawab dalam soal aborsi.

Pertama-tama, perlu diingat bahwa situasi semacam ini hanya kurang dari 1/10 dari 1 persen, dari
seluruh aborsi yang dilakukan di dunia saat ini. Jauh lebih banyak perempuan yang melakukan aborsi
karena merka tidak mau “merusak tubuh mereka” daripada perempuan yang melakukan aborsi untuk
menyelamatkan jiwa mereka.

Kedua, mari kita mengingat bahwa Allah adalah Allah yang bisa melakukan mukjizat. Dia sanggup
menjaga hidup ibu dan bayinya, sekalipun secara medis hal itu tidak mungkin.

Akhirnya, keputusan ini hanya dapat diambil antara suami, isteri dan Allah. Setiap pasangan yang
menghadapi situasi yang sangat sulit ini harus berdoa minta hikmat dari Tuhan (Yakobus 1:5), meminta
petunjuk mengenai apa yang Tuhan mau mereka kerjakan.

Dalam 99% aborsi yang dilakukan sekarang ini, alasannya terkait “pengaturan kelahiran secara
retroaktif.” Perempuan dan/atau pasangannya tidak menginginkan bayi yang dikandung. Maka, mereka
memutuskan untuk mengakhiri hidup bayi itu, daripada harus membesarkannya. Ini adalah kejahatan
yang terbesar. Bahkan dalam kasus 1% yang dipenuhi dilema itu, aborsi pun masih belum sepantasnya
dijadikan opsi pertama.

Manusia dalam kandungan Itu layak untuk mendapatkan segala usaha untuk memastikan kelahirannya.
Bagi mereka yang telah melakukan aborsi, dosa aborsi tidaklah lebih sulit diampuni dibanding dengan
dosa-dosa lainnya. Melalui iman kepada Kristus, dosa apapun dapat diampuni (Yohanes 3:16; Roma
8:1; Kolose 1:14).

Perempuan yang telah melakukan aborsi, atau para pria yang telah mendorong aborsi, atau bahkan
dokter yang melakukan aborsi, semuanya tetap dapat diampuni melalui iman kepada Yesus Kristus.

2. Eutanasia
Alkitab tidak secara khusus membahas tentang eutanasia. * Tapi, Alkitab memberikan penjelasan
tentang kehidupan dan kematian. Kita tidak boleh menyebabkan orang lain meninggal. Tapi, jika
seseorang sudah hampir meninggal, kita tidak perlu berusaha mati-matian untuk memperpanjang
kehidupannya.

Alkitab mengatakan bahwa Allah adalah Pencipta kita. Dia adalah ”sumber kehidupan”. (Mazmur
36:9; Kisah 17:28) Di mata Allah, kehidupan sangatlah berharga. Karena itu, Allah melarang kita
membunuh orang lain ataupun melakukan bunuh diri. (Keluaran 20:13;1 Yohanes 3:15) Selain itu,
Alkitab meminta kita untuk melakukan tindakan pencegahan untuk melindungi kehidupan kita dan
orang lain. (Ulangan 22:8) Jelaslah, Allah ingin kita menghargai kehidupan.

Bagaimana jika seseorang sakit parah?

Alkitab melarang kita mengakhiri kehidupan orang lain meski orang itu sakit parah dan hampir
meninggal. Perhatikan kisah Saul, raja Israel. Saat dia terluka parah di tengah peperangan, dia
meminta salah satu pengawalnya untuk membunuhnya. (1 Samuel 31:3, 4) Pengawal itu menolak.
Tapi, ada seseorang yang mengaku telah memenuhi permintaan Saul itu. Daud sangat marah dan
pria itu dianggap berutang darah. Sikap Daud itu mencerminkan sikap Yehuwa.—2 Samuel 1:6-16.

Apakah kita harus berusaha mati-matian untuk memperpanjang kehidupan?

Alkitab tidak mengharuskan kita untuk memperpanjang kehidupan seseorang yang sudah hampir
mati. Sebaliknya, Alkitab memberikan penjelasan yang bagus. Kematian adalah musuh kita.
Kematian disebabkan oleh dosa. (Roma 5:12; 1 Korintus 15:26) Tapi, kita tidak perlu takut terhadap
kematian, karena Allah berjanji untuk menghidupkan kembali orang-orang yang sudah meninggal.
(Yohanes 6:39, 40) Kita menghargai kehidupan dengan mencari pengobatan yang terbaik. Tapi, itu
bukan berarti kita harus memilih jenis pengobatan yang tujuannya hanya untuk menunda waktu
kematian seseorang yang sudah hampir mati.

Apakah bunuh diri adalah dosa yang tidak bisa diampuni?

Tidak, Alkitab tidak menyebutkan bahwa bunuh diri adalah dosa yang tidak bisa diampuni. Meski
bunuh diri adalah dosa yang besar, * Allah mengerti bahwa hal-hal seperti gangguan mental, stres
berat, atau bahkan pengaruh genetik bisa membuat seseorang bunuh diri. (Mazmur 103:13, 14)
Melalui Alkitab, Allah menghibur orang-orang yang tertekan seperti itu. Alkitab mengatakan bahwa
akan ada ”kebangkitan bagi orang-orang yang benar maupun yang tidak benar”. (Kisah 24:15) Ini
menunjukkan bahwa orang yang melakukan kesalahan besar, seperti bunuh diri, punya harapan
untuk dibangkitkan.

Bagaimana dengan eutanasia hewan peliharaan?


Eutanasia hewan sangat berbeda dengan eutanasia manusia. Allah memberikan harapan kehidupan
abadi kepada manusia, tapi tidak kepada hewan. (Roma 6:23; 2 Petrus 2:12) Meskipun Alkitab
melarang kita memperlakukan hewan dengan kejam, kita boleh membunuh hewan dengan tujuan
yang benar. (Kejadian 9:3) Allah ingin agar manusia merawat hewan peliharaan dengan baik. Jadi, si
pemilik hewan itu harus bertanggung jawab untuk memperlakukan hewan peliharaannya dengan
cara yang paling manusiawi. Itu bisa jadi termasuk mengakhiri nyawa hewan peliharaannya supaya
hewan itu tidak terus-menerus menderita.—Amsal 12:10.

3. Hukuman Mati

Hukuman mati merupakan hukuman yang telah menjadi kebijakan di beberapa negara, termasuk
Indonesia. Hukuman mati dijatuhkan pengadilan sebagai hukuman terberat dan hanya berlaku pada
pelanggaran-pelanggaran yang sangat fatal, seperti terorisme, pembunuhan berencana, dan
perdagangan obat-obat terlarang. Beberapa negara yang telah banyak mengeksekusi hukuman ini
diantaranya adalah Tiongkok, Irak, Iran, Arab Saudi, Amerika Serikat, dan masih banyak lagi.

Tiongkok adalah negara yang paling banyak menjatuhkan hukuman mati setiap tahunnya hingga
sampai ribuan, dan mayoritas dikarenakan kasus seperti pembunuhan dan perdagangan narkoba. Di
Indonesia sendiri, delapan belas orang telah dihukum mati pada jaman Jokowi. Lalu, bagaimana
hukuman mati menurut iman Kristen?

Beberapa orang mengatakan bahwa hidup adalah pemberian Tuhan dan hanya Tuhan yang berhak
mengambilnya. Manusia tidak boleh menuntut pembalasan dan hanya Tuhan yang berhak
menghukum seseorang. Argumentasi-argumentasi semacam itu yang sering digunakan oleh mereka
yang menolak hukuman mati. Dan sekarang kita akan melihat bagaimana seharusnya orang Kristen
memandang hukuman mati dan bagaimana hukuman mati menurut iman Kristen.

Kalau kita melihat kembali pada kisah-kisah dalam Perjanjian Lama, kita akan mengetahui banyak
sekali perbuatan-perbuatan yang akan dijatuhkan hukuman mati. Diantaranya adalah penculikan
(Keluaran 21:16), hubungan seks dengan binatang (Keluaran 22:19), perzinaan menurut
Alkitab (Imamat 20:10), homoseksualitas (Imamat 20:13), menjadi nabi palsu (Ulangan 13:5),
pelacuran dan pemerkosaan (Ulangan 22:4), dan lain sebagainya

Mungkin kita akan berpikir bahwa mungkin saja Perjanjian Baru memiliki peraturan yang baru, yaitu
menolak hukuman mati. Biasanya mereka yang berpikir demikian menggunakan kisah pada Yohanes
8:7 sebagai argumentasi. Di situ diceritakan bahwa Tuhan Yesus terlihat tidak setuju dengan
hukuman rajam yang dilakukan oleh orang Farisi kepada wanita yang berbuat zina.

Namun, alasan Yesus melakukan hal tersebut sebenarnya adalah untuk mengungkapkan
kemunafikan orang-orang Farisi yang suka menghakimi dan sengaja menjebak Yesus untuk
melanggar hukum Perjanjian Lama. Dan ada teolog yang mengatakan bahwa sebenarnya Yesus
sedang melawan diskriminasi terhadap wanita. Dalam hukumnya, apabila sepasang kedapatan
berzina, maka keduanya akan dihukum. Namun di sini yang dihukum hanyalah pihak wanita. Jadi,
bisa disimpulkan bahwa cerita ini tidak bisa dijadikan dasar bahwa Yesus menolak adanya hukuman
mati.

Coba kita lihat Kejadian 9:6 yang berbunyi, “Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya
akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat manusia itu menurut gambar-Nya sendiri.”
Banyak orang yang menolak adanya vonis mati dengan alasan hak asasi manusia yaitu bahwa
manusia berhak untuk hidup. Atau yang lebih religius lagi yaitu bahwa manusia berdosa berhak
mendapatkan pengampunan dosa dalam Kristen.

Maka perlu diperhatikan lagi ayat di atas bahwa siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya
akan tertumpah oleh manusia. Misalnya pembunuhan atau terorisme. Bukankah pelaku telah
melanggar hak hidup orang lain? Nah, kita juga bisa melihat dari sisi lain bahwa dengan hukuman
mati tersebut besar kemungkinan dapat menyelamatkan hak hidup yang jauh lebih banyak. Dan
dengan dihukumnya satu orang, akan ada banyak penjahat-penjahat di luar sana yang menjadi jera.

Memang benar bahwa manusia seharusnya menerapkan hukum kasih terhadap sesama. Senantiasa
memaafkan dan memberi pengampunan. Namun, mungkin kita bisa melihat konteksnya dan
mempertimbangkan dari berbagai sisi. Disinggung sebelumnya bahwa salah satu alasan mengapa
beberapa orang kontra terhadap hukuman mati dikarenakan oleh pemikiran dari sisi religius bahwa
kematian adalah takdir Tuhan. Manusia tidak berhak mengubahnya.

Memang benar demikian, namun tentu saja sejak awal masyarakat sudah mengetahui semua
kebijakan-kebijakan pemerintah, bukan? Misalnya, pemerintah mengeluarkan aturan bahwa
perdagangan narkoba adalah pelanggaran berat dan akan dijatuhi mati bagi orang yang melanggar.

Tentu saja peraturan itu sudah diketahui oleh pelaku, bukan? Hanya saja mungkin pelaku tersebut
meremehkan aturan yang ditetapkan pemerintah dan masih mencoba peruntungannya untuk
melanggar.

Nama : David Kristendi

Kelas: 12 Perbankan

No Absen: 08

Anda mungkin juga menyukai