Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

“ FLOUR ALBUS “

Pembimbing:
dr. Erdiyan Astato, Sp. OG

Disusun Oleh:
Melda Kusumawardani
1710221028

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASAR MINGGU
PERIODE 4 MARET 2019 – 11 MEI 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
“VETERAN” JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

“ FLOUR ALBUS“

Telah disetujui dan dipresentasikan


Pada tanggal: April 2019

Dokter Pembimbing

dr. Erdiyan Astato , Sp. OG


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas referat dengan judul “ Flour Abus”.
Laporan kasus ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
keputihan pada wanita .
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
dosen pembimbing, dr. Erdiyan Astato, Sp. OG yang telah meluangkan waktu
untuk membimbing dan memberikan pengarahan dalam penyusunan referat ini dari
awal hingga selesai. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga referat ini dapat
berguna bagi kita semua.

Jakarta, Maret 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Fluor albus merupakan salah satu masalah yang banyak dikeluhkan wanita
mulai dari usia muda sampai usia tua. Lebih dari sepertiga penderita yang berobat ke
klinik-klinik ginekologi di Indonesia mengeluh adanya leukorea (fluor albus) dan
lebih dari 80% diantaranya adalah yang patologis. Leukorea yang patologis
diakibatkan oleh infeksi pada alat reproduksi bagian bawah atau pada daerah yang
lebih proksimal, yang bisa disebabkan oleh infeksi gonokokkus, trikomonas, kandida,
klamidia, treponema, human papiloma virus, dan herpes genitalis. Penularannya
dapat terjadi melalui hubungan seksual. Leukorea patologis dapat juga disebabkan
oleh neoplasma/keganasan, benda asing, menopause, dan erosi. Leukorea fisiologis
dapat terjadi pada bayi baru lahir, saat menars, saat ovulasi, karena rangsangan
seksual, kehamilan, mood/stress, penggunaan kontrasepsi hormonal, pembilasan
vagina yang rutin.1
Keputihan (fluor albus) merupakan masalah yang sangat besar bagi wanita.
Sebagian besar keputihan disebabkan oleh golongan jamur kandida meskipun dapat
disebabkan oleh mikroorganisme yang lain seperti kuman gonococus, herpes
genitalis, dan sebagainya.3
Sebelum pubertas, normalnya perempuan tidak memiliki keputihan, kecuali
jika terjadi infeksi atau iritasi vagina. Setelah pubertas, estrogen (hormon wanita)
menyebabkan vagina memproduksi sekret (cairan) yang menjaga tetap lembab dan
bersih. Cairan ini keluar dari vagina sebagai duh tubuh vagina (leukorea). Setelah
menopause, kadar estrogen menurun dan keputihan juga akan menurun.4
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 DEFINISI

Vaginal discharge ( fluor albus/ leukorea/ duh tubuh vagina) merupakan


cairan atau secret selain darah yang keluar dari vagina yang dapat disertai rasa gatal,
rasa terbakar di bibir kemaluan, rasa nyeri baik sewktu berkemih maupun senggama
serta bau dan konsistensi yang khas dari masing-masing penyebab. Selain vagina,
sumber cairan ini dapat berasal dari sekresi vulva, sekresi serviks, sekresi uterus atau
sekresi tuba falopii yang dipengaruhi oleh fungsi ovarium1.

Vaginal discharge bukanlah suatu penyakit, melainkan manifestasi klinis dari


suatu penyakit. Vaginal discharge terbagi menjadi dua yaitu vaginal discharge
fisiologis dan patologis. Pada referat ini, akan lebih banyak membahas mengenai
vaginal discharge yang patologis.

II.2 EPIDEMIOLOGI

Menurut studi Badan Kesehatan Dunia (WHO), salah satu masalah tersering
pada reproduksi wanita adalah vaginal discharge/ leukorea/ fluor albus/ keputihan.
Sekitar 75 % wanita di dunia pasti pernah mengalami keputiha setidaknya satu kali
seumur hidup dan sebanyak 45 % wanita mengalami keputihan dua kali/ lebih.

Di Indonesia, angka kejadian keputihan sangat terbatas karena hanya sedikit


wanita yang memeriksakan masalah tersebut. Studi menunjukan bahwa Candida
albicans merupakan penyebab tersering pada wanita usia muda. Penyebab lainnya
antara lain Bacterial vaginosis dan Trichomonas vaginalis. Hal ini dapat terjadi
karena banyak wanita yang kurang menyadari pentingnya menjaga kebersihan daerah
vagina serta tidak tahu cara membersihkan daerah vagina secara tepat. Selain itu,
dapat juga dipengaruhi oleh cuaca lembab yang memudahkan terjadinya infeksi
jamur1.

II. 3 KLASIFIKASI

II. 3. 1 LEUKOREA FISIOLOGIS

Vaginal discharge/ leukorea yang fisiologis merupakan cairan/ secret tidak


berwarna, tidak gatal, dan tidak berbau yang keluar dari vagina. Cairan/ secret ini
mengandung banyak epitel dan sedikit leukosit. Normalnya, hanya ditemukan di
daerah porsio vagina, disebabkan oleh pengaruh hormonal. Vaginal discharge/
leukorea fisiologis dapat ditemukan pada saat ovulasi, saat rangsangan sebelum dan
pada waktu koitus, saat kehamilan, saat stress/kelelahan dan pemakaian alat
kontrasepsi hormonal2.

III. 3. 2 LEUKOREA PATOLOGIS

Vaginal discharge/ leukorea yang patologis merupakan cairan/ sekret yang


keluar dari vagina dengan jumlah, bau, dan konsistensi yang bervariasi berdasarkan
penyebabnya. Selain itu, dapat disertai oleh rasa gatal, rasa terbakar disekitar
kemaluan serta rasa nyeri baik saat berkemih maupun bersenggama. Cairan/ sekret ini
mengandung banyak leukosit. Leukorea patologis dapat disebebkan oleh infeksi
(bakteri, jamur, dan parasit), iritasi, benda asing, tumor/jaringan abnormal lain,
radiasi, dll1.

II. 4 ETIOLOGI

o Non infeksi
 Leukorea Fisiologis

Vaginal discharge/ leukorea fisiologis disebabkan oleh pengaruh


hormonal, dapat ditemukan pada :
 Bayi baru lahir dampai umur kira kira 10 hari, disebabkan oleh
pengaruh esterogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin
 Saat menarke, disebabkan oleh pengaruh esterogen dan biasanya
hilang dengan sendirinya.
 Saat ovulasi, berasal dari sekret kelenjar serviks uteri yang menjadi
lebih encer
 Saat rangsangan sebelum dan pada waktu koitus, akibat transudasi
dinding vagina
 Saat kehamilan
 Saat stress/ kelelahan
 Pemakaian kontrasepsi hormonal
 Benda asing (AKDR, cincin pesarium, tertingggalnya kondom)
 Cervical ectopy : migrasi sel-sel dari lapisan kanal endoserviks ke bagian luar
dari serviks (ektoserviks). Dapat disebabkan oleh perubahan hormonal,
kehamilan, dan penggunaan pil KB
 Iritasi
 Spermisida, pelicin, kondom
 Sabun/ cairan antiseptic/ pembersih vagina
 Scented or coloured toilet paper
 Synthetic underwear
 Parfum
 Laundry detergents

o Infeksi
 Infeksi Menular Seksual
1. Chlamydia trachomatis

Chlamydia trachomatis merupakan bakteri gram negatif,


berbentuk sferis, nonmotile, intrasel obligat. Terdapat 15 serotipe,
dimana A-C menyebabkan konjungtivitis kronik, D-K menyebabkan
infeksi urogentital dan LI-L3 menyebabkan lymphogranuloma
venerum.

Bakteri ini merupakan penyebab penyakit menular seksual


yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis, dapat menyebabkan
servisitis pada wanita dan ureteritis dan proktitis pada wanita dan laki
laki. Infeksi Chlamydia trachomatis pada wanita dapat menimbulkan
konsekuensi yang serius, yakni PID, Infertilitas, kehamilan ektopik,
chronic pelvic pain. Berdasarkan CDC, penyakit ini sering terjadi pada
usia muda, 2/3 diantaranya berumur 15-24 tahun.

Faktor resiko terjadinya klamidiasis antara lain aktif secara


seksual, umur dibawah 25 tahun, tidak memakai kondom secara
konsisten, adanya partner seks baru, lebih dari 1pasangan,
homoseksual, dll. Chlamydia ditransmisikan melalui kontak seksual
dengan penis, vagina, mulut atau anus dengan orang yang terinfeksi.
Selain itu juga dapat ditularkan secara perinatal dari ibu ke bayi
melalui persalinan sehingga dapat terjadi ophtalmia neonatorum
(konjungtivitis) dan pneumonia1,4,6.

2. Neisseria gonorrhea

Neisseria gonorrhea merupakan bakteri gram negative, tahan


asam, terlihat di luar dan di dalam leukosit, tidak tahan lama di udara
bebas, cepat mati dalam keadaan kering dan tidak tahan zat
desinfektan. Daerah yang paling mudah terinfeksi adalah daerah
dengan mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng yang belum
berkembang (immatur) yakni pada vagina wanita sebelum pubertas

Bakteri ini penyebab penyakit gonore. Gonore merupakan


penyakit menular seksual yang penularannya terjadi melalui hubungan
kelamin yaitu secara genito-genital, orogenital, dana no-genital. Dapat
juga menular melalui ibu ke bayi selama persalinan
N. gonorrhea menjangkit membran mukosa saluran reprouksi
diantaranya serviks, uterus, tuba falopii di wanita dan uretra pada laki
laki dan wanita. Selain itu juga dapat mengenai membran mukosa
pada mulut, tenggorok, mata, dan rektum3,5.

3. Trichomonas vaginalis

Trichomonas vaginalis merupakan flagelata berbentuk


filiformis, mempunyai 4 flagel dan bergerak seperti gelombang.
Parasit ini berkembang biak secara belah pasang memanjang dan dapat
hidup dalam suasana Ph 5-7,5. Parasit ini paling baik tumbuh dalam
keadaan anaerobic dan tidak dapat tumbuh pada keasaman vagina
normal. Bentuk inefektifnya adalah fase trofozoit

Trichomoniasis merupakan penyakit menular seksual yang


sangat sering terjadi disebabkan oleh infeksi parasite Trichomonas
vaginalis. Lebih sering menginfeksi wanita dibandingkan laki laki.

Transmisi dari penyakit ini melalui hubungan seksual, namun


dapat juga melalui handuk, pakaian, atau saat berenang. Pada wanita,
bagian tubuh yang terinfeksi yakni vulva, vagina atau uretra.
Sedangkan pada laki-laki bagian tubuh yang terinfeksi yakni penis
(uretra). Selama hubungan seksual, parasit dapat ditransmisikan dari
vagina ke penis, ataupun sebaliknya, atau dari vagina ke vagina1,4.

 Bukan Infeksi Menular Seksual


1. Gardnerella vaginalis

Gardnerella vaginalis merupakan bakteri yang bersifat anaerob


fakultatif, tidak mempunyai kapsul, tidak bergerak. Bakteri ini
biasanya mengisi penuh sel epitel vagina dengan membentuk bentukan
khas yang disebut clue cell. Bakteri ini merupakan penyebab dari
Vaginosis Bakterial (VB). Vaginosis bakterial merupakan infeksi
polimikrobial yang disebabkan oleh penurunan jumlah laktobasilus
diikuti oleh peningkatan bakteri anaerob yang berlebihan. Faktor
resiko terjadinya VB antara lain berganti ganti pasangan, hubungan
seksual terlalu dini, IUD, merokok dan ras hitam. VB bukan
merupakan penyakit menular seksual (PMS), namun dapat
meningkatkan resiko terkena PMS (HIV, N. gonorrhoeae, C.
trachomatis dan HSV-2)4.

2. Candida albicans

Candida albicans adalah spesies jamur dari deuteromycota


merupakan mikroorganisme oportunistik. Apabila terjadi
ketidakseimbangan seperti ph vagina berubah atau perubahan
hormonal terjadi, maka Candida akan bertambah banyak dan terjadilah
candidiasis. Faktor resiko terjadinya infeksi jamur ini antara lain
sistem imun yang rendah, kehamilan, diabetes mellitus, penggunaan
antibiotik spektrum luas jangka panjang, dan penggunaan
kortikosteroid1,4.

II. 5 PATOGENESIS

Pada keadaan normal, cairan yang keluar dari vagina wanita dewasa sebelum
menopause terdiri dari epitel vagina, cairan transudasi dari dinding vagina, sekresi
endoserviks berupa mucus dalam jumlah yang relatif bervariasi serta mengandung
mikroorganisme terutama Lactobacillus. Lactobacillus mempunyai peranan penting
dalam menjaga suasana vagina dengan menekan pertumbuhan mikroorganisme
patologis ( Gardnerella vaginalis, Mobiluncus spp., Neisseria gonorrhoeae,
Peptostreptococcus, P. Bivia, dll) dengan cara :

o Mengubah glikogen dari epitel vagina yang terlepas menjadi asam laktat
sehingga ph vagina tetap dalam keadaan asam (ph : 3,0 – 4,5) pada wanita
dalam masa reproduksi.
o Memproduksi hydrogen peroxide (H2O2) sebagai bacterial antagonism.
Menghambat petumbuhan microorganism melalui interaksi langsung atau
melalui human myeloperoxidase. Hydrogen peroxide yang diproduksi oleh
Lactobacillus menginaktivasi HIV-1, HSV-2 Gardnerella vaginalis,
Trichomonas vaginalis, P. Bivia, E. coli.
o Memproduksi bacteriocins (antimicrobial peptides)

Apabila terjadi ketidakseimbangan suasana flora vagina normal yang dapat


disebabkan oleh penurunan fungsi dari Lactobacillus maka akan terjadi aktivitas dari
mikroorganisme yang selama ini ditekan oleh flora normal vagina sehingga
menimbulkan reaksi inflamasi.

Pada klamidiasis, Chlamydia trachomatis merupakan organisme intraseluler


berkembang melalui 3 stadium yaitu badan elementer, badan inisial, dan badan
intermedier. Badan elementer masuk ke dalam sel dengan cara fagositosis. Dalam
waktu 8 jam, badan elementer berkembang menjadi badan inisial yang tidak infeksius
dan 4 jam berikutnya badan inisial membelah secara biner menjadi badan intermedier
dan kemudian menjadi badan elementer yang siap menginfeksi sel lainnya.
Pematangan badan insial dan elementer diikuti dengan peningkatan sintesis DNA dan
RNA. Pada waktu hospes pecah, badan elementer keluar dan menimbulkan infeksi
pada sel hospes baru. Organisme ini lebih menyukai menginfeksi sel-sel
skuamokolumner yaitu pada zona transisi serviks6.

Pada gonore, secara morfologik gonokok terdiri atas 4 tipe yaitu tipe 1dan 2
yang mempunyai pili sehingga bersifat virulen dan tipe 3 dan 4 yang tidak memiliki
pili sehingga bersifat nonvirulent. Pili ini akan melekat pada mukosa epitel dan akan
menimbulkan reaksi radang. Daerah yang paling mudah terinfeksi adalah daerah
dengan mukosa epitel kuboid atau laping gepeng yang belum berkembang (immature)
yakni pada vagina wanita sebelum pubertas. Pada masa pra pubertas, epitel vagina
dalam keadaan belum berkembang (sangat tipis) sehingga mudah terjadi vaginitis
gonore. Sedangkan, pada masa reproduktif, lapisan selaput lendir vagina menjadi
matang dan tebal dengan banyak glikogen dan basil doderlein. Basil doderlein akan
memecah glikogen sehngga menghasilkan suasana asam yang tidak menguntungkan
kuman gonokok. Kemudian, kuman ini akan mengalami pertumbuhan lagi pada masa
menopause karena selaput lendir vagina menjadi atrofi, kadar glikogen menurun dan
basil doderlein juga berkurang sehingga menguntungkan untuk kuman gonokok.

Pada Trikomoniasis, Trichomoniasis vaginalis mampu menimbulkan


peradangan pada dinding saluran urogenital dengan cara invasi sampai mencapai
jaringan epitel dan subepitel. Pada wanita, yang diserang bagian dinding vagina
sedangkan pada laki laki yang diserang terutama uretra, kelenjar prostat, kadang-
kadang preputium, vesikula seminalis dan epididymis.

Pada Vaginosis Bakterial (VB), terjadi pergeseran flora normal (Lactobacillus


sp) di vagina dengan konsentrasi tinggi mikroorganisme patologis, misalnya,
Prevotella sp., Mobiluncus sp., Gardnerella vaginalis, dan berbagai bakteri anaerob
lainnya. Akibatnya terjadi perubahan Ph sehingga memicu pertumbuhan Gardnerella
vaginalis, Mycoplasma dan Mobilincus yang normalnya dapat dihambat. Organisme
ini menghasilkan produk metabolit contohnya amin, yang menaikan ph vagina dan
menyebabkan pelepasan sel-sel vagina. Selain itu, amin juga menyebabkan timbulnya
bau pada vaginal discharge/ fluor albus dari vaginosis bacterial

Pada kandidiasis, terjadi karena perubahan kondisi lingkungan vagina. Sel


ragi akan berkompetisi dengan flora normal. Hal-hal yang memudahkan pertumbuhan
ragi antara lain penggunaan antibiotik spectrum luas jangka lama, penggunaan
kontrasepsi, kadar esterogen yang tinggi, kehamilan, diabetes yang tidak terkontrol,
penggunaan obat imunosupresan, pemakaian pakaian ketat dan pakaian dalam yang
tidak menyerap keringat dengan baik4.

Adanya benda asing seperti AKDR, adanya cicnin pesarium, tertinggalnya


kondom dapat merangsang pengeluaran cairan vagina secara berlebihan. Jika terjadi
kontak dengan bakteri di vagina, leukorea menjadi keruh dan berbau, tergantung
penyebab infeksinya.
II. 6 GEJALA

II. 6. 1 LEUKOREA FISIOLOGIS

Secara umum, individu tidak memiliki keluhan, hanya merasa tidak nyaman
dengan keluarnya cairan/secret tidak berwarna/ jernih, tidak berbau, tidak gatal dan
tidak nyeri saat berkemin maupun senggama

II. 6. 2 LEUKOREA PATOLOGIS

o Radang Pada vagina


 Vaginosis bacterial

Individu dengan VB akan mengeluh adanya vaginal discharge/ duh


tubuh vagina yang ringan/ sedang berwarna bau-abu dan berbau amis (fishy).
Bau dirasakan lebih menusuk setelah senggama dan mengakibatkan darah
menstruasi berbau abnormal. Iritasi daerah vagina atau sekitar vagina
membuat rasa gatal dan terbakar yang relatif ringan. Nyeri abdomen, nyeri
saat berhubungan atau saat berkemih jarang terjadi. Sekitar 50 % penderita
VB bersifat asimptomatik

Pada pemeriksaan sangat khas, adanya duh tubuh vagina bertambah,


warna abu abu homogen, viskositas rendah/normal, bau amis, jarang berbusa.
Duh tubuh melekat pada dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis, ph
sekret vagina berkisar 4,5 – 5,5. Pada pemeriksaan kolposkopi, tidak terlihat
dilatasi pembuluh darah dan tidak ditemukan penambahan densitas pembuluh
darah pada dinding vagina.
Gambar 1. Vaginosis Bakterialis

 Kandidiasis

Keluhan yang menonjol adalah rasa gatal, terbakar/panas sering kali


disertai dengan iritasi vagina, disuria (nyeri saat berkemih) atau keduanya.
Cairan vagina yang keluar berwarna putih seperti susu yang berumpal-gumpal
( cottage cheese-like), tidak berbau dan ph sekret vagina < 4,5. Pada
pemeriksaan dalam, seringkali memeperlihatkan eritema dinding vulva dan
vagina, kadang-kadang dengan plak yang menempel. Sedangkan pada laki-
laki, biasanya mengeluh rasa gatal dan kemerahan pada penis1.

Gambar 2. Kandidiasis

 Trichomoniasis

Trichomoniasis pada wanita yang diserang terutama dinding vagina.


Dapat bersifat akut dan kronik. Pada kasus akut, terlihat sekret vagina
seropurulen berwana kekunin-kuningan, kuning-hijau, berbau tidak enak
(malodorous), berbusa, rasa gatal, dan dapat disertai dysuria. Dinding vagina
tampak kemerahan dan sembab. Kadang terbentuk abses kecil pada dinding
vagina dan serviks, yang tampak sebagai granulasi berwarna merah yang
dikenal sebagai strawberry appearance dan disertai dispareunia, perdarahan
paska koitus dan perdarahan intermenstrual. Bila sekret banyak yang keluar,
dapat timbul iritasi pada lipat paha atau sekitar genitalia eksterna. Pada kasus
kronik, gejala lebih ringan dan biasanya sekret vagina tidak berbusa1,7.

Gambar 3. Trikomoniasis

o Radang Pada Serviks Uteri


 Klamidiasis

Infeksi Chlamidia tidak menimbulkan keluhan pada 30-50% kasus


dan dapat menetap selama beberapa tahun. Penderita mengeluh keluar cairan
purulent dari vagina, bercak darah atau perdarahan paska senggama. Pada
pemeriksaan serviks, tampak erosi, rapuh, dan terdapat caian mukopurulen
berwarna kuning-hijau.

Bila tidak segera ditangani, Chlamidia dapat menyebabkan penyakit


radang panggul yaitu terjadinya nyeri k ronis akibat infeksi pada uterus dan
saluran tuba. Radang panggul dapat menyebabkan infertilitas dan kehamilan
ektopik1,6.

Gambar 4. Klamidia servisitis

 Gonorea

Sebagian besar wanita dengan gonorea memiliki gejala yang


asimptomatik. Jika memiliki gejala, biasanya gejalanya ringan dan tidak
spesifik. Gejalanya antara lain disuria, kadang-kadang polyuria, kadang
timbul rasa nyeri pada punggung bawah. Pada pemeriksaan dalam didapatkan
labia mayora dapat bengkak, merah, dan nyeri tekan. Kadang kelenjar
Bartholin ikut meradang dan terasa nyeri saat berjalan/ duduk. Pada uretra,
didapatkan orifisium uretra eksternum tampak merah, edema dan ada sekret
mukopurulen. Sedangkan pada pemeriksaan serviks, tampak merah dengan
erosi dan sekret purulen1,5.
Gambar 5. Gonore

II. 7 DIAGNOSIS

II. 7. 1 LEUKOREA FISIOLOGIS

Dalam anamnesis, didapatkan tidak ada keluhan pada pasien, mungkin hanya
dirasakan tidak nyaman. Leukorea fisiologis dapat terjadi saat mendekati ovulasi
(karena rangsangan seksual),menjelang dan sesudah menstruasi, saat kehamilan,
penggunaan kontrasepsi hormonal, dll. Pada dasarnya terjadi karena pengaruh
hormonal. Leukorea fisiologis terdiri dari cairan yang kadang-kadang berupa mucus
yang memiliki banyak epitel dengan leukosit yang jarang. Ciri-cirnya antara lain
berwarna putih, jernih dan menjadi kekuningan bila kontak dengan udara, tidak gatal,
dan tidak berbau.

Dalam pemeriksaan, ph vagina berkisar 3,8-4,3, cairan vagina putih/jernih dan


halus, pada pemeriksaan dengan KOH (uji whiff) tidak didapatkan bau amis. Pada
pemerisksaan mikroskop didapatkan laktobasili dan sel-sel epitel1.

II. 7. 2 LEUKOREA PATOLOGIS

o Vaginosis Bakterial
 Vaginosis Bakterial didiagnoss dengan Amsel’s Diagnostic Criteria.
Dimana harus memenuhi 3 dari 4 tanda/gejala dibawah ini 9.
 Duh tubuh vagina tampak homogen, tipis, dan berwarna putih
keabu-abuan
 Ditemukan adanya clue cells pada pemeriksaaan mikroskopik
 Ph vagina >4,5
 Adanya fishy odor/ amis pada cairna vagina sebelum/sesudah
ditetesi 10% KOH (uji Whiff)
o Metode lain yang digunakan adalah metode diagnostic secara mikrobiologis,
yaitu pemeriksaan pewarnaan Gram dengan melihat skor Nugent, dimana
metode ini telah terbukti memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dan
digunakna sebagai baku emas diagnosis. Metode Nugent pada pewarnaan
Gram berguna untuk mendeteksi pergeseran flora normal vagina oleh
mikroorganisme lain. Sistem skoring pada pearnaan Gram dipakai sebagai
metode standar untuk diagnosis VB. Skoring berdasarkan tiga morfotipe,
yaitu : bakteri batang Gram positif besar (Lactobacillus), bakteri Gram
negative kecil atau variable (Gardnerella dan bakteri anaerob) dan bakteri
batang bengkok Gram negatif/ batang Gram variabel. Pulasan vagina pada
pewarnaan Gram dilihat dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali.
Skor yang diberikan adalah 0 sampai 10 berdasarkan proporis relative dari
morfologi bakteri, yaitu apakah berbentuk batang Gram positif besar, bentuk
batang Gram negative kecil dan variable atau bentuk batang bengkok Gram
negative/batang Gram variabel 2,9.

Skor Batang Gram Postif Bakteri Gram Negative Kecil Bakteri Bengkok
Besar (Lactobacillus) Dan Variable ( Gardnerella Gram Begatif/Batang
Dan Anaerob) Gram Variabel

0 4+ 0 0

1 3+ +1 1+ atau 2 +

2 2+ +2 3+ atau 4 +

3 1+ +3

4 0 +4

Tabel 1. Skor Nugent


Keterangan nilai :
0 = tidak dijumpai morfologi
1+ = <1 morfologi
2+ = 1 - 4 morfologi
3+ = 5 – 30 morfologi
4+ = 30 morfologi atau lebih
Pemilaian dihitung berdasarkan jumlah rata rata morfologi yang terlihat setiap
lapang panang dan pemeriksaan pada 10 lapang pandang

Skor Total Interpretasi

0–3 Normal

4–6 intermediate

≥7 Vaginosis Bakterial

Tabel 2. Interpretasi Skor Nugent


o Gonorea
Diagnosis mikrobiologis spesifik pada infeksi N. gonorrhoeae harus
dilakukan pada semua orang beresiko atau diduga memiliki gonore. Diagnosis
spesifik dapat berpotensi mengurangi komplikasi, reinfeksi, dan transmisi.
Kultur dan NAAT tersedia untuk deteksi infeksi N. gonorrhoeae. Pada kultur,
diperlukan specimen dari swab endoserviks (wanita) dan uretra (laki-laki).
Sedangkan pada NAAT dapat digunakan specimen berupa swab andoserviks,
swab vagina, swab uretra (untuk kali-laki) dan urin (laki-laki dan
perempuan)9.
Dengan kultur, selain dapat mendeteksi N. gonorrhoeae pada alat reproduksi,
dapat juga mendeteksi di orofaring, rektal, dan konjungtiva.
Metode lainnya dengan mnggunakan pewarnaan Gram dengan
specimen swab uretra dan terlihat Gram negative diplokokus. Alternatif lain
dengan menggunakan pewarnaan MB/GV (Methylene Blue or Gentian
Violet), dianggap positif N. gonorrhoeae apabila ada WBC containing
intracellular purple diplococci9.

o Klamidiasis
Infeksi Chlamydia trachomatis dapat didiagnosis dengan uji first-
catch urine dan menggunakan swab endoserviks/vagina pada wanita,
sedangkan uji first-catch urine dan swab uretra pada laki-laki. NAAT
merupakan tes yang paling sensitive menggunakan specimen tersebut dan
dapat digunakan untuk diagnosis infeksi Chlamydia trachomatis9.

o Kandidiasis

Kandidiasis terbagi atas uncomplicated dan complicated vulvovaginal


candidiasis.. Dalam anamnesis pada uncomplicated VVC, penderita dengan
candida vaginitis terdapat gejala dysuria dan pruritus pada vulva, nyeri,
bengkak, dan kemerahan. Tandanya berupa edema pada vulva, fisura,
ekskoriasi, dan cairan/ sekret vagina yang tebal. Diagnosis dapat dibuat pada
penderita yang memiliki tanda-tanda dan gejala vaginitis ditambah dengan 1)
persiapan basah (saline, 10% KOH) atau pewarnaan gram pada cairan vagina
menunjukan budding yeats, hyphae atau pseudohyphae atau 2) kultur atau tes
lainnya menghasilkan hasil yang positif untuk spesies ragi. Candida vaginitis
dikaitkan dengan ph vagina normal (< 4,5). Penggunaan KOH 10 % pada wet
preparations meningkatkan visualisasi pada ragi dan miselia. Untuk hasil
yang negative dalam wet preparations, namun memiliki tanda/gejala, kultur
vagina untuk Candida dipertimbangkan. Kultur merupakan gold standard
dalam diagnosis vulvovaginal candidiasis.

Pada complicated VVC, kultur vagina harus dilakukan konfirmasi


diagnosis dan deteksi spesies yang tidak biasanya/jarang seperti Candida
glabrata (Candida glabrata tidak membentuk pseudohifa/ hifa dan tidak
mudah ditemukan di mikroskop)9.

o Trikomoniasis

Kultur merupakan gold standard dalam diagnosis T. vaginalis. Kultur


mempunyai sensitivitas 75%-96% dalam sensitifitas sampai 100 %. Pada
wanita, cairan/sekret vagina sebagai specimen untuk kultur. Sedangkan pada
laki-laki menggunakan swab uretra, urin sedimen atau semen.

II. 8. TERAPI

II. 8.1 LEUKOREA FISIOLOGIS

Secara umum, vaginal discharge yang keluar secara fisiologis tidak


diperlukan terapi. Namun diperlukan edukasi bahwa cairan/sekret tersebut akan
keluar secara fisiologis dari tubuh karena pengaruh hormonal seperti yang telah
dijabarkan diatas. Apabila cairan/ sekret tersebut menjadi bertambah banyak, berbau,
gatal, bahkan menimbulkan nyeri, baik saat berkemih maupun bersenggama, lakukan
konsultasi ke dokter segera agar dapat mengetahui penyebab dan dapat diberikan
terapi yang adekuat.

II. 8. 2 LEUKOREA PATOLOGIS

o Vaginosis Bakterial

Terapi untuk vaginosis bakterialis tertera pada gambar dibawah ini:


Penderita disarankan untuk tidak melakukan aktivitas seksual atau
menggunakan kondom secara onsisten dan benar selama pengobatan. Selain itu,
semua wanita dengan Vaginosis Bakterial disarankan untuk melakukan tes HIV dan
tes PMS lainnya. Terdapat beberapa pertimbangan khusus untuk terapi pada
vaginosis bakterialis ini :

 Intravaginal clindamycin cream diberikan pada kasus alergi atau tidak


toleransi terhadap metronidazole atau tinidazole
 Terapi vaginosis bakterial direkomendasikan untuk semua wanita hamil
yang bergejala yaitu Metronidazole 2 x 500 mg. Efek vaginosis bakterial
pada kehamilan antara lain ketubah pecah dini, persalinan premature, bayi
premature, infkesi intramniotik dan post partum endometritis
 Vaginosis bakterial terjai lebih sering pada wanita dengan HIV. Wanita
dengan HIV yang memiliki VB harus menerima regimen pengobatan
sama dengan mereka yang tidak memiliki infeksi HIV.

o Gonore

Terapi untuk gonore cukup rumit kearena kemampuan N. gonorrhoeae


untuk membuat resisten terhadap antimicrobial. Berdasarkan studi, terapi
unutk gonorea dibuat menjadi terapi kombinasi dua obat dengan mekanisme
kerja yang berbeda untuk meningkatkan efektivitas dan memperlambat
terjadinya resistensi9,10.
Pasangan seksualnya harus diberikan terapi yang adekuat untuk mengurangi
transmisi dan reinfeksi. Selain itu, juga diinstruksikan untuk tidak melakukan
hubungan seksual sampai terapi pengobatan selesai dan tidak bergejala.

o Klamidiasis

Memberikan terapi pada yang terinfeksi dengan C. trachomatis mencegah


komplikasi dan transmisi seksual dan terapi yang adekuat pada pasangan dapat
mencegah reinfeksi dan infeksi ke mitra lainnya. Terapi bagi ibu hamil dapat
mencegah penularan C. trachomatis terhadap neonates. Pengobatan klamidia harus
diberikan segera untuk semua orang yang positif terinfeksi. Penundaan dalam
pengobatan dikaitkan dengan komplikasi (misalnya PID)9,10.

Untuk meminimalkan penularan penyakit ke pasangan seks dan reinfeksi,


penderita diinstruksikan untuk tidak melakukan hubungan seksual selama 7 hari
setelah terapi dosis tunggal atau sampai selesainya regimen 7 hari dan tidak bergejala.

o Candidiasis

Pada infeksi kandida albikans dapat diberikan mikostatin 10.000 unit


intravaginal selama 14 hari. Untuk mencegah timbulnya residif tablet vaginal
mikostatin ini dapat diberikan seminggu sebelum haid selama beberapa bulan. Obat
lainnya adalah itrakonazol 2x200 mg peroral dosis sehari.

o Trikomoniasis
Penyakit ini memiliki tingkat reinfeksi yang tinggi, sehingga diperlukan
pengujian ulang untuk T. vaginalis dalam waktu 3 bulan untuk semua wanita yang
aktif secara seksual dalam waktu 3 bulan setelah pengobatan awal. Selain itu,
memberikan terapi pada pasangan seks adalah penting untuk mengurangi gejala
gejala, menyembuhkan dan pencegahan penularan dan reinfeksi.

II. 9 PENCEGAHAN

Pencegahan yang dapat dilakukan agar leukorea/ keputihan tidak berulang,


antara lain10. :

 Menjaga kebersihan genitalia


 Membersihkan bagian luar vagina setiap hari dengan air dan
menjaganya tetap kering
 Menghindari penggunaan cairan pembersih kewanitaan
 Membersihkan vagina dari arah depan ke belakang untuk mencegah
penyebaran bakteri dari anus ke vagina
 Saat menstruasi, biasakan mengganti pembalut apabila sedah terasa
basah/ lembab.
 Memperhatikan pakaian organ kewanitaan kering dan tidak lembab

 Menghindari menggunakan pakaian dalam/ celana panjang yang terlalu ketat


karena meningkatkan kelembaban organ kewanitaan
 Menggunaan pakaian dalam dari bahan katun agar menyerap keringat
 Apabila pakaian dalam terasa lembab, segera ganti dengan yang kering
dan bersih

 Mengatur pola hidup yang sehat


 Setia kepada pasangan
 Hindari seks bebas berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan alat
pelindung seperti kondom
 Hindari stress, merokok, dan alcohol
 Konsumsi makanan bergizi dan menjaga berat badan ideal
 Hindari penggunaan barang0barang pribadi berbagi dengan orang lain
seperti, hanuk, pakaian dalam, dll.

II. 10 KOMPLIKASI

Pada kasus-kasus yang tidak diberikan terapi adekuat, infeksi tersebut dapat ,
menyebar ke traktus reproduksi bagian atas dan menyebabkan penyakit lain yang
lebih serius.

Pada vaginosis bacterial, komplikasi yang dapat terjadi antara lain,


meningkatkan resiko terjadinya persalinan premature pada kehamilan, ketuban pecah
dini, infeksi cairan ketuban dan resiko terkena dan transmisi dari HIV. Komplikasi
pada gonore yang dapat terjadi yaitu sekuel permanen pada wanita yaitu terjadinya
infertilitas akibat PID. Sedangkan pada klamidiasis, dapat menyebabkan komplikasi
PID, nyeri panggul kronik, infertilitas faktor tuba dan resiko kehamilan ektopik. Pada
trikomoniasis dapat terjadi komplikasi berupa ketuban pecah dini.9,10.
II. 11 PROGNOSIS

Secara umum memiliki prognosis yang baik apabila diberikan regimen terapi
denga durasi yang tepat serta terapi pada pasangan seksual srta mengikuti intruksi (
minum obat secara rutin dengan dosis yang sesuai dan tidak melakukan hubungan
seksual selama pengobatan sampai terapi selesai dan tidak bergejala).
BAB III
KESIMPULAN

Vaginal discharge ( leukorea/ flour albus/ keputihan) merupakan salah satu


masalah yang sering dikeluhkan mulai dari usia muda sampai usia tua. Vaginal
discharge bukan penyakit, namun merupakan suatu manifestasi klinis dari suatu
penyakit. Vaginal discharge/ leukorea terbagi atas leukorhea fisiologis dan patologis.
Leukorea fisiolgis dapat terjadi pada bayi baru lahir, saar menarche, saat ovulasi,
karena rangsangan seksual, saat kehamilan, mood/ stress serta penggunaan kontrsepsi
hormonal. Sedangkan, leukorrhea patologis dapat terjadi dakibatkan oleh infeksi pada
alat reproduksi yang dapat disebabkan oleh infeksi bakteri ( N. gonorrheae, C.
trachomatis, Gardnerella vaginalis, Treponema pallidum), jamur (Candida albicans),
parasite (Trichomonas vaginalis), benda asing, dan iritasi.

Diagnosis dapat ditegakan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang. Dalam anamnesis, perhatikan karakteristik dari discharge
(warna, konsistensi, abu), disertai rasa gatal, terbakar dan nyeri (baik saat berkemih
maupun bersenggama). Dalam pemeriksaan fidik, dilakukan pemeriksaan speculum,
dapat melihat sumber keluarnya cairan/ sekret tersebut serta memperhatikan
karakteristik dari vaginal discharge disesuaikan dengan penyebabnya. Dalam
pemeriksaan penunjang, dapat dilakukan ukur Ph, pewarnaan Gram, kultur,
pemeriksaan sediaan basah serta pemeriksaan secara molekular (NAATs, PCR, dll).

Tatalksana diberikan secara adekuat terhadap masing-masing penyebab


berdasarkan pedoman regimen yang telah dibahas sebelumnya untuk mencegah
terjadinya komplikasi obstetric dan ginekologik seperti PID, Infertilitas, kehamilan
ektopik, persalinan premature, ketuban pecah dini, infeksi cairan amnion, dll.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, H, Saifuddin, B, Rachimhadi, Trijatmo. Radang Dan


Beberapa Penyakit Pada Alat Genital Wanita. Ilmu Kandungan. 2011.
Edisi Ketiga. Cetakan Pertama : Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirodiharjo. Hal. 221-226
2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC. Williams Obstetrics
and Gynecologic. 22nd. San Fransisco: The McGraw-Hill Companies.
2007.
3. Todar K: Todar’s Online Textbook of Bacteriology: The Pathogenic
Neisseriae. Madison, WI, University of Wisconsin Madison Departement
of Bacteriology, 2004
4. McCance KL, Huether SE. Pathophysiology : The Biologic Basis for
Disease in Adults and Children. USA: Elsevier Mosby; 2006.p.829-833.
5. Grella M: Gonorrheae. Available at: http:
//emedicine.medscape.com/article/218059-overview#showall. 2016.
Diakses pada 30 Januari 2019
6. Houry DE: Chlmydia, available at :
http://emedicine.medscpe.com/article/214823-differential, 2016. Diakses
pada 30 Januari 2019
7. Vander, Barbara: Trichomonas vaginalis Infection. Available at
http://c.id.oxfordjournal.org/content/44/1/23.full, 2016. Diakses pada 30
Januari 2019.
8. Menaldi SL, Bramono K. Indriatmi W. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Edisi ke 7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI: 2014
9. Centre for DiseaseControl and Prevention: Sexually Transmitted Disease
Treatment Guidelines 2015. Available at:
http://www.cdc.gov/std/tg2015/default.htm. Diakses pada 30 Januari 2019
10. Wibisono B. Daili SF. Makes WB. Pedoman Penatalaksanaan Infeksi
Menular Seksual. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan (P3L). Departemen Kesehatan RI. Jakarta: 2010.

Anda mungkin juga menyukai