“ FLOUR ALBUS “
Pembimbing:
dr. Erdiyan Astato, Sp. OG
Disusun Oleh:
Melda Kusumawardani
1710221028
REFERAT
“ FLOUR ALBUS“
Dokter Pembimbing
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas referat dengan judul “ Flour Abus”.
Laporan kasus ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
keputihan pada wanita .
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
dosen pembimbing, dr. Erdiyan Astato, Sp. OG yang telah meluangkan waktu
untuk membimbing dan memberikan pengarahan dalam penyusunan referat ini dari
awal hingga selesai. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga referat ini dapat
berguna bagi kita semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Fluor albus merupakan salah satu masalah yang banyak dikeluhkan wanita
mulai dari usia muda sampai usia tua. Lebih dari sepertiga penderita yang berobat ke
klinik-klinik ginekologi di Indonesia mengeluh adanya leukorea (fluor albus) dan
lebih dari 80% diantaranya adalah yang patologis. Leukorea yang patologis
diakibatkan oleh infeksi pada alat reproduksi bagian bawah atau pada daerah yang
lebih proksimal, yang bisa disebabkan oleh infeksi gonokokkus, trikomonas, kandida,
klamidia, treponema, human papiloma virus, dan herpes genitalis. Penularannya
dapat terjadi melalui hubungan seksual. Leukorea patologis dapat juga disebabkan
oleh neoplasma/keganasan, benda asing, menopause, dan erosi. Leukorea fisiologis
dapat terjadi pada bayi baru lahir, saat menars, saat ovulasi, karena rangsangan
seksual, kehamilan, mood/stress, penggunaan kontrasepsi hormonal, pembilasan
vagina yang rutin.1
Keputihan (fluor albus) merupakan masalah yang sangat besar bagi wanita.
Sebagian besar keputihan disebabkan oleh golongan jamur kandida meskipun dapat
disebabkan oleh mikroorganisme yang lain seperti kuman gonococus, herpes
genitalis, dan sebagainya.3
Sebelum pubertas, normalnya perempuan tidak memiliki keputihan, kecuali
jika terjadi infeksi atau iritasi vagina. Setelah pubertas, estrogen (hormon wanita)
menyebabkan vagina memproduksi sekret (cairan) yang menjaga tetap lembab dan
bersih. Cairan ini keluar dari vagina sebagai duh tubuh vagina (leukorea). Setelah
menopause, kadar estrogen menurun dan keputihan juga akan menurun.4
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 DEFINISI
II.2 EPIDEMIOLOGI
Menurut studi Badan Kesehatan Dunia (WHO), salah satu masalah tersering
pada reproduksi wanita adalah vaginal discharge/ leukorea/ fluor albus/ keputihan.
Sekitar 75 % wanita di dunia pasti pernah mengalami keputiha setidaknya satu kali
seumur hidup dan sebanyak 45 % wanita mengalami keputihan dua kali/ lebih.
II. 3 KLASIFIKASI
II. 4 ETIOLOGI
o Non infeksi
Leukorea Fisiologis
o Infeksi
Infeksi Menular Seksual
1. Chlamydia trachomatis
2. Neisseria gonorrhea
3. Trichomonas vaginalis
2. Candida albicans
II. 5 PATOGENESIS
Pada keadaan normal, cairan yang keluar dari vagina wanita dewasa sebelum
menopause terdiri dari epitel vagina, cairan transudasi dari dinding vagina, sekresi
endoserviks berupa mucus dalam jumlah yang relatif bervariasi serta mengandung
mikroorganisme terutama Lactobacillus. Lactobacillus mempunyai peranan penting
dalam menjaga suasana vagina dengan menekan pertumbuhan mikroorganisme
patologis ( Gardnerella vaginalis, Mobiluncus spp., Neisseria gonorrhoeae,
Peptostreptococcus, P. Bivia, dll) dengan cara :
o Mengubah glikogen dari epitel vagina yang terlepas menjadi asam laktat
sehingga ph vagina tetap dalam keadaan asam (ph : 3,0 – 4,5) pada wanita
dalam masa reproduksi.
o Memproduksi hydrogen peroxide (H2O2) sebagai bacterial antagonism.
Menghambat petumbuhan microorganism melalui interaksi langsung atau
melalui human myeloperoxidase. Hydrogen peroxide yang diproduksi oleh
Lactobacillus menginaktivasi HIV-1, HSV-2 Gardnerella vaginalis,
Trichomonas vaginalis, P. Bivia, E. coli.
o Memproduksi bacteriocins (antimicrobial peptides)
Pada gonore, secara morfologik gonokok terdiri atas 4 tipe yaitu tipe 1dan 2
yang mempunyai pili sehingga bersifat virulen dan tipe 3 dan 4 yang tidak memiliki
pili sehingga bersifat nonvirulent. Pili ini akan melekat pada mukosa epitel dan akan
menimbulkan reaksi radang. Daerah yang paling mudah terinfeksi adalah daerah
dengan mukosa epitel kuboid atau laping gepeng yang belum berkembang (immature)
yakni pada vagina wanita sebelum pubertas. Pada masa pra pubertas, epitel vagina
dalam keadaan belum berkembang (sangat tipis) sehingga mudah terjadi vaginitis
gonore. Sedangkan, pada masa reproduktif, lapisan selaput lendir vagina menjadi
matang dan tebal dengan banyak glikogen dan basil doderlein. Basil doderlein akan
memecah glikogen sehngga menghasilkan suasana asam yang tidak menguntungkan
kuman gonokok. Kemudian, kuman ini akan mengalami pertumbuhan lagi pada masa
menopause karena selaput lendir vagina menjadi atrofi, kadar glikogen menurun dan
basil doderlein juga berkurang sehingga menguntungkan untuk kuman gonokok.
Secara umum, individu tidak memiliki keluhan, hanya merasa tidak nyaman
dengan keluarnya cairan/secret tidak berwarna/ jernih, tidak berbau, tidak gatal dan
tidak nyeri saat berkemin maupun senggama
Kandidiasis
Gambar 2. Kandidiasis
Trichomoniasis
Gambar 3. Trikomoniasis
Gonorea
II. 7 DIAGNOSIS
Dalam anamnesis, didapatkan tidak ada keluhan pada pasien, mungkin hanya
dirasakan tidak nyaman. Leukorea fisiologis dapat terjadi saat mendekati ovulasi
(karena rangsangan seksual),menjelang dan sesudah menstruasi, saat kehamilan,
penggunaan kontrasepsi hormonal, dll. Pada dasarnya terjadi karena pengaruh
hormonal. Leukorea fisiologis terdiri dari cairan yang kadang-kadang berupa mucus
yang memiliki banyak epitel dengan leukosit yang jarang. Ciri-cirnya antara lain
berwarna putih, jernih dan menjadi kekuningan bila kontak dengan udara, tidak gatal,
dan tidak berbau.
o Vaginosis Bakterial
Vaginosis Bakterial didiagnoss dengan Amsel’s Diagnostic Criteria.
Dimana harus memenuhi 3 dari 4 tanda/gejala dibawah ini 9.
Duh tubuh vagina tampak homogen, tipis, dan berwarna putih
keabu-abuan
Ditemukan adanya clue cells pada pemeriksaaan mikroskopik
Ph vagina >4,5
Adanya fishy odor/ amis pada cairna vagina sebelum/sesudah
ditetesi 10% KOH (uji Whiff)
o Metode lain yang digunakan adalah metode diagnostic secara mikrobiologis,
yaitu pemeriksaan pewarnaan Gram dengan melihat skor Nugent, dimana
metode ini telah terbukti memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dan
digunakna sebagai baku emas diagnosis. Metode Nugent pada pewarnaan
Gram berguna untuk mendeteksi pergeseran flora normal vagina oleh
mikroorganisme lain. Sistem skoring pada pearnaan Gram dipakai sebagai
metode standar untuk diagnosis VB. Skoring berdasarkan tiga morfotipe,
yaitu : bakteri batang Gram positif besar (Lactobacillus), bakteri Gram
negative kecil atau variable (Gardnerella dan bakteri anaerob) dan bakteri
batang bengkok Gram negatif/ batang Gram variabel. Pulasan vagina pada
pewarnaan Gram dilihat dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali.
Skor yang diberikan adalah 0 sampai 10 berdasarkan proporis relative dari
morfologi bakteri, yaitu apakah berbentuk batang Gram positif besar, bentuk
batang Gram negative kecil dan variable atau bentuk batang bengkok Gram
negative/batang Gram variabel 2,9.
Skor Batang Gram Postif Bakteri Gram Negative Kecil Bakteri Bengkok
Besar (Lactobacillus) Dan Variable ( Gardnerella Gram Begatif/Batang
Dan Anaerob) Gram Variabel
0 4+ 0 0
1 3+ +1 1+ atau 2 +
2 2+ +2 3+ atau 4 +
3 1+ +3
4 0 +4
0–3 Normal
4–6 intermediate
≥7 Vaginosis Bakterial
o Klamidiasis
Infeksi Chlamydia trachomatis dapat didiagnosis dengan uji first-
catch urine dan menggunakan swab endoserviks/vagina pada wanita,
sedangkan uji first-catch urine dan swab uretra pada laki-laki. NAAT
merupakan tes yang paling sensitive menggunakan specimen tersebut dan
dapat digunakan untuk diagnosis infeksi Chlamydia trachomatis9.
o Kandidiasis
o Trikomoniasis
II. 8. TERAPI
o Vaginosis Bakterial
o Gonore
o Klamidiasis
o Candidiasis
o Trikomoniasis
Penyakit ini memiliki tingkat reinfeksi yang tinggi, sehingga diperlukan
pengujian ulang untuk T. vaginalis dalam waktu 3 bulan untuk semua wanita yang
aktif secara seksual dalam waktu 3 bulan setelah pengobatan awal. Selain itu,
memberikan terapi pada pasangan seks adalah penting untuk mengurangi gejala
gejala, menyembuhkan dan pencegahan penularan dan reinfeksi.
II. 9 PENCEGAHAN
II. 10 KOMPLIKASI
Pada kasus-kasus yang tidak diberikan terapi adekuat, infeksi tersebut dapat ,
menyebar ke traktus reproduksi bagian atas dan menyebabkan penyakit lain yang
lebih serius.
Secara umum memiliki prognosis yang baik apabila diberikan regimen terapi
denga durasi yang tepat serta terapi pada pasangan seksual srta mengikuti intruksi (
minum obat secara rutin dengan dosis yang sesuai dan tidak melakukan hubungan
seksual selama pengobatan sampai terapi selesai dan tidak bergejala).
BAB III
KESIMPULAN