Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHUAN

Pre Eklamsi Berat (PEB)


2.1. Pengertian
Pre eklamsia merupakan penyakit khas akibat kehamilan yang memperlihatkan
gejala trias (hipertensi, edema, dan proteinuria), kadang-kadang hanya hipertensi dan
edema atau hipertensi dan proteinuria (dua gejala dari trias dan satu gejala yang harus
ada yaitu hipertensi).
Menurut Mansjoer (2000), pre eklamsia merupakan timbulnya hipertensi disertai
proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera
setelah persalinan.
Pre eklampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi
terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah
normal dan diartikan juga sebagai penyakit vasospastik yang melibatkan banyak sistem
dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi dan proteinuria (Bobak, Lowdermilk, &
Jensen, 2005).
Klasifikasi pre eklamsia dibagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut:
a. Pre eklamsia ringan
Pre eklamsia ringan ditandai dengan:
1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring
terlentang; kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih dari tensi baseline (tensi
sebelum kehamilan 20 minggu); dan kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara
pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1
jam, atau berada dalam interval 4-6 jam.
2) Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; kenaikan berat badan 1 kg atau lebih
dalam seminggu.
3) Proteinuria kuantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kualitatif 1 + atau 2 + pada urin
kateter atau midstream (aliran tengah).
b. Pre eklamsia berat
Pre eklamsia berat ditandai dengan:
1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
2) Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
3) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
4) Adanya gangguan serebral atau kesadaran, gangguan visus atau penglihatan, dan
rasa nyeri pada epigastrium.
5) Terdapat edema paru dan sianosis
6) Kadar enzim hati (SGOT, SGPT) meningkat disertai ikterik.
7) Perdarahan pada retina.
8) Trombosit kurang dari 100.000/mm.
2.2. Etiologi
Penyebab pre-eklampsia belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap
sebagai "maladaptation syndrome" akibat penyempitan pembuluh darah secara umum
yang mengakibatkan iskemia plasenta (ari-ari) sehingga berakibat kurangnya pasokan
darah yang membawa nutrisi ke janin. Namun ada beberapa faktor predisposisi
terjadinya pre eklamsia, diantaranya yaitu:
a. Primigravida atau primipara mudab (85%).
b. Grand multigravida
c. Sosial ekonomi rendah.
d. Gizi buruk.
e. Faktor usia (remaja; < 20 tahun dan usia diatas 35 tahun).
f. Pernah pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya.
g. Hipertensi kronik.
h. Diabetes mellitus.
i. Mola hidatidosa.
j. Pemuaian uterus yang berlebihan, biasanya akibat dari kehamilan ganda atau
polihidramnion (14-20%).
k. Riwayat keluarga dengan pre eklamsia dan eklamsia (ibu dan saudara perempuan).
l. Hidrofetalis.
m. Penyakit ginjal kronik.
n. Hiperplasentosis: mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, bayi besar, dan
diabetes mellitus.
o. Obesitas.
p. Interval antar kehamilan yang jauh.
2.3. Patofisiologi
Pada preeklampsia terdapat penurunan aliran darah. Perubahan ini
menyebabkan prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia uterus.
Keadaan iskemia pada uterus, merangsang pelepasan bahan tropoblastik yaitu akibat
hiperoksidase lemak dan pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik berperan dalam
proses terjadinya endotheliosis yang menyebabkan pelepasan tromboplastin.
Tromboplastin yang dilepaskan mengakibatkan pelepasan tomboksan dan aktivasi/
agregasi trombosit deposisi fibrin. Pelepasan tromboksan akan menyebabkan
terjadinya vasospasme sedangkan aktivasi/agregasi trombosit deposisi fibrin akan
menyebabkan koagulasi intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah menurun dan
konsumtif koagulapati. Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor
pembekuan darah menurun dan menyebabkan gangguan faal hemostasis. Renin uterus
yang di keluarkan akan mengalir bersama darah sampai organ hati dan bersama- sama
angiotensinogen menjadi angiotensin I dan selanjutnya menjadi angiotensin II.
Angiotensin II bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme.
Vasospasme menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen arteriol yang menyempit
menyebabkan lumen hanya dapat dilewati oleh satu sel darah merah. Tekanan perifer
akan meningkat agar oksigen mencukupi kebutuhan sehingga menyebabkan terjadinya
hipertensi. Selain menyebabkan vasospasme, angiotensin II akan merangsang glandula
suprarenal untuk mengeluarkan aldosteron. Vasospasme bersama dengan koagulasi
intravaskular akan menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan multi organ.
Gangguan multiorgan terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya otak, darah,
paru- paru, hati/ liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat menyebabkan
terjadinya edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan terjadinya gangguan perfusi
serebral, nyeri dan terjadinya kejang sehingga menimbulkan diagnosa keperawatan
risiko cedera. Pada darah akan terjadi endotheliosis menyebabkan sel darah merah dan
pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya
pendarahan, sedangkan sel darah merah yang pecah akan menyebabkan terjadinya
anemia hemolitik. Pada paru-paru, LADEP akan meningkat menyebabkan terjadinya
kongesti vena pulmonal, perpindahan cairan sehingga akan mengakibatkan terjadinya
edema paru. Edema paru akan menyebabkan terjadinya gangguan pertukaran gas. Pada
hati, vasokontriksi pembuluh darah akan menyebabkan gangguan kontraktilitas
miokard sehingga menyebabkan payah jantung dan memunculkan diagnosa
keperawatan penurunan curah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron, terjadi
peningkatan reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi cairan dan dapat
menyebabkan terjadinya edema sehingga dapat memunculkan diagnosa keperawatan
kelebihan volume cairan. Selin itu, vasospasme arteriol pada ginjal akan meyebabkan
penurunan GFR dan permeabilitas terhadap protein akan meningkat. Penurunan GFR
tidak diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus sehingga menyebabkan
diuresis menurun sehingga menyebabkan terjadinya oligouri dan anuri. Oligouri atau
anuri akan memunculkan diagnosa keperawatan gangguan eliminasi urin.
Permeabilitas terhadap protein yang meningkat akan menyebabkan banyak protein
akan lolos dari filtrasi glomerulus dan menyenabkan proteinuria. Pada mata, akan
terjadi spasmus arteriola selanjutnya menyebabkan edema diskus optikus dan retina.
Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya diplopia dan memunculkan diagnosa
keperawatan risiko cedera. Pada plasenta penurunan perfusi akan menyebabkan
hipoksia/anoksia sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga
dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation serta memunculkan
diagnosa keperawatan risiko gawat janin.
Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf parasimpatis
akan meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi traktus gastrointestinal dan
ekstrimitas. Pada traktus gastrointestinal dapat menyebabkan terjadinya hipoksia
duodenal dan penumpukan ion H menyebabkan HCl meningkat sehingga dapat
menyebabkan nyeri epigastrik. Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang
meningkat, merangsang mual dan timbulnya muntah sehingga muncul diagnosa
keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pada ektremitas
dapat terjadi metabolisme anaerob yang menyebabkan ATP diproduksi dalam jumlah
yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam laktat. Terbentuknya asam laktat dan
sedikitnya ATP yang diproduksi akan menimbulkan keadaan cepat lelah, lemah
sehingga muncul diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas. Keadaan hipertensi akan
mengakibatkan seseorang kurang terpajan informasi dan memunculkan diagnosa
keperawatan kurang pengetahuan.
2.4. Manifestasi Klinis
Biasanya tanda-tanda pre eklampsia timbul dengan urutan pertambahan berat
badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada pre
eklampsia ringan tidak ditemukan gejala-gejala subyektif. Sedangkan pada pre
eklampsia berat ditemukan gejala subjektif berupa sakit kepala di daerah frontal,
diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, dan mual atau muntah. Gejala-
gejala ini sering ditemukan pada pre eklampsia yang meningkat dan merupakan
petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Penegakkan diagnosa pre eklampsia
yaitu adanya 2 gejala di antara trias tanda utama, dimana tanda utamanya yaitu
hipertensi dan 2 tanda yang lain yaitu edema atau proteinuria. Tetapi dalam praktik
medis hanya hipertensi dan proteinuria saja yang dijadikan sebagai 2 tanda dalam
penegakkan diagnosa pre eklamsia.
2.5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan pre eklamsia yaitu
sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan Darah Lengkap dan Apusan Darah
a) Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk
wanita hamil adalah 12-14 gr%).
b) Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%).
c) Trombosit menurun (nilai rujukan 150.000-450.000/mm3)
2) Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine.
3) Pemeriksaan Fungsi Hati
a) Bilirubin meningkat (N= < 1 mg/dL).
b) LDH (laktat dehidrogenase) meningkat.
c) Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 uL.
d) Serum Glutamat Pirufat Transaminase (SGPT) meningkat (N= 15-45 u/ml)
e) Serum Glutamat Oxaloacetic transaminase (SGOT) meningkat (N= < 31 u/ml)
f) Total protein serum menurun (N= 6,7 – 8,7 g/dL)
4) Tes Kimia Darah
Asam urat meningkat > 2,7 mg/dL, dimana nilai normalnya yaitu 2,4 – 2,7
mg/dL
b. Pemeriksaan Radiologi
1) Ultrasonografi (USG).
Hasil USG menunjukan bahwa ditemukan retardasi perteumbuhan janin intra
uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan
ketuban sedikit.
2) Kardiotografi
Hasil pemeriksaan dengan menggunakan kardiotografi menunjukan bahwa
denyut jantung janin lemah.

2.6. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan pre eklamsia tergantung pada
derajat pre eklamsia yang dialami. Namun yang termasuk komplikasi pre eklamsia
antara lain:
a. Komplikasi pada Ibu
1) Eklamsia.
2) Tekanan darah meningkat dan dapat menyebabkan perdarahan otak dan gagal
jantung mendadak yang berakibat pada kematian ibu.
3) Gangguan fungsi hati: Sindrom HELLP (Hemolisis, Elevated, Liver, Enzymes and
Low Plateleted) dan hemolisis yang dapat menyebabkan ikterik. Sindrom HELLP
merupakan singkatan dari hemolisis (pecahnya sel darah merah), meningkatnya
enzim hati, serta rendahnya jumlah platelet/trombosit darah. HELLP syndrome
dapat secara cepat mengancam kehamilan yang ditandai dengan terjadinya
hemolisis, peningkatan kadar enzim hati, dan hitung trombosit rendah. Gejalanya
yaitu mual, muntah, nyeri kepala, dan nyeri perut bagian kanan atas.
4) Solutio plasenta.
5) Hipofebrinogemia yang berakibat perdarahan.
6) Gangguan fungsi ginjal: oligo sampai anuria.
7) Perdarahan atau ablasio retina yang dapat menyebabkan kehilangan penglihatan
untuk sementara.
8) Aspirasi dan edema paru-paru yang dapat mengganggu pernafasan.
9) Cedera fisik karena lidah tergigit, terbentur atau terjatuuh dari tempat tidur saat
serangan kejang.
10) DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) atau kelainan pembekuan
darah.
b. Komplikasi pada Janin
1) Hipoksia karena solustio plasenta.
2) Terhambatnya pertumbuhan janin dalam uterus sehingga terjadi peningkatan
angka morbiditas dan mortalitas perinatal.
3) Asfiksia mendadak atau asfiksia neonatorum karena spasme pembuluh darah dan
dapat menyebabkan kematian janin (IUFD).
4) Lahir prematur dengan risiko HMD (Hyalin Membran Disease).

2.7. Penatalaksanaan
a. Pencegahan atau Tindakan preventif
1) Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu secara teliti, mengenali tanda-
tanda sedini mungkin (pre-eklamsi ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup
supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.
2) Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre-eklemsi kalau ada
faktor-faktor predisposisi.
3) Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta
pentingnya mengatur diet rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi
protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan
b. Penatalaksanaan atau Tindakan kuratif
Tujuan utama penatalaksanaan atau penanganan adalah untuk mencegah
terjadinya pre-eklamsia berlanjut dan eklamsia, sehingga janin bisa lahir hidup dan
sehat serta mencegah trauma pada janin seminimal mungkin.
1) Penanganan pre eklamsia ringan
Pengobatan hanya bersifat simtomatis dan selain rawat inap, maka penderita
dapat dirawat jalan dengan skema periksa ulang yang lebih sering, misalnya 2
kali seminggu. Penanganan pada penderita rawat jalan atau rawat inap adalah
dengan istirahat ditempat, diit rendah garam, dan berikan obat-obatan seperti
valium tablet 5 mg dosis 3 kali sehari atau fenobarbital tablet 30 mg dengan dosis
3 kali 1 sehari. Diuretika dan obat antihipertensi tidak dianjurkan, karena obat ini
tidak begitu bermanfaat, bahkan bisa menutupi tanda dan gejala pre-eklampsi
berat. Bila gejala masih menetap, penderita tetap dirawat inap.Monitor keadaan
janin : kadar estriol urin, lakukan aminoskopi, dan ultrasografi, dan
sebagainya.Bila keadaan mengizinkan, barulah dilakukan induksi partus pada usia
kehamilan minggu 37 ke atas.
2) Penanganan pre eklamsia berat
a) Pre eklamsia berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu.
Jika janin belum menunjukan tanda-tanda maturitas paru-paru dengan uji
kocok dan rasio L/S, maka penanganannya adalah sebagai berikut:
(1) Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr intramuskular
kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr itramuskular selama tidak
ada kontraindikasi.
(2) Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesikus dapat
diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai kriteria pre-eklamsia ringan
kecuali ada kontraindikasi.
(3) Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa, dan keadaan janin dimonitor, serta berat
badan ditimbang seperti pada pre eklamsia ringan, sambil mengawasi
timbulnya lagi gejala.
(4) Jika dengan terapi diatas tidak ada perbaikan dilakukan terminasi
kehamilan dengan induksi partus atau tindakan lain tergantung keadaan.
Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin,
maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan diatas 37 minggu.
b) Pre eklamsia berat pada kehamilan lebih dari 37 minggu.
(1) Penderita dirawat inap
(a) Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi.
(b) Berikan diet rendah garam dan tinggi protein.
(c)Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr intramuskular, 4 gr digluteus
kanan dan 4 gr digluteus kiri.
(d) Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam.
(e)Syarat pemberian MgSO4 adalah refleks patella positif; diuresis 100 cc
dalam 4 jam terakhir; respirasi 16 kali per menit, dan harus tersedia
antidotumnya yaitu kalsium glukonas 10% dalam ampul 10 cc.
(f) Infus dekstrosa 5% dan ringer laktat.
(2) Berikan obat anti hipertensif : injeksi katapres 1 ampul IM dan selanjutnya
dapat diberikan tablet katapres 3 kali ½ tablet atau 2 kali ½ tablet sehari.
(3) Diuretika tida diberikan kecuali bila terdapat edema umum, edema paru
dan kegagalan jantung kongestif. Untuk itu dapat disuntikan 1 ampul IV
lasix.
(4) Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan induksi
partus dengan atau tanpa amniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosin
(pitosin atau sintosinon) 10 satuan dalam infus tetes.
(5) Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau forceps, jadi ibu
dilarang mengedan.
(6) Jangan diberikan methergin postpartum, kecuali bila terjadi perdarahan
yang disebabkan atonia uteri.
(7) Pemberian sulfas magnesikus, kalau tidak ada kontraindikasi, kemudian
diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24 jam post partum.
(8) Bila ada indikasi obstetrik dilakukan seksio sesarea.
c. Perawatan Mandiri untuk Kasus Pre Eklamsia
1) Aromatherapy : penelitian membuktikan bahwa minyak tertentu dapat
menimbulkan efek pada penurunan tekanan darah dan membantu relaksasi
seperti : levender, kamomile, kenanga, neroli dan cendana. Tetapi ada juga
aromatehrapy yang dapat meningkatkan tekanan darah diantaranya rosemary,
fenel, hyssop dan sage.
2) Pijat : pijat bagian punggung, leher, bahu, kaki, bisa memberikan ketenangan dan
kenyamanan.
3) Shiatsu, tai chi, yoga, dan latihan relaksasi
4) Terapi nutrisi : spesialis nutrisi menganjurkan penggunaan vitamin dan suplemen
mineral, khususnya zinc dan vitamin B6.

9. Pengkajian
a. Data Subjektif
1) Umur biasanya sering terjadi pada primigravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
2) Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tekanan darah, adanya
edema, pusing, nyeri epigastrium, mual, muntah, penglihatan kabur, pertambahan
berat badan yang berlebihan yaitu naik > 1 kg/minggu, pembengkakan ditungkai,
muka, dan bagian tubuh lainnya, dan urin keruh dan atau sedikit (pada pre
eklamsia berat < 400 ml/24 jam).
3) Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial,
hipertensi kronik, DM.
4) Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta
riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
5) Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun
selingan
6) Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan,
oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya.

b. Data Objektif
1) Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam.
b) Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, dan lokasi edema.
c) Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM jika
refleks positif.
d) Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress.
Selain itu, untuk pre eklamsia ringan tekanan darah pasien > 140/90 mmHg
atau peningkatan sistolik > 30 mmHg dan diastolik > 15 mmHg dari tekanan
biasa (base line level/tekanan darah sebelum usia kehamilan 20 minggu).
Sedangkan untuk pre eklamsia berat tekanan darah sistolik > 160 mmHg, dan
atau tekanan darah diastolik > 110 mmHg.
2) Pemeriksaan Penunjang
a) Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali
dengan interval 4-6 jam
b) Laboratorium : proteinuria dengan kateter atau midstream (biasanya
meningkat hingga 0,3 gr/lt atau lebih dan +1 hingga +2 pada skala kualitatif),
kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatinin meningkat,
uric acid biasanya > 7 mg/100 ml.
c) Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu.
d) Tingkat kesadaran: penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak.
e) USG: untuk mengetahui keadaan janin.
f) NST: untuk mengetahui kesejahteraan janin.

10. Diagnosa Keperawatan


Menurut Herdman (2012), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yaitu sebagai
berikut:
a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan pre eklamsia
berat.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi-perfusi akibat
penimbunan cairan paru : adanya edema paru.
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload dan afterload.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
f. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penyebab multipel.
g. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor psikologis dan
ketidakmampuan untuk mencerna, menelan, dan mengabsorpsi makanan.
h. Risiko cedera berhubungan dengan diplopia, dan peningkatan intrakranial: kejang.
11. Rencana Asuhan Keperawatan

Dx Noc Nic

Risiko Setelah dilakukan tindakan Neurologic


ketidakefektifan keperawatan selama 1 jam monitoring
perfusi jaringan otak diharapkan status neurologi 1. Monitor ukuran
membaik dan ketidakefektifan pupil, bentuk,
berhubungan dengan
perfusi jaringan serebral simetris dan
pre eklamsia berat teratasi dengan indikator: reaktifitas pupil
NOC: Management neurology 2. Monitor keadaan
Indikator Awal Target klien dengan GCS
Status 2 3 3. Monitor TTV
neurologi: 4. Monitor status
syaraf respirasi: ABClevels,
sensorik pola nafas,
dan motorik kedalaman nafas, RR
dbn 5. Monitor reflek
Ukuran 4 4 muntah
pupil 6. Monitor pergerakan
Pulil reaktif 3 4 otot
Pola 3 4 7. Monitor tremor
pergerakan 8. Monitor reflek
mata babinski
Pola nafas 3 5 9. Identifikasi kondisi
TTV dalam 3 4 gawat darurat pada
batas pasien.
normal 10. Monitor tanda
Pola 3 4 peningkatan tekanan
istirahat dan intrakranial
tidur 11. Kolaborasi dengan
Tidak 5 5 dokter jika terjadi
muntah perubahan kondisi
Tidak 3 4 pada klien
gelisah
Keterangan :
1= keluhan ekstrim
2= keluhan substansial
3= keluhan sedang
4= keluhan ringan
5= tidak ada keluhan

pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan NIC: Airway


berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam, status management
ventilasi-perfusi respiratori: pertukaran gas a. Posisikan klien untuk
dengan indikator: memaksimalkan potensi
akibat penimbunan
1. Status mental dalam ventilasinya.
cairan paru : adanya batas normal (5) b. Identifikasi kebutuhan
edema paru. 2. Dapat melakukan napas klien akan insersi jalan
dalam (5) nafas baik aktual maupun
3. Tidak terlihat sianosis potensial.
(5) c. Lakukan terapi fisik dada
4. Tidak mengalami
somnolen (4) d. Auskultasi suara nafas,
5. PaO2 dalam rentang tandai area penurunan
normal (4) atau hilangnya ventilasi
6. pH arteri normal (4) dan adanya bunyi
7. ventilasi-perfusi dalam tambahan
kondisi seimbang (4) e. Monitor status pernafasan
dan oksigenasi, sesuai
kebutuhan

Penurunan curah jantung Setelah dilakukan tindakan 1. Evaluasi adanya nyeri


berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam dada
perubahan preload dan diharapkan penurunan curah 2. Catat adanya disritmia
afterload. jantung teratasi dengan jantung
indikator: 3. Catat adanya tanda dan
NOC: gejala penurunan
- Cardiac Pump cardiac putput
effectiveness 4. Monitor status
- Circulation Status pernafasan yang
- Vital Sign Status menandakan gagal
- Tissue perfusion: perifer jantung
Indikator Awal Target 5. Monitor balance cairan
TTV dbn 2 3 6. Monitor respon pasien
Dapat 1 3 terhadap efek
mentoleransi pengobatan antiaritmia
aktivitas, 7. Monitor adanya
tidak ada dyspneu, fatigue,
kelelahan tekipneu dan ortopneu
Tidak ada 1 1 8. Anjurkan untuk
edema paru menurunkan stress
Tidak ada 5 5 9. Monitor TD, nadi, suhu,
asites dan RR
Tidak ada 2 2 10. Monitor irama jantung
udema 11. Monitor frekuensi dan
perifer irama pernapasan
Tidak terjadi 5 5 12. Monitor pola
penurunan pernapasan abnormal
kesadaran 13. Monitor suhu, warna,
Tidak ada 5 5 dan kelembaban kulit
distensi 14. Monitor sianosis
Vena perifer
jugularis 15. Jelaskan pada pasien
Warna kulit 1 2 tujuan dari pemberian
normal oksigen
Keterangan : 16. Kelola pemberian obat
1= keluhan ekstrim anti aritmia dan
2= keluhan substansial vasodilator
3= keluhan sedang
4= keluhan ringan
5= tidak ada keluhan

Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan 1. Monitor pengeluaran


berhubungan dengan tindakan keperawatan urin, catat jumlah dan
gangguan mekanisme selama 3x24 jam, warna saat dimana
regulasi diharapkan volume diuresis terjadi.
cairan pasien stabil
dengan kriteria hasil: 2. Monitor dan hitung
1. Keseimbangan intake dan intake dan output cairan
output cairan (4). selama 24 jam.
2. TTV normal (4).
3. BB stabil dan tidak terdapat 3. Pertahankan duduk atau
edema (4). tirah baring dengan
4. Menyatakan pemahaman posisi semifowler atau
tentang pembatasan cairan posisi yang nyaman bagi
individual (5). pasien selama fase akut.

4. Monitor TTV terutama


TD dan CVP (bila ada).

5. Monitor rehidrasi cairan


dan batasi asupan cairan

6. Timbang berat badan


setiap hari jika
memungkinkan dan
amati turgor kulit serta
adanya edema.

7. Kolaborasi pemberian
medikasi seperti
pemberian diuretik:
furosemid,
spironolacton, dan
hidronolacton.
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan 1. Kaji aktivitas dan
berhubungan dengan tindakan keperawatan periode istirahat pasien,
kelemahan umum selama 3x24 jam, rencanakan dan
pasien mempunyai jadwalkan periode
cukup energi untuk istirahat dan tirah baring
beraktivitas sehingga yang cukup dan adekuat.
toleran terhadap
aktivitas, dengan 2. Berikan latihan aktivitas
kriteria hasil: fisik secara bertahap
1. TTV normal (4). (ROM, ambulasi dini,
2. EKG normal (4). cara berpindah, dan
3. Koordinasi otot, tulang, pemenuhan kebutuhan
dan anggota gerak lainnya dasar).
baik (4).
Pasien melaporkan 3. Bantu pasien dalam
kemampuan dalam memenuhi kebutuhan
ADL (4). dasar.

4. Lakukan terapi
komponen darah sesuai
resep bila pasien
menderita anemia berat.

5. Kaji aktivitas dan respon


pasien setelah latihan
aktivitas (Monitor TTV).

Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tidakan 1. Kaji pola makan,


nutrisi: kurang dari keperawatan selama 3x24 jam kebiasaan makan, dan
kebutuhan tubuh b.d diharapkan kebutuhan nutrisi makanan yang disukai
pasien terpenuhi dengan pasien.
faktor psikologis
kriteria hasil:
dan a. Masukan per oral meningkat 2. Kaji TTV pasien secara
ketidakmampuan (5). rutin, status mual,
untuk mencerna, b. Porsi makan yang muntah, dan bising usus.
menelan, dan disediakan habis (5).
mengabsorpsi c. Masa dan tonus otot baik 3. Berikan makanan sesuai
makanan. (5). diet dan berikan selagi
d. Tidak terjadi penurunan BB hangat.
(5).
e. Mual dan muntah tidak ada 4. Jelaskan pentingnya
(5). makanan untuk
kesembuhan.

5. Anjurkan pasien makan


sedikit tetapi sering.

6. Anjurkan pasien untuk


meningkatkan asupan
nutrisi yang adekuat
terutama makanan yang
banyak mengandung
karbohidrat atau glukosa,
protein, dan makanan
berserat.

7. Kolaborasi dengan ahli


gizi untuk pemberian diet
sesuai indikasi.
Risiko cedera Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam, keterbatasan fisik dan
diplopia, dan diharapkan tidak terjadi cedera, kognitif pasien yang
dengan kriteria hasil: dapat meningkatkan
peningkatan
risiko cedera.
intrakranial: kejang 2. Ajarkan pasien untuk
1. Pasien tidak mengeluh
pusing (5). meminimalkan
2. Pasien tidak mengalami cedera, misalnya
cedera (5). ketika ditempat tidur
Pasien mampu maka gunakan side
menjelaskan cara rail, ketika mobilitas
dari tempat tidur
mencegah terjadinya
anjurkan untuk
cedera (5) dibantu oleh keluarga
atau gunakan tongkat
sebagai pegangan
dan jika pasien
pusing anjurkan
untuk istirahat
terlebih dahulu.
3. Dampingi pasien
dalam melakukan
pemenuhan
kebutuhan ADL.

Anjurkan pasien
untuk banyak
mengkonsumsi
makanan yang dapat
menambah darah
seperti sayur-sayuran
hijau dan diet rendah
garam untuk
menurunkan tekanan
darah, sehingga bisa
mengurango pusing.
8. Pathway

Tekanan darah

Meningkat (140/90 mmHg) Normal

Hamil < 20 minggu Hamil >20 minggu

Hipertensi kronik Superimposed pre eklamsia Kejang (-) Kejang (+)

Faktor predisposisi PE : PRE EKLAMSIA EKLAMSIA


Primigravida atau primipara mudab (85%),
Grand multigravida, Sosial ekonomi
rendah, Gizi buruk., Faktor usia (remaja; <
Penurunan aliran darah
20 tahun dan usia diatas 35 tahun), Pernah
pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya,
Hipertensi kronik, Diabetes mellitus, Mola
hidatidosa, Pemuaian uterus yang Prostaglandin plasenta menurun
berlebihan, biasanya akibat dari kehamilan
ganda atau polihidramnion (14-20%),
Riwayat keluarga dengan pre eklamsia dan Iskemia uterus
eklamsia (ibu dan saudara perempuan),
Hidrofetalis, Penyakit ginjal kronik,
Hiperplasentosis: mola hidatidosa,
kehamilan ganda, hidrops fetalis, bayi Hiperoksidase lemak & pelepasan
besar, dan diabetes mellitus, Obesitas, renin uterus
Interval antar kehamilan yang jauh.

Merangsang pengeluaran
Renin+darah  hati Proses endotheliosis
bahan tropoblastik

Renin+angiotensinogen
Merangsang pelepasan tromboplastin

Angiotensin I  Angiotensin II
Merangsang pengeluaran Aktivasi/agregasi trombosit
bahan tromboksan deposisi fibrin

Angiotensin II + tromboksan Vasospasme PD Koagulasi intravaskuler

Lumen arteriol menyempit Penurunan perfusi darah &


konsumtif koagulatif

Hanya 1 SDM yg dpt lewat


Penurunan trombosit &
Tek. Perifer meningkat  faktor pembekuan darah
kompensasi oksigen

Gangguan fisiologis
*HIPERTENSI homeostasis

Gangguan Multi Organ Gangguan perfusi darah


Gangguan Multi Organ

Otak Darah Paru Hati Mata

Endotheliosis Penumpukan darah Vasokontriksi PD Spasmus arteriola


Edema serebri
miokard

Peningkatan LAEDP Edema duktus optikus


Peningkatan PD pecah SDM pecah Gangguan kontraktilitas dan retina
tek.intrakranial miokard
Kongesti vena pulmonal
Perdarahan Anemia
hemolitik Diplopia
Risiko Kejang Payah jantung
Proses perpindahan cairan
Ketidakefektifan
karena perbedaan tekanan
Perfusi Jaringan Kelemahan Ketidakseimb Risiko Cedera
Risiko
Otak angan suplay Penurunan Curah
Cedera
& kebutuhan Timbul edema (gangguan Jantung
O2 fungsi alveoli (ronchi,
rales, takipnea, PaCO2
menurun
Intoleransi
Aktivitas
Gangguan Pertukaran
Gas
Gangguan Multi Organ

Ginjal Plasenta Ekstremitas GI Tract

Adanya rangsangan Vasospasme arteriol Penurunan perfusi plasenta Metabolisme HCL meningkat
angiotensin II pada pada ginjal anaerob
gland.suprarenal 
Hipoksia/anoksia Peristaltik turun
aldosteron
ATP diproduksi  2 ATP
Penurunan Peningkatan
Peningkatan GFR permeabilitas Gangguan
reabsorpsi Na protein pertumbuhan Pembentukan
Peningkatan Konsti
plasenta asam laktat
akumulasi gas pasi
Retensi cairan Diuresis >> protein yg
menurun lolos dari Intra Uterine Growth Cepat lelah &
Kembung
filtrasi Retardation (IUGR) lemah
*EDEMA glomerulus
Oliguri/anuri
Kelemahan umum Mual & Muntah Nyeri
Risiko Gawat
Kelebihan Volume
*PROTEINURIA Janin
Cairan Gangguan
Intoleransi Ketidakseimba
Eliminasi
Aktivitas ngan nutrisi:
Urin
kurang dari
kebutuhan
tubuh
DAFTAR PUSTAKA

Arif, M. (2002). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.

Bobak, I.M., Deitra L.L., & Margaret D. J. (2005). Buku ajar keperawatan maternitas, Edisi
4. Jakarta: EGC

Herdman, T. H. (2012). Diagnosis keperawatan: definisi dan klasifikasi 2012-2014. Jakarta:


EGC.

Johnson, M. M., & Sue M. (2000). Nursing outcame clasification. Philadelphia: Mosby.

McCloskey & Gloria M.B. (1996). Nursing Intervention Clasification. USA: Mosby.

Prawirohardjo, S. (2006). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Sumiati & Dwi F. (2012). “Hubungan obesitas terhadap pre eklamsia pada kehamilan di RSU
Haji Surabaya”. Embrio, Jurnal Kebidanan, Vol 1, No.2, Hal. 21-24.

Widiastuti, N. P. A. (2012). “Asuhan keperawatan pre eklamsia”.


http://nursingisbeautiful.wordpress.com/2010/12/03/askep-preeklampsia/.

Anda mungkin juga menyukai