Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

“Diabetes Melitus”

Oleh:
Lies Sagita Putra Tama, S.Kep
NIM : 70900116059

Preseptor Lahan Preseptor Institusi

(.........................................) (.........................................)

PROGRSM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2017
Asuhan Keperawatan Pada Tn “M” dengan Diagnosa
Medis Diabetes Melitus Tipe II Di Ruang Perawatan
lantai 3 Infecion Certer(IC) RSUP
Wahidin Suirohusodo Makassar

Oleh:
Lies Sagita Putra Tama, S.Kep
NIM : 70900115017

Preseptor Lahan Preseptor Institusi

(.........................................) (.........................................)

PROGRSM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2017
DIABETES MELITUS
I. KONSEP DASAR MEDIS
A. Definisi
Kata diabetes berasal dari bahasa yunani, yakni diabainein yang berarti

tembus atau pancuran air sedangkan kata mellitus berasal dari bahasa latin

mellitus yang artinya rasa manis. Kemudian, diabetes mellitus secara umum

dikenal dengan penyakit kencing manis yang ditandai degan hiperglikemia

(peningkatan kadar gula darah ) yang terus-menurus dan bervariasi, terutama

setelah makan. Sumber lain menyebutkan bahwa yang dimaksud diabetes

mellitus adalah keadaan hiperglikemik kronik yang disertai dengar berbagai

kelainan metabolic akibat gangguan hormonal. Dalam pemeriksaan mikroskop

electron, diketahui bahwa kelainan ini bisa menimbulkan berbagai komplikasi

kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah, yang diseratai llitus adalah

suatu kumpulan gejala yang timbul pada seorang yang disebabkan oleh adanya

peningkatan kadar gilu (glukosa) darah. Diabetes mellitus merupakan penyakit

di mana tubuh si penderita tidak bisa mengontrol kadar gula darah dalam

tubuhnya. Tubuh akan selalu kekurangan ataupun kelebihan zat gula, sehingga

akan sangat menganggu sistem kerja tubuh secara keseluruhan (Khasanah,

2012).

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau

mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna

manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang

mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes

melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan

absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin

(Corwin, 2009).
B. Etiologi
Sebenarnya, pembentukan diabetes mellitus dikarenakan produksi insulin

yang kurang (yang kemudian dikenal sebagai diabetes tipe I), atau jaringan

tubuh kurang sensitive terhadap insulin (Diabetes mellitus tipe II, bentuk yang

lebih umum). Selain itu, ada bebrapa jenis diabetes mellitus yang disebabkan

oleh resistensi insulin, tetapi diabetes ini sering terjadi pada wanita hamil.

Meskipun demikian, diabetes mellitus selama kehamilan akan sembuh sendiri

setelah persalinan. Biasanya, penderita diabetes mellitus tipe satu

membutuhkan penyuntikan insulin, sedangkan penderita diabetes mellitus tipe

dua hanya membutuhkan insulin bila obatnya tidak efektif dn diobati secara

oral (Adib, 2011).

Pada umumnya, penyakit diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan

cukup insulin untuk mempertahankan kadar gula darah yang normal. Atau, jika

sel tidak memberikan respon yang tepat terhdap insulin. Karena itu, ada dua

tipe diabetes mellitus, yaitu diabtes mellitus tipe I (diabetes yang bergantung

pada insulin) dan diabetes mellitus tipe II (diabetes yang tidak bergantung pada

insulin). Berikut ini adalah penjelasan tentang masing-masing diabetes mellitus

(Adib, 2011).

1. Diabetes mellitus tipe I: disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor genetik

(Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi

suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe

I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe

antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan

gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun

lainnya). Faktor imunologi (Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu

respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah


pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut

yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing). Serta faktor lingkungan

(Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh

hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu

proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas).

2. Diabetes mellitus tipe II: Pada penderita diabetes mellitus tipe dua, pancreas

tetap menghasilkan insulin, namun kadarnya lebih tinggi dari normal.

Akibatnya, tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga

menyebabkan kekrangan insulin cukup banyak. Penyakit ini bisa terjadi pada

anak-anak dan dewasa, tetapi biasanya tejadi setelah usia 30 tahun.

Sebenarnya, factor utama penyebab diabetes tipe dua adalah obesitas. Karena

itu, diabetes mellitus tipe dua cenderung diturunkan secara genetic dalam

keluarga. Biasanya, penderita diabetes mellitus tkipe dua tidak menunjukan

gejala selama bebrapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah maka

penderita akan sering merasa haus dan buang air kecil. Meskipun demikian,

penderita diabetes mellitus tipe dua jarang mengalami ketoasidosis. Jika kadar

gula darah sangat tinggi yakni > 1.000 mg/dl yang biasanya terjadi akibat

infeksi atau obat-obatan, maka penderita akan mengalami dehidrasi berat yang

biasa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang, dan koma

hiperglikemik hiperosmolar nonketotik. Faktor risiko yang berhubungan

dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah: Usia (resistensi

insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun), Obesitas, serta

riwayat keluarga (Adib, 2011).


C. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk

menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh

proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang

tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak

dapat disimpan dalam hati meskipun

tetap berada dalam darah dan

menimbulkan hiperglikemia

posprandial (sesudah makan).

Jika konsentrasi glukosa dalam

darah cukup tinggi maka ginjal tidak

dapat menyerap kembali semua

glukosa yang tersaring keluar,

akibatnya glukosa tersebut muncul

dalam urin (glukosuria). Ketika

glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan

disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini

dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan,

pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus

(polidipsia).

Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak

yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami

peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori.

Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal

insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan

glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan


substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi

tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia.

Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan

produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.

Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa

tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat

menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah,

hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan

perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama

cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat

kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta

ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering

merupakan komponen terapi yang penting.

Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang

berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi

insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada

permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut,

terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.

Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi

intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi

pengambilan glukosa oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya

glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang

disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi

akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan

pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel
beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka

kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi

gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih

terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan

lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis

diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II

yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang

dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).

Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia

lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung

lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II

dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut

sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,

polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau

pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).

D. Manifestasi klinis
Banyak penderita diabetes mellitus tipe 2 tidak merasakan gejala apa-apa

selama beberapa tahun. Gejala baru dirasakan ketika kondisi mereka sudah

parah. Untuk mewaspadai timbulnya penyakit ini, kita perlu mengetahui tanda-

tanda dan gejala-gejalanya. Kadang-kadang, ada penderita diabetes mellitus

yang sama sekali tidak meraskan adanya keluhan. Mereka mengetahui bahwa

dirinya menderita penyakit tersebut pada saat memeriksakan kesehatan (check-

up), di mana kadar gula darahnya ternyata sangat tinggi (Khasanah, 2012).

Seseorang dapat dikatakan menderita diabetes mellitus apabila ia

menderita dua dari tiga gejala. Gejala-gejala yang dikenal dengan “keluhan

trias” ini adalah banyak kencing (dalam istilah medis dikenal dengan istilah
poliuria), banyak minum (polidipsi), dan penurunan berat badan. Selain ketiga

gejala utama tersebut, ada beberapa gejala lain yang juga sering muncul pada

penderita diabetes, di antaranya banyak makan (polifagi), air seni dikerumuni

semut karena gula keluar bersama urine (glukosuria), kadang-kadang ada

keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal,

penglihatan menjadi kabur, dan luka sukar sembuh.

Menurut Khasanah (2012), berikut penjelasan bagi munculnya beberapa

gejala tersebut.
1. Gula Keluar Bersama Urine (Glukosuria): Glukosa akan turut terbawa aliran
urine ketika kadar glukosa dalam darah meningkat. Peningkatan kadar glukosa
darah menyebabkan jumlah yang disaring melalui ginjal melebihi kemampuan
ginjal untuk menyerapnya kembali ke dalam tubuh. Karena glukosa rasanya
manis, maka kandungan glukosa dalam air kencing dapat mengundang semut
untuk mengerumuni urine tersebut. Inilah yang kemudian membuat penyakit
diabetes mellitus disebut juga penyaking kencing manis.
2. Banyak Kencing (Poliuria): Sehubungan dengan sifat glukosa yang menyerap
air, maka jumlah air yang dikeluarkan tubuh juga akan turut meningkat seiring
dengan meningkatnya jumlah glukosa yang dikeluarkan melalui urine. Jika
kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk
mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal
menghasilkan air kemih daam jumlah berlebihan, maka penderita diabetes
mellitus sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuria).
3. Banyak Minum (Polidipsi): Dampak dari banyak kencing adalah tubuh akan
mengalami kekurangan cairan atau dehidrasi. Kondisi ini akan menimbulkan
rasa haus yang terus-menerus, sehingga penderita diabetes mellitus menjadi
banyak minum.
4. Penurunan Berat Badan: Pada penderita diabetes mellitus, proses penyerapan
glukosa ke dalam jaringan tubuh akan terganggu. Tubuh tidak dapat memenuhi
kebutuhan energinya, sehingga memecah jaringan lemak tubuh untuk diubah
menjadi energi. Jika hal ini terus terjadi dalam jangka waktu lama, maka
penderita akan mengalami penurunan berat badan.
5. Banyak Makan (Polifagi): Seperti telah dijelaskan sebelumnya, tubuh penderita
diabetes mellitus tetap kekurangan energi meskipun kadar glukosa dalam darah
tinggi. Hal ini karena tubuh tidak mampu menyerap kadar gula dalam darah,
sehingga tidak dapat digunakan tubuh. Karena tubuh kekurangan energi, tubuh
akan memberika sinyal ke otak untuk merangsang rasa lapar, sehingga
menimbulkan banyak makan.

E. Pemeriksaan Diagnostik
Glukosa darah ; meningkat 200 – 100 mg/dl, atau lebih

Aseton plasma ; Positif secara mencolok.

Asam lemak bebas : Kadar lipid dan kolesterol meningkat.

Osmolalitas serum : Meningkat tetapi biasanya kurang dari 330

mOsm/l.

Elektrolit :

Natrium : Mungkin normal, meningkat atau menurun.

Kalium ; Normal atau peningkatan semu (perpindahan seluller),

selanjutnya akan menurun.

Fospor : Lebih sering menurun.

Hemoglobin glikosilat : Kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang

mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup

SDM ) dan karenanya sangat bermanfaat dalam membedakan DKA dengan

kontrol tidak adekuat Versus DKA yang berhubungan dengan insiden.

Glukosa darah arteri : Biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan

pada HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.

Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi ), leukositiosis,

hemokonsentrasi, merupakan respon terhadap stress atau infeksi.


Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/penurunan

fungsi ginjal).

Amilase darah : Mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya

pankretitis akut sebagai penyebab dari DKA.

Insulin darah : Mungkin menurun / bahkan samoai tidak ada (pada tipe 1)

atau normal sampai tinggi (tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi

insulin/gangguan dalam penggunaannya (endogen /eksogen ). Resisiten

insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibodi. (auto

antibodi).

Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktifitas hormon tiroid dapat

meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.

Urine : Gula dan aseton positif; berat jenis dan osmolalitas mungkin

menigkat.

Kultur dan sensitivitas: Kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,

infeksi pernapasan dan infeksi pada luka.


Cara pemeriksaan TTGO: (Mansjoer, A, 2007)Tiga hari sebelum
pemeriksaan pasien makan biasa.

1. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak


2. Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.
3. Periksa glukosa darah puasa.
4. Berikan glukosa 75 gr yang dilarutkan dalam 250 ml, lalu minum dalam waktu
5 menit.
5. Periksa glukosa 1 jam atau 2 jam setelah beban glukosa.
6. Selama pemeriksaan , pasien diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok

WHO (1985) menganjurkan pemeriksaan standar seperti ini , tetapi kita hanya
memakai pemeriksaan glukosa darah 2 jam saja.
F. Komplikasi
Kadar gula darah yang tinggi juga dapat menimbulkan komplikasi jika

tidak dikendalikan. Peningkatan kadar gula darah dalam waktu yang lama bisa

merusak pembuluh darah, jantung, otak, mata, ginjal, saraf, kulit, dan jaringan

tubuh lainnya. Menurut Khasanah (2012), beberapa komplikasi diabetes

mellitus tersebut sebagai berikut.

1. Hipertensi dan Penyakit Jantung: Gula yang terlalu tinggi dalam darah dapat

menempel pada dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah menebal.

Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga dapat menyebabkan kadar lemak

dalam darah meningkat. Hal ini akan memepercapat terjadinya penyempitan

pembuluh darah. Akibatnya, tekanan darah meningkat dan terjadilah hipertensi.

2. Katarak: Katarak dalah penyalit atau kerusakan pada mata yang menyebabkan

lensa mata berselaput dan rabun. Lensa mata menjadi keruh, sehingga cahaya

tidak dapat menembusnya. Kaitannya dengan penyakit diabetes mellitus,

katarak merupakan efek sekunder yang timbul dari penyakit ini.

3. Gagal Ginjal: terjadi ketika kedua ginjal mengalami kerusakan permanen dan

tidak dapat menjalankan fungsi sebagaimana mestinya, yaitu untuk menyaring

darah. Kaitannya dengan penyakit diabetes mellitus, kadar gula darah yang

tinggi akan memperberat kerja ginjal dalam menyaring darah. Jika keadaan ini

terus berlanjut, maka dapat menyebakan gagal ginjal.

4. Gangguan pada Saraf: Jika saraf yang terhubung ke tangan, tngkai, dan kaki

mengalami kerusakan, maka penderita akan sering mengalami sensasi

kesemutan atau nyeri, seperti terbakar, dan terasa lemah pada lengan dan

tungkai. Kerusakan saraf juga dapat menyebabkan kulit lebih sering mengalami

cedera, karena penderita dapat merasakan perubahan tekanan maupun suhu.


5. Luka yang Susah Sembuh dan Gangren: Berkurangnya aliran darah ke sel-sel

kulit juga bisa menyebabkan penderita mudah luka dan proses penyembuhan

luka berjalan lambat. Luka di kaki bisa sangat dalam dan rentan mengalami

infeksi, karena masa penyembuhannya agak lama. Dalam beberapa kasus,

sebagian tungkai si penderita harus diamputasi untuk menyelamatkan jiwanya.

G. Penatalaksanaan
Secara umum, pengendalian DM dimasukkan untuk mengurangi gejala,

membentuk berat badan ideal, dan mencegah akibat lanjut atau komplikasi.

Dengan demikian, prinsip dasar manejemen pengendalian atau penanganan

DM meliputi:

1. Pengaturan makanan; yang pertama dan kunci manejemen DM, yang sekilas

tampaknya mudah tapi kenyataannya sulit mengendalikan diri terhadap nafsu

makan.

2. Latihan jasmani

3. Perubahan perilaku risiko

4. Obat anti diabetic

5. Intervensi bedahh: sebagai pilihan terakhir, kalau memungkinkan dengan

cangkok pankreas

Tabel 1.1 Manajemen Pengendalian Diabetes

Status Diabetes Tindakan Manejemen

1. Publik sehat - Edukasi, Informasi dan Kepedulian

2. Kelompok resiko - Penyaringan

- Perbaikan gaya hidup

3. Prediabetik/Sindrom metabolik - Diagnosa dini

- Pemerikasaan lab

4. Penderita Diabetes - Intervensi diet dan olahraga


-Pengobatan

- Pencegahan kemungkinan komplikasi

- Pemeriksaan khusus

5. DM di rumah sakit -Pengobatan intensif

- Perawatan khusus

- Pencegahan komplikasi

6. Kronik DM - Rehabitasi komplikasi

- Pemeriksaan periodik

Obat anti diabetic (OAD) diberikan sesuai dengan peran masing-masing

obat: (Bustam, 2007).

1. Obat yang merangsang ssel-sel beta untuk mengeluarkan insulin (insulin

secretagogue), misalnya sulphonylurea.

2. Obat yang bekerja di perifer pada otot dan lemak, mensentifkan otot seperti

Metformin.

3. Obat yang mencegah penyerapan glukosa di usus dengan menghambat kerja

enzim alpha glucosidase, misalnya Acarbosein.aan pleura.

H. Pencegahan
Pemahaman dan partisipasi pasien juga sangat penting karena tingkat

glukosa darah selalu berubah-ubah. Sebab, kesuksesan menjaga gula darah

dalam batasan normal dapat mencegah komplikasi diabetes. Sementara itu,

faktor lainnya yang dapat mengurangi komplikasi adalah berhenti merokok,

mengoptimalkan kadar kolesterol, menjaga berat tubuh yang stabil, mengontrol

tekanan darah tinggi, dan melakukan olahraga secara teratur (Adib, 2011).

Diabetes tipe 2 merupakan penyakit degeneratif yang dapat dicegah.

Menurut Khasanah (2012), adapun upya-upaya yang dapat dilakukan untuk

pencegahan sebagai berikut:


1. Mengontrol berat badan atau menghindari obesitas yang merupakan salah
satu pemicu munculnya diabetes. Dengan menjaga berat badan tetap ideal,
maka risiko terkena penyakit diabetes akan turut berkurang.
2. Mengatur asupan lemak. Batasi asupan lemak berleebih dan perhatikan agar
konsukmsi lemak tidak lebih dari 15% dari total kecukupan energi.
3. Membatasi makanan dan minuman manis. Batasi konsumsi gula kurang dari
15 gram sehari (setara 3 sendok makan).
4. Menerapkan pola makan dengan gizi seimbang.
5. Melakukan olahraga secara teratur
6. Jika sudah memasuki usia lanjut, perlu dilakukan pemeriksaan gula darah
secara teratur.

I. Prognosis
Sekitar 60% pasien DMT1 yang mendapat insulin dapat bertahan hidup
seperti orang normal. Sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik,
dan kemungkinan untuk meninggal lebih cepat (Mansjoer, A, 2007).
II. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Data bergantung pada berat dan lamanya ketidakseimbangan

metabolik dan pengaruh pada fx organ:

1. Aktivitas Atau Istirahat

Gejalnya: lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan.

Kram otot, tonus otot menurun. Gangguan tidur atau istirahat

Tanda: Tachicardia dan tachipnea pada keadaan istirahat atau dengan

aktivitas, Letargi atau disorientasi. Koma Penurunan kekuatan otot.

2. Sirkulasi.

Gejala: Adanya riwayat HT; IM akut Klaudasi , kebas, dan kesemutan pada

ekstremitas. Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.

Tanda:Tachicardia, perubahan TD postural: HTNadi yang

menurunDisritmiaKrekes;DVJ(GJK)Kulit panas, kering dan kemerah-

merahan; bola mata cekung.

3. Integritas ego

Gejala: stress; tergantung pada orang lain masalah finansial yang berhubungan

dengan kondisi

Tanda: ansietas, peka rangsang

4. Eliminasi

Gejala: perubahan pola berkemih(poliuria), nokturiaRasa nyeri atau terbakar,

kesulitan berkemih(infeksi), ISK baru/berulangNyeri tekan abdomen,

Diare.

Tanda: urine encer, pucat, kuning; poliuria (dapat berkembang menjadi

oliguria/ anuria jika terjadi hipovolemia berat)Urine berkabut, bau


busuk (infeksi)Abdomen keras, adanya asitesBising usus lemah dan

menurun; hiperaktif (diare)

5. Makanan / Cairan

Gejala: hilang nafsu makan, Mual/muntah, Tidak mengikuti diet; peningkatan

masukan glukosa / karbohidrat, Penurunan berat badan lebih dari

periode beberapa hari/minggu. Haus, Penggunaan diuretik (tiazid)

6. Neurosensori

Gejala: pusing/pening, Sakit kepala, Kesemutan, kebas, kelemahan pada otot,

parestesia, Gangguan penglihatan.

Tanda : disorientasi; mengantung, letargi, stupor/koma (tahap lanjut).

Gangguan memori (baru masa lalu); kacau mental.Reflex tendon

dalam (RTD) menurun (koma)Aktivitas kejang (tahap lanjut dari

DKA)

7. Nyeri / Kenyamanan

Gejala: abdomen yang tegang / nyeri (sedang/berat)

Tanda: wajah mengiris dengan palpitasi; tampak sangat berhati-hati

8. pernafasan

Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk, dengan /tanpa sputum purulen (

tergantung adanya infeksi / tidak)

Tanda : lapar udara, Batuk, dengan/ tanpa sputum purulen (infeksi), Frekuensi

pernafasan

9. Keamanan

Gejala: kulit kering,gatal, ulkus kulit.

Tanda: Demam, diaforesis, Kulit rusak, lesi/ulserasi, Menurunnya kekuatan

umum/tentang gerak, Parestesia/paralisis otot, termasuk otot-otot

pernapasan (jika kadar kalium menurun cukup tajam).


10. Seksualitas

Gejala: rabas vagina (cenderung infeksi)

11. Penyuluhan atau pembelajaran

Gejala: faktor resiko keluarga ; DM, penyakit jantung, stoke, Hipertensi,

penyembuhan yang lambat, penggunaan obat seperti steroid, diuretik

(tiazid); dilantin dan fenobarbarbital, (dapat meningkatkan glukosa

darah)

B. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif, Kegagalan

mekanisme pengaturan.

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.

ketidakmampuan menggunakan glukose.

3. Gangguan pola tidur b.d peningkatan diuretik osmotik.

4. Resiko terhadap infeksi b.d kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit,
perubahan pada sirkulasi infeksi.
No. DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)

1. Defisit Volume NOC: NIC :

Cairan b.dü Fluid balance Fluid management

Kehilangan volumeü Hydration 1. Timbang popok/pembalut jika diperlukan

cairan secara aktif,ü Nutritional Status : Food and Fluid Intake 2. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

Kegagalan Kriteria Hasil : 3. Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi

mekanisme § Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan

pengaturan BJ urine normal, HT normal 4. Monitor vital sign

§ Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal 5. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian

§ Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit


6. Kolaborasikan pemberian cairan IV
baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang
7. Monitor status nutrisi

berlebihan 8. Berikan cairan IV pada suhu ruangan

9. Dorong masukan oral

10. Berikan penggantian nesogatrik sesuai output

11. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan

12. Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )


13. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk

14. Atur kemungkinan tranfusi, Persiapan untuk tranfusi

2 Ketidakseimbangan Nutritional Status : Food and Fluid Intake Nutrition Management

nutrisi kurang dari§ Intake makanan peroral yang adekuat 1. Monitor intake makanan dan minuman yang dikonsumsi klien setiap

kebutuhan tubuh§ Intake NGT adekuat hari

b.d. § Intake cairan peroral adekuat 2. Tentukan berapa jumlah kalori dan tipe zat gizi yang dibutuhkan

ketidakmampuan § Intake cairan yang adekuat dengan berkolaborasi dengan ahli gizi

menggunakan § Intake TPN adekuat 3. Dorong peningkatan intake kalori, zat besi, protein dan vitamin C

glukose 4. Beri makanan lewat oral, bila memungkinkan

5. Kaji kebutuhan klien akan pemasangan NGT


6. Lepas NGT bila klien sudah bisa makan lewat oral

3. Gangguan pola NOC: NIC :

tidur berhubungan  Anxiety Control Sleep Enhancement

dengan pening-  Comfort Level - Determinasi efek-efek medikasi terhadap pola tidur

katan diuretik  Pain Level - Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat


osmo-tik  Rest : Extent and Pattern - Fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas sebelum tidur

 Sleep : Extent ang Pattern (membaca)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. - Ciptakan lingkungan yang nyaman

gangguan pola tidur pasien teratasi dengan kriteria hasil: - Kolaburasi pemberian obat tidur

 Jumlah jam tidur dalam batas normal

 Pola tidur,kualitas dalam batas normal

 Perasaan fresh sesudah tidur/istirahat

 Mampu mengidentifikasi hal-hal yang meningkatkan

tidur

Resiko terhadap NOC : NIC :

4 infeksi  Immune Status  Pertahankan teknik aseptif

berhubungan  Knowledge : Infection control  Batasi pengunjung bila perlu

dengan kadar  Risk control  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan

glukosa 
tinggi, Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…… Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung

penurunan pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:  Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
fungsi leukosit,  Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi  Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung

perubahan pada  Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya kencing

sirkulasi infeksi. infeksi  Tingkatkan intake nutrisi

 Jumlah leukosit dalam batas normal  Berikan terapi antibiotik

 Menunjukkan perilaku hidup sehat  Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal


 Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam Pertahankan teknik isolasi k/p

batas normal  Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas,

drainase

 Monitor adanya luka

 Dorong masukan cairan


 Dorong istirahat

 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi

 Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam


Penyimpangan KDM

Autoimun, Degeneratif, Obesitas, Sekresi Hormon Placenta, Virus, Toxic

Kerusakan sel β Pancreas

Gangguan Produksi/ sekresi insulin (Fx : Transport glukosa ke intra sel)

HIPERGLIKEMIA Gangguan reabsorbsi ginjal Gluskosuria diuresis osmotik

Klien menjadi terjaga poliuri Polidipsi


Hepar
Lemak Otot
Gangguan pola tidur Dehidrasi ekstrasel
Glikogenesis meningkat Liposlisis meningkat
Glikogen diubah menjadi
glukosa Polifagia Gangguan komponen Kekurangan Volume cairan
Glukoneogenesis meningkat Free Fatty acis meningkat vaskularisasi

Kompl: Mikrovaskuler dan Massa otot menurun


Penurunan fungsi leukosit
makroveaskuler

ketidakmampuan menggunakan glukose. Risiko Infeksi

Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


DAFTAR PUSTAKA

Adib. 2011. Pengetahuan praktis ragam penyakit mematikan yang paling sering
menyerang kita. Buku Biru. Jokjakarta.

Bustam, M.N. 2007. Penyakit tidak menular. Rineka cipta. Jakarta.

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. EGC: Jakarta.

Khasanah, Nur.2012.Waspadai Beragam Penyakit Degeneratif Akibat Pola


Makan.Jogjakarta:Laksana

Mansjoer, A. 2007. Kapita selekta kedokteran. Media aeskulapius. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai