H1A018053
Diskusikan bagaimana dampak gawai dari segi fisik dan/atau psikososial dan mengapa hal tersebut
bisa terjadi?
Saat ini telepon seluler telah menjadi bagian dari kehidupan kita, bahkan menjadi
kebutuhan sehari-hari bagi mayoritas orang (Durak, 2018). Akibat kemajuan teknologi, saat ini
kita lebih mudah mengakses berbagai informasi dari berbagai belahan dunia (Veronika, 2013).
Selain untuk telepon dan SMS, Telepon seluler saat ini mempunyai banyak kegunaan antara
lain merekam video, foto , dan mengakses internet (Badriah, 2017).
Disamping segudang manfaatnya, telepon seluler saat ini juga mempunyai dampak
negatif yang merugikan bagi kehidupan anak-anak dan remaja baik dari segi fisik maupun
psikososial. Vertigo adalah salah satu penyakit fisik yang ditimbulkan karena penggunaan
ponsel yang terlalu lama ditempelkan pada telinga (Enny, 2014). Sedangkan dampak
psikososial yang ditimbulkan oleh penggunaan ponsel berlebih salah satunya adalah
munculnya fenomena cyberbullying (Rahayu, 2012).
“Cyberbullying adalah kejadian ketika seorang anak atau remaja diejek, dihina,
diintimidasi, atau dipermalukan oleh anak atau remaja lain melalui media internet, teknologi
digital atau telepon seluler” (Utami, 2013). Dunia maya seakan-akan menjadi tempat baru bagi
tindakan kekerasan. Hal itu diakibatkan oleh perkembangan teknologi komunikasi pada remaja
yang saat ini sudah sangat canggih (Juvonen, 2008 dalam Akbar dan Utari, p.2). Efek negatif
seperti kejadian cyberbullying tersebut tidak lepas dari Pengaruh internet (Ameliola dan
Nugraha, nd). “Efek negatif dalam berinternet yang akhirnya menimbulkan perilaku kekerasan
pada dunia maya yang disebut cyberbullying” (Juvonen, 2008 dalam Akbar dan Utari, p.2).
Berdasarkan tinjauan global yang dilakukan oleh Ipsos terhadap 18.687 orang tua
dari 24 negara, termasuk Indonesia, menemukan bahwa 12% orang tua menyatakan anak
mereka pernah mengalami cyberbullying dan 60% diantaranya menyatakan anak-anak tersebut
mengalami cyberbullying pada media sosial seperti facebook. Hal ini menunjukkan bahwa
cyberbullying di Indonesia relatif tinggi (Rifauddin, 2016). Dari data tinjauan global yang
dilakukan oleh Latitude News, saat ini Indonesia tengah dihadapkan oleh krisis mental akibat
perilaku yang dilakukan remajanya yaitu Indonesia merupakan negara dengan kasus
cyberbullying tertinggi setelah Jepang (Rifauddin, 2016). Tindakan cyberbullying yang marak
terjadi memberikan dampak langsung pada penurunan kemampuan akademik maupun psikis
seseorang yang menjadi korban bullying. Maka dalam essai ini akan dibahas mengenai jenis-
jenis cyberbullying, metode yang dilakukan pelaku, dampaknya bagi korban dan tindakan
pencegahan untuk menghindari cyberbullying.
Data pada tahun 2011 sampai 2013 yang dikeluarkan pada Februari 2014,
menyatakan bahwa sebagian besar remaja di Indonesia telah menjadi korban cyberbullying.
Terungkap bahwa 89% responden berkomunikasi secara online dengan teman-teman mereka,
56% berkomunikasi online dengan keluarga, dan 35% berkomunikasi secara online dengan
guru mereka. Sebanyak 13% responden mengaku menjadi korban cyberbullying dengan bentuk
hinaan dan ancaman. Dari analisis ini melibatkan 400 anak dan remaja rentang usia 10 hingga
19 tahun. Di Indonesia, 14% orang tua yang menjadi responden peninjauan ini menyatakan
anak mereka pernah mengalami cyberbullying, dan 53% menyatakan mengetahui bahwa anak
di komunitasnya pernah mengalami cyberbullying. Penelitian ini dilakukan oleh Kementerian
Komunikasi dan Informatika bekerjasama dengan UNICEF (Rifauddin, 2016). “Dalam sebuah
penelitian yang melibatkan korban cyberbullying, 31% siswa yang menjadi korban dilaporkan
sangat atau sangat marah, 19% sangat atau sangat takut, dan 18% merasa sangat malu dengan
pelecehan online.” (Raskauskas and Stoltz, 2007).
Ada berbagai macam jenis dari cyberbullying antara lain Flaming ( terbakar) yang
artinya adalah pengiriman kata kata emosional melalui pesan teks, Harassment (gangguan)
yaitu pesan teks yang berisi gangguan-gangguan yang dilakukan secara terus menerus melalui
media sosial, Cyberstalking yang artinya gangguan dan pencemaran nama baik yang dilakukan
oleh pelaku secara keras sehingga korban merasa sangat takut, Dinigration (pencemaran nama
baik) yang artinya adalah merusak reputasi seseorang dengan cara mengumbar keburukan-
keburukan seseorang melalui internet, dan Impersination (peniruan) yang artinya adalah
mengirimkan pesan teks yang tidak baik dengan cara berpura-pura menjadi orang lain
(Rifauddin, 2016).
Dalam melakukan cyberbullying, ada 3 macam metode yang biasa dilakukan yaitu
direct attacks yaitu pesan yang dikirimkan pelaku secara langsung kepada korban, posted and
public attacks kiriman yang dipersiapkan untuk mempermalukan korbannya dengan cara
mengirim atau menyebarkan informasi atau gambar-gambar yang memalukan korban ke
publik, dan cyberbullying by proxy yaitu menggunakan orang lain untuk mengganggu korban,
baik dengan sepengetahuan orang lain tersebut atau tidak (Rahayu, 2012).
Teknologi yang terus meningkat membuat jumlah korban dan pelaku cyberbullying
juga meningkat (David-Ferdon and Hertz, 2007). Dengan teknologi sekarang ini
memungkinkan korban diserang kapan saja, dan di mana saja (David-Ferdon and Hertz, 2007).
Korban cyberbullying biasanya mengalami depresi, merasa dijauhi, dan diperlakukan tidak
pantas. karena kekerasan pada dunia maya ternyata lebih menyakitkan dibandingkan kekerasan
secara fisik. Kekerasan fisik juga biasanya menimbulkan depresi. Namun, peneliti menemukan
bahwa korban cyberbullying mengalami tingkat depresi lebih tinggi, bahkan sampai pada
tindakan bunuh diri (Rahayu, 2012).
Kasus cyberbullying ramai dibicarakan beberapa tahun ini. Ada beberapa kasus
bunuh diri yang dilakukan remaja di Amerika dan Jepang. Akibat kekerasan dan pelecehan
yang dialaminya di akun MySpace pribadinya, Megan Meier seorang remaja asal Amerika
memilih untuk gantung diri di kamarnya. Seorang siswa di Kobe, Jepang bunuh diri akibat foto
tidak pantasnya di pajang di media sosial oleh teman sekelasnya. 10% siswa sekolah menengah
di Jepang mengaku pernah menerima ancaman melalui situs internet, email, dan blog. Hal ini
berdasarkan hasil survei dari dewan pendidikan di wilayah Hyogo (Mawardah dan Adiyanti,
2014)
Peran keluarga dan bimbingan orang tua sangat diperlukan untuk menghindari
cyberbullying pada remaja dengan cara mendampingi saat anak menggunakan alat komunikasi
serta terbuka antar keluarga,selain itu tindakan tindakan pencegahan yang harus dilakukan
untuk menanggulangi masalah tersebut antara lain bisa dilakukan mulai dari diri
sendiri,contohnya menambah wawasan tentang penggunaan teknologi informasi,memperkaya
kreatifitas,dan mulai menanamkan sifat kearifan sejak dini.jika tidak segera dilakukan
penaggulangan dihawatirkan akan muncul perilaku negatif yang berakibat fatal (Rifauddin,
2016).
Dari pembahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa cyberbullying terdiri dari beberapa jenis
seperti Flaming, Harassment, Cyberstalking,Dinigration ,Impersination yang dilakukan
dengan metode-metode berbeda. Cyberbullying memberikan dampak lebih besar dari
tardisional bullying seperti menyebabkan depresi hingga keinginan bunuh diri pada korbannya.
Untuk itu diperlukan langkah-langkah pencegahan yang dapat dilakukan oleh diri sendiri serta
dukungan dari lingkungan sekitar seperti keluarga.
Daftar pustaka
Badriah, S. (2017) ‘Fungsi Handphone Di Kalangan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Airlangga’, (3), pp. 462–472. Available at:
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-aun927f710ecdfull.pdf.
Berger, K. S. (2007) ‘Update on bullying at school : Science forgotten ?’, 27, pp. 90–126. doi:
10.1016/j.dr.2006.08.002.
David-Ferdon, C. and Hertz, M. F. (2007) ‘Electronic Media, Violence, and Adolescents: An
Emerging Public Health Problem’, Journal of Adolescent Health, 41(6 SUPPL.), pp. 1–5. doi:
10.1016/j.jadohealth.2007.08.020.
Durak, H. Y. (2018) ‘What Would You Do Without Your Smartphone? Adolescents’ Social
Media Usage, Locus of Control, and Loneliness as a Predictor of Nomophobia’, Journal of
Human Sciences, 5(2), pp. 1–16. doi: 10.14687/jhs.v13i2.3797.
Enny (2014) ‘Efek Samping Penggunaan Ponsel’, Gema Teknologi, 17(4), pp. 178–183.
Available at:
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/gema_teknologi/article/viewFile/8938/7259.
Johnson, J. M. (2009,). The impact of cyber bullying: A new type of relational aggression, PP.
1-5. Available at: https://www.conseling.org
Juvonen, J. and Graham, S. (2014) ‘Bullying in Schools: The Power of Bullies and the Plight
of Victims’, Ssrn, (December). doi: 10.1146/annurev-psych-010213-115030.
Mawardah, M. dan Adiyanti, M. (2014) ‘Regulasi Emosi dan Kelompok Teman Sebaya Pelaku
Cyberbullying’, Juni, 41(2014), pp. 60–73. doi: https://doi.org/10.22146/jpsi.6958.
Rahayu, F. S. (2012) ‘Cyberbullying Sebagai Dampak Negatif Penggunaan Teknologi
Informasi’, (43), pp. 22–31. doi: 10.21609/jsi.v8i1.321.
Raskauskas, J. and Stoltz, A. D. (2007) ‘Involvement in traditional and electronic bullying
among adolescents.’, Developmental Psychology, 43(3), pp. 564–575. doi: 10.1037/0012-
1649.43.3.564.
Rifauddin, M. (2016) ‘Fenomena Cyberbullying pada Remaja ( Studi Analisis Media Sosial
Facebook )’, Jurnal Ilmu Perpustakaan, Informasi, dan Kearsipan Khizanah Al-Hikmah, 4(1),
pp. 35–44. doi: 10.24252/kah.v4i1a3.
Utami, yana C. (2013) ‘Cyberbullying di kalangan Remaja’, pp. 1–10. Available at:
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmnts73d7a00d3dfull.pdf.
Veronika, D. (2013) ‘Pengaruh Penggunaan Telepon Seluler Sebagai Media Komunikasi
Terhadap Sikap Siswa SMP Negeri 30 Samarinda’, eJournal Ilmu Komunikasi, 1(2), pp. 375–
388. Available at: http://ejournal.ilkom.fisip-unmul.ac.id/site/wp-
content/uploads/2013/06/JurDes (06-10-13-08-06-46).pdf.
Ameliola S., Nugraha H. D. (no date) 'Perkembangan Media Informasi dan Teknologi
Terhadap Anak Dalam Era Globalisasi', PP. 362-371. Available at:
https://www.scribd.com/document/355416126/PERKEMBANGAN-MEDIA-INFORMASI-
DAN-TEKNOLO-pdf