DISUSUN OLEH:
PRIMA ALFIANITA
(P1337420616019)
2019
A. Judul : ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Ny. S DENGAN
MASALAH UTAMA HALUSINASI PENDENGARAN DAN
PENGLIHATAN DI RUANG BROTOJOYO RUMAH SAKIT JIWA
DAERAH AMINO GONDOHUTOMO PROVINSI JAWA TENGAH
B. Ringkasan Kasus
Ny S merupakan seorang wanita berusia 52 tahun yang tinggal bersama anak-
anaknya. Ny. S sudah pisah dari suaminya sejak 2004. Sekarang mantan
suaminya sudah menikah lagi. Ny. S juga mempunyai seorang anak yang sudah
meninggal sejak tahun 2015. Mulai saat itu, Ny. S sering mengalami halusinasi
pendengaran dan penglihatan. Klien mengaku sering melihat dan mengobrol
dengan anaknya yang sudah meninggal. beberapa hari sebelum dirawat, keluarga
mengatakan bahwa klien sering marah-marah Keluarga memutuskan untuk
membawa klien ke RSJ, sementara klien masih belum menerima kondisinya dan
menolak bahwa ia mengalami gangguan jiwa.Ny. S didiagnosis mengalami
halusinasi karena sering melihat anaknya yang sudah meninggal dan mendengar
suara-suara yang menyuruhnya untuk melakukan sesuatu. Klien sudah tiga kali
dirawat di rumah sakit jiwa.
BAB I
Konsep teori dan Kerangka Berfikir
1. Definisi
Halusinasi adalah suatu gangguan jiwa pada individu yang ditandai
dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. (Kelliat, 2011)
Menurut Surya, (2011) dalam Pambayung (2015) halusinasi adalah
hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal
(pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, yang dimaksud dengan halusinasi
adalah gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan sesuatu
melalui panca indera tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi berbeda
dengan ilusi, dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus,
salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang
terjadi, stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata ada oleh
klien.
2. Klasifikasi
Menurut Stuart (2009) jenis halusinasi antara lain :
a. Halusinasi pendengaran (auditorik)
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara
orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk
melakukan sesuatu.
Sekitar 70% kasus halusinasi merupakan halusinasi pendengraan.
b. Halusinasi penglihatan (visual)
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk
pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau
panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau
menakutkan.
Sekitar 20% kasus halusinasi merupakan halusinasi penglihatan.
c. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti: darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau
harum.Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan
dementia.
d. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari
tanah, benda mati atau orang lain. Namun kasus ini jarang terjadi.
e. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
f. Halusinasi cenesthetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan
urine.
g. Halusinasi kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
3. Faktor Predisposisi dan Presipitasi
3.1.Faktor Prediposisi
Menurut Stuart (2009), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh
otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
dan kondisi psikologis klien.Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau
tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam)
dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
3.2.Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya.Penilaian individu terhadap stressor
dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan
(Keliat, 2012). Menurut Stuart (2009), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
4. Rentang respon
Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang
berbeda rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005) dalam
Yusalia 2015. Ini merupakan persepsi maladaptive. Jika klien yang sehat
persepsinya akurat, mampu mengidentifisikan dan menginterpretasikan
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera
(pendengaran, pengelihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan) klien
halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun stimulus
tersebut tidak ada.Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu
yang karena suatu hal mengalami kelainan persensif yaitu salah
mempersepsikan stimulus yang diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi.
Klien mengalami jika interpresentasi yang dilakukan terhadap stimulus
panca indera tidak sesuai stimulus yang diterimanya,rentang respon tersebut
sebagai berikut:
Fase-fase halusinasi
6. Pohon Masalah
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dna ketakutan klien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara
individual dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien disentuh
atau dipegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional.
Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati klien, bicaralah dengan
klien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya klien diberitahu.
Klien diberitahu tindakan yang akan dilakukan. Di ruangan itu hendaknya
disediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien
untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau
hiasan dinding, majalah dan permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali klien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang diberikan
betul ditelannya, serta reaksi obat yang diberikan.
3. Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah klien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta
membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat
melalui keterangan keluarga klien atau orang lain yang dekat dengan klien.
4. Memberi aktivitas pada klien
Klien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya
berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat
membantu mengarahkan klien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan
dengan orang lain. Klien diajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih
kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga klien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data klien agar
ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan,
misalnya dari percakapan dengan klien diketahui bila sedang sendirian ia
sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di
dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar
klien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau
aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya diberitahukan pada keluarga
klien dan petugas lain agar tidak membiarkan klien sendirian dan saran yang
diberikan tidak bertentangan.
6. Psikofarma
a. Anti psikotik:
1.) Chlorpromazine (Promactile, Largactile)
2.) Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)
3.) Stelazine
4.) Clozapine (Clozaril)
5.) Risperidone (Risperdal)
b. Anti parkinson:
1.) Trihexyphenidile
2.) Arthan
c. Obat anti depresi : Amitripilin
d. Obat anti ansietas : Diasepam, Bromozepam, Clobozam
e. Obat anti insomnia : Phneobarbital
8. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko Perilaku Kekerasan
2. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
3. Isolasi sosial : menarik diri
9. Fokus Intervensi
Tujuan utama, tujuan khusus, dan rencana tindakan dari diagnosa utama : resiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi adalah sebagai berikut :
Tujuan Umum:
a. Klien tidak mencederai diri sendiri dan orang lain.
Tujuan Khusus:
I. Identitas Klien
Nama : Ny. S
Umur : 52 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Mijen, Semarang
Tanggal MRS : 30 Maret 2019
Tanggal pengkajian: 1 April 2019
Diagnosis Medis: Skizofrenia Tak Terinci
Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. S
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Mijen
Hubungan : Anak
II. Alasan Masuk
Keluarga mengatakan 4 hari sebelum di bawa ke rumah sakit emosi klien
meningkat. Klien sering marah-marah, berbicara sendiri dan mengaku
melihat serta mengobrol dengan anaknya yang sudah meninggal. Klien
juga mengaku mendengar bisikan untuk menyakiti cucunya.
III. Faktor Presipitasi dan Predisposisi
1. Factor predisposisi
- Klien pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya dan dirawat di
rumah sakit jiwa sebanyak 3 kali. Terakhir dirawat tahun 2017.
Menurut klien, pengobatan sebelumnya kurang berhasil karena klien
hanya bisa beradaptasi dalam kehidupan masyarakan tanpa gejala
gejala hanya dalam kurun waktu 6 bulan.
- Klien pernah mengalami aniaya fisik saat kecil oleh orangtuanya. Saat
itu klien menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh ayahnya.
- Keluarga klien tidak ada yang mengalami gangguan jiwa.
- Selain itu klien juga memiliki pengalaman tidak menyenangkan yaitu
berpisah dengan suaminya.
2. Factor presipitasi
Klien pernah opname di rumah sakit jiwa dan mengalami putus obat.
Sejak jarang minum obat dan tidak control rutin, klien mulai sering
marah-marah, mendengar suara bisikan dan melihat sosok anaknya yang
sudah meninggal.
IV. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum:
Kooperatif
2. Vital Sign :
Tekanan Darah : 140/90 mmH
Nadi : 80x/meni
Suhu: 36oC
Pernafasan: 18x/menit
3. Berat badan: 58 kg, Tinggi badan: 155 cm
4. Pemeriksaan Fisik :
Tidak ada masalah fisik yang dialami klien
V. Psikososial
1. Genogram
Klien adalah anak pertama dari dua bersaudara. Klien sudah bercerai dengan suaminya.
Klien memiliki tiga orang anak (laki-laki 1 orang, dan 2 orang perempuan). Anak
pertama klien sudah meninggal. Dan kedua anak yang lain sudah menikah. Klien tinggal
bersama anak anak, menantu dan cucunya. Komunikasi antar anggota keluarga cukup
baik. Pengambilan keputusan oleh menantu klien sebagai kepala keluarga. Jika ada
anggota keluarga yang sakit maka sesama anggota keluarga akan membawa ke fasilitas
kesehatan.
2. Konsep diri
a. Gambaran diri :
Klien mengaku puas dengan kondisi fisiknya saat ini.
b. Identitas diri :
Klien adalah seorang perempuan yang sudah menjadi ibu. Klien
mengaku puas dengan perannya sebagai ibu.
c. Peran :
Dalam kehidupan sehari hari, klien mengambil peran dalam
mengasuh cucunya. Klien mampu menjalankan perannya.
d. Ideal diri :
Klien ingin keluarga dan tetangga menerimanya sebagai orang sehat,
bukan sebagai orang dengan gangguan jiwa. Klien berharap untuk
cepat sembuh dan pulang ke rumah
e. Harga diri :
Klien merasa minder namun tetap berharap untuk sembuh.
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti menurut klien adalah anaknya
b. Peran serta kegiatan kelompok/masyarakat : tidak ada, klien jarang
bersosialisasi dengan masyarakat sejak mengalami gangguan jiwa.
Klien lebih sering berinteraksi dengan keluarga saja.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : terganggu dengan
halusinasinya. Selain itu klien takut berinteraksi dengan tetangga
karena khawatir mereka akan menyakiti klien
(Masalah keperawatan: Isolasi social)
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Klien mengakui agamanya sebagai seorang muslim
Klien tidak percaya dirawat di rumah sakit jiwa supaya sembuh.
Klien mengaku tidak sakit jiwa.
Klien mengatakan jika tetangganya takut dengan orang yang pernah
masuk rumah sakit jiwa. Mereka menganggap gangguan jiwa adalah
sesuatu yang menakutkan dan harus menghindari penderitanya.
b. Kegiatan Ibadah
klien beribadah saat sebelum mengalami gangguan. Setelah dirawat
di rumah sakit jiwa, klien jarang beribadah.
VI. Status Mental
1. Penampilan
Klien tampak berpakaian cukup rapi, masih mampu melakukan personal
hygene secara mandiri
2. Pembicaraan
Inkoheren: Klien ketika berbicara cepat, terkadang cerewet, berbicara
sendiri dan melantur. Namun pada saat saat tertentu klien enggan bicara
dan menyendiri.
3. Aktifitas motorik
Klien kompulsif. Sering melakukan kegiatan dan berbicara secara
berulang ulang.
Alam perasaan
6. Persepsi sensori
Klien mengatakan sering melihat bayangan dan mendengar suara.
Klien mengatakan sering melihat anaknya yang sudah meninggal.
Bayangan tersebut biasanya muncul satu kali setiap hari pada sore hari
(pukul 18.30) selama kurang dari 2 menit. Halusinasi itu muncul saat
klien sedang sendirian. Respon klien saat halusnasi itu datang adalah
bingung. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi halusinasi
penglihatan adalah dengan menutup atau memejamkan mata.
Klien mengatakan mendengar suara-suara. Suara itu menyuruh klien
untuk melakukan sesuatu, misalnya menyakiti cucunya, mengobrol
dengan anaknay yang sudah meninggal. Suara tersebuh muncul dua kali
sehari setiap pagi dan sore saat klien sedang sendirian. Durasinya kurang
lebih 2-5 menit. Respon klien terhadap halusinasi tersebut adalah marah
dan kesal. Saat klien medengar suara tersebut biasanya klien menutup
mata dan telinganya.
(Masalah keperawatan: Gangguan persepsi sensori: halusinasi
penglihatan dan pendengaran)
7. Proses pikir
Proses pikirnya sirkumtansial, klien ketika di ajak bicara suka berbebelit
belit tetapi sampai dengan pokok pembicaraan.
8. Isi pikir
Klien tidak mengalami gangguan isi pikir, klien berbicara sesuai dengan
kenyataan.
9. Tingkat kesadaran
Bingung, klien tampak bingung sering mondar mandir.
Klien juga mengalami disorientasi waktu dan orang, karena klien mudah
lupa pada orang yang baru saja dikenalkan.
10. Memori
Klien mudah lupa. Klien mengalami gangguan daya ingat jangka
pendek. Klien dengan mudah melupakan nama orang yang baru kenalan.
Do :
1 April 2019 Ds : “Saya sedih jika mengingat Isolasi social: menarik diri
anak saya yang sudah
meninggal.”
PEMBAHASAN
a. Kesimpulan
Setelah dilakukan pengkajian dan perawatan pada Ny. S dengan
gangguan persepsi sensori di ruang brotojoyo RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Semarang selama tiga hari, dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan
pengkajian dan tindakan keperawatan sangat penting membina hubungan
saling percaya dan membutuhkan kolaborasi yang baik antara tenaga medis,
keluarga dan lingkungan pasien agar tujuann dari perawatan klien dapat
tercapai. Sedangkan implementasi yang telah dilaksanakan selama tiga hari,
klien dapat berlatih dan menerapkan SP yang diajarkan dari mulai SP 1
sampai SP 3, meskipun halusinasi belum hilang sepenuhnya, tapi kemampuan
klien untruk mengontrol halusinasi sudah meningkat.
b. Saran
i. Klien
- Berlatih untuk menghardik
- Minum obat secara rutin dengan prinsip 5 benar obat
- Berlatih untuk bercakap-cakap
ii. Keluarga
- Berperan serta dalam pemusatan kemajuan klien
- Membantu klien dalam pemenuhan aktivitas positif
- Menerima klien apa adanya
iii. Perawat
- Menyarankan keluarga untuk selalu mendukung klien
- Menyarankan keluarga untuk menyiapkan lingkungan di rumah
- Meningkatkan pemenuhan kebutuhan dan perawatan klien
JADWAL KEGIATAN PASIEN