Anda di halaman 1dari 43

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

PADA NY. S DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI


PENDENGARAN DAN PENGLIHATAN

DI RUANG BROTOJOYO RSJD DR. AMINO GONDOHUTOMO PROVINSI


JAWA TENGAH

DISUSUN OLEH:

PRIMA ALFIANITA

(P1337420616019)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG

JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

2019
A. Judul : ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Ny. S DENGAN
MASALAH UTAMA HALUSINASI PENDENGARAN DAN
PENGLIHATAN DI RUANG BROTOJOYO RUMAH SAKIT JIWA
DAERAH AMINO GONDOHUTOMO PROVINSI JAWA TENGAH
B. Ringkasan Kasus
Ny S merupakan seorang wanita berusia 52 tahun yang tinggal bersama anak-
anaknya. Ny. S sudah pisah dari suaminya sejak 2004. Sekarang mantan
suaminya sudah menikah lagi. Ny. S juga mempunyai seorang anak yang sudah
meninggal sejak tahun 2015. Mulai saat itu, Ny. S sering mengalami halusinasi
pendengaran dan penglihatan. Klien mengaku sering melihat dan mengobrol
dengan anaknya yang sudah meninggal. beberapa hari sebelum dirawat, keluarga
mengatakan bahwa klien sering marah-marah Keluarga memutuskan untuk
membawa klien ke RSJ, sementara klien masih belum menerima kondisinya dan
menolak bahwa ia mengalami gangguan jiwa.Ny. S didiagnosis mengalami
halusinasi karena sering melihat anaknya yang sudah meninggal dan mendengar
suara-suara yang menyuruhnya untuk melakukan sesuatu. Klien sudah tiga kali
dirawat di rumah sakit jiwa.
BAB I
Konsep teori dan Kerangka Berfikir

1. Definisi
Halusinasi adalah suatu gangguan jiwa pada individu yang ditandai
dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. (Kelliat, 2011)
Menurut Surya, (2011) dalam Pambayung (2015) halusinasi adalah
hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal
(pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, yang dimaksud dengan halusinasi
adalah gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan sesuatu
melalui panca indera tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi berbeda
dengan ilusi, dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus,
salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang
terjadi, stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata ada oleh
klien.
2. Klasifikasi
Menurut Stuart (2009) jenis halusinasi antara lain :
a. Halusinasi pendengaran (auditorik)
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara
orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk
melakukan sesuatu.
Sekitar 70% kasus halusinasi merupakan halusinasi pendengraan.
b. Halusinasi penglihatan (visual)
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk
pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau
panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau
menakutkan.
Sekitar 20% kasus halusinasi merupakan halusinasi penglihatan.
c. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti: darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau
harum.Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan
dementia.
d. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari
tanah, benda mati atau orang lain. Namun kasus ini jarang terjadi.
e. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
f. Halusinasi cenesthetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan
urine.
g. Halusinasi kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
3. Faktor Predisposisi dan Presipitasi
3.1.Faktor Prediposisi
Menurut Stuart (2009), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh
otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
dan kondisi psikologis klien.Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau
tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam)
dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
3.2.Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya.Penilaian individu terhadap stressor
dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan
(Keliat, 2012). Menurut Stuart (2009), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
4. Rentang respon
Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang
berbeda rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005) dalam
Yusalia 2015. Ini merupakan persepsi maladaptive. Jika klien yang sehat
persepsinya akurat, mampu mengidentifisikan dan menginterpretasikan
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera
(pendengaran, pengelihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan) klien
halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun stimulus
tersebut tidak ada.Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu
yang karena suatu hal mengalami kelainan persensif yaitu salah
mempersepsikan stimulus yang diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi.
Klien mengalami jika interpresentasi yang dilakukan terhadap stimulus
panca indera tidak sesuai stimulus yang diterimanya,rentang respon tersebut
sebagai berikut:

Respon adaptif Respon maladaptif

 Pikiran logis  Kadang-  Waham


 Persepsi akurat kadang proses  Halusinasi
 Emosi pikir terganggu  Sulit berespons
konsisten (distorsi  Perilaku
dengan pikiran disorganisasi
pengalaman  Ilusi  Isolasi sosial
 Perilaku sesuai  Menarik diri
 Hubungan  Reaksi emosi
sosial harmonis >/<
 Perilaku tidak
biasa
5. Manifestasi klinik
Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum
atautertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara,
bicarasendiri,pergerakan mata cepat, diam, asyik dengan
pengalamansensori,kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan
realitas rentangperhatian yang menyempit hanya beberapa detik atau menit,
kesukaranberhubungan dengan orang lain, tidak mampu merawat
diri,perubahan

Berikut tanda dan gejala menurut jenis halusinasi:


Jenis halusinasi Karakteriostik tanda dan gejala
Pendengaran Mendengar suara-suara / kebisingan,
paling sering suara kata yang jelas,
berbicara dengan klien bahkan sampai
percakapan lengkap antara dua orang
yang mengalami halusinasi. Pikiran
yang terdengar jelas dimana klien
mendengar perkataan bahwa pasien
disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang-kadang dapat membahayakan.

Penglihatan Stimulus penglihatan dalam kilatan


cahaya, gambar giometris, gambar
karton dan atau panorama yang luas dan
komplek. Penglihatan dapat berupa
sesuatu yang menyenangkan /sesuatu
yang menakutkan seperti monster.

Penciuman Membau bau-bau seperti bau darah,


urine, fases umumnya baubau yang
tidak menyenangkan. Halusinasi
penciuman biasanya sering akibat
stroke, tumor, kejang / dernentia.

Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa


darah, urine, fases.

Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan


tanpa stimulus yang jelas rasa tersetrum
listrik yang datang dari tanah, benda
mati atau orang lain.

Merasakan fungsi tubuh seperti aliran


Sinestetik darah divera (arteri), pencernaan
makanan.

Kinestetik Merasakan pergerakan sementara


berdiri tanpa bergerak

Fase-fase halusinasi

a. Fase Pertama / comforting / menyenangkan


Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah,
kesepian.Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal
yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress.Cara ini
menolong untuk sementara.Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya
dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon
verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka
menyendiri.
b. Fase Kedua / comdemming
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal
dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi.
Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi
halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang
lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya. Klien
membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan
seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realitas.
c. Fase Ketiga / controlling
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien
menjadi terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya.Termasuk dalam
gangguan psikotik. Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin
menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan
tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang
perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa
klien berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
d. Fase Keempat / conquering/ panik
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah
menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat
berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan
halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu
singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika
tidak dilakukan intervensi.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon
terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu
orang.
Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan
duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu,
tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang
oranglain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu.
Juga keterangan dari klien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya
(apa yang dilihat, didengar atau dirasakan).

6. Pohon Masalah

Resiko Perilaku Kekerasan

Perubahan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran

Isolasi sosial menarik diri

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dna ketakutan klien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara
individual dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien disentuh
atau dipegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional.
Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati klien, bicaralah dengan
klien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya klien diberitahu.
Klien diberitahu tindakan yang akan dilakukan. Di ruangan itu hendaknya
disediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien
untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau
hiasan dinding, majalah dan permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali klien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang diberikan
betul ditelannya, serta reaksi obat yang diberikan.
3. Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah klien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta
membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat
melalui keterangan keluarga klien atau orang lain yang dekat dengan klien.
4. Memberi aktivitas pada klien
Klien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya
berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat
membantu mengarahkan klien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan
dengan orang lain. Klien diajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih
kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga klien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data klien agar
ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan,
misalnya dari percakapan dengan klien diketahui bila sedang sendirian ia
sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di
dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar
klien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau
aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya diberitahukan pada keluarga
klien dan petugas lain agar tidak membiarkan klien sendirian dan saran yang
diberikan tidak bertentangan.
6. Psikofarma
a. Anti psikotik:
1.) Chlorpromazine (Promactile, Largactile)
2.) Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)
3.) Stelazine
4.) Clozapine (Clozaril)
5.) Risperidone (Risperdal)
b. Anti parkinson:
1.) Trihexyphenidile
2.) Arthan
c. Obat anti depresi : Amitripilin
d. Obat anti ansietas : Diasepam, Bromozepam, Clobozam
e. Obat anti insomnia : Phneobarbital
8. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko Perilaku Kekerasan
2. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
3. Isolasi sosial : menarik diri

9. Fokus Intervensi
Tujuan utama, tujuan khusus, dan rencana tindakan dari diagnosa utama : resiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi adalah sebagai berikut :
Tujuan Umum:
a. Klien tidak mencederai diri sendiri dan orang lain.
Tujuan Khusus:

TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya.


1) Kriteria evaluasi :
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa tenang, ada kontak mata, mau
berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk
berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
2) Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan :
a) Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan non verbal.
b) Perkenalkan diri dengan sopan.
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
klien.
d) Jelaskan tujuan pertemuan.
e) Jujur dan menepati janji.
f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g) Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk memperlancar hubungan
interaksi selanjutnya.
TUK II : Klien dapat mengenal halusinasi
1) Kriteria evaluasi :
a) Klien dapat menyebutkan waktu, isi dan frekuensi timbulnya
halusinasi.
b) Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.
2) Intervensi
a) Adakan sering dan singkat secara bertahap.
Rasional :
Kontak sering dan singkat selain upaya membina hubungan saling
percaya juga dapat memutuskan halusinasinya.
b) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya. Bicara dan
tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri dan ke kanan seolah-olah ada
teman bicara.
Rasional :
Mengenal perilaku pada saat halusinasi timbul memudahkan perawat
dalam melakukan intervensi.
c) Bantu klien mengenal halusinasinya dengan cara :
- Jika menemukan klien yang sedang halusinasi tanyakan apakah ada
suara yang di dengar.
- Jika klien menjawab ada lanjutkan apa yang dikatakan.
- Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun
perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan nada sahabat tanpa
menuduh/menghakimi).
- Katakan pada klien bahwa ada juga klien lain yang sama seperti dia.
- Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
Rasional :
Mengenal halusinasi memungkinkan klien untuk menghindari faktor
timbulnya halusinasi.
d) Diskusikan dengan klien tentang :
- Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi.
- Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore dan
malam atau jika sendiri, jengkel, sedih)
Rasional :
Dengan mengetahui waktu, isi dan frekuensi munculnya halusinasi
mempermudah tindakan keperawatan yang akan dilakukan perawat.
e) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi
halusinasi(marah, takut, sedih, tenang) beri kesempatan mengungkapkan
perasaan.
Rasional :
Untuk mengidentifikasi pengaruh halusinasi pada klien.
TUK III : Klien dapat mengontrol halusinasinya.
1) Kriteria evaluasi :
a) Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan
untuk mengendalikan halusinasinya.
b) Klien dapat menyebutkan cara baru.
c) Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah
didiskusikan dengan klien.
d) Klien dapat melakukan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan
halusinasi.
e) Klien dapat mengetahui aktivitas kelompok.
2) Intervensi
a) Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri sendiri dan lain-lain)
Rasional :
Upaya untuk memutus siklus halusinasi sehingga halusinasi tidak
berlanjut.
b) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri
pujian.
Rasional :
Reinforcement dapat mneingkatkan harga diri klien.
c) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi:
- Katakan : “Saya tidak mau dengar kau” pada saat halusinasi muncul.
- Menemui orang lain atau perawat, teman atau anggota keluarga yang
lain untuk bercakap-cakap atau mengatakan halusinasi yang
didengar.
- Membuat jadwal sehari-hari agar halusinasi tidak sempat muncul.
- Meminta keluarga/teman/perawat, jika tampak bicara sendiri.
Rasional :
Memberikan alternatif pilihan untuk mengontrol halusinasi.
d) Bantu klien memilih cara dan melatih cara untuk memutus
halusinasi secara bertahap, misalnya dengan :
- Mengambil air wudhu dan sholat atau membaca al-Qur’an.
- Membersihkan rumah dan alat-alat rumah tangga.
- Mengikuti keanggotaan sosial di masyarakat (pengajian, gotong
royong).
- Mengikuti kegiatan olah raga di kampung (jika masih muda).
- Mencari teman untuk ngobrol.
Rasional :
Memotivasi dapat meningkatkan keinginan klien untuk mencoba
memilih salah satu cara untuk mengendalikan halusinasi dan dapat
meningkatkan harga diri klien.
e) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih. Evaluasi
hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
Rasional :
Memberi kesempatan kepada klien untuk mencoba cara yang telah
dipilih.
f) Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi
realita dan stimulasi persepsi.
Rasional :
Stimulasi persepsi dapat mengurangi perubahan interprestasi realitas
akibat halusinasi.
TUK IV : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
1) Kriteria evaluasi
a) Keluarga dapat saling percaya dengan perawat.
b) Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan unutk
mengendalikan halusinasi.
2) Intervensi
a) Membina hubungan saling percaya dengan menyebutkan nama,
tujuan pertemuan dengan sopan dan ramah.
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk memperlancar
hubungan interaksi selanjutnya.
b) Anjurkan klien menceritakan halusinasinya kepada keluarga.
Untuk mendapatkan bantuan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
c) Diskusikan halusinasinya pada saat berkunjung tenang :
- Pengertian halusinasi.
- Gejala halusinasi yang dialami klien.
- Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus
halusinasi.
- Cara merawat anggota keluarga yang berhalusinasi di rumah,
misalnya : beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama,
bepergian bersama.
- Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan :
halusinasi tidakterkontrol, dan resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan.
Rasional :
Untuk mengetahui pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan
menambah pengetahuan keluarga cara merawat anggota keluarga yang
mempunyai masalah halusinasi.
TUK V : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
1) Kriteria evaluasi
a) Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek
samping obat.
b) Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.
c) Klien mendapat informasi tentang efek dan efek samping obat.
d) Klien dapat memahami akibat berhenti minum obat tanpa konsutasi.
e) Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat.
2) Intervensi
a) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis dan frekuensi
serta manfaat minum obat.
Rasional :
Dengan menyebutkan dosis, frekuensi dan manfaat obat diharapkan klien
melaksanakan program pengobatan.
b) Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya.
Rasional :
Menilai kemampuan klien dalam pengobatannya sendiri.
c) Anjurkan klien untuk bicara dengan dokter tentang mafaat dan efek
samping obat yang dirasakan.
Rasional :
Dengan mengetahui efek samping klien akan tahu apa yang harus
dilakukan setelah minum obat.
d) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter.
Rasional :
Program pengobatan dapat berjalan dengan lancar.
e) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar dosis,
benar obat, benar waktunya, benar caranya, benar pasiennya).
Rasional :
Dengan mengetahui prinsip penggunaan obat, maka kemandirian klien
untuk pengobatan dapat ditingkatkan secara bertahap.
BAB II
Asuhan Keperawatan Pada Ny. S dengan Gangguan Persepsi Sensori:
Halusinasi Penglihatan dan Pendengaran

I. Identitas Klien
Nama : Ny. S
Umur : 52 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Mijen, Semarang
Tanggal MRS : 30 Maret 2019
Tanggal pengkajian: 1 April 2019
Diagnosis Medis: Skizofrenia Tak Terinci
Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. S
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Mijen
Hubungan : Anak
II. Alasan Masuk
Keluarga mengatakan 4 hari sebelum di bawa ke rumah sakit emosi klien
meningkat. Klien sering marah-marah, berbicara sendiri dan mengaku
melihat serta mengobrol dengan anaknya yang sudah meninggal. Klien
juga mengaku mendengar bisikan untuk menyakiti cucunya.
III. Faktor Presipitasi dan Predisposisi
1. Factor predisposisi
- Klien pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya dan dirawat di
rumah sakit jiwa sebanyak 3 kali. Terakhir dirawat tahun 2017.
Menurut klien, pengobatan sebelumnya kurang berhasil karena klien
hanya bisa beradaptasi dalam kehidupan masyarakan tanpa gejala
gejala hanya dalam kurun waktu 6 bulan.
- Klien pernah mengalami aniaya fisik saat kecil oleh orangtuanya. Saat
itu klien menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh ayahnya.
- Keluarga klien tidak ada yang mengalami gangguan jiwa.
- Selain itu klien juga memiliki pengalaman tidak menyenangkan yaitu
berpisah dengan suaminya.
2. Factor presipitasi
Klien pernah opname di rumah sakit jiwa dan mengalami putus obat.
Sejak jarang minum obat dan tidak control rutin, klien mulai sering
marah-marah, mendengar suara bisikan dan melihat sosok anaknya yang
sudah meninggal.
IV. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum:
Kooperatif
2. Vital Sign :
Tekanan Darah : 140/90 mmH
Nadi : 80x/meni
Suhu: 36oC
Pernafasan: 18x/menit
3. Berat badan: 58 kg, Tinggi badan: 155 cm
4. Pemeriksaan Fisik :
Tidak ada masalah fisik yang dialami klien
V. Psikososial
1. Genogram

Klien adalah anak pertama dari dua bersaudara. Klien sudah bercerai dengan suaminya.
Klien memiliki tiga orang anak (laki-laki 1 orang, dan 2 orang perempuan). Anak
pertama klien sudah meninggal. Dan kedua anak yang lain sudah menikah. Klien tinggal
bersama anak anak, menantu dan cucunya. Komunikasi antar anggota keluarga cukup
baik. Pengambilan keputusan oleh menantu klien sebagai kepala keluarga. Jika ada
anggota keluarga yang sakit maka sesama anggota keluarga akan membawa ke fasilitas
kesehatan.
2. Konsep diri
a. Gambaran diri :
Klien mengaku puas dengan kondisi fisiknya saat ini.
b. Identitas diri :
Klien adalah seorang perempuan yang sudah menjadi ibu. Klien
mengaku puas dengan perannya sebagai ibu.
c. Peran :
Dalam kehidupan sehari hari, klien mengambil peran dalam
mengasuh cucunya. Klien mampu menjalankan perannya.
d. Ideal diri :
Klien ingin keluarga dan tetangga menerimanya sebagai orang sehat,
bukan sebagai orang dengan gangguan jiwa. Klien berharap untuk
cepat sembuh dan pulang ke rumah
e. Harga diri :
Klien merasa minder namun tetap berharap untuk sembuh.
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti menurut klien adalah anaknya
b. Peran serta kegiatan kelompok/masyarakat : tidak ada, klien jarang
bersosialisasi dengan masyarakat sejak mengalami gangguan jiwa.
Klien lebih sering berinteraksi dengan keluarga saja.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : terganggu dengan
halusinasinya. Selain itu klien takut berinteraksi dengan tetangga
karena khawatir mereka akan menyakiti klien
(Masalah keperawatan: Isolasi social)
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Klien mengakui agamanya sebagai seorang muslim
Klien tidak percaya dirawat di rumah sakit jiwa supaya sembuh.
Klien mengaku tidak sakit jiwa.
Klien mengatakan jika tetangganya takut dengan orang yang pernah
masuk rumah sakit jiwa. Mereka menganggap gangguan jiwa adalah
sesuatu yang menakutkan dan harus menghindari penderitanya.
b. Kegiatan Ibadah
klien beribadah saat sebelum mengalami gangguan. Setelah dirawat
di rumah sakit jiwa, klien jarang beribadah.
VI. Status Mental
1. Penampilan
Klien tampak berpakaian cukup rapi, masih mampu melakukan personal
hygene secara mandiri
2. Pembicaraan
Inkoheren: Klien ketika berbicara cepat, terkadang cerewet, berbicara
sendiri dan melantur. Namun pada saat saat tertentu klien enggan bicara
dan menyendiri.
3. Aktifitas motorik
Klien kompulsif. Sering melakukan kegiatan dan berbicara secara
berulang ulang.

4. Afek dan emosi


Labil. Respon emosi klien berubah-ubah. Klien akan terlihat bahagia
saat diajak mengobrol mengenai kegiatan sehari hari. Namun terlihat
marah dan sedih saat menceritakan anak dan mantan suaminya.

Alam perasaan

Klien mengatakan merasa kawatir, sedih dan marah jika mengingat


anaknya yang tega memasukannya ke rumah sakit jiwa dan mengingat
mantan suaminya yang menikah lagi dengan wanita lain.

(Masalah keperawatan: resiko perilaku kekerasan)

5. Interaksi selama wawancara


Klien kooperatif saat dikaji, kontak mata kurang, kurang focus pada
pembicaraan, sering melantur

(masalah keperawatan: kerusakan komunikasi verbal)

6. Persepsi sensori
Klien mengatakan sering melihat bayangan dan mendengar suara.
Klien mengatakan sering melihat anaknya yang sudah meninggal.
Bayangan tersebut biasanya muncul satu kali setiap hari pada sore hari
(pukul 18.30) selama kurang dari 2 menit. Halusinasi itu muncul saat
klien sedang sendirian. Respon klien saat halusnasi itu datang adalah
bingung. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi halusinasi
penglihatan adalah dengan menutup atau memejamkan mata.
Klien mengatakan mendengar suara-suara. Suara itu menyuruh klien
untuk melakukan sesuatu, misalnya menyakiti cucunya, mengobrol
dengan anaknay yang sudah meninggal. Suara tersebuh muncul dua kali
sehari setiap pagi dan sore saat klien sedang sendirian. Durasinya kurang
lebih 2-5 menit. Respon klien terhadap halusinasi tersebut adalah marah
dan kesal. Saat klien medengar suara tersebut biasanya klien menutup
mata dan telinganya.
(Masalah keperawatan: Gangguan persepsi sensori: halusinasi
penglihatan dan pendengaran)
7. Proses pikir
Proses pikirnya sirkumtansial, klien ketika di ajak bicara suka berbebelit
belit tetapi sampai dengan pokok pembicaraan.

8. Isi pikir

Klien tidak mengalami gangguan isi pikir, klien berbicara sesuai dengan
kenyataan.

9. Tingkat kesadaran
Bingung, klien tampak bingung sering mondar mandir.

Klien juga mengalami disorientasi waktu dan orang, karena klien mudah
lupa pada orang yang baru saja dikenalkan.

10. Memori
Klien mudah lupa. Klien mengalami gangguan daya ingat jangka
pendek. Klien dengan mudah melupakan nama orang yang baru kenalan.

(masalah keperawatan: gangguan proses pikir)

11. Tingkat konsentrasi dan berhitung


Kadang klien dapat berkosentrasi namun kadang tidak dapat
berkosentrasi. Perhatian klien mudah berganti dari satu objek ke objek
lain. Ketika diminta untuk menghitung, klien masih mampu.

(Masalah keperawatan: perubahan proses pikir)

12. Kemampuan penilaian


Klien mampu mengambil keputusan yang baik secara mandiri
13. Daya tilik diri
Klien mengingkari penyakit yang diderita. Klein mengangap anaknya
tega memasukannya ke rumah sakit jiwa. Klien menyalahkan
lingkungan skitar yang menyebabkan kondisi saat ini.

(Masalah keperawatan: Ketidakefektifan pelaksanaan regimen


terapeutik)

VII. Kebutuhan Pasien Pulang


1. Makan
Sebelum sakit, klien makan sehari 3x diruang makan, sebelum
makan klien membersihkan alat-alat makan dan menempatkan
kembali ke tempatnya. Selama sakit, klien makan 3x sehari di ruang
perawatan. Nafsu makan klien meningkat, klien dapat makan dengan
mandiri. Setelah makan klien merapikan peralatan makannya sendiri.
2. BAB / BAK
Sebelum sakit, klien BAB 1x dan BAK 5x sehari di kamar
mandi,setelah BAB/BAK klien membersihkan kamar mandi dan
membersihkan dengan baik.
Sesudah sakit, klien mampu melakukan eliminasi dengan
mandiri.BAB 2x dan BAK 6x sehari di kamar mandi dan
membersihkan dengan baik.
3. Mandi
Sebelum sakit, klien dapat melakukan kebersihan diri seperti mandi,
sikat gigi, cuci muka dengan mandiri.
Selama sakit, klien mampu mandi secara mandiri, Klien mandi 2x
sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari. Klien mandi di kamar
mandi ruangan.

4. Berpakaian dan Berhias


Sebelum sakit,klien memakai pakaian yang sesuai dengan memakai
kaos dan celana pendek.
Selama sakit, klien mampu berpakaian secara mandiri.Klien
mengenakan pakaian sesuai ketentuan Rumah Sakit.
5. Istirahat dan Tidur
Sebelum sakit, klien mengalami gangguan tidur. Klien kadang hanya
tidur 5 jam ssehari.
Selama sakit dan dirawat di rumah sakit, klien juga terkadang
mengalami gangguan tidur jika ruangan berisik. Biasanya klien tidur
8 jam per hari. Persiapan klien sebelum tidur yaitu menyikat gigi,
cuci kaki dan berdoa.
Setelah bangun tidur, klien akan mandi/cuci muka/sikat gigi.
6. Penggunaan Obat
Klien meminum obats ecara teratur dan mendapat pengawasan dari
perawat. Klien mendapatkan obat:
a. Tryhexyphenidyl 2mg/12 jam
2 kali sehari setiap pagi dan sore. Dosis 2 mg per oral.
b. Risperidone 2mg/24 jam
1 kali per hari. Setiap pagi. Dosis 2 mg per oral.
7. Pemeliharaan Kesehatan
Klien dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk mendapatkan
perawatan setelah klien pulang dari Rumah Sakit.
8. Aktivitas di dalam rumah
Klien cenderung lebih sering menghabiskan waktunya untuk
mengasuh cucunya.
9. Aktivitas di luar rumah
Interaksi dengan tetangga terbatas. Klien jarang beraktivitas di luar
rumah.

VIII. Mekanisme Koping


Saat ada masalah klien cendenrung untuk bercerita kepada anaknya.
Klien mengatakan dengan bercerita kepada anaknya, klien merasa lebih
lega.
IX. Masalah Psikososial
Berdasarkan hasil pengkajian maka klien memiliki masalah psikososial yaitu
masalah keluarga. Klien masih belum bsia menerima bahwa mantan
suaminya sudah menikah lagi. Klien juga mengalami masalah dengan
lingkungannya karena klien enggan berbaur dengan tetangganya saat di
rumah.
X. Pengetahuan
berdasarkan hasil pengkajian, maka klien memiliki pengetahuan yang kurang
mengenai penyakitnya.
XI. Aspek Medis
Diagnosa Medik : Skizofrenia tak terinci
Terapi Medik :
Risperidone 2x1 mg/24 jam
Tryhexyphenidyl 2mg/12 jam
XII. Daftar masalah keperawatan
1. Isolasi social
2. Resiko perilaku kekerasan
3. Kerusakan komunikasi verbal
4. Gangguan ersepsi sensori: halusinasi penglihatan dan pendengaran
5. Gangguan proses pikir
6. Ketidakefektifan pelaksanaan regimen terapeutik
XIII. Analisa data
Tanggal /jam Data Fokus Masalah TTD

1 April 2019 Ds : “Saya dengar suara suara Perubahan persepsi sensori :


dan juga melihat bayangan.” halusinasi pendengaran dan
penglihatan
“Saya sering melihat anak saya
yang sudah meninggal.”

“Suara-suara itu menyuruh saya


untuk menyakiti cucu saya atau
melakukan hal lain.”

Klien mengatakan suara-suara


tersebut muncul kurang lebih
dua kali sehari pada pagi dan
sore. Durasinya sekitar 2-5
menit. Saat klien mendengar
suara tersebut klien biasanya
akan menutup mata dan telinga.
Jika suara-suara tersebut tidak
hilang, klien melampiaskan ke
sekitar seperti menyakiti
cucunya.

Klien mengatakan melihat


anaknya yang sudah meninggal
sekitar satu kali setiap harinya
pada pukul 18.30. bayangan
tersebut akan lebih sering
muncul jika klien tidak
mendoakan atau mengunjungi
makam anaknya.

Klien menutup mata saat melihat


bayangan tersebut.

Jika bayangan tersebut muncul,


klien akan merasa sedih dan
gelisah karena mengingat
anaknya.

Do :

klien tampak sering berbicara


sendiri, klien tampak sering
bingung dan mondar mandir

mengalami disoreientasi waktu


dan orang.

Klien sulit untuk fokus.

1 April 2019 Ds : Resiko perilaku kekerasan

“Saya merasa kecewa dan marah


pada anak anak saya
menganggap saya gila”

Keluarga mengatakan klien


sering marah marah dan
mengamuk saat di rumah bahkan
pernah menyakiti cucunya.

Do : klien tampak sering berkata


kasar dan emosi jika disinggung
mengenai anak anak, mantan
suami dan istri mudanya. .

1 April 2019 Ds : “Saya sedih jika mengingat Isolasi social: menarik diri
anak saya yang sudah
meninggal.”

“Saya sedih anak-anak


memasukan saya ke rumah sakit
jiwa.”

“Saya takut berinteraksi dengan


tetangga karena mereka akan
berbuat jahat pada saya.”

Do : klien terlihat menyendiri


dan enggan bergabung dengan
orang lain.

Kontak mata kurang.

XIV. Pohon Masalah

Resiko Perilaku Kekerasan

PERUBAHAN PERSEPSI SENDORI: HALUSINASI


PENDENGARAN DAN PENGLIHATAN

Isolasi social: menarik diri

XV. Daftar Diagnosis Keperawatan


1. Perubahan sensori : halusinasi pendengaran
2. Resiko perilaku kekerasan
3. Isolasi social: menarik diri
XVI. Prioritas diagnose keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Penglihatan dan Pendengaran
XVII. Rencana tindakan keperawatan

Tanggal/ Diagnosa Rencana Keperawatan


Jam Keperawatan Tujuan Tindakan Rasional
Senin 1 Gangguan TUM : 1. Bina hubungan - Hubungan
April persepsi Klien dapat saling percaya saling percaya
2019 sensori: mengontrol 2. Diskusikan jenis memungkinkan
pendengaran halusinasi halusinasi klien, terbuka pada
dan TUK 1 : penyebab perawatdan
penglihatan halusinasi, isi, sebagai dasar
1. Klien dapat
waktu, frekuensi, untuk intervensi
membina
dan respon selanjutnya
hubungan saling
terhadap - Klien dapat
percaya
halusinasinya. mengenal
2. Klien dapat
3. Diskusikan cara perilaku saat
mengidentifikasi
SP1p mengontrol halusinasi
penyebab
halusinasi dengan timbul,
halusinasi, jenis
menghardik memudahkan
halusinasi, isi,
4. Anjurkan pasien perawat
waktu,
memasukkan cara melakukan
frekuensi,dan
menghardik intervensi
respon terhadap
halusinasi dalam - Mengontrol
halusinasinya.
jadwal kegiatan halusinasi
3. Klien mampu
harian dengan cara
mengontrol
menghardik
halusinasi
dengan cara
menghardik
Selasa 2 SP2p TUK 2 :
1. Evaluasi - Klien mampu
April Klien dapat
kemampuan klien menyebutkan
2019 mengontrol
mengontrol dosis,
halusinasi dengan
halusinasi dengan frekuensi, dan
cara penggunaan
cara menghardik manfaat obat
obat yang benar
2. Latih klien - Klien
mengontrol melaksanakan
halusinasi tentang program
patuh minum obat pengobatan
secara teratur - Klien
3. Anjurkan klien dapatbercakap-
memasukkan cakap untuk
dalam jadwal mengendalikan
harian halusinasinya

Rabu, 3 SP3p TUK 3 :


1. Evaluasi Klien dapat
April Klien dapat
kemampuan pasien mengendalikan
2019 mengontrol
dapat mengontrol halusinasi
halusinasinya
halusinasi dengan dengan
dengan cara
cara menghardik meningkatkan
bercakap-cakap
dan minum obat harga dirinya
2. Latih pasien dalam
mengendalikan melakukan
halusinasi dengan aktivitas
bercakap-cakap terjadwal
bersama orang lain
3. Anjurkan pasien
memasukkan ke
dalam jadwal
harian
\

XVIII. Catatan Keperawatan


Tgl/Jam Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
Keperawatan
Senin 1 Halusinasi Melakukan SP 1 S:
April - Membina - Klien mengatakan mau mengobrol
2019 hubungan saling dengan perawat
percaya
- Mendiskusikan - Klien mengatakan sering
jenis halusinasi mendengar suara-suara bisikan.
klien, penyebab Salah satunya menyuruh klien
halusinasi, isi, untuk menyakiti cucunya. Suara
waktu, suara itu biasanya muncul 2 kali
frekuensi, dan sehari setiap pagi dan sore saat
respon terhadap klien sendirian. Klien akan
halusinasinya. menutup telinga saat suara-suara
- Mendiskusikan itu datang
cara mengontrol Klien juga melihat anakanya yang
halusinasi sudah meninggal setiap sore dan
dengan jika klien tidak mendoakan atau
menghardik mengunjungi makam anaknya.
- Anjurkan pasien Bayangan tersebut muncul satu
memasukkan kali sehari saat klien sendirian.
cara menghardik Selama kurang dari dua menit.
halusinasi Respon klien saat halusinasi
dalam jadwal muncul yaitu kesal, marah dan
kegiatan harian sedih.
Saat bayangan tersebut datang,
klien akan menutup matanya.
- Klien dapat mendemonstrasikan
cara menghardik
- klien mengatakan sudah
memasukkan cara mengontrol
halusinasi tersebut di jadwal
harian.
A : SP 1 teratasi. Klien mampu
mengungkapkan dan mengidentifikasi
halusinasinya serta mampu
mendemonstrasikannya.
P:
Perawat: Optimalkan latihan
mengontrol halusinasi dengan
menghardik.
Evaluasi Sp 1 di pertemuan
berikutnya
Lanjutkan Sp 2 jika klien sudah
mampu mengulang dan menerapkan
SP 1
Klien: Latihan mengontrol halusinasi
sesuai jadwal.

Selasa, 2 Halusinasi Melakukan SP 2 S:


April - Salam - Klien mengatakan bersedia
2019 terapeutik, mengobrol dengan perawat untuk
kontrak waktu tindakan selanjutnya
dan tempat, - Klien masih mampu
Evaluasi mendemonstrasikan cara
kemampuan menghardik namun masih sulit
klien menerapkan saat halusinasi itu
mengontrol muncul
halusinasi - Klien mengatakan sudah paham
dengan cara dengan penjelasan mengenai obat
menghardik yang harus dikonsumsi
- Latih klien (Trihexphenidyl 2mg/12jam dan
mengontrol Risperidone 1x/24 jam. )
halusinasi - Klien mengatakan sudah
tentang patuh memasukan kegiatan minum obat
minum obat ke jadwal harian.
secara teratur O : klien tampak dapat
- Anjurkan klien mendemonstrasikan cara menghardik
memasukkan halusinasi, namun klien belum dapat
dalam jadwal melakukan ketika halusinasi datang,
harian klien mengikuti halusinasinya.
Klien dapat menyebutkan nama obat,
waktu minum dan dosisnya.
A : SP2 teratasi
Klien mampu menyebutkan obat yang
harus diminum dan dosisnya.
P:
Perawat: evaluasi kembali SP 2. Jika
klien sudah menguasai, lanjutkanSP 3
Klien: minum obat sesuai jadwal
Rabu, 3 Halusinasi Melakukan SP 3 S:
April - Klien mengatakan sudah
2019 - Evaluasi menerapkan cara menghardik saat
kemampuan halusinasi datang
pasien dapat - Klien mengatakan sudah minum
mengontrol obat secara teratur dan selalu
halusinasi diawasi oleh perawat saat minum
dengan cara obat
menghardik dan - Klien mengatakan mau mengobrol
minum obat dengan perawat dan pasien lain
- Latih pasien - Klien mengatakan sudah
mengendalikan memasukkan ke jadwal harian.
halusinasi
dengan O:
bercakap-cakap Klien sudah bisa memperagakan
bersama orang Teknik menghardik. Klien sudah
lain memahami pentingnya minum obat
- Anjurkan pasien teratur. Klien tampak mengobrol
memasukkan ke dengan teman-teman sesama pasien.
dalam jadwal A : SP 3 teratasi.
harian Klien mampu mengindentifikasi
halusinasi, menghardik, meminum
obat secara teratur dan bercakap cakap
dengan orang lain.
P:
Perawat: Evaluasi kembali SP 1, SP 2
dan SP 3
Lanjutkan SP 4 jika sudah menguasai
3 SP.
Klien: Mengulangi cara-cara
mengontrol halusinasi
BAB III

PEMBAHASAN

a. Kesesuaian Antara Kasus Dengan Teori


Pembahasan Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesenjangan yang penulis
dapatkan antara konsep dasar teori dan kasus nyata Ny. S di Ruang Brotojoyo RSJD
Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah. Pembahasan yang penulis lakukan
meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi keperawatan
dan evaluasi.
1. Pengkajian
Menurut Craven & Hirnle (dalam Keliat, 2011) pengkajian merupakan
pengumpulan data subyektif dan obyektif secara sistematis untuk menentukan
tindakan keperawatan bagi individu, keluarga, dan komunitas.Pengumpulan data
pengkajian meliputi aspek identitas klien, alasan masuk, faktor predisposisi, fisik,
psikososisal dan lingkungan, pengetahuan, dan aspek medik. Dalam pengumpulan
data penulis menggunakan metode wawancara dengan Ny. S, observasi secara
langsung terhadap kemampuan dan perilaku Ny. S serta dari status pasien Ny. S.
penulis tidak mendapatkan infromasi dari keluarga karena pada saat pengkajian,
keluarga tidak menjenguk Ny. S. Namun penulis mencoba mencari referensi lain
yaitu melihat catatan medis klien dan hasil anamnesa dengan keluarga sebagai
salah satu data pendukung dan pembanding dengan apa yang disampaikan oleh
klien.
Menurut Stuart & Laraia (dalam Ngadiran, 2010) faktor presipitasi pada klien
dengan gangguan halusinasi dapat muncul setelah adanya hubungan yang
bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa, dan tidak
berdaya. Hal tersebut berkaitan dengan apa yang dialami klien yaitu perasaan
tidak berdaya karena kehilangan anaknya.
Factor predisposisi gangguan halusinasi dapat muncul sebagai proses panjang
yang berhubungan dengan kepribadian seseorang, karena itu halusinasi
dipengaruhi oleh pengalam-pengalaman psikologis seseorang. Hal ini juga di
alami Ny S yang memiliki masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu bercerai
dengan suaminya, mengalami aniaya fisik saat kecil. Klien juga pernah dirawat di
rumah sakit jiwa sebelumnya sebanyak 3 kali.
Tanda dan gejala halusinasi menurut Depkes (dalam Ngadiran, 2010) adalah
sebagai berikut : bicara, senyum, dan tertawa sendiri; tidak mampu mandiri dalam
mandi, berpakaian dan berhias dengan rapi; berbicara kacau kadang-kadang tidak
masuk akal; sikap curiga dan bermusuhan, ketakutan; tampak bingung; mondar
mandir; konsentrasi kurang; perubahan kemampuan memecahkan masalah, dan
menarik diri. Gejala-gejala tersebut tidak semuanya dialami oleh Ny S. Gejala
yang dialami oleh Ny S antara lain : konsentrasi berkurang, terkadang senyum
sendiri, berbicara sendiri, bicara melantur dan mondar mandir. Ny S mampu
melakukan perawatan diri secara mandiri. Ny S merasa sedih ingin cepat pulang
dan berkumpul dengan keluarganya. Ny S akan merespon dan bereaksi apabila di
beri rangsangan dan juga Ny S terkadang susah untuk konsentrasi.
Menurut Keliat (2011) didalam pengkajian harus dijelaskan jenis dan isi
halusinasi, waktu, frekuensi, dan situasi yang menyebabkan halusinasi, serta
respon klien terhadap halusinasinya. Dalam pengkajian pola fungsional
difokuskan pada pola persepsi pada Ny S, didapatkan data bahwa Ny S
mengalami halusinasi pendengaran dan penglihatan. Klien mengatakan sering
melihat bayangan dan mendengar suara. Klien mengatakan sering melihat
anaknya yang sudah meninggal. Bayangan tersebut biasanya muncul satu kali
setiap hari pada sore hari (pukul 18.30) selama kurang dari 2 menit. Halusinasi itu
muncul saat klien sedang sendirian. Respon klien saat halusnasi itu datang dengan
menutup atau memejamkan mata. Klien mengatakan mendnegar suara-suara.
Suara tersebuh muncul dua kali sehari setiap pagi dan sore saat klien sedang
sendirian. Durasinya kurang lebih 2-5 menit. Saat klien mendengar suara tersebut
biasanya klien menutup mata dan telinganya.
2. Diagnosa keperawatan
Menurut Videbeck (dalam Nurjannah,2005) menyatakan bahwa diagnosa
keperawatan berbeda dari diagnosa psikiatrik medis dimana diagnosa keperawatan
adalah respon klien terhadap masalah medis atau bagaimana masalah
memperngaruhi fungsi klien sehari-hari yang merupakan perhatian utama
diagnosa keperawatan. Menurut Kusumawati&Yudi (2010) pada pohon masalah
dijelaskan bahwa Isolasi sosial merupakan etiologi, gangguan persepsi sensori :
halusinasi merupakan core problem atau masalah utama resiko perilaku kekerasan
merupakan akibat. Hal ini sesuai dengan apa yang terjadi pada klien. Ny S sudah
menunjukan tanda-tanda terjadinya resiko perilaku kekerasan. merupakan akibat.
Menurut NANDA (2015-2017) pada diagnosa gangguan persepsi halusinasi
memiliki batasan karakteristik: perubahan dalam perilaku, perubahan dalam
menejemen koping, disorientasi, konsentrasi buruk, gelisah, dan distorsi sensori
seperti bicara sendiri, tertawa sendiri mendengar suara yang tidak nyata, dan
mondar mandir. Data yang memperkuat penulis mengangkat diagnosa gangguan
persepsi sensori: Halusinasi penglihatan dan pendengaran yaitu data subyektif
yang diperoleh dari Ny S yaitu klien mengatakan melihat anaknya yang sudah
meninggal dan mendnegar suara suara yang membisikinya. Sedangkan data
obyektif yang didapatkan klien klien tampak sering berbicara sendiri, klien
tampak sering bingung dan mondar mandir, mengalami disoreientasi waktu dan
orang serta Klien sulit untuk fokus.
3. Intervensi Keperawatan
Menurut Ali (dalam Nurjanah, 2005) rencana tindakan keperawatan merupakan
serangkaian tindakan yang dapat mencapai setiap tujuan khusus. Perencanaan
keperawatan meliputi perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian asuhan
keperawatan pada klien berdasarkan analisis pengkajian agar masalah kesehatan
dan keperawatan klien dapat diatasi. Rencana keperawatan yang penulis lakukan
sama dengan landasan teori, karena rencana tindakan keperawatan gersebut telah
sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedure) yang telah ditetapkan.
Dalam kasus penulis juga mencantumkan alasan ilmiah atau rasional disetiap
tindakan keperawatan. yaitu Menurut Kusumawati & Yudi (2010) tujuan umum
berfokus pada penyelesaian penyebab dari diagnosis keperawatan.Tujuan khusus
merupakan rumusan kemampuan klien yang perlu di capai atau dimiliki.
Kemampuan ini dapat berfariasi sesuai dengan masalah dan kebutuhan klien.
Kemampuan pada tujuan khusus terdiri atas tiga aspek yaitu: kemampuan
kognitif, psikomotorik, afektif yang perlu dimiliki klien untuk menyelesaikan
masalahnya.
Sehubungan dengan data-data yang diperoleh dan disesuaikan dengan waktu,
maka penulis merencanakan akan melaksanakan 3 SP, yaitu SP1 (Bina hubungan
saling percaya, Diskusikan jenis halusinasi klien, penyebab halusinasi, isi, waktu,
frekuensi, dan respon terhadap halusinasinya, Diskusikan cara mengontrol
halusinasi dengan menghardik, Anjurkan pasien memasukkan cara menghardik
halusinasi dalam jadwal kegiatan harian), SP 2 ( Latih klien mengontrol halusinasi
tentang patuh minum obat secara teratur, Anjurkan klien memasukkan dalam
jadwal harian) dan SP 3 ( Latih pasien mengendalikan halusinasi dengan
bercakap-cakap bersama orang lain, Anjurkan pasien memasukkan ke dalam
jadwal harian)
4. Implementasi Keperawatan

Menurut Effendy (dalam Nurjanah,2005) implementasi adalah pengelolaan


dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan. Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri
(independent), saling ketergantungan atau kolaborasi (interdependent), dan
tindakan rujukan atau ketergantungan (dependent).Penulis dalam melakukan
implementasi menggunakan jenis tindakan mandiri dan saling ketergantungan.
Implementasi yang telah dilaksanakan antara lain: Senin, 1 April 2019
Melakukan SP1P yang meliputi : Mendiskusikan jenis halusinasi klien, penyebab
halusinasi, isi, waktu, frekuensi, dan respon terhadap halusinasinya,
Mendiskusikan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik, Menganjurkan
pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian, ,
Selasa, 2 April 2019: Melakukan SP2P yang meliputi :Mengevaluasi kemampuan
klien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, Memberikan pendidikan
kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur, Menganjurkan klien
memasukkan dalam jadwal harian, Rabu, 3 April 2019: Melakukan SP3P yang
meliputi : Mengevaluasi kemampuan pasien dapat mengontrol halusinasi dengan
cara menghardik dan minum obat, Melatih pasien mengendalikan halusinasi
dengan bercakap-cakap bersama orang lain, Menganjurkan pasien memasukkan
ke dalam jadwal harian,
5. Evaluasi Keperawatan

Menurut Kurniawati (dalam Nurjanah,2005) evaluasi adalah proses


berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi
dibagi dua,yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap seslesai
melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan
membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah
ditentukan. Pada kasus ini penulis hanya menggunakan evaluasi sumatif. Penulis
melakukan evaluasi setiap pelaksanaan SP. Hasil akhir dari pelaksanaan SP 1, 2
dan 3 adalah klien mengerti bahwa suara yang sering didengarnya itu hanya suara
palsu dan tidak nyata hanya halusinasinya saja, serta mampu melakukan cara
mengontrol halusinasi dengan cara menghardik: menutup telinga dan mata sambil
berdoa, sehingga dapat dianalisis bahwa masalah teratasi Evaluasi sudah
dilakukan penulis sesuai keadaan klien.

b. Kekuatan Atau Kemudahan Selama Diberikan Asuhan Keperawatan


1. Ny S cukup kooperatif namun jika sedang ingin sendiri, klien tidak mau bicara.
2. Ny S mengisi waktu luangnya dengan mengobrol bersama teman-teman

c. Kelemahan Atau Kesulitan Saat Melakukan Implementasi Dalam


Mengatasi Diagnosa Keperawatan
Saat melakukan pengkajian untuk yang pertama kali, Ny S selalu
berbicara berbelit belit dan menyimpang dari maksud dan tujuan pembicaraan.
Klien juga masih enggan menceritakan semua masalahnya. Hanya menceritakan
potongan-potongan cerita di masa lalu. Setelah dilakukan bina hubungan saling
percaya, klien mulai menceritakan masalahnya secara detail kepada penulis.
Pada proses implementasi selanjutnya, klien sudah mulai terbiasa bercerita dan
mulai focus pada pembicaraan.
BAB IV
IMPLIKASI KEPERAWATAN

a. Kesimpulan
Setelah dilakukan pengkajian dan perawatan pada Ny. S dengan
gangguan persepsi sensori di ruang brotojoyo RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Semarang selama tiga hari, dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan
pengkajian dan tindakan keperawatan sangat penting membina hubungan
saling percaya dan membutuhkan kolaborasi yang baik antara tenaga medis,
keluarga dan lingkungan pasien agar tujuann dari perawatan klien dapat
tercapai. Sedangkan implementasi yang telah dilaksanakan selama tiga hari,
klien dapat berlatih dan menerapkan SP yang diajarkan dari mulai SP 1
sampai SP 3, meskipun halusinasi belum hilang sepenuhnya, tapi kemampuan
klien untruk mengontrol halusinasi sudah meningkat.
b. Saran
i. Klien
- Berlatih untuk menghardik
- Minum obat secara rutin dengan prinsip 5 benar obat
- Berlatih untuk bercakap-cakap
ii. Keluarga
- Berperan serta dalam pemusatan kemajuan klien
- Membantu klien dalam pemenuhan aktivitas positif
- Menerima klien apa adanya
iii. Perawat
- Menyarankan keluarga untuk selalu mendukung klien
- Menyarankan keluarga untuk menyiapkan lingkungan di rumah
- Meningkatkan pemenuhan kebutuhan dan perawatan klien
JADWAL KEGIATAN PASIEN

Hari, Kegiatan Mandiri Dengan Ketergan Ttd


tanggal/ jam bantuan tungan
Senin, 1
April 2019

Jam 10.00 Mengontrol halusinasi dengan v


menghardik

Jam 11.45 Latihan menghardik v


Selasa, 2
April 2019

Jam 09.00 Validasi kemampuan menghardik v

Mengontrol halusinasi dengan


Jam 09.15 mengajarkan Teknik minum obat v
Rabu, 3
April 2019

16.30 Validasi kemampuan V


menghardik,mengidentifikasi obat
Mengontrol halusinasi dengan
16.45 bercakap cakap v
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B. A. dkk. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN


(Basic Course). Jakarta : EGC. Kurniadi, Anwar. (2013). Manajemen
Keperawatan dan Prospektifnya: Teori dan Aplikasi.Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Kusumawati dan Hartono .2010 .Buku Ajar Keperawatan Jiwa .Jakarta :


Salemba Medika
Ngadiran, A. 2010. Studi Fenomena Pengalaman Keluarga Tentang Beban
dan Sumber Dukungan Keluarga Dalam Merawat Klien Dengan
Halusinasi. Thesis.FIK UI.
Nurjanah, I. 2004. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa Manajemen,
Proses Keperawatan Dan Hubungan Teraupetik Perawat-Klien.
Yogyakarta: Moco Media.
Videbeck, Sheila L,. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Yusalia, Refiazka. 2015. Laporan Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan
Halusinasi. www.academia.edu. diakses pada: 6 April 2019
Pambayun, Ahlul H. 2015. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. S Dengan
Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran Ruang 11 (Larasati)
RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Asuhan Keperawatan
Psikiatri Akademi Keperawatan Widya Husada Semarang.
Stuart dan Sundeen .2009 .Buku Keperawatan Jiwa .Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai