Anda di halaman 1dari 8

FAKTOR RISIKO AKTIVITAS FISIK DAN RIWAYAT

KELUARGA DENGAN OBESITAS PADA REMAJA DI


DAERAH PESISIR KOTA KENDARI

Hasil Penelitian

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Mencapai Strata Sarjana (S1)


Pada Program Studi Pendidikan Dokter

Oleh :

ANASTALIA SELY PONGREKUN


K1A113146

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
2018

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Obesitas telah menjadi masalah kesehatan yang epidemi di seluruh dunia.

Prevalensi obesitas di seluruh dunia hampir tiga kali lipat pada tahun 1975 hingga tahun

2016 (WHO, 2013). Sekitar1,9 miliar orang dewasa berusia ≥18 tahun mengalami berat

badan berlebih dan 600 juta orang diantaranya mengalami obesitas. Secara

keseluruhan, sekitar 13% populasi orang dewasa di dunia meliputi 11% penduduk laki-

laki dan 15% penduduk perempuan mengalami obesitas ( WHO, 2016 ).

Studi pada kesehatan reproduksi mendefinisikan remaja sebagai orang muda

berusia 15-24 tahun (IDAI, 2013). Menurut United Nations Childrens’s Fund (UNICEF),

remaja usia 15-19 tahun merupakan fase akhir dari usia remaja dimana terjadi

pertumbuhan fisik dominan yang masih diikuti dengan perkembangan yang spesifik

(UNICEF, 2011). Selain itu, aktivitas fisik remaja sebagian besar memiliki aktivitas fisik

yang rendah sehingga cenderung memiliki berat badan berlebihan dibanding anak-anak

yang memiliki aktivitas yang normal (Hilss dkk, 2014).

Hasil studi yang dilaporkan oleh Chan dkk (2017) menunjukkan bahwa aktivitas fisik

berhubungan dengan kejadian obesitas pada usia remaja sampai diatas 18 tahun dengan

jumlah sampel 17.261 orang. Kesimpulan studi tersebut adalah orang yang memiliki

berat badan yang berlebihan atau obesitas memiliki aktivitas yang jauh lebih rendah

dibandingkan yang memiliki berat badan normal.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

i
A. Tinjauan Umum Variabel

1. Obesitas

a. Pengertian Obesitas

Obesitas secara fisiologik didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana lemak

terakumulasi secara tidak normal atau berlebih di jaringan adiposa sampai kadar

tertentu sehingga dapat mengganggu kesehatan (WHO, 2016). Batas umum

untuk obesitas umumnya adalah kelebihan berat lebih dari 20% standar normal (

Sherwood, 2014 ). Obesitas merupakan penyebab utama penyakit yang dapat

dicegah. Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah orang yang kelebihan berat

badan dinegara-negara industri telah meningkat secara signifikan. Di Indonesia ,

sebanyak 40 juta orang dewasa mengalami kegemukan dan masuk ke peringkat

10 daftar negara-negara dengan tingkat obesitas terbanyak didunia (Dinkes

Sultra, 2016).

Peningkatan angka kejadian obesitas memiliki dampak pada anak usia

sekolah dan berisiko lebih tinggi terkena obesitas pada usia dewasa. Dampak

obesitas menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) (2016)

obesitas berat (morbid obesity) atau obesitas jangka panjang dapat

mengakibatkan kondisi medis yang serius, salah satunya adalah diabetes

mellitus tipe 2.

Menurut Wilkinson (2008) obesitas pada anak sama dengan obesitas pada

dewasa didefinisikan dengan Indeks Massa Tubuhnya (IMT). IMT merupakan

pengukuran yang digunakan pada anak dan dewasa untuk mengetahui status

beratnya. Menurut Janssen dkk.,(2004) dalam Wilkinson, (2008) IMT yaitu

perbandingan berat badan (dalam kilogram) dengan kuadrat tinggi badan (dalam

i
meter). Untuk anak di Amerika status berat badan lebih (overweight)

didefinisikan dengan menggunakan kurva/grafik Indeks Massa Tubuh

berdasarkan umur dan jenis kelamin dari Center for Disease control and

Prevention (CDC). Untuk IMT lebih dari persentil 95 maka anak dikatakan

obesitas (Daniels dkk, 2005 dalam Wilkinson, 2008).

b. Faktor Risiko Obesitas

Obesitas pada anak menjadi masalah kesehatan yang kompleks. Hal ini

terjadi ketika seorang anak memiliki berat badan yang berlebih yang tidak sesuai

dengan usia dan tinggi badannya. Penyebab kelebihan berat badan pada anak-

anak sama dengan orang dewasa yaitu faktor perilaku dan genetika seseorang.

Perilaku yang mempengaruhi penambahan berat badan berlebih seperti

mengkonsumsi makanan dan minuman berkalori tinggi, aktivitas fisik yang

kurang, menonton televisi atau perangkat layar lainnya yang lama, penggunaan

obat, dan rutinitas tidur (CDC, 2016). Beberapa faktor yang mempengaruhi

terjadinya obesitas pada anak yaitu:

1. Jenis kelamin

Jenis kelamin berperan dalam kejadian obesitas. Menurut Misnadiarly

(2007) obesitas lebih sering dijumpai pada perempuan dibandingkan dengan

laki-laki disebabkan karena pengaruh hormonal pada perempuan terutama

setelah kehamilan dan pada saat menopause. Begitupun dengan obesitas

yang terjadi pada anak-anak dan remaja. Hal tersebut dibuktikan dengan

penelitian yang dilakukan oleh (Maruf dkk, 2013) pada usia 11-18 tahun

i
remaja perempuan memiliki IMT lebih tinggi dibandingkan dengan remaja

laki-laki.

2. Genetik

Obesitas pada anak-anak sebagian besar diwariskan dari keluarganya.

Seorang anak yang memiliki ayah dan/atau ibu yang obesitas, maka ia pun

cenderung mengalami obesitas (Nurmalina, 2011). Menurut Kurdanti dkk

(2015) jika ayah atau ibu mengalami obesitas maka kemungkinan anaknya

juga mengalami obesitas 40% dan jika kedua orangtuanya mengalami

obesitas maka kemungkinan anaknya mengalami obesitas jauh lebih besar

yaitu 70-80%. Gen berperan dalam menyebabkan kelainan pada jaras yang

mengatur pusat makan dan pengaturan pengeluaran dan penyimpanan

lemak. Gen-gen yang terlibat dalam obesitas tersebut antara lain : mutasi

MCR-4 (Guyton, 2007), defisiensi leptin kongenital dan mutasi reseptor leptin

(Flier dkk, 2007).

3. Tingkat sosial ekonomi

Masyarakat yang memiliki status sosial ekonomi yang tinggi dapat

berpengaruh terhadap kejadian obesitas pada anak. Hal ini dikarenakan

fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh masyarakat tersebut dapat menunjang

sehingga kurangnya aktivitas fisik yang dilakukan pada anak. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh (He dkk, 2014) terjadi peningkatan kejadian

obesitas pada anak-anak di China yang memiliki status ekonomi yang tinggi

karena tingginya daya beli masyarakat terhadap barang-barang obesogenik.

i
Adapun penelitian yang dilakukan oleh (Wu dkk, 2015) yang tidak sejalan

dengan penelitian diatas dengan mengumpulkan data dari China Health and

Nutrition (CHNS) dari tahun 1991-2006 anak-anak di China yang memiliki

status sosial ekonomi yang rendah memiliki risiko kelebihan berat badan atau

obesitas lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak yang status ekonomi

yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan murahnya makanan yang berkalori

tinggi.

4. Aktivitas Fisik

Menurut U.S Health and Human Services (2017) hanya 1 dari 3 anak

yang aktif melakukan aktivitas fisik setiap hari. Aktivitas fisik dizaman modern

ini sudah jarang dijumpai karena tersedianya alat transportasi lainnya.

Sebagian besar anak-anak dan remaja di negara barat tidak memenuhi

panduan aktivitas fisik yang direkomendasikan. Anak yang memiliki aktivitas

fisik yang rendah cenderung memiliki berat badan yang berlebih

dibandingkan dengan anak yang memiliki aktivitas fisik yang kurang (Hills dkk,

2011).

5. Pola Makan

Salah satu penyebab dari obesitas adalah pola makan yang tidak teratur.

Masyarakat cenderung memilih makanannya sendiri terutama makan yang

cepat saji dan tinggi karbohidrat sehingga mengakibatkan masyarakat

mengalami kelebihan asupan makanan dan obesitas atau kelebihan berat

badan akan sulit untuk dihindari (Freitag, 2010 dalam Rossy Pratiwi, 2018 ).

i
Asupan lemak yang lebih ditemukan lebih banyak pada kelompok

obesitas dibandingkan kelompok tidak obesitas. Hasil penelitian tentang

asupan lemak disebagian besar sampel penelitian mengkonsumsi makanan

tinggi lemak seperti gorengan yaitu tempe mendoan, tahu goreng, lumpia,

risoles, martabak, telur dadar dan biasanya makanan yang digoreng tersebut

tinggi protein. Dengan demikian makanan yang digoreng memiliki kontribusi

yang besar dalam asupan lemak tiap harinya. Namun, masalah obesitas

sesungguhnya bukan terletak pada pola santap yang berlebihan melainkan

memilih jenis santapan (Marmi, 2013).

c. Obesitas Pada Remaja

Berdasarkan hasil survei pendahuluan menunjukkan bahwa persentase

remaja obesitas di SMAN 9 Yogyakarta sebesar 15,83% sedangkan menurut

penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa persentase obesitas pada remaja di

SMAN 6 Yogyakarta sebesar 64%. Penelitian ini menganalisis multifaktor yang

mungkin berkontribusi terhadap terjadinya obesitas pada remaja yaitu dari

faktor asupan makan, faktor aktivitas fisik, faktor psikologi (harga diri), faktor

genetik (Kurdanti dkk, 2015)

Obesitas juga dapat meningkatkan risiko gangguan toleransi glukosa,

resistensi insulin, dan diabetes mellitus tipe 2 (CDC, 2016). Selain itu obesitas

juga memiliki dampak terhadap pernafasan, seperti asma dan sleep apnea,

masalah sendi dan ketidaknyamanan muskuloskeletal, masalah psikologis

i
seperti kecemasan dan depresi, harga diri rendah dan rendahnya kualitas hidup,

dan masalah sosial seperti bullying dan stigma (Bass dan Eneli, 2014).

Menurut Ginanjar (2008) Obesitas dapat dinilai melalui berbagai metode

atau tehnik pemeriksaan. Cara yang obyektif untuk mengukur kelebihan berat

badan adalah dengan menghitung BMI (Body Mass Index) atau Indeks Massa

Tubuh.Pengukuran BMI/IMT dilakukan dengan cara membagi nilai berat badan

(kg) dengan nilai kuadrat dari tinggi badan (m).

Anda mungkin juga menyukai