TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Anestesiologi merupakan suatu disiplin dalam ilmu kedokteran yang dalam praktek
kedokteran diimplementasikan sebagai peayanan anetesia.
Keanggotaan perhimpunan dokter spesialis anestesiologi dan reannimasi ( IDSAI )
menjamin hak dan wewenang seorang dokter spesialis anestesiologi dan reanimasi ( SpAn )
,sekaligus menuntut dedikasi terhadap pelaksanaan kode etik kedokteran Indonesia dalam
pelayanan anetesia.
Pelayanan anestesia pada hakekat nya harus bisa memberikan tindakan medis yang
aman , efektif, berperikemanusiaan, berdasarkan ilmu kedokteran yang mutakhir dan
teknologi tepat guna dengan mendayagunakan sumber daya manusia yang berkompeten hdan
profesional dalam menggunakan peralatan dan obat-obatan yang sesuai dengan standard,
pedoman dan petunjuk profesi anestesiologi dan reanimasi Indonesia.
B. TUJUAN
1. Memberikan pelayanan anestesia, analgesia dan sedasi secara berperikemanusiaan dan
memuaskan bagi pasien yang menjalani pembedahan , prosedur medis atau trauma yang
menyebabkan rasa nyeri, kecemasan dan stress psikis lain.
2. Menunjang fungsi vital tubuh terutama jalan nafas, pernafasan, kardiovaskuler dan
kesadaran pasien yang menglami gangguan atau ancaman nyawa karena menjalani
pembedahan , prosedur medis, trauma atau penyakit lain.
3. Melakukan reanimasi/resusitasi (basic,advanced,prolonged life support) pada kegawatan
mengancam nyawa dimanapun pasien berada ( ruang gawat darurat, kamar bedah, ruang
pulih, ruang terapi intensif /ICU dan lain-lain.
4. Menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, asam basa dan metabolism tubuh pasien yang
mengalami gangguan atau ancaman nyawa pada pembedahan , prosedur medis, trauma
atau penyakit lain.
5. Menanggulangi masalah nyeri akut kronik dan nyeri membandel ( nyeri kanker dan
penyakit kronik)
6. Memberikan bantuan terapi pernafasan.
C. RUANG LINGKUP
a. Pelayanan anestesia/analgesia , dikamar bedah dan diluar kamar bedah ( ruang radiologi ,
ruang pencitraan, endoskopi, diagnostic, katerisasi, kamar bersalin, ruang rawat, dll )
b. Pelayanan kedokteran perioperatif
c. Penanggulangan nyeri akut ( nyeri persalinan, nyeri perioperatif, dll )
d. Penanggulangan nyeri kronik ( penyakit kronik dan kanker )
e. Resusitasi jantung paru otak
f. Emergency care
g. High care/ intermediate care
h. Intensive care
D. BATASAN OPERASIONAL
E. LANDASAN HUKUM
PEDOMAN ETIK DOKTER SPESIALIS ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI
INDONESIA
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap SpAn hendaknya menjunjung tinggi,menghayati dan mengamalkan sumpah dokter dan kode
etik kedokteran indonesia.
Pasal 2
Setiap SpAn hendaknya menyadari bahwa tindakan anestesia dan reanimasi berisiko tinggi dan dapat
mengancam nyawa ,oleh karena itu harus di lakukan dengan upaya sunguh-sunguh, tepat dan cermat.
Pasal 3
Setiap SpAn tidak akan mengupayakan pengakhiran kehidupan manusia ataupun memperpanjang
proses kematian pada pasien yang akan meninggal alamiah.
Pasal 4
Setiap SpAn hendaknya menyadari bahwa dalam melaksanakan profesinya perlu bekerja sama dengan
profesi medis, keperawatan dan tenaga kesehatan lainya.
Pasal 5
Setiap SpAn hendaknya menyadari bahwa untuk mewujutkan profesinya yang optimal di perlukan
keadaan diri sehat jasmani dan rohani.
Pasal 6
Setiap SpAn hendaknya menyadari bahwa untuk mewujudkan profesinya di perlukan kompetensi
tinggi dengan kebebasan teknik medis,disertai dengan rasa tanggu jawab,integritas moral luhur,rasa
kasih sayang dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 7
Setiap SpAn hendaknya mengawasi dan mencegah obat-obat yang digunakan selama melakukan
pelayanan anestesiologi dan reanimasi untuk tidak disalah gunakan oleh siapapun.
KEWAJIBAN TERHADAP PASIEN
Pasal 8
Setiap SpAn wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk
kepentingan terbaik pasien. Dalam hal ia tidak mampu dan atau menghadapi komplikasi berat, ia
wajib minta bantuan atau merujuk pasien pada dokter yang mempunyai kompetensi dalam hal
tersebut.
Pasal 9
Setiap SpAn hendaknya memberikan informasi memadai yang benar kepada pasien dan atau
keluarganya berkaitan dengan tindakan anestesia dan reanimasi pada pasien tersebut.
Pasal 10
Setiap SpAn hendaknya memberikan kesempatan kepada pasien dan atau keluarga terdekat untuk
memberikan persetujuan atau penolakan terhadap tindakan pelayanan anestesia dan reanimasi yang
akan dilakukan.
Pasal 11
Setiap SpAn hendaknya perupaya secara optimal dalam melakukan upaya optimal anestesia dan
reanimasi sesuai standar profesi dan atau menurut kaidah kedokteran yang telah teruji secara ilmiah
kebenarannya.
Pasal 12
Setiap SpAn hendaknya melakukan penilaian dan pertimbangan profesi yang matang berdasarkan
keadaan pasien, permintaan pasien dan atau keluarganya dan atau pertimbangan ahli lainnya dalam
menentukan pasien tidak perlu medapat resusitasi.
Pasal 13
Setiap SpAn wajib merahasiakan segala sesuatu yang di ketahuinya tentang seorang pasien,bahkan
juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 14
Setiap SpAn wajib melindungi pasien yang memperoleh tindakan anestesia dan raenimasi dari
perbuatan yang tidak besusila atau menyinggung martabat manusia.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 15
Setiap SpAn yang bekerja dalam satu tim dengan profesi medis lainnya hendaknya menghormati
kebebasan, kewajiban dan hak profesi masing-masing yang mandiri.
Pasal 16
Setiap SpAn hendaknya memberikan nasehat dan bimbingan kepada sejawat lainnya yang
kompetisinya kurang memadai.
Pasal 17
Setiap SpAn hendaknya mengetahui penyimpangan pelayanan, atau melakukan penipuan dan
pengelabuan dalam beroperasi hendakanya melaporkannya kepada perhimpunan profesi.
Pasal 18
Setiap SpAn hendaknya menghormati dan tenggang rasa dalam menjalin hubungan profesi dengan
SpAn lainnya sebagaimana ia sendiri ingin di perlakukan.
Pasal 19
Setiap SpAn tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau
berdasarkan prosedur yang etis.
Pasal 20
Setiap SpAn wajib memberikan sebagian honorariumnya yang wajar sesama SpAn yang di
gantikannya karena SpAn tersebut meninggal dunia,sakit,cacat tidak dapat bekerja,pada saat
melaksanakan tugas negara, masyarakat atau tugas profesi.
Pasal 21
Sertiap SpAn tidak di benarkan mengambil keutungan finansial dari teman sejawat lainnya dalam
melakukan profesinya.
Pasal 22
Setiap SpAn bekerja dalam satu kelompok SpAn hendaknya menaati kewajiban dan haknya yang
telah disepakati bersama-sama secara wajar denghan penuh itikad baik.
KEWAJIBAN TERHADAP DIRI SENDIRI
Pasal 23
Setiap SpAn hendaknya memelihara kesehatan jasmani dan rohaninya supaya dapat bekerja atau
menjalankan profesinya dengan baik.
Pasal 24
Setiap SpAn hendakanya senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran/kesehatan.
Pasal 25
Setiap SpAn harus membatasi diri dalam pelayanan anestesia dan reaniamasi agar tetap dapat menjaga
kwalitas pelayanan profesi yang baik dan aman.
Pasal 1
Sumpah dokter indonesia telah diakuai dalam PP No.26 tahun 1960. Lafal ini terus disempurnakan
sesuai dengan dinamika perkembangan internal dan eksternal profesi kedokteran baik dalam lingkup
nasional maupaun internasional. Penyaempurnaan sumpah dokter dan kode etik kedokteran indonesia
dilakukan pada musyawarah kerja nasional etim kedokteran II,tahun 1981, pada rapat kerja nasional
majelis kehormatan etika kedokteran (MKEK) dan majelis pembinaan dan pembelaan anggota
(MP2A), tahun 1993, dan pada musyawarah kerja nasional etik kedokteran III, tahun 2001.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
a. Dilarang turut serta dan melakukan eutanasia.
b. Dilarang turut serta dan atau melakukan penyiksaan dan ekseskusi mati.
c. Dilarang turut serta dan melakukan abortus provokatus kriminalis.
d. Dilarang memperpanjang kehidupan pada kasus-kasus terminal yang sudah sampai pada
kesia-siaan medis(medical futility).
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Setiap SpAn hendaknya mengendalikan diri, mencegah dan mengawasi penyalahguaan obat-
obatan terutama narkotik,obat penenang dan zat adiktif oleh diri sendiri maupun orang lain.
Pasal 8
Dokter yang mempunyai kompetensi dalam hal tersebut adalah dokter yang mempunyai kompetensi
keahlian dibidang tertentu menurut dokter yang waktu itu sedang menangani pasien.
Pasal 9
Yang dimaksud dengan informasi adalah keterangan yang benar yang berkaitan dengan tindakan yang
akan dilakukan, tujuannya, keuntungan dan kerugiannya serta kemungkinan risiko dan komplikasinya.
Pasal 10
Sesuai dengan permenkes no. 290 tahun 2008 tentang persetujuan tindakan kedokteran, terapi ada
perkecualian yaitu untuk menghentikan ventilator pada pasien yang sudah sampai kesia-siaan medis
tidak perlu persetujuan keluarga.
Pasal 11
Standard profesi adalah standard yang disusun oleh organisasi profesi dan disahkan oleh departemen
kesehatan.
Yang dimaksud dengan teruji secara ilmiah adalah yang telah dilakukan penelitian dengan metodologi
penelitian kedokteran yang benar dan telah diterima oleh masyarakat kedokteran.
Pasal 12
Pasien yang tidak perlu mendapatkan pertolongan resusitasi adalah (terapi tidak terbatas pada) pasien
yang telah mati batang otak, hidup vegetatif dan stadium terminal penyakit yang sudah tidak dapat
disembuhkan lagi berdasarkan pertimbangan media atau permintaan pasien/keluarga terdekat.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Setiap anggota tim mempunyai tugas dan kewajiban profesi masing-masing dan sadar akan batas-
batas kewenangan dan tanggung jawabnya.
Pasal 16
Demi kepaentingan keselamatan pasien dan martabat profesi,maka sejawat dengan kompetensi kurang
memadai perlu diberi nasehat dan pembinaan, baik secara langsung maupun melalaui perhimpunan
profesi. Sedangkat terhadap sejawat yang menyimpang atau melakukan penipuan dalam berprofesi
perlu diberi nasehat baik secara langsung maupun melalui perhimpunan profesi.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Seorang SpAn yang sudah terdaftar di suatu RS/tempat praktik lain harus mendapat kesempatan
melakukan praktek profesinya di RS/tempat itu. Seoarang SpAn tidak boleh mengambil alih pasien
tanpa izin yang bersangkutan.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Dalam melakukan pelayanan anestesia hendaknya memenuhi standard pelayanan profesi yang berlaku
di wilayahnya, mengukur kemampuan diri sendiri dan memperhatikan kebutuhan kesejateraan SpAn
lainnya.
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
A. KUALIFIKASI SDM
Pelayanan anestesia adalah bagian vital dari pelayanan kesehatan dasar yang memerlukan
tenaga/personil yang kompeten. Tindakan anetesia adalah tindakan medis dan dilakukan oleh tenaga
medis yang telah mendapat pendidikan / pelatihan yang legal.
untuk menjamin mutu pelayanan yang efektif,efisien, berperikemanusiaan dan memuaskan , SpAn
harus dievalusi secara berkala dengan menjalankan kegiatan continuing professional development
(CVP ) atau program pengembangan pendidikan keprofesian berkelanjutan (P2KB) setiap tahun dan
memperbaharui sertifikat kompetensi dan STR sesuai undang-undang yang berlaku.
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
C. PENGATURAN JAGA
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. MESIN ANESTESI
Untuk setiap kamar operasi, minimal harus ada satu unit mesin anestesi yang dapat di
gunakan untuk pemberian oksigen juga gas anestetik lainnya yang lazim digunakan.
Peralatan esensial dalam mesin anestesi mencakup :ku
1. Vaporizer yang terkaibrasi baik atau system lainnya yang dirancang untuk pemberian
obat-obat anestesi inhalasi secara akurat.
2. Siste pernafasan dengan berbagai ukuran yang memadai untuk memastikan sterilisasi gas
anestetik yang diberikan kepada setiap pasien
3. System pernafasan untuk pediatrick jika diperlukan.
Alat pengaman yang mutlak harus ada pada setiap mesin anestesia mencakup :
1. System pengaman gas medis yang dapat mencegah kekeliruan sambungan gas.
2. Katup pembebas tekanan yang berlebihan ( high pressure relief valve ).
3. Alat anti-hipoksia ( anti hypoxic device) untuk penggunaan N2O.
Untuk perlindungan dan keamanan tim dikamar operasi diperlukan peralatan untuk
pembuangan gas anestesi ( scavenging system ) yang memadai.
Pada anestesia rawat jalan pasien disispakan dari rumah dan tidak di rawat inap
dengan status fisis ASA 1 dan 2 dan prosedur tindakan ringan atau sedang.
1. Standar –standard, pedoman dan petunjuk praktek IDSAI hendaknya diikuti kecuali bila
tidak dapat diterapkan pada pasien rawat jalan.
2. Seorang dokter yang berwenang hendaknya berda di sarana kesehatan setiap sat selama
pengelolaa dan pemulihan pasien serta sampai pasiensecara medisdu pulangkan, atau
3. Fasilitas bangunan , konstruksi,perlengkapan dan pengoperasiannnya harus menurut
undang – undang dan peraturan yang berlaku . fasilitas tersebut hendaknya memiliki
sumber oksigen, alat hisap , peralatan resusitasi yang handal dan obat-obat darurat.
4. Tenaga yang berkualifikasi dan wewenang serta peralatan hendaknya siap untuk
mengatasi kedaruratan. Hendaknya ada kebijaksanaan – kebijaksanaan dan prosedur
untuk merespon kedaruratan dan pemindahan pasien ke fasilitas pengelolaan akut.
5. Pengelolaan minimal pasien hendaknya mencakup :
- Intruksi- instruksi dan persiapan pra anestesi ;
- Evaluasi dan pemeriksaan pra anestesi yang tepat oleh SpAn
- Kajian – kajian dan konsultasi pra anestesi sesuai indikasi medis
- Perencanaan anestesi oleh SpAn dan sedapat mungkin didiskusikan serta dapat dierima
pasien
- Pemberian anestesi dilakukan oleh SpAn atau peserta PPDS-1 anestesiologi dibawah
supervises SpAn
- Pasien yang menjalani anetesi selain anestesi local tanpa suplemen ( sdatif ) harus
dipulangkan dengan didampingi seorang dewasa yang bertanggung jawab.
- Instruksi – instruksi dan pengelolaan tindak lanjut pasca anestesi yang tertulis
- Rekam medis terkini , rahasia dan akat.
Kondisi-kondisi yang merupakan tanda fungsi batang otak yang menghilang adalah:
- Tidak terdapat sikap tubuh yang abnormal ( dekortikasi atau deserebrasi )
- Tidak terdapat sentakan epileptic
- Tidak terdapat reflex-refleks batang otak
- Tidak terdapat nafas spontan.
Agar dapat menerapkan konsep tim pengelola anestesia secara konsisten dengan standar
tertinggi pengelolaan pasien, maka langkah-langkah penting baerikut ini hendaknya dipatuhi
a. Pengarahan medis
Rencana anestesia, tatalaksana atau instruksi yang diberikan SpAn dengan tanggung
jawabnya mencakup :
- Evaluasi pra anestesia terhadap pasien.
- Penentuan rencana anestesia.
- Partisipasi perorangan dalam prosedur-prosedur yang paling dibutuhkan dalam
rencana ini, khususnya prosedur induksi dan pengakhiran anestesia.
- Mengikuti jalannya pemberian anestesia secara periodic dan sering.
- Tetap hadir secara fisis untuk diagnosis dan penanganan kedaruratan segera.
c. Pasca anestesi
1. Evaluasi pasien pada saat masuk dan keluar dari ruang pulih
2. Catatan tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran secara kronologis
3. Semua jenis dan dosis obat yang diberikan.
4. Jenis dan jumlah cairan intravena yang diberikan, termasuk darah dan produk darah.
5. Peristiwa tidak lazim yang mencakup komplikasi pasca anestesia atau pasca tindakan.
6. Intervensi tindakan medis yang dilakukan.
Penanganan efektif nyeri akut merupakan komponen fundamental dari pelayanan pasien berkualitas
(quality patient care).
Edukasi pasien:
Perilaku dan kepercayaan pasien dapat mengubah persepsi nyeri dan kebutuhan analgesic, karena itu
pendidikan pada pasien dan yang merawatnya (carer) dapat secara positif mempengaruhi hasil akhir
dari penanggulangan nyeri akut. Demikian pula sebaliknya, pelayanan yang baik (carer) dapat
meningkatkan kepuasan penderita walaupun level nyerinya (VAS-nya) masih relatif tinggi (kepuasan
dan level nyeri tidak berbanding lurus)
1. Diskusi dan bacaan tentang analgesia,peranannya dalam pemulihan dan rehabilitasi, dan
ketersediaan pilihan lainnya (farmakologik dan non farmakologik), merupakan komponen
esensial dari konsultasi penanggulangan nyeri akut.
2. Ketersediaan bahan bacaan yang tepat akan menambah pengertian dan ekspektasi ( harapan)
dari pasien yang merawatnya ( carers) terhadap ketersediaan terapi farmakologik dan non-
farmakologik.
Terapi farmakologi :
Obat-obatan yang dapat dipakai termasuk opioid, anti inflamasi non steroid dan anestetik lokal, juga
obat tambahan seperti anti depresan, anti konpulsan dan stabilisator membran.
Agar mendapat efek terapetik terbaik dan efek samping minimal, beberapa obat analgetik memerlukan
totrasi dan indivualisasi dosis secara cermat. Untuk pemakaian opioid, perlu dosis awal yang tepat
(pada orang dewasa berdasarkan berat badan), dosis interval yang sesuai dengan jalur pemberian dan
pemantauan reguler terhadap skor nyeri dan sedasi, laju nafas dan efek samping yang terjadi.
Analgesia multimodal (pemakaian beberapa analgetik dari golongan yang berbeda) meningkatkan
efektifitas penanggulangan nyeri akut. Pemberian obat dapat secara oral, subkutan, intra muskular,
intra vena, epidural, intra tekal, inhalasi, rektal, transdermal atau transmukosal.
Beberapa tekhnik pemberian analgetik memerlukan pengetahuan serta keterampilan medik dan
asuhan perawatan yang lebih tinggi, termasuk perlengkapan yang optimal dan mengikuti protokol
serta pedoman yang sudah ditetapkan. Dokter anestesiologi yang menerapkan tekhnik ini dapat
melimpahkan manajemen tersebut kepada tenaga medik lainnya atau perawat atau kepala acute pain
service team, dengan catatan bahwa porsonil tersebut telah mendapat pelatihan yang memadai dan
dokter ansetesiologi yakin akan kompetensi personil yang diberi pelimpahan wewenang.
Obat-obat lain mungkin diperlukan untuk mengatasi efek samping yang berhubungan dengan obat
analgesia atau gejala-gejala lainnya.
Terapi non farmakologik :
1. Terapi non farmakologik hrus dianggap sebagai tambahan dari terapi farmakologik.
2. Terapi kognitif/ perilaku (misalnya relaksasi dan pengalihan perhatian meningkat kan
toleransi terhadap nyeri, tetapi memerlukan latihan sebelum dirawat(misalnya pada kelas
antenatal).
3. Terapi fisik (misalnya pijat, pemanasan, akupuntur dan transcutaneouse ectrical nerve
stimulation) dapat bermanfaat sebagai analgesia tambahan.
Cidera mata
a. Bila tekanan pada mata melebihi tekanan pada vena maka pembuluh darah vena akan kolaps
sedang aliran arteri masih ada sehingga masih bisa terjadi perdarahan arterial.
b. Bila tekanana pada mata melebihi tekanan arterial maka aliran arterial bisa menurun secara
drastis menyebabkan iskemia pada retina.
c. Pembagian bantalan kepala tapal kuda bisa memberi resiko penekanan mata seperti diatas
karena selama prosedur kepala bisa bergeser.
d. Abrasi kornea bisa dicegah dengan memplester mata sedang salep mata belum terbukti
berpengaruh terhadap abrasi kornea tersebut.
Perlengkapan
a. Manset tekanan darah automatis : penggunaan yang tepat manset tekanan darah pada lengan
(misal diletakkan diatas sofa antekubiti) tidak mengubah resiko neuropati ekstremitas atas.
b. Penahan bahu : penggunaan penahan bahu pada posisi kepala lebih rendah dapat
meningkatkan resiko neuropatik perioperatif.