PENDAHULUAN
Latar Belakang
keadaan ikan yaitu sejak individu ikan tersebut menetas (hadir kealam) kemudian
alami atau oleh karna faktor lain. Biologi Perikanan ini merupakan pengetahuan
spesies ikan dan upaya pelestarian spesies ikan yang akan mengalami kepunahan
di perairan lainnya.
nama latin Pisces. Pisces mempunyai dua kelas yaitu Osteichtyes disebut juga
ikan bertulang sejati dan yang kedua kelas Chondrichtyes disebut juga ikan
bertulang rawan dan kedudukannya berada sebagai sub kelas yang termasuk
dalam satu kelas Pisces. Ikan merupakan biota akuatik bersifat mobil atau nekton
berat ikan bertujuan untuk mengetahui variasi berat danpanjang tertentu dari ikan
faktor kondisi atau sering disebut dengan index of plumpness, yang merupakan
salah satu hal penting dari pertumbuhan untuk membandingkan kondisi atau
Dari hubungan panjang dan berat ikan secara tidak langsung kita dapat
menaksir pola pertumbuhan ikan dan penyebarannya darta sifat-sifat dasar ikan
yang akan dihasilkan dan akan menentukan pula kelas umur yang bersangkutan.
Dalam hubungan ini tentu ada faktor-faktor lain yang memegang peran penting
ikan demersal. Sebagai ikan konsumsi, ikan ini bernilai kurang ekonomis
dibandingkan beberapa jenis ikan demersal lainnya. Ikan ini banyak digunakan
sebagai bahan baku pakan dalam budidaya udang dan ikan. Ikan Biji Nangka
habitat ikan Biji Nangka (famili Mullidae) berkisar 40-60 m. Genus Upeneus
Tujuan Penulisan
Manfaat Praktikum
Manfaat dari laporan praktikum ini dalah sebagai salah satu sumber
referensi acuan bagi mahasiswa yang ingin mengetahui tentang hubungan panjang
dan berat pada Ikan Biji Nangka (Upeneus moluccensis). Laporan ini juga sebagai
salah satu syarat untuk mengikuti praktikal tes laboratorium biologi perikanan.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Biji Nangka memiliki bentuk tubuh dengan ukuran kepala yang
relatif kecil serta mulut ramping yang moncong dan terdapat sepasang sungut
pada dagunya. Pada sirip dorsal berwarna coklat tua pada ujungnya. Pada tulang
punggung kedua sampai keempat kira-kira setengah dari panjang tubuh berwarna
merah muda, warna putih pada perut, dan terdapat dua garis kuning mengkilat
pada kedua sisi tubuh. Sirip anus (anal) dan sirip dada berwarna pucat. Warna
sirip ekor (caudal) kuning dan berbentuk cagak. Ikan Biji Nangka menmiliki
beberapa ciri khas, pada sirip dorsal ikan Biji Nangka terdapat 8 jari-jari keras dan
9 jari-jari lemah, sirip anal terdapat 1 jari-jarikeras dan 7 jari-jari lemah, sirip
pektoral terdapat 15-16 jari-jari lemah. Jumlah sisikpada lateral line sebanyak 34-
37 buah sisik (hingga pada pangkal ekor). Tubuhtertutup oleh sisik stenoid.
Tinggi badan bagian dorsal kurang lebih 29-30 % dari panjang standarnya (SL),
tinggi padabagian ekor hingga peduncle sekitar 11-12 % dari panjang standarnya,
(Syamsiyah, 2010).
diperoleh ukuran pertama kali ikan Kuniran matang gonad sebesar 120 mm (ikan
jantan) dan 125 mm (ikan betina) spesies ikan yang sama (U. moluccensis) di
perairan Teluk Jakarta memperoleh ukuran pertama kali ikan Biji Nangka matang
gonad sebesar 173 mm (ikan jantan) dan 155 mm (ikan betina). Ukuran pertama
kali matang gonad ikan kuniran (U. moluccensis) di Teluk Antalya, Turki sebesar
110 mm untuk ikan betina dan 105 mm untuk ikan jantan. Ikan Biji Nangka
4
pertama kali matang gonad ikan kuniran betina dan jantan adalah 110 mm
(Husna, 2012).
(schooling), hidup di perairan payau dan laut pada kedalaman rata-rata 10-90
Biji Nangka hidup di dasar perairan dengan jenis substrat berlumpur dengan pasir,
namun ditemukan pula adanya ikan Biji Nangka yang mencari makan sampai di
daerah karang, ikan Biji Nangka dapat menjadi bottom feeder (pemakan biota
yang berada di dasar perairan) yang baik dengan jenis substrat berpasir (white
melintang bagian depan punggung, serta ukuran maksimum tubuhnya yang dapat
makanan ikan Biji Nangka adalah 59,49% jenis udang, 14,51% ikan-ikan kecil,
dan 13,51% moluska. Ikan Biji Nangka (Mullidae) termasuk ke dalam jenis ikan
demersal. Sebagai ikan konsumsi, ikan ini bernilai kurang ekonomis dibandingkan
beberapa jenis ikan demersal lainnya. Ikan ini banyak digunakan sebagai bahan
baku pakan dalam budidaya udang dan ikan. Ikan Biji Nangka tersebar hampir di
rendah dan gerak ruaya juga tidak terlalu jauh. Sehingga dari ciri-ciri yang
5
dimiliki tersebut, kelompok ikan demersal cenderung relatif rendah daya tahann
(Triana, 2011).
jantan dan betina yang telah mengalami matang gonad, sedangkan puncak
pemijahan dilihat pada bulan dimana ikan jantan dan betina yang telah matang
gonad terdapat dalam jumlah yang besar. Tingkat kematangan gonad yang
perkembangan gonad ini diduga adanya dua kelompok ikan yang waktu
(U. moluccensis) di Teluk Iskenderun, Mediterania Timur terjadi pada bulan Juni
Antalya, Turki terjadi pada bulan Juli dan Oktober (Husna, 2012).
suatu perairan merupakan faktor yang mempengaruhi besar kecilnya populasi ikan
memakan apa saja yang ia temukan. Makanan tersebut dapat berupa zooplankton,
mengenai makanan ikan kuniran, maka perlu diadakan kajian mengenai kebiasaan
(schooling), hidup di perairan payau dan laut pada kedalaman rata-rata 10-90 m.
biji nangka hidup di dasar perairan dengan jenis substrat berlumpur dengan pasir,
namun ditemukan pula adanya ikan biji nangka yang mencari makan sampai di
daerah karang. Ikan biji nangka dapat menjadi bottom feeder (pemakan biota yang
berada di dasar perairan) yang baik dengan jenis substrat berpasir (white sand)
Sebagai ikan konsumsi, ikan ini bernilai kurang ekonomis dibandingkan beberapa
jenis ikan demersal lainnya. Ikan ini banyak digunakan sebagai bahan baku pakan
dalam budidaya udang dan ikan. Ikan kuniran tersebar hampir di seluruh wilayah
ciri-ciri bergerombol tidak terlalu besar, aktifitas relatif rendah dan gerak ruaya
juga tidak terlalu jauh. Sehingga dari ciri-ciri yang dimiliki tersebut, kelompok
Daerah penyebaran ikan biji nangka di seluruh perairan pantai dan karang-
Timur sampai Asia Tenggara, utara sampai ke China, selatan sampai ke Australia
yang perlu diketahui dalam kaitan pengelolaan sumber daya perikanan, misalnya
dalam penentuan selektifitas alat tangkap agar ikan–ikan yang tertangkap hanya
mengetahui variasi berat dan panjang tertentu dari ikan secara individual atau
Ln W = Ln a + bLn L
pertumbuhan panjang lebih besar daripada pertumbuhan bobot. Jika nila b sama
bobot antara ikan jantan dan betina sebaiknya dipisahkan, karena umumnya
terdapat perbedaan hasil antara ikan jantan dan ikan betina (Damayanti, 2010).
ikan itu sendiri, kondisi perairan, jenis ikan, tingkat kematangan gonad, tingkat
koefisien regresi (b) dari persamaan hubungan panjang total dengan bobot tubuh
cepat dari pertambahan bobot tubuh dengan derajat hubungan yang sangat kuat
sekali dengan nilai r antara 0,903 –0,907. Berarti besar sekali pengaruh
pertambahan panjang total terhadap pertambahan bobot tubuh yaitu sebesar 81,5 –
82,3 %,sedangkan sisanya merupakan faktor lingkungan dimanat hitung > t table
nilai konstanta b hubungan panjang berat ikan tersebut. Jika b=3, maka
pertambahan berat). Jika b≠3 maka hubungan yang terbentuk adalah allometrik
umumnya antara 0,5-2,0 untuk pola pertumbuhan isometrik (Wujdi et al., 2012).
Dari sudut pandang nutrisional, faktor kondisi merupakan akumulasi lemak dan
atau sering disebut dengan index of plumpness, yang merupakan salah satu hal
relatif populasi ikan atau individu tertentu. Berat relatif (Wr) dan koefesien (K)
faktor kondisi di gunakan untuk mengevaluasi faktor kondisi dari setiap individu.
Berat relatif (Wr) di tentukan berdasarkan persamaan Rypel & Richter (2008)
ikan, dan Ws adalah berat standar yang diprediksi dari sampel yang sama karena
berikut: K= WL-3 x 100 dimana K adalah faktor kondisi, W adalah berat ((g), L
adalah panjang (mm) dan -3 adalah koefesien panjang untuk memastikan bahwa
10
gonad juga dapat dipengaruhi oleh bobot makanan yang terdapat dalam saluran
pencernaan. Selain itu ukuran dan umur ikan serta kondisi lingkungan dimana
ikan itu berada dapat juga mempengaruhi nilai faktor kondisi ikan. Nilai faktor
kondisi (kemontokan ikan) akan bervariasi untuk setiap spesies ikan. Bahwa ikan
Faktor kondisi menunjukkan keadaan baik dari ikan dilihat dari segi
kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi. Penggunaan nilai faktor kondisi
daging ikan yang tersedia untuk dapat dimakan. Ikan-ikan yang badannya kurang
pipih atau montok memiliki harga K berkisar antara 1-3. perbedaan nilai faktor
Kn= W/W*, W adalah bobot tubuh tertimbang (gram) dan W* adalah bobot tubuh
terhitung (gram) dari persamaan HPB. Faktor kondisi dihitung bulanan dan
Nilai faktor kondisi meningkat menjelang puncak musim pemijahan dan menurun
11
setelah masa pemijahan. Beberapa faktor lain yang diduga menjadi penyebab
terjadinya fluktuasi dan variasi nilai faktor kondisi ikan adalah perbedaan ukuran
atau umur ikan; selama musim pemijahan ikan tidak melakukan aktifitas makan,
tetapi menggunakan cadangan lemak dalam tubuhnya untuk suplai energi; dan
dua parameter yang dijadikan analisis yaitu parameter panjang dan bobot.
panjang total ikan (mm), α dan β adalah koefisien pertumbuhan bobot. Nilai α dan
(Ernaningtias, 2015).
pertambahan bobot dan pertambahan panjangnya. Intersep ikan betina lebih tinggi
daripada ikan jantan, hal ini menunjukkan pada panjang total yang sama, bobot
ikan betina lebih besar dari pada ikan jantan. Pada uji tjantan dan betina, diperoleh
t hitung < t tabel, sehingga b=3 atau isometrik (Sjafei dan Susilawati, 2001).
12
betina dilakukan analisis covariance. Hasil uji menunjukkan bahwa kurva regresi
antara ikan jantan dan betina tidak berbeda satu sama lain atau sejajar.
ikan itu sendiri, kondisi perairan, jenis ikan, tingkat kematangan gonad, tingkat
koefisien regresi (b) dari persamaan hubungan panjang total dengan bobot tubuh
cepat dari pertambahan bobot tubuh dengan derajat hubungan yang sangat kuat
isometrik (n=3), apabila pertambahan panjang dan berat ikan seimbang dan
pertumbuhan allometrik (n>3 atau n<3). n>3 menunjukkan ikan itu gemuk/
montok, dimana pertambahan berat lebih cepat dari pertambahan panjangnya. n<3
gonad. Faktor kondisi juga dipengaruhi oleh indeks relatif penting makanan dan
pada ikan dipengaruhi oleh indeks kematangan gonad. Ikan yang cenderung
sehingga kompetisi dalam mencari makan juga rendah (Yuanda et al., 2017).
digunakan secara luas di bidang perikanan, biasanya digunakan jika metode lain
seperti pembcdaan umur tidak dapat dilakukan. Data frekuensi panjang yang
didasarkan pada anggapan bahwa frekuensi panjang individu dalam suatu spesies
dengan kelompok umur yang sama akan bervariasi mengikuti sebaran normal
(Rifqie, 2007).
14
baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa faktor lingkungan yang
penting antara lain adalah ruang, aliran air dan kualitas air baik fisik maupun
kimia. Kisaran kualitas air yang optimal bervariasi antara suhu spesies dengan
spesies yang lain., Bahkan akan berbeda meskipun masih pada spesies yang sama,
apabila ikan berada pada tempat dan kondisi yang berbeda (Tamsil, 2000).
preferensi lingkungan yang berbeda untuk hidup yang terkait dengan karakteristik
lingkungannya. Setidaknya ada tiga alasan utama bagi ikan untuk memilih tempat
hidup yaitu yang sesuai dengan kondisi tubuhnya, sumber makanan yang banyak,
awal daur hidup ikan, baik ekologi maupun kehidupannya. Pentingnya aspek ini
. Beberapa peubah kualitas air yang penting antara lain adalah suhu,
kecerahan. Kandungan oksigen dalam air sangat penting bagin kehidupan dan
pertumbuhan ikan terutama dalam proses metabolisme. Laju makan ikan akan
air dipengaruhioleh suhu, tekanan udara dan salinitas serta aspek biologi, fisika,
METODOLOGI
secara geografis pada 060 53’ 30.81” LS dan 1120 17’ 01.22” BT (JICA 2009b).
Januari 2010 sampai dengan bulan Februari 2010. Peta lokasi daerah penangkapan
ikan biji nangka (U. sulphureus Cuvier, 1829) di Perairan Utara Jawa yang
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain timbangan digital
dengan ketelitian 0.1 gram untuk mengukur bobot ikan, meteran dengan ketelitian
1 milimeter untuk mengukur panjang total ikan, alat tulis dan alat dokumentasi.
Bahan yang digunakan adalah ikan biji nangka yang didaratkan di PPN
Brondong, statistik hasil tangkapan maupun upaya tangkapan yang didaratkan dari
PPN Brondong serta kuesioner hasil wawancara dengan nelayan yang menangkap
Prosedur Praktikum
2. Masukkan nilai panjang tubuh ikan (L) dan berat tubuh ikan (W)
6. Kemudian pilih “Output Range” klik disembarang tempat lalu klik “OK”.
18
8. Kemudian blok semua data L dan W lalu klik “Insert” kemudian “Scatter”
9. Keluarlah grafik, setelah itu pada “Chart Layout” pilih kolom yang pertama.
19
10. Bentuk grafik pun berubah. Kemudian pada kata “Chart Title” diubah menjadi
“Hubungan Panjang Bobot Ikan Biji Nangka” lalu pada “Axis Title” diubah
12. Setelah di “delete” klik kanan pada titik-titik biru kemudian pilih “Add
Trendline..”
20
13. Keluarlah kotak dialog “Format Trendline” kemudian klik “Power” lalu pada
14. Setelah keluar nilai “y=axb” klik kanan kemudian pilih “Format Trendline
Labels”.
15. Keluarlah kotak dialog “Format Trendline Label” kemudian klik “Number”
16. Keluarlah nilai “y=axb” dengan desimal 5. Lalu ketik b0 = 3, b1= 1,52616 lalu
17. Kemudian klik “Enter” lalu hitung nilai “Ttabel= TINV(0,05; df Residual)”
20. Kemudian pada “Sheet 1” ubah namanya menjadi “HPB” kemudian pada
21. Kemudian blok semua data L dan W lalu klik kanan dan “Copy”
23
29. Lalu cari rentang “FK” dengan rumus “FK= AVERAGE(blok semua data
FK)”
Analisis Data
maka dilakukan uji t, dimana terdapat usaha untuk melakukan penolakan atau
βo − βi
Thitung =
Sβi
(allometrik).
Setelah itu, nilai thitung dibandingkan dengannilai ttabel sehingga keputusan yang
dapat diambil adalah sebagai berikut:Thitung > Ttabel, maka tolak H0; Thitung <Ttabel,
maka gagal tolak H0. Apabila pola pertumbuhan allometrik maka dilanjutkan
Keeratan hubungan panjang berat ikan ditunjukkan oleh koefisien korelasi (r)
mendekati 1 (r > 0,7) menggambarkan hubungan yang erat antara keduanya, dan
27
keduanya.
maka dilakukan analisi data uji-t. Nilai thitung dibandingkan dengan nilai ttabel. Jika
nilai thitung lebih besar daripada ttabel maka b berbeda dengan 3, sebaliknya jika
thitung lebih kecil maka b sama dengan 3. Data yang diperoleh kemudian diolah
Apabila nilai r = -1, berarti terdapat hubungan linear sempurna tak langsung
antara jantan dan betina. Sebaliknya jika nilai r = 0 menunjukkan tidak terdapat
hubungan linear antara jantan dan betina. Kekuatan hubungan korelasi dapat
keadaan ikan dari segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup dan melakukan
reproduksi. Perhitungan factor kondisi didasarkan pada panjang dan bobot ikan.
Faktor kondisi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :Jika nilai b ≠ 3
W
FK =
aLb
W
FK = 105
L3
Hasil
200
150
Series1
100
Power (Series1)
50
0
0 100 200 300 400
Panjang (mm)
Grafik 1. Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Biji Nangka (Upeneus moluccensis)
Nilai Keterangan
Nilai Keterangan
Uji Nilai
Thitung -0,46521293
Ttabel 1,97499618
Hubungan -0,46521293<1,97499618
Pembahasan
Dari hasil di atas didaptkan bahwa nilai b1= 1,52616. Maka pola
panjang lebih dominan dari pertambahan berat. Hal ini sesuai dengan Wujdi
(2012) yang menyatakan bahwa hubungan panjang dan bobot ikan dianalisis
ikan dapat ditentukan dari nilai konstanta b hubungan panjang berat ikan tersebut.
Dari hasil diatas di dapatkan bahwa nilai pola pertumbuhan Ikan Biji
Nangka memiliki nilai koefisien korelasi (r)= 0,782279. Karena r berada pada
31
rentang yang termasuk korelasi kuat. Hal ini sesuai dengan Tresnati (2012) yang
menyatakan bahwa nilai koefisien korelasi (r) rentang 0,00-0,19 memiliki arti
korelasi sangat lemah. 0,20-0,39 memiliki arti korelasi lemah. 0,40-0,69 memiliki
arti korelasi sedang. 0,70-0,89 memiliki arti korelasi kuat. Dan 0,90-1,00 memiliki
Pola pertumbuhan Ikan Biji Nangka dipengaruhi banyak hal. Seperti ikan
itu sendiri, kondisi perairan tempat ikan hidup, dan jenis ikan. Hal ini sesuai
setiap spesies ikan dipengaruhi oleh: spesies ikan itu sendiri, kondisi perairan,
jenis ikan, tingkat kematangan gonad, tingkat kedewasaan ikan, musim dan waktu
bahwa, pertambahan panjang total lebih cepat dari pertambahan bobot tubuh
Dari hasil diatas diketahui bahwa nilai FK= 1,157928. Maka dari itu nilai
kemontokan dari Ikan Biji Nangka adalah tubuh ikan kurang pipih. Hal ini sesuai
keadaan baik dari ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival dan
penting menentukan kualitas dan kuantitas daging ikan yang tersedia untuk dapat
dimakan. Ikan-ikan yang badannya kurang pipih atau montok memiliki harga K
berkisar antara 1-3. perbedaan nilai faktor kondisi dipengaruhi oleh kepadatan
thitung<ttabel. Maka H0 gagal ditolak. Hal ini sesuai dengan Yuanda et al (2017)
keputusan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:Thitung > Ttabel, maka tolak
H0; Thitung <Ttabel, maka gagal tolak H0. Apabila pola pertumbuhan allometrik maka
(isometrik); H1: b>3 (allometrik); Allometrik negatif H0: b = 3 (isometrik) H1: b <
korelasi (r) yang diperoleh dari rumus √R2 : dimana R adalah keofisien
determinasi.
Dari hasil diatas diketahui bahwa pola pertumbuhan dari Ikan Biji Nangka
nya. Pola pertumbuhan ini menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang lebih cepat
dari pada pertumbuhan berat. Hal ini sesuai dengan Wujdi et al (2012) yang
menyatakan bahwa hubungan panjang dan bobot ikan dianalisis untuk mengetahui
dari nilai konstanta b hubungan panjang berat ikan tersebut. Jika b=3, maka
pertambahan berat). Jika b≠3 maka hubungan yang terbentuk adalah allometrik
Kesimpulan
Kesimpulan dari penulisan laporan ini adalah pola pertumbuhan Ikan Biji
(r) = 0,782279 yang memiliki arti korelasi kuat. Serta, nilai FK= 1,157928 yang
Saran
Saran untuk para praktikan untuk lebih aktif dalam menjalani praktikum.
Dan untuk laboratorium agar lebih melengkapi alat dan bahan yang dibutuhkan
DAFTAR PUSTAKA
Pulungan, C. P., Indra J. Z., Sukendi dan Mansyurdin. 2012. Sebaran Ukuran,
Hubungan Panjang-Berat dan Faktor Kondisi Ikan Pantau Janggut
(Esomus metallicus AHL) di Sungai Tenayan dan Tapung Mati, Riau.
Jurnal Perikanan dan Keluatan. 17 (2).
Rifqie, G. L. 2007. Analisis Frekuensi Panjang dan Hubungan Panjang Berat Ikan
Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) di Teluk Jakarta. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Sjafei. D. S dan Ratna. S. 2001. Beberapa Aspek Biologi Ikan Biji Nangka
Upeneus moluccensis Blkr. di Perairan Teluk Labuan, Banten. Jurnal
Iktiologi Indonesia. 1 (1). ISSN : 1693-0339.