Anda di halaman 1dari 35

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Biologi Perikanan adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari

keadaan ikan yaitu sejak individu ikan tersebut menetas (hadir kealam) kemudian

makan, tumbuh, bermain, bereproduksi dan akhirnya mengalami kematian secara

alami atau oleh karna faktor lain. Biologi Perikanan ini merupakan pengetahuan

dasar ketika mendalami pengetahuan dinamika populasi ikan, pengembangan

spesies ikan dan upaya pelestarian spesies ikan yang akan mengalami kepunahan

di perairan lainnya.

Ikan dalam taksonomi kedudukannya ialah sebagai nama kelas dengan

nama latin Pisces. Pisces mempunyai dua kelas yaitu Osteichtyes disebut juga

ikan bertulang sejati dan yang kedua kelas Chondrichtyes disebut juga ikan

bertulang rawan dan kedudukannya berada sebagai sub kelas yang termasuk

dalam satu kelas Pisces. Ikan merupakan biota akuatik bersifat mobil atau nekton

yang hidup di perairan sungai, danau, ataupun di lautan

Dalam biologi perikanan, hubungan panjang–berat ikan merupakan salah

satuinformasi pelengkap yang perlu diketahui dalam kaitan pengelolaan sumber

dayaperikanan, misalnya dalam penentuan selektifitas alat tangkap agar ikan–

ikanyang tertangkap hanya yang berukuran layak tangkap.Pengukuran panjang–

berat ikan bertujuan untuk mengetahui variasi berat danpanjang tertentu dari ikan

secara individual atau kelompok–kelompok individusebagai suatu petunjuk

tentang kegemukan, kesehatan, produktifitas dan kondisifisiologis termasuk

perkembangan gonad. Analisa hubungan panjang–berat jugadapat mengestimasi


2

faktor kondisi atau sering disebut dengan index of plumpness, yang merupakan

salah satu hal penting dari pertumbuhan untuk membandingkan kondisi atau

keadaan kesehatan relatif populasi ikan atau individu tertentu.

Dari hubungan panjang dan berat ikan secara tidak langsung kita dapat

menaksir pola pertumbuhan ikan dan penyebarannya darta sifat-sifat dasar ikan

yang akan dihasilkan dan akan menentukan pula kelas umur yang bersangkutan.

Dalam hubungan ini tentu ada faktor-faktor lain yang memegang peran penting

dan sangat erat hubungannya dengan sterategi pertumbuhan dalam rangka

mempertahankan kehadiran spesies itu di alam.

Ikan Biji Nangka (Upeneus moluccensis Blkr.) termasuk ke dalam jenis

ikan demersal. Sebagai ikan konsumsi, ikan ini bernilai kurang ekonomis

dibandingkan beberapa jenis ikan demersal lainnya. Ikan ini banyak digunakan

sebagai bahan baku pakan dalam budidaya udang dan ikan. Ikan Biji Nangka

ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang. Kedalaman optimal

habitat ikan Biji Nangka (famili Mullidae) berkisar 40-60 m. Genus Upeneus

umumnya tertangkap di perairan yang dangkal (10-39 m).

Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan laporan ini adalah mengetahui pola pertumbuhan

dan faktor kondisi Ikan Biji Nangka (Upeneus moluccensis).

Manfaat Praktikum

Manfaat dari laporan praktikum ini dalah sebagai salah satu sumber

referensi acuan bagi mahasiswa yang ingin mengetahui tentang hubungan panjang

dan berat pada Ikan Biji Nangka (Upeneus moluccensis). Laporan ini juga sebagai

salah satu syarat untuk mengikuti praktikal tes laboratorium biologi perikanan.
3

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Biji Nangka (Upeneus moluccensis)

Ikan Biji Nangka memiliki bentuk tubuh dengan ukuran kepala yang

relatif kecil serta mulut ramping yang moncong dan terdapat sepasang sungut

pada dagunya. Pada sirip dorsal berwarna coklat tua pada ujungnya. Pada tulang

punggung kedua sampai keempat kira-kira setengah dari panjang tubuh berwarna

merah muda, warna putih pada perut, dan terdapat dua garis kuning mengkilat

pada kedua sisi tubuh. Sirip anus (anal) dan sirip dada berwarna pucat. Warna

sirip ekor (caudal) kuning dan berbentuk cagak. Ikan Biji Nangka menmiliki

beberapa ciri khas, pada sirip dorsal ikan Biji Nangka terdapat 8 jari-jari keras dan

9 jari-jari lemah, sirip anal terdapat 1 jari-jarikeras dan 7 jari-jari lemah, sirip

pektoral terdapat 15-16 jari-jari lemah. Jumlah sisikpada lateral line sebanyak 34-

37 buah sisik (hingga pada pangkal ekor). Tubuhtertutup oleh sisik stenoid.

Tinggi badan bagian dorsal kurang lebih 29-30 % dari panjang standarnya (SL),

tinggi padabagian ekor hingga peduncle sekitar 11-12 % dari panjang standarnya,

dan tinggimaksimum kepala adalah 23-35 % dari panjang standarnya

(Syamsiyah, 2010).

Ikan Biji Nangka (U. moluccensis) di perairan Teluk Labuan, Banten

diperoleh ukuran pertama kali ikan Kuniran matang gonad sebesar 120 mm (ikan

jantan) dan 125 mm (ikan betina) spesies ikan yang sama (U. moluccensis) di

perairan Teluk Jakarta memperoleh ukuran pertama kali ikan Biji Nangka matang

gonad sebesar 173 mm (ikan jantan) dan 155 mm (ikan betina). Ukuran pertama

kali matang gonad ikan kuniran (U. moluccensis) di Teluk Antalya, Turki sebesar

110 mm untuk ikan betina dan 105 mm untuk ikan jantan. Ikan Biji Nangka
4

(U. moluccensis) di Teluk Iskenderun, Mediterania Timur diperoleh ukuran

pertama kali matang gonad ikan kuniran betina dan jantan adalah 110 mm

(Husna, 2012).

Ikan Biji Nangka termasuk ikan demersal yang bersifat berkelompok

(schooling), hidup di perairan payau dan laut pada kedalaman rata-rata 10-90

m.Banyak ditemukan di perairan pantai hingga wilayah estuari. Kebanyakan ikan

Biji Nangka hidup di dasar perairan dengan jenis substrat berlumpur dengan pasir,

namun ditemukan pula adanya ikan Biji Nangka yang mencari makan sampai di

daerah karang, ikan Biji Nangka dapat menjadi bottom feeder (pemakan biota

yang berada di dasar perairan) yang baik dengan jenis substrat berpasir (white

sand) atau bahkan sampai di sekitar gugusan karang (Syamsiyah, 2010).

Ikan Biji Nangka (Upeneus moluccensis) merupakan jenis ikan yang

memiliki bentuk badan memanjang sedang, pipih samping dengan penampang

melintang bagian depan punggung, serta ukuran maksimum tubuhnya yang dapat

mencapai 20 cm. Ikan ini banyak ditemukan di perairan pantai. Kebiasaan

makanan ikan Biji Nangka adalah 59,49% jenis udang, 14,51% ikan-ikan kecil,

dan 13,51% moluska. Ikan Biji Nangka (Mullidae) termasuk ke dalam jenis ikan

demersal. Sebagai ikan konsumsi, ikan ini bernilai kurang ekonomis dibandingkan

beberapa jenis ikan demersal lainnya. Ikan ini banyak digunakan sebagai bahan

baku pakan dalam budidaya udang dan ikan. Ikan Biji Nangka tersebar hampir di

seluruh wilayah perairan Indonesia. Seperti yang diketahui, kelompok ikan

demersal mempunyai ciri-ciri bergerombol tidak terlalu besar, aktifitas relatif

rendah dan gerak ruaya juga tidak terlalu jauh. Sehingga dari ciri-ciri yang
5

dimiliki tersebut, kelompok ikan demersal cenderung relatif rendah daya tahann

(Triana, 2011).

Daur Hidup Ikan Biji Nangka (Upeneus moluccensis)

Waktu pemijahan ikan adalah bulan-bulan yang memiliki jumlah ikan

jantan dan betina yang telah mengalami matang gonad, sedangkan puncak

pemijahan dilihat pada bulan dimana ikan jantan dan betina yang telah matang

gonad terdapat dalam jumlah yang besar. Tingkat kematangan gonad yang

terdapat dalam satu bulan pengamatan berbeda-beda. Ketidakseragaman

perkembangan gonad ini diduga adanya dua kelompok ikan yang waktu

pemijahannya berbeda. Waktu pemijahan ikan kuniran (Upeneus moluccensis) di

Teluk Jakarta terjadi pada bulan Juli-September.Waktu pemijahan ikan kuniran

(U. moluccensis) di Teluk Iskenderun, Mediterania Timur terjadi pada bulan Juni

dan September. Waktu pemijahan ikan kuniran (U. moluccensis) di Teluk

Antalya, Turki terjadi pada bulan Juli dan Oktober (Husna, 2012).

Makanan yang dimakan oleh ikan dimanfaatkan langsung dalam siklus

metabolisme hidupnya yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan, reproduksi,

dan tingkat keberhasilan hidup ikan di perairan sehingga ketersediaan makanan di

suatu perairan merupakan faktor yang mempengaruhi besar kecilnya populasi ikan

di perairan tersebut (Syamsiah, 2010).

Hidup secara demersal di laut lepas menyebabkan ikan kuniran bisa

memakan apa saja yang ia temukan. Makanan tersebut dapat berupa zooplankton,

zoobentos, ataupun ikan kecil lainnya. Untuk mengetahui secara spesifik

mengenai makanan ikan kuniran, maka perlu diadakan kajian mengenai kebiasaan

makan ikan kuniran (Husna, 2012).


6

Distribusi Ikan Biji Nangka (Upeneus moluccensis)

Ikan biji nangka termasuk ikan demersal yang bersifat berkelompok

(schooling), hidup di perairan payau dan laut pada kedalaman rata-rata 10-90 m.

Banyak ditemukan di perairan pantai hingga wilayah estuari. Kebanyakan ikan

biji nangka hidup di dasar perairan dengan jenis substrat berlumpur dengan pasir,

namun ditemukan pula adanya ikan biji nangka yang mencari makan sampai di

daerah karang. Ikan biji nangka dapat menjadi bottom feeder (pemakan biota yang

berada di dasar perairan) yang baik dengan jenis substrat berpasir (white sand)

atau bahkan sampai di sekitar gugusan karang (Syamsiah, 2010).

Ikan Biji Nangka (Mullidae) termasuk ke dalam jenis ikan demersal.

Sebagai ikan konsumsi, ikan ini bernilai kurang ekonomis dibandingkan beberapa

jenis ikan demersal lainnya. Ikan ini banyak digunakan sebagai bahan baku pakan

dalam budidaya udang dan ikan. Ikan kuniran tersebar hampir di seluruh wilayah

perairan Indonesia. Seperti yang diketahui, kelompok ikan demersal mempunyai

ciri-ciri bergerombol tidak terlalu besar, aktifitas relatif rendah dan gerak ruaya

juga tidak terlalu jauh. Sehingga dari ciri-ciri yang dimiliki tersebut, kelompok

ikan demersal cenderung relatif rendah daya tahannya terhadap tekanan

penangkapan (Triana, 2011).

Daerah penyebaran ikan biji nangka di seluruh perairan pantai dan karang-

karang. Ikan ini menyebar hampir di seluruh perairan pantai di Indonesia,

sedangkan di perairan manca negara meliputi Indo-Pasifik Barat : dari Afrika

Timur sampai Asia Tenggara, utara sampai ke China, selatan sampai ke Australia

Utara dan Fiji (Syamsiah, 2010).


7

Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Biji Nangka (Upeneus moluccensis)

Hubungan panjang bobot ikan merupakan salah satu informasi pelengkap

yang perlu diketahui dalam kaitan pengelolaan sumber daya perikanan, misalnya

dalam penentuan selektifitas alat tangkap agar ikan–ikan yang tertangkap hanya

yang berukuran layak tangkap. Pengukuran panjang–berat ikan bertujuan untuk

mengetahui variasi berat dan panjang tertentu dari ikan secara individual atau

kelompok–kelompok individu sebagai suatu petunjuk tentang kegemukan,

kesehatan, produktifitas dan kondisi fisiologis termasuk perkembangan gonad.

Analisa hubungan panjang–berat juga dapat mengestimasi faktor kondisi atau

sering disebut dengan index of plumpness (Mulfizar et al., 2012).

Menurut Gurukinayan et al., (2015) untuk menentukan Hubungan

panjang-berat digambarkan dalam dua bentuk yaitu isometrik dan alometrik y = a

+ b X. Untuk kedua pola ini berlaku persamaan :


W = aLb

Keterangan : W= Berat individu ikan dalam gram; L= Panjang individu ikan

dalam mm; a=Intersep (perpotongan kurva hubungan panjang-berat dengan

sumbu y) b=Penduga pola pertumbuhan. panjang-berat. Untuk mendapatkan

persamaan linier atau garis lurus digunakan persamaan sebagai berikut:

Ln W = Ln a + bLn L

Untuk mendapatkan parameter a dan b, digunakan analisis regresidengan Ln W

sebagai Y dan Ln Lsebagai X.

Nilai pangkat (b) dari analisis tersebut dapat menjelaskan pola

pertumbuhan. Nilai b yang lebih besar dari 3 menunjukkan bahwa tipe

petumbuhan ikan tersebut bersifat allometrik positif, artinya pertumbuhan bobot


8

lebih besar dibandingkan petumbuhan panjang. Nilai b lebih kecil dari 3

menunjukkan bahwa tipe pertumbuhan ikan bersifat allometrik negatif, yakni

pertumbuhan panjang lebih besar daripada pertumbuhan bobot. Jika nila b sama

dengan 3, tipe pertumbuhan ikan bersifat isometrik yang artinya pertumbuhan

panjang sama dengan petumbuhan bobot. Perhitungan hubungan panjang dan

bobot antara ikan jantan dan betina sebaiknya dipisahkan, karena umumnya

terdapat perbedaan hasil antara ikan jantan dan ikan betina (Damayanti, 2010).

Bervariasinya nilai b dari setiap spesies ikan dipengaruhi oleh: spesies

ikan itu sendiri, kondisi perairan, jenis ikan, tingkat kematangan gonad, tingkat

kedewasaan ikan, musim dan waktu penangkapan. Berdasarkan uji t terhadap

koefisien regresi (b) dari persamaan hubungan panjang total dengan bobot tubuh

menunjukkan berbeda dengan 3. Berarti pola pertumbuhan ikan bersifat

allometrik negative yang menunjukkan bahwa, pertambahan panjang total lebih

cepat dari pertambahan bobot tubuh dengan derajat hubungan yang sangat kuat

sekali dengan nilai r antara 0,903 –0,907. Berarti besar sekali pengaruh

pertambahan panjang total terhadap pertambahan bobot tubuh yaitu sebesar 81,5 –

82,3 %,sedangkan sisanya merupakan faktor lingkungan dimanat hitung > t table

α 0,05 (Pulungan et al., 2012).

Hubungan panjang dan bobot ikan dianalisis untuk mengetahui pola

pertumbuhannya. Untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan dapat ditentukan dari

nilai konstanta b hubungan panjang berat ikan tersebut. Jika b=3, maka

pertumbuhannya bersifat isometrik (pertambahan panjang sebandingdengan

pertambahan berat). Jika b≠3 maka hubungan yang terbentuk adalah allometrik

(pertambahan panjang tidak sebanding dengan pertambahan berat). Apabila


9

b>3,maka hubungannya bersifat allometrik positif dimana pertambahan berat

lebih dominan dari pertambahanpanjangnya, sedangkan jika b<3, maka hubungan

yangterbentuk bersifat allometrik negatif dimana pertambahanpanjang lebih

dominan dari pertambahan beratnya. Untuk menentukan bahwa nilai b

berbedanyata atau tidak dengan 3, maka digunakan uji-t. Faktor-kondisi ikan

umumnya antara 0,5-2,0 untuk pola pertumbuhan isometrik (Wujdi et al., 2012).

Faktor kondisi adalah suatu angka yang menunjukkan kegemukan ikan.

Dari sudut pandang nutrisional, faktor kondisi merupakan akumulasi lemak dan

perkembangan gonad. Faktor kondisi secara tidak langsung menunjukkan kondisi

fisiologis ikan yang menerima pengaruh dari faktor intrinsik (perkembangan

gonad dan cadangan lemak) dan faktor ekstrinsik (ketersediaan sumberdaya

makanan dan tekanan lingkungan) (Rahardjo dan Simanjuntak, 2008).

Analisa hubungan panjang–berat juga dapat mengestimasi faktor kondisi

atau sering disebut dengan index of plumpness, yang merupakan salah satu hal

penting dari pertumbuhan untuk membandingkan kondisi atau keadaan kesehatan

relatif populasi ikan atau individu tertentu. Berat relatif (Wr) dan koefesien (K)

faktor kondisi di gunakan untuk mengevaluasi faktor kondisi dari setiap individu.

Berat relatif (Wr) di tentukan berdasarkan persamaan Rypel & Richter (2008)

sebagai berikut: Wr = (W/Ws) x 100 Wr adalah berat relatif, W berat tiap-tiap

ikan, dan Ws adalah berat standar yang diprediksi dari sampel yang sama karena

dihitung dari gabungan regresi panjang-berat melalui jarak antar spesies :

Ws = a Lb Koefesien kondisi Fulton (K) ditentukan dengan rumus sebagai

berikut: K= WL-3 x 100 dimana K adalah faktor kondisi, W adalah berat ((g), L

adalah panjang (mm) dan -3 adalah koefesien panjang untuk memastikan bahwa
10

nilai K cenderung bernilai 1. Faktor kondisi merupakan akumulasi lemak dan

perkembangan gonad. Faktor kondisi secara tidak langsung menunjukkan kondisi

fisiologis ikan yang menerima pengaruh dari faktor intrinsik (perkembangan

gonad dan cadangan lemak) dan faktor ekstrinsik (ketersediaan sumberdaya

makanan dan tekanan lingkungan) (Mulfizar et al., 2012).

Nilai faktor kondisi ikan selain dipengaruhi oleh tingkat kematangan

gonad juga dapat dipengaruhi oleh bobot makanan yang terdapat dalam saluran

pencernaan. Selain itu ukuran dan umur ikan serta kondisi lingkungan dimana

ikan itu berada dapat juga mempengaruhi nilai faktor kondisi ikan. Nilai faktor

kondisi (kemontokan ikan) akan bervariasi untuk setiap spesies ikan. Bahwa ikan

yang memiliki nilai faktor kondisi 1 –3 menandakan ikan tersebut bentuk

tubuhnya kurang pipih (Pulungan et al., 2012).

Faktor kondisi menunjukkan keadaan baik dari ikan dilihat dari segi

kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi. Penggunaan nilai faktor kondisi

secara komersiil mempunyai arti penting menentukan kualitas dan kuantitas

daging ikan yang tersedia untuk dapat dimakan. Ikan-ikan yang badannya kurang

pipih atau montok memiliki harga K berkisar antara 1-3. perbedaan nilai faktor

kondisi dipengaruhi oleh kepadatan populasi, tingkat kematangan gonad,makanan,

jenis kelamin, dan umur ikan (Wujdi et al., 2012).

Faktor kondisi relatif (Kn) dihitung dengan menggunakan persamaan

Kn= W/W*, W adalah bobot tubuh tertimbang (gram) dan W* adalah bobot tubuh

terhitung (gram) dari persamaan HPB. Faktor kondisi dihitung bulanan dan

berdasarkan tingkat kematangan gonad masing-masing untuk jantan dan betina.

Nilai faktor kondisi meningkat menjelang puncak musim pemijahan dan menurun
11

setelah masa pemijahan. Beberapa faktor lain yang diduga menjadi penyebab

terjadinya fluktuasi dan variasi nilai faktor kondisi ikan adalah perbedaan ukuran

atau umur ikan; selama musim pemijahan ikan tidak melakukan aktifitas makan,

tetapi menggunakan cadangan lemak dalam tubuhnya untuk suplai energi; dan

tekanan parasit (Rahardjo dan Simanjuntak, 2008).

Model pertumbuhan ikan diasumsikan mengikuti pola hukum kubik dari

dua parameter yang dijadikan analisis yaitu parameter panjang dan bobot.

Analisis hubungan panjang bobot masing-masing spesies ikan digunakan rumus

sebagai berikut :W =αLβ, dengan keterangan : W adalah bobot (gram), L adalah

panjang total ikan (mm), α dan β adalah koefisien pertumbuhan bobot. Nilai α dan

β diduga dari bentuk linier persamaan di atas, yaitu:

log W=log a+ b log L

Parameter penduga a dan b diperoleh dengan analisis regresi dengan log W

sebagai y dan log L sebagai x, sehingga diperoleh persamaan regresi:

yi= β0+ β1xi+ εi

Hubungan panjang dan bobot dapat dilihat dari nilai konstanta b

(Ernaningtias, 2015).

Analisis kovarian menunjukkan (± = 0,05) kedua sudut regresi tidak

berbeda, maka ikan-ikan jantan dan betina memperlihatkan persamaan dalam

pertambahan bobot dan pertambahan panjangnya. Intersep ikan betina lebih tinggi

daripada ikan jantan, hal ini menunjukkan pada panjang total yang sama, bobot

ikan betina lebih besar dari pada ikan jantan. Pada uji tjantan dan betina, diperoleh

t hitung < t tabel, sehingga b=3 atau isometrik (Sjafei dan Susilawati, 2001).
12

Nilai b ini selanjutnya akan digunakan dalam perhitungan nilai faktor

kondisi. Untuk menguji perbedaan hubungan panjang-berat antara ikanjantan dan

betina dilakukan analisis covariance. Hasil uji menunjukkan bahwa kurva regresi

antara ikan jantan dan betina tidak berbeda satu sama lain atau sejajar.

Perbandingan kemiringan antar garis yang tidak berbeda nyata menunjukkan

bahwa ikanjantan dan betina memiliki penambahan panjang dan penambahan

berat yang sama (Hukom et al., 2006).

Bervariasinya nilai b dari setiap spesies ikan dipengaruhi oleh: spesies

ikan itu sendiri, kondisi perairan, jenis ikan, tingkat kematangan gonad, tingkat

kedewasaan ikan, musim dan waktu penangkapan. Berdasarkan uji t terhadap

koefisien regresi (b) dari persamaan hubungan panjang total dengan bobot tubuh

menunjukkan berbeda dengan 3. Berarti pola pertumbuhan ikan bersifat

allometrik negative yang menunjukkan bahwa, pertambahan panjang total lebih

cepat dari pertambahan bobot tubuh dengan derajat hubungan yang sangat kuat

sekali dengan nilai r mendekati 1 (Yuanda et al, 2017).

Pola pertumbuhan individu suatu spesies ikan terdiri dari pola

pertumbuhan isometrik dan allometrik. Pola pertumbuhan isometrik adalah

perubahan kecepatan pertumbuhan panjang tubuh ikan sebanding dengan

perubahan kecepatan pertumbuhan bobot ikan. Sebanding pola pertumbuhan

allometrik adalah perubahan kecepatan pertumbuhan panjang tubuh tidak

sebanding dengan perubahan kecepatan pertumbuhan bobot ikan. Atau perubahan

kecepatan pertumbuhan panjang lebih cepat dari prubahan kecepatan

pertumbuhan bobot badan ikan atau sebaliknya (Panjaitan et al., 2016).


13

Pola pertumbuhan pada ikan terdapat dua macam yaitu pertumbuhan

isometrik (n=3), apabila pertambahan panjang dan berat ikan seimbang dan

pertumbuhan allometrik (n>3 atau n<3). n>3 menunjukkan ikan itu gemuk/

montok, dimana pertambahan berat lebih cepat dari pertambahan panjangnya. n<3

menunjukkan ikan dengan kategori kurus, dimana pertambahan panjangnya lebih

cepat dari pertambahan berat (Puspita et al., 2016).

Faktor kondisi dipengaruhi makanan, umur, jenis kelamin dan kematangan

gonad. Faktor kondisi juga dipengaruhi oleh indeks relatif penting makanan dan

pada ikan dipengaruhi oleh indeks kematangan gonad. Ikan yang cenderung

menggunakan cadangan lemaknya sebagai sumber tenaga selama proses

pemijahan, sehingga akibatnya ikan akan mengalami penurunan faktor kondisi.

Faktor kondisi juga akan meningkat apabila kepadatan populasi berkurang

sehingga kompetisi dalam mencari makan juga rendah (Yuanda et al., 2017).

Metode pendugaan pertumbuhan berdasarkan data frekuensi panjang telah

digunakan secara luas di bidang perikanan, biasanya digunakan jika metode lain

seperti pembcdaan umur tidak dapat dilakukan. Data frekuensi panjang yang

dijadikan contoh dan dianalisa dengan benar dapat memperkirakan parameter

pertumbuhan yang digunakan dalam pendugaan stok spesies tunggal. Analisa

frekuensi panjang digunakan untuk menentukan kelompok ukuran ikan yang

didasarkan pada anggapan bahwa frekuensi panjang individu dalam suatu spesies

dengan kelompok umur yang sama akan bervariasi mengikuti sebaran normal

(Rifqie, 2007).
14

Kondisi Perairan Ikan Biji Nangka (Upeneus moluccensis)

Kualitas lingkungan berpengaruh terhadap aspek biologi reproduksi ikan,

baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa faktor lingkungan yang

penting antara lain adalah ruang, aliran air dan kualitas air baik fisik maupun

kimia. Kisaran kualitas air yang optimal bervariasi antara suhu spesies dengan

spesies yang lain., Bahkan akan berbeda meskipun masih pada spesies yang sama,

apabila ikan berada pada tempat dan kondisi yang berbeda (Tamsil, 2000).

Kondisi perairan sangat menentukan kelimpahan dan penyebaran

organisme di dalamnya, akan tetapi setiap organisme memiliki kebutuhan dan

preferensi lingkungan yang berbeda untuk hidup yang terkait dengan karakteristik

lingkungannya. Setidaknya ada tiga alasan utama bagi ikan untuk memilih tempat

hidup yaitu yang sesuai dengan kondisi tubuhnya, sumber makanan yang banyak,

cocok untuk perkembangbiakan dan pemijahan. Pemahaman tentang biologi ikan

sangatlah penting dimulai dengan pengetahuan yang baik tentang perkembangan

awal daur hidup ikan, baik ekologi maupun kehidupannya. Pentingnya aspek ini

karena mempunyai keterkaitan dengan fluktuasi ikan, bahkan kelangsungan hidup

dari spesies itu sendiri (Anwar, 2008).

. Beberapa peubah kualitas air yang penting antara lain adalah suhu,

oksigen terlarut, keasaman (pH), salinitas, nitrit, amoniak, kekeruhan dan

kecerahan. Kandungan oksigen dalam air sangat penting bagin kehidupan dan

pertumbuhan ikan terutama dalam proses metabolisme. Laju makan ikan akan

berhenti jika kekurangan oksigen. Sedangkan kandungan oksigen terlarut dalam

air dipengaruhioleh suhu, tekanan udara dan salinitas serta aspek biologi, fisika,

dan kimia (Tamsil, 2000).


15

METODOLOGI

Waktu dan Tempat Praktikum

Penelitian ini dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)

Brondong, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur dengan posisi koordinat

secara geografis pada 060 53’ 30.81” LS dan 1120 17’ 01.22” BT (JICA 2009b).

Pengumpulan data primer dilakukan pada tanggal 7 Februari 2010 sampai 27

Maret 2010. Sedangkan pengumpulan data sekunder dilaksanakan pada bulan

Januari 2010 sampai dengan bulan Februari 2010. Peta lokasi daerah penangkapan

ikan biji nangka (U. sulphureus Cuvier, 1829) di Perairan Utara Jawa yang

didaratkan di PPN Brondong, Lamongan, Jawa Timur

Alat dan Bahan Praktikum

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain timbangan digital

dengan ketelitian 0.1 gram untuk mengukur bobot ikan, meteran dengan ketelitian

1 milimeter untuk mengukur panjang total ikan, alat tulis dan alat dokumentasi.

Bahan yang digunakan adalah ikan biji nangka yang didaratkan di PPN

Brondong, statistik hasil tangkapan maupun upaya tangkapan yang didaratkan dari

PPN Brondong serta kuesioner hasil wawancara dengan nelayan yang menangkap

ikan biji nangka.

Prosedur Praktikum

Prosedur praktikum ini adalah sebagai berikut:


16

1. Buka tampilan dekstop, lalu buka microsoft excel.

2. Masukkan nilai panjang tubuh ikan (L) dan berat tubuh ikan (W)

3. Kemudian klik “Data” kemudian “Data Analysis”


17

4. Setelah muncul kotak dialog “Data Analysis” pilih “Regression” kemudian


klik “OK”

5. Kemudian muncullah kotak dialog Regression, pada “Input Y Range” blok


data L. Pada “Input X Range” blok data W.

6. Kemudian pilih “Output Range” klik disembarang tempat lalu klik “OK”.
18

7. Keluarlah tabel “SUMMARY OUTPUT”

8. Kemudian blok semua data L dan W lalu klik “Insert” kemudian “Scatter”

lalu pilih yang pertama.

9. Keluarlah grafik, setelah itu pada “Chart Layout” pilih kolom yang pertama.
19

10. Bentuk grafik pun berubah. Kemudian pada kata “Chart Title” diubah menjadi

“Hubungan Panjang Bobot Ikan Biji Nangka” lalu pada “Axis Title” diubah

menjadi “Panjang “mm” dan Berat “gr”.

11. Setelah diubah, garis-garis pada grafik di “delete”

12. Setelah di “delete” klik kanan pada titik-titik biru kemudian pilih “Add

Trendline..”
20

13. Keluarlah kotak dialog “Format Trendline” kemudian klik “Power” lalu pada

kedua kata “Display...” di paling bawah di centang kemudian “Close”

14. Setelah keluar nilai “y=axb” klik kanan kemudian pilih “Format Trendline

Labels”.

15. Keluarlah kotak dialog “Format Trendline Label” kemudian klik “Number”

lalu pada “Decimal place” ketik 5 lalu “Close”.


21

16. Keluarlah nilai “y=axb” dengan desimal 5. Lalu ketik b0 = 3, b1= 1,52616 lalu

hitung nilai “Thitung= b1-b0/Standard Errror Intercept”.

17. Kemudian klik “Enter” lalu hitung nilai “Ttabel= TINV(0,05; df Residual)”

18. Kemudian “Enter” keluarlah nilai Ttabel.


22

19. Lalu ketik R^2 dan nilai r

20. Kemudian pada “Sheet 1” ubah namanya menjadi “HPB” kemudian pada

“Sheet 2” diubah menjadi “FK”.

21. Kemudian blok semua data L dan W lalu klik kanan dan “Copy”
23

22. Lalu pada “FK” klik kanan kemudian “Paste”

23. Kemudian ketik a, b, dan FK

24. Masukkan nilai “a” lalu tarik sampai ke bawah.


24

25. Masukkan nilai “b” lalu tarik hingga ke bawah.

26. Pada kolom “FK” masukkan rumus “FK= W/aLb”.

27. Kemudian klik “Enter”


25

28. Kemudian pada nilai FK yang pertama di tarik hingga ke bawah

29. Lalu cari rentang “FK” dengan rumus “FK= AVERAGE(blok semua data

FK)”

30. Lalu klik “Enter” didapatlah nilai rata-rata FK


26

Analisis Data

Menurut Gurukinayan et al., (2015) untuk menentukan Hubungan

panjang-berat digambarkan dalam dua bentuk yaitu isometrik dan alometrik y = a

+ b X. Untuk kedua pola ini berlaku persamaan :


W = aLb

Keterangan : W= Berat individu ikan dalam gram; L= Panjang individu ikan

dalam mm; a=Intersep (perpotongan kurva hubungan panjang-berat dengan

sumbu y) b=Penduga pola pertumbuhan. panjang-berat.

Menurut Yuanda et al., (2017) untuk mengkaji dalam penentuan nilai b

maka dilakukan uji t, dimana terdapat usaha untuk melakukan penolakan atau

penerimaan hipotesis yang dibuat.

βo − βi
Thitung =
Sβi

Keterangan: Sβi = Simpangan Baku; βo = Intercept(3); βi= Slope (hubungan dari

panjang berat). Sehingga diperoleh hipotesis: H0: b = 3 (isometrik), H0 : b ≠ 3

(allometrik).

Setelah itu, nilai thitung dibandingkan dengannilai ttabel sehingga keputusan yang

dapat diambil adalah sebagai berikut:Thitung > Ttabel, maka tolak H0; Thitung <Ttabel,

maka gagal tolak H0. Apabila pola pertumbuhan allometrik maka dilanjutkan

dengan hipotesis sebagai berikut:Allometrik positif H0: B= 3 (isometrik); H1: b>3

(allometrik); Allometrik negatif H0: b = 3 (isometrik) H1: b < 3 (allometrik).

Keeratan hubungan panjang berat ikan ditunjukkan oleh koefisien korelasi (r)

yang diperoleh dari rumus√R2 : dimana R adalah keofisien determinasi. Nilai

mendekati 1 (r > 0,7) menggambarkan hubungan yang erat antara keduanya, dan
27

nilai menjauhi 1 (r < 0,7) menggambarkanhubungan yang tidak erat antara

keduanya.

Menurut Tresnati (2012),untuk menguji koefisien regresi, b = 3 atau tidak,

maka dilakukan analisi data uji-t. Nilai thitung dibandingkan dengan nilai ttabel. Jika

nilai thitung lebih besar daripada ttabel maka b berbeda dengan 3, sebaliknya jika

thitung lebih kecil maka b sama dengan 3. Data yang diperoleh kemudian diolah

dengan menggunakan bantuan Microsoft Excel.Kekuatan hubungan bobot dan

panjang ikan diukur dengan menggunakan analisis korelasi berikut :

N(∑ logL x logW) − (∑ logL)(∑ log W)


r=
√{N(∑ log 2 L) − (∑ logL)2 } {N(∑ log 2 W) − (∑ logW)2 }

Nilai r berada N(∑ -1


di antara logL x logW)
dan +1 (-1≤−r(∑ logL)(∑
≥+1). log W)
Apabila nilai r = +1, maka dapat
=
√{N(∑ log L) − (∑ logL) } {N(∑ log W) − (∑ logW)2 }
2 2 2
dikatakan terdapat hubungan linear sempurna langsung antara jantan dan betina.

Apabila nilai r = -1, berarti terdapat hubungan linear sempurna tak langsung

antara jantan dan betina. Sebaliknya jika nilai r = 0 menunjukkan tidak terdapat

hubungan linear antara jantan dan betina. Kekuatan hubungan korelasi dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Interpretasi hubungan korelasi (r)

Nilai Koefisian Korelasi (- atau +) Arti

0,00 – 0,19 Korelasi sangat lemah

0,20 – 0,39 Korelasi lemah

0,40 – 0,69 Korelasi sedang

0,70 – 0,89 Korelasi kuat


28

0.90 – 1,00 Korelasi sangat kuat

Menurut Yuanda dkk., (2017), faktor kondisi yaitu keadaan atau

kemontokan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka untuk menunjukkan

keadaan ikan dari segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup dan melakukan

reproduksi. Perhitungan factor kondisi didasarkan pada panjang dan bobot ikan.

Faktor kondisi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :Jika nilai b ≠ 3

(allometrik), maka faktor kondisi ditentukan dengan rumus:

W
FK =
aLb

Jika nilai b = 3 (isometrik), maka faktor kondisi ditentukan dengan rumus:

W
FK = 105
L3

Keterangan: K = faktor kondisi; W = bobot ikan (gram); L = panjang total

ikan (mm); a dan b = konstanta.


29

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil dari penulisan laporan ini adalah sebagai berikut:

Hubungan Panjang Bobot Ikan Biji Nangka


350
300 y = 0.03199x1.52616
R² = 0.61196
250
Berat (gr)

200
150
Series1
100
Power (Series1)
50
0
0 100 200 300 400
Panjang (mm)

Grafik 1. Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Biji Nangka (Upeneus moluccensis)

Tabel 1. Faktor Kondisi

Nilai Keterangan

1,157928 Tubuh ikan kurang pipih

Tabel 2. Koefisien Korelasi (r)

Nilai Keterangan

0,782279 Korelasi kuat


30

Tabel 3. Nilai Uji Thitung dan Ttabel

Uji Nilai

Thitung -0,46521293

Ttabel 1,97499618

Hubungan -0,46521293<1,97499618

Pembahasan

Dari hasil di atas didaptkan bahwa nilai b1= 1,52616. Maka pola

pertumbuhan Ikan Biji Nangka bersifat allometrik negatif. Dimana pertambahan

panjang lebih dominan dari pertambahan berat. Hal ini sesuai dengan Wujdi

(2012) yang menyatakan bahwa hubungan panjang dan bobot ikan dianalisis

untuk mengetahui pola pertumbuhannya. Untuk mengetahui pola pertumbuhan

ikan dapat ditentukan dari nilai konstanta b hubungan panjang berat ikan tersebut.

Jika b=3, maka pertumbuhannya bersifat isometrik (pertambahan panjang

sebandingdengan pertambahan berat). Jika b≠3 maka hubunganyang terbentuk

adalah allometrik (pertambahan panjang tidak sebanding dengan pertambahan

berat). Apabila b>3,maka hubungannya bersifat allometrik positif dimana

pertambahan berat lebih dominan dari pertambahan panjangnya, sedangkan jika

b<3, maka hubungan yang terbentuk bersifat allometrik negatif dimana

pertambahan panjang lebih dominan dari pertambahan beratnya.

Dari hasil diatas di dapatkan bahwa nilai pola pertumbuhan Ikan Biji

Nangka memiliki nilai koefisien korelasi (r)= 0,782279. Karena r berada pada
31

rentang yang termasuk korelasi kuat. Hal ini sesuai dengan Tresnati (2012) yang

menyatakan bahwa nilai koefisien korelasi (r) rentang 0,00-0,19 memiliki arti

korelasi sangat lemah. 0,20-0,39 memiliki arti korelasi lemah. 0,40-0,69 memiliki

arti korelasi sedang. 0,70-0,89 memiliki arti korelasi kuat. Dan 0,90-1,00 memiliki

arti korelasi sangat kuat.

Pola pertumbuhan Ikan Biji Nangka dipengaruhi banyak hal. Seperti ikan

itu sendiri, kondisi perairan tempat ikan hidup, dan jenis ikan. Hal ini sesuai

dengan Pulungan et al (2012) yang menyatakan bahwa bervariasinya nilai b dari

setiap spesies ikan dipengaruhi oleh: spesies ikan itu sendiri, kondisi perairan,

jenis ikan, tingkat kematangan gonad, tingkat kedewasaan ikan, musim dan waktu

penangkapan. Berdasarkan uji t terhadap koefisien regresi (b) dari persamaan

hubungan panjang total dengan bobot tubuh menunjukkan berbeda dengan 3.

Berarti pola pertumbuhan ikan bersifat allometrik negatif yang menunjukkan

bahwa, pertambahan panjang total lebih cepat dari pertambahan bobot tubuh

dengan derajat hubungan.

Dari hasil diatas diketahui bahwa nilai FK= 1,157928. Maka dari itu nilai

kemontokan dari Ikan Biji Nangka adalah tubuh ikan kurang pipih. Hal ini sesuai

dengan Wujdi et al (2012) yang menyatakan bahwa Faktor kondisi menunjukkan

keadaan baik dari ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival dan

reproduksi. Penggunaan nilai faktor kondisi secara komersiil mempunyai arti

penting menentukan kualitas dan kuantitas daging ikan yang tersedia untuk dapat

dimakan. Ikan-ikan yang badannya kurang pipih atau montok memiliki harga K

berkisar antara 1-3. perbedaan nilai faktor kondisi dipengaruhi oleh kepadatan

populasi, tingkat kematangan gonad,makanan, jenis kelamin, dan umur ikan.


32

Dari hasil diatas diketahui bahwa -0,46521293<1,97499618. Yang berarti

thitung<ttabel. Maka H0 gagal ditolak. Hal ini sesuai dengan Yuanda et al (2017)

yang menyatakan bahwa nilai thitung dibandingkan dengannilai ttabel sehingga

keputusan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:Thitung > Ttabel, maka tolak

H0; Thitung <Ttabel, maka gagal tolak H0. Apabila pola pertumbuhan allometrik maka

dilanjutkan dengan hipotesis sebagai berikut:Allometrik positif H0: B= 3

(isometrik); H1: b>3 (allometrik); Allometrik negatif H0: b = 3 (isometrik) H1: b <

3 (allometrik). Keeratan hubungan panjang berat ikan ditunjukkan oleh koefisien

korelasi (r) yang diperoleh dari rumus √R2 : dimana R adalah keofisien

determinasi.

Dari hasil diatas diketahui bahwa pola pertumbuhan dari Ikan Biji Nangka

bersifat allometrik negatif berdasarkan nilai koefisien korelasi (r), b maupun FK

nya. Pola pertumbuhan ini menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang lebih cepat

dari pada pertumbuhan berat. Hal ini sesuai dengan Wujdi et al (2012) yang

menyatakan bahwa hubungan panjang dan bobot ikan dianalisis untuk mengetahui

pola pertumbuhannya. Untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan dapat ditentukan

dari nilai konstanta b hubungan panjang berat ikan tersebut. Jika b=3, maka

pertumbuhannya bersifat isometrik (pertambahan panjang sebandingdengan

pertambahan berat). Jika b≠3 maka hubungan yang terbentuk adalah allometrik

(pertambahan panjang tidak sebanding dengan pertambahan berat). Apabila b>3,

maka hubungannya bersifat allometrik positif dimana pertambahan berat lebih

dominan dari pertambahanpanjangnya, sedangkan jika b<3, maka hubungan yang

terbentuk bersifat allometrik negatif dimana pertambahan panjang lebih dominan

dari pertambahan beratnya.


33

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan dari penulisan laporan ini adalah pola pertumbuhan Ikan Biji

Nangka (Upeneus moluccensis) bersifat allometrik negatif dikarenakan nilai b<1

dengan nilai b yang di dapat adalah 1,52616. Nilai koefisien korelasi

(r) = 0,782279 yang memiliki arti korelasi kuat. Serta, nilai FK= 1,157928 yang

menandakan tubuh Ikan Biji Nangka (Upeneus moluccensis).

Saran

Saran untuk para praktikan untuk lebih aktif dalam menjalani praktikum.

Dan untuk laboratorium agar lebih melengkapi alat dan bahan yang dibutuhkan

pada saat praktikum.


34

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, N. 2008. Karakteristik Fisika Kimia Perairan dan Kaitannya dengan


Distribusi serta Kelimpahan Larva Ikan di Teluk Palabuhan Ratu. [Tesis].
Institut Pertanian Bogor.

Damayanti, W. 2010. Kajian Stok Sumberdaya Ikan Selar (Caranx Leptolepis


Cuvier, 1833) di Perairan Teluk Jakarta dengan Menggunakan Sidik
Frekuensi Panjang. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor

Ernaningsih, D. 2015. Kajian Biologi Perikanan Ikan Kerapu Bara di Perairan


Kabupaten Kepulauan Raja Ampat. Universitas Satya
Indonesia.

Gurukinayan, Z. A., Yunasfi, Dan A. Muhtadi. 2015. Kajian Aspek Pertumbuhan


dan Laju Eksploitasi Ikan Teri Nasi (Stolephorus Spp.) di Perairan
Belawan Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hukom, F. D., D. R. Purnama dan MF Rahardjo. 2006. Tingkat Kematangan


Gonad, Faktor Kondisi, dan Hubungan Panjang-Berat Ikan Tajuk
(Aphareus rutilan)Cuvier, 1830) di Perairan Laut Dalam Palabuhan
Ratu, Jawa Barat. Jurnal Iktiologi. 6 (1).

Husna, F. 2012. Reproduksi Ikan Kuniran Upeneus Moluccensis (Bleeker 1855)


dari Perairan Selat Sunda yang Didaratkan di PPP Labuan, Banten.
[Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Mulfizar, Z.A. Muchlisin, I. Dewiyanti. 2012. Hubungan Panjang Berat dan


Faktor Kondisi Tiga Jenis Ikan yang Tertangkap di Perairan Kuala
Gigieng Aceh Besar Provinsi Aceh. 1(1). ISSN 2089-7790.

Panjaitan, Y. K. 2016. Struktur Populasi Ikan Guppy (Poecilia reticulata Peters)


di Sungai Gajah Putih Surakarta. [Skripsi]. Universitas Kristen Satya
Wacana, Salatiga.

Pulungan, C. P., Indra J. Z., Sukendi dan Mansyurdin. 2012. Sebaran Ukuran,
Hubungan Panjang-Berat dan Faktor Kondisi Ikan Pantau Janggut
(Esomus metallicus AHL) di Sungai Tenayan dan Tapung Mati, Riau.
Jurnal Perikanan dan Keluatan. 17 (2).

Puspita, E. 2016.Pengaruh Pemberian Pakan Hidup (Daphnia sp) yang Diperkaa


dengan Tepung Spirulina terhadap Intensitas Warna dan Pertumbuhan
Ikan Guppy (Poecilia reticulate). Universitas Lampung, Bandar
Lampung.
35

Rahardjo, M. F dan Charles. P. H. S. 2008. Hubungan Panjang Bobot dan Faktor


Kondisi Ikan Tetet, Johnius belangerii Cuvier (Pisces : Scianidae) di
Perairan Pantai Mayangan, Jawa Barat. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan
Perikanan Indonesia. 15 (2).

Rifqie, G. L. 2007. Analisis Frekuensi Panjang dan Hubungan Panjang Berat Ikan
Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) di Teluk Jakarta. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Sjafei. D. S dan Ratna. S. 2001. Beberapa Aspek Biologi Ikan Biji Nangka
Upeneus moluccensis Blkr. di Perairan Teluk Labuan, Banten. Jurnal
Iktiologi Indonesia. 1 (1). ISSN : 1693-0339.

Syamsiyah, N. N. 2010. Studi Dinamika Stok Ikan Biji Nangka (Upeneus


Sulphureus Cuvier, 1829) di Perairan Utara Jawayang Didaratkan Di
Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Kabupaten Lamongan,
Provinsi Jawa Timur. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Tamsil, A. 2000. Studi Beberapa Karakteristik Reproduksi Pra Pemijahan dan


Kemungkinan Pemikahan Buatan Ikan Bungo (Glossogobius aureus) di
Danau Tempe dan Danau Sindereng Sulawesi Selatan. [Tesis]. Institut
Pertanian Bogor.
Triana, N. 2011. Pola Pertumbuhan dan Reproduksi Ikan Kuniran (Upeneus
moluccensis Bleeker, 1855) di Perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara.
[Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wujdi,A., Suwarso danWudianto. 2012. Hubungan Panjangbobot Faktor kondisi


dan Struktur Ukuran Ikan Lemuru (Sardinella Lemuru Bleeker, 1853) di
Perairan Selatbali. 4(2).

Yuanda D., M. B. Mulya, dan A. Muhtadi. 2017. Pertumbuhan dan Laju


Eksploitasi Ikan Teri Pekto (Stolephorus Waitei) di Perairan Belawan
Kota Medan Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Anda mungkin juga menyukai