Anda di halaman 1dari 3

KIE

Edukasi ditujukan pada orangtua pasien. Orangtua pasien perlu diedukasi mengenai beberapa hal
diantaranya (IDAI, 2016)
1. Mengurangi kecemasan dengan
a. Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumya mempunyai prognosis baik
b. Memberitahukan cara penanganan kejang, seperti
1. Tetap tenang dan tidak panik saat anak kejang
2. Melonggarkan pakaian yang ketat, terutama di sekitar leher untuk membebaskan jalan
nafas
3. Bila anak tidak sadar, posisikan anak miring untuk menghindari aspirasi. Bila terdapat
muntahan atau lendir di mulut atau hidung bisa dibersihkan
4. Jangan memasukkan benda apapun ke dalam mulut
5. Ukur suhu, observasi, dan catat bentuk dan lama kejang
6. Tetap bersama anak selama dan sesudah kejang
7. Berikan diazepam rektal bila kejang masih berlangsung lebih dari 5 menit. Jangan
berikan bila kejang telah berhenti. Diazepam rektal hanya boleh diberikan satu kali
oleh orangtua
8. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih, suhu
tubuh lebih dari 40 derajat Celsius, kejang tidak berhenti dengan diazepam rektal,
kejang fokal, setelah kejang anak tidak sadar, atau terdapat kelumpuhan.
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
d. Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang memang efektif, tetapi harus
diingat adanya efek samping obat.

Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI, 2016. Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
Pencegahan Kejang Demam
a. Pencegahan Primer
Yaitu upaya pencegahan sebelum anak yang beresiko mengalami kejang demam, berupa:
1. Penyuluhan kepada ibu yang memiliki bayi atau anak tentang upaya untuk meningkatkan status
gizi anak, dengan cara memenuhi kebutuhan nutrisinya.
Jika status gizi anak baik maka akan meningkatkan daya tahan tubuhnya sehingga dapat
terhindar dari berbagai penyakit infeksi yang memicu terjadinya demam (Seinfeld, 2013).
2. Menjaga sanitasi dan kebersihan lingkungan. Jika lingkungan bersih dan sehat maka agen
penyakit akan sulit berkembang biak dan anak dapat terhindar dari berbagai penyakit infeksi
(Seinfeld, 2013).
3. Mengukur derajat demam menggunakan thermometer, pengukuran suhu berguna untuk
menentukan pada suhu berapa kejang demam timbul (Soebandi, 2014)
4. Demam merupakan faktor pencetus terjadinya kejang demam. Jika anak mengalami demam
segera kompres anak dengan air hangat pada dahi, ketiak, lipatan siku, dan lipatan paha serta
berikan antipiretik untuk menurunkan demamnya meskipun tidak ditemukan bukti bahwa
pemberian antipiretik dapat mengurangi risiko terjadinya kejang demam (Soebandi, 2014).
b. Pencegahan Sekunder
Yaitu upaya pencegahan yang dilakukan ketika anak sudah mengalami kejang demam. Adapun tata
laksana dalam penanganan kejang demam pada anak meliputi :
1. Pengobatan Fase Akut
Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga agar jalan nafas tetap
terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk mencegah aspirasi. Sebagian
besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat juga berlangsung terus atau berulang.
Pengisapan lendir dan pemberian oksigen harus dilakukan teratur, bila perlu dilakukan intubasi.
Keadaan dan kebutuhan cairan, kalori dan elektrolit harus diperhatikan. Suhu tubuh dapat
diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian antipiretik. Pemberantasan kejang
dilakukan dengan cara memberikan obat antikejang kepada penderita. Obat yang diberikan
adalah diazepam dalam rute intravena maupun rektal (Lissauer, 2013)
2. Mencari dan mengobati penyebab
Pada anak, demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan akut, otitis media,
bronkitis, infeksi saluran kemih, dan lain-lain. Untuk mengobati penyakit infeksi tersebut
diberikan antibiotik yang adekuat. Kejang dengan suhu badan yang tinggi juga dapat terjadi
karena faktor lain, seperti meningitis atau ensefalitis. Oleh sebab itu pemeriksaan cairan
serebrospinal (lumbal pungsi) diindikasikan pada anak penderita kejang demam berusia kurang
dari 12 bulan (Lissauer, 2013)
Pemeriksaan laboratorium lain dilakukan atas indikasi untuk mencari penyebab, seperti
pemeriksaan darah rutin, kadar gula darah dan elektrolit. Pemeriksaan EEG dilakukan pada
kejang demam kompleks atau anak yang mempunyai risiko untuk mengalami epilepsy
(Lissauer, 2013)
3. Pengobatan profilaksis terhadap kejang demam berulang
Pencegahan kejang demam berulang perlu dilakukan karena menakutkan keluarga dan bila
berlangsung terus dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Terdapat 2 cara
profilaksis, yaitu:
a. Profilaksis intermitten pada waktu demam (IDAI, 2016)
Pengobatan profilaksis intermittent dengan antikonvulsan segera diberikan pada saat
penderita demam (suhu rektal lebih dari 38ºC). Pilihan obat harus dapat cepat masuk dan
bekerja ke otak. Obat yang dapat diberikan berupa diazepam, klonazepam atau kloralhidrat
supositoria.
b. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari (IDAI, 2016)
Indikasi pemberian profilaksis terus menerus adalah :
- Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan atau gangguan
perkembangan neurologis.
- Terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik pada orang tua atau
saudara kandung.
- Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis
sementara atau menetap. Kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12
bulan atau terjadi kejang multipel dalam satu episode demam.
Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang
terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. Pemberian profilaksis
terus menerus hanya berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat, tetapi
tidak dapat mencegah timbulnya epilepsi di kemudian hari. Obat yang dapat diberikan
berupa fenobarbital dan asam valproat.
c. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier adalah mencegah terjadinya kecacatan, kematian, serta usaha
rehabilitasi. Penderita kejang demam mempunyai risiko untuk mengalami kematian meskipun
kemungkinannya sangat kecil. Selain itu, jika penderita kejang demam kompleks tidak segera
mendapat penanganan yang tepat dan cepat akan berakibat pada kerusakan sel saraf (neuron). Oleh
karena itu, anak yang menderita kejang demam perlu mendapat penanganan yang adekuat dari
petugas kesehatan guna mencegah timbulnya kecacatan bahkan kematian (Seinfeld, 2013).

Dapus
Soebandi, Amanda. 2014. Kejang Demam: Tidak Seseram yang Dibayangkan. Artikel: Keluhan
Anak (Online) diakses di http://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhan-anak/kejang-demam-
tidak-seseram-yang-dibayangkan pada 14 Maret 2019 10:19
Lissauer, Tom., dan Fanaroff, Avroy., 2013. Selayang Neonatologi Edisi 2. Jakarta: PT Indeks
Seinfeld, S.D.O., Pellock, J.M., 2013. Recent Research on Febrile Seizures: A Review. Journal
Neurophysical.

Anda mungkin juga menyukai