Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Respirasi yaitu suatu peristiwa ketika tubuh kekurangan oksigen (O2) dan kemudian
oksigen yang berada di luar tubuh akan dihirup (inspirasi) melalui organ pernapasan. Pada
keadaan tertentu tubuh kelebihan karbon dioksida (CO2), maka tubuh berusaha untuk
mengeluarkan kelebihan tersebut dengan menghembuskan napas (ekspirasi) sehingga terjadi
suatu keseimbangan antara O2 dan CO2 di dalam tubuh.

Sistem respirasi terbagi menjadi dua yaitu sistem respirasi atas yang terdiri dari
hidung dan faring dimana farng terbagi menjadi orofaring, nasofaring, fan laringofaring.
Selanjutnya pernafasan atas dari laring, trakea, brrpnkus dan paru (pulmo).

Sistem respirasi berperan untuk menukar udara ke permukaan dalam paru. Udara akan
masuk ke saluran pernapasan kemudian akan terjadi pertukaran atau perfusi di dalam alveolus
dimana oksigen akan terikat dalam hemoglobin kemudian akan disebarkan keseluruh tubuh
untuk membantu proses metabbolisme dalam menghasilkan energi selain itu.

Fungsi bernapas sendiri yaitu mengambil O2 dari luara ke dalam tubuh, beredar
dalam darah selanjutnya terjadi proses pembakaran dalam sel atau jaringan, mengeluarkan
CO2 yang terjadi dari sisa hasil pembakaran dibawa oleh darah yang berasal dari sel yang
selanjutnya dikeluarkan kembali, membantu menyeimbangkan asam dan basa tubuh, sebagai
resonansi atau membantu dalam pembentukan bunyi atau suara.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi paru-paru

Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung
(gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel.
Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini terjadi pertukaran
udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung
paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan) Paru-paru dibagi dua
yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus
media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo
sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil
bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus
superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5
buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen
pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
bernama lobulus. Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang
berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus.
Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang ini disebut duktus
alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm.

Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada atau
kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada
mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura.
Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput dada pembungkus) yaitu
selaput paru yang langsung membungkus paru-paru. Kedua pleura parietal yaitu selaput yang
melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa)
sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang
berguna untuk meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru
dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.

Sirkulasi dalam paru mencakup pembuluh nutrien (sistemik) maupun pembuluh


fungsional (pulmonal). Arteri-arteri dan vena-vena paru menggambarkan sirkulasi fungsional
dan arteri tersebut memiliki dinding yang tipis akibat tekanan yang rendah (25 mmHg sistolik
dan 5 mmHg diastotik) di dalam sirkulasi paru. Di dalam paru, a. pulmonalis bercabang
mengikuti percabangan bronkus, dengan cabang-cabang yang dikelilingi adventisia bronkus
dan bronkiolus. Di tingkat ductus alveolaris, cabang-cabang arteri ini membentuk jalinan
kapiler di dalam septum interalveolus dan berkontak erat dengan alveolus. Paru-paru
mempunyai jalinan kapiler yang paling berkembang di dalam tubuh, dengan kapiler di antara
semua alveoli, termasuk kapiler dalam bronchiolus respiratorius. Venula yang berasal dari
jalinan kapiler ditemukan satu-satu di dalam parenkim, dan agak menjauh dari jalan napas,
yang ditopang oleh selapis tipis jaringan ikat. Setelah meninggalkan lobulus, vena mengikuti
percabangan bronkus ke arah hilus. Pembuluh nutrien mengikuti percabangan bronkus dan
mendistribusikan darah ke sebagian besar paru sampai pada bronchiolus respiratorius, di
tempat pembuluh ini beranastomosis dengan cabang-cabang kecil dari a. pulmonalis.
Pembuluh limfe muncul di iaringan ikat bronkiolus. Pembuluh ini mengikuti bronkiolus,
bronkus dan pembuluhpembuluh pulmonal serta semuanya mencurahkan isinya ke dalam
kelenjar getah bening di daerah hilus. Jalinan limfatik ini disebut jalinan dalam untuk
membedakannya dari jalinan superfisial pembuluh limfe di pleura viseral. Kedua jalinan
tersebut bermuara menuju hilum, baik dengan mengikuti pleura maupun setelah memasuki
jaringan Paru melalui septa interlobularis. Pembuluh limfe tidak ditemukan di bagian
terminal percabangan bronkus atau di luar ductus alveolaris. Serabut saraf simpatis maupun
parasimpatis menginervasi paru dan serabut aferen viseral umum, yang membawa sensasi
nyeri yang kurang terlokalisasi. Kebanyakan saraf terdapat dalam jaringan ikat di sekitar
saluran napas besar.

2.2 Infark Paru

A. Definisi

Infark paru adalah kematian jaringan paru karena tersumbatnya arteri pulmonalis atau
cabangnya oleh suatu embolus.

Sebenarnya infark dan emboli merupakan 2 hal yang tak dapat dipisahkan. Infark paru
merupakan penyakit dengan gambaran emboli paru yang disertai gejala utama berupa
nyeri pleuritik dan hemoptisis.

Dalam kamus kedokteran dorland pulmonary infarction merupakan nekrosis


terlokalisasi pada jaringan paru yang disebabkan oleh sumbatan aliran darah arteri, paling
sering akibat emboli pulmonal. Manifesatsi klinis bervariasi dari nyeri dada subklinis
hingga pleuritik, dispnea, hemoptisis, dan takikardia.
Sekitar 10% pasien menderita emboli paru dapat mengalami infark paru dimanapun
insidennya relatif konstan dengan jumlah 117 kasus per 100.000 orang per tahun.

Kejadian trombo emboli vena meningkat pada usia lebih dari 60 tahun baik laki-laki
maupun perempuan. Hampir 25% pasien dengan emboli paru dan infark paru mengalami
kematian mendadak.

B. Etiologi

1. Emboli

Emboli dalam tubuh terutama berasal dari thrombus vena, paling sering pada
vena profunda di tungkai atau di panggul. Jika fragmen thrombus vena ini terlepas
dan terbawa aliran darah, maka fragmen tersebut akan masuk ke vena cava dan
kemudian ke jantung kanan. Fragmen ini tidak tersangkut selama dalam perjalanan
karena pembuluh dan ruangan jantung berukuran besar. Darah akan meninggalkan
ventrikel kanan dan mengalir ke cabang utama arteria pulmonalis, kemudian ke
cabang arteria pulmonalis kanan dan kiri, untuk selanjutnya ke cabang-cabang
pembuluh darah yang lebih kecil. Karena keadaan anatomis ini, emboli yang berasal
dari thrombus vena biasanya berakhir sebagai emboli arteria pulmonalis.Jika fragmen
thrombus yang sangat besar menjadi embolus, maka sebagian besar suplai arteria
pulmonalis dapat tersumbat dengan mendadak.Hal ini dapat menimbulkan kematian
mendadak.Sebaliknya, emboli arteria pulmonalis yang lebih kecil dapat tanpa gejala,
atau dapat mengakibatkan perdarahan sekunder pada paru karena kerusakan vascular
atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dari paru.Emboli paru dengan berbagai
ukuran dapat ditemukan pada sejumlah besar pasien yang meninggal setelah beberapa
lama berbaring di tempat tidur; kadang-kadang emboli paru mempercepat kematian
pasien, kadang-kadang hanya bersifat kebetulan. Penyebaran emboli kecil paru yang
berlangsung lama dapat menimbulkan penyumbatan pada pembuluh darah paru
sehingga timbul pembebanan yang berlebihan dan kegagalan jantung kanan.

Infark paru biasanya merupakan kelanjutan dari emboli paru, di mana terjadi
nekrosis pada sebagian jaringan parenkim paru akibat tersumbatnya aliran darah
yang menuju jaringan paru tersebut oleh tromboemboli. Oleh karena jaringan
parenkim paru memperoleh aliran darah dari 2 jenis peredaran darah (cabang-
cabang arteri pulmonalis dan cabang arteri bronkialis), maka emboli paru jarang
berlanjut menjadi infark paru.
aJaringan parenkim paru diperdarahi oleh 2 peredaran darah, sehingga hanya
sebagian kecil pasien dengan emboli paru berlanjut menjadi infark paru. Infark
paru banyak terjadi pada keadaan infeksi dan gagal jantung kiri, tetapi banyak pula
pasien infark paru tanpa didahului dengan infeksi, penyakit jantung, ataupun
penyakit paru .
Perlu diingat bahwa paru tidak hanya mendapatkan oksigen dari arteri
pulmonalis, tetapi juga arteri bronkialis dan secara langsung dari udara di alveolus.
Jika sirkulasi bronkus normal dan ventilasi dipertahankan secara adekuat, maka
penurunan aliran darah yang terjadi tidak menyebabkan nekrosis jaringan.
Kejadian infark paru akibat tromboembolus paru terjadi hanya pada sekitar 10%
kasus. Infark paru dapat terjadi jika terdapat gangguan fungsi jantung atau sirkulasi
bronkus, atau jika bagian paru yang beresiko kurang mendapat ventilasi akibat
penyakit dasarnya.

2. Vaskulitis dan emboli septik


Vaskulitis yang terjadi di arteri bronkialis lama-lama akan menyebabkan
trombus karena peradangannya akan timbul proses penyembuhan yang dapat
menyebabkan trombosis dimana trombosis akan terlepas dan menyumbat
pembuluh darah bronkial dan menyebabkan infark. Sedangkan pada kasus emboli
septik sering terjadi karena mikroorganisme yang dapat menyebabkan nekrosis
inflamasi.
3. Kanker paru
Kejadian infark paru terkadang dikaitkan pula dengan kanker paru. Kanker
paru dapat mengakibatkan infark paru jika terjadi metastase sel kanker ke arteri
dan vena pulmonal sehingga terjadi obstruksi. Sebuah kasus infark paru pernah
dilaporkan di Tokyo yang setelah dianalisis penyebabnya adalah adenosquamous
cell carcinoma paru-paru kanan. Kanker ini mengakibatkan infark paru multipel di
lobus superior dan medial dekstra.
C. Patofisiologi Infark Paru

Gambaran mikroskopis infark paru menunjukkan adanya nekrosis koagulasi


pada dinding alveoli dan alveoli penuh dengan eritrosit serta sedikit reaksi inflamasi.
Pada infark paru yang terjadi tidak lengkap, timbul ekstravasasi eritrosit ke dalam
alveoli tanpa adanya nekrosis.
Embolus yang tersangkut di arteri paru berukuran sedang atau kecil. Dengan
sirkulasi dan aliran arteri bronkialis yang adekuat, vitalitas parenkim paru dapat
dipertahankan, tetapi rongga alveoli mungkin terisi oleh darah sehingga terjadi
perdarahan paru akibat kerusakan iskemik pada sel endotel.
Ketika terjadi iskemik ringan pada jaringan paru akan mengakibatkan
terjadinya dilatasi kapiler, arteriol, dan venula. Selain itu juga terjadi peningkatan
permeabilitas vaskular dengan kebocoran cairan dan eritrosit. Hal ini terjadi karena
sel endotel pembuluh darah sangat peka terhadap hipoksemia. Perdarahan paru yang
terjadi menyerupai infark paru, tetapi struktur jaringan paru dipertahankan dan
arsitektur sebelumnya kembali lagi setelah resorbsi darah.
Perdarahan paru yang disebabkan oleh infark paru dapat bersifat multipel dan
banyak ditemukan di lobus bawah, terutama paru kanan. Infark paru biasanya terletak
pada jaringan paru perifer, cenderung berbentuk kerucut (wedge-shaped). Daerah ini
berwarna gelap dan merah coklat dengan batas yang tegas. Pada infark paru, jaringan
nekrosis selalu hemoragis dan struktur paru asli rusak atau tidak ada. Pada
perjalanannya, warna infark paru berubah dari merah gelap menjadi coklat bila
eritrosit rusak dan pigmen hemosiderin difagositosis makrofag. Kemudian warnanya
berubah menjadi keabu-abuan bila terjadi fibrosis dan infark paru berubah menjadi
jaringan parut. Retraksi daerah fibrotik ini menyebabkan cekungan pada permukaan
pleura.
Jika keadaan kardiovaskular kurang, seperti yang terjadi pada gagal jantung
kongestif, akan terjadi infark. Ukuran infark bervariasi dari yang sulit dilihat hingga
mengenai sebagian besar lobus. Biasanya infark berbentuk baji dengan dasar di
permukaan pleura dan puncak mengarah ke hilus paru. Permukaan pleura di
sekitarnya sering ditutupi oleh eksudat fibrinosa. Jika dapat diidentifikasi, pembuluh
yang tersumbat biasanya ditemukan di dekat apeks daerah yang infark.
Pada infark paru, hemoptisis timbul setelah 12 jam terjadinya emboli dan
sesudah 24 jam daerah infark berbatas tegas dengan daerah paru yang sehat karena
adanya konsolidasi perdarahan dan atelektasis. Selanjutnya sel-sel septum intraalveoli
mengalami nekrosis dengan pembengkakan dan menghilangnya struktur histologis.
Dua minggu kemudian terjadi perubahan yang ditandai dengan adanya penetrasi
kapiler-kapiler baru dari daerah paru yang sehat ke arah paru yang terkena infark.
Perdarahan secara perlahan-lahan mulai terserap dan jaringan yang nekrosis diganti
dengan jaringan ikat, yang selanjutnya berubah menjadi jaringan parut (fibrosis).
Waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya jaringan parut bergantung pada luasnya
infark. Semakin luas infark, maka semakin lama terjadinya jaringan parut.

Timbulnya infark pada emboli paru tergantung pada tiga hal yaitu ukuran
massa emboli, ukuran arteri yang tersumbat, dan keadaan dari sirkulasi umum dan
sirkulasi paru. Emboli kecil mengenai arteri yang lebih perifer dan pada sirkulasi
kardiovaskular adekuat, arteri bronkialis dapat mencukupi vitalitas dari parenkim
paru, akan tetapi ruangan alveoli sering penuh dengan darah yang menyebabkan
perdarahan paru. Bila sirkulasi kardiovaskular tidak adekuat, seperti pada penyakit
bendungan jantung, maka penyumbatan arteri paru menyebabkan infark. Lebih dari
95% embolus paru berasal dari trombus di vena dalam tungkai bawah, biasanya
berasal dari vena poplitea dan vena besar di atasnya. Banyak material atau substansi
yang dapat membentuk emboli yang nantinya menuju ke sirkulasi paru. Termasuk
didalamnya adalah lemak, tumor, emboli septik, udara, cairan amnion, dan benda
asing lainnya.

Kejadian infark paru terkadang dikaitkan pula dengan kanker paru. Akan
tetapi, kejadiannya jauh lebih jarang jika dibandingkan dengan infark akibat emboli
paru. Kanker paru dapat mengakibatkan infark paru jika terjadi metastase sel kanker
ke arteri dan vena pulmonal sehingga terjadi obstruksi. Sebuah kasus infark paru
pernah dilaporkan di Tokyo yang setelah dianalisis penyebabnya adalah
adenosquamous cell carcinoma paru-paru kanan. Kanker ini mengakibatkan infark
paru multipel di lobus superior dan medial dekstra.
Trombus vena dalam Penyebab non-embolus:
tungkai bawah vaskulitis, infeksi
angioinvasif, penyakit
sickle-cell, embolisme
Trombus ikut aliran tumor, pulmonary
darah ke jantung torsion,dll.

Trombus masuk ke dalam


INFARK PARU
peredaran darah paru

Penyumbatan di arteri
d 1. Ukuran massa emboli
pulmonalis dan/atau
i
arteri bronkialis p
e
n 2. Ukuran arteri yang
g
Emboli Paru a tersumbat
r
u 3. Keadaan sirkulasi
h umum dan sirkulasi paru
i

Aliran darah ke
parenkim paru
terganggu

D. Gejala Infark Paru

1. Nyeri pleuritik.
Dirasakan di dinding dada daerah paru yang terkena atau menjalar sampai ke
daerah bahu ipsilateral. Nyeri pleuritik tadi menyebabkan pergerakan dada daerah
yang terkena menjadi berkurang sehingga pasien merasakan sesak. Penyebab nyeri
pleuritik yaitu karena persarafan pleura sama dengan paru-paru yaitu nervus vagus
kemudian perdarahan paru berasal dari bronkialis.
2. Hemoptosis
Hemoptosis disebabkan oleh dua hal yaitu yang pertama jika infark mengenai
perdarahan bronkialis, paru akan mengalami kerusakan diantaranya terjadi
kerusakan endotel kolaps alveolis dan proses perfusi tidak terjadi yang menyebabkan
darah ke alveoli dan terjadi hemoptosis selain itu jika terjadi infark karena emboli
yang berasal dari pulmonalis darah yang akan mengalami pertukaran akan menjadi
menumpuk/ terbendung sampai ke alveoli yang menyebabkan refleks batuk yang
mengeluarkan darah.
3. Sesak napas mendadak
Terjadi karena infark yang menyumbat pembuluh darah secara tiba-tiba dan
perfusi di paru menjadi turun.
4. Takipneu
Diakibatkan karena adanya nyeri pleuritk yang menyebabkan pernapasan
ditahan supaya nyeri pleura bisa di tekan.
5. Atelektasis
Disebabkan karena infark yang menyebabkan iskemia yang selanjutnya
menyebabkan kerusakan endotel dan surfaktan yang kemudian menyebakan paru
menjadi kolaps

E. Pemeriksaan penunjang

1. Foto Rontgen Toraks


Tanda utama infark paru adalah nekrosis koagulasi parenkim paru di daerah
perdarahan. Kelainan patologis ini secara radiologis tampak sebagai infiltrat, dan
berlangsung kira-kira 1 minggu kemudian menyembuh, dan akhirnya meninggalkan
garis-garis fibrosis (scar). Apabila infark yang terjadi tidak lengkap, secara
radiologis akan tampak sebagai infiltrat yang akan menyembuh dalam waktu 2-4
hari, tanpa meninggalkan sisa garis-garis fibrosis pada gambaran radiologis.
2. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan sputum ditemukannya eritrosit karena gagal terjadinya pertukaran di


alveoli dan karena iskemia surfaktan hilang sehingga darah merembes ke alveoli yang kolaps,
laju endap darah yang meningkat pada penderita yang emboli karena stasis atau
hiperkoagulan, leukosit yang meningkat pada area infark disebabkan karena ketika terjadinya
infark darah yang terperangkap akan mengalami hemolisis oleh makrofag.

F. Tata Laksana

a. Tindakan untuk memperbaiki keadaan umum pasien


 Perbaiki oksigen untuk pasien yang sesak karena infark paru
 Meberikan cairan infus untuk mempertahankan kestabilan
keluaran ventrikel kanan dan aliran darah pulmonal.
 Melakukan intubasi atau memasukkan suatu lubang atau pipa
melalui mulut atau melalui hidung, dengan sasaran jalan napas
bagian atas atau trakhea pada pasien dengan atelektasis dan
tanda eksudat dalam paru-paru.
b. Pengobatan atas dasar indikasi khusus
 Karena ini merupakan keadaan gawat darurat ada indikasi
untuk pemberian obat vasopressor
 Obat inotropik
 Antiaritmia untuk jantung jika infark luas.
 Digtalis untuk meningkatkan kontraksi jantung supaya tidak
terjadi sesak.
c. Pengobatan utama untuk infark paru
 Pemberian antikoagulan
a. Heparin adalah obat yang sering digunakan intravena secara
terus-menerus untuk mengencerkan darah sehingga
kecendrungan penggumpalan darah menurun dari
sebelumnya. Biasanya hanya diberikan di rumah sakit.
Setelah pemberian heparin dihentikan, mekanisme
pembekuan darah alami ke kekuatan aslinya (biasanya dalam
waktu enam jam setelah obat dihentikan). Heparin juga dapat
diberikan melalui suntikan dibawah kulit (subkutan) untuk
tindakan pengenceran yang berkelanjutan. Heparin 50 mg
IM/IV, tiap 4 jam per hari
b. Warfarin efektif pada pemberian oran dan harganya
terjangkau. Yang harus diingat selama menggunakan
warfarin adalah terjadinya perdarahan, oleh karena itu
pengawasan masa protrombin harus dilakukan 1-1,5 kali dari
pengawasan yang normal. Warfarin harus terus diberikan
sampai didapat tidak ada kekambuhan lagi. Dalam praktek
paling sedikit pemakaian warfarin adalah selam 4 bulan.
 Pengobatan trombolik yang berfungsi untuk melarutkan
trombus yang sudah terbentuk. Agar efektif harus diberikan
sedini mungkin.

G. Komplikasi

1. Peningkatan kerja jantung


Terjadi pada pasien infark paru dengan hipoksia jaringan yang berkepanjangan
sehingga paru mengompensasi dengan meningkatkan frekuensi jantung untuk
mencukupi kebutuhan tubuh. Hal ini bisa menyebabkan disritmia.
2. Perdarahan paru
disebabkan karena terjadinya infark menyebabkan vasodilatasi kapiler dan darah
masuk ke interstitial.
3. Hipertensi paru
Disebabkan karena paru yang mengalami emboli menyebabkan darah terkumpul dan
pembuluh darah menjadi semakin teregang.

H. Prognosis
Prognosisnya baik jika emboli cepat ditangani atau jika terjadi gajela langsung
dapat ditangan oleh dokter dan pengontrolan terhadap emboli rutin dilakukan untuk
mencegah terjadinya infark paru namun infark paru jarang terdeteksi. Pasien dengan
infark paru biasanya akan terdeteksi ketika sudah meninggal.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Infark paru adalah kematian jaringan paru karena tersumbatnya arteri pulmonalis atau
arteri bronkialis oleh suatu embolus. Dimana gejalanya berupa takipneu, sesak secara tiba-
tiba, nyeri pleuritik, hemoptosis, dan pada pemeriksaan fisik terjadi perubahan seperti paru
yang menjadi pekak atau kadang hipersonor. Untuk pemeriksaan penunjangnya dapat
dilakukan pemeriksaan foto thorax dan pemeriksaan lab. Penatalaksanaan ada Tindakan
untuk memperbaiki keadaan umum pasien dan pengobatan utama untuk infar paru.
Komplikasi dari infark paru adalah Peningkatan kerja jantung, Perdarahan paru dan
Hipertensi paru.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ali Nafiah. 2007.reposity.usu.ac.id/bitstream/123456789/3845/1/09E00735.pdf (akses
27-11-2014)
2. Price, Sylvia A & Lorraine M.Wilson.2012.PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Vol.1 edisi 6.Jakarta:EGC
3. Sudoyo. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Pusat Penerbitan
IPD FKUI : Jakarta.
4. Tabrani Rab. 2013. Ilmi Penyakit Paru. Jakarta: Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai