0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
34 tayangan4 halaman
Dokumen tersebut membahas persiapan perioperatif pada pasien dengan asma, meliputi tahapan evaluasi seperti anamnesis dan pemeriksaan fisik serta penunjang. Juga dibahas mengenai persiapan pre-operatif seperti puasa dan terapi khusus untuk pasien asma. Terapi kortikosteroid dan bronkodilator diperlukan untuk mencegah bronkospasme selama operasi.
Dokumen tersebut membahas persiapan perioperatif pada pasien dengan asma, meliputi tahapan evaluasi seperti anamnesis dan pemeriksaan fisik serta penunjang. Juga dibahas mengenai persiapan pre-operatif seperti puasa dan terapi khusus untuk pasien asma. Terapi kortikosteroid dan bronkodilator diperlukan untuk mencegah bronkospasme selama operasi.
Dokumen tersebut membahas persiapan perioperatif pada pasien dengan asma, meliputi tahapan evaluasi seperti anamnesis dan pemeriksaan fisik serta penunjang. Juga dibahas mengenai persiapan pre-operatif seperti puasa dan terapi khusus untuk pasien asma. Terapi kortikosteroid dan bronkodilator diperlukan untuk mencegah bronkospasme selama operasi.
Tahapan yang Perlu Dilakukan Perioperatif pada anak dengan asma.
Supaya tindakan operasi yang dilakukan dapat optimal baik pada saat dilakukannya operasi maupun saat post operatif dibutuhkan penilaian yang teliti mengenai kondisi pasien sebelumnya. Tahapan yang perlu dilakukan dalam persiapan perioperatif meliputi: Anamnesis Pemeriksaan Fisik Lengkap. Pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan darah rutin. Foto thoraks. Tes Fungsi Paru. Tes fungsi paru sering digunakan untuk menilai respon terhadap terapi bronkodilator pada pasien dengan bronkospasme yang reversibel. Meskipun jarang diperlukan pada pasien dengan asma tanpa komplikasi, tes ini mungkin berguna untuk memprediksi apakah anak dengan kelainan bentuk toraks atau paru seperti skoliosis mengalami peningkatan resiko komplikasi anestesi dan insufisiensi pernafasan paska operasi. Pemeriksaan yang sering dilakukan oksimetri denyut nadi oksimetri, kapasitas vital paksa (FVC) dan FEV1. Nilai mutlak dan rasio dari 2 pengukuran (FEV1/ FVC) merupakan prediktor yang berguna untuk mengetahui perlunya ventilasi mekanis paska operasi pada pasien yang beresiko (kifoskoliosis). Namun, hasil akurat pengukuran FEV1 dan FVC membutuhkan kerjasama 9 pasien, sehingga memperoleh hasil yang dapat dipercaya pada anak-anak kurang dari 6 tahun biasanya tidak mungkin.
Persiapan pre operatif lain:
Puasa Sebelum Operasi (Preoperative Fasting) Pasien dengan volume asam lambung yang banyak beresiko untuk mengalami aspirasi paru dan akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Resiko aspirasi paru pada anak yang sehat kurang dari 0,05%, praktek NPO setelah tengah malam telah ditinggalkan. The American Society of Anesthesiology telah merevisi pedoman puasa sebelum operasi. Anak didorong untuk minum air (clear liquids) dengan tujuan meminimalkan kecemasan, hipovolemia dan kemungkinan hipoglikemia yang dapat disebabkan oleh puasa yang berkepanjangan sebelum operasi. Obat dengan durasi kerja jangka panjang diminum bersama dengan air pada pagi hari sebelum operasi. Anak yang sehat diperbolehkan untuk minum air sampai 2 jam sebelum operasi, bayi dapat disusui sampai 4 jam sebelum operasi, susu formula dapat diberikan sampai 6 jam sebelum operasi. Walaupun puasa 6 jam sebelum operasi berlaku untuk makanan ringan, kebanyakan makanan padat memiliki kandungan lemak tinggi yang menunda pengosongan lambung. Karena faktor ini, banyak ahli anestesi pediatrik menganjurkan puasa 6 jam sebelum operasi elektif. Mengunyah permen karet meningkatkan volume cairan lambung sekurang kurangnya 2 kali lipat sehingga umumnya dilarang dalam periode sebelum operasi. Terapi khusus pada pasien asma pre operatif. Banyak prosedur yang dilakukan secara rutin selama anestesi, terutama laringoskopi dan intubasi, yang dapat menyebabkan bronkospasme pada anak asma. Bronkospasme intraoperatif dapat membahayakan. Ventilasi sulit, jika bukan tidak mungkin, dan dapat menyebabkan hiperkapnia, asidosis, hipoksia, kolaps kardiovaskular dan kematian. Secara umum, terapi medis asma perioperatif harus ditingkatkan bahkan pada pasien asimtomatik atau pasien dengan asma terkontrol baik untuk membatasi atau mencegah bronkospasme intraoperatif. Kortikosteroid jangka pendek sangat efektif dalam mencegah mengi perioperatif, bahkan pada pasien asma berat. Anak dengan terapi asma harus sudah mulai menggunakan beta-agonis atau obat-obatan oral 3 sampai 5 hari perioperatif. Pada anak yang menggunakan obat jangka panjang (oral atau inhalasi) harus diberikan steroid dalam dosis untuk eksaserbasi akut. Anak dengan asma yang sedang meminum bronkodilator dan steroid secara teratur membutuhkan intensifikasi frekuensi nebuliser, penambahan bronkodilator, peningkatan steroid, atau kadang-kadang diperlukan semua tindakan-tindakan di atas. Terapi tidak boleh dihentikan sebelum operasi. Terapi teofilin untuk penyakit saluran napas reaktif kurang begitu umum dilakukan. Anak dengan pengobatan teofilin harus menjalani pemeriksaan kadar obat tersebut di dalam darah untuk memastikan kadar terapetiknya dan menghindari efek toksik seperti aritmia. Walaupun puasa, semua obat yang diberikan harus diminum dengan 1- 2 sendok air pagi hari sebelum operasi Sumber :
1. Malviya S, Voepel-Lewis T, Siewert M. Risk Factors for adverse postoperative
outcomes in children presenting for cardiac surgery with upper respiratory tract infections, Anesthesiology. 2003;98:628-32 2. Cote CJ. The upper respiratory tract infection dilemma: fear a complication or litigation. Anesthesiology. 2001;95:283-5 3.Toelle BG, Ng K, Belousova E. Prevalence of asthma and allergy in schoolchildren in Belmont, Australia: three cross sectional surveys over 20 years. BMJ. 2004;328:386-7
4. Doherty GM, Chisakuta A, Crean P. Anesthesia and the child with asthma. Pediatric Anesth. 2005;15:446-54