Anda di halaman 1dari 26

DOI : 10.24832/jpnk.v3i1.

656
Sutjipto, Pandangan Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Khusus

PANDANGAN GURU DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM


PENDIDIKAN KHUSUS

TEACHERS’ VIEWS IN SPECIAL EDUCATION CURRICULUM DEVELOPMENT

Sutjipto
Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Badan Litbang, Kemendikbud
Jl. Gunung Sahari Raya, Nomor 4A, Jakarta Pusat.
E-mail: sutjipto.55@gmail.com

Naskah diterima tanggal: 25-1-2018, disetujui tanggal: 8-6-2018

Abstract: The purpose of this research is to comprehensively examine the views of special
school teachers in the development of special educational curricula on the design and
principles. The research involved fourty three teachers froms eight different special schools.
Data was collected through forum group discussion dan analyzed by descriptive qualitative
method. The results show, first, from the teacher’s point of view, that in designing a
special educational curriculum for learners with special needs it should contain practical
knowledge, moral character qualities and performance, essential skills, competence, art,
and literacy praxis. Secondly, flexibility, functionality, independence, literacy, and vocational
are the principles of developing a special education curriculum for learners with special
needs.

Keywords: teachers’ views, curriculum development, curriculum principles, special


education

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara komprehensif pandangan guru
sekolah luar biasa dalam pengembangan kurikulum pendidikan khusus pada dimensi
perancangan dan asasnya. Penelitian melibatkan empat puluh tiga guru sekolah luar biasa
dari delapan sekolah. Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik diskusi kelompok
terpumpun dan teknik analisis data menggunakan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dari sudut pandang guru dalam perancangan kurikulum pendidikan
khusus untuk peserta didik berkebutuhan khusus harus mengandung muatan-muatan
pengetahuan praktis, kualitas karakter moral dan kinerja, keterampilan penting, kompetensi,
seni, dan praksis literasi. Selain itu, keluwesan, fungsional, kemandirian, literasi, dan
kejuruan merupakan asas-asas pengembangan kurikulum pendidikan khusus bagi peserta
didik berkebutuhan khusus.

Kata kunci: pandangan guru, pengembangan kurikulum, azas kurikulum, pendidikan


khusus

PENDAHULUAN dapat dikatakan khas karena mampu memberi


Dinamika penyusunan kurikulum pendidikan warna baru dan melibatkan guru hingga ke
khusus yang selama ini disebut sekolah luar biasa pelosok negeri. Hal ini diperkuat kajian Spence
(SLB) antara lain menyangkut pembahasan ide dan McDonald (2015) yang mengatakan bahwa
kurikulum, perancangan kurikulum, kegiatan kita belajar untuk melihat dunia melalui mata
pelatihan guru dan tenaga kependidikan, baru, bagaimana kita mengubah interpretasi kita
pendampingan implementasi, dan penulisan buku tentang pengalaman dan bagaimana kita
pendukung pelajaran. Dalam konteks tersebut, mengubah pandangan kita tentang realitas.

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 3, Nomor 1, Juni 2018 73


Sutjipto, Pandangan Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Khusus

Apabila sudut pandang guru ditempatkan secara untuk mendorong perubahan sosial masyarakat
proporsional dalam penyusunan konsep di sekitarnya yang senantiasa dikaitkan dengan
perancangan dan konten kurikulum maka akan harapan dan tantangan masa depan. Tantangan
lebih mudah merangsang penyusunan lateral masa depan begitu kompleks, seperti globalisasi
pengetahuan maupun kompetensi yang dan berbagai isu yang berkaitan dengan masalah
dibutuhkan peserta didik berkebutuhan khusus. lingkungan hidup, kemajuan teknologi informasi
Terdapat beberapa rasionalitas mengapa dan komunikasi, turbulensi ekonomi, kebangkitan
pemangku kepentingan perancang kebijakan industri kreatif, perubahan budaya, dan
mengetengahkan semangat penyusunan perkembangan ranah pendidikan di semua
kurikulum yang melibatkan guru. Pertama, tingkatan. Itu semua membutuhkan tanggapan
adanya keinginan untuk menawarkan tantangan yang segera terwujud dalam kurikulum.
dan peluang bagi para guru untuk terlibat secara Ketiga , mekani sme kera ngka kerja
aktif dalam menyusun sebuah kurikulum yang pengembangan kurikulum selama ini kurang
khas, seperti ide dan desain, metodologi, meli ba tkan guru da n di anggap kurang
pembelajaran, pengelolaan kelas, dan sistem menyentuh pengalaman baik mereka. Hal ini
penilaian. Pola kerja penyusunan seperti ini dapat dimaknai kurang mendekatkan fakta-
membutuhkan kerja sama berbagai pihak yang fakta sosial yang ada di sekitar peserta didik
berkepentingan. Mengutip pernyataan Rock, et berkebutuhan khusus. Pola kerja tersebut
al. (2016), butuh keberanian dengan ajakan kurang terbuka mewadahi sudut pandang guru
bertindak agar menghayati terwujudnya terkait gagasan-gagasan terhadap pengem-
pendidikan dan pembudayaan yang sarat makna. bangan kurikulum. Kurangnya keterbukaan
Secara teoretis, pengembangan kurikulum pelibatan guru ini diperkuat temuan Li dan
pendidikan khusus sejak dulu tidak berubah. Laidlaw (2006) dalam penelitiannya tentang
Hakikat kurikulum secara prinsip mempunyai esensi kerja sama, penelitian tindakan kelas,
kesamaan, yaitu sebagai rancangan pem- dan penyusunan kurikulum di Cina pedesaan
belajaran yang berupa seperangkat rencana yang mengatakan pentingnya menjaga pikiran
untuk membangun dan memberdayakan potensi terbuka dalam meningkatkan wawasan
peserta didik. Perbedaan kurikulum yang pengembangan suatu kurikulum. Apabila strategi
dikembangkan terletak pada muatannya. kerja pengembangan kurikulum yang kurang
Perbedaan muatan disebabkan oleh filosofi dan melibatkan guru masih dipertahankan, muncul
kepercayaan (beliefs), konteks, dan kondisi yang pertanyaan apakah kebijakan pengembangan
dimiliki dan dihadapi oleh kekhasan jenis kurikulum yang kurang melibatkan guru memang
pendidikan. Oleh karena itu, aktivitas kepakaran tepat bagi setiap guru pendidikan khusus. Di
tim pengembang tidak pernah akan selalu samping mendidik dan mengajar, guru juga
dibutuhkan walaupun untuk konteks yang sama. didorong untuk terlibat dalam merancang
Secara naluri, selalu ada kecenderungan pada kurikulum, yaitu dari kurikulum yang kaku menuju
diri pengembang untuk menghasilkan rancangan kurikulum yang lebih fleksibel dan fungsional yang
yang human dan berdasarkan kebermanfaatan meneka nkan pemecah an masal ah dan
yang tinggi. komunikasi dalam berbagai bentuk.
Kedua, pelibatan guru dalam mengem- Keberadaan kurikulum diibaratkan sebagai
bangkan sebuah kurikulum untuk pendidikan narasi kontrak sosial. Berbagai latar belakang
khusus merupakan sebuah pengalaman dan hambatan yang dimiliki peserta didik berke-
tantangan baru. Guru meyakini bahwa kurikulum butuhan khusus amat kompleks. Pengembangan
merupakan instrumen penting dan strategis kurikulum akan lebih bermakna apabila dilakukan

74 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 3, Nomor 1, Juni 2018


Sutjipto, Pandangan Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Khusus

oleh guru yang memiliki pertimbangan idealisme, Kurikulum untuk peserta didik berkebutuhan
aspiratif, normatif, dan teknis yang khas. Dengan khusus telah banyak dirancang dengan isu-isu
demikian, kurikulum yang dihasilkan dapat kesesuaian, seperti berisi pelbagai jenis
dijadikan wahana pengembangan berbagai pengetahuan untuk membantu, menemukan,
aktivitas peserta didik berkebutuhan khusus itu dan mengembangkan kemampuan yang akan
sendiri secara kontekstual. Kerangka kerja menjadikan mereka sanggup dalam menghadapi
seperti ini menjadi rujukan karena ada kepekaan, dinamika kehidupan yang akan datang. Namun,
kemampuan mengidentifikasi, dan mencatat rancangan kurikulum tersebut selalu menyisakan
kebutuhan mereka. Laporan eksekutif UNICEF sebuah pertanyaan, yaitu bagaimana sesung-
menekankan pentingnya pedagogi yang lebih guhnya sebuah rancangan kurikulum supaya
inklusif, yang menggeser fokus dari gaya selaras dengan tuntutan siswa berkebutuhan
pembelajaran yang terpusat pada guru ke gaya khusus. Banyak pengalaman dari pengembang
pembelajaran ber-pusat pada peserta didik yang kurikulum dan tindakan dari para guru pendidikan
bisa merangkul berbagai gaya pembelajaran. khusus yang dimasukkan ke dalam perancangan
Model seperti itu, menuntut guru memiliki kurikulum yang sesuai kebutuhan. Oleh karena
pemahaman yang jelas tentang kurikulum itu, manakala kontemplasi dan refleksi dinamika
(UNICEF, 2013). Laporan UNICEF tersebut pandangan guru dalam merancang kurikulum
memberi catatan bahwa untuk peserta didik direkomendasikan, maka perannya juga harus
berkebutuhan khusus memerlukan pendekatan dikuatkan. Satu dari rekomendasi yang dimaksud
yang fleksibel terhadap pengembangan kurikulum adalah terlibat dalam pengembangan kurikulum.
sehingga dapat mengembangkan kurikulum Kerangka pikir pelibatan guru dalam merancang
yang bisa merangkul berbagai gaya pembe- kurikulum selaras dengan temuan Doabler,
lajaran yang menggambarkan kebutuhan Clarke, Fien, Baker, Kosty, dan Cary (2014)
mereka. dalam penyelidikan awal terhadap rancangan
Esensi kebutuhan peserta didik ber- kurikulum matematika Tier 2 untuk memperbaiki
kebutuhan khusus adalah keterampilan, hasil belajar siswa kelas satu yang mengalami
pengetahuan praktis, kompetensi, karakter baik, kesulitan belajar matematika. Hasil penelitian
dan pengalaman yang diperlukan untuk menemukan bukti awal bahwa penyusunan
kemandirian secara luwes. Peserta didik kurikulum dan evaluasi untuk mereka perlu ditata
berkebutuhan khusus yang mandiri merupakan ulang berdasar pada teori perubahan yang
keluaran pendidikan yang bertanggung jawab ditentukan oleh guru.
dalam kegiatan memerankan kehidupan. Oleh Temuan Doa bl er tersebut m emberi
karena itu, kurikulum pendidikan khusus yang penguatan bahwa mekanisme perancangan
baik adalah kurikulum yang dikembangkan para kurikulum pendidikan khusus memerlukan
guru peserta didik berkebutuhan khusus yang gagasan-gagasan konkret yang konseptual dan
berorientasi akhir pada kebutuhan dan komprehensif dari sudut pandang guru secara
kesanggupan memenuhi harapan, keinginan, dan terbuka. Karena itu, mekanisme pengembangan
kebutuhan mereka. Semangat keterlibatan guru kurikulum pendidikan khusus untuk peserta didik
dalam pengembangan kurikulum pendidikan berkebutuhan khusus yang telah terjadi menarik
khusus perlu dibangkitkan. Dengan demikian, untuk ditulis. Pertama, dengan kurikulum yang
produk kurikulum peserta didik berkebutuhan dirancang oleh guru pendidikan khusus akan
khusus yang diimplementasikan sesuai dengan memiliki derajat kesesuaian yang memenuhi
yang diharapkan. syarat. Kedua, kurikulum yang dihasilkannya
memiliki makna mendalam karena dikembangkan

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 3, Nomor 1, Juni 2018 75


Sutjipto, Pandangan Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Khusus

oleh orang-orang yang paham dengan hambatan dimaknai dan sekaligus sebagai acuan bagi:1)
mereka. peserta didik dalam memperoleh bekal
Pemahaman tentang hambatan peserta kemampuan hidup, 2) guru dalam melaksanakan
didik berkebutuhan khusus yang dituangkan ke pembelajaran, 3) kepala sekolah dan pengawas
dalam sebuah kurikulum memerlukan medium dan dalam melaksanakan supervisi, 4) orangtua
wacana kritis dari para guru tentang pencapaian dalam membimbing anak-anak belajar, dan 5)
dan keterlibatan peserta didik dalam melalui dan masyarakat dalam memberikan bantuan
mengeksplorasi berbagai ragam aktivitas di terhadap terselenggaranya pembelajaran di
seluruh kurikulum. Pada situasi global seperti sekolah agar menghasilkan pendidikan yang lebih
saat ini, percepatan perubahan terjadi di segala baik.
sektor. Perancang kurikulum akan sulit menahan Dalam konteks kurikulum sebagai acuan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi pendidikan pada tingkat sekolah, dapat dimaknai
(terlebih teknologi informasi dan komunikasi), kurikulum sebagai proses belajar peserta didik
dan sosial-budaya yang tidak kontekstual. dan proses pengajaran yang memerlukan
Menurut Plotner dan Dymond (2016) cakupan keterlibatan perancangan oleh guru. Kerangka
kurikulum sangat luas dan kompleks karena pikir seperti itu selaras dengan hasil penelitian
menyangkut arah kehidupan masyarakat ke Figueiredo, Leite, dan Fernandes (2016) untuk
masa depan. Dinam ika perubahan dan dua negara Portugal dan Inggris dalam
perkembangan yang terjadi dalam kehidupan menanggapi keinginan badan-badan Eropa agar
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara tidak menciptakan proses evaluasi eksternal sekolah
terpisahkan dari perkembangan ilmu penge- (school external evaluation-SEE) dalam upaya
tahuan dan teknologi, senibudaya, globalisasi, memperbaiki pendidikan dan kurikulumnya.
dan digitalisasi. Perkembangan dan perubahan Penelitian menyimpulkan:1) kurikulum dipahami
yang terjadi tersebut, menuntut adanya sebagai proyek terbuka, 2) kerangka kerja SEE
perbaikan dan penyelarasan dalam kurikulum dari kedua negara membahas kurikulum dengan
pendidikan. Oleh karena itu, perwujudan sebuah memusatkan perhatian pada peran guru sebagai
rancangan kurikulum merupakan jawaban dari pengembang kurikulum dan proses penyusunan
tuntutan kebutuhan masyarakat terhadap arah kurikulum mereka, dan 3) kerangka kerja dari
dan hasil dari pendidikan khusus. Portugal dan Inggris mengungkapkan kepri-
Arah dan hasil pendidikan khusus yang hatinan atas lingkungan dan fungsi kelas yang
diharapkan perlu dikonstruksi dan dirumuskan ada.
dalam konsep-konsep ideal secara sosial, Hasil penelitian Figueiredo tersebut memberi
mental, dan operasional dari pandangan dan sinyal kuat bahwa keterlibatan guru SLB sebagai
gagasan guru di tingkat sekolah. Merujuk kajian perancang kurikulum pendidikan khusus akan
Pusat Kurikulum dan Perbukuan (2011) pokok bisa menjaga harapan peserta didiknya. Strategi
pikiran terkait program pembelajaran pendidikan kerja pengembangan kurikulum seperti ini dapat
khusus yang dirancang, memiliki dimensi yang memberi ruang luas kepada guru agar terlibat
cukup komprehensif, yakni kurikulum sebagai dalam menentukan arah perjalanan peserta
suatu: 1) ide/gagasan, 2) rencana tertulis, 3) didiknya. Isi kurikulum pendidikan khusus
kegiatan implementasi nyata, dan 4) rancangan peserta didik berkebutuhan khusus yang baru
yang perlu dievaluasi. Dengan demikian, fungsi akan lebih sesuai dengan penggunanya karena
utama kurikulum adalah sebagai acuan bagi disusun oleh guru mereka.
terciptanya aktivitas pembelajaran di sekolah. Berdasarkan latar belakang di atas, dapat
Dengan fungsi seperti itu, maka kurikulum dapat dirumuskan permasalahan utama, yakni:

76 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 3, Nomor 1, Juni 2018


Sutjipto, Pandangan Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Khusus

perancangan kurikulum dan asas kurikulum pandangan guru terhadap perancangan


seperti apa ditinjau dari pandangan guru kurikulum pendidikan khusus ditemukan tiga
pendidikan khusus? Tujuan penelitian yaitu untuk temuan umum. Pertama, pandangan guru
mengkaji secara komprehensif tentang sekolah luar biasa antara satu dengan yang
pandangan guru dalam keterlibatan pengem- lainnya pada umumnya cenderung sepaham.
bangan kurikulum pendidikan khusus pada Konsep perancangan kurikulum pendidikan
konteks perancangan dan asasnya. Pola kerja khusus dengan melibatkan guru secara luas
seperti ini juga merujuk pandangan Berbiglia dapat dimaknai sebagai menghadirkan perspektif
(2011), bahwa tujuan spesifiknya adalah untuk strategi kerja baru pada kebijakan. Strategi kerja
menggambarkan rancangan yang sesuai pada kebijakan pengembangan kurikulum seperti itu
program pendidikan dengan mengadopsi selaras dengan hasil penelitian Leask (2013)
kerangka konseptual kurikulum yang dirancang bahwa internasionalisasi kurikulum memberikan
sepenuhnya oleh komunitas sekolah mereka, tantangan dan peluang bagi staf akademik dan
yakni guru SLB. institusi. Oleh karena itu, bagian penting dari
strategi kerja tersebut adalah pelibatan
METODE sekelompok tenaga kependidikan dan guru untuk
Penelitian ini memotret masalah pengembangan memberikan tempat terkait pandangan dalam
kurikulum pada konteks perancangan kurikulum merancang kurikulum dan pembelajaran.
dan asas kurikulum. Penelitian ini menggunakan Berdasarkan temuan penelitian Leask tersebut
suatu strategi studi kasus. Objek penelitian dapat dimaknai sebagai wadah kontribusi
melibatkan sebanyak empat puluh tiga guru gagasan dan menjadikan pengalaman yang
sekolah luar biasa dari delapan sekolah. Sekolah dimiliki guru berkontribusi pada perancangan
yakni: 1) SDLB ABCD, Kurnia Asih, Jombang, kurikulum sesuai kebutuhan peserta didik.
Jawa Timur; 2) SDLB Muhammadiyah, Jombang, Berdasarkan pandangan guru pada peran-
Jawa Timur; 3) SLB C, Dian Grahita, Kemayoran, cangan kurikulum pendidikan khusus di atas ada
Jakarta Pusat; 4) SLB Negeri 5, Jakarta Barat; tiga temuan. Pertama, pemerintah sudah saat-
5) SLB Negeri Baruga, Kota Kendari, Sulawesi nya menata ulang kebijakan pengembangan
Tenggara; dan 6) Sekolah Khusus Negeri I, Kota kurikulum yang mampu melibatkan semua
Kendari, Sulawesi Tenggara. Penelitian dilakukan pemangku kepentingan pendidikan khusus.
pada bulan Agustus sampai dengan Desember Dalam pelaksanaannya, upaya ini dapat
2016. Data dikumpulkan dengan menggunakan dilakukan antara lain melalui strategi kerja model
teknik diskusi kelompok terpumpun (FGD). Teknik regional atau rayonisasi. Dengan demikian,
analisis data menggunakan deskriptif kualitatif. diharapkan tidak ada lagi peluang mengecilkan
tugas perancangan kurikulum pendidikan khusus
HASIL DAN PEMBAHASAN karena semuanya bergerak dalam koridor yang
Berikut deskripsi hasil penelitian dan pembahasan sama. Momen ini tepat untuk menghasilkan
terkait pandangan guru dalam pengembangan sebuah rancangan kurikulum yang lebih
kurikulum pendidikan khusus ditinjau dari dua bermakna yang meletakkan esensi pendidikan
dimensi, yakni perancangan kurikulum dan asas khusus sebagai praksis penyiapan kehidupan
kurikulum. mereka.
Kedua, dari diskusi kelompok terpumpun
Perancangan Kurikulum dapat disintesiskan bahwa para guru umumnya
Secara keseluruhan, berdasarkan hasil telaahan memberi pandangan bahwa perancangan
dari diskusi kelompok terpumpun terkait kurikulum untuk peserta didik berkebutuhan

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 3, Nomor 1, Juni 2018 77


Sutjipto, Pandangan Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Khusus

khusus harus mampu berperan pula mendorong kesamaan ketentuan kurikulum dengan alternatif
pemerataan kesempatan pendidikan yang mata pelajaran akademis sebagai landasan
bermutu bagi mereka. Pandangan ini dapat utamanya.
dimaknai bahwa rancangan kurikulum yang Pandangan yang diungkapkan para guru
dihasilkan harus memiliki kepekaan fleksibilitas pada temuan umum kedua tersebut banyak
yang sesuai dengan karakteristik masing-masing ditemui dalam beberapa isu pembelajaran yang
peserta didik. Ada dua hal yang bisa diambil kait-mengkait. Hal ini menegaskan pada urgensi
pelajaran dari pandangan tersebut, yaitu menjawab tantangan perancangan kurikulum
kurikulum dan sistem persekolahan. Kurikulum bagi peserta didik berkebutuhan khusus guna
harus dirancang terutama untuk membekali berhasilnya lulusan berkebutuhan khusus. Selain
peserta didik berkebutuhan khusus menjadi mutu, yang sangat mendesak untuk diwujudkan
warga negara yang baik. Sistem persekolahan adalah muatan utama bahan kajian perancangan
pendidikan khusus, di manapun lembaga kurikulum untuk kebutuhan mereka. Esensinya,
tersebut berada, harus mampu menjamin bukanlah model perancangannya, melainkan
pemerataan kesempatan bagi mereka untuk kelebihan apa yang dimuat dari kurikulum dan
bersekolah. Mereka tidak lagi merasa di- hal pokok apa yang perlu ada dalam rancangan
tinggalkan. Dengan demikian, peningkatan akses kurikulum.
dan mutu pendidikan merupakan keniscayaan. Ketiga, para guru umumnya berpandangan
Begitu pula kurikulum yang ingin dirancang untuk agar mereka dilibatkan secara aktif, interaktif,
mereka dalam sebuah dokumen juga harus dan produktif dalam bentuk kegiatan workshop
mampu mendorong kesempatan yang sama perancangan kurikulum, mulai dari pembahasan
kepada semua warga negara yang berkebutuhan ide, filosofi, desain, dokumen, implementasi, dan
khusus. evaluasi. Pola kerja semacam itu menyisakan
Warga negara yang berkebutuhan khusus sebuah pertanyaan bagaimana alam pikiran
dan tidak bisa mengikuti pendidikan di sekolah pembuat kebijakan pendidikan khusus terhadap
reguler harus dijamin dapat mengikuti kurikulum model seperti itu? Apakah mereka menangkap
pendidikan khusus. Agar mereka memperoleh makna sebuah perancangan kurikulum yang lebih
kesempatan mendapatkan pendidikan yang layak sederhana, yang lebih sesuai atau yang lain?
dan bermutu, harus dilayani dengan kurikulum Dengan rancangan kurikulum yang lebih
khusus pula. Untuk merancang kurikulum peserta sederhana, dapat mendorong sebuah kebijakan
didik berkebutuhan khusus yang bermutu, salah yang penting karena memiliki tingkat keluwesan
satu parameternya harus diterjemahkan secara bagi peserta didik berkebutuhan khusus dalam
langsung dan esensial dari pikiran dan rancang mengikuti pembelajaran. Dalam kenyataannya,
pendidikan yang mengarahkan mereka memenuhi peserta didik berkebutuhan khusus memiliki
harapan dan aspirasi masyarakat. Kurikulum aspek pemahaman yang kompleks dan rumit
pendidikan khusus diibaratkan sebagai elemen dalam mengikuti pembelajaran. Dengan kondisi
strategis dalam sebuah program pendidikan dan seperti itu, perancangan kurikulum yang peka
proses perancangannya pun memerlukan terhadap keluwesan menjadi tuntutannya.
pemikiran yang strategis dari pandangan guru. Dalam arti yang hakiki,kurikulum pendidikan
Pemikiran strategis tersebut menjawab tiga khusus sebenarnya terletak pada diri peserta
masalah utama yang direkomendasikan Collins didik berkebutuhan khusus itu sendiri.
dan Yates (2009), yakni: 1) memprioritaskan Rancangan kurikulum tersebut dapat berupa
keadilan sosial, 2) fokus pada perkembangan program untuk meningkatkan kemampuan
peserta didik secara individual, dan 3) pencarian akademik, nonakademik, maupun program

78 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 3, Nomor 1, Juni 2018


Sutjipto, Pandangan Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Khusus

kebutuhan khusus sehingga mampu mereduksi khusus yang dihasilkan menjadi sarat makna
hambatan yang diakibatkan oleh kekhususan karena mewadahi kepentingan dan sesuai
mereka. Oleh karena itu, kurikulum harus dengan keadaan, kebutuhan, dan karakteristik
dirancang sederhana, mudah diterapkan, dan peserta didik yang juga berkebutuhan khusus.
sesuai karakteristik peserta didik. Dalam konteks Sejumlah pandangan guru yang disampaikan
perancangan kurikulum sederhana, tidak semua membawa pada kesamaan pandangan dari Lamb
guru harus berpikiran sama, tetapi bersama- dan Branson (2015) dalam makalahnya tentang
sama berpikir tentang peserta didik ber- pendidikan perubahan kepemimpinan melalui
kebutuhan khusus yang berpotensi, beragam, lensa teori, yang mereka sebut zona baru. Lamb
berbeda, dan unik. Potensi tersebut menunggu dan Branson merekomendasikan agar peserta
komitmen semua pemangku kepentingan untuk didik berhasil dalam matematika disarankan
dimanifestasikan pada kemampuan memahami, mengubah perancangan kurikulum di sekitar
mencerna, dan menerjemahkan pengetahuan- mereka. Pandangan ini memberi makna bahwa
pengetahuan praktis, dan kemudian diterje- perancangan kurikulum yang sesuai dengan
mahkan ke dalam tindakan-tindakan yang juga konteks latar belakang peserta didik berke-
praktis. butuhan khusus tentu menjadi bagian strategi
Dari tiga temuan umum di atas, perlu yang melayani, yang dicintai, dan yang dicari.
dipikirkan kebijakan seperti apa yang harus Secara sederhana, instrumen kebijakan tersebut
dikembangkan oleh pengembang kurikulum di mampu memahami dan memandu realitas.
Kemendikbud di masa yang akan datang. Tindakan guru yang mengekspresikan
Pandangan para guru tersebut menjadi bahan kebijakan dalam workshop perancangan
perenungan. Peserta didik berkebutuhan khusus kurikulum dan sejumlah kegiatan lainnya serta
pada umumnya memiliki kelainan fisik, emosional, semangat guru berani meniru yang baik dari apa
mental, sosial, dan hambatan lainnya dalam yang tumbuh pada diri peserta didik di sekolah
koridor konsepsi yang bersifat multidimensi dan menjadi konsep rancangan kurikulum. Konsep
secara alamiah guru yang lebih mengetahui. Pada rancangan selanjutnya diperkaya dengan
kenyataannya, pada setiap jenis ketunaan sentuhan kecakapan yang sistematis dengan
tertentu maupun antarketunaan, mereka ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya
umumnya juga memiliki hambatan dan yang sesuai dengan lingkungan peserta
kemampuan yang bervariasi. Bervariasinya didiknya. Semangat seperti itulah yang mestinya
hambatan dan kemampuan disebut dengan di upayakan secara terus-menerus dan
istilah tuna ganda. Berkaitan dengan hambatan dilaksanakan oleh tim pengembang kurikulum
tersebut, guru umumnya memberikan pandangan pendidikan khusus dalam membantu pendidikan
bahwa kurikulum yang dirancang di samping bagi sebagian masyarakat yang tidak bisa
sederhana juga harus mampu mengayomi, tidak mengikuti program pendidikan secara normal.
mengab aikan serta mew adah i strategi Dalam arti, rancangan kurikulum yang dapat
kontekstualisasi keragamam tersebut. Ran- dijadikan sebagai kebijakan yang mampu
cangan kurikulum yang peka dengan hal itu, mewadahi, menjalin, dan mengikat realitas
pada peserta didik akan memperoleh nilai konteks pada sebuah konsepsi yang bersifat
kepastian, kasih sayang, rasa aman, kenya- multidimensi peserta didik.
manan, dan berkeadilan sehingga mereka tidak Perancangan kurikulum yang harus dipikirkan
merasa ditelantarkan. bagi sebagian masyarakat yang tidak bisa
Dengan berbagai pandangan guru seba- sekolah secara normal karena memiliki beragam
gaimana di atas, rancangan kurikulum pendidikan hambatan dan ketunaan adalah bagaimana agar

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 3, Nomor 1, Juni 2018 79


Sutjipto, Pandangan Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Khusus

mereka setelah mengikuti pendidikan mampu kurikulum pendidikan khusus yang dirancang
menjalani kehidupan sehingga tidak menjadi beserta dokumen pendukungnya tidak hanya
beban orang lain. Arah rancangan kurikulum abstraksi, tetapi juga dilengkapi berbagai contoh
untuk peserta didik berkebutuhan khusus baik, pilihan, dan arah dengan fokus utama pada
hendaknya menuju pada mereka belajar untuk daya guna dan hasil guna. Hal tersebut akan
kehidupan. Perancangan kurikulum senantiasa berdampak pada peningkatan mutu peserta didik
mentransformasikan diri untuk mengembangkan berkebutuhan khusus yang menjalankan
melalui pendekatan dan penerapan model-model tugasnya. Kemampuan menjalankan tugas
pembelajaran yang dapat meningkatkan antara dengan hasil baik selain bermuatan pengetahuan
lai n ji wa kewirausahaan, kemandi ri an, praktis, keterampilan, kekokohan kompetensi
produktivitas, kreativitas sebagai bekal dasar juga bermuatan sistem nilai kualitas karakter
untuk hidup di masyarakat. Dengan demikian, yang memandu sikap dan perilaku. Sistem nilai
mereka yang memiliki hambatan tertentu dapat karakter yang dimaksud di antaranya ke-
didorong agar memiliki keyakinan menjadi bagian agamaan, moral, etika, disiplin, tanggung jawab,
dari bangsa yang mandiri, maju, sejahtera, dan kinerja, sosial, budaya, kearifan lokal, politis,dan
berdaya saing tinggi. lainnya.
Dalam perkembangannya, keyakinan Pijakan dan strategi kerja proses peran-
peserta didik berkebutuhan khusus terhadap cangan kurikulum amat tepat apabila mampu
relevansi dan aktualisasi melalui sebuah melibatkan berbagai pemangku kepentingan
rancangan kurikulum bisa bertambah dan mulai dari birokrat pembuat kebijakan, praktisi,
berkurang seiring arus pengaruh dan dinamika pengguna lulusan, ahli, guru hingga pemerhati
perubahan secara internal dan eksternal di pendidikan. Pelibatan berbagai pemangku
sekolah maupun di rumah. Keyakinan akan kepentingan perancangan kurikulum, selaras
senantiasa menguat manakala proses pendidikan dengan hasil penelitian Richardson (2005) yang
mampu membantu peserta didik berkebutuhan menyimpulkan bahwa karakteristik demografis
khusus memahami kekhasan potensi dirinya, orang yang merespon survei berbeda dari mereka
sekaligus kemampuan menempatkan diri dalam yang tidak menanggapi dalam hal usia dan kelas
konteks keseimbangan dan keberlangsungan sosial. Hasil penelitian Richardson (2005) juga
kehidupan bermutu. Sementara itu, penurunan dapat dimaknai bahwa perancangan kurikulum
keyakinan bisa terjadi manakala terdapat pendidikan khusus akan memiliki botot nilai yang
kesenjangan antara idealitas rancangan berdaya serta memandirikan manakala mampu
kurikulum dan realitas output produk kurikulum memberdayakan sumber daya pemangku
dalam kehidupan. kepentingan pelaksana pendidikan secara
Pada diskusi kelompok terpimpin, guru optimal. Dua pijakan ini saling melengkapi karena
umumnya juga memberikan pandangan bahwa dapat diasumsikan bahwa guru yang mem-
tidak ada bangsa maju dan berdaya saing tinggi berikan pandangan terkait perancangan
tanpa didukung pendidikan yang baik dengan kurikulum melalui FGD memiliki umpan balik yang
kurikulum yang dirancang futuristik serta berbeda secara sistematis dari mereka yang
pembelajaran sesuai kebutuhan peserta tidak menanggapi.
didiknya. Pembangunan sumber daya manusia Pengembang kurikulum pusat dapat
yang cakap, cerdas, kreatif, dan kompeten memelihara potensi kekayaan pandangan para
harus disiapkan dengan perancangan kurikulum guru dengan pemberi an peran sebagai
yang sesuai tuntutan zaman dan kebutuhan pengembang kurikulum di daerahnya. Peran guru
kecakapan masyarakat masa depan. Untuk itu, SLB dalam perancangan kurikulum pendidikan

80 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 3, Nomor 1, Juni 2018


Sutjipto, Pandangan Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Khusus

khusus adalah penting karena mereka mampu demikian, karya kurikulum dapat diterima para
mengenali dan menemukan keberagaman guru dalam komunitas mereka.
peserta didik berkebutuhan khusus yang ada di Penelitian Gerrard, et al. (2013) terkait
sekolah. Melalui mekanisme sistem pelibatan praktik dan tata kelola pendidikan meng-
ya ng d iren canakan den gan baik, akan informasikan bahwa di bawah naungan ‘Revolusi
menghasilkan kualitas rancangan kurikulum masa Pendidikan’, pemerintah telah memberikan ruang
depan sesu ai kebutuhan pes erta did ik lingkup yang luas untuk mengkaji terhadap
berkebutuhan khusus. Kualitas rancangan perubahan sistem dan praktik tingkat sekolah
kurikulum menentukan pula kualitas keluaran termasuk dalam reformasi kurikulum berskala
peserta didik. Proses ini merupakan idealisme besar. Temuan penelitian ini memberi gambaran
perancangan kurikulum pendidikan sebagai basis bahwa perancangan kurikulum sebaiknya
untuk berinvestasi di bidang pembangunan dilakukan dengan cara memberi kesempatan
sumber daya manusia. kep ada semu a pemangku kepen ti ngan
Perancangan kurikulum yang dicetuskan pendidikan bukan sekadar ornamen, melainkan
para guru dapat menjadi sumber di dalamnya substansi pembelajaran. Dengan memberikan
tercantum muatan-muatan bahan kajian, ruang kepada guru untuk mempelajari muatan-
seperti pengetahuan praktis, keterampilan, muatan yang relevan bagi peserta didik
kualitas karakter, dan kemampuan dengan berkebutuhan khusus dari lingkungan sekitar,
harapan peserta didik berkebutuhan khusus maka rancangan kurikulum itu memiliki derajat
memiliki etos hidup yang baik. Guru mampu adekuat. Dengan demikian, hasil perancangan
memahami masalah-masalah peserta didik kurikulum akhirnya dapat menopang ter-
berkebutuhan khusus yang kompleks dan susunnya instrumen penting pendidikan.
mampu menemukan pemecahan atas masalah- Arah kurikulum pendidikan khusus yang
masalah yang kompleks itu tanpa menimbulkan dirancang harus mampu mengintervensi dan
masalah baru. Rancangan kurikulum yang bersesuaian dengan kebutuhan akademik
diarahkan tidak hanya pada kebutuhan peserta maupun nonakademik peserta didik berkebutuhan
di dik berkebutuhan khusus, melainkan khusus sebagai penyiapan untuk meningkatkan
diharapkan mereka juga mampu menguasai ilmu mutu kehidupan secara bertanggung jawab.
pengetahuan, memiliki sikap, memiliki perilaku, Intervensi yang dimaksud adalah perancangan
dan kecakapan hidup. kurikulum direncanakan dengan pendekatan
Miller (2011) mengatakan ketika guru partisipatif, humanistik, dan konstruktif yang
memahami “gaya kurikulum mereka sendiri”, dilakukan dengan pendekatan kontekstual dan
mereka dapat membuat keputusan secara sadar berpusat pada peserta didik. Hal ini meng-
tentang menggabungkan gaya lain ke dalam indikasikan bahwa guru sebagai penggagas
praktik mereka, yaitu tentang realita. Hal ini pandangan perancangan kurikulum memiliki
dapat diartikan bahwa manakala perancangan kepekaan dan kemampuan mengidentifikasi,
kurikul um sebag ai kebij akan strateg is menemukan, dan mencatat kebutuhan peserta
merupakan hasil karya dari pandangan para didik. Kebutuhan penyandang suatu ketunaan
guru, maka kebijakan tersebut dapat dimaknai berbeda dengan kebutuhan penyandang
sebagai memahami dan memandu realitas. Ia ketunaan lainnya.
menjadi instrumen simbolis, yakni cara berpikir Dengan memberi ruang yang luas peran-
dibentuk oleh beragam metode, teknik, dan cangan kurikulum yang dikembangkan harus
pengalaman yang digali dari para guru. Dengan memiliki ciri kesesuaian dengan konteks sosial

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 3, Nomor 1, Juni 2018 81


Sutjipto, Pandangan Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Khusus

budaya yang diwarnai oleh nilai lain, seperti perancangan kurikulum dan pembelajaran
nilai-nilai kearifan lokal, norma, dan etika. peserta didik berkebutuhan khusus yang sarat
Pemikiran seperti itu akan mengarahkan peserta dengan beragam muatan diberikan peluang
didik berkebutuhan khusus memiliki kemampuan terbuka dan cukup waktu untuk berlatih bekerja,
berupa sikap dan perilaku berkehidupan bersama. berkarya, dan memasuki kehidupan maka
Perancangan kurikulum pendidikan di alam mereka akan makin berdaya.
Indonesia sesungguhnya telah memiliki suatu Rancangan kurikulum juga harus mampu
konsepsi bersama menyangkut nilai-nilai dan mendorong pemberian sarana kepada peserta
moral bagi peserta didik, yakni tujuan pendidikan didik berkebutuhan khusus untuk mengenali dan
nasional. Dalam tujuan tersebut telah memiliki mengembangkan kebudayaan. Kebudayaan
landasan keyakinan normatif dan preskriptif yang sebagai sistem nilai, sistem pengetahuan, dan
jelas dan visioner sebagai fundamen etik sistem peri laku i ni secara keseluruhan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan membentuk lingkungan sosial yang dapat
bernegara. Karenanya, rancangan kurikulum menentukan apakah pengetahuan praktis yang
yang bersifat nasional dan lokal turut menjadi dimilikinya, keterampilan, kompetensi, karakter,
warna pertimbangan guru. Pada konteks lain, praksis literasi serta budaya bersekolah dapat
pandangan guru dalam perancangan kurikulum berkembang menjadi lebih baik atau lebih buruk.
juga harus senantiasa mempertimbangkan Menjadi lebih baik merupakan tujuan utama dari
kebutuhan bangsa, yaitu kecakapan dan sebuah rancangan kurikulum. Kebaikan sebagai
kualitas karakter bangsa Indonesia. Pada domain dampak dari pendidikan akan memunculkan bibit
pengimplementasian, pembelajarannya pun unggul bagi warga bangsa. Bibit-bibit unggul
harus sarat dengan sentuhan penguatan individu harus tumbuh melalui sebuah rancangan
kecakapan dan internalisasi nilai-nilai yang kurikulum yang bermakna.
dirancangkan.
Pada saat FGD sebagian besar guru juga Asas-Asas Kurikulum
menyatakan bahwa perancangan kurikulum Eksplorasi pandangan para guru SLB melalui FGD
hendaknya mampu memberikan dorongan memiliki dampak pada hasil belajar peserta didik
semangat peserta didik berkebutuhan khusus berkebutuhan khusus yang lebih baik. Setiap
agar tidak putus asa dan tidak tergantung kegiatan di sekolah melalui kurikulum merupakan
kepada orang lain. Pembelajaran peserta didik suatu pengalaman yang berkaitan dengan
berkebutuhan khusus diberi kepercayaan dan banyak hal lain di sekitarnya. Oleh karena itu,
akses yang luas ke berbagai bidang agar mereka menurut sebagian besar pandangan guru,
berdaya, percaya diri, serta mandiri. Mereka kurikulum pendidikan khusus harus di-
mampu berkontribusi terhadap pembangunan, kembangkan dengan menajamkan beragam asas
bahkan turut serta menciptakan lapangan secara kontekstual dan menarasikan aspek lain
pekerjaan, asalkan diberi kesempatan dan sesuai kebutuhan peserta didik yang memiliki
waktu. Hasil penelitian Mogilner, Chance, dan beragam hambatan.
Norton (2012) tentang pemberian waktu, Asas kurikulum dalam konteks penelitian ini
menemukan bahwa umumnya seseorang tidak dimaknai sebagai prinsip dasar yang menjadi
memiliki cukup waktu. Dengan memberikan acuan dari sudut pandang guru dalam berpikir
sebagian waktu peserta didik akan lebih mau mengambil keputusan terkait pengembangan
berkomitmen di masa depan sehingga rasa kurikulum pendidikan khusus. Cara pandang guru
kesejahteraan waktu subjektif mereka dapat dalam merepresentasikan gagasan-gagasan
meningkat. Temuan ini memberi arti jika berkait asas-asas pengembangan kurikulum

82 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 3, Nomor 1, Juni 2018


Sutjipto, Pandangan Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Khusus

dengan mendasarkan pada paradig ma pemangku kepentingan pendidikan khusus.


pengalaman yang dimilikinya. Paradigma tersebut Dalam kolaboratif terjadi interaksi antaranggota
kemudian menimbulkan keyakinan. Keyakinan tim untuk saling berkomunikasi, mempengaruhi,
akan menumbuhkan cara guru melihat asas- mendengar, menghargai, kompromi, bernegosiasi
asas kurikulum sebagai kebaikan. Sebagai yang merupakan kecakapan yang dibutuhkan
kebaikan, dari FGD disintesiskan ke dalam da l am kehi dupa n. Keca kapa n tersebut
banyak temuan pandangan baru sebagai asas- hendaknya juga termanifestasikan dalam
asas kurikulum. Dimaknai sebagai pandangan kurikulum pendidikan khusus. Schleicher (2012)
baru karena asas-asas yang dimaksud adalah mengemukakan bahwa kolaborasi merupakan
di luar kelaziman yang selama ini dirujuk dalam salah satu kecakapan penting di abad 21, selain
mengembangkan kurikulum, seperti asas kreativitas dan inovasi, berpikir kritis (termasuk
filosofis, asas psikologis, asas sosiologis, asas di dalamnya pemecahan masalah), dan
organisatoris, dan perkembangan ilmu penge- komunikasi. Dalam kolaborasi, keterampilan
tahuan dan teknologi (Hamalik, 2007; Zaini, sosial, peduli sosial, etika sosial, dan kepedulian
2009; Nasution, 2014; Moore, 2015). terhadap lingkungan menjadi pelengkapnya.
Lima asas yang dapat disimpulkan dari FGD Kristalisasi pandangan guru hasil dari
dengan para guru SLB mengenai pengembangan kolaborasi guru yang dipaparkan di atas, dapat
kurikulum adalah: 1) keluwesan, 2) fungsional, diartikan sebagai kreasi khas kurikulum
3) kemandirian, 4) literasi, dan 5) kejuruan. pendidikan khusus yang dilaksanakan para guru
Dengan lima asas pengembangan kurikulum yang SLB. Hasil kreasi khas tersebut dapat dimaknai
mendasar ini, para guru mengajak berbagai pihak sebagai upaya kebermaknaan dalam kerangka
pemangku kepentingan untuk belajar dan pikir terbuka pada pemberdayaan guru dengan
menengok peserta didik berkebutuhan khusus pengembang kurikulum pusat. Kesempatan
dan sekaligus menghayati hidup bersama dengan tersebut merupakan tanggapan atas peran
mereka serta menghargai pemikiran mereka. birokrat pengembang kurikulum yang selama ini
Hasil kajian Cochran-Smith dan Dudley-Marling dinilai cenderung terstruktur, kaku, dan kurang
(2012) mengungkapkan sangat penting untuk menyentuh keberpihakan. Ketidakmudahan
menemukan ruang kolaboratif yang memiliki strategi, alur, prosedur, dan proses pengem-
pot ensi untuk menyatuka n keraga man bangan suatu kurikulum juga memperoleh
masyarakat dan membangun sinergi baru dalam penguatan hasil kajian Chin, May, Sullivan-Chin,
pendidikan. Hasil kajian ini memberi penguatan dan Woodrick (2014). Dinamika interpersonal
bahwa mengarahkan berbagai hambatan yang sebuah departemen seringkali memang
dimiliki peserta didik berkebutuhan khusus melalui merupakan rintangan pertama dan paling sulit
kurikulum dengan asas-asas tertentu hasil dari untuk diatasi dalam menerima pemikiran orang
pandangan para guru mereka menjadi penting. lain.
Siuty, Leko, dan Knackstedt (2016) menggu- Strategi kerja dengan melibatkan para guru
na kan kerangka teori dari pembuatan secara luas dapat diartikan sebagai terobosan
keputusan, seperti memfasilitasi pengambilan dalam pengembangan kurikulum pendidikan
keputusan guru yang telah banyak membuat khusus. Strategi kerja yang ditempuh, ternyata
keputusan setiap hari, bahwa ada hubungan mampu menginspirasi perspektif pandangan para
dua arah antara kurikulum dan keyakinan guru dan sekaligus merupakan sintesis dari
mereka. sebuah penggalian untuk merancang kurikulum
Kegiatan diskusi kelompok terpumpun dijiwai yang andal. Keterandalan sebuah kurikulum
dengan semangat kolaboratif bagi berbagai merupakan satu hal yang diamanatkan Peraturan

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 3, Nomor 1, Juni 2018 83


Sutjipto, Pandangan Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Khusus

Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 sekolah sebaiknya disusun secara luwes dan
tentang Rencana Pembangunan Jangka disajikan dalam bentuk dokumen. Kurikulum
Menengah Nasional 2015-2019 yang menje- sebagai suatu b entu k dokumen ha rus
laskan bahwa sasaran pemba-ngunan di bidang memberikan petunjuk yang cukup rinci mengenai
pendidikan antara lain tersedianya kurikulum berbagai hal yang mencakup pertumbuhan
yang andal (Badan Perencana Pembangunan secara emosional, sosial, fisik, dan akademik.
Nasional, 2015). Dengan demikian, muatan- Hollins (2011) dalam kajiannya terhadap
muatan yang disusun dalam kurikulum pendidikan penyiapan calon pengajar yang berkualitas
khusus selain mendasarkan pada asas-asas mengun gkap kan bahw a sikap fi l osofis
kurikulum walau masih bersifat gagasan, juga mempengaruhi desain pengalaman belajar,
harus berfokus pada potensi peserta didik yang pembingkaian kurikulum, dan konteks sosial di
ingin dikembangkan. dalam kelas. Bingkai kurikulum dibuat selaras
dengan konteks sosial peserta didik ber-
Asas Keluwesan kebutuhan khusus dalam bentuk rencana
Dari diskusi kelompok terpumpun, guru umumnya program pendidikan yang luwes agar bisa
mengutarakan bahwa pengembangan kurikulum memberikan dorongan semangat belajar bagi
pendidikan khusus hendaknya berprinsip pada penggunanya.
asas keluwesan. Dalam arti, konten disusun Pada konteks lain, program pendidikan
secara luwes sesuai karakteristik peserta didik khusus juga merupakan jalan untuk membangun
berkebutuhan khusus. Dengan demikian, budaya dan peradaban. Dengan demikian, asas
dokumen kurikulum selain berorientasi pada pengembangan kurikulum pendidikan khusus
pemberdayaan peserta didik juga menjadi hendaknya memiliki kelenturan pembentukan
orientasi dan tujuan utama dari pendidikan adab dan budaya yang melaluinya. Pada sisi
khusus itu sendiri. Berkaitan dengan kristalisasi yang lain, kurikulum pendidikan khusus ditujukan
orientasi asas dan tujuan program pendidikan untuk mengantisipasi kebutuhan mereka baik
tersebut, Schoenfeld (2016) mencirikan pada saat sekarang maupun di masa yang
kurikulum yang dikonseptualisasikan yaitu yang akan datang. Sebagai rambu-rambu, kehadiran
mampu menjalankan fungsi restoratifnya sebagai kurikulum seyogianya memuat materi yang luwes
program pendidikan yang khusus untuk dan mudah diajarkan, dipelajari, dan diukur
membangun narasi tentang peserta didik pencapaiannya. Konsep berbagai kemudahan itu
berkebutuhan khusus. Kurikulum pendidikan diperkuat oleh Pugach dan Blanton (2012) dalam
khusus untuk peserta didik berkebutuhan khusus studi eksplorasi terhadap kurikulum program
tidak boleh distandarkan. Gagasan dalam pendidikan guru. Perhatian terhadap kecacatan
konteks tidak distandarkan tersebut dikuatkan lebih menonjol daripada memperhatikan penanda
oleh Bouck dan Kulkarni (2009) dalam studinya identitas sosial lainnya seperti ras, kelas,
tentang cara terbaik untuk mengajar matematika budaya, atau bahasa. Temuan ini menyiratkan
bagi peserta didik dengan ketidakmampuan bahwa peserta didik berkebutuhan khusus
belajar mengungkapkan bahwa peserta didik memerlukan kurikulum yang lebih luwes daripada
dengan ket idakmampuan bel ajar ti dak sekadar konten pembelajaran yang terstruktur
diuntungkan dengan menerima kurikulum kaku.
matematika yang distandarkan. Kurikulum bukan sekadar daftar materi
Kurikulum yang merupakan rencana yang pelajaran yang dipindahkan dalam diri peserta
dibuat untuk membimbing dan mengarahkan didik. Kurikulum merupakan sebuah rancangan
peserta didik berkebutuhan khusus belajar di yang luwes yang memberikan ruang seluas-

84 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 3, Nomor 1, Juni 2018


Sutjipto, Pandangan Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Khusus

luasnya bagi tumbuhkembangnya keadaban dan melalui kurikulum. Dalam arti, bervariasi sesuai
berkembangnya potensi diri. Kondisi diri peserta konteks, sesuai kebutuhan mereka karena
didik berkebutuhan khusus umumnya sangat memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial,
beragam, baik secara akademik maupun serta hambatan intelektual. Bahkan, kadangkala
nonakademik. Pengembangan kurikulum dengan masih disertai dengan penyandang down
paradigma asas keluwesan sebagai acuan syndrome. Dengan asas pengembangan
diharapkan dapat diadaptasi oleh guru dengan kurikulum yang luwes seperti itu, pada akhirnya
menambah atau mengurangi keluasan dan akan mengungkit potensi sumber daya yang ada.
kedalaman materi, atau menggantinya dengan Para guru percaya setiap peserta didik
materi yang lebih sesuai bagi peserta didik. Kata berkebutuhan khusus memiliki sesuatu untuk
“berkebutuhan khusus” menjadi dasar pijakan disampaikan dan mereka berhak mendapat
dalam melihat apa yang menjadi masalah dan kesempatan untuk memperlihatkan potensi
kebutuhan peserta didik dan bukan pada “label” terbesar mereka sehingga pelaksanaan
hambatan yang ada padanya. Di saat guru implementasi kurikulum dinilai lebih bersahabat,
terlibat mengembangkan kurikulum, mereka inklusif, dan adil.
berpandangan bahwa setiap peserta didik
berkebutuhan khusus memiliki potensi, ragam, Asas Fungsional
berbeda, dan unik. Karakteristik ini dijadikan Dari FGD terungkap bahwa masalah-masalah
panduan bagaimana asas yang lebih tepat dalam yang dihadapi peserta didik berkebutuhan
kurikulum agar memenuhi kebutuhan mereka. khusus umumnya adalah masalah bimbingan,
Asas keluwesan akan menuntun guru dalam pendampingan, perhatian dan kasih sayang,
konsep diversifikasi kurikulum. Kerangka pikir layanan pendidikan, putus harapan, dan
diversifikasi ini amat berguna untuk mengatasi pencarian alternatif pendidikan di luar rumah.
hambatan dan mengoptimalkan potensi empat Problematika sosial seperti itu membutuhkan
area fungsi, yakni area fungsi belajar (learning), pemecahan khusus dari sebuah kurikulum yang
sosial emosi (socio-emotional), komunikasi dikembangkan dengan prinsip dasar yang
(communication), dan neuromotor. Dengan bersifat fungsional. Dalam artian, jabaran konten
kurikulum yang didiversifikasi, upaya-upaya maupun strukturnya memiliki landasan asas
pemberian layanan pendidikan terhadap peserta fungsi yang kuat secara filosofis, pedagogis,
didik berkebutuhan khusus secara optimal bisa dan teoritik. Dengan menempatkan pandangan
difokuskan pada potensi-potensi yang dapat para guru pada asas fungsi onal dal am
dikembangkan melalui pengamatan guru secara mengarahkan pengembangan kurikulum, pada
berkesinambungan dan sistematik dalam proses akhirnya program tersebut dapat menjawab
identifikasi dan asesmen. Melalui identifikasi dan tantangan dan kebutuhan peserta didik
asesmen diharapkan guru dapat memberikan berkebutuhan khusus.
layanan pendidikan yang baik secara luwes dan Azas utama tantangan dan kebutuhan
sesuai dengan kondisi dan karakteristik mereka peserta didik berkebutuhan khusus adalah
sehingga potensi dirinya berkembang secara keadaban dan pembudayaan untuk kehidupan.
optimal. Walau mereka memiliki berbagai hambatan fisik
Den gan kuri kulu m ya ng mewad ahi maupun nonfisik, menjadi manusia yang beradab
kebutuhan dan karakteristik peserta didik dan berbudaya merupakan fungsi utamanya.
berkebutuhan khusus secara luwes, variasi Sudut pandang berpikir guru tersebut sesuai
konteks kelainan dan hambatan-hambatan yang dengan dari hasil penelaahan Hamilton,
dimiliki dan lingkungan yang ada bisa dijawab McFarland, dan Mirchandani (2000) dalam

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 3, Nomor 1, Juni 2018 85


Sutjipto, Pandangan Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Khusus

konteks pengintegrasian kurikulum bisnis. yang harus berfungsi memecahkan masalah


Hamilton, et al. mensintesiskan bahwa kerangka hidup peserta didik berkebutuhan khusus dalam
kerja penyusunan terdiri atas dua dimensi memasuki kehidupan.
utama, yaitu konteks kurikulum dan pendekatan Lokus kurikulum adalah untuk kehidupan.
pedagogis dengan fokus pada serangkaian Hal ini berarti fungsi dokumen tersebut
pendekatan integratif yang konsisten dengan hendaknya diorientasikan pada penumbuhan
preferensi lokal mengenai tujuan dan kendala. kapasitas peserta didik untuk mengembangkan
Hasil penelaahan ini memberi makna bahwa jika diri dan mengatasi masalah-masalah hidup yang
kurikulum disusun dengan mempertimbangkan akan dihadapinya. Penelitian Nuttall (2016)
fungsinya, maka dokumen tersebut akan tentang perancangan dan implementasi
mengemban misi hidup yang cukup signifikan. kurikulum dalam studi kasus sekolah dasar
Artinya, selain harus kontekstual dengan perkotaan di utara Inggris, sebagai tanggapan
realitas, kurikulum juga harus mengarahkan pada terhadap diperkenalkannya Kurikulum Nasional
satu kesatuan fungsi yang didasarkan pada yang direvisi pada bulan September 2014, antara
kenyataan diri peserta didik berkebutuhan lain menyarankan agar kurikulum bergerak
khusus. menuju ‘arsitektur terbuka’ yang lebih banyak
Di samping agar kurikulum memberikan meningkatkan keterlibatan peserta didik belajar
pernyataan yang bermakna menghadapi dengan mengurangi pengajaran untuk diuji dan
beragam hambatan peserta didik berkebutuhan menciptakan pengalaman belajar yang responsif
khusus, para guru juga memberikan pandangan dan nyata secara fungsional. Temuan penelitian
bahwa dokumen yang akan dikembangkan ini dapat diartikan bahwa asas pengembangan
hendaknya juga mampu menggarap proses kurikulum harus sarat dengan paradigma belajar
mental peserta didik. Mental yang dimaksud aktif sehingga mampu mendorong pengalaman
berupa cerapan indra, emosi, pemikiran sebagai belajar peserta didik berkebutuhan khusus dalam
fungsi dari organisme biologis yang berkelainan meningkatkan keterampil an, mengasah
dalam penyesuaiannya terhadap lingkungan kepekaan, dan tanggung jawab sosial. Dengan
serta pengendalian lingkungan yang pada demikian, hasil kurikulum yang disusun memiliki
gilirannya memberikan kesadaran kehidupan. bobot fungsi yang signifikan dalam mengawal
Dengan asas fungsional seperti itu fungsi pendewasaan mereka.
mengembangkan diri kemampuan peserta didik Dengan prinsip belajar aktif tersebut
di tengah masyaraka t dengan bekal pengembangan kurikulum pendidikan khusus
pengetahuan praktis, keterampilan, kemampuan, diharapkan memiliki muatan kepekaaan terhadap
dan keahlian yang dimiliki diharapkan mampu keterampilan hidup peserta didik berkebutuhan
memecahkan masalah di tengah lingkungan yang khusus, dengan berorientasi pada konteks
terus berubah dan penuh kompetisi ketat. lingkungan sekitar. Alwell dan Cobb (2009) dalam
Pandangan gagasan guru seperti itu selaras studi intervensi terhadap 482 pemuda, yang
dengan kajian Lambert (2013) mengenai sebagian besar memiliki label kecacatan sedang
geografi dan pendidikan yang menyatakan hingga keterbelakangan mental berat meng-
bahwa krisis ekonomi dan lingkungan yang ungkapkan bahwa kurikulum yang amat
dihadapi umat manusia saat ini memerlukan dibutuhkan bagi mereka adalah bekal fungsional
respon pendidikan dengan rancangannya berupa atau keterampilan hidup, sehingga dapat
‘kurikulum kelangsungan hidup’. Tesis dari dua mempromosikan hasil transisi positif. Temuan ini
kerangka pikir seperti itu dapat dimaknai sebagai dapat dimaknai bahwa salah satu asas
mengantarkan pada pengembangan kurikulum pengembangan kurikulum untuk peserta didik

86 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 3, Nomor 1, Juni 2018


Sutjipto, Pandangan Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Khusus

berkebutuhan khusus adalah memandu menjalani dinamika kemasyarakatan mereka


intervensi muatan fungsional yang mampu bersama peserta didik berkebutuhan khusus.
mempromosikan kepercayaan diri peserta didik Dengan azas fungsional dalam perancangan
karena mereka memiliki masalah multidimensional, kurikulum, satu dari tiga pilar utama, selain
tidak bisa dilihat dari satu aspek saja. Paling keterampilan dan kompetensi yang mengon-
tidak hak pendidikan mereka terpenuhi melalui struksi bangunan harapan atau optimisme pada
kurikulum yang dikembangkan dengan prinsip tamatan SLB, nilai-nilai kehidupan adalah tujuan
pada fungional. utamanya.
Kurikulum fungsional hasilnya memiliki peran
yang tidak langsung dan dikontekstualisasikan Asas Kemandirian
dengan potensi sumber daya peserta didik Asas pengembangan kurikulum pendidikan
berkebutuhan khusus yang ada dan secara khusus yang tidak kalah penting adalah yang
praksis bisa diharapkan mengatasi masalah. berorientasi pada melatih, mendampingi, dan
Kehidupan mereka dapat ditumbuhkembangkan membantu peserta didik berkebutuhan khusus
secara optimal melalui kurikulum dengan memecahkan masalah agar dapat tumbuh
perlakuan pemecahan masalah untuk melatih kembang dengan wajar dan mampu meng-
kehidupan. Dengan demikian, fragmentasi sosial optimalkan potensi yang ada pada dirinya
yang belakangan muncul di komunitas guru SLB sehi ngga menjadi orang yang mandiri.
menjadi momentum untuk mengingat kembali Kemandirian dapat dimulai dari hal-hal yang
semangat pengembangan kurikulum yang sangat sederhana, seperti mampu memasang
fungsional untuk anak didiknya. Hunt, atribut diri (memakai dan mencopot baju,
McDonnell, dan Crockett (2012) dalam kajiannya memasang sepatu, memasang kaos kaki, dan
mengenai kurikulum pendidikan umum dan ekologi membawa tas sekolah), mengurus diri (mandi,
menyarankan agar keterampilan akademis dan makan, minum, menyiapkan perangkat sekolah,
fungsional mencerminkan pengetahuan dan dan tidur), mengelola tugas, dan mengerjakan
keterampilan bermakna. Keterampilan yang pekerjaan yang diberikan sampai pada mampu
disesuaikan dengan kebutuhan individual peserta bekerja dengan orang lain. Dengan asas
didik dan berlaku untuk kehidupan sehari-hari kemandirian dalam pengembangan kurikulum
sehingga kualitas tujuan hidup berkembang di diharapkan tidak ada lagi stigma di masyarakat
luar rumah, seperti pertemanan, partisipasi bahwa peserta didik berkebutuhan khusus
masyarakat, dan pekerjaan. dikategorikan sebagai masyarakat yang rapuh
Perspektif pandangan guru yang menge- dan tidak mampu berbuat apa-apa.
tengahkan asas fungsional pengembangan Kemandirian peserta didik berkebutuhan
kurikulum pendidikan khusus merupakan khusus berkaitan erat dengan kinerja mereka
kerangka pikir yang perlu diapresiasi di tengah dan sangat bergantung pada muatan-muatan
berbagai stigma tentang profesi guru yang kurikulum yang dikonseptualisasikan guru
menipis. Pembahasan pandangan gagasan ini mereka. Kerangka berpikir seperti itu sejalan
seperti memberi semangat tim pengembang dengan hasil penelitian Dean dan Fornaciari
kurikulum tentang hasil rancangannya yang kuat (2013) yang melakukan pengamatan selama lima
secara fungsional dalam konteks SLB. Ide baru tahun terus-menerus berkait dengan struktur
dalam konteks pengembangan kurikulum kursus dan rutinitas, seperti parameter tugas,
pendidikan khusus dengan melibatkan para guru peraturan proses kelompok peserta didik, dan
harus diperhitungkan sebagai media modalitas skema penilaian secara konsisten dapat dijadikan
perkembangan, kemajuan, dan keakuratan rujukan. Dalam penelitian tersebut Dean dan

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 3, Nomor 1, Juni 2018 87


Sutjipto, Pandangan Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Khusus

Fornaciari menemukan bahwa kemandirian dan adalah kemampuan pengendalian diri. Tinggi
kinerja peserta didik dapat ditingkatkan dengan rendahnya kemampuan peserta didik berke-
sangat baik dan sesuai hasil belajar yang di- butuhan khusus dalam mengendalikan diri akan
inginkan apabila dapat dipupuk dengan mempengaruhi persepsi orangtua pada proses
menawarkan jenis struktur tertentu kepada pendidikan. Meinert dan Reinecke (2017)
mereka, dengan cara-cara tertentu pula, seperti melakukan studi untuk menguji stabilitas dan
kegiatan pramuka, kursus, pemberian tugas, dan perubahan pengendalian diri selama masa remaja
instruktur yang kapabel. Hasil studi ini memberi dan menyelidiki hubungan timbal balik kontrol
makna bahwa apa pun asas pengembangan diri dan kontrol sosial orangtua. Dalam studi
kurikulum, apabila dalam praktik pembelajarannya tersebut diungkapkan bahwa pengendalian diri
kurang kuat menumbuhkembangkan mental yang rendah mempengaruhi persepsi kontrol
mandiri, maka kemandirian tidak bisa tumbuh orangtua pada awal masa remaja. Karena itu,
dengan kuat. kurikulum pendidikan khusus yang dikembangkan
Menjadikan peserta didik berkebutuhan dengan asas memandirikan menjadi sangat
khusus menjadi mandiri juga sangat bergantung relevan.
bagaimana pembelajaran dapat difokuskan pada Rel eva nsi pandang an guru dengan
penghalang-penghalang yang menghambat di mengetengahkan asas kemandirian pada
lingkungan fisik, sosial, budaya, dan ekonomi pengembangan kurikulum pendidikan khusus juga
sehingga mereka bisa berpartisipasi dan bermakna mengarahkan karakteristik yang
memberikan kontribusi sesuai dengan potensi diorientasikan pada upaya memecahkan
dan kemampuan yang dimiliki. Misalnya, jangan masalah-masalah yang dihadapi peserta didik
karena mereka memiliki kekurangan dan berkebutuhan khusus menjadi manusia yang
hambatan kemudian terus dijadikan stigma tidak mandiri. Misalnya, mereka dilatih mampu
bisa berbuat apa-apa. Padahal, etos dan mengurus segala keperluan diri sendiri setiap
kemandirian sangat dibutuhkan, antara lain di hari, mampu menyelesaikan tugas dan pekerjaan
bidang pendidikan, pekerjaan, perilaku sosial, sendiri, pergi ke sekolah, menjadi lebih percaya
pembangunan kapasitas, perspektif pilah gender, diri, dan bekerja sehingga memperoleh
dan pemenuhan hak-hak mereka. Kemandirian penghasilan. Selain itu, kurikulum tersebut juga
bukan berarti berkesendirian, melainkan adanya diperlukan untuk memandirikan peserta didik
berani berpikir, bersikap, berdaulat, dan berkebutuhan khusus mengatasi masalah
bertindak secara sendiri dalam mengarungi keterbatasan akses, atau ketidakbisaan
hidup. Menurut gagasan para guru, telah ada memasuki sekolah formal/reguler karena adanya
upaya untuk mentransformasi pemikiran yang berbagai keterbatasan, hambatan, dan
menjembatani segala sesuatu yang telah ada kekurangan yang mereka miliki.
saat ini (what it is) dan segala sesuatu yang Konteks pandangan guru sebagaimana
seharusnya ada di masa yang akan datang diungkap di atas dapat diartikan, bahwa asas
(what should be next) dalam kurikulum kurikulum yang diyakini akan mampu mewadahi
pendidikan khusus. aktivitas pada etos dan logos peserta didik
Pada sisi lain, pengembangan kurikulum berkebutuhan khusus sehingga mereka dapat
pendidikan khusus hendaknya juga memper- diarahkan untuk bisa berperilaku tidak ber-
timbangkan berbagai sebab lain sehingga gantung pada orang lain. Asas tersebut seka-
peserta didik menjadi lebih siap dalam memasuki ligus juga sebagai upaya mengarahkan pencip-
kehidupan di masyarakat. Salah satu indikator taan ruang kreatif, arena sosial atau publik yang
kesiapan memasuki kehidupan di masyarakat produktif sehingga mereka juga semakin mandiri.

88 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 3, Nomor 1, Juni 2018


Sutjipto, Pandangan Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Khusus

Hasil pengembangan kurikulum yang digagas Asas Literasi


dengan asas kemandirian peserta didik Salah satu kristalisasi temuan dari FGD dengan
berkebutuhan khusus merupakan sebuah para guru adalah apapun hasil kurikulum yang
jawaban yang didambakan banyak pihak. Pada dikembangkan asas literasi juga dijadikan prinsip
konteks ini, hasil perancangan kurikulum yang dasar pijakan. Asas literasi sangat penting
sarat dengan muatan kecakapan kewirausahaan karena sal ah satu ukuran keberhasil an
bisa menjadi arah dan tujuan. Nilai-nilai pembangunan pendidikan khusus berkualitas
kewirausahaan dapat diinternalisasikan kepada adalah kecakapan literasi lulusan. Pandangan
peserta didik berkebutuhan khusus dengan praksis literasi tersebut harus dimaknai
ragam strategi, misalnya memproduksi dan melampaui pengertian konvensionalnya, bukan
menjual hasil-hasil karya keterampilan mereka sekadar kemampuan membaca dan menulis.
kepada masyarakat secara langsung. Kecakapan Kecakapan tersebut sebagai upaya peningkatan
kewira usahaan tida k bi sa begit u sa ja kesadaran dan pengakuan atas kemampuan
dimunculkan, harus ada proses pemupukan yang literasi, seperti baca tulis berhitung, informasi,
panjang dan perlu waktu lama ke dalam diri sains, ekonomi, teknologi, keuangan, dan lain
mereka. Di sinilah urgensi perluasan asas sebagainya. Pandangan gagasan guru seperti
kemandirian yang sarat dengan keterampilan, itu, menandakan bahwa konten pengembangan
kompetensi, dan kualitas karakter ke kapabilitas kurikulum seyogianya juga diorientasikan pada
personal sesuai dengan tuntutan kecakapan pemecahan masalah pemahaman dan pemak-
abad-21. Sebagai salah satu asas kurikulum, naan kebahasaan dalam konteks kehidupan.
misalnya, implementasi kecakapan berwirausaha Pemaknaan kebahasaan dapat mengasah dan
bisa dibangun pada saat ada unit produksi di meningkatkan aneka keterampil an dan
sekolah. Unit produksi tersebut bisa mewadahi kecakapan sehingga membuat peserta didik
kreasi dan menjual hasil produk peserta didik berkebutuhan khusus dapat berkarya lebih
berkebutuhan khusus sehingga keuntungan efisien.
ya ng d idap at di ras aka n ol eh mereka. Kecakapan literasi harus menjadi masukan
Pengalaman berwirausaha seperti ini yang harus semua pemangku kepentingan pendidikan
dipupuk dan dipraktikkan selama mereka khusus untuk mendorong berkembangnya literasi
mengikuti pendidikan. peserta didik berkebutuhan khusus berperilaku
Dengan asas mandiri dalam pengembangan karena adanya proses pendidikan untuk
kurikulum peserta didik berkebutuhan khusus memahami, mencerna, dan menganalisis.
akan menjadi lebih mandiri dan lebih baik dan Kecakapan literasi bukan sekadar memahami
tujuan untuk sama seperti yang dialami narasi, melainkan juga mengacu pada konsep,
kebanyakan orang normal akan tercapai. alat, dan pengalaman melek informasi (Machin-
Semangat sebuah rancangan kurikulum yang Mastromatteo, 2014). Berdasarkan hasil
mengarah pada tumbuh dan berkembang penelitian Bønløkke, Kobow, dan Kristensen
peserta didik tujuan utamanya. Dengan (2012) terkait literasi informasi dalam profesi
demikian, harga diri dan jati diri mereka terus keperawatan menyimpulkan bahwa literasi
terbangun dan memperoleh spirit dari orang- informasi adalah kompetensi yang dibutuhkan.
orang di sekitarnya. Kurikulum yang mampu Kompetensi tersebut masuk akal bagi peserta
memandirikan ini merupakan pokok agar mereka didik bila dikaitkan dengan tugas, tepat waktu,
bisa memiliki semangat, cita-cita, kebahagiaan, dipersiapkan, sistematis, dan berkesinam-
bukan menerima keadaan sebagai belenggu bungan. Dua konsep dasar hasil penelitian
kehidupan. tersebut memberi makna bahwa apa pun latar

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 3, Nomor 1, Juni 2018 89


Sutjipto, Pandangan Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Khusus

belakang pribadi peserta didik, kecakapan kepentingan. Kurikulum pendidikan khusus


melalui praksis literasi adalah penting. Hal menjadi lokomotif berbagai kecakapan melalui
tersebut penting karena bukan sekadar praksis literasi dasar sebagai pintu masuk tumbuh
pemahaman melainkan juga panduan bersikap kembangnya peserta didik berkebutuhan khusus
dan berperilaku guna membentuk karakter yang di sekolah, keluarga, dan masyarakat secara
dinamakan literate. berkesinambungan. Prinsip dasar tersebut
Cakupan literate yaitu menyangkut proses menjadi penuh makna karena literasi juga
membaca, mencari bacaan, menganalisis, merupakan salah satu kecakapan untuk
mengevaluasi, dan kecakapan menggunakan menumbuhkembangkan kemampuan bernalar
informasi. Asas literasi dalam pengembangan dan meningkatkan kualitas hidup. Semangat
kurikulum berkait dengan masalah kecakapan berliterasi ini senada dengan perkembangan
hidup, sekaligus merupakan kebutuhan hidup literasi dunia yang dihasilkan dalam Forum
peserta didik berkebutuhan khusus. Literasi Ekonomi Dunia pada tahun 2015 di Paris.
bukanlah sesuatu yang stagnan menurut Kecakapan literasi juga merupakan
Dewayani dan Retnaningyah (2017). Literasi kemampuan hidup ( life skill) yang menjadi
berubah berkaitan dengan pengetahuan dan kebutuhan hidup masyarakat. Dengan demikian,
cara berpikir. Dengan demikian, asas literasi asas pengembangan kurikulum bersandarkan
pengembangan kurikulum dapat dijadikan arena pada prinsip kecakapan literasi diperlukan
dan memberikan bekal kepada peserta didik sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas diri
berkebutuhan khusus untuk menghadapi peserta didik berkebutuhan khusus. Ketika taraf
ketidakberdayaan agar mereka menjadi literate. hidup akan ditingkatkan, maka diperlukan
Untuk memiliki kecakapan yang literate, menurut keterampilan baru yang lebih, yaitu mengetahui,
Spooner, Kemp-Inman, Ahlgrim-Delzell, Wood, memahami, dan memaknai kebahasaan dan
dan Davis (2015), adalah melalui penggunaan sistem perbendaraan kata dalam konteks
cerita bersama. Perspektif pandangan guru ini kehidupan dan estetika dengan cara pandang
memberikan catatan bahwa berdasarkan penggunaan bahasa. Cara pandang apa pun
pengalaman ternyata guru memiliki kepekaan dalam mengajarkan literasi pada area konten
untuk memastikan dan mengoreksi kecakapan kurikulum, menurut Collin (2014) adalah
melalui kecakapan literasi yang harus dimuat bagaimana mengumpulkan wacana dari berbagai
dalam kurikulum sekolah mereka. bidang cara membaca, menulis, berbicara,
Sc heib e (2 004) merekomend asikan berpikir, dan mendengarkan yang berbeda.
keaksaraan media dapat digunakan secara Strategi memperoleh kecakapan melalui
efektif sebagai pendekatan pedagogis untuk praksis literasi hanya bisa dimiliki peserta didik
mengajarkan konten inti di kurikulum K-12. berkebutuhan khusus dengan menjalani proses
Kebutuhan guru dan peserta didik dengan belajar melalui kurikulum. Dalam proses belajar,
mempromosikan keterampilan berpikir kritis, memerlukan pemahaman yang benar dan tepat.
komunikasi, dan teknologi dapat dipenuhi. Hasil Agar benar dan tepat, maka penerapan program
kajian ini memberi makna, bahwa keterampilan- asesmen kebutuhan dan potensi sumber daya
keterampilan literate yang dimaksud perlu perlu dirumuskan dengan baik. Hal ini diperlukan
menjadi pertimbangan asas pengembangan sebagai pijakan dasar sehingga praktik
kurikulum pendidikan untuk seluruh bangsa di pembelajaran dapat dijalankan sesuai kebutuhan
dunia, termasuk peserta didik berkebutuhan dan tepa t sa saran . Ba gi p eserta did ik
khusus. Kerangka kerja pandangan guru akan berkebutuhan khusus, moda pembelajaran
menginspirasi berbagai pihak yang ber- literasi dasar ini akan menentukan pula perilaku

90 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 3, Nomor 1, Juni 2018


Sutjipto, Pandangan Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Khusus

literate terhadap banyaknya informasi yang koridor kurikulum. Muatan keterampilan dan
dapat diserap secara kritis, logis, dan tidak kompetensi kejuruan tersebut diarahkan
mudah diperdaya oleh informasi menyesatkan mengubah keadaan atau lingkungan sekitar
yang diterimanya. untuk mengembangkan kapasitas diri mereka
Begitu mudah dan banyaknya informasi, dengan bermodalkan keterampilan membuat
maka kemampuan mencari, mengevaluasi, produk dan atau layanan jasa.
menganalisis, dan menggunakan informasi Guru berpandangan bahwa sebuah kurikulum
seyogianya terpancar dalam pengembangan pendidikan khusus dikembangkan atas dasar
kurikulum yang dibutuhkan untuk dapat asas kejuruan. Dengan demikian, hambatan
digunakan sebagai bahan memecahkan masalah yang bersifat struktural dan fungsional berkaitan
kehidupan secara efektif. Pada satu sisi, dengan dengan keterampilan dan kemampuan yang
menguasai kecakapan literasi secara baik dibutuhkan peserta didik berkebutuhan khusus
peserta didik berkebutuhan khusus dapat bisa diatasi. Menguasai keterampilan dan
menciptakan bukan hanya keberaksaraan kompetensi kejuruan amat penting, mengingat
berbasis keterampilan (skills-based literacy) selama ini kemampuan lulusan peserta didik
melainkan juga memanfaatkan secara etis. Di berkebutuhan khusus untuk mendapatkan
sisi yang lain, dengan kecakapan literasi yang pekerjaan masih menjadi masalah yang
kuat peserta didik SLB bisa menunjukkan kepada memerlukan pemecahan segera. Kenyataan
kalangan pemakai lulusan agar tidak ragu bahwa lulusan kurang memiliki kesempatan untuk
terhadap keberadaan sekolah mereka. Kalangan mendapatkan pekerjaan di sektor formal
pemakai bisa terus memberi masukan atas dibandingkan dengan pekerjaan di sektor
beberapa persoalan yang dihadapi lulusan SLB nonformal maupun informal juga belum berubah.
saat ini, tidak sebatas kecakapan literasi, tetapi Sudiarja (2014) menyatakan bahwa pendidikan
lebih dari itu. saat ini bagaikan model bank, yang hanya
menumpuk pengetahuan dalam kepala peserta
Asas Vokasi didik, belum mengubah situasi. Situasi dimaksud
Pada saat FGD para guru juga memberikan bi sa mengarah pada keterampilan dan
pandangan bahwa asas vokasi harus dijadikan kemampuan bekerja yang selaras dengan
prinsip dasar dalam mengembangkan kurikulum perkembangan kebutuhan seseorang.
pendidikan khusus. Asas vokasi (selanjutnya Bekal keterampilan dan kompetensi bidang
ditulis dengan istilah kejuruan) yang tepat kejuruan bagi peserta didik berkebutuhan
sangat dibutuhkan peserta didik berkebutuhan khusus bukan hanya penting untuk bekerja,
khusus. Guru meyakini bahwa kurikulum kejuruan melainkan juga mampu mengembangkan
sarat dengan muatan untuk mengasah keterampilan, kemampuan, kecakapan kerja,
keterampilan dan kemampuan kejuruan pada pemahaman, sikap, budaya kerja, dan apresiasi.
saat bekerja. Pandangan para guru tersebut Adhikary (2005) menyebutkan bahwa peserta
dapat dimaknai sebagai memiliki harapan besar didik yang menguasai bidang kejuruan mampu
agar lulusan SLB terlatih etos kerja, kecakapan memasuki pekerjaan dan membuat kemajuan-
kerja, dan budayanya sehingga mereka siap kemajuan dalam pekerjaan secara penuh makna
bekerja. Hal ini berarti, kapasitas peserta didik dan produktif. Hasil penelaahan Ritter, Small,
berkebutuhan khusus yang telah lulus ditentukan Mortimer, dan Doll (2017) terhadap kebutuhan
bukan hanya kemampuan diri mereka semata, para pengusaha di l ingkunga n kerja
melai nkan sebagai hasil olah dan asah menyimpulkan bahwa desain perancangan ulang
keterampilan dan kompetensi kejuruan dalam kurikulum saat ini agar fokus pada penyusunan

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 3, Nomor 1, Juni 2018 91


Sutjipto, Pandangan Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Khusus

soft-skills bagi pekerja. Simpulan hasil telaah yakni bisa mandiri. Artinya, asas kejuruan
Ritter, et al. tersebut memberi makna bahwa sebagai kerangka kerja pengembangan kurikulum
kurikulum yang dikembangkan perlu mem- bertujuan menyiapkan pribadi dalam kese-
pedulikan aspek-aspek potensi peserta didik imbangan dan kesatuan organisasi, harmonis,
yang terkait dengan domain afektif untuk dan dinamis guna mencapai tujuan hidup
penguatan soft-skills yang seimbang dengan kemanusiaan.
hard-skills. Asas kejuruan dalam mengem- Pada saat FGD terungkap pula pandangan
bangkan kurikulum di samping berguna sebagai sebagian besar guru bahwa kecakapan-
bekal peserta didik berkebutuhan khusus, kecakapan lainnya sebagai pelengkap bidang
bermanfaat pul a bagi masyarakat dan kejuruan hendaknya juga menjadi pertimbangan.
bangsanya serta bagi umat manusia secara Menurut mereka, saat ini kecakapan nonvokasi
keseluruhan. juga sangat diperlukan mengingat adanya
Bagi peserta didik berkebutuhan khusus perubahan karakteristik dunia kerja. Jenis
mampu menguasai bidang kejuruan yang pekerjaan yang memerlukan keterampilan yang
dilatihkan melalui kecakapan soft-skills yang lebih umum justru makin dibutuhkan. Menurut
seimbang dengan hard-skills merupakan koridor Fadel (2008) maupun Fadel, Bialik, dan Trilling
penting. Hal ini amat diperlukan agar memiliki (2009) kecakapan-kecakapan nonvokasi yang
daya terampil dan kompetensi yang dituntut merupakan kecakapan hidup dan berkarier yang
pasar kerja serta dunia usaha dan dunia industri kini sangat dibutuhkan, di antaranya: 1) berpikir
(DUDI). Asas vokasi pada pengembangan kritis dan mengatasi masalah; 2) kecakapan
kurikulum akan menjadikan peserta didik berkomunikasi; 3) kecakapan berkolaborasi; dan
berkebutuhan khusus lebih berdaya dalam 4) kreativitas dan inovasi. Keempat kecakapan
menjawab tantangan pekerjaan. Demikian pula, tersebut dikenal dengan the 21st century skills.
saat mereka memasuki arena masyarakat Bahkan, merujuk pada kajian yang dilakukan
menjadi lebih siap, tangguh, dan produktif. Fadel, Bialik, dan Trilling (2015), kecakapan
Berbekal keterampilan dan kemampuan bidang kolaborasi yang melibatkan orang-orang dengan
kejuruan dapat mendorong harga diri, martabat beragam latar belakang, kecakapan, dan
dan eksistensi, dan identitas diri mereka dengan perspektif akan semakin dibutuhkan karena
segala aktivitas dan kekurangan yang dimilikinya masalah dan tantangan yang dihadapi dunia
menjadi kuat. Mereka akan berdaya karena semakin kompleks.
rancangan kurikulum dan praktik kejuruan yang Konten kurikulum pendidikan khusus
lebih baik sehingga mereka mampu mengatasi memerlukan muatan the 21st century skills
masalah sosial-ekonominya karena pekerjaan sektor jasa akan tumbuh
Arah rancangan kurikulum pendidikan khusus dengan pesat, dan permintaan pasar kerja akan
yang bermuatan kecakapan bidang kejuruan pekerja terampil semakin tinggi (Jerald, 2009).
tersebut selaras dengan laporan World Bank Pekerjaan dengan upah tinggi akan semakin
(2010) yang menyebutkan agar lulusan kejuruan membutuhkan lebih banyak kompetensi
bisa diterima oleh pemberi kerja, yang pendidikan yang bercirikan soft-skills. Dengan
dibutuhkan saat ini bukan memperbanyak dibekali kecakapan soft-skills dan hard-skills
sekolah kejuruan melainkan mengembangkan yang seimbang akan menghasilkan peserta didik
keterampilan dan kemampuan untuk me- berkebutuhan khusus yang sigap, ulet, cekatan,
ningkatkan kualitas. Dasar mengembangkan dan tangguh. Ketangguhan maupun ketidak-
keterampilan dan kemampuan melalui kurikulum tangguhan lulusan sangat bergantung pada
kejuruan ialah cita-cita kemanusiaan universal, rencana tertulis program pembelajaran dan

92 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 3, Nomor 1, Juni 2018


Sutjipto, Pandangan Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Khusus

unsur yang melaksanakan program tersebut. tertentu, mereka juga dapat mendorong
Apabila di SLB terdapat satu unsur yang tidak munculnya tenaga kerja kompetitor. Selain
selaras maka hasil belajar untuk mencapai menjadi tenaga kerja yang terampil, mereka juga
ketangguhan tadi sulit diwujudkan. Implementasi diharapkan memiliki kecakapan hidup untuk
kurikulum dengan paradigma asas kejuruan membuka usaha baru atau menciptakan profesi
memerlukan sinergi antarunsur-unsur warga baru sehingga berdampak terhadap pere-
sekolah, unsur masyarakat nondisabilitas dan konomi an n egara secara keselu ruha n.
unsur masyarakat disabilitas, serta unsur Melengkapi peserta didik berkebutuhan khusus
pemakai lulusan. dengan kemampuan hidup yang kaya dengan
Dari pandangan guru di atas yang dimaknai pelatihan kejuruan akan dapat menjadi penentu
sebagai kerangka berpikir, dapat ditarik benang pertumbuhan suatu negara (Sulaiman, Bala,
merah bahwa asas pengembangan kurikulum Tijani, Waziri, & Maji (2015); Pilz, Krisanthan,
pendidikan khusus yang fokus menempatkan Krisanthan, Zenner, & Li (2016)). Peserta didik
objek bidang kejuruan sebagai bahan kajian berkebutuhan khusus yang tumbuh dengan
utama merupakan keharusan. Oleh karena itu, memiliki keterampilan, kemampuan, dan
semua mata pelajaran yang distrukturkan dalam kecakapan sebagi modal dasar akan mampu
kurikulum pendidikan khusus hendaknya berkontribusi pada diri sendiri, keluarga,
mendukung pencapaian keterampilan dan masyarakat, dan negara. Bahkan, mampu
kompetensi kejuruan yang dikehendaki. Dengan menepis stigma anggapan sebagian masyarakat
demikian, isi dan tujuan pembelajaran yang bahwa mereka tidak berdaya.
semangatnya merupakan muatan-muatan Agar rancangan kurikulum pendidikan khusus
kejuruan harus dipilih dan dipilah agar dapat mampu memenuhi harapan sebagaimana sudut
mengembangkan seoptimal mungkin ketera- pandang guru di atas, salah satu tugas utama
mpi lan dan kema mpua n pesert a di dik pengembang kurikulum adalah mengetengahkan
berkebutuhan khusus. asas pengembangan kurikulum yang sarat
Demikian pula seluruh tujuan pendidikan dengan muatan kompetensi kejuruan. Muatan
bidang kejuruan hendaknya diorientasikan pada kompetensi kejuruan tersebut oleh Rychen
aktivitas dan kekhususan bidang tersebut, baik (2009) disebut sebagai kompetensi kunci.
dalam hal isi maupun pelaksanaannya. Dampak Kompetensi kunci adalah kompetensi untuk
dari asas kejuruan dalam pengembangan sebuah pekerjaan atau fungsi tertentu, tidak
kurikulum akan memiliki daya tawar yang relatif spesifik bagi pekerja tertentu atau industri
tinggi bagi peserta didik berkebutuhan khusus tertentu, tetapi menopang kompetensi spesifik
untuk bekerja dan mencari pekerjaan. Karena dari industri sehingga mempunyai nilai ekonomis.
terampil, kompeten, dan kapabel, mereka akan Rancangan kurikulum yang berprinsip pada
mampu menyelaraskan dengan profesinya. kejuruan dan penguasaan bidang kejuruan bagi
Menyiapkan mereka memiliki sebuah profesi dan peserta didik berkebutuhan khusus akan menjadi
bekal kejuruan merupakan kapasitas penting arah karena terkandung seperangkat muatan
yang harus dimiliki para pengembang kurikulum. keterampilan dan kompetensi yang bermuara
Bekal kurikulum yang sarat dengan asas pada kemampuan bekerja dan berbudaya kerja.
kejuruan yang tepat guna akan menjadikan Kedua aspek tersebut dikembangkan dengan
lulusan lebih siap menghadapi kebutuhan DUDI. berorientasi pada penggabungan antara
Selain peserta didik berkebutuhan khusus instruction dan construction dengan pende-
memiliki keterampilan dan kompetensi layanan katan utama pembelajaran yang mengacu pada
jasa dan produksi pada bidang kejuruan frasa praktik kejuruan dan berorientasi pada hasil

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 3, Nomor 1, Juni 2018 93


Sutjipto, Pandangan Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Khusus

produk dan layanan jasa yang diinginkan. pengembangan kurikulum. Misalnya pengim-
Kerangka berpikir tersebut sesuai dengan plementasian kurikulum bagi peserta didik
pendapat Toner (2010) yang mengatakan bahwa berkebutuhan khusus hendaknya mendorong
kurikulum yang mewadahi sistem pelatihan harus perlakuan secara adil dan beradab. Tidak boleh
menjadi agen utama dalam proses pendidikan ada diskriminasi perlakuan kepada mereka dalam
kejuruan. beragam kegiatan di sekolah. Mereka juga
Proses pengembangan kurikulum yang sarat diberikan pemberdayaan, fasilitas, dan perhatian
dengan muatan kejuruan perlu melibatkan yang sama agar mereka merasa bisa berprestasi
masyarakat sekitar sekolah, termasuk DUDI. dari kerja kerasnya sendiri dan maju karena
Keterlibatan bisa dilakukan dengan cara dialog, pengalamannya sendiri.
urun gagasan, dan analisis kebutuhan. Hal ini Kebaikan-kebaikan yang dibangun akan lebih
untuk memastikan bahwa perancangan kurikulum bermakna manakala dalam pengembangan
SLB dapat menjawab tuntutan masyarakat/ kurikulum pendidikan khusus dilengkapi pula
komunitas sekitar. Konteks pelibatan ini dapat dengan muatan-muatan kompetensi masa
dimaknai sebagai ekosistem pendidikan antara depan. Semangat kompetensi masa depan
sekolah, masyarakat, dan DUDI yang telah disiapkan untuk tumbuhkembangnya potensi diri
terjalin dengan baik. Jalinan ini sekaligus peserta didik berkebutuhan khusus memasuki
memberi garansi bahwa asas kejuruan dalam era global yang oleh Pink (2006) disebut sebagai
pengembangan kurikulum pendidikan khusus “conceptual era” atau era konseptual. Manusia
telah memiliki arah yang cermat. yang akan berjaya dalam era tersebut, menurut
Bergulirnya ekosistem pendidikan di lembaga Pink perlu memilki “Six high-concept and high-
pendidikan khusus dapat diartikan bahwa tought senses in the conceptual age”, yakni:
sumber daya sekitar sekolah memiliki pemahaman 1)not just function but also design, 2) not just
yang sama tentang pentingnya meningkatkan argument but also story,3) not just focus but
mutu sekolah. Hal ini menandakan bahwa also symphony,4) not just logic but also
kerang ka kerja pan dangan guru untuk emphaty,5) not just seriousness but also play,
menghasilkan kebijakan kurikulum sekaligus and 6) not just accumulation but also meaning.
memiliki spirit penyusunan budaya dan ekonomi Inti dari gagasan Pink (2006) ini menyiratkan
lokal. Dengan demikian, rasa memiliki masyarakat bahwa prinsip dasar pengembangan kurikulum
sekitar sekolah menjadi semakin kuat. Persepsi hendaknya juga memiliki arah dan tujuan masa
masyarakat menjadi terbangun karena lembaga depan yang jelas. Kejelasan tersebut akan
pendidikan khusus yang ada mampu menye- memancar manakala dikendalikan dalam
diakan layanan pendidikan bagi kebutuhan implementasinya, seperti proses pembelajaran
peserta didik berkebutuhan khusus. Lembaga yang menggairahkan, praksis keterampilan dan
tersebut sekaligus dapat mengatasi perma- kemampuan yang bermakna, melewati praksis
salahan sosial, pekerjaan, budaya, realitas, dan literasi, menebalkan empati terhadap sesama,
kebutuhan. Misalnya, daerah yang berada di dan menggerakkan semua indera peserta didik
tepi pantai bisa menyusun kurikulum pendidikan berkebutuhan khusus secara optimal.
khusus tentang budi daya laut, seperti rumput Selain beragam asas yang dikemukakan di
laut, perikanan laut, kerajinan hasil laut, atas, masih dibutuhkan asas lainnya, seperti
makanan hasil laut, dan lain sebagainya. pemberdayaan, kecakapan abad-21, berbasis
Di samping lima pandangan asas pengem- kewirausahaan, berbasis produksi, dan lainnya.
bangan kurikulum di atas, dari FGD guru juga Semakin lengkap dimensi asas kurikulum yang
menyampaikan sejumlah usulan lain terkait arah digagas berbagai pihak, semakin mampu

94 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 3, Nomor 1, Juni 2018


Sutjipto, Pandangan Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Khusus

kurikulum menangkap dan merepresentasikan SIMPULAN DAN SARAN


kepentingan bersama warga bangsa dalam Simpulan
memperoleh pengetahuan praktis, kecakapan, Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa dalam
keterampilan, literasi, dan kemampuan sesuai perancangan kurikulum pendidikan khusus untuk
alam dan talenta peserta didik berkebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus para guru
khusus. Seikkula-Leino, Ruskovaara, Hannula, berpandangan bahwa kurikulum tersebut harus
dan Saarivirta (2012) dalam studinya tentang mengandung muatan-muatan pengetahuan
Pendidikan Kewirausahaan di Fi nlandi a praktis, kualitas karakter moral dan kinerja,
mengatakan bahwa saat ini Uni Eropa ( UE) keterampilan penting, kompetensi, seni, dan
menjadikan pembelajaran keterampilan praksi s literasi. Selai n itu, keluwesan,
kewirausahaan sebagai faktor penting dalam fungsional, kemandirian, literasi, dan kejuruan
menciptakan kesejahteraan. Temuan studi ini merupakan asas-asas pengembangan kurikulum
memberi si nyal kuat bah wa ni lai -ni l ai pendidikan khusus.
kewirausahaan amatlah penting diintegrasikan
ke dalam muatan kurikulum pendidikan khusus. Saran
Faktor determinan adalah dihasilkannya peserta Berdasarkan simpulan di atas, mekanisme
didik berkebutuhan khusus untuk meningkatkan perancangan kurikulum di masa yang akan
kapasitas mereka dalam hal kecakapan datang perlu diperluas dengan melibatkan
kewirausahaan. berbagai pihak yang berkepentingan dengan
Pelibatan guru dari berbagai daerah su mber daya ya ng represen tati f guna
merupakan sebuah strategi kerja yang cukup menghasi lka n dokumen ya ng memi l i ki
signifikan. Banyak ditemukan pemikiran dan keseimbangan dan koherensi muatan sehingga
pandangan yang sangat bagus dari para guru tantangan yang menjadi isu utama bangsa
dalam pengembangan kurikulum pendidikan segera dapat diatasi. Di samping itu, tim
khusus. Beberapa pandangan guru dalam pengembang kurikulum pendidikan khusus pusat
pengembangan kurikulum pendidikan khusus perlu menggali secara pedagogis dari sudut
telah mampu memandu terwujudnya dokumen pandang lain guna melengkapi asas-asas
kurikulum yang memuat apa yang seharusnya kurikulum yang telah diungkap agar sebuah
ada dan cara yang baik yang harus mereka program pendidikan lebih bermakna menjawab
terapkan tanpa disertai catatan-catatan. tantangan, kebutuhan, kepentingan, dan
harapan peserta didik berkebutuhan khusus.

PUSTAKA ACUAN
Adhikary, P.K. (2005). Educational reform for linking skills development with employment in
Nepal. In M. Singh (Eds.), Meeting basic learning needs in the informal sector
integrating education and training for decent work. Empowerment and Citizenship (pp.
215-228). Hamburg, Germany: UNESCO Institute for Education.
Alwell, M. & Cobb, B. (2009). Functional life skills curricular interventions for youth with
disabilities a systematic review. Career Development for Exceptional Individuals, 32(2),
82-93.
Badan Perencana Pembangunan Nasional. (2015). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019.
Jakarta: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional.
Berbiglia,V. A. (2011). The self-care deficit nursing theory as a curriculum conceptual

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 3, Nomor 1, Juni 2018 95


Sutjipto, Pandangan Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Khusus

framework in Baccalaureate education. Nursing Science Quarterly, 24(2), 137-145.


Bouck, E. C. & Kulkarni, G. (2009). Middle-school mathematics curricula and students with
learning disabilities: is one curriculum better? Learning Disability Quarterly, 32(4), 228-
244.
Bønløkke, M., Kobow, E. & Kristensen, AK. (2012). Curriculum integrated information literacy a
challenge. Nordic Journal of Nursing Research, 32(3), 53-55.
Chin, J., May, M.,Sullivan-Chin, H. & Woodrick, K. (2014). How can social psychology and group
dynamics assist in curriculum development? Teaching Sociology, 42(2), 86-94.
Cochran-Smith, M. & Dudley-Marling, C. (2012). Diversity in teacher education and special
education: the issues that divide. Journal of Teacher Education, 63(4), 237-244.
Collin, R. (2014). A Bernsteinian analysis of content area literacy. Journal of Literacy Research,
46(3), 306-329.
Collins, C. & Yates, L. (2009). curriculum policy in south australia since the 1970s: the quest for
commonality. Australian Journal of Education, 53(2), 125-140.
Dean, K. L. & Fornaciari, C. J. (2013). Creating masterpieces: how course structures and
routines enable student performance. Journal of Management Education, 38(1), 10-42.
Dewayani, S. & Retnaningyah, P. (2017). Suara dari marjin: literasi sebagai praktik sosial.
Bandung: Rosda.
Doabler, C. T., Clarke, B., Fien, H., Baker, S. K., Kosty, D. B., & Cary, M. S. (2014). the science
behind curriculum development and evaluation: taking a design science approach in the
production of a tier 2 mathematics curriculum. Learning Disability Quarterly, 38(2), 97-
111.
Fadel, C. (2008). “Are they really ready to work?” report by the conference board, P21 et al.
OECD/CERI. Paris: Education Cisco Systems, Inc.
Fadel, C., Bialik, M. & Trilling, B. (2015). Four-dimensional education: the competencies learners
need to succeed. Boston, MA: Center for Curriculum Redesign.
Figueiredo, C., Leite, C. & Fernandes, P. (2016). The curriculum in school external evaluation
frameworks in Portugal and England. Research in Comparative and International
Education, 11(3), 282-297.
Gerrard, J., Albright, J., Clarke, D. J., Clarke, D. M.,Farrell, L., Freebody, P., et al. (2013).
Researching the creation of a national curriculum from systems to classrooms. Australian
Journal of Education, 57(1), 60-73.
Hamalik, O. (2007). Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Hamilton, D., McFarland, D. & Mirchandani, D. (2000). A decision model for integration across
the business curriculum in the 21st century. Journalof Management Education, 24(1),
102-126.
Hollins, E. R. (2011). Teacher preparation for quality teaching. Journal of Teacher Education,
62, 395-407, doi:10.1177/0022487111409415.
Hunt, P., McDonnell, J. & Crockett, M. A. (2012). Reconciling an ecological curricular framework
focusing on quality of life outcomes with the and instruction of standards-based
academic goals. Research and Practice for Persons with Severe Disabilities, 37(3), 139-

96 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 3, Nomor 1, Juni 2018


Sutjipto, Pandangan Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Khusus

152.
Jerald, C. D. (2009). Defining A 21st century education. Alexandria, VA: The Center for Public
Education.
Lamb, J. & Branson, C. M. (2015). Educational change leadership through a new zonal theory
lens: Using mathematics curriculum change as the example. Policy Futures in Education,
13(8), 1010-1026.
Lambert, D. (2013). Geography in school and a curriculum of survival. School Field, 11(1), 85-
98.
Leask, B. (2013). Internationalizing the curriculum in the disciplines-imagining new possibilities.
Journal of Studies in International Education, 17(2), 103-118.
Li, Peidong & Laidlaw, M. (2006). Collaborative enquiry, action research, and curriculum
development in rural China: How can we facilitate a process of educational change?
Action Research, 4(3), 333-350.
Machin-Mastromatteo, J. D. (2014). Thinking outside of literacy: Moving beyond traditional
information literacy activities. Information Development, 30(3), 288-290.
Meinert, J. & Reinecke, J. (2017). Self-control during adolescence: Examining the stability of
low self-control and the effects of parental social controls. European Journal of
Criminology.
Miller, D. L. (2011). Curriculum theory and practice: what’s your style? Phi Delta Kappan, 92(7),
32-39.
Mogilner, C., Chance, Z. & Norton, M. I. (2012). Giving time gives you time. Psychological
Science, 23(10), 1233-1238.
Moore, A. (2015). Understanding the school curriculum: Theory, politics and principles. New
York: Routledge.
Nasution, S. (2014). Asas-asas kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.
Nuttall, A. (2016). The ‘curriculum challenge’: Moving towards the ‘Storyline’ approach in a case
study urban primary school. Improving Schools, 19(2), 154-166.
Pilz, M., Krisanthan, B., Michalik, B., Zenner, L. & Li, Jun. (2016). Learning for life and/or work:
The status quo of pre-vocational education in India, China, Germany and the USA.
Research in Comparative and International Education, 11(2), 117-134.
Pink, Daniel H. (2006). A whole new mind: Why right-brainers will rule the future. New York:
Riverhead Books.
Plotner, A. J. & Dymond, S. K. (2016). How vocational rehabilitation transition specialists
influence curricula for students with severe disabilities. Rehabilitation Counseling Bulletin
1–10, Hammill Institute on Disabilities 2016.
Pugach, M. C. & Blanton, L. P. (2012). Enacting diversity in dual certification programs. Journal
of Teacher Education, 63(4), 254-267.
Pusat Kurikulum dan Perbukuan. (2011). Naskah akademik penyusunan kurikulum, tidak
Diterbitkan. Jakarta: Puskurbuk.
Richardson, J.T.E. (2005). Instruments for obtaining student feedback: a review of the
literature. Assessment & Evaluation in Higher Education 30(4), 387–415.

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 3, Nomor 1, Juni 2018 97


Sutjipto, Pandangan Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Khusus

Ritter, B.A., Small, E.E., Mortimer, J.W. & Doll, J.L. (2017). Designing management curriculum for
workplace readiness: Developing students’ soft skills. Journal of Management Education,
42(1), 80–103.
Rock, M.L., Spooner, F., Nagro, S., Vasquez, E., Dunn, C., Leko, et al. (2016). 21st Century
change drivers: considerations for constructing transformative models of
special education teacher development. Teacher Education and Special Education, 39(2),
98-120.
Rychen, D.S. (2009). Key competencies: Overall goals for competence development: An
international and interdisciplinary perspective. InR. Maclean, D. Wilson, dan C. Chinien
(Eds.). International Handbook of Education for the Changing World of Work, Bridging
Academic and Vocational Learning (pp. 2571-2584). Germany: Springer.
Scheibe, C. L. (2004). A deeper sense of literacy: curriculum-driven approaches to
media literacy in the K-12 classroom. American Behavioral Scientist, 48(1), 60-68.
Schleicher, A. (Ed.). (2012). Preparing Teachers and Developing School Leaders for the
21stCentury: Lessons from Around the World. Paris: OECD Publishing.
Schoenfeld, A.H. (2016). 100 Years of curriculum history, theory, and research. Educational
Researcher, 45(2), 105-111.
Seikkula-Leino, J., Ruskovaara, E., Hannula, H. dan Saarivirta, T. (2012). Facing the changing
demands of europe: Integrating entrepreneurship education in finnish teacher training
curricula. European Educational Research Journal, 11(3), 382-399.
Siuty, M. B., Leko, M.M. & Knackstedt, K.M. (2016). Unraveling the role of curriculum in teacher
decision making. Teacher Education and Special Education, 41(1), 39-57.
Spence, K.K & McDonald, M.A. (2015). Assessing vertical development in experiential
learning curriculum. Journal of Experiential Education, 38(3), 296-312.
Spooner, F., Kemp-Inman, A., Ahlgrim-Delzell, L., Wood, L. & Davis, L.L. (2015).
Generalization of literacy skills through portable technology for students with severe
disabilities. Research and practice for persons with severe disabilities, 40(1), 52-70.
Sudiarja, A. (2014). Pendidikan dalam tantangan zaman. Yogyakarta: PT Kanisius.
Sulaiman, C., Bala, U., Tijani, B.A., Waziri, S.I. & Maji, I.K. (2015). Human capital, technology,
and economic growth evidence from Nigeria. SAGE Open, 5(4).
Toner, P. (2010). Innovation and vocational education. The Economic and Labour Relations
Review, 21(2), 75-98.
Trilling, B. & Fadel, C. (2009). 21st century skills: Learning for life in our times. San Fransisco,
CA: Jossey-Bass Publishing Co.
United Nations Children’s Fund (UNICEF). (2013). Keadaan anak di dunia 2013 anak penyandang
disabilitas. Rangkuman Eksekutif. Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Agus
Riyanto. New York: Unicef.
World Bank. (2010). Education, training and labor market outcomes for youth in Indonesia.
Jakarta: The World Bank Office Jakarta.
Zaini, M. (2009). Pengembangan kurikulum: Konsep implementasi evaluasi dan inovasi. Cetakan
1. Yogyakarta: Teras.

98 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 3, Nomor 1, Juni 2018

Anda mungkin juga menyukai