Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor perikanan khususnya dalam bidang budidaya perikanan, telah


terbukti peranannya yang cukup penting dalam pengembangan potensi perikanan
Indonesia yang memiliki banyak keragaman, baik diperairan darat maupun
diperairan laut yang kini belum banyak dikembangkan. Salah satu potensi air
tawar yang sedang berkembang saat ini adalah ikan patin yang memiliki beberapa
keunggulan yaitu bobot tubuh yang besar dan warna yang cerah sehingga
menjadikan ikan patin ini sebagai komoditi ikan konsumsi dan sebagai ikan hias
(ukuran benih).

Ikan patin siam (Pangasionodon hypophthalmus) merupakan salah satu


komoditas perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Ikan patin ini
merupakan ikan konsumsi air tawar hasil domestikasi dari Thailand yang sudah
banyak tersebar dibagian wilayah Sumatera dan Kalimantan. Daging ikan patin
memiliki kandungan kalori dan protein yang cukup tinggi, rasa daging yang khas,
enak, lezat dan gurih sehinga digemari oleh masyarakat (Khairuman, 2002).

Pembenihan merupakan kegiatan pokok dan merupakan kunci keberhasilan


dari kegiatan budidaya lainnya. Tanpa pembenihan, subsistem yang lainnya tidak
akan dapat berjalan karena kegiatan pendederan dan pembesaran sangat
memerlukan benih yang merupakan produk dari kegiatan pembenihan. Susanto
dan Amri (2001), menyatakan bahwa ikan patin hanya dapat dipijahkan 3 kali
selama setahun dengan cara pemijahan buatan. Biasanya ikan ini memijah hanya
pada musim hujan, sehingga ketersediaaan benih ikan patin diluar musim
pemijahan sangat langka, walaupun ada biasanya tidak membuahkan hasil. Hal ini
seringkali menjadi kendala bagi pengembangan ikan patin siam
(Pangasionodon hypophthalmus) Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu
dilakukan teknologi pembenihan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan benih
ikan patin di luar musim pemijahan.

SMK NEGERI 1 CIBADAK 1


Teknik budidaya ikan patin sebenarnya relatif mudah, sehingga tidak perlu
ragu dalam menekuni budidaya ikan patin siam ini. Pada awalnya pemenuhan
kebutuhan ikan patin hanya mengandalkan penangkapan dari sungai, dan rawa
sebagai habitat asli ikan patin. Seiring dengan meningkatnya permintaan dan
minat masyarakat terhadap benih ikan patin siam yang berkualitas menyebabkan
petani/pembudidaya ikan patin siam sangat dibutuhkan. Ikan Patin Siam
(Pangasianodon hypopthalmus) dapat dibudidayakan dikolam tanah, semen,
keramba, maupun hanya dalam skala-skala tertentu (Dahril dalam Sarwisman,
2002).

1.2 Tujuan

Tujuan dari Praktek Kerja Lapangan ini adalah :


1. Untuk mendapatkan wawasan dan keterampilan kerja secara langsung
dalam budidaya ikan patin dari pengenalan morfologi, pemeliharaan induk,
penetasan telur, pemeliharaan larva dan panen di Balai Besar Perikanan
Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi Jawa Barat.
2. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pemijahan ikan patin siam
(Pangasianodon hypophthalmus) dengan mengunakan Hormon Ovaprim
dan HCG di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar.
3. Sarana dan Prasarana apa saja yang di butuhkan dalam proses pembenihan
ikan patin siam (Pangasianodon hypophthalmus) di Balai Besar Perikanan
Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi Jawa Barat.

1.3 Waktu dan Tempat

Kegiatan PKL ini dilaksankan pada tanggal 27 Juli – 24 Oktober 2015.


Bertempat di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi,
Jawa Barat

1.4 Metode
Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini dilaksanakan untuk
keterampilan Budidaya melalui kegiatan-kegiatan berikut ini :

SMK NEGERI 1 CIBADAK 2


a. Melakukan pengamatan observasi fasilitas yang tersedia di tempat PKL
yang meliputi fasilitas utama, fasilitas pendukung dan pelengkap.
b. Mengikuti dan melaksanakan secara langsung seluruh kegiatan
Pembenihan Patin Siam yang meliputi kegiatan pemeliharaan dan
pemijahan induk, penetasan telur, pemeliharaan larva dan benih, panen dan
pengangkutan hasil panen.
c. Melakukan wawancara dengan seluruh pihak di Balai Besar Perikanan
Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi untuk mendapatkan secara
detail tentang suatu kegiatan dan fasilitas, aspek-aspek usaha pembenihan,
pengadaan sarana produksi.
d. Melakukan pencatatan terhadap setiap kegiatan dan wawancara yang
dilakukan serta membuat laporan dalam bentuk jurnal harian, laporan
priodik.

SMK NEGERI 1 CIBADAK 3


BAB II

KEADAAN UMUM BBPBAT SUKABUMI

2.1 Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar

BBPBAT Sukabumi berlokasi di Jalan Selabintana No. 37, kelurahan


Selabatu, kecamatan Sukabumi Utara, Kota Sukabumi, Jawa Barat. Lokasi ini
terletak sekitar 3,5 km dari pusat Kota Sukabumi. BBPBAT Sukabumi memiliki
areal seluas ± 25,65 Ha yang terdiri atas 12 Ha areal perkolaman, 2 Ha areal
persawahan, dan sisanya digunakan sebagai perkantoran, perumahan karyawan,
serta sarana penujang lainnya.

Gambar 1. Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar

2.2 Sejarah Berdiri BBPBAT Sukabumi

Sejarah BBPBAT sukabumi diawali menjelang berakhirnya masa


penjajahan Belanda pada tahun 1920, pemerintahan pada masa itu mendirikan
sebuah lembaga pendidikan pertanian yaitu culture shcool (sekolah perkebunan)
atau land bouw shcool pada tahun 1943-1945 land bouw school berubah menjadi
Noogakko da, pada tahun 1946-1953 di jadikan sebagai sekolah pertanian
menengah. Sekolah pertanian menengah berubah menjadi pusat pelatihan
perikanan dari tahun 1954-1968. Tahun 1968-1975 sebagai Training Center
Perikanan, tahun 1976-1978 berkembang menjadi Pangkalan Pengembangan Pola

SMK NEGERI 1 CIBADAK 4


Keterampilan Budidaya Air Tawar, sejak tahun 1978 secara resmi bernama Balai
Budidaya Air Tawar (BBAT). Yang merupakan Unit Pelaksanaan Teknis (UPT)
Departemen Kelautan dan Perikanan.

Untuk meningkatkan peran dan fungsi dalam pelaksanaan tugas-tugas serta


beban kerja yang juga semkain meningkat, pada tanggal 12 Januari 2006 Menteri
Kelautan dan Perikanan menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
NO. Per.06/MEN/2006 yang menetapkan lembaga ini menjadi Balai Besar
Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT). Dan pada tahun 2014 sampai
sekarang berubah nama menjadi Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar
(BBPBAT).

2.3 Tugas dan Fungsi BBPBAT Sukabumi

BBPBAT adalah unit pelaksana teknis di bidang perikanan budidaya air


tawar yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal
Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan. (Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan No. Per.06/MEN/2006).

Berdasarkan peraturan menteri tersebut, tugas yang dibebankan pada


BBPBAT adalah Melaksanakan pengembangan dan penerapan teknik perbenihan,
pembudidayaan, pengelolaan kesehatan ikan dan pelestarian perlindungan
budidaya air tawar. BBPBAT juga mempunyai fungsi, yaitu :

1. Identifikasi dan perumusan program pengembangan teknik budidaya air


tawar,
2. Pengujian standar perbenihan dan pembudidayaan ikan air tawar,
3. Pengujian alat, mesin dan teknik perbenihan serta pembudidayaan ikan air
tawar,
4. Melaksanaan bimbingan penerapan standar perbenihan dan pembudidayaan
ikan air tawar,
5. Melaksanaan sertifikasi mutu dan sertifikasi personil perbenihan dan
pembudidayaan ikan air tawar,

SMK NEGERI 1 CIBADAK 5


6. Melaksanaan produksi dan pengelolaan induk penjenis dan induk dasar ikan
air tawar,
7. Pengawasan perbenihan, pembudidayaan ikan serta pengendalian hama dan
penyakit ikan air tawar,
8. Pengembangan teknik dan pengujian standar pengendalian lingkungan dan
sumberdaya induk dan benih ikan air tawar,
9. Pengelolaan sistem jaringan laboratorium penguji dan pengawasan
perbenihan dan pembudidayaan ikan air tawar,
10. Pengembangan dan pengelolaan sistem informasi dan publikasi
pembudidayaan ikan air tawar,
11. Pengelolaan keanekaragaman hayati,
12. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

2.4 Visi dan Misi BBPBAT


2.4.1 Visi
Mewujudkan sebagai Institusi Pelayanan Prima dalam Pembangunan dan
pengembangan Sistem Usaha yang berdaya saing, berkelanjutan dan Berkeadilan.

2.4.2 Misi
a. Meningkatkan kapasitas kelembagaan.
b. Mengembangkan rekayasa teknologi budidaya berbasis akuabisnis dan
melaksanakan alih teknologi kepada dunia usaha.
c. Mengembangkan sistem informasi iptek perikanan.
d. Meningkatkan jasa pelayanan dan sertifikasi.
e. Memfasilitasi upaya pelestarian sumberdaya.

2.5 Organisasi dan Ketenagakerjaan

Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 6 tahun 2006,


struktur organisasi BBPBAT Sukabumi terdiri atas bagian tata usaha, bidang
standardisasi dan informasi, bidang pelayanan teknik, dan kelompok jabatan
fungsional.

SMK NEGERI 1 CIBADAK 6


a. Bagian Tata Usaha bertugas melakukan administrasi keuangan
kepegawaian, perpustakaan, perlengkapan, dan pelaporan.
b. Bidang Uji terap teknik dan Kerjasama bertugas melakukan penyiapan
bahan standar teknik dan pengawasam pembenihan dan pembudidayaan
ikan air tawar, pengendalian hama dan penyakit, lingkungan, sumberdaya
induk dan benih, serta pengelolaan jaringan dan infromasi serta
perpustakaan.
c. Bidang Pengujian dan Dukungan Teknis bertugas melakukan pelayanan
teknis kegiatan pegembangan, penerapan, serta pengawasan teknik
pembenihan dan pembudidaya ikan air tawar.
d. Kelompok jabatan fungsional bertugas melakukan kegiatan perekayasaan
pengujian, penerapan dan bimbingan penerapan standar/sertifikasi
pembenihan dan pembudidayaan ikan air tawar, pengendalian hama dan
penyakit, pengawasan benih dan budidaya, penyuluhan, dan kegiatan lain
sesuai dengan tugas masing-masing jabatan fungsional.

SMK NEGERI 1 CIBADAK 7


2.6 Fasilitas BBPBAT
2.6.1 Fasilitas Utama dan Pendukung

Fasilitas Utama dan Pendukung yang terdapat di BBPBAT Sukabumi


senantiasa berkembang, baik jumlah maupun kualitasnya. Pada saat PKL ini
dilakukan, BBPBAT Sukabumi dilengkapi dengan beberapa fasilitas berikut :

a. Gedung utama, berfungsi sebagai pusat kegiatan administrasi dan


kepegawaian.
b. Fasilitas perkolaman berjumlah 139 buah kolam, berfungsi untuk kegiatan
pemijahan, pendederan, dan pemeliharaan induk.
c. Panti benih (hatchery), berfungsi untuk melakukan kegiatan pembenihan
dan pemeliharaan larva.
d. Laboratorium kesehatan ikan, berfungsi untuk pengelolaan mengenai hama
dan penyakit.
e. Laboratorium kualitas air, berfungsi untuk melakukan kegiatan analisa
kualitas air sebagai media budidaya.
f. Laboratorium pakan, berfungsi untuk melakukan kegiatan pengolahan
pakan alami dan pakan buatan.
g. Karantina.
h. 3 buah ruang pertemuan dengan kapasitas 50-180 orang.
i. 1 buah auditorium dengan kapasitas 600 orang.
j. Wisma tamu 24 kamar dengan kapasitas 84 orang.
k. Perpustakaan, berfungsi sebagai sarana studi pustaka.
l. Masjid dengan kapasitas 150 orang.

Selain fasilitas yang disebutkan diatas, BBPBAT juga mempunyai


fasilitas yang lain :

a. Stasiun pembesaran kolam air deras yang terletak di Cisaat.


b. Stasiun pembenihan udah galah yang terletak di Pelabuhan Ratu.
c. Instalasi pembesaran ikan dengan sistem keramba jaring apung (KJA) di
Cirata, Cianjur.

SMK NEGERI 1 CIBADAK 8


2.6.2 Fasilitas Pembenihan Ikan Patin
a. Sumber Air

Air yang digunakan untuk kegiatan pembenihan budidaya ikan patin, dan
unit-unit perkolaman di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar di Sukabumi
bersumber dari Air sungai sebagai sumber utama yang mendukung kegiatan teknis
lapangan khususnya kegiatan pembesaran ikan, pembenihan ikan, berasal dari
sungai Panjalu, sungai Cisarua serta saluran yang terdiri dari 2 jalur pipa PVC 6
inchi sepanjang 3800 magnesium dari sungai Cipelang. Ketiga sungai tersebut
berasal dari Gunung gede. Debit air berkisar antara 25 – 30 liter/detik. Saat musim
kemarau debit air kurang dari 25 liter/detik.

b. Sumber Tenaga Listrik

Tenaga listrik mempunyai peranan penting dalam kegiatan budidaya,


antara lain untuk penerangan, aerasi, pompa air dan lain-lain. Oleh sebab itu pihak
Balai mendapatkan tenaga listrik dari dua sumber yaitu dari Perusahaan Listrik
Negara (PLN) Cabang Sukabumi dan generator sebanyak dua buah. Generator
hanya dipakai apabila aliran dari PLN terputus. Tenaga listik sangat tersedia
selama 24 jam terus-menerus untuk mendukung kegiatan operasional pembenihan
setiap hari.

Gambar 2. Generator

SMK NEGERI 1 CIBADAK 9


c. Ruang Inkubasi Telur

Ruang inkubasi telur adalah ruangan yang digunakan untuk menetaskan


telur-telur ikan patin hasil stripping dan telah dibuahi oleh sperma jantan. Ruang
inkubasi telur di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar di Sukabumi ini
mempunyai corong penetasan berjumlah 15 buah, dan akuarium untuk penetasan
telur dan pemeliharaan larva berjumlah 50 buah akuarium dan bak penampungan
larva (bak fiber) berjumlah 4 buah yang berfungsi untuk menampung larva yang
baru menetas, serta dilengkapi dengan peralatan lain seperti keran air, hapa, pipa-
pipa saluran air, sistem aerasi dan sistem resirkulasi air. Setelah menetas larva
ikan patin dipindah kedalam ruang hatchery dan dipelihara di dalam bak fiber.

Gambar 3. Corong Penetasan dan Bak Penampungan Larva

Gambar 4. Wadah Penetasan dan Pemeliharaan larva Berupa Akuarium

SMK NEGERI 1 CIBADAK 10


d. Hatchery Ikan Patin

Hatchery Ikan patin adalah ruangan tempat kegiatan pembenihan ikan


patin mulai telur menetas menjadi larva hingga dipelihara mencapai ukuran benih
yang siap untuk dibesarkan. Proses pemeliharaan larva dan benih ikan patin di
dalam hatchery. Karena hatchery dirancang menyerupai ruangan tertutup yang
tidak memiliki ventilasi udara sehingga udara luar tidak dapat masuk, hal ini
dimaksudkan untuk menjaga suhu ruang agar tetap konstan pada suhu 29º - 32º C.

Gambar 5. Hatchery Ikan Patin

Gambar 6. Bak Pemeliharaan Benih Ikan Patin

SMK NEGERI 1 CIBADAK 11


e. Sistem Aerasi

Aersai sangat dibutuhkan dalam budidaya ikan, khususnya ikan yang


memerlukan oksigen tinggi seperti ikan patin. Aerasi berfungsi untuk
meningkatkan oksigen terlarut dalam air serta untuk mempercepat penguraian gas-
gas beracun seperti amoniak (NH3) dan hydrogen sulfide (H2S) dalam air. Sumber
aerasi yang digunakan di BBPBAT di Sukabumi ini dari hib blow 100 watt yang
dipasang tidak jauh dari bak akuarium yang dialirkan melalui pipa-pipa yang
dilengkapi dengan selang aerasi dan batu aerasi.

Gambar 7. Hib Blow 100 watt

f. Water heater thermostat

Water heater thermostat merupakan alat pemanas suhu air yang


digunakan untuk mempertahankan ke stabilan suhu air pada akuarium penetasan
dan bak pemeliharaan larva agar tetap sesuai dengan kehidupannya, dan
perkembangan telur serta larva. Manfaat dari alat ini adalah mengatur suhu yang
sesuai dengan kebutuhan.

Gambar 8. Water heater thermostat

SMK NEGERI 1 CIBADAK 12


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Ikan Patin Siam (Pangasianodon hypophthalmus)

Ikan Patin Siam (P. hypophthalmus) merupakan jenis ikan yang cukup
populer di masyarakat. Ikan ini berasal dari thailand dan pertama kali di
datangkan ke Indonesia pada tahun 1972 oleh Balai Penelitian Perikanan Darat
Bogor. Sebutan lain patin siam adalah lele bangkok atau pangasius dan di Negara
asalnya disebut “Pla sawai”.

Karena sudah cukup lama di indonesia dan memiliki kelebihan


dibandingkan ikan lainnya, menyebabkan Ikan Patin Siam termasuk ikan yang
mudah diterima masyarakat dan sudah menyebar hampir ke seluruh pelosok tanah
air. Maka tak heran, apabila saat ini ikan patin menjadi salah satu komoditas
andalan Indonesia.

Gambar 9. Ikan Patin Siam (Pangasianodon hypophthalmus)

3.1.1 Taksonomi
Menurut Ditjenka (2000) dalam susi susanti (2007), klasifikasi ikan patin
siam (P. hypophthalmus) adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi

SMK NEGERI 1 CIBADAK 13


Sub Ordo : Siluroidae
Famili : Pangasidae
Genus : Pangasianodon
Spesies : Pangasianodon hypophthalmus

3.1.2 Morfologi
Menurut Susanto dan Amri (2002) dalam Susi Susanti (2007), ikan patin
siam (P. hypophthalmus) mempunyai bentuk tubuh memanjang, agak pipih dan
tidak bersisik. Panjang tubuhnya dapat mencapai 120 cm, suatu ukuran ikan yang
cukup besar. Warna tubuh patin siam pada bagian punggung keabu-abuan atau
kebiru-biruan dan bagian perut yakni berwarna putih keperak-perakan. Kepala
patin ini relatif kecil dengan mulut terletak di ujung agak ke bawah. Hal ini
merupakan ciri khas dari golongan ikan catfish. Pada sudut mulutnya terdapat dua
pasang sungut (kumis) pendek yang berfungsi sebagai alat peraba.
Sirip punggung mempunyai 1 jari-jari keras yang berubah menjadi patil
yang besar dan bergerigi di belakangnya, sedangkan jari-jari lunak pada sirip ini
sebanyak 6-7 buah. Pada permukaan punggung terdapat sirip lemak yang
ukurannya sangat kecil. Sirip dubur agak panjang dan mempunyai 30-33 jari
lunak. Sirip perut terdapat 6 jari-jari lunak, sedangkan sirip dada terdapat 1 jari-
jari keras yang berubah menjadi patil dan 12-13 jari-jari lunak. Sirip ekor
bercagak dan bentuknya simetris. Ketika masih kecil, warna berkilau seperti perak
ini sangata cemerlang sehingga banyak orang yang memeliharanya di akuarium
sebagai ikan hias. Ketika ukurannya semakin besar, warnanya mulai memudar
sehingga kurang menarik untuk dipajangkan di akuarium (Khairuman dan
Sudenda, 2008).

3.1.3 Habitat, Penyebaran dan Tingkah Laku


Sebagaimana ikan catfish lainnya, ikan patin di alam bebas biasanya
selalu bersembunyi di dalam liang-liang di tepi sungai atau kali. Ikan ini baru
keluar dari persembunyiannya pada malam hari setelah hari mulai gelap. Hal ini
sesuai dengan sifat hidupnya yang nocturnal (aktif pada malai hari). Di habitat
aslinya, sungai-sungai besar yang tersebar di beberapa pulau besar di indonesia,

SMK NEGERI 1 CIBADAK 14


ikan ini lebih banyak menetap di dasar perairan ketimbang di permukaan
sehingga digolongkan sebagai ikan demersal. Hal ini dapat dibuktikan dari bentuk
mulutnya yang melebar, sebagaimana mulut-mulut ikan demersal yang lainnya
(Khairuman dan Sudenda, 2009).
Menurut Ghufran (2005), Patin adalah ikan sungai dan muara-muara
sungai serta danau. Larva patin dapat hidup pada perairan sampai salinitas 5 ppt.
Ketika terkejut, ikan patin suka menabrak dinding kolam/bak.
Ikan patin merupakan salah satu dari 13 jenis patin penghuni asli perairan
Indonesia. Secara alami ikan ini banyak ditemukan disungai-sungai besar dan
berair tenang di Sumatera, seperti sungai Way Rarem, Masi, Batanghari dan
Indragiri. Bahkan keluarga dekat lele ini juga dijumpai disungai-sungai besar di
Kalimantan, seperti sungai Kayan, Berau, Mahakam, Barito, Kahayan, dan
Kapuas. Umumnya ikan ini ditemukan di lokasi-lokasi tertentu dibagian sungai,
seperti lubuk (lembah sungai) yang dalam (Cholik, et al. 2005).
Penyebaran ikan patin saat ini sudah mulai populer hampir diseluruh
tanah air. Hal ini berbeda dengan kondisi beberapa waktu yang lalu, pada saat itu
ikan patin hanya dikenal dan digemari kalangan masyarakat di Pulau Sumatera
dan Kalimantan. Bahkan, ikan patin telah banyak dijumpai di pulau Jawa bahkan
kawasan Timur Indonesia. Daerah penyebaran ikan patin juga sampai Negara-
negara Eropa, Amerika Serikat dan beberapa Negara Asia (Susanto dan Khairul,
2002).

3.1.4 Reproduksi
Ikan patin siam betina mencapai dewasa pada umur tiga tahun,
sedangkan jantan pada umur dua tahun. Pemijahan di alam berlangsung pada
musim penghujan yakni sekitar bulan Oktober sampai November (Arifin, 1991
dalam Lis Nur Mawanti, 2005).
Menurut Perangin Angin (2003) dalam Nurmawanti (2005), Sistem
reproduksi ikan terdiri atas kelamin, gonad, dan syaraf yang berhubungan dengan
perkembangan alat reproduksi. Secara alami sistem kerja reproduksi ikan yakni
disebabkan oleh lingkungan perairan, seperti suhu, cahaya dan cuaca yang
merangsang hypophthalmus sehingga menghasilkan GnRH (Gonadotropin

SMK NEGERI 1 CIBADAK 15


Releasing Hormon). Selanjutnya, GnRH bekerja merangsang pituitari untuk
melepaskan GnH (Gonadotropin Hormon) yang berfungsi dalam perkembangan
dan pematangan gonad hingga terjadi pemijahan (Hamid, 2009).
Patin yang hidup di alam biasanya bermuara secara bergerombol saat
musim pemijahan. Patin yang matang kelamin mudah memijah saat terjadi
turbulensi akibat pengadukan air dari permukaan dasar yang bersamaan dengan
banjir atau meluapnya air sungai. Namun, patin sulit memijah secara alami di
kolam-kolam pemeliharaan. Patin hanya memijah setelah diberi rangsangan
(induced spawning / induced breeding) (Ghufran, 2005).

3.1.5 Kebiasaan Makan


Menurut Djarijah (2001), menyatakan bahwa ikan patin memerlukan
sumber energi yang berasal dari makanan untuk pertumbuhan dan kelangsungan
hidupnya. Menurut jenis makanannya (food habit) ikan dibagi kedalam 3
golongan, yaitu Ikan pemakan tumbuhan (Herbivora), pemakan daging
(Karnivora) dan pemakan segalanya (Omnivora).
Ikan patin merupakan Ikan pemakan segalanya (Omnivora), tetapi
cenderung kearah pemakan daging (Karnivora). Didalam makanan utama ikan
patin berupa pakan bersifat hewani maupun nabati, seperti udang renik
(crustasea), insekta, molusaka, dan pertumbuhan diperairan. Apabila dipelihara
dikolam, pakan utama ikan patin sangat tanggap terhadap terhadap pakan buatan
(pellet) (Khairuman dan Amri, 2003).
Makanan ikan patin berubah sejalan dengan petambahan umur dan
perkembangannya. Benih ikan patin yang berumur 20 hari memakan plankton
berukuran 0,5-2,0 mm, misalnya Paramaecium, nauplii Artemia, Cladocera,
Diaphanasoma sp, Daphnia sp, Moina sp, Bosmina sp, Chidorus sp, dan
Copepoda seperti Cyclop sp. Ikan patin yang dipelihara dikolam diberi pakan
dengan kandungan protein 35-41%, pemberian pakan pellet 1-2 % dari bobot
tubuh ikan yang diberikan 2 kali perhari.

SMK NEGERI 1 CIBADAK 16


3.1.6 Hama dan Penyakit
Hama dan penyakit merupakan salah satu faktor penyebab kegagalan
usaha budidaya ikan patin. Namun serangan hama biasanya tidaklah separah
serangan penyakit. Usaha budidaya yang dilakukan secara intensif dapat dicirikan
dengan semakin tingginya padat penebaran dan semakin banyaknya pakan yang
diberikan. Masalahnya air yang digunakan sebagai media hidup ikan Patin akan
mengalami pengotoran, khususnya akibat metabolisme. Keadaan seperti itulah
yang akan membuka peluang bagi tumbuh dan berkembangnya penyakit ikan
(Khairuman dan Sudenda, 2009)
Penyakit yang sering menyerang ikan patin terdiri dari dua golongan
yaitu penyakit infeksi yang timbul karena gangguan organisme patogen dan
penyakit non-infeksi yang timbul karena organisme lain. Penyebab penyakit
infeksi adalah parasit, bakteri dan jamur yang dapat menular. Sedangkan penyakit
non-infeksi adalah keracunan dan kekurangan gizi (Suyanto,2000).
Penyakit yang menyerang pada pemeliharaan Induk Patin Siam antara
lain MAS (Motil Aeromonas Septicemia) yang disebabkan oleh bakteri
Aeromonas hyrophilla. Gejala yang timbul pada ikan yang terserang bakteri ini
adalah bercak-bercak merah pada bagian permukaan tubuh, kurangnya nafsu
makan, dan gerakan kurang agresif. Penyakit ini timbul karena keadaan
lingkungan yang kurang baik, nutrisi yang kurang dan faktor genetik. Apabila
kondisi induk terserang penyakit maka telur yang dihasilkan akan kurang baik
(Sunarma, 2004).
Susanto dan Amri (2002) menyatakan bahwa penyakit yang sering
menyerang ikan patin yaitu parasit, jamur dan bakteri. Cara mengendaliannya,
setiap selesai pergantian diberikan larutan garam dapur (Nacl) sebanyak 10
mg/liter.

SMK NEGERI 1 CIBADAK 17


BAB IV

PEMBENIHAN

4.1 Pengelolaan dan Pemeliharaan Induk


4.1.1 Persiapan Kolam Pemeliharaan Induk
Kolam yang digunakan berupa kolam tembok, berbentuk persegi ukuran
20 × 40 m, yang memiliki dasar tanah dengan kedalaman 2 m, dilengkapi hapa
berukuran 5 × 5 m yang digunakan untuk induk yang masih produktif, terdapat
pula saluran pemasukan air (inlet) dan saluran pengeluaran air (outlet) sehingga
kolam mudah di isi atau dikeringkan sewaktu-waktu.
Persiapan kolam untuk induk hanya pembersihan hapa. Pembersihan
hapa biasa dilakukan minimal setahun sekali dengan tujuan agar hapa tidak cepat
rusak, membersihan hapa akibat pengendapan dan penempelan bahan organik dan
beracun dari ikan, pakan maupun dari sumber air (reservoir). Pada saat dilakukan
kegiatan praktik pembenihan, induk sudah berada dalam kolam hapa yang berisi
air dengan sirkulasi air secara kontinyu dengan debit ± 0,5 liter/detik.

Gambar 10. Kolam Induk Ikan Patin

SMK NEGERI 1 CIBADAK 18


4.1.2 Pakan induk
Pakan ikan adalah makanan yang khusus dibuat atau diproduksi agar
mudah tersedia untuk dimakan dan dicerna dalam proses pencernaan ikan
sehingga menghasilkan energi untuk aktifitas hidup. Induk patin setiap hari harus
diberikan pakan yang bergizi tinggi agar mendapatkan sperma dan telur yang
bagus. Pemberian pakan harus tetap diatur berdasarkan kebutuhan ikan patin, jika
diberikan secara berlebihan akan mengakibatkan penumpukan atau pengendapan
dalam kolam atau hapa dan akan merusak kualitas air dalam kolam tersebut.
Pakan ikan yang diberikan berupa pellet tenggelam berdiameter 10 mm
untuk ikan kakap dengan merk KPA dari PT. Suri Tani Pemuka dengan protein
35-41%. Pemberian pakan dilakukan 1 kali sehari yaitu pada pagi hari dengan
dosis pakan 1-2% dari bobot biomassa. Pemberian pakan dilakukan disatu titik,
dengan cara ditebar sedikit demi sedikit, hal ini bertujuan untuk melihat respon
dari induk terhadap pakan yang diberikan. Apabila pakan yang diberikan sudah
tidak dimakan, maka pemberian pakan segera dihentikan untuk menghindari
penumpukan sisa pakan yang akan menjadi berbahaya bagi ikan.

SMK NEGERI 1 CIBADAK 19


Gambar 11. Pemberian pakan induk patin

4.2 Kegiatan Pembenihan


4.2.1 Persiapan Wadah Pembenihan
Persiapan wadah dilakukan sebelum melakukan pemijahan. Wadah yang
digunakan berupa akuarium dengan ukuran 60cmx80cmx40cm dilengkapi aerasi
serta heather yang bertujuan untuk menstabilkan suhu air di dalam akuarium.
Sebelum akuarium digunakan, sebaiknya Akuarium direndam dengan
menggunakan Chlorin sebanyak 1 gram chlorine bertujuan untuk membersihkan
sisa-sisa bakteri dan jamur yang menempel agar mencegah hal-hal yang tidak
diinginkan seperti timbulnya penyakit dan kegagalan dalam penetasan telur serta
perawatan larva. Setelah akuarium direndam Chlorin selama 24 jam kemudian
dilakukan pembersihan akuarium dengan menggunakan sikat baja dan spons
hingga bersih.

SMK NEGERI 1 CIBADAK 20


Gambar 12. Wadah Penetasan Berupa Akuarium

4.2.2 Seleksi Induk


Seleksi induk merupakan langkah awal dalam usaha pembenihan,
langkah ini sangat menentukan keberhasilan dalam kegiatan pembenihan secara
keseluruhan sehingga harus dilakukan secara teliti dan akurat berdasarkan kriteria
yang sudah ditentukan.
Sebelum melakukan tahap seleksi induk, induk patin harus dipuasakan
atau dilakukan pemberokkan, tujuannya untuk membersihkan dan membuang
sisa-sisa kotoran atau lemak yang terdapat didalam tubuh ikan. Pemberokkan
induk patin minimal 24 jam sebelum tahap seleksi. Induk betina dan jantan
diseleksi yang telah matang gonad atau siap untuk dipijahkan. Secara fisik untuk
mengetahui induk jantan dan betina cukup sulit sehingga harus dilakukan
pemeriksaan pada induk.

SMK NEGERI 1 CIBADAK 21


Gambar13. Proses Penyeleksian Induk

Induk betina yang telah matang gonad dapat diketahui dengan ciri-ciri
papilla membengkak kearah belakang, sedangkan untuk melihat tingkat
kematangan gonadnya cukup sulit sehingga harus dilakukan pemeriksaan telur
secara kanulasi. Kanulasi dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut
kateter atau kanulator. Cara kerja kateter yaitu dengan cara memasukkan kateter
tersebut kedalam lubang genital sedalam 8-10 cm secara perlahan, kemudian
ujung kateter disedot sambil ditarik dengan tujuan agar mendapatkan sampel telur
yang merata disetiap tempat.

Gambar14. Pemeriksaan Telur Secara Kanulasi

Telur yang sudah diambil diletakkan pada kaca preparat dan penambahan
larutan NaCl 0,9% agar telur tidak menempel satu dengan yang lainnya sehingga
memudahkan pengamatan diameter telur dibawah mikroskop. Telur dari induk

SMK NEGERI 1 CIBADAK 22


yang sudah matang gonad ditandai dengan ukuranya yang relatif seragam,
memiliki diameter telur 1,0-1,2 mm.

Gambar 15. Sampel Telur Untuk Pengamatan Gamba16. Pengamatan Diameter Telur

Tabel 1. Ciri-ciri induk ikan Patin matang gonad

Pembeda Jantan Betina

Umur Minimal 2 tahun Minimal 3 tahun

Berat 1,5-2 kg/ekor 1,5-7 kg/ekor

Bentuk perut Kulit lembek dan tipis Membesar ke arah anus,

perut empuk dan halus,

kulit lembek dan tipis.

Striping Keluar cairan putih Keluar telur berbentuk

kental (sperma) bundar

Alat kelamin Membengkak dan Membengkak dan

berwarna merah tua berwarna merah tua

SMK NEGERI 1 CIBADAK 23


Gambar 17. Induk Betina Gambar 18. Induk Jantan

Setelah induk diseleksi, induk ditimbang untuk mengetahui dosis hormon


perangsang gonad, kemudian induk disimpan dan dipisahkan antara jantan dan
betina pada hapa yang berbeda.

4.2.3 Rangsangan Pemijahan


Pemijahan dilakukan secara buatan melalui pemberian rangsangan
hormone melalui proses penyuntikan. Penyuntikan induk ikan patin siam (P.
hypophthalmus) digunakan dua jenis, yaitu Hormon Ovaprim dan Hormon HCG
(Human Chorionic Gonadotropin). Hormon Ovaprim berfungsi untuk memacu
ovulasi.
Pada dasarnya dalam wadah budidaya ikan patin siam tidak dapat
memijah secara alami, maka dari itu pemijahannya dilakukan rangsangan secara
hormonal. Penyuntikkan pertama menggunakan hormone HCG dengan dosis
500IU/ 1kg induk. Penggunaan HCG bertujuan untuk menyeragamkan telur dan
menyempurnakan kematangan gonad pada induk betina. penyuntikan dengan
menggunakan Hormon Ovaprim berlangsung pada penyuntikkan kedua dan ketiga
dengan dosis 0,6 ml/kg. Penyuntikan kedua dilakukan pada selang waktu 24 jam
dari penyuntikan I dengan dosis 1/3 dari 0,6 ml/kg. Sedangkan interval waktu dan
penyuntikkan kedua dan ketiga yaitu12 jam dengan dosis 2/3 dari 0,6 ml/kg.

SMK NEGERI 1 CIBADAK 24


Tabel 2. Dosis Pemijahan Induk Ikan Patin Siam (P. hypophthalmus)

Bobot Induk
Dosis HCG Dosis Ovaprim 1/3 Dosis Ovaprim 2/3
Patin Siam
(IU) (ml) (ml)
Betina
6 3000 1,2 2,4

Gambar 19. Hormon Ovaprim dan HCG

Penyuntikkan induk dilakukan secara intramuscular didaerah punggung


dengan posisi peyuntikkan 45°. Setelah penyuntikkan ketiga, 8-10 jam kemudian
dilakukan pengurutan (Stripping) pada bagian dekat urogenital secara perlahan-
lahan dan hati-hati. Ovulasi sudah tercapai bila sudah ada sedikit telur yang keluar
sehingga pengurutan secara keseluruhan dapat dilanjutkan untuk proses
pembuahan. Pengecekkan akan menentukan saat pengeluaran telur untuk proses
pembuahan. Bila pengeluaran telur dilakukan sebelum ovulasi maka pengeluaran
telur tidak akan lancar dan biasanya berakibat kecilnya presentase keberhasilan
dalam pembuahan. Sedangkan bila terlalu lambat, pembuahan biasanya juga gagal
karena air sudah masuk kedalam kantung telur yang menyebabkan lubang
mikrofil pada telur akan tertutup (Sunarma, 2007).

SMK NEGERI 1 CIBADAK 25


Gambar 20. Pengambilan Hormon Gambar 21. Penyuntikan Ikan Patin

4.2.4 Stripping ( Pengurutan)


Sebelum proses pembuahan dilakukan, terlebih dahulu dilakukan
penyiapan sperma yang dikeluarkan induk jantan. Sperma ditampung dalam
wadah dan diencerkan menggunakan larutan NaCl 0.9%, selanjutnya dilakukan
pengurutan induk betina secara hati-hati dan ditampung dalam wadah yang
kering. Telur dan sperma dicampur dan diaduk perlahan dengan menggunakan
bulu ayam. Hal yang perlu diperhatikan adalah pada saat pencampuran usahakan
air tidak masuk pada media pembuahan karena akan menutup lubang mikrofil.

Gambar 22. Stripping Induk Jantan dan Betina

SMK NEGERI 1 CIBADAK 26


Gambar 23. (a) Penambahan NaCl pada Sperma (b) Pencampuran Sperma dengan Telur

Penambahan larutan NaCl fisiologis pada sperma bertujuan untuk


mengencerkan sperma dan mempertahankan mortalitas sperma agar tahan lebih
lama. Untuk mengetahui jumlah telur yang dihasilkan induk betina diambil
sampel telur yang dihitung dalam satuan gram (gr). Sebelum dan sesudah induk
distriping dilakukan penimbangan untuk menghitung bobot telur yang dihasilkan
per induk. selisih bobot awal dan akhir induk dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Bobot dan jumlah telur

Bobot Bobot Panjang Berat telur/ Jumlah sampel Jumlah


awal akhir (cm) induk (gram) telur pergram telur
(kg) (kg)
6 5.2 71 800 1548 1.238.400

4.2.5 Penetasan Telur


Penetasan telur dilakukan didalam akuarium dengan ukuran
60cmx80cmx40cm dengan tinggi air 25 cm, yang dilengkapi dengan heater dan
aerasi yang berfungsi untuk mengoptimalkan suhu air dan suplai oksigen. Pada
saat penebaran telur diusahakan tidak menumpuk agar telur tidak membusuk dan
akuarium ditutup dengan plastik yang sudah disiapkan agar suhu dalam akuarium

SMK NEGERI 1 CIBADAK 27


tetap stabil dan mempercepat perkembangan embrio sehingga telur dapat menetas
lebih cepat.
Proses penetasan telur ± 18-24 jam dengan suhu air 28-30°C. Telur yang
terbuahi akan berwarna putih bening, sedangkan telur yang tidak terbuahi akan
berwarna putih keruh atau putih susu. Setelah telur menetas dilakukan pergantian
air (Sirkulasi) dan pengambil telur yang tidak menetas untuk menjaga kualitas air
didalam akuarium dan membuang air sperma yang masih tertinggal.
Perhitungan derajat penetasan dilakukan disaringan. Dari hasil
pengamatan dan hasil perhitungan diperoleh nilai derajat penetasan telur (HR)
sebesar 20%. Derajat penetasan telur dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Derajat penetasan (HR) : Telur yang menetas


Jumlah telur total
× 100%

Ket : Telur yang menetas diperoleh dari perhitungan jumlah tebar larva pada satu
akuarium dikalikan dengan jumlah total akuarium. (5442 larva × 45
akuarium = 244.890 larva). Data pengamatan.

Tabel 4. Derajat Penetasan Telur (HR)

Telur Yang HR (Haetching


Penetasan Menetas Jumlah Telur Rate)

Induk AB 244.890 1.238.400 20%

Sumber : Data pengamatan

Gambar 24. Penetasan Telur Pada Akuarium

SMK NEGERI 1 CIBADAK 28


4.3 Pemanenan dan Penebaran Larva

Pemanenan larva dilakukan setelah proses penetasan telur diakuarium, larva


yang sudah menetas segera diangkat mengunakan skopnet halus dengan cara
diserok langsung dari akuarium kemudian ditampung sementara dibaskom, lalu
dimasukan ke dalam hapa yang telah disediakan untuk mengendapkan sisa telur
yang tidak menetas. Untuk memudahkan menghitung berapa banyak larva yang
didapat, digunakan takaran berupa sendok takar.

Gambar 25. (a) Pemanenan Larva (b) Sendok Takar

(c). Penghitungan Larva dalam 1 sendok takar

SMK NEGERI 1 CIBADAK 29


Setiap satu sendok takar terdapat 5000-6000 larva (dari penghitungan yang
dilakukan dalam satu sendok terdapat 5442 ekor larva). Setelah sisa telur-telur
mengendap dilakukan pengambilan larva menggunakan skopnet halus untuk
penebaran larva dalam akuarium yang berjumlah 45 masing-masing ditebar satu
sendok takar (5442 ekor larva).

Gambar 26. Proses Penebaran Larva

4.4 Pemeliharaan Larva

Pemeliharan larva dan benih patin siam sebaiknya dilakukan diruangan


tertutup agar suhu airnya dapat terjaga, serta menghindari kontaminasi yang dapat
masuk kedalam media pemeliharaan larva. Wadah pemeliharaaan larva yang
digunakan berukuran 60cmx80cmx40cm yang dilengkapi dengan aerasi dan
heater dengan suhu air 28-30°C dan pH air 6,5 – 7,5 dengan salinitas 0 ppm.
Aerasi dibutuhkan untuk menjaga ketersediaan oksigen bagi larva. Aerasi dalam
akuarium dipasang 1-2 hari sebelum larva dimasukkan kedalam akuarium, dengan
kondisi akurium yang bersih.

SMK NEGERI 1 CIBADAK 30


4.5 Pengelolaan Kualitas Air

Air yang digunakan untuk kolam pemeliharaan induk berasal dari sungai
panjalu dan Sungai Cisaat di Kaki Gunung Gede. Selain dari sungai sumber air
dari sumur bor dan sumur artesis. Kualitas pemeliharaan induk harus terus terjaga
kualitasnya.

Untuk menjaga kualitas air kolam pemeliharaan induk dilakukan sirkulasi


air secara terus-menerus (flowthrough) dan pengecekan kualitas air. Selain itu
pengecekkan kolam dilakukan untuk memantau ketersediaan aliran air yang
masuk pada kolam tersebut.

Gambar 27. Pengecekkan Parameter Kualitas Air

Tabel 5. Parameter Kualitas Air pada pemeliharaan di BBPBAT


Kolam Parameter Satuan/Unit Hasil
0
Akuarium Suhu C 29,5

(Penetasan telur) Alkalinitas mg/l 79,17


Oksigen terlarut ( DO) mg/l 7,91
pH - 8,1
Karbondioksida ( CO2) mg/l 16,72
Amoniak (NH3) mg/l 0,01
0
Kolam Benih Suhu C 24,6
Alkalinitas mg/l 109,62
Oksigen terlarut ( DO) mg/l 9,99
pH - 8,73
Karbondioksida ( CO2) mg/l 15,048
Amoniak (NH3) mg/l 0,03
0
Kolam Induk Suhu C 24,8

SMK NEGERI 1 CIBADAK 31


Alkalinitas mg/l 9,17
Oksigen terlarut ( DO) mg/l 2,95
pH - 7,03
Karbondioksida ( CO2) mg/l 20,064
Amoniak (NH3) mg/l 0,03

4.6 Pemberian Pakan Larva

Pemeliharaan larva ikan patin siam (P. hypophthalmus) selama 15 hari,


larva ikan patin diberikan pakan berupa nauplius artemia setelah berumur 48 jam
setelah menetas hinggga larva berumur 4 hari. Frekuensi pemberian pakan berupa
nauplius artemia sebanyak 5 kali dengan interval waktu pemberian 3 jam
sekali/hari.

Pada saat larva berumur 5 hari, larva sudah bisa diberi pakan cacing sutra
(Tubifex) karena sudah sesuai dengan bukaan mulutnya dan pertumbuhan larva,
untuk mempermudah larva memakan cacing Tubifex, cacing harus dicincang dan
dicuci hingga bersih. Frekuensi pemberian pakan 4 kali sehari. Pada saat larva
berumur 13-15 hari, larva diberi pakan buatan yang berukuran crumble (Feng Li
FLO) dengan kadar protein 40%, lemak 3%, serat kasar maksumum 3%, kadar
abu maksimum 15%, dan kadar air maksimum 10%.

Gambar 28. Pemberian Pakan Larva

Dalam pergantian pakan antara satu pakan ke pakan selanjutnya harus


dilakukan dengan perlahan sebagai adaptasi terhadap pakan yang baru. Untuk

SMK NEGERI 1 CIBADAK 32


pergantian pakan Tubifex sp ke pakan buatan (Crumble) harus dilihat respon
ikanya, jika ikan tidak merespon pakan dengan baik, maka pemberian pakan
Crumble diberhentikan agar sisa pakan tidak terlalu menumpuk dibagian dasar
kolam yang akan menyebabkan penyakit pada ikan.

4.6.1 Penetasan dan Pemanenan Artemia sp.


Dalam penetasan Artemia sp. wadah untuk penetasan berupa corong
dengan kapasitas 50 liter. Sebelum melakukan penetasan, wadah penetasan dicuci
bersih dan pengisian air sebanyak ¾ dari wadah penetasan, kemudian dimasukkan
garam sebanyak 5 gelas aqua/1,2 liter garam. Sebelum cyste artemia sp
dimasukkan, cyste artemia sp harus direndam selama 60 menit, kemudian cyste
artemia sp tersebut dimasukkan ke wadah penetasan sebanyak 15 mg. pada
penetasan cyste artemia sp dilengkapi dengan heater dan aerasi agar oksigen
terlarut meningkat dan tidak ada cyste artemia sp yang mengendap didasar wadah.
Artemia sp akan menetas dalam waktu 18-24 jam dengan suhu 28-30°C dan
salinitas 20-25 ppt.

Gambar 29. Penetasan Artemia

Cara panen nauplius artemia sp dengan cara mematikan aerasi atau


mengangkat selang aerasi, kemudian diamkan selama 10 menit, setelah itu
cangkang artemia sp akan mengapung dipermukaan air dan artemia berada di
bawah dasar corong. Cara mengambil nauplius artemia sp yaitu menyipon
nauplius artemia sp menggunakan selang kecil secara perlahan. Nauplius artemia

SMK NEGERI 1 CIBADAK 33


sp disaring dengan menggunakan plankton net atau kain mori. Setelah itu artemia
dibilas dengan menggunakan air bersih. Nauplius artemia sp kemudian ditebar
pada media larva secara merata.

Gambar 30. Pemanenan Artemia

4.6.2 Pemberian Cacing Tubifex


Pemberian cacing tubifex pada masa peralihan pakan dari nauplius
artemia ke cacing sutra (Tubifex) harus dicincang terlebih dahulu sampai halus,
setelah cukup halus, kemudian menggunakan saringan atau seser halus potongan
cacing tersebut dibilas sampai bersih. Potongan cacing yang telah bersih dapat
ditebarkan pada akuarium pemeliharan, dengan penambahan umur, ukuran ikan
menjadi lebih besar sehingga pemberian pakan tubifex tidak harus dicincang halus
lagi tetapi cukup dengan langsung diberikan pada ikan.

Gambar31. Pencincangan Tubifek

SMK NEGERI 1 CIBADAK 34


4.7 Sirkulasi Air (Pergantian Air) dan Penyiponan

Pemeliharaan larva harus dijaga dengan kondisi kualitas air dan lingkungan
yang baik. Untuk menjaga agar air berada dalam kondisi yang baik, dilakukan
penyiponan akuarium dan pergantian air. Penyiponan dilakukan 1 kali setelah
pemberian pakan ke larva dengan menggunakan selang sipon yang berukuran
kecil. Pada saat penyiponan dilakukan, tekanan aerasi harus lebih kecil agar
kotoran yang mengendap dalam akuarium tidak bertebaran.

Pergantian air dilakukan pada hari ke 4 pada masa pemeliharaan larva atau
tergantung kondisi air, selanjutnya pergantian air dilakukan 1 kali sehari sekitar
satu jam setelah pemberian pakan.

4.8 Sampling Pertumbuhan

Sampling pertumbuhan dilakukan setiap satu minggu satu kali kehidupan


larva. Sampling pertumbuhan dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan larva
dengan mengukur panjang dan berat larva. Pengukuran larva dilakukan dengan
menggunakan penggaris dan pengukuran bobot tubuh larva menggunakan
timbangan digital. Ikan yang disampling sebanyak 30 ekor secara acak. Dari hasil
pengamatan, benih ikan patin mengalami pertambahan panjang dikarenakan pakan
yang diberikan mengandung protein yang cukup tinggi.

Gambar 32. Sampling Pertumbuhan

SMK NEGERI 1 CIBADAK 35


Adapun rata-rata pertambahan Berat dan Panjang ikan Patin Siam
(Pangasianodon hypophthalmus) dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rata-rata pertambahan panjang dan berat Sampling bobot ikan


Berat Panjang Berat hari Panjang
Sampling Hari ke-7 hari ke-7 ke-14 hari ke-14
(gr) (cm) (gr) (cm)
Rata-rata
0,02 1,13 0,12 2,38
Sampling

4.9 Pemanenan Benih

Setelah benih berumur 15 hari, ukuran benih ¾ inch, 1 inch dan > 1 inch
siap untuk dipanen. Pemanenan dilakukan dengan cara mengurangi air sampai
tersisa 20%. Kemudian benih dipanen dengan menggunakan serok dengan
perlahan-lahan agar benih tidak mengalami luka akibat benturan dengan benda
keras.

Kemudian benih tersebut dilakukan penyortiran yang bertujuan untuk


menghindari kanibalisme dan menyeragamkan ukuran benih. Penyortiran dapat
dilakukan menggunakan alat sortir yang terbuat dari baskom plastik yang seluruh
permukaanya dilubangi dengan ukuran-ukuran tertentu.

Gambar 33. Panen dan Penyortiran Benih

SMK NEGERI 1 CIBADAK 36


Setelah panen biasanya benih dijual sesuai dengan permintaan konsumen,
agar benih sampai ke konsumen dalam keadaan yang baik, proses packing sangat
berperan penting. Setiap benih yang dimasukkan ke dalam plastik packing yang
telah diisi air dan harus dihitung. Usahakan udara dalam plastik tidak ada,
kemudian beri oksigen dan ikat kencang dengan karet agar tidak bocor.

Gambar 34. Packing benih

Tabel 7. Tingkat kelangsungan hidup pada benih ikan patin (SR)

Jumlah Tebar awal Jumlah Panen (ekor) Tingkat


(ekor) Kelangsungan Hidup
244.890 95.000 39 %

SMK NEGERI 1 CIBADAK 37


KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil Praktek Kerja Lapangan
di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, sebagai
berikut :

a. Kegiatan Pembenihan ikan Patin Siam (Pangasianodon hypophthalmus)


meliputi pemeliharaan dan pemilihan induk yang unggul, persiapan
pemijahan, pengamatan diameter telur, dan perawatan larva hingga
menjadi benih dan calon induk.
b. Induk ikan patin dipelihara secara terpisah agar mempermudah dalam
penyeleksian induk. Sedangkan Proses Pemijahan Ikan Patin Siam
(Pangasianodon hypophthalmus) yang dilakukan di BBPBAT Sukabumi
yaitu secara buatan.
c. Penyuntikkan pada Ikan Patin Siam (Pangasianodon hypophthalmus)
menggunakan dua jenis hormon, yaitu hormon HCG (Human chorionic
Gonadotropin) dan hormon Ovaprim. Penyuntikkan pertama
menggunakan hormone HCG sebanyak 500 IU/kg yang bertujuan untuk
proses pematangan induk, dan penyuntikkan kedua dengan hormone
Ovaprim dengan dosis 0,6 ml/kg induk.
d. Teknik dalam pembenihan ikan Patin Siam (Pangasianodon
hypophthalmus) di BBPBAT Sukabumi sudah sangat baik, dimana setiap
tahapan dalam pembenihannya sudah sesuai dengan SOP ( Standar
Operasional Prosedure).

SMK NEGERI 1 CIBADAK 38


DAFTAR PUSTAKA

Arifin, 1991. (dalam NurMawanti), 2005. Skripsi Penelitian. Institut pertanian


Bogor.

Cholik, et al. 2005. Akuakultur. PT. Victoria Kreasi Mandiri. Jakarta.

Dahril., Sarwisman., 2002. Pembenihan Ikan Jambal.

Djarijah, 2001. Budidaya Ikan Patin. Kanisius. Yogyakarta.

Ghufran. M. 2005. Budidaya Ikan Patin. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.

Hamid, 2009. Laporan Bimbingan Teknis Teknologi Pembenihan Patin. Sumatra.

Khairuman, 2002. Budidaya Patin Super. Agro Media. Jakarta.

Khairuman., Sudenda., 2009. Budidaya Patin Secara Intensif. Agro Media


Pustaka. Jakarta.

Perangin Angin, 2003) (dalam Nurmawanti), 2005. Skripsi Penelitian. Institut


Pertanian Bogor. Bogor.

Susanto., Amri., 2002. Budidaya Ikan Patin. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Susanto., Khairul., 2003. Budidaya Ikan Patin. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sunarma., 2004. Teknik Pembenihan Ikan Patin Siam (P. hypophthalmus). Balai
Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar. Sukabumi.

Sunarma. A. 2007. Panduan Singkat Pembenihan Ikan Patin (P. hypophthalmus).


Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar. Sukabumi.

Suyanto., 2000. Usaha pengendalian serangan hama dan penyakit ikan. Direktorat
Bina Penyuluhan Direktorat Jenderal Perikanan. Jakarta

SMK NEGERI 1 CIBADAK 39


LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta kota Madya Sukabumi, Jawa Barat

SMK NEGERI 1 CIBADAK 40


Lampiran 2. Daerah dan tata letak BBPBAT Sukabumi, Jawa Barat

SMK NEGERI 1 CIBADAK 41

Anda mungkin juga menyukai