PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.4 Metode
Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini dilaksanakan untuk
keterampilan Budidaya melalui kegiatan-kegiatan berikut ini :
2.4.2 Misi
a. Meningkatkan kapasitas kelembagaan.
b. Mengembangkan rekayasa teknologi budidaya berbasis akuabisnis dan
melaksanakan alih teknologi kepada dunia usaha.
c. Mengembangkan sistem informasi iptek perikanan.
d. Meningkatkan jasa pelayanan dan sertifikasi.
e. Memfasilitasi upaya pelestarian sumberdaya.
Air yang digunakan untuk kegiatan pembenihan budidaya ikan patin, dan
unit-unit perkolaman di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar di Sukabumi
bersumber dari Air sungai sebagai sumber utama yang mendukung kegiatan teknis
lapangan khususnya kegiatan pembesaran ikan, pembenihan ikan, berasal dari
sungai Panjalu, sungai Cisarua serta saluran yang terdiri dari 2 jalur pipa PVC 6
inchi sepanjang 3800 magnesium dari sungai Cipelang. Ketiga sungai tersebut
berasal dari Gunung gede. Debit air berkisar antara 25 – 30 liter/detik. Saat musim
kemarau debit air kurang dari 25 liter/detik.
Gambar 2. Generator
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Patin Siam (P. hypophthalmus) merupakan jenis ikan yang cukup
populer di masyarakat. Ikan ini berasal dari thailand dan pertama kali di
datangkan ke Indonesia pada tahun 1972 oleh Balai Penelitian Perikanan Darat
Bogor. Sebutan lain patin siam adalah lele bangkok atau pangasius dan di Negara
asalnya disebut “Pla sawai”.
3.1.1 Taksonomi
Menurut Ditjenka (2000) dalam susi susanti (2007), klasifikasi ikan patin
siam (P. hypophthalmus) adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
3.1.2 Morfologi
Menurut Susanto dan Amri (2002) dalam Susi Susanti (2007), ikan patin
siam (P. hypophthalmus) mempunyai bentuk tubuh memanjang, agak pipih dan
tidak bersisik. Panjang tubuhnya dapat mencapai 120 cm, suatu ukuran ikan yang
cukup besar. Warna tubuh patin siam pada bagian punggung keabu-abuan atau
kebiru-biruan dan bagian perut yakni berwarna putih keperak-perakan. Kepala
patin ini relatif kecil dengan mulut terletak di ujung agak ke bawah. Hal ini
merupakan ciri khas dari golongan ikan catfish. Pada sudut mulutnya terdapat dua
pasang sungut (kumis) pendek yang berfungsi sebagai alat peraba.
Sirip punggung mempunyai 1 jari-jari keras yang berubah menjadi patil
yang besar dan bergerigi di belakangnya, sedangkan jari-jari lunak pada sirip ini
sebanyak 6-7 buah. Pada permukaan punggung terdapat sirip lemak yang
ukurannya sangat kecil. Sirip dubur agak panjang dan mempunyai 30-33 jari
lunak. Sirip perut terdapat 6 jari-jari lunak, sedangkan sirip dada terdapat 1 jari-
jari keras yang berubah menjadi patil dan 12-13 jari-jari lunak. Sirip ekor
bercagak dan bentuknya simetris. Ketika masih kecil, warna berkilau seperti perak
ini sangata cemerlang sehingga banyak orang yang memeliharanya di akuarium
sebagai ikan hias. Ketika ukurannya semakin besar, warnanya mulai memudar
sehingga kurang menarik untuk dipajangkan di akuarium (Khairuman dan
Sudenda, 2008).
3.1.4 Reproduksi
Ikan patin siam betina mencapai dewasa pada umur tiga tahun,
sedangkan jantan pada umur dua tahun. Pemijahan di alam berlangsung pada
musim penghujan yakni sekitar bulan Oktober sampai November (Arifin, 1991
dalam Lis Nur Mawanti, 2005).
Menurut Perangin Angin (2003) dalam Nurmawanti (2005), Sistem
reproduksi ikan terdiri atas kelamin, gonad, dan syaraf yang berhubungan dengan
perkembangan alat reproduksi. Secara alami sistem kerja reproduksi ikan yakni
disebabkan oleh lingkungan perairan, seperti suhu, cahaya dan cuaca yang
merangsang hypophthalmus sehingga menghasilkan GnRH (Gonadotropin
PEMBENIHAN
Induk betina yang telah matang gonad dapat diketahui dengan ciri-ciri
papilla membengkak kearah belakang, sedangkan untuk melihat tingkat
kematangan gonadnya cukup sulit sehingga harus dilakukan pemeriksaan telur
secara kanulasi. Kanulasi dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut
kateter atau kanulator. Cara kerja kateter yaitu dengan cara memasukkan kateter
tersebut kedalam lubang genital sedalam 8-10 cm secara perlahan, kemudian
ujung kateter disedot sambil ditarik dengan tujuan agar mendapatkan sampel telur
yang merata disetiap tempat.
Telur yang sudah diambil diletakkan pada kaca preparat dan penambahan
larutan NaCl 0,9% agar telur tidak menempel satu dengan yang lainnya sehingga
memudahkan pengamatan diameter telur dibawah mikroskop. Telur dari induk
Gambar 15. Sampel Telur Untuk Pengamatan Gamba16. Pengamatan Diameter Telur
Bobot Induk
Dosis HCG Dosis Ovaprim 1/3 Dosis Ovaprim 2/3
Patin Siam
(IU) (ml) (ml)
Betina
6 3000 1,2 2,4
Ket : Telur yang menetas diperoleh dari perhitungan jumlah tebar larva pada satu
akuarium dikalikan dengan jumlah total akuarium. (5442 larva × 45
akuarium = 244.890 larva). Data pengamatan.
Air yang digunakan untuk kolam pemeliharaan induk berasal dari sungai
panjalu dan Sungai Cisaat di Kaki Gunung Gede. Selain dari sungai sumber air
dari sumur bor dan sumur artesis. Kualitas pemeliharaan induk harus terus terjaga
kualitasnya.
Pada saat larva berumur 5 hari, larva sudah bisa diberi pakan cacing sutra
(Tubifex) karena sudah sesuai dengan bukaan mulutnya dan pertumbuhan larva,
untuk mempermudah larva memakan cacing Tubifex, cacing harus dicincang dan
dicuci hingga bersih. Frekuensi pemberian pakan 4 kali sehari. Pada saat larva
berumur 13-15 hari, larva diberi pakan buatan yang berukuran crumble (Feng Li
FLO) dengan kadar protein 40%, lemak 3%, serat kasar maksumum 3%, kadar
abu maksimum 15%, dan kadar air maksimum 10%.
Pemeliharaan larva harus dijaga dengan kondisi kualitas air dan lingkungan
yang baik. Untuk menjaga agar air berada dalam kondisi yang baik, dilakukan
penyiponan akuarium dan pergantian air. Penyiponan dilakukan 1 kali setelah
pemberian pakan ke larva dengan menggunakan selang sipon yang berukuran
kecil. Pada saat penyiponan dilakukan, tekanan aerasi harus lebih kecil agar
kotoran yang mengendap dalam akuarium tidak bertebaran.
Pergantian air dilakukan pada hari ke 4 pada masa pemeliharaan larva atau
tergantung kondisi air, selanjutnya pergantian air dilakukan 1 kali sehari sekitar
satu jam setelah pemberian pakan.
Setelah benih berumur 15 hari, ukuran benih ¾ inch, 1 inch dan > 1 inch
siap untuk dipanen. Pemanenan dilakukan dengan cara mengurangi air sampai
tersisa 20%. Kemudian benih dipanen dengan menggunakan serok dengan
perlahan-lahan agar benih tidak mengalami luka akibat benturan dengan benda
keras.
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil Praktek Kerja Lapangan
di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, sebagai
berikut :
Susanto., Amri., 2002. Budidaya Ikan Patin. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Susanto., Khairul., 2003. Budidaya Ikan Patin. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sunarma., 2004. Teknik Pembenihan Ikan Patin Siam (P. hypophthalmus). Balai
Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar. Sukabumi.
Suyanto., 2000. Usaha pengendalian serangan hama dan penyakit ikan. Direktorat
Bina Penyuluhan Direktorat Jenderal Perikanan. Jakarta