PENDAHULUAN
1
besar terkena asma.10 Tiap penderita asma akan memiliki faktor pencetus yang
berbeda dengan penderita asma lainnya sehingga orangtua perlu mengidentifikasi
faktor yang dapat mencetus kejadian asma pada anak. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa setiap unsur di udara yang kita hirup dapat mencetus
kambuhnya asma pada penderita. Faktor pencetus asma dibagi dalam dua kelompok,
yaitu genetik, di antaranya atopi/alergi bronkus, eksim; faktor pencetus di
lingkungan, seperti asap kendaraan bermotor, asap rokok, asap dapur, pembakaran
sampah, kelembaban dalam rumah, serta alergen seperti debu rumah, tungau, dan
bulu binatang.
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui penyakit asma?
2. Untuk mengetahui tanda dan gejala penyakit asma?
3. Untuk mengetahui penyebab penyakit asma?
4. Untuk mengetahui komplikasi penyakit asma?
5. Untuk mengetahui patofisiolog penyakit asma?
6. Untuk mengetahui manifestasi klinik penyakit asma?
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit asma?
8. Unu mengetahui penatalaksanaan asma?
2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 ETIOLOGI
secara umum terjadinya asma dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor
lingkungan. Faktor genetik diantaranya riwayat atopi, pada penderita asma biasanya
mempunyai keluarga dekat yang juga memiliki alergi.
3
Suatu hal yang yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomen
hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan
imunologi maupun non imunologi. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang
sering menimbulkan Asma adalah:
1. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau
alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu bulu binatang.
3. Asma gabungan, bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare, 2002). Ada
beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
Asma Bronkhial yaitu :
a. Faktor predisposisi
Genetik
a. Faktor presipitasi
4
c) Kontaktan : yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
2. Perubahan cuaca
3. Stres
Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan Asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan Asma yang sudah ada. Disamping gejala Asma yang timbul
harus segera diobati penderita Asma yang mengalami stres atau gangguan emosi perlu
diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum
diatasi maka gejala belum bisa diobati.
2.3 KOMPLIKASI
1. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai
bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru
yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan napas.
2. Pneumomediastinum
5
3. Atelektasis
4. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur dan tersifat
oleh adanya gangguan pernapasan yang berat. Penyakit ini juga dapat menimbulkan
lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis
dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
5. Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida dalam paru-
paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida
dalam sel-sel tubuh.
6. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam dari
saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis) mengalami bengkak. Selain
bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa
perlu batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau
merasa sulit bernapas karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya
lendir.
6
2.4 MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala yang lazim muncul pada Asma Bronkhial adalah batuk, dispnea, dan
wheezing. Serangan seringkali terjadi pada malam Hari. Asma biasanya bermula
mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernapasan
lambat,wheezing. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi, yang
mendorong pasien untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot-otot aksesori
pernapasan. Jalan napas yang tersumbat menyebabkan dispnea. Serangan Asma dapat
berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara Spontan.
Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadi reaksi kontinu yang
lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi Ini mengancam hidup (Smeltzer
& Bare, 2002).
2.5 KLASIFIKASI
Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin timbul adalah:
a. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai
bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru
yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan napas.
b. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal sebagai
emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di mediastinum.
Pertama dijelaskan pada tahun 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini dapat disebabkan
oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru,
saluran udara atau usus ke dalam rongga dada .
c. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan
saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernapasan yang sangat
dangkal.
d. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur dan tersifat
oleh adanya gangguan pernapasan yang berat. Penyakit ini juga dapat menimbulkan
7
lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis
dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
e. Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida dalam paru-
paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida
dalam sel-sel tubuh.
f. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam dari
saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis) mengalami bengkak. Selain
bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa
perlu batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau
merasa sulit bernapas karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya
lendir.
g. Fraktur iga
8
Untuk melihat adanya eosinofil, kristal Charcot Leyden, spiral Churschmann,
pemeriksaan sputum penting untuk menilai adanya Miselium aspergilus fumigatus.
f. Pemeriksaan eosinofil
Pada penderita asma, jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat. Jumlah
eosinofil total dalam darah membantu untuk membedakan asma dari bronchitis kronik.
2.7 Patofisiologi
Menurut Firshein (2006), ketika proses bernapas mengalami gangguan selama
asma seringkali diawali dengan faktor pemicu, seperti allergen, ketika hal tersebut
terjadi maka tubuh akan merespon dengan suatu reaksi sel peradangan yang kuat untuk
melawan. Sel-sel tersebut seperti eosinofil, sel mast, getah bening, basofil, neutrofil,
dan makrofag, sel-sel ini memberikan respon dengan mengeluarkan sejumlah zat
kimia seperti protein-protein dan peroksida beracun yang dimaksudkan menyerang
faktor pemicu, namun juga merusak beberapa jaringan yang melapisi paru. Lama
kelamaan serangan asma seringan sekalipun terbukti mampu menjadi penyebab atau
menjadi rentan terhadap rangsangan. Sebagai respon kejadian tersebut, jaringan yang
melapisi jalan pernapasan menjadi bengkak dan udara tidak dapat lagi bergerak cepat,
produksi mukus meningkat untuk melindungi jaringan yang rusak, akan tetapi akan
menutupi jalan napas, dan mengurangi kemampuan paru meyerap oksigen. Saraf
simpatis yang terdapat di bronkus, ketika terganggu atau terangsang maka terjadi
bronkokontriksi yang menyebabkan sulit bernapas, hasilnya adalah gejala khas dari
asma, yaitu mengi, napas yang pendek, batuk berdahak, dan dada terasa sesak.
2.8 Penatalaksanaan
1. Farmakologi
Menurut Long(1996) pengobatan Asma diarahkan terhadap gejala-gejala yang timbul
saat serangan, mengendalikan penyebab spesifik dan perawatan pemeliharaan
keehatan optimal yang umum. Tujuan utama dari berbagai macam pengobatan adalah
pasien segera mengalami relaksasi bronkus. Terapi awal, yaitu:
a. Memberikan oksigen pernasal
9
b. Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5 mg atau terbutalin 10
mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat diulang setiap 20 menit sampai 1
jam. Pemberian antagonis beta 2 adrenergik dapat secara subcutan atau intravena
dengan dosis salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5%
c. Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam
sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
d. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada respon segera atau
dalam serangan sangat berat
e. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk didalamnya golongan
beta adrenergik dan anti kolinergik.
2. Pengobatan secara sederhana atau non farmakologis, Menurut doenges (2000)
penatalaksanaan nonfarmakologis asma yaitu:
a. Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk mengeluarkan sputum
dengan baik
b. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
c. Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler)
d. Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari
e. Usaha agar pasien mandi air hangat setiap hari
f. Hindarkan pasien dari faktor pencetus
10