Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asma berasal dari bahasa Yunani yang berarti terengah-engah dan serangan
pendek. Asma sekarang hanya ditujukan untuk keadaan mengenai respon abnormal
saluran nafas terhadap berbagai rangsangan mengenai penyempitan jalan nafas yang
meluas. Definisi asma telah ditetapkan pada pertemuan Unit Kerja Koordinasi
(UKK) Anak III di Solo tahun 2001 dan disempurnakan pada Pedoman Nasional
Asma Anak (PNAA) tahun 2004 yaitu mengi berulang dengan batuk persisten atau
tidak dengan karakteristik timbul secara episodik, cenderung pada malam atau dini
hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik serta terdapat riwayat asma atau
atopi lain pada pasien dan atau keluarganya. Asma merupakan penyakit kronik yang
sering terjadi pada anak di negara maju. Prevalensi asma pada anak dan dewasa
meningkat beberapa dekade terakhir. Prevalensi asma di dunia diperkirakan 7,2%
yaitu 6% pada dewasa dan 10% pada anak. Penyakit asma memberikan dampak
negatif bagi kehidupan penderitanya seperti menyebabkan anak sering tidak hadir
sekolah serta membatasi kegiatan olahraga dan aktivitas.
Asma didefinisikan sebagai suatu kondisi ketika terjadi gangguan pada sistem
pernapasan yang menyebabkan penderita mengalami mengi (wheezing), sesak napas,
batuk, dan sesak di dada terutama ketika malam hari atau dini hari., Menurut
Canadian Lung Association,asma dapat muncul karena reaksi terhadap faktor
pencetus yang mengakibatkan penyempitan dan penyebab yang mengakibatkan
inflamasi saluran pernafasan atau reaksi hipersensitivitas. Kedua faktor tersebut akan
menyebabkan kambuhnya asma dan akibatnya penderita akan kekurangan udara
hingga kesulitan bernapas.
Faktor pencetus asma banyak dijumpai di lingkungan baik di dalam maupun di
luar rumah, tetapi anak dengan riwayat asma pada keluarga memiliki risiko lebih

1
besar terkena asma.10 Tiap penderita asma akan memiliki faktor pencetus yang
berbeda dengan penderita asma lainnya sehingga orangtua perlu mengidentifikasi
faktor yang dapat mencetus kejadian asma pada anak. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa setiap unsur di udara yang kita hirup dapat mencetus
kambuhnya asma pada penderita. Faktor pencetus asma dibagi dalam dua kelompok,
yaitu genetik, di antaranya atopi/alergi bronkus, eksim; faktor pencetus di
lingkungan, seperti asap kendaraan bermotor, asap rokok, asap dapur, pembakaran
sampah, kelembaban dalam rumah, serta alergen seperti debu rumah, tungau, dan
bulu binatang.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan penyakit asma?
2. Bagaimana tanda dan gejala penyakit asma?
3. Apa penyebab penyakit asma?
4. Apa komplikasi penyakit asma?
5. Bagaimana patofisiologi penyakit asma?
6. Bagaimana manifestasi klinik penyakit asma?
7. Apa pemeriksaan penunjang penyakit asma?
8. Bagaimana penatalaksanaan asma?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui penyakit asma?
2. Untuk mengetahui tanda dan gejala penyakit asma?
3. Untuk mengetahui penyebab penyakit asma?
4. Untuk mengetahui komplikasi penyakit asma?
5. Untuk mengetahui patofisiolog penyakit asma?
6. Untuk mengetahui manifestasi klinik penyakit asma?
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit asma?
8. Unu mengetahui penatalaksanaan asma?

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI ASMA


Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea
dan brokhi berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (Smeltzer &
Bare, 2002).
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan
bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan
napas yang luas dan derajatnya dapat berubah ubah, baik secara spontan maupun
sebagai hasil pengobatan (Muttaqin,2008).
Asma adalah wheezing berulang dan atau batuk persisten dalam keadaan
dimana asma adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain yang lebih jarang
telah disingkirkan (Mansjoer, 2008). Asma adalah suatu penyakit yang dicirikan oleh
hipersensitivitas cabang-cabang trakeobronkhial terhadap berbagai jenis rangsangan
(Pierce, 2007).

2.1 ETIOLOGI

secara umum terjadinya asma dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor
lingkungan. Faktor genetik diantaranya riwayat atopi, pada penderita asma biasanya
mempunyai keluarga dekat yang juga memiliki alergi.

Hipereaktivitasbronkus ditandai dengan saluran napas yang sangat sensitif


terhadap berbagai rangsangan alergen atau iritan. Jenis kelamin, pada pria merupakan
faktor risiko asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun, prevalensi asma pada anak laki-
laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak perempuan. Menjelang dewasa perbandingan
tersebut kurang lebih berjumlah sama dan bertambah banyak pada perempuan usia
menopause. Obesitas, ditandai dengan peningkatan Body Mass Index 10(BMI) >
30kg/m2. Mekanismenya belum diketahui pasti, namun diketahui penurunan berat
badan penderita obesitas dengan asma dapat memperbaiki gejala fungsi paru,
morbiditas dan status kesehatan.

3
Suatu hal yang yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomen
hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan
imunologi maupun non imunologi. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang
sering menimbulkan Asma adalah:

1. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau
alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu bulu binatang.

2. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti


common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan
dapat mencetuskan serangan.

3. Asma gabungan, bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare, 2002). Ada
beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
Asma Bronkhial yaitu :

a. Faktor predisposisi

Genetik

Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui


bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi
ini, penderita sangat mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan
faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa
diturunkan.

a. Faktor presipitasi

1. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

a) Inhalan : yang masuk melalui saluran pernapasan


Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
b) Ingestan : yang masuk melalui mulut
Contoh : makanan dan obat-obatan

4
c) Kontaktan : yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan

2. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering


mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak dingin
merupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma. Kadang
kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim
hujan, musim kemarau.

3. Stres

Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan Asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan Asma yang sudah ada. Disamping gejala Asma yang timbul
harus segera diobati penderita Asma yang mengalami stres atau gangguan emosi perlu
diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum
diatasi maka gejala belum bisa diobati.

2.3 KOMPLIKASI

Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin timbul adalah :

1. Pneumothoraks

Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai
bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru
yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan napas.

2. Pneumomediastinum

Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal sebagai


emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di mediastinum.
Pertama dijelaskan pada 1819 oleh ReneLaennec, kondisi ini dapat disebabkan oleh
trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran
udara atau usus ke dalam rongga dada .

5
3. Atelektasis

Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan


saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat
dangkal.

4. Aspergilosis

Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur dan tersifat
oleh adanya gangguan pernapasan yang berat. Penyakit ini juga dapat menimbulkan
lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis
dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.

5. Gagal napas

Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida dalam paru-
paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida
dalam sel-sel tubuh.

6. Bronkhitis

Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam dari
saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis) mengalami bengkak. Selain
bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa
perlu batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau
merasa sulit bernapas karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya
lendir.

6
2.4 MANIFESTASI KLINIS

Gejala-gejala yang lazim muncul pada Asma Bronkhial adalah batuk, dispnea, dan
wheezing. Serangan seringkali terjadi pada malam Hari. Asma biasanya bermula
mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernapasan
lambat,wheezing. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi, yang
mendorong pasien untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot-otot aksesori
pernapasan. Jalan napas yang tersumbat menyebabkan dispnea. Serangan Asma dapat
berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara Spontan.
Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadi reaksi kontinu yang
lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi Ini mengancam hidup (Smeltzer
& Bare, 2002).

2.5 KLASIFIKASI
Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin timbul adalah:
a. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai
bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru
yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan napas.
b. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal sebagai
emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di mediastinum.
Pertama dijelaskan pada tahun 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini dapat disebabkan
oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru,
saluran udara atau usus ke dalam rongga dada .
c. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan
saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernapasan yang sangat
dangkal.
d. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur dan tersifat
oleh adanya gangguan pernapasan yang berat. Penyakit ini juga dapat menimbulkan

7
lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis
dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
e. Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida dalam paru-
paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida
dalam sel-sel tubuh.
f. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam dari
saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis) mengalami bengkak. Selain
bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa
perlu batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau
merasa sulit bernapas karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya
lendir.
g. Fraktur iga

2.6 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan spirometri
Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator
aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC
sebanyak >20% menunjukkan diagnosis asma.
b. Pemeriksaan tes kulit
Untuk menunjukkan adanya antibodi IgE yang spesifik dalam tubuh.
c. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan bila ada kecurigaan terhadap proses patologik di paru
atau komplikasi asma, seperti pneumothorak, pneumomediastinum, atelektasis, dan
lain-lain.
d. Pemeriksaan analisa gas darah
Pemeriksaan analisa gas darah hanya dilakukan pada penderita dengan serangan asma
berat.
e. Pemeriksaan sputum

8
Untuk melihat adanya eosinofil, kristal Charcot Leyden, spiral Churschmann,
pemeriksaan sputum penting untuk menilai adanya Miselium aspergilus fumigatus.
f. Pemeriksaan eosinofil
Pada penderita asma, jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat. Jumlah
eosinofil total dalam darah membantu untuk membedakan asma dari bronchitis kronik.

2.7 Patofisiologi
Menurut Firshein (2006), ketika proses bernapas mengalami gangguan selama
asma seringkali diawali dengan faktor pemicu, seperti allergen, ketika hal tersebut
terjadi maka tubuh akan merespon dengan suatu reaksi sel peradangan yang kuat untuk
melawan. Sel-sel tersebut seperti eosinofil, sel mast, getah bening, basofil, neutrofil,
dan makrofag, sel-sel ini memberikan respon dengan mengeluarkan sejumlah zat
kimia seperti protein-protein dan peroksida beracun yang dimaksudkan menyerang
faktor pemicu, namun juga merusak beberapa jaringan yang melapisi paru. Lama
kelamaan serangan asma seringan sekalipun terbukti mampu menjadi penyebab atau
menjadi rentan terhadap rangsangan. Sebagai respon kejadian tersebut, jaringan yang
melapisi jalan pernapasan menjadi bengkak dan udara tidak dapat lagi bergerak cepat,
produksi mukus meningkat untuk melindungi jaringan yang rusak, akan tetapi akan
menutupi jalan napas, dan mengurangi kemampuan paru meyerap oksigen. Saraf
simpatis yang terdapat di bronkus, ketika terganggu atau terangsang maka terjadi
bronkokontriksi yang menyebabkan sulit bernapas, hasilnya adalah gejala khas dari
asma, yaitu mengi, napas yang pendek, batuk berdahak, dan dada terasa sesak.

2.8 Penatalaksanaan
1. Farmakologi
Menurut Long(1996) pengobatan Asma diarahkan terhadap gejala-gejala yang timbul
saat serangan, mengendalikan penyebab spesifik dan perawatan pemeliharaan
keehatan optimal yang umum. Tujuan utama dari berbagai macam pengobatan adalah
pasien segera mengalami relaksasi bronkus. Terapi awal, yaitu:
a. Memberikan oksigen pernasal

9
b. Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5 mg atau terbutalin 10
mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat diulang setiap 20 menit sampai 1
jam. Pemberian antagonis beta 2 adrenergik dapat secara subcutan atau intravena
dengan dosis salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5%
c. Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam
sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
d. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada respon segera atau
dalam serangan sangat berat
e. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk didalamnya golongan
beta adrenergik dan anti kolinergik.
2. Pengobatan secara sederhana atau non farmakologis, Menurut doenges (2000)
penatalaksanaan nonfarmakologis asma yaitu:
a. Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk mengeluarkan sputum
dengan baik
b. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
c. Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler)
d. Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari
e. Usaha agar pasien mandi air hangat setiap hari
f. Hindarkan pasien dari faktor pencetus

10

Anda mungkin juga menyukai