PEMBIAKAN TANAMAN
ACARA 5
TRIA PITOYO
131510501162
GOLONGAN F / KELOMPOK 4
1.3 Manfaat
1. Dapat mengetahui cara sterilisasi lingkungan kerja, alat dan media, serta
bahan tanam.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
3.2.2 Alat
1. Botol kultur
2. Autoclave
3. pH meter
4. Spatula
5. Beaker glass
6. Pipet
7. Aquadest
8. Strirer
9. Plastik wrap
10. Timbangan
3.3.2 cara kerja pembuatan media padat MS kultur jaringan sebanyak 1 liter
1. Menyiapkan semua larutan baku MS
2. Mengambil larutan baku sesuai ketentuan menuang ke dalam baker glass 1
liter yang sudah terisi aquades 300 ml
3. Menimbang gula 30 gr dan 8 gr bahan pemadat (agar) dan memasukkan
dalam beaker glass
4. Mengaduk campuran di atas stirer dan mengukur derajat keasaman pH meter
(5,8), menggunakan NaOH atau HCl 1N untuk mengaturnya
5. Menambahkan aquades hingga mencapai 1000 ml
6. Mendidihkan diatas perapian sampai agar melarut
7. Menuangkan media dalam keadaan cair ke dalam botol-botol dengan ukuran
ketebalan 1 cm
8. Menutup semua botol dengan alumunium foil dan ditandai menurut jenis
medianya
9. Mensterilkan botol-botol berisi media di dalam autoclave selama 30 mennit
temperatur 121 °C tekanan 17,5 psi
10. Setelah autoclave mati, menyimpan media sambil menguji kesetrilannya
selama 3x 24 jam
11. Media yang steril siap ditanami
DAFTAR PUSTAKA
Avivi, S. 2011. Regenerasi Embrio Zigot Kakao (Theobroma cacao L.) dengan
Penambahan Kinetin pada Media B5. Ilmu Dasar, 12(2): 132-139.
Kristina, N. N. 2009. Induksi Tunas Tabat Barito (Ficus deltoidea Jack) Secara In
Vitro Menggunakan Benzil Adenin (Ba) dan Naphthalene Acetic Acid
(Naa). Littri, 15(1): 33-39.
Lizawati, Neliyati, dan R. Desfira. 2012. Induksi Kalus Eksplan Daun Durian
(Durio zibethinus Murr. cv. Selat Jambi) pada Beberapa Kombinasi 2,4-
D dan BAP. Agroteknologi, 1(1): 23-29.
Marlina, N., dan E. Rohayati. 2009. Teknik Perbanyakan Mawar dengan Kultur
Jaringan. Teknik Pertanian, 14(1): 65-67.
Veeresham, C., and P. Chitti. 2013. Therapeutic Agent from Tissue Cultures of
Medicinal Plants. National Products Chemistry and Research, 1(4): 1-5.
.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Media Kultur Jaringan
Hari Ke-
Kel 1 2 3 4 5 6
∑ K ∑ K ∑ K ∑ K ∑ K ∑ K
1 - - - - 0 - 0 - 0 - 0 -
2 - - - - 0 - 0 - 0 - 0 -
3 - - - - 1 J 1 J 1 J 1 J
4 - - - - 0 - 0 - 0 - 0 -
5 - - - - 0 - 0 - 0 - 0 -
6 - - - - 0 - 0 - 0 - 0 -
Keterangan :
: Jumlah media tanam yang terkontaminasi
K : Jenis kontaminasi/penyebab kontaminasi
J,B : Jamur, Bakteri
4.2 Pembahasan
Kultur jaringan merupakan salah satu teknik dalam perbanyakan tanaman
secara klonal untuk perbanyakan masal (Lesstari, 2011).Kutur jaringan bisa
mendapatkan hasil yang optimum maka penggunaan media dasar dan zat pengatur
tumbuh yang tepat merupakan faktor yang penting Kombinasi media dasar dan zat
pengatur tumbuh yang tepat akan meningkatkan aktivitas. Perbanyakan tanaman
dengan kultur jaringan dapat menghasilkan benih dalam jumlah banyak dalam
waktu singkat, seragam, dan bebas penyakit (Marlina dan Rohayati, 2009).
Keberhasilan teknik kultur jaringan dipengaruhi antara lain oleh jenis eksplan,
yaitu bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan untuk inisiasi suatu kultur,
dan komposisi media yang digunakan. Pada dasarnya, semua tanaman dapat
diregenerasikan menjadi tanaman sempurna bila ditumbuhkan pada media yang
sesuai.
Media kultur jaringan adalah tempat dimana sumber nutrisi tanaman
tersedia ddan media tersebut dibuat sedemikian rupa agar sesuai untuk
tanaman/eksplan. Media kultur jaringan adalah teknik pembuatan media tanam
secara invitro guna memperoleh media dan ekplan yang steril. Pembuatan media
kultur jaringan ditambah dengan hormon tertentu sebagai perlakuan untuk
membantu pertumbuhan tanaman yang akan dikulturkan.
Media tanam yang digunakan pada saat praktikum adalah media padat,
yaitu media agar. Media agar dibuat untuk media tanam tanaman yang akan
dikembang biakkan. Pada saat praktikum agar tanpa rasa yang nantinya
dididihkan hingga media agar menjadi padat. Pada saat pembuatan media haruslah
mengikuti prosedur yang telah ditentukan. Jika ada salah satu unsur yang
tertinggal pada saat pembuatan media maka akan terjadi kerusakan pada media.
Kerusakan pada media agar contohnya media agar tidak bias memadat secara
sempurna. Media yang sudah dibuat harus tetap dikontrol setiap hari agar tidak
terjadi kontaminasi jamur dan bakteri. Nursyamsi (2010) mengatakan bahwa
keberhasilan dalam penggunaan metode kultur jaringan sangat tergantung pada
media yang digunakan. Sedangkan unsur-unsur yang penting yang harus
terkandung dalam media tersebut antara lain: garam-garam anorganik, vitamin, zat
pengatur tumbuh, sumber energi, dan karbon. Komposisi media yang digunakan
pada setiap kultur jaringan tergantung pada jenis tanaman yang akan diperbanyak,
misalnya media dasar Vacin dan Went biasanya digunakan untuk kultur jaringan
anggrek, media dasar B5 untuk kultur alfafa, kedelai, dan legum lainnya. Media
Woody Plant Media (WPM) biasanya diguna- kan untuk tanaman kehutanan.
Komposisi yang digunakan pada media untuk praktikum adalah jenis stok
A, B, C, D, E, F, Mio-ionisol, vitamin, dan sukrosa. Masing-masing komposisi
tersebut memiliki fungsi yang penting dalam kebrhasilan pertumbuhan eksplan
dlaam media sebagai berikut:
Tabel 5.1. Komposisi Pada Media Kultur Jaringan
Jenis stok Fungsi
Stok A (NH4NO3) Berfungsi dalam pembentukan lemak, protein, dan
berbagai senyawa organik lainnya, berfungsi dalam proses
morfognesis (pertumbuhan akar dan tunas), pertumbuahn
dan pembentukan embrio zigotik dan perutmbuahn
vegetatif.
Stok B (KNO3) Berfungsi dalam pertumbuhan tanaman yaitu
meningkatkan daya tahan eksplan terhadap penyakit,
membantu pembentukan sintesa protein, meningkatkan
daya tahan tanaman eksplan terhadap kekeringan, dan
membantu dalam membuka dan menutupnya stomata.
Stok C Berfungsi untuk merangsanag bulu-bulu akar, penggandaan
(CaCl2.2H2O) dan perbanyakan sel dan akar, pembentukan tabung polen,
memperkuat dinding sel dan dan membran sel.
Stok D terdiri dari Magnesium (Mg) yang berfungsi untuk meningkatkan
MgSO4.7H2O dan kandungan fosfata dan pembentukan protein, sedangkan
KH2PO4. KH2PO4 adalah Fosfor (P) yang berfungsi unutk
MgSO4.7H2O metabolisme energi, sebagai stablitor membran sel,
pengaturan metablisme tanaman, pengaturan produksi pati/
amilum, pembentukan karbohidrat, beperan dalam transfer
energi, protein dan sintesa asam amino serat kontribusi
terhadap struktur dan asama nukleat.
Stok E terdiri dari Merupakan senyawa penyedia unsur Fe dalam media kultur
FeSO4.7H2O dan jaringan. Fe berfungsi untuk membantu asimilasi nitrogen,
NaEDTA sebag penyangga menjada kestabilan pH media selama
pertumbuhan tanaman, dan berfugsi unutk pernafasan dan
pebentukan daun.
Stok F terdiri dari Merupakan unsur hara mikro yang dibutuhkan dalam
MnSO4.4H2O, pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Unsur hara ini
ZnSO4.7H2O, belum diketahui pasti fungsinya bagi eksplan namun
H3BO3, KI, ketidak adanya unur ini menyebabkan terjadinya kelainan
Na2MoO4.2H2O, pertumbuhan.
CuSO4.5H2O, dan
CoCl2.6H2O
Unsur Mio- Merupakan heksitol (gula alkohol berkarbon 6) dalam
inositol media berfungsi untuk membantu diferensiasi dan
pertumbuhan sejumlah jaringan tanaman
Vitamin Secara umum vitamin tersebut berfungsi dalam
Niacin, memperbaiki pertumbuhan dan morfogenensis maupun
Pyrodoksin HCL, dalam pembelahan sel. Vitamin C, digunakan sebagai
Theamine HCL, antioksidan untuk mencegah atau mengurangi pencoklatan
dan Glycine. atau penghitaman eksplan.
Sukrosa Merupakan senyawa gula yang berfungsi untuk sumber
energi yang diperlukan induksi kalus.
Perlakuan pada Berfungsi sebagai zat pengatur tumbuh. Selain itu NAA
media padat juga mwemiliki sifat yang kuarang baik bagi tanaman yaitu
(agar) membentuk kepekatan sempit pada media yang bila
menggunakan melebihi batas kepeekatan optimum maka akan berakibat
Naftalen Asam buruk pad perakaran tanaman.
Asetat (NAA)
merupukan auksin
Menurut Lestari (2011), penggunaan zat pengatur tumbuh dalam kultur
jaringan tanaman sangat penting, yaitu untuk mengontrol organogenesis dan
morfogenesis dalam pembentukan dan perkembangan tunas dan akar serta
pembentukan kalus. Ada dua golongan zat pengatur tumbuh tanaman yang sering
digunakan dalam kultur jaringan, yaitu sitokinin dan auksin. Penggunaan zat
pengatur tumbuh di dalam kultur jaringan tergantung pada arah pertumbuhan
jaringan tanaman yang diinginkan. Sebagai pembentukan tunas pada umumnya
digunakan sitokinin sedangkan untuk pembentukan akar atau pembentukan kalus
digunakan auksin. Walaupun demikian sering pula dibutuhkan keduanya
tergantung pada perbandingan/ratio sitokinin terhadap auksin atau sebaliknya.
Adanya salah satu zat pengatur tumbuh tertentu dapat meningkatkan daya
aktivitas zat pengatur tumbuh lainnya. Jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh
yang tepat untuk masing-masing tanaman tidak sama karena tergantung pada
genotipe serta kondisi fisiologi jaringan tanaman. Kristina (2009) menambahkan
bahwa media MS yang ditambahkan BAP (1 s/d 5 mg/l) adalah media terbaik
untuk meningkatkan pembentukan tunas ganda. Penggunaan sitokinin yang
dikombinasikan dengan auksin akan memberikan jumlah tunas lebih baik
dibandingkan dengan sitokinin tunggal. Umumnya auksin yang sering digunakan
adalah IBA dan NAA. Kombinasi BA dengan NAA jauh lebih baik bila
dibandingkan dengan kombinasi BAA dengan IBA. Pada tanaman pasak bumi,
pemberian BAP dan yang ditambahkan pada medium MS tunas per eksplan dari
ekspan kotiledon. Sebaliknya bila diberikan pada konsentrasi tinggi, BAP 1,5
mg/l dikombinasikan dengan NAA (0,05 – 0,25 mg/l) akan menghambat
pembentukan pucuk tanaman tersebut.
Praktikum Media Kultur Jaringan menggunakan pH antara 6-6.3. PH
merupakan simbol dari derajat keasaman atau kebasaan dari larutan yang
ditunjukan dengan konsentrasi ion hidrogen. PH tertentu diperlukan untuk
pertumbuhan jaringan tanaman agar tidak mengganggu fungsi membran sel dan
sitoplasma. Pengaturan pH medium dilakukan dengan menggunakan sodium
hydroxyde (NaOH) yang digunakan untuk menaikan pH medium (menjadi lebih
alkalin, basa). HCl atau hydrochloric acid digunakan untuk menurunkan menjadi
lebih asam. pH medium atau pH yang mendekati netral harus dipertahankan
konstan selama kultur berlangsung karena akan mempengaruhi ketersediaan
nutrien yang dapat diserap oleh sel dan jaringan tanaman untuk pertumbuhannya.
pH juga penting pada proses embryogenesis somatik contohnya pada kultur umbi
akar wortel, stadium preglobular embryo dapat dipertahankan dan ditingkatkan
jumlahnya pada medium dengan pH dibawah 4,5. Jika pH dinaikkan, embryo
somatik melanjutkan pertumbuhannya melalui tahapan-tahapan yang normal
seperti pada embryo zygotik, yaitu globular, jantung, torpedo dan cotyledonary
(atau equivalen dengan system yang berlaku pada monokotil).
Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik, soda api,
atau sodium hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium Hidroksida
terbentuk dari oksida basa Natrium Oksida dilarutkan dalam air. Natrium
hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air.
Larutan tersebut digunakan di berbagai macam bidang industri, kebanyakan
digunakan sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air
minum, sabun dan deterjen. Natrium hidroksida adalah basa yang paling umum
digunakan dalam laboratorium kimia. NaOH bersifat lembap cair dan secara
spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. Larutan tersebut sangat larut
dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan, karena pada proses
pelarutannya dalam air bereaksi secara eksotermis. NaOH pada media kultur
jaringan digunakan untuk menaikan pH medium (menjadi lebih alkalin, basa).
Hidrogen klorida (HCl) adalah suatu asam monoprotik, yang berarti asam
ini dapat berdisosiasi (yaitu, mengion) hanya sekali untuk menghasilkan satu ion
H+ (proton tunggal). Dalam air asam hidroklorida, H+ bergabung dengan satu
molekul air membentuk ion hidronium, H3O+. Asam hidroklorida adalah asam
yang lebih disukai dalam titrasi untuk penentuan jumlah basa. dapat melarutkan
banyak logam dan menjadi logam klorida dan gas hidrogen. HCl atau
hydrochloric acid digunakan untuk menurunkan pH menjadi lebih asam.
Pada praktikum kali ini diperoleh data hasil pengamatan media kultur
jaringan yang telah diamati selama 6 hari. Media kultur jaringan yang telah dibuat
dengan steril di Laboratorium Kultur Jaringan, untuk menguji kesterilannya maka
media kultur jaringan tersebut diinkubasikan dalam ruang inkubasi selama 6 hari
dan pengamatan dilakukan setiap hari. Ada 6 kelompok yang membuat media
kultur jaringan. Hampir semua kelompok media kultur tidak terkontaminasi jamur
maupun bakter terkecuali kelompok 3. Pada hari ketiga, dari 10 media kultur
jaringan yang dibuat oleh kelompok 3, ada satu botol yang terkontaminasi jamur.
Selanjutnya sampai hari keenam jumlah botol yang terkontminai hanya satu
menandakan kesembilan botol lain steril. Eriansyah (2014) menjelaskan bahwa
faktor terjadinya kontaminasi adalah kondisi lingkungan inkubasi atau
laboratorium yang kurang steril, kurang sterilnya bahan tanam, dan atau kurang
sterilnya saat pelaksanaan pembuatan media. Kontaminasi cendawan atau jamur
ditandai dengan adanya koloni cendawan berwarna putih sedangkan kontaminasi
bakteri ditandai dengan munculnya koloni bakteri berwarna kecoklatan dan
kuning. Pada media kultur jaringan kelompok 3 memiliki 9 botol yang masih
steril menandakan bahan pembuatan media dan laboratorium atau lingkungan
sekitarnya steril, kemungkinan jamur tersebut muncul karena proses pembuatan
media saat ditutup atau saat dituangkan kurang steril atau memang botol yang
digunakan kurang steril.
Kontaminasi dapat diartikan sebagai pengotoran atau pencemaran dan
biasanya dari luar kedalam, sehingga ada pencampuran antara unsur yang diluar
kedalam, biasanya menyebabkan keterpengaruhan yang sifatnya buruk. Sumber
kontaminasi dapat berasal dari eksplan, media, alat dan lingkungan yang tidak
steril. Sehingga perlu dilakukan sterilisasi eksplan, media, alat dan lingkungan
kerja. Tahap sterilisasi permukaan eksplan merupakan tahap awal perkembangan
kultur in vitro. Sterilisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik secara fisik
maupun kimia. Secara fisik melalui suhu, tekanan, radiasi dan penyaringan,
misalnya sterilisasi, pembakaran atau sanitasi. Optimasi sterilisasi permukaan
eksplan dilakukan dengan variasi konsentrasi klorox. Kurangnya kebersihan pada
media tanam kultur jaringan akan menyebabkan media terkontaminasi oleh jamur
ataupun bakteri. Hendaknya dalam media kultur jaringan harus dalam keadaan
steril. Apabila terjadi kontaminasi maka media tersebut tidak dapat digunakan
untuk menanam eksplan baru. Sterilisasi alat dan bahan sangat diperlukan pada
saat pembuatan media yang digunakan dengan cara mencuci alat dan bahan
hingga bersih menggunakan detergen
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Media kultur jaringan adalah teknik pembuatan media tanam secara invitro
guna memperoleh media dan ekplan yang steril.
2. Larutan NaOh digunakan dalam pembuatan media kultur jaringan yang
berfungsi untuk menaikkan pH.
3. Larutan HCl digunakan dalam pembuatan media kultur jaringan yang
berfungsi untuk menurunkan pH.
4. Pada praktikum ini media kultur jaringan kelompok 3 terkontaminasi jamur
karena kurang steril pada saat proses pembuatan media kultur jaringan.
5.2 Saran
Sebaiknya pada saat pembuatan media praktikan harus lebih mencermati
dan melakukan sesuai prosedur yang sudah ada agar media yang dibuat dapat
memadat. Karena jika media rusak, maka media tidak akan bisa digunakan lagi.