Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

PERCOBAAN 2

PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT PADAT

REKRISTALISASI & TITIK LELEH

Disusun oleh:

Nama : Riezcky Yan Febrina

NPM : 10060317064

Shift/Kel : C/2

Nama Asisten : Taufik Muhammad Farih, M.Farm., Apt.

Tanggal Percobaan : 16 April 2019

Tanggal Laporan : 23 April 2019

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT A

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

BANDUNG

2019 M/1440 H
PERCOBAAN 2

PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT PADAT

REKRISTALISASI & TITIK LELEH

I. Tujuan Percobaan
1. Mengkalibrasi termometer dengan cara panas
2. Memurnikan asam benzoat dengan cara rekristalisasi
3. Memurnikan kamfer dengan cara sublimasi
4. Uji kemurnian dengan cara uji titik leleh

II. Prinsip Percobaan


1. Merendam bagian sensor termometer ke dalam air berisi es agar suhu
terendah yang didapat adalah 0˚C atau pembacaan skala trayek 1˚
dibawah/diatas 0˚C.
2. Destilasi sederhana merupakan pemisahan campuran yang memiliki
titik didih berjauhan yaitu lebih dari 20˚C antara titik didih dietileter
sebesar 34,6˚C dan air 100˚C.
3. Destilasi bertingkat/fraksional merupakan pemisahan campuran yang
memiliki titik didih berdekatan yaitu kurang dari 20˚C antara titik didih
aseton sebesar 56˚C dan metanol 64,7˚C.
4. Uji titik leleh dilakukan berdasar pada perubahan wujud dari padat
menjadi cair karena pemanasan

III. Teori Dasar


3.1 Termometer
Temperatur merupakan salah satu tanda atau besaran fisika yang umum
dan penting dalam kehidupan. Temperatur harus diukur secara akurat untuk
mengidentifikasi fluktuasi yang cepat dan benar dari suatu material (Potter, 1997).
Sehingga untuk mengukur nilai besaran temperatur maka digunakan alat yang
disebut dengan termometer. Istilah termometer berasal dari bahasa latin Thermo
yang memiliki arti rahang dan meter yang berarti untuk mengukur.
3.2 Jenis-Jenis Termometer
Ada banyak jenis termometer, yaitu:
3.2.1 Termometer Air Raksa
Termometer air raksa adalah termometer yang dibuat dari air raksa yang
ditempatkan pada sebuah tabung kaca. Tanda yang dikalibrasi pada tabung
membuat suhu dapat dibaca sesuai panjang air raksa di dalam tabung, bervariasi
sesuai suhu. Untuk meningkatkan kepekaan termometer dalam menerima panas,
biasanya ada bohlam air raksa yang terdapat pada ujung termometer dan berisi
sebagian besar air raksa; pemuaian dan penyempitan volume. Raksa kemudian
dilanjutkan ke bagian tabung yang lebih sempit. Ruangan di antara air raksa dapat
diisi atau dibiarkan kosong (Nusi, 2013).
Prinsip kerja dari termometer air raksa ialah saat suhu meningkat, air raksa
akan terdorong ke atas melalui katup oleh gaya pemuaian. Saat suhu menurun, air
raksa tertahan pada katup dan tidak dapat kembali ke bohlam sehingga air raksa
tetap di dalam tabung. Pembaca kemudian dapat melihat temperatur maksimun
selama waktu yang telah ditentukan. Untuk mengembalikan fungsinya,
termometer harus diayun dengan keras. Termometer ini mirip desainnya
dengan termometer medis (Nusi, 2013).
Air raksa, tidak seperti air, tidak mengembang saat membeku sehingga
tidak memecahkan tabung kaca, membuatnya sulit diamati ketika membeku. Jika
termometer mengandung nitrogen, gas mungkin mengalir turun ke dalam kolom
dan terjebak di sana ketika temperatur naik. Jika ini terjadi termometer tidak dapat
digunakan hingga kembali ke kondisi awal. Untuk menghindarinya, termometer
air raksa sebaiknya dimasukkan ke dalam tempat yang hangat saat temperatur di
bawah -37 °C (-34.6 °F). Pada area di mana suhu maksimum tidak diharapkan
naik di atas - 38.83 ° C (-37.89 °F) termometer yang memakai campuran air raksa
dan thallium mungkin bisa dipakai. Termometer ini mempunyai titik beku -61.1
°C (-78 °F). Termometer air raksa umumnya menggunakan skala suhu Celsius dan
Fahrenheit.
3.2.2 Termokopel
Termokopel merupakan sensor suhu yang banyak digunakan untuk
mengubah perbedaan suhu dalam material menjadi perubahan tegangan listrik
(voltase). Termokopel yang sederhana bisa dipasang, dan memiliki jenis konektor
standar yang sama, serta dapat mengukur suhu dalam jangkauan yang cukup besar
dengan batas kesalahan pengukuran kurang dari 1 °C. Termokopel adalah salah
satu jenis termometer yang banyak digunakan oleh laboratorium teknik. Terdapat
sambungan/junction dua atau lebih campuran logam yang salah satu sambungan
logam akan memberikan perlakuan suhu yang berbeda terhadap sambungan
lainnya. Pada termokopel terdapat 2 sambungan: Cold junction/reference junction
yang merupakan sambungan acuan dijaga konstan dan diberi perlakuan dingin.
Measuring junction/hot junction adalah sambungan yang disebut dengan
sambungan panas (Hopkar, 1990).
Termokopel digunakan sangat cocok pada rentang suhu yang luas, hingga
1800 K dan kurang cocok pada suhu yang rentang perbedaannya kecil. Contoh
penggunan termokopel yang umum antara lain industri logam besi dan baja,
pengaman untuk alat-alat panas, thermopile sensor radiasi, PLT panas
radioisotope (Zemansky, 1986).

3.2.3 Termometer Alkohol


Termometer alkohol adalah termometer yang menggunakan alkohol
sebagai media pengukurnya dan merupakan alternatif dari termometer air raksa
dengan fungsi yang sama. Tetapi tidak sama seperti air raksa dalam termometer
kaca. Isi termometer alkohol tidak beracun dan akan menguap dengan cukup
cepat. Ruang di bagian atas cairan merupakan campuran dari nitrogen dan uap
dari cairan. Dengan meningkatnya suhu maka volumenya naik. Cairan yang
digunakan dapat berupa etanol murni atau isoamil asetat, tergantung pada
produsen dan pekerjaan yang berhubungan dengan suhu. Karena termometer ini
adalah transparan, maka cairan yang dibuat harus terlihat dengan penambahan
pewarna merah atau biru. Termometer ini hanya bisa mengukur suhu badan
makhluk hidup (manusia dan hewan). Termometer ini tidak bisa mengukur yang
tinggi suhunya di atas 78 °C (Benedict, 1987).
Satu setengah dari gelas yang mengandung kapiler biasanya diberi label
yang berlatar belakang bewarna putih dan kuning untuk membaca skala. Dalam
penggunaan termometer alkohol ini diatur oleh titik didih cairan yang digunakan.
Batas dari termometer etanol ini adalah 78° C, dan bermanfaat untuk mengukur
suhu di siang hari, malam hari dan mengukur suhu tubuh. Termometer alkohol ini
adalah yang paling banyak digunakan karena bahaya yang ditimbulkan sangat
kecil ketika terjadi kasus kerusakan pada termometer (Benedict, 1987).

3.2.4 Termometer Inframerah


Termometer inframerah memiliki kemampuan untuk mendeteksi
temperatur secara optik—selama objek diamati, radiasi energi sinar inframerah
diukur, dan dikonversi sebagai suhu. Termometer inframerah mengukur suhu
menggunakan radiasi kotak hitam (biasanya inframerah) yang dipancarkan objek.
Kadang disebut juga termometer laser jika menggunakan laser untuk membantu
pekerjaan pengukuran, atau disebut termometer tanpa sentuhan untuk
menggambarkan kemampuan alat mengukur suhu dari jarak jauh. Dengan
mengetahui jumlah energi inframerah yang dipancarkan oleh objek dan emisi nya
maka temperatur objek dapat dibedakan (Pusnik, 2005).
Desain utama terdiri dari lensa pemfokus energi inframerah pada detektor,
yang mengubah energi menjadi sinyal elektrik yang bisa ditunjukkan dalam unit
temperatur setelah disesuaikan dengan variasi temperatur lingkungan. Konfigurasi
fasilitas pengukur suhu ini bekerja dari jarak jauh tanpa menyentuh objek. Dengan
demikian, termometer inframerah berguna mengukur suhu pada keadaan di mana
termokopel atau sensor tipe lainnya tidak dapat digunakan atau tidak
menghasilkan suhu yang akurat untuk beberapa keperluan (Pusnik, 2005).
Beberapa kondisi umum penggunaan termometer inframerah adalah objek
yang akan diukur dalam kondisi bergerak; objek yang dikelilingi medan
elektromagnet, seperti pada saat pemanasan induksi; objek yang berada pada
hampa udara mapun atmosfer buatan; atau pada aplikasi di mana dibutuhkan
respon yang cepat (Pusnik, 2005).

3.3 Uji Pemurnian Zat Padat


3.3.1 Kristalisasi dan Rekristalisasi
Kristalisasi merupakan proses pembentukan bahan padat dari pengendapan
larutan, melt (campuran leleh), atau lebih jarang pengendapan langsung dari gas.
Kristalisasi juga merupakan teknik pemisahan kimia antara bahan padat-cair,
dimana terjadi perpindahan massa (mass transfer) dari suatu zat terlarut (solute)
dari cairan larutan ke fase kristal padat (Nocent, 2001).
Rekristalisasi merupakan suatu teknik yang digunakan untuk memurnikan
zat kimia. Dengan cara melarutkan pengotor dan senyawa dalam pelarut yang
sesuai, baik senyawa yang diinginkan atau pengotor yang dapat dikeluarkan dari
larutan. Atau, rekristalisasi dapat merujuk pada pertumbuhan alami dari kristal es
yang lebih besar dengan penggabungan kristal yang lebih kecil (Laurence &
Christopher, 1989).
Besarnya suhu rekristalisasi adalah setengah sampai dengan sepertiga dari
suhu logam. Banyak hal yang menentukan keberhasilan rekristalisasi, diantaranya
adalah kecocokan pelarut. Perlu ada usaha khusus untuk menentukan pelarut yang
baik untuk rekristalisasi. Rekristalisasi terjadi pada saat suatu spesi mendapatkan
perlakuan panas (Laurence & Christopher, 1989).

3.3.2 Sublimasi
Sublimasi dapat digunakan untuk memisahkan komponen yang dapat
menyublim dari campurannya yang tidak menyublim. Proses dimana molekul-
molekul langsung berubah dari fasa padat menjadi fasa uap disebut peyubliman
(sublimation), dan proses kebalikannya (yaitu, dari uap langsung menjadi padat)
disebut penghabluran (deposition). Naftalena (zat yang digunakan untuk
membuat kamper) mempunyai tekanan uap yang cukup tinggi untuk suatu
padatan (1 mmhg 530C); jadi uapnya yang tajam dengan cepat menyebar dalam
ruangan tertutup. Secara umum, karena molekul-molekul terikat lebih kuat dalam
padatan, tekanan uap padatan jauh lebih kecil dari pada tekanan uap cairnya
(Chang, 2007).

3.3.3 Uji Titik Leleh


Titik leleh suatu zat yang lebih tinggi akan mengakibatkan daya tarik
menarik antar molekul-molekul lebih besar. Jadi titik leleh suatu zat sangat
tergantung dari struktur molekul yang merupakan salah satu dimensi fisis dari
suatu zat. Selain itu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya titik leleh
suatu zat, yaitu (Chang, 2007):
1. Ukuran kristal Zat dengan ukuran kristal yang kasar akan
memperlambat proses pelelehan sehingga biasanya zat dengan ukuran kristal
kasar dihaluskan terlebih dahulu.
2. Banyaknya sampel Semakin banyak sampel yang kita gunakan, maka
semakin lama proses pelelehannya.
3. Pemanasan dalam kapiler Pemanasan pada saat percobaan harus
menggunakan api yang bertahan.

IV. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan adalah gelas kimia, batang pengaduk, termometer,
tabung reaksi, gelas ukur, timbangan analitik, pembakar bunsen, corong kaca, labu
erlenmeyer, corong Buchner, spatula, cawan porselen, kelm bundar, kasa asbes,
dan kaca arloji.
Bahan yang digunakan adalah aquadest, asam benzoat kotor, karbon/norit,
kamfer kotor, batu didih, air es, kertas saring.

V. Prosedur Percobaan
5.1 Kalibrasi Termometer
Tabung reaksi diisi dengan 10 mL aquadest, kemudian batu didih
dimasukkan. Tabung diklem tegak lurus lalu dipanaskan perlahan sampai
mendidih. Termometer diposisikan pada uap di atas permukaan air yang
mendidih tersebut. Untuk memeriksa titik didih yang sebenarnya dari air, harus
diperiksa tekanan barometer.

5.2 Kristalisasi Asam Benzoat dalam Air


2 gram asam benzoat kotor dimasukkan ke dalam gelas kimia 100 mL, lalu
dimasukkan sedikit demi sedikit pelarut (air) dalam keadaan panas sambil diaduk
sampai asam benzoat tepat larut. Setelah larut, ditambahkan sedikit berlebih
beberapa mL pelarut panas. Campuran dididihkan di atas kasa asbes
menggunakan pembakar Bunsen (api dinyalakan tidak terlalu besar). Campuran
panas ditambahkan dengan karbon sebanyak 0,25 gram, lalu dididihkan kembali
sampai warna diserap sempurna. Untuk menyaring pelarut digunakan alat suction
dan corong Buchner, seperti gambar:

Dalam keadaan panas, larutan dituangkan kedalam/atas corong secepat


mungkin. Apabila larutan menjadi dingin dan mengkristal maka pemanasan dan
penyaringan diulang sampai semua larutan tersaring. Biarkan filtrat mendingin di
udara terbuka, jika masih belum terbentuk kristal, erlenmeyer didinginkan dalam
air es, apabila masih belum terbentuk kristal menandakan larutan kurang jenuh
maka pelarut diuapkan. Jika semua kristal sudah terbentuk dan terpisah maka
dilakukan pemisahan seperti gambar di atas. Kristal dalam corong Buchner
dicuci dengan sedikit pelarut dingin. Kristal ditekan dengan spatula, sekering
mungkin. Setelah kering kristal ditimbang dan ditentukan rendemennya.
5.3 Sublimasi
1 g kamfer kotor ditempatkan dalam cawan porselen. Cawan dipasang di
atas klem bundar dan kasa asbes. Kaca arloji ditimbang. Kemudian cawan
ditutup dengan kaca arloji. Beberapa potong es diletakkan di bagian atas kaca
arloji (air dijaga agar tidak menganggu sublimasi). Pemanasan langsung dengan
api kecil dilakukan hingga kamfer menyublim sempurna. Kemudian kaca arjoli
dan kristal yang menempel ditimbang.

5.4 Uji Titik Leleh


Titik leleh dapat ditentukan dengan cara kapiler (Thiele atau melting
block) seperti pada gambar:

VI. Hasil Pengamatan dan Perhitungan


6.1 Kalibrasi Termometer
Skala pada termometer mencapai 88˚C dan setelah 10-15 detik tidak
mengalami kenaikan.

6.2 Kristalisasi Asam Benzoat dalam Air


Adapun hasil pengamatan kristalisasi asam benzoat sebagai berikut:
Berat kertas saring = 0,51 gram
Berat kertas saring + kristal = 2,51 gram
Berat kristal = (berat kertas saring + kertas) – (berat kertas saring)
= 2,51 gram – 0,51 gram = 2 gram
Berat awal = 2 gram asam benzoat + 0,25 gram karbon = 2,25 gram
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 2 𝑔𝑟𝑎𝑚
% rendemen = 𝑥 100% = 𝑥 100% = 88,89%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 2,25 𝑔𝑟𝑎𝑚

6.3 Sublimasi
Adapun hasil pengamatan sublimasi kamfer sebagai berikut:
Berat awal = 1,01 gram
Berat kaca arloji kosong = 35,98 gram
Berat kaca arloji + kamfer = 36,86 gram
Berat kristal = (berat kaca arloji + sampel) – (berat kaca arloji kosong)
= 36,86 gram – 35,98 gram = 0,88 gram
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 0,88 𝑔𝑟𝑎𝑚
% rendemen = 𝑥 100% = x 100 % = 87,13%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 1,01 𝑔𝑟𝑎𝑚

6.4 Uji Titik Leleh


Asam benzoat mulai mengalami pelelehan pada suhu 59˚C dan meleleh
keseluruhan pada suhu 120˚C.
Kamfer mulai mengalami pelelehan pada suhu 46˚C dan melelh
keseluruhan pada suhu 76˚C.

VII. Pembahasan
7.1 Kalibrasi Termometer
Kalibrasi termometer dilakukan supaya termometer yang akan digunakan
dapat dan layak dipakai sehingga pengukuran temperatur mendapatkan hasil yang
sesuai. Sebab, apabila tidak dilakukan kalibrasi, kita tidak akan tahu apakah
besaran suhu yang kita dapat itu akurat atau tidak, apalagi jika nilai suhu pada
trayek termometer menjadi faktor penting untuk percobaan yang selanjutnya,
misalnya mengukur titik didih senyawa pada destilasi sederhana dan bertingkat.
Adapun dalam pengkalibrasian termometer ada 2 cara, yaitu cara dingin
dan cara panas. Cara dingin dilakukan dengan cara mencelupkan termometer pada
campuran air-es yang diaduk homogen, adapun tujuan dari penambahan es untuk
menurunkan suhu mendekati suhu es tersebut. Seperti yang telah diketahui es
merupakan air yang berubah dari fasa cair ke fasa padat akibat penurunan suhu.
Es disini merupakan H2O padat sehingga titik bekunya 0˚C sesuai dengan trayek
suhu yang digunakan menggunakan skala celcius. Penambahan air dilakukan
karena dengan kondisi tersebut, mencelupkan termometer dapat dengan mudah
dilakukan dibandingkan dengan memasukkan termometer ke es padat.
Pengadukan bertujuan supaya suhu campuran homogen yaitu 0˚C. Setelah bagian
sensor termometer tercelup dan suhu tidak turun lagi selama 10-15 detik
didapatkan trayek suhu.
Sedangkan cara panas dilakukan dengan cara mengisi air sebanyak 10 mL
ke dalam tabung reaksi besar dan batu didih dimasukkan. Adapun batu didih
berperan dalam mempercepat pemanasan, sebab batu didih biasanya mudah
menyerap panas secara langsung dari bawah wadah yang dipanaskan sehingga
panas yang diserap diharapkan dapat menyebar ke seluruh wadah dan
mempercepat pemanasan/reaksi. Kemudian tabung diklem tegak lurus, karena
posisi tegak lurus akan membuat uap air bergerak lurus pula. Setelah itu tabung
dipanaskan dan termometer diposisikan diatas uap pada permukaan air mendidih
tersebut. Untuk menentukan titik didih air yang sebenarnya, wajib diketahui
tekanan barometer. Barometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
tekanan. Titik didih air akan terjadi saat tekanan uap jenuh cairan sama dengan
tekanan luar, sehingga tempat dilakukannya pemanasan air/tekanan suatu tempat
yang diukur dengan barometer sangat berpengaruh pada nilai titik didih (Wahyu,
2018). Pada percobaan ini skala pada termometer hanya mencapai suhu 88˚C.
Untuk dapat dikatakan termometer layak pakai atau tidak trayek skala seharusnya
menunjukkan angka kurang dari 3˚C.
Supaya termometer tidak menunjukkan hasil yang salah saat dikalibrasi,
maka diperlukan perawatan khusus. Misalnya dengan: memerhatikan permukaan
kaca termometer. Setelah dipakai, kaca dibersihkan dari kotoran atau endapan
yang mungkin menempel dengan kain, termometer disimpan setelah dipakai
dalam wadah penyimpanannya. Sebelum disimpan, sebaiknya termometer
didinginkan terlebih dahulu. Termometer diperiksa secara berkala, jangan sampai
terjadi anomali atau kerusakan pada termometer tersebut.
Adapun terjadi kesalahan dalam pengkalibrasian dapat mempengaruhi
pembacaan skala yang digunakan. Misalnya, perlakuan termometer yang salah
yaitu pada percobaan ini termometer terendam, seharusnya ujung termometer
harus diposisikan diatas uap permukaan air.
7.2 Kristalisasi Asam Benzoat dalam Air
Pada percobaan kristalisasi bertujuan untuk memurnikan asam benzoat
kotor. Asam benzoat merupakan bahan kimia yang digunakan untuk pengawet,
bentuk garam dari asam benzoat adalah natrium benzoat (Wati & Guntarti, 2012).
Dimana untuk mendapat asam benzoat yang tidak terkontaminasi atau murni
maka harus dilakukan proses kristalisasi. Selain dengan proses kristalisasi asam
benzoat dapat dimurnikan dengan uji titik leleh, penyaringan, dekantansi,
absorpsi, dan ekstraksi. Untuk semua metode sintesis, asam benzoat dapat
dimurnikan dengan cara rekristalisasi dari air, karena asam benzoat larut dengan
baik dalam air panas namun sukar dalam air dingin. Penghindaran penggunaan
pelarut organik untuk rekristalisasi membuat percobaan ini aman dan ekonomis.
Pelarut lainnya yang memungkinkan diantaranya meliputi asam asetat, benzena,
eter petrolium, dan campuran etanol dan air. Ada beberapa syarat agar suatu
pelarut dapat digunakan dalam proses kristalisasi yaitu memberikan perbedaan
daya larut yang cukup besar antara zat yang dimurnikan dengan zat pengotor,
tidak meninggalkan zat pengotor pada kristal, dan mudah dipisahkan dari
kristalnya. Air digunakan sebagai pelarut asam benzoat karena titik didih air lebih
rendah dari pada titik leleh asam benzoat yang sebesar 249 ˚C. Sesuai dengan
persyaratan sebagai pelarut yang sesuai yaitu titik didih pelarut harus rendah
untuk mempermudah proses pengeringan kristal yang terbentuk (Wati & Guntarti,
2012).
Hal yang pertama dilakukan adalah menimbang asam benzoat. Setelah 2
gram asam benzoat kotor dimasukkan dalam gelas kimia 100 mL, air panas
ditambahkan sedikit demi sedikit sampai asam benzoat tepat larut, bertujuan untuk
memecah struktur kristal asam benzoat. Kemudian campuran dididihkan di atas
kasa asbes dengan pembakar Bunsen dan ditambahkan 0,25 gram karbon,
penambahan karbon bertujuan untuk menyerap warna dari asam benzoat sehingga
akan berubah menjadi lebih putih. Karbon aktif merupakan senyawa karbon
amorph, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dan berhubungan
dengan struktur internal yang menyebabkan karbon aktif mempunyai sifat sebagai
adsorben. Karbon aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia
tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau volume pori-
pori dan luas permukaan. Daya serap karbon aktif sangat besar, yaitu, 25 - 100 %
terhadap berat karbon aktif (Arsad & Hamdi, 2010). Setelah dididihkan kemudian
disaring dengan kertas saring yang ukurannya sesuai dengan corong kaca agar
semua campuran tersaring. Setelah dituangkan dalam erlenmeyer kemudian
dibiarkan mendingin pada suhu kamar, sebaiknya sebelum dituang ke dalam
erlenmeyer, erlenmeyer harus di gores permukaan bagian dalamnya agar menjadi
tempat pelekatan bagi kristal asam benzoat. Terdapat 2 tahap kristalisasi larutan,
yaitu nukleasi/nucleation (pembentukkan inti kristal) dan pertumbuhan
kristal/crystal growth. Apabila belum terbentuk kristal, dapat direndam dalam air
es. Apabila masih belum terbentuk kristal, ini menandakan larutan kurang jenuh
maka pelarut harus diuapkan sebagian. Jika kristal sudah terbentuk maka
digunakan corong Buchner dan suction, alat ini memiliki keuntungan untuk
menyerap pelarut lebih cepat dibandingkan dengan hanya memanfaatkan gaya
gravitasi saja. Selanjutnya kristal dalam corong Buchner dicuci dengan sedikit
pelarut dan ditekan dengan spatula untuk mempercepat penghilangan pelarut (air).
Setelah itu, kristal ditebarkan pada kertas saring lebar dan ditekan untuk
menghilangkan sisa pelarut. Setelah ditimbang pada percobaan didapat berat
kristal sebesar 2 gram. Rendemen yang didapat sebesar 88,89%. Nilai ini
menunjukkan bahwa terdapat zat pengotor sebesar 100%-88,89%= 11,11%.
Adapun zat pengotor dapat berasal dari pelarut yang digunakan untuk membuat
asam benzoat. Pada skala industri, Asam benzoat diproduksi secara komersial
dengan oksidasi parsial toluena dengan oksigen. Proses ini dikatalisis oleh kobalt
ataupun mangan naftenat. Selain secara industri, asam benzoat dapat dibuat
dengan cara hidrolisis, dari benzaldehida, dari bromobenzena, dan dari benzil
alkohol (Perrin, 1988).
7.3 Sublimasi
Pada percobaan ini bertujuan untuk memurnikan kamfer dengan cara
sublimasi. Adapun prinsip pada percobaan ini yaitu pemurnian zat padat dengan
cara merubah langsung menjadi fasa gasnya tanpa melalui fasa cair dan kemudian
terkondensasi menjadi padatan kembali. Ini bisa terjadi apabila tekanan udara
pada zat tersebut terlalu rendah untuk mencegah molekul-molekul ini melepaskan
diri dari wujud padat. Sublimasi juga dapat diartikan sebagai metode pemisahan
campuran yang didasarkan pada campuran zat yang memiliki satu zat yang dapat
menyublim(perubahan wujud padat ke gas), sedangkan zat lainnya tidak dapat
menyublim. Misalnya, kamfer, kamfer diproduksi dari geranyl pyrophosphate,
melalui siklisasi linaloyl pyrophosphate menjadi bornyl pyrophosphate, diikuti
oleh hidrolisis menjadi borneol dan oksidasi menjadi kamfer (Mann et al, 1994).
Kamfer berguna untuk bahan baku plastik, pencegah hama dan pengawet (Ghosh,
2000).
Hal pertama yang dilakukan dalam percobaan yaitu menimbang 1 gram
kamfer kotor. Pada penimbangan didapat kamfer sebesar 1,01 gram. Kemudian
kamfer dimasukkan ke dalam cawan porselen lalu ditutup dengan kaca arloji dan
diletakkan es diatasnya. Es berperan untuk mendinginkan kamfer yang menguap
dan kemudian terkondensasi menjadi kristal yang menempel pada bagian bawah
kaca arloji. Setelah itu dipanaskan di atas kasa asbes, kasa asbes berperan untuk
menghantarkan panas dari pemanas Bunsen. Kemudian setelah semua kamfer
terkondensasi. Kristal ditimbang. Ada 2 cara untuk mendapat nilai bobot kristal,
yaitu dengan cara langsung dan tidak langsung. Cara langsung dilakukan dengan
menggerus kristal yang menempel pada kaca arloji kemudian ditimbang, namun
hasil ini dapat tidak akurat sebab dikhawatirkan masih ada kristal yang menempel
pada kaca arloji. Cara tidak langsung dengan cara menimbang wadah terlebih
dahulu, baik cawan porselen maupun kaca arloji. Pada percobaan ini,
penimbangan dilakukan dengan cara tidak langsung melalui penimbangan kaca
arloji bobot akhir campuran dikurang dengan bobot kaca arloji kosong didapat
bobot kristal yaitu 0,88 gram. Maka rendemen yang didapat sebesar 87,13%.
Maka terdapat zat pengotor sebesar 100%-87,13% = 12,87% yang dapat berasal
dari proses pembuatan kamfer maupun dari kontaminasi zat selama penyimpanan.
7.4 Uji Titik Leleh
Penentuan titik leleh dapat dikategorikan metode yang baik untuk
mengetahui kemurnian dari suatu sampel. Suatu senyawa murni biasanya
memiliki trayek titik leleh yang sempit yaitu kurang dari 2˚C (Tim Kimia
Organik, 2019). Zat pengotor dalam sampel akan mempengaruhi titik leleh
dengan cara menurunkan suhu titik leleh atau melebarkan trayek titik leleh
menjadi > 3˚C. Sehingga untuk menentukan apakah senyawa tersebut murni atau
tidak maka dibandingkan dengan titik leleh senyawa murninya.
Percobaan dilakukan dengan memasukkan sampel ke dalam pipa kapiler
hingga tingginya 0,5 cm agar mudah teramati karena menggunakan alat yang
bernama melting block, dimana dalam melting block ini terdapat celah dengan
diameter yang kecil sehingga apabila sampel terlalu banyak akan sulit diamati.
Kemudian pipa kapiler dan termometer dimasukkan ke dalam melting block.
Melting block merupakan alat untuk titik leleh 25-400˚C. Lalu melting block
dipanaskan.
Pada pengukuran titik leleh asam benzoat didapat suhu pada tetes pertama
yaitu 59˚C dan meleleh keseluruhan pada suhu 120˚C ini berarti rentang titik
lelehnya lebih dari 3˚C menandakan sampel tidak murni. Namun, sampel yang
dipakai merupakan hasil rekristalisasi yang telah dimurnikan seharusnya sampel
sudah dalam keadaan murni, sehingga terdapat faktor kesalahan dalam percobaan,
misalnya pengamatan suhu saat tetes pertama tidak akurat karena menurut
literatur (Harris, 2010) titik leleh asam benzoat sebesar 249 °C.
Pada pengukuran titik leleh kamfer didapat suhu pada tetes pertama yaitu
46˚C dan meleleh keseluruhan pada suhu 76˚C ini menandakan bahwa rentang
titik lelehnya lebih dari 3˚C menandakan sampel tidak murni. Namun, sampel
yang digunakan merupakan hasil dari sublimasi yang telah dimurnikan seharusnya
sampel sudah dalam keadaan murni. Menurut literatur (Harris, 2010) titik leleh
kamfer sebesar 175˚C.
VIII. Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan yang telah dilakukan adalah :
1. Termometer yang dikalibrasi tidak layak digunakan
2. Rendemen asam benzoat yang dikristalisasi didapat sebesar 88,89%
3. Rendemen kamfer yang disublimasi didapat sebesar 87,13%
4. Titik leleh asam benzoat adalah 59˚C dengan rentang titik leleh 59˚C-
120˚C. Titik leleh kamfer adalah 46˚C dengan rentang titik leleh 46˚C-
76˚C.

IX. Daftar Pustaka


Arsad, E., Hamdi, S. 2010. Teknologi Pengolahan Dan Pemanfaatan
Karbon Aktif Untuk Industri. Jurnal Riset Industri Hasil Hutan
Vol.2, No.2
Benedict, R.P. 1987. Fundamentals of Temperature, Pressure, and Flow
Measurements, 3rd ed
Chang, R. 2007. Chemstry Ed 9th. New York. McGraw-Hill.
Ghosh, G.K. 2000. Biopesticide and Integrated Pest Management. APH
Publishing.
Harris, Daniel (2010). Quantitative Chemical Analysis (8 ed.). New York:
W. H. Freeman and Company.
Hopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Fisika Analitik. Jakarta. Universitas
Indonesia
Laurence M. Harwood, Christopher J. Moody. 1989. Experimental
organic chemistry: Principles and Practice. Oxford. Blackwell
Scientific Publications
Mann JC, Hobbs JB, Banthorpe DV, Harborne JB. 1994. Natural
Products: Their Chemistry And Biological Significance. Harlow,
Essex, England: Longman Scientific & Technical.
Nocent M, Bertocchi L, Espitalier F. & al. 2001. Definition of a solvent
system for spherical crystallization of salbutamol sulfate by quasi-
emulsion solvent diffusion (QESD) method. Journal of
Pharmaceutical Sciences
Nusi DT, Danes VR, Moningka MEW. 2013. Pengukuran Menggunakan
Termometer Air Raksa dan Termometer Digital pada Penderita
Demam [skripsi]. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi.
Perrin, D.D., Armarego, W.L.F. 1988. Purification of Laboratory
Chemicals (edisi ke-3rd). Pergamon Press. hlm. 94
Potter PA, Perry AG . 1997. Fundamentals of nursing 6th ed. Missouri.
Mosby publications.
Pusnik I., Drnovsek J. 2005. Infrared ear thermometers-parameters
influencing their reading and accuracy. Physiol. Meas.
Tim Kimia Organik. 2019. Penuntun Praktikum Kimia Organik. Bandung.
Universitas Islam Bandung.
Wati, W.I., Guntarti, A. 2012. Penetapan Kadar Asam Benzoat dalam
Beberapa Merk Dagang Minuman Ringan Secara Spektrofotometri
Ultraviolet. Yogyakarta. Jurnal Ilmiah Kefarmasian, Vol. 2, No. 2
Zemansky, M.W, Dittman, R.H. 1986. Kalor dan Termodinamika terbitan
ke-6, Penerjemah Suroso. Bandung. Institut Teknologi Bandung.

Anda mungkin juga menyukai