Anda di halaman 1dari 11

KINERJA APARAT KELURAHAN DALAM

PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN
(Studi di Kelurahan Pinokalan Kecamatan Ranowulu Kota Bitung)

Oleh :

Allan R. G. Sumuweng

Abstrak

Kinerja pemerintah di masa sekarang sering mendapat sorotan dari


masyarakat terutama di tingkatan Kelurahan sebagai garda terdepan dalam
pelayanan kepada masyarakat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja pemerintah
kelurahan dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kelurahan Pinokalan
Kecamatan Ranowulu Kota Bitung, metode yang digunakan adalah penelitian
deskriptif dengan jenis data kualitatif, informan yang diambil dalam penelitian ini
adalah aparat kelurahan, dan tokoh masyarakat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja pemerintah kelurahan yang
diteliti melalui produktifitas kerja, masih belum menunjukkan hasil yang
maksimal, hal ini di tentutkan oleh sikap mental, kemampuan, dan semangat kerja
dari aparat pemerintah kelurahan yang masih membutuhkan peningkatan,
sehingga nantinya kinerja pemerintah kelurahan itu dapat maksimal, selain hal
tersebut perlunya partisipasi dari masyarakat untuk bersama-sama mengkritisi
kinerja pemerintah kelurahan terutama dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat.

Kata kunci: Kinerja, Pemerintah Kelurahan, Penyelengaraan Pemerintahan.

Pendahuluan
Pengaturan tentang kelurahan pada saat ini berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 73 tahun 2005 pasal 1 butir n, kelurahan adalah wilayah kerja
lurah sebagai perangkat daerah kabupaten atau daerah kota di bawah kecamatan.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka kelurahan tidak bisa terlepas dari
kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah kabupaten (termasuk
pembinaan dan pengawasan aparatnya). Begitu juga dengan pelaksanaan otonomi
daerah, kelurahan merupakan bagian dari pelaksanaan otonomi daerah itu sendiri.
Konsekuensi dari hal tersebut pemerintah kelurahan dituntut memiliki
kemampuan yang semakin tinggi untuk menjawab tantangan tugas yang semakin
berat. Karena itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan kemampuan pemerintah
kelurahan baik kemampuan dalam mengambil inisiatif, prakarsa, perencanaan,
pelaksanaan maupun pengawasan, sehingga akan memperoleh kinerja pemerintah
yang baik. Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah
kabupaten/kota di bawah kecamatan dan bertanggung jawab kepada camat.
Kelurahan mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan kewenangan pemerintahan
yang dilimpahkan oleh Camat serta melaksanakan tugas pemerintahan lainnya
sesuai ketentuan perundangan yang berlaku. Hubungan kerja kecamatan dengan
kelurahan bersifat hierarki. Pembentukan kelurahan ditujukan untuk
meningkatkan kemampuan penyelenggaraan pemerintahan kelurahan secara
berdayaguna, berhasil guna dan pelayanan terhadap masyarakat sesuai dengan
tingkat perkembangan dan kemajuan pembangunan.
Khusus di Kota Bitung, pengaturan tentang kelurahan yang merupakan
penjabaran dari Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang kelurahan,
adalah Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2008, dan Peraturan Walikota Bitung
nomor 11 tahun 2008 tentang petunjuk pelaksanaan pemerintah kelurahan, dimana
dalam pasal 1 bagian ketentuan umum disebutkan bahwa: tugas lurah adalah tugas
menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.)
Selain tugas sebagaimana dimaksud tersebut, Lurah melaksanakan urusan
pemerintahan yang dilimpahkan oleh Walikota yang disesuaikan dengan
kebutuhan kelurahan dengan memperhatikan prinsip efisiensi dan peningkatan
akuntabilitas. Selanjutnya Dalam melaksanakan tugas diatas, Lurah mempunyai
fungsi: pelaksanaan kegiatan pemerintahan kelurahan; pemberdayaan masyarakat;
pelayanan masyarakat; penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum;
pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum; dan pembinaan lembaga
kemasyarakatan. Dengan demikian berdasarkan peraturan tersebut, kinerja aparat
kelurahan dalam penelitian ini adalah kinerja dibidang pelaksanaan kegiatan
pemerintahan kelurahan, dan pelayanan pada masyarakat.
Kinerja Aparat secara umum dapat dipahami sebagai besarnya kontribusi
yang diberikan pegawai terhadap kemajuan dan perkembangan di lembaga tempat
dia bekerja. Dengan demikian diperlukan kinerja yang lebih intensif dan optimal
dari bagian organisasi demi optimalisasi bidang tugas yang di embannya. Kinerja
suatu organisasi sangat penting, oleh karena dengan adanya kinerja maka tingkat
pencapaian hasil akan terlihat sehingga akan dapat diketahui seberapa jauh pula
tugas yang telah dipukul melalui tugas dan wewenang yang diberikan dapat
dilaksanakan secara nyata dan maksimal. Kinerja organisasi yang telah
dilaksanakan dengan tingkat pencapaian tertentu tersebut seharusnya sesuai
dengan misi yang telah ditetapkan sebagai landasan untuk melakukan tugas yang
diemban. Dengan demikian kinerja merupakan tingkat pencapaian hasil.
Dalam rangka membangun kualitas kinerja pemerintahan yang efektif dan
efisien, diperlukan waktu untuk memikirkan bagaimana mencapai kesatuan
kerjasama sehingga mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat. Untuk itu,
diperlukan otonomi serta kebebasan dalam mengambil keputusan mengalokasikan
sumber daya, membuat pedoman pelayanan, anggaran, tujuan, serta target kinerja
yang jelas dan terukur. Kelurahan sebagai organisasi pemerintahan yang paling
dekat dan berhubungan langsung dengan masyarakat merupakan ujung tombak
keberhasilan pembangunan kota khususnya otonomi daerah, dimana kelurahan
akan terlibat langsung dalam perencanaan dan pengembalian pembangunan serta
pelayanan. Dikatakan sebagai ujung tombak karena kelurahan berhadapan
langsung dengan masyarakat, oleh karena itu kelurahan harus mampu menjadi
tempat bagi masyarakat untuk diselesaikan atau meneruskan aspirasi dan
keinginan tersebut kepada pihak yang berkompeten untuk ditindak lanjuti.
Disamping itu peran kelurahan di atas menjembatani program-program
pemerintah untuk di sosialisasikan kepada masyarakat sehingga dapat dipahami
dan didukung oleh masyarakat. Adapun yang berpengaruh dengan permasalahan
tersebut adalah dalam hal pemberian kesempatan meningkatkan kemampuan dan
pemberian wewenang secara proporsional sehingga dapat menentukan baik-
buruknya kinerja pemerintah kelurahan, khususnya Kelurahan Pinokalan. Karena
itu, kinerja aparat membutuhkan kemampuan dan motivasi baik dalam pencapaian
hasil pelaksanaan tugas maupun dalam usaha pemberian layanan yang berkualitas
kepada masyarakat.
Pada era reformasi sekarang ini, kinerja pemerintah mendapat sorotan
tajam dari masyarakat. Dengan adanya kebebasan dalam menyampaikan pendapat
(aspirasinya), banyak ditemukan kritikan yang pedas terhadap kinerja pemerintah,
khususnya pemerintah Kelurahan Pinokalan baik itu secara langsung (melalui
forum resmi atau bahkan demonstrasi) maupun secara tidak langsung (melalui
tulisan atau surat pembaca pada media massa). Kritikan tersebut tanpa terkecuali
mulai dari pemerintah pusat sampai ke pemerintahan terendah yaitu pemerintah
kelurahan. Dari penelitian selama ini, pelayanan yang diberikan pemerintah
Kelurahan Pinokalan Kecamatan Ranowulu terlihat masih adanya keluhan yang
disampaikan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini
terlihat dari masih rendahnya produktifitas kerja dan disiplin dari Aparatur Sipil
Negara (ASN) tersebut, serta masih kurangnya sarana kerja yang memadai.
Pelayanan yang berkualitas seringkali mengalami kesulitan untuk dapat dicapai
karena aparat tidak selalu memahami bagaimana cara memberikan pelayanan
yang baik, hal ini terjadi disebabkan oleh masih rendahnya kemampuan
profesional aparat dilihat dari latar belakang pendidikan dan etos kerja aparat
kelurahan serta kewenangan yang dimiliki oleh aparat yang bersangkutan.
Semakin kritis masyarakat terhadap tuntutan kualitas layanan menunjukkan
karakter masyarakat kita dewasa ini yang telah memiliki sikap mandiri, terbuka
dan mampu berdemokrasi.
Dalam melaksanakan kinerja, pihak pemerintah kelurahan harus terlebih
dahulu melihat semua faktor kemungkinan yang ada, baik itu kesempatan,
peluang maupun tantangan serta hambatan apa yang ada dalam era otonomi ini
serta penyelenggaraan pemerintahan haruslah pula menjawab serta memenuhi
kehendak pelanggan yaitu masyarakat di Kelurahan yang memerlukan pelayanan
secara optimal agar tercipta suatu keadaan yang menggambarkan good
governance di Kelurahan Pinokalan.
Kinerja aparat pemerintah kelurahan yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah berdasarkan pada teori yang dikemukakan oleh Bernandin & Russell
(1993:135) adalah catatan yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu
atau kegiatan selama periode waktu tertentu, dengan ukuran dan indikatornya:
Produktifitas kerja yang memiliki ukuran pokok di antaranya adalah:
1. Sikap Aparat, dimana dalam melaksanakan tugas pekerjaannya dapat dilihat
melalui kesediaan para Aparatur Sipil Negara untuk bekerja secara efektif dan
efisien.
2. Kemampuan, dimana aparatur memiliki skill dalam melaksanakan tanggung
jawab pekerjaannya.
3. Semangat kerja, yang dapat diartikan sebagai sikap mental para Aparatur
Sipil Negara dalam melaksanakan tugas-tugasnya, dimana sikap mental ini di
tunjukkan oleh adanya kegairahan dalam melaksanakan tugas.
Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan peneliti bahwa ketiga
indikator yang disebutkan tersebut masih menunjukkan adanya gejala yang lemah,
sehingga secara umum dapat diasumsikan sementara bahwa aparat kelurahan
pinokalang memiliki kinerja yang belum maksimal, namun asumsi awal ini masih
bersifat sementara dan perlu dikaji lebih mendalam melalui suatu penelitian
ilmiah yang menggunakan prinsip-prinsip akademik dalam pelaksanaannya, oleh
karena itu peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian tentang kinerja aparat
kelurahan dalam penyelenggaraan pemerintah di Kelurahan Pinokalang,
Kecamatan Ranowulu.
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian ini, maka rumusan
masalahnya adalah: Bagaimana kinerja aparat Pemerintah Kelurahan dalam
penyelenggaraan pemerintahan di Kelurahan Pinokalan Kecamatan Ranowulu
Kota Bitung? Sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk: mengetahui kinerja
pemerintah kelurahan dalam hal: Produktifitas kerja, yaitu sikap aparat,
kemampuan aparat dan semangat kerja, ketaatan aparat, yaitu tarif pelayanan,
ketepatan waktu, dan tata cara pelayanan, kedisiplinan, yaitu kehadiran aparat,
transparansi proses pelayanan, dan hasil pelayanan.

Metode Penelitian

Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif yaitu kualitatif. Pada
lazimnya suatu penulisan karya ilmiah, biasanya dengan suatu penelitan, hal ini
dipandang sangat panting karena tanpa suatu penelitian, data yang dikemukakan
akan sulit dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Fokus Penelitian
Untuk mengarahkan pengumpulan, pengolahan dan analisis data dalam
penelitian ini maka penelitian ini difokuskan pada:
1) Kinerja, yang merupakan tingkat keberhasilan dalam pencapain tujuan
terutama dalam penyelenggaraan pemerintahan. Kinerja Pegawai Kelurahan
diukur dengan menggunakan dua kelompok indikator yang terdiri dari :
 Produktifitas kerja yang memiliki ukuran pokok di antaranya :
1. Sikap aparat, dimana dalam melaksanakan tugas pekerjaannya dapat
dilihat melalui kesediaan para pegawai untuk bekerja secara efektif dan
efisien.
2. Kemampuan aparat yang merupakan hasil yang diperoleh dari pekerjaan
yang dilaksanakan oleh pegawai dalam melaksanakan tugas-tugasnya
sebagai abdi masyarakat dan abdi negara.
3. Semangat kerja, yang dapat diartikan sebagai sikap mental para pegawai
dalam melaksanakan tugas-tugasnya, dimana sikap mental ini di
tunjukkan oleh adanya kegairahan dalam melaksanakan tugas.
 Ketaatan aparat secara garis besar terdapat beberapa ukuran pokok yaitu
tarif pelayanan, ketepatan waktu, dan tata cara pelayanan
 kedisiplinan memiliki ukuran pokok yang harus ada yaitu kehadiran
aparat, transparansi proses pelayanan, dan hasil pelayanan.

Informan Penelitian
Seluruh Aparatur Sipil Negara Kelurahan Pinokalan yaitu :
 Lurah
 Staf Kelurahan Pinokalan
 Masyarakat Kelurahan Pinokalan (termasuk tokoh masyarakat) yang
telah terlayani

Jenis dan Sumber Data


Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi :
1) Data Primer, yakni data yang diperoleh langsung melalui penelitian
lapangan (wawancara) dan responden melalui kuesioner
2) Data Sekunder, yakni data yang diperoleh dari teknik dokumentasi
dengan memanfaatkan sumber-sumber yang berkaitan dan dapat
mendukung obyek yang akan di teliti.
Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan melalui beberapa teknik
sebagai berikut :
1) Studi Kepustakaan, yakni dengan mempelajari buku-buku literatur,
peraturan perundang-undangan dan dokumen-dokumen lainnya yang
ada hubungannya dengan penelitian ini.
2) Studi Lapangan, yaitu mengumpulkan data dan fakta empirik secara
langsung di lapangan guna mendapatkan data-data primer, melalui :
o Wawancara, yaitu melakukan tanya jawab kepada sasaran
penelitian untuk memperoleh data yang lebih akurat dari informan
dan responden melalui kuesioner.
o Pengamatan langsung (observasi), yaitu melakukan pengamatan
secara langsung kinerja aparat kelurahan serta faktor-faktor yang
mempengaruhi aparat kelurahan Danowudu di Kecamatan Bitung
Utara.

Analisa Data
Teknik Analisa Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah yaitu
metode Kualitatif untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan yang
telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang
berlaku untuk umum. Serta dalam penelitian ini diperoleh data kuantitatif seperti
angka-angka, semata-mata dimaksudkan untuk mengukur kontinuitas masalah.

Pembahasan
Di negara-negara berkembang termasuk Indonesia pada umumnya
birokrasi pemerintahannya cenderung sulit untuk berubah kearah yang lebih baik.
Birokrasi pemerintahannya masih berada posisi yang kurang atau tidak stabil dan
belum menemukan pola kerja yang baik. Berbagai penyakit birokrasi termasuk
korupsi cenderung sulit disembuhkan. Salah satu penyebabnya adalah karena
birokrasi pemerintahan sering digunakan sebagai alat perpanjangan kekuasaan
oleh para penguasa untuk mempertahankan kekuasaan secara tidak demokratis
dan merugikan masyarakat umum. Akibatnya, peran aparatur pemerintah yang
seharusnya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, yang mengutamakan
kepentingan negara dan masyarakat umum, cepat atau lambat berubah menjadi
pelayan partai atau kelompok yang berkuasa. Selanjutnya, birokrat cenderung
berperan sebagai yang dilayani sedangkan masyarakat sebagai yang melayani
dengan memberikan imbalan tertentu atas suatu jasa yang diberikan birokrat
tersebut.
Kondisi tersebut tidak saja terjadi pada aparatur pemerintah tingkat pusat
tetapi juga di daerah-daerah termasuk di kelurahan. Berbagai kebijaksanaan yang
dikeluarkan sering mengindikasikan keadaan tersebut. Misalnya, kebijakan di
bidang perdagangan dan industri serta proses tender proyek fisik disusun untuk
menguntungkan kelompok tertentu baik yang ada dalam birokrasi pemerintahan
maupun yang di luar tetapi punya kaitan erat dengan para pejabat birokrasi
pemerintahan. Pendekatan kekuasaan yang dilakukan oleh kelompok atau partai
yang berkuasa kepada birokrasi pemerintahan telah menularkan dan membentuk
birokrasi pemerintahan untuk menggunakan pendekatan yang sama dalam
berbagai kegiatannya baik di dalam kegiatan internal birokrasi dan terutama pada
kegiatan yang melibatkan masyarakat. Demikian kuasanya birokrasi sehingga
sikap aparatur pemerintah sering menjadi merasa paling tahu, paling mampu/bisa,
dan paling berkuasa. Ketiga sikap ini dapat dikatakan sudah menjadi “stempel
atau nilai“ para pegawai birokrasi pemerintahan, dan mencerminkan betapa
pendekatan kekuasaan telah dipakai oleh birokrasi. Padahal pendekatan kekuasaan
ini cenderung menghambat partisipasi masyarakat dan menghambat munculnya
berbagai inisiatif dan alternatif pemecahan permasalahan pembangunan di
berbagai sektor kehidupan. Selain itu, pendekatan kekuasaan membuat birokrasi
pemerintah kebal terhadap kritikan dan aturan hukum.
Penilaian kinerja birokrasi publik tidak cukup hanya dilakukan dengan
menggunakan indikator-indikator yang melekat pada birokrasi itu seperti efisiensi
dan efektivitias, tetapi harus dilihat juga dan indikator-indikator yang melekat
pada pengguna jasa, seperti kepuasan pengguna jasa, akuntabilitas, dan
responsivitas. Penilaian kinerja dan sisi pengguna jasa menjadi sangat penting
karena birokrasi publik seringkali memiliki kewenangan monopolis sehingga para
pengguna jasa tidak memiliki alternatif sumber pelayanan. Dalam pelayanan yang
diselenggarakan oleh pasar, yang pengguna jasa memiliki pilihan sumber
pelayanan, penggunaan pelayanan bisa mencerminkan kepuasan terhadap
memberi layanan. Dalam pelayanan oleh birokrasi publik, penggunaan pelayanan
oleh publik sering tidak ada hubungannya sama sekali dengan kepuasannya
terhadap pelayanan.
Sistem pemberian pelayanan yang baik dapat dilihat dan besarnya sumber
daya manusia yang dimiliki oleh birokrasi secara efektif didayagunakan untuk
melayani kepentingan pelayanan. Idealisnya, segenap kemampuan dan sumber
daya yang dimiliki oleh aparat birokrasi hanya dicurahkan atau dikonsentrasikat
untuk melayani kebutuhan dan kepentingan pengguna jasa. Kemampuan dan
sumber daya aparat birokrasi sangat diperlukan agar orientasi pada pelayanan
dapat dicapai. Aparat birokrasi yang ideal adalah aparat birokrasi yang tidak
dibebani oleh tugas-tugas kantor lain di luar tugas pelayanan kepada masyarakat.
Aparat pelayanan yang ideal juga seharusnya tidak memiliki kegiatan atau
pekerjaan lain seperti pekerjaan sambilan di luar pekerjaan kantor yang dapat
mengganggu tugas-tugas penyelenggaraan pelayanan. Kinerja pelayanan aparat
birokrasi akan dapat maksimal apabila bila semua waktu dan konsentrasi aparat
benar-benar tercurah untuk melayani masyarakat pengguna jasa.
Pemerintah terhadap birokrasi seringkali tidak ada hubungannya dengan
kinerja birokasinya. misalnya, dalam rnenentukan anggaran birokrasinya,
pemerintah sama sekali idak mengaitkan anggaran dengan kinerja birokrasi.
Anggaran birokrasi publik selama ini lebih didasarkan atas input, bukan output.
Anggaran yang ditcrima oleh sebuah birokrasi publik lebih ditentukan oleh
kebutuhan, bukan oleh hasil yangakan diberikan oleh birokrasi itu pada
masyarakatnya. Akibatnya, dorongan untuk mewujudkan hasil dan kinerja
cenderung rendah dalam kehidupan birokrasi publik. Karena anggaran sering
menjadi driving force dari perilaku birokrasi dan para pejabatnya, mengaitkan
anggaran yang diterima oleh sebuah birokrasi publik dengan hasil atau kinerja
bisa menjadi salah satu faktor yang mendorong perbaikan kinerja birokrasi publik.
Para pejabat birokrasi yang ingin memperoleh anggaran yang besar menjadi
terdorong untuk menunjukkan kmerja yang baik.
Faktor lain yang menyebabkan terbatasnya informasi mengenai kinerja
birokrasi publik adalah kompleksitas indikator kinerja yang biasanya digunakan
untuk mengukur kinerja birokrasi publik. Berbeda dengan swasta yang indikator
kinerjanya relatif sederhana dan tersedia di pasar, indikator kinerja birokrasi
sering sangat kompleks. Hal ini terjadi karena birokrasi publik memiliki
stakeholders yang sangat banyak dan memiliki kepentingan yang berbeda-beda.
Aparat birokrasi seringkali meninggalkan tugas pelayanan dan lebih
banyak menghabiskan waktu untuk tugas-tugas lain di luar tugas pelayanan.
Kondisi tersebut membuat pelayanan kepada masyarakat menjadi terganggu.
Masih seringnya aparat birokrasi meninggalkan tugas-tugas pelayanan kepada
masyarakat, erat kaitannya dengan adanya tugas-tugas tambahan yang dibebankan
oleh pimpinan kepada aparat pada tingkat bawah yang menjalankan tugas
pelayanan langsung kepada masyarakat. Hal tersebut sangat sering menimpa
aparat birokrasi di tingkat desa, kelurahan, atau kecamatan yang merupakan
tingkatan pemerintahan terendah yang langsung berhadapan dengan masyarakat.
Aparat pelayanan seringkali diperintahkan oleh pimpinan kantor desa atau
kecamatan untuk menghadiri kegiatan-kegiatan kemasyarakatan, seperti mewakili
camat atau lurah melayat warga yang meninggal dunia, ikut serta dalam kegiatan
posyandu, atau pertemuan rapat warga lainnya, yang dilakukan pada saat jam
pelayanan.
Kondisi pelayanan yang ideal di atas dalam realitasnya sangat sulit untuk
diwujudkan dalam birokrasi. Ketidakjelasan pembagian wewenang, inkonsistensi
pembagian kerja, serta sikap pimpinan kantor yang sewenang-wenang
memberikan tugas kepada aparat bawahan tanpa memperhitungkan aspek sifat
pekerjaan, urgensi pekerjaan, dan dampak pemberian tugas terhadap kualitas
pemberian pelayanan kepada masyarakat. Hal-hal tersebut merupakan beberapa
fakta penyebab sulitnya aparat birokrasi berkonsentrasi secara penuh pada tugas-
tugas pelayanan masyarakat. Penugasan aparat untuk dinas luar oleh pihak
pimpinan kantor pada saat jam pelayanan masih seringkali ditemukan di beberapa
kantor pelayanan baik di lingkungan kantor pelayanan desa, kecamatan, kantor
pertanahan maupun kantor pelayanan perizinan. Kegiatan dinas luar yang
seringkali dilakukan oleh aparat birokrasi adalah melakukan kegiatan peninjauan
suatu kegiatan atau membantu pekerjaan dan seksi lainnya. Banyak ditemukan
aparat pelayanan yang membantu tugas-tugas dari seksi atau bagian lainnya
sehingga tugas pokoknya menjadi terbengkalai, seperti seorang kepala seksi
pelayanan harus ikut dalam kegiatan penataan arsip, mengurusi surat menyurat,
menjaga dan menerima telepon kantor, atau bahkan penyelenggaraan pasar murah
atau sekaten. Tugas-tugas tersebut belum termasuk tugas-tugas untuk kepentingan
pribadi yang diberikan oleh pimpinan, seperti mengerjakan tugas-tugas kantor
yang seharusnya menjadi bagian tugas pimpinan, menemani tamu kantor atau
tamu pimpinan, menyampaikan suatu surat pembenitahuan ke kantor-kantor
kelurahan, atau mewakili camat keliling kecamatan untuk memantau dan
melakukan pembinaan kepada masyarakat. Pada akhirnya ketidakberadaan
petugas pelayanan menyebabkan pemberian pelayanan terhadap pengguna jasa
menjadi lambat sehingga kinerja pelayanan publik menjadi buruk.
Alasan yang seringkali dikemukakan oleh pimpinan kantor untuk
menugaskan aparat pelayanan mengerjakan tugas lain pada saat-saat jam
pelayanan adalah karena terbatasnya jumlah personil aparat pelayanan. Para
pimpinan kantor, sebagaimana yang seringkali diungkapkan oleh para aparat,
seringkali menggunakan alasan pokoknya siapa saja aparat yang dianggap
memiliki waktu luang, maka akan ditugaskan untuk dinas luar. Manajemen
pembagian tugas dan sebagian besar pimpinan birokrasi yang belum
mencerminkan gaya seorang manajer tersebut menjadikan pola pembagian tugas
dalam birokrasi antara urusan adimnistratif, tugas pimpinan, dan tugas pelayanan
menjadi bercampur. Pimpinan birokrasi seringkali belum dapat membedakan
antara tugas pnibadi pimpinan, tugas pimpinan kantor yang tidak dapat
diwakilkan kepada bawahan, dan tugas pelayanan masyarakat dan aparat
pelayanan sehingga seningkali menyebabkan tugas-tugas pelayanan kepada
masyarakat cenderung dapat dikalahkan oleh kepentingan pribadi pimpinan atau
tugas-tugas pimpinan lainnya.
Kecenderungan aparat birokrasi untuk menerima pemberian uang dan
masyarakat pengguna jasa tersebut disebabkan masih adanya budaya upeti dalam
sistem pelayanan publik di Indonesia. Budaya pelayanan yang dikembangkan
semenjak masa birokrasi kerajaan tersebut pada dasarnya menempatkan aparat
birokrasi sebagai pihak yang harus dilayani oleh masyarakat, pelayanan yang
harus dilakukan oleh masyarakat tersebut ialah dalam rangka memperoleh patron
di dalam birokrasi yang sewaktu-waktu dapat dipergunakan untuk membangun
akses ke birokrasi. Mekanisme pemberian hiaya ekstra dalam praktik pelayanan
birokrasi sesungguhnya memperlihatkan berbagai faktor yang sangat kompleks,
seperti menyangkut masalah kultur psikologis, sistem pelayanan, mekanisme
pengawasan, serta mentalitas aparat maupun pengguna jasa sendiri.
Praktik pelayanan dengan memberikan uang ekstra kepada aparat birokrasi
tersebut telah menjadi suatu kebiasaan umum di lingkungan birokrasi. Aparat
birokrasi menjadi terbiasa dalam budaya pelayanan yang mengharapkan adanya
pemberian uang dari masyarakat. Apabila dalam memberikan pelayanan pengguna
jasa tidak memberikan imbalan dalam bentuk uang ekstra tersebut, biasanya
aparat dalarn bekerja terkesan ogah-ogahan atau seenaknya sendiri. Sebaliknya,
semakin besar imbalan yang diberikan masyarakat pengguna jasa akan semakin
memacu motivasi keqa aparat dalam melayani masyarakat pengguna jasa tersebut.
Selain ditinjau dan segi biaya, efisensi pelayanan publik juga ditinjau dan segi
waktu pelayanan. Keluhan yang dialami oleh pengguna jasa menyangkut waktu
pelayanan adalah ketidakjelasan waktu pelayanan. Sebenarnya banyak pengguna
jasa yang tidak berkeberatan untuk membayar mahal kalau jelas perinciannya
untuk keperluan apa, dan berapa lama waktu yang diperlukan. Akan tetapi, waktu
yang diperlukan untuk mengurus pelayanan publik sangat tidak jelas. Urusan yang
sama sangat mungkin membutuhkan biaya dan waktu yang jauh berbeda.
Sesuai dengan hasil penelitian, lamanya pemberian pelayanan kepada
masyarakat pengguna disebabkan adanya kendala internal dan eksternal. Kendala
internal meliputi pealatan pendukung yang tidak memadai, kualitas SDM rendah,
dan koordinasi. Selain itu, faktor kualitas sumber daya manusia yang relatif
rendah semakin menghambat pemberian pelayanan kepada masyarakat. Kualitas
SDM yang rendah tersebut ditandai dengan ketidakmampuan petugas memberikan
solusi kepada warga atau yang lebih dikenal dengan melakukan tindakan diskresi.
Faktor rendahnya pendidikan para petugas pelayanan mempengaruhi pemikiran
mereka bahwa semua keputusan harus berasal dan atasan dan harus berpegang
teguh kepada juklak/juknis sehingga ketika seorang pengguna jasa memerlukan
pelayanan yang cepat, aparat tidak mampu memenuhinya karena harus menunggu
instruksi atasan terlebih dahulu. Hal ini menyebabkan pelayanan publik menjadi
memerlukan waktu pelayanan yang relatif lebih lama.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai kinerja aparat kelurahan dalam
penyelenggaraan pemerintahan seperti yang diuraikan pada bagian sebelumnya,
dapat disimpulkan bahwa kinerja aparat kelurahan pinokalan dalam
penyelenggaraan pemerintahan masih belum baik, hal ini dapat dijelaskan
melalui:
1) Produktifitas kerja aparat kelurahan yang dapat dilihat dari:
a. Sikap mental aparat yang belum menujukkan keramahan, rasa malu dan
membeda-bedakan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
b. Kemampuan aparat belum secara keseluruhan sama, artinya kemampuan
aparat kelurahan berbeda-beda antara aparat yang satu dengan yang
lainnya dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagai aparat
kelurahan.
c. Semangat Kerja yang dimiliki juga berbeda antar aparat yang satu
dengan yang lain, ada beberapa aparat yang semangat kerjanya dipicu
dengan pemberian uang/seller oleh masyarakat.
2) Ketaatan aparat terhadap peraturan belum sepenuhnya dilaksanakan oleh
aparat kelurahan pinokalan, hal ini dapat dilihat dari pemungutan jasa/tarif
pelayanan kepada masyarakat, masih lambatnya waktu pelayanan yang
diberikan, serta prosedur kerja yang masih belum jelas.
3) Kedisiplinan aparat Kelurahan Pinokalan masih belum cukup baik, hal ini
dapat dilihat dari kehadiran aparat kelurahan, transparansi proses pelayanan,
hasil pelayanan yang masih belum sesuai dengan keinginan masyarakat.
4) Tingkat pendidikan dan pengalaman kerja aparat yang masih belum
maksimal mengakibatkan masih kurang pahamnya aparat terhadap tugas
pokok dan fungsinya, serta belum memiliki pengetahuan dalam
menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi.

Saran
1) Perlunya peningkatan produktifitas kerja aparat kelurahan melalui
pendidikan dan pelatihan yang dilakukan sebagai upaya peningkatan
kemampuan aparatur sipil Negara, yang dilaksanakan oleh pemerintah kota
bitung, agar kinerja aparatur kelurahan dapat lebih ditingkatkan.
2) Perlunya upaya pengawasan yang jelas dan tegas dalam sistem kepegawaian
untuk mencegah dan menindaklanjuti terjadinya pelanggaran-pelanggaran
yang dilakukan oleh aparat dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
3) Perlu diupayakan peningkatan kesejahteraan aparat untuk memotivasi aparat
dalam meningkatkan kinerjanya, melalui pemberian reward bagi pegawai
yang berhasil/berprestasi dan punishment bagi aparat yang melakukan
pelanggaran, atau dengan kinerja rendah.
4) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya hendaknya pihak pemerintah
secara umum dan pihak pemerintah kelurahan secara khusus untuk lebih
menanamkan nilai-nilai professional, akuntabilitas, responsivitas,
responsibilitas pada pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Agus Dharma, 2003. Manajemen Supervisi, Rajawali Pers, Jakarta.


A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, 2005. Manajemen dan Motivasi, Balai
Pustaka, Jakarta
Bungin Burhan, Metode Penelitian Kualitatif, Rajawali Pers, Jakarta.
Edy Soepriady, 2001. Pemberdayaan Aparat Kelurahan, Program Pasca Sarjana.
Unpad, Bandung
Gibson, 2003. Perilaku Manajemen Organisasi, erlangga, Surabaya
Irawan, 2001. Manajemen Konflik. Salemba, Jakarta
John M.Ivancevich. Perilaku dan Manajemen Organisasi, Erlangga, Suarabaya
Prawirosentono, 1999. Bahasa Komphrehensif Strategi Pengambilan Keputusan,
Bumi Aksara
Rahardjo Adisasmita. 2001. Manajemen Pemerintahan Daerah, Graha Ilmu
Siagian S.P. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta
Sinungan, M., Produktivitas: Apa dan Bagaimana, Edisi Ke-2, Cetakan Ke-3,
Bumi Aksara, Jakarta, 1997.
Suradinata, E., Manajemen Sumber Daya Manusia: Suatu Tinjauan Wawasan
Masa Depan, Cetakan Pertama, Ramadan, Bandung, 1996.
Thoha, Miftah. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar Aplikasinya, Rajawali Press,
Jakarta
Veithzal Rivai, 2006. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Rajawali pers,
Jakarta
Widjaja. 2001 Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
Wibowo, 2005. Manajemen Kinerja, Rajawali Pers, Jakarta
Winardi, 2007. Manajemen Perilaku Organisasi, Rhineka Cipta, Jakarta

Sumber Lainnya :
Undang-Undang Nomor: 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telahdirubah Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2008.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 Tentang Kelurahan
Permendagri Nomor 31 Tahun 2006 tentang pembentukan, penghapusan, dan
penggabungan kelurahan
Permendagri Nomor 28 Tahun 2006 tentang perubahan status desa menjadi
kelurahan

Anda mungkin juga menyukai