Orde 1
1 y = 0.044x
0.9 R² = 0.457
0.8
0.7
0.6
0.5 - ln (ca/ca0)
0.4 Linear (- ln (ca/ca0))
0.3
0.2
0.1
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
17
Orde 2
140
y = 4.074x
120 R² = 0.407
100
80
1/Ca
60
Linear (1/Ca)
40
20
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Orde 1
0.7 y = 0.0316x + 0.5108
R² = 0.6
0.6
0.5
0.4
- ln (ca/ca0)
0.3
Linear (- ln (ca/ca0))
0.2
0.1
0
0 1 2 3
18
Orde 2
96
y = 2.7778x + 83.333
94 R² = 0.6
92
90
88
86 1/Ca
84 Linear (1/Ca)
82
80
78
76
0 1 2 3
19
Orde 1
0.9
0.8 y = -0.0023x + 0.6556
R² = 0.0022
0.7
0.6
0.5
- ln (ca/ca0)
0.4
Linear (- ln (ca/ca0))
0.3
0.2
0.1
0
0 1 2 3 4 5
Orde 2
140
80
1/Ca
60
Linear (1/Ca)
40
20
0
0 1 2 3 4 5
20
Variabel ketiga memiliki orde reaksi kedua. Hal ini juga telah sesuai dengan
referensi yang ada dimana reaksi Etil Asetat dan NaOH seperti berikut ini:
CH3COOC2H5 + NaOH CH3COONa + C2H5OH
Jika reaksi di atas adalah reaksi elementer, maka orde reaksinya adalah 2. Harga
orde reaksi dicari dari persamaan:
-ra = k[CH3COOC2H5][NaOH]
-ra = k[Ca][Cb] dimana [Ca] = [Cb]
-ra = k[Ca]2
Pada reaksi elementer, orde reaksi dicari dengan melihat pangkat konsentrasi
reaktan edangkan untuk reaksi non elementer, orde reaksi dicari melalui
perhitungan data hasil percobaan (Levenspiel, 1999). Perbedaan orde reaksi pada
variabel ketiga ini disebabkan pengadukan yang lebih cepat menyebabkan lebih
menumbuknya kedua reaktan sehingga reaksi berjalan sesuai referensi dari literatur
yaitu orde dua.
Dari tabel 4.4 diperoleh data harga k untuk variable 1, variable 2, dan
variable 3 masing-masing adalah 0,044; 0,031; -0,281. Harga k pada referensi
diperoleh 0,026. Harga k pada percobaan berbeda dengan harga k pada referensi
karena laju reaksi adalah sebuah variable yang bergantung pada konsentrasi dari
spesi yang bereaksi, suhu, ada tidaknya katalis, dan sifat dari reaktan itu sendiri
(Hein, 2011). Pada referensi etil asetat, NaOH, dan HCl yang digunakan
konsentrasinya adalah 0,02 M; 0,0209 M; 0,0178 M sedangkan pada praktikum
menggunakan etil asetat, NaOH, dan HCl dengan konsentrasi masing-masing
adalah 0,02 N; 0,02 N; 0,015 N. Hal ini mengakibatkan harga k pada percobaan
berbeda dengan harga k pada referensi. Penentuan kecepatan reaksi dapat
ditentukan dari atau kemiringan pada garis trendline masing- masing orde
reaksinya.
21
4.3 Pengaruh Pengadukan terhadap Laju Reaksi
Dari tabel 4.4, diperoleh data harga k untuk variable 1 (tanpa pengadukan),
variable 2 (pengadukan sedang), dan variable 3 (pengadukan cepat) masing-masing
adalah 0,044; 0,031; -0,281. Dapat dilihat bahwa semakin cepat larutan dalam
reaktor maka semakin rendah nilai konstanta kecepatan reaksinya, dimana nilai k
akan sebanding dengan kecepatan reaksinya. Hal ini tidak sesuai dengan hukum
Arrhenius dimana nilai k berbanding lurus dengan faktor pengadukan. Hal ini bisa
terjadi karena reaksi bersifat eksotermis atau melepaskan panas. Dengan adanya
pengadukan yang semakin cepat, suhu baik sistem maupun lingkungan akan
bertambah, sehingga pelepasan panas yang dibutuhkan reaksi berjalan kurang
optimal, sehingga kondisi yang lebih baik dalam praktikum adalah tanpa
pengadukan pada suhu dan tekanan kamar. Nilai k pada variabel 3 bernilai negatif
karena adanya penurunan konversi pada menit ketiga penyabunan etil asetat dengan
NaOH dengan pengadukan cepat. Penurunan konversi pada menit ketiga ini
dikarenakan sifat reaksi penyabunan eksotermis, namun dengan adanya
pengadukan yang cepat dan menambah panas ke dalam sistem, maka
kesetimbangan bergeser kearah kiri atau reaktan.
Variabel 1
0.0140
0.0120
0.0100
0.0080
Ca
0.0060 Ca
0.0040 Ca Model
0.0020
0.0000
0 1 2 3 4 5 6 7
t (menit)
22
Variabel 2
0.0135
0.0130
0.0125
Ca
0.0120
Ca
0.0115
Ca model
0.0110
0.0105
0 1 2 3 4 5 6 7
t (menit)
Variabel 3
0.0140
0.0120
0.0100
0.0080
Ca
0.0060 Ca
0.0040 Ca Model
0.0020
0.0000
1 2 3 4 5 6
t (menit)
23
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Reaksi dalam percobaan adalah reaksi orde satu pada variabel tanpa pengadukan
dan pengadukan sedang serta reaksi orde dua pada variabel pengadukan cepat.
Perbedaan orde pada variabel ketiga disebabkan adanya pengadukan yang
menyebabkan meningkatkan tumbukan antar partikel reaktan.
2. Nilai k pada hasil percobaan berbeda dengan referensi karena laju reaksi bergantung
pada spesi, suhu, dan sifat reaktan.
3. Semakin kecepatan pengadukan dalam reaktor maka semakin rendah nilai konstanta
kecepatan reaksinya.
4. Pendekatan dengan metode Runge-Kutta merupakan pendekatan yang cocok untuk
mencari persamaan laju reaksi.
5.2 Saran
1. Pastikan keran berfungsi dengan baik sehingga pengaturan debit dapat berjalan
lancar
2. Pengukuran tinggi reaktor perlu dilakukan dengan sangat teliti
3. Usahakan menyediakan erlenmeyer yang banyak sehingga cukup untuk menampung
larutan yang akan dititrasi
4. Pastikan pengaduk tidak bersentuhan dengan dinding reaktor
24
DAFTAR PUSTAKA
Abu Khalaf, A.M., 1994, Chemical Engineering Education. Mc. Graw Hill Book Ltd.,
New York.
Charles, E. R, Harold, SM and Thomas K.S., 1987, Applied Mathematics in
ChemicalEngineering 2nd ed., Mc. Graw Hill Book Ltd., New York.
Hill, G.C., 1977, An Introduction to Chemical Engineering Kinetika and Reactor Design
1sted, John Willey, New York, N.Y.
Levenspiel. O., 1999, Chemical Reaction Engineering 3rded, Mc. Graw Hill Book
Kogakusha Ltd, Tokyo
Suparno, Supriyanto. 2006. Komputasi untuk Sains dan Teknik Menggunakan Matlab.
Jakarta: Departemen Fisika Fakultas MIPA Universitas Indonesia
25
A-2