Anda di halaman 1dari 16

Angle recess glaukoma

GLUKOMA ANGLE RECESS

I. PENDAHULUAN
Glaukoma merupakan penyakit neurodegeneratif pada saraf optik yang
ditandai dengan kematian progresif dari sel ganglion retina dan dapat menyebabkan
kebutaan. Penyebabnya tidak lagi karena adanya faktor resiko utama yaitu
peningkatan tekanan intraokuler namun penelitian-penelitian terakhir menyatakan
bahwa penyebab glaukoma merupakan proses multifaktor dan menyeluruh. 1, 2

Gambar 1. Gambaran segmen anterior pada penyakit glaukoma 3

Angle-recess glaukoma diklasifikasikan sebagai jenis glaukoma sudut


terbuka sekunder pasca terjadinya suatu trauma pada mata atau biasa disebut
sebagai glaukoma traumatik. Glaukoma traumatik merujuk kepada sekelompok
heterogen kelainan okuler yang terjadi setelah terjadinya trauma. Akibat terjadinya
trauma tersebut, terjadi berbagai mekanisme yang menyebabkan terjadinya elevasi
dari tekanan intra okuler(TIO) dan meningkatkan resiko terjadinya kerusakan pada
Nervus Optik. 4, 5
Tekanan bola mata diukur dan dinilai dalam satuan millimeter mercury
(mmHg). Tekanan bola mata normalnya berkisar antara 10-20 mmHg. Tekanan bola
mata diatas 20mmhg dapat meningkatkan resiko berkembangnya glaukoma.
Tekanan bola mata disebabkan oleh ketidak seimbangan produksi dan drainase dari
humour aquous. Channel-channel yang normalnya menyalurkan cairan dari dalam
dari dalam bola mata tidak berfungsi sebagaimana mustinya atau tersumbat. 6, 7

Gambar 2. Pelebaran Iregular korpus siliaris di satu kuadran yang mengalami angle
recess6
Angle recess pada mata, dengan atau tanpa disertai glaukoma, merupakan
sekuel yang paling sering terjadi akibat trauma tumpul pada mata. Ciri khas dari
angle recess ini adanya celah yang bervariasi antara serabut sirkuler muskulus
siliaris dan serabut longitudinal muskulus siliaris. Insiden peningkatan tekanan
intraokuler berhubungan erat dengan luas sudut yang terlibat, biasanya melibatkan
180o – 270 osudut trabekular meshwork. 3, 4, 6
Sekalipun Glaukoma angle recess ini jarang ditemukan, kemungkinan
keadaan ini seringkali tidak terdeteksi karena onsetnya yang cenderung terlambat.
Karena jangka waktu terjadinya trauma sudah lama, sehingga riwayat trauma yang
pernah terjadi pada mata tersebut sering terlupakan. 3, 4, 6

a. b.
c.
Gambar 3. a. b. & c. Hifema dan angle recess post traumatik 8
Pada mata dengan angle recess, sangat sedikit yang kemudian berkembang
menjadi glaukoma (20%). Pada angle recess yang disertai dengan glaukoma,
onsetnya sangatlah bervariasi, dari segera setelah terjadinya trauma sampai
berbulan bahkan bertahun-tahun setelah terjadinya trauma. Resiko berkembangnya
angle recess untuk menjadi glaukoma berbanding lurus dengan luasnya angle
recess pada mata tersebut. Namun adanya angle recess pada mata itu sendiri tidak
dapat dijadikan predictor untuk terjadinya penyakit glaukoma. 6

Treacher Collins pertama kali melaporkan hasil penelitiannya mengenai


deformitas sudut postcontusional pada pemeriksaan makroskopis bola mata yang
dienukleasi pada 1982. Pada tahun 1944. D'Ombrain meneliti hubungan antara
trauma okuler dan glaukoma unilateral kronik, dan menunjukkan adanya kelainan
pada daerah trabekular meshwork sebagai penyebab khusus. Teori ini diperkuat
oleh temuan histologis klasik mengenai angle recess yang dipublikasikan pada
tahun 1962 oleh Wolf and Zimmerman, dan sejumlah peneliti yang mengkonfirmasi
hubungan antara glaukoma dengan abnormalitas angle traumatik. 6

II. PREVALENSI DAN INSIDEN


Di Amerika Serikat, terjadi lebih dari 1 juta kejadian trauma pada mata setiap
tahunnya, dimana 60% diantaranya merupakan trauma tumpul pada mata.
Sekalipun trauma yang terjadi biasanya hanya pada satu mata, namun insiden
trauma pada kedua mata didapatkan sebanyak 27%.4, 6
Pada penelitian yang dilakukan di Inggris dilaporkan :
 Pada tahun 1998, angka kejadian trauma pada mata yang terjadi adalah sebanyak
9,75 mata dari setiap 1000 orang penduduk dewasa setiap tahunnya berdasarkan
pada laporan perindividu.
 Pada tahun 1990, diperkiraan jumlah anak-anak yang mengalami trauma pada mata
dan dirawat inap dilaporkan sebanyak 15,2 mata dari setiap 100.000 anak pada
setiap tahunnya.
 Trauma pada mata akibat kecelakaan kerja adalah sebanyak 13-18% dari total
kasus trauma pada mata.
 Trauma mata yang terjadi di rumah(trauma domestik) adalah sebanyak 27-31% dari
keseluruhan kasus trauma pada mata 4, 6

Angle recess merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi setelah
trauma pada mata. Insiden pasti di AS belum pernah dilaporkan, namun didapatkan
pada sekitar 20-94% dari mata yang mengalami trauma tumpul.
 Angle recess yang terjadi setelah adanya hifema traumatik adalah sebanyak 71-
100% kasus trauma.
 Pada tahun 1987 pemeriksaan rutin (asimptomatik) pada petinju didapatkan angle
recess sebanyak 19% dari jumlah penderita yang diperiksa, dimana 8% diantaranya
merupakan terjadi secara bilateral. 4, 6

Hasil penelitian pada penderita usia diatas 40 tahun di Australia melaporkan


bahwa angka kejadian trauma mata secara kumulatif adalah sebanyak 21,1%(dari
apa?). Pada pria angka kejadian di daerah terpencil lebih tinggi daripada yang terjadi
didaerah perkotaan(42,1% vs 30,5%), dimana angka kejadian trauma mata akibat
kecelakaan kerja sejumlah 60%, dan kecelakaan rumah tangga 24%, bertentangan
dengan hasil penelitian yang didapatkan di AS. Sementara hasil penelitian di Nigeria,
Scotlandia dan Israel melaporkan hasil yang serupa dengan AS.6

Pada tahun 1996, suatu penelitian melaporkan bahwa insiden kumulatif


trauma mata yang berat adalah sekitar 8 dari 100.000 kasus. Dimana diantara kasus
tersebut, 13% diantaranya mengakibatkan visus yang buruk, dan 10,7% menjadi
buta. Pada tahun 1999, satu penelitian melaporkan bahwa trauma pada mata terjadi
pada + 55% trauma fasialis dan 16% dari keseluruhan kasus trauma yang masuk ke
unit gawat darurat. 4, 6
Pada Keadaan Angle recess glaukoma, tidak ditemukan perbedaan
bermakna pengaruh dari perbedaan Ras. Namun secara umum resiko menderita
glaukoma jenis apapun lebih tinggi ditemukan pada ras Afrika-Amerika, khususnya
jenis Glaukoma Primer Sudut Terbuka. Hal ini sebanding lurus dengan hasil
penelitian-penelitian lain yang melaporkan bahwa angka kejadian trauma pada mata
lebih tinggi ditemukan pada ras afrika-amerika dibandingkan dengan ras Hispanic. 6

Untuk perbedaan jenis kelamin, berbanding lurus dengan angka kejadian


trauma mata yaitu dengan angka kejadian trauma mata dan glaukoma angle recess
yang lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan wanita. Belum pernah ada penelitian
yang melaporkan data yang pasti mengenai pengaruh usia pada penyakit ini. 4, 6

Sementara di Indonesia, serupa dengan prevalensi kebutaan akibat penyakit


glaukoma didunia, Glaukoma merupakan penyebab kebutaan terbanyak kedua
setelah katarak. Berdasarkan survei kesehatan indera tahun 1993-1996
menunjukkan 1,5 juta penduduk Indonesia mengalami kebutaan yang disebabkan
katarak 52%, glaukoma 13,4%, kelainan refraksi 9,5%, gangguan retina 8.5%,
kelainan kornea 8,4%, dan penyakit mata lainnya. 3

III. ETIOLOGI
Pada Angle recess, trauma tumpul pada mata mengakibatkan robekan korpus
siliaris antara otot sirkuler dengan otot longitudinalnya. Umumnya pada onset dini
pasca trauma dapat disertai adanya hifema.
Etiologi dari kenaikan Tekanan Intra Okuler pada Angle recess traumatik
masih merupakan kontroversi. Satu teori melibatkan kerusakan traumatik langsung
pada jaringan trabekular meshwork. Teori lain berpendapat bahwa materi partikuler
kecil seperti pigmen dan hemosiderin yang dihasilkan segera setelah terjadinya
trauma, menyebabkan terjadinya kerusakan pada trabekular meshwork yang
menyebabkan fibrosis yang mengakibatkan peningkatan resistensi terhadap filtrasi
humour aquous. Namun beberapa penelitian lain menunjukkan adanya migrasi dan
proliferasi sel-sel endotel ke trabekular meshwork sebagai respons terhadap trauma,
membentuk Descemet's-like membrane yang menghambat filtrasi. 9
Banyak kejadian dan benda yang dapat menyebabkan terjadinya trauma
tumpul yang dapat berkembang menjadi glaukoma angle recess, antara lain :
 Benturan Airbag pada kecelakaan lalu lintas (KLL)
 Terkena lemparan/benturan batu
 Terkena lemparan bola
 Benturan pada setir mobil saat KLL
 Penyebab paling umum adalah cedera olahraga, seperti baseball atau tinju.
 Jatuh
 Terkena pukulan pada perkelahian, dll. 6, 9
Terdapat beberapa faktor prediktor penting berkembangnya suatu glaukoma
pada keadaan angle recess :
 Angle recess jarang berkembang menjadi glaukoma apabila keterlibatan iris atau
kuadran angle recess-nya kurang dari 180o
 Angle recess yang melibatkan iris atau kuadran angle recess sebanyak lebih dari
180o dihubungkan dengan insiden glaukoma sebanyak 4-9%
 Angle recess yang melibatkan iris atau kuadran angle recess sebanyak lebih dari
240o memiliki resiko terjadinya glaukoma yang sangat tinggi. 6

IV. TANDA DAN GEJALA KLINIS


Glaukoma Angle recess dapat terjadi pada pasien dengan berbagai usia.
Pada trauma mata anamnesis harus mencakup perkiraan ketajaman penglihatan
sebelum dan segera sesudah cedera. Harus dicatat apakah gangguan penglihatan
bersifat progresif lambat atau berawitan mendadak. 4, 6
Sekalipun trauma oculus nonperforans dapat mengakibatkan terjadinya angle
recess, penderita seringkali lupa mengenai detail terjadinya trauma setelah
bertahun-tahun waktu berlalu, sehingga penyakit ini dapat berjalan secara
asimptomatis sehingga sulit terdiagnosa. 4, 6
Sebagai tambahan, penderita dengan angle recess glaukoma, seperti
penderita-penderita dengan bentuk lain glaukoma, dapat muncul tanpa adanya
keluhan visus atau gangguan mata lainnya. Gambaran Klinis pada penyakit ini
antara lain: 4, 6

 Pada fase akut setelah trauma, onset glaukoma dapat terjadi dan
dihubungkan dengan kemungkinan munculnya uveitis atau hifema dan
iridodialisis pada kasus yang lebih berat.

 Tekanan intraokuler dapat tetap normal sampai bertahun-tahun atau


berdekade sebelum ada peningkatan tekanan intraokuler
 Temuan lain yang dapat ditemukan antara lain adalah edem kornea, robekan
sphincter papillae, subluksasi lensa, atau hifema. 4, 6

Keadaan-keadaan lain yang dihubungkan dengan adanya suatu angle recess


salah satunya adalah katarak unilateral pada usia muda sampai dewasa muda dapat
meningkatkan kecurigaan terhadap adanya riwayat trauma sebelumnya, walaupun
hasil anamnesis yang didapatkan negatif. Meskipun telah dianamnesis, beberapa
pasien kemungkinan tidak menyampaikan adanya riwayat apapun mengenai trauma.
Namun kurangnya informasi mengenai riwayat trauma sebelumnya tidak dapat
menyingkirkan kemungkinan adanya angle recess. 4

Gambar 4. celah antara serabut sirkuler dan serabut longitudinal musculus siliaris 6

Pada pemeriksaan Gonioskopi umumnya ditemukan pendangkalan angle


recess, dan gambaran jaringan grey area (corpus siliaris) di bagian posterior dari
skleral spur. 6

V. PEMERIKSAAN
Sebaiknya angle recess dapat dideteksi secara dini, sebelum berkembang
menjadi glaukoma angle recess. Sehingga terjadinya berbagai komplikasi glaukoma
dapat dicegah. Hasil pemeriksaan visus dan evaluasi keadaan segmen anterior dan
posterior bola mata dicatat dan berguna untuk mengevaluasi kemungkinan
berkembangnya angle recess menjadi glaukoma angle recess diwaktu yang akan
datang. Beberapa pemeriksaan lain yang diperlukan antara lain : 2, 4, 6

A. Pemeriksaan Lapangan Pandang :


Pemeriksaan ini penting untuk mendeteksi dan mengevaluasi perkembangan
angle recess menjadi glaukoma. Defek lapangan pandang umumnya tidak disadari
oleh penderita sampai kerusakan pada serabut saraf nervus optik mencapai lebih
dari 40%.
Tes lapangan pandang perlu diulangi kembali secara rutin. Apabila terdapat
resiko rendah berkembang menjadi glaukoma, pemeriksaan ini dapat diulangi setiap
setahun sekali. Apabila terdapat resiko tinggi berkembang menjadi glaukoma,
pemeriksaan ini dapat dilakukan setiap dua bulan sekali. 4

B. Tonometri :
Pemeriksaan tonometri dilakukan untuk mengukur Tekanan Intra Okuler(TIO).
Peningkatan tekanan intra okuler pada satu mata merupakan hal yang perlu
diperhatikan pada glaukoma angle recess.
 TIO yang tinggi segera(dalam beberapa bulan) setelah terjadinya trauma
mengindikasikan adanya defek yang luas dan memberikan prognosis yang lebih
jelek.
 Pengukuran dilakukan pada kedua mata minimal dalam 2-3 kali kunjungan, karena
TIO barvariasi pada jam-jam tertentu pada masing-masing individu. Pengukuran
dapat dilakukan diwaktu yang berbeda pada hari yang sama, misalnya pagi dan
malam hari.
 Perbedaan tekanan pada kedua mata yang lebih dari 3 mmHg menguatkan
diagnosa glaukoma. 4, 6, 10

C. Gonioskopi :
Pemeriksaan gonioskopi merupakan pemeriksaan yang paling penting dalam
penegakan diagnosa angle recess glaukoma, Pada pemeriksaan Gonioskopi
umumnya ditemukan gambaran :
 Gambaran pelebaran cilliary body band

 Penonjolan processus Ciliaris

 Dislokasi Iris Posterior


Gambar 5. Pemeriksaan gonioskopi angle recess traumatik menunjukkan adanya
pelebaran irregular korpus siliaris 6
 Terkadang gonioskopi sulit atau bahkan tidak mungkin dilakukan pada mata
yang terkena trauma akibat adanya edema kornea, sikatriks kornea, hifema,
sinekia atau kekeruhan lainnya. Dalam keadaan tersebut, ultrasound
biomicroscope frekuensi tinggi merupakan alat penunjang diagnostik yang
efektif untuk mengevaluasi abnormalitas dari sudut bilik mata depan . 10,11, 12

D. Ultrasound Bio Microscope dan Optical Coherence Tomography : 13, 14

 UBM dan OCT memberikan gambaran detail struktur segmen anterior tanpa
mengintervensi aliran humour aquous.

 Ultrasound biomicroscopy (UBM) menghasilkan gambar axial beresolusi


tinggi dari segmen anterior bulbus oculi, menyediakan tampakan cross-
sectional dari sudut in vivo yang hampir sama dengan bagian histologi.
Prosedur non-invasif ini dapat dilakukan di klinik pada bulbus oculi yang intak
dan menyediakan informasi yang tidak dapat diperoleh dari pemeriksaan
biasa.

 UBM system menggunakan frekuensi 35-80 MHz, lebih detail dibanding USG
A/B scan yang menggunakan frekuensi 10 MHz

 UBM dan OCT sama-sama merupakan alat bantu yang sangat bermanfaat dalam
penegakan diagnosa dan perencanaan terapi pembedahan glaukoma seperti
evaluasi bleb pasca trabekulektomi, skleretomi, dan kanaloplasty

 Keuntungan UBM dibandingkan OCT adalah karena dapat memberikan gambaran


yang lebih baik pada media yang opak sekalipun dan dapat secara baik memberikan
gambaran corpus siliaris, vitreus anterior, bilik mata belakang dan keadaan zonulla
zini.

Gambar 6. (A) Ultrasound biomicroscopy and (B) optical coherence


tomography glaukoma angle recess pada pasien dengan riwayat trauma (pria,
45 tahun). (penekanan segmen anterior dengan UBM memungkinkan
visualisasi kapsul lensa polsterior denganlebih baik) 13

 Defisiensi zonular dan angle recess adalah penemuan UBM yang paling
sering ditemukan dalam Trauma oculus non perforans

Gambar 7. Gambaran OCT bleb filter pada pasien pasca trabekulektomi pada
mata kanan(A) dan kiri(B). (pria, 89thn). Nampak sudut iridukorneal yang
menyempit dan gambaran celah kistik pada mata kanan 13

 Temuan ultrasound biomicroscopy yang merupakan sudut yang lebih lebar dan
tidak adanya cyclodialysis telah dilaporkan menjadi predictor yang signifikan untuk
perkembangan glaukoma traumatik pada mata dengan trauma oculus non perforans.

 Sementara keuntungan OCT dibandingkan UBM terletak pada hasil resolusi yang
lebih tinggi, hingga memberikan detail gambar lebih baik, waktu scan yang
dibutuhkan lebih singkat, dan sistem nonkontak yang memungkinkan dapat
dilakukan dengan segera pasca operasi.
 Pemeriksan dengan menggunakan OCT menguntungkan, karena tidak perlu ada
kontak fisik dengan mata yang mengalami trauma

E. Gambaran Radiologi :

 Diagnosis angle recess dipastikan saat pemeriksaan klinis.

 Biasanya, imaging hanya diperlukan untuk mengevaluasi komorbiditas akibat


trauma.

 Terkadang CT scan orbita diperlukan untuk mengevaluasi fraktur orbita atau


benda asing lainnya.

 Emergency neuroimaging dapat diindikasikan setelah trauma kepala berat. 6


F. Foto Fundus :
Foto fundus dapat diambil untuk mengevaluasi segmen posterior bola mata
terutama papil nervus optik dan untuk menjadi pembanding pada waktu evaluasi
berikutnya. 4, 6

VI. DIFFERENSIAL DIAGNOSIS

 Glaukoma sudut tertutup akut

 Glaukoma sudut tertutup kronik

 Lens Induced Glaukoma

 Glaukoma Neovaskular

 Glaukoma Fakolitik

 Pigmentary Glaukoma

 Glaukoma primer sudut terbuka

 Glaukoma Pseudoexfoliation

 Uveitis Glaukoma 4, 6

VII. PENATALAKSANAN
Kerusakan pada sel ganglion retina pada penyakit glaukoma bersifat
ireversibel, sehingga prinsip penanganan glaukoma adalah mendeteksi penyakit
sesegera mungkin, dan memberikan penanganan yang lebih cepat sehingga dapat
mencegah atau memperlambat kerusakan permanen yang dapat terjadi. Alasan lain
yang membuat pentingnya deteksi awal glaukoma adalah bahwa penyakit ini bersifat
asimptomatik, kadang tanpa nyeri dan menyerang pada penglihatan perifer yang
tidak disadari oleh penderitanya yang mempersulit untuk ditegakkan diagnosa lebih
awal. 2, 6, 13

Kapan waktu yang tepat untuk pemberian terapi medikamentosa pada


penderita Angle recess Glaukoma bergantung kepada beberapa hal, antara lain
seberapa parahnya cedera yang terjadi dan bagaimana perawatan dan terapi pada
mata yang mengalami cedera dan respon klinis yang berbeda-beda saat
penyembuhan berlangsung. Mata yang normotensif dengan angle recess lebih dari
180° harus diperiksa secara rutin untuk memonitor kemungkinan berkembangnya
menjadi glaukoma angle recess. 6
Tujuan utama dari terapi medikamentosa yang dilakukan adalah
pengurangan TIO. Pengobatan harus digunakan untuk jangka panjang. TIO harus
diawasi kapanpun saat pengobatan dihentikan atau diubah, dan jika diperlukan
dapat dimulai kembali dari awal. Terapi medikasi biasanya dimulai apabila TIO lebih
dari 25 mmHg atau apabila ditemukan gambaran nervus optik yang memburuk atau
adanya penyempitan lapangan pandang perifer. 4, 6

Tahapan penatalaksanaan pada penderita angle recess : 4, 6, 13

 Kontrol yang teratur pada penderita angle recess, sekalipun belum


didapatkan didapatkan peningkatan tekanan intraokuler.

 Sebagaimana seperti glaukoma tipe lainnya, follow-up tergantung kepada


derajat dari pengontrolan TIO dan resiko kehilangan lapangan pandang yang
progresif.

 Pasien dengan peningkatan TIO yang dini setelah trauma tumpul harus
diperiksa kembali setiap 4-6 minggu selama tahun pertama untuk dievaluasi
secara intensif perkembangan keadaannya.

o Sekalipun pada beberapa kasus akut pasca trauma bersifat self-


limiting, akan tetapi pasien harus tetap diobservasi secara rutin dan
teratur.

o Beberapa kasus yang bersifat akut memberikaan gambaran gejala


klinis yang berat dari penyakit ini dan memerlukan adanya penanganan
medis yang intensif; kasus seperti itu membutuhkan frekwensi kontrol
yang lebih sering.

 Terapi Medikamentosa : 4, 6, 11, 12


o Pemberian terapi steroid dapat digunakan pada keadaan peningkatan
tekanan intraokuler post traumatik akut, yang bertujuan untuk
menurunkan resistensi outflow dari humour aquous akibat edema dan
inflamasi pada trabekular meshwork

o Beta bloker yang diberikan secara topikal merupakan dasar


pengobatan glaukoma selama dua dekade. Timolol maleate
merupakan obat standar dibandingkan obat lainnya dalam hal efikasi,
efek samping dan biaya. Beta bloker menurunkan TIO dengan
menurunkan produksi humour aquous pada ciliary body. Obat ini juga
dapat meningkatkan sedikit penyerapan aqueous outflow. Meskipun
timolol yang diberikan secara topikal direkomendasikan sebagai terapi
lini utama, kerja dan efek samping dari obat ini dibatasi
penggunaannya. Timolol dan beta bloker lainnya dapat memicu
serangan asma, termasuk status asmatikus, memperburuk gagal
jantung, henti jantung dan cardiac arrest. Betaxolol (Betoptic), beta
boker kardioselektif, mempunyai efek samping cardiopulmonary yang
lebih baik daripada timolol. Namun dikarenakan timolol memiliki efek
menurunkan TIO yang lebih kuat, maka seringkali direkomendasikan
daripada betaxolol jika tidak ada gangguan kardiopulmoner. Beberapa
penelitian mengenai betaxolol memperlihatkan efek mempertahankan
lapangan pandang yang lebih baik. Beta bloker diberikan dua kali
sehari, meskipun pada beberapa pasien pemberian satu kali sehari
dapat efektif. Solusi berbentuk gel dari timolol maleate (Timoptic-XE)
memiliki kelebihan pada pemakaian satu kali sehari, obat ini
tampaknya menjadi terapi pilihan pada pasien yang dapat mentolerir
beta bloker.

o Carbonic anhydrase inhibitors yang diberikan secara oral telah lama


digunakan untuk manajemen POAG. Agen seperti acetazolamide
(Diamox) dan methazolamide (Neptazane) menurunkan sekresi humor
aqueous pada epitel ciliaris. Penggunaan carbonic anhydrase inhibitors
dibatasi oleh efek sampingnya yang bervariasi, mulai dari kelelahan
sampai asidosis metabolik, renal calculi dan supresi sumsum tulang.
carbonic anhydrase inhibitors yang diberikan secara oral dapat
meningkatkan efek dari diuretik dan mengakibatkan deplesi volume
dan hipokalemia yang signifikan. Pemakaian diberikan dua atau tiga
kali perhari, Dorzolamide juga dipasarkan dengan kombinasi bersama
timolol (Cosopt). Dorzolamide dan brinzolamide harus tidak dapat
digunakan pada pasien dengan riwayat hipersensitivitas terhadap sulfa,
dan tidak direkomendasikan pada pasien dengan gangguan ginjal
sedang sampai berat. Efek samping sistemik yang berhubungan
dengan pemakaian topikal dorzolamide dan brinzolamide antara lain
bitter taste (lebih dari 25% pasien), sakit kepala, mual, asthenia dan
kelemahan. Dan dapat muncul nephrolithiasis meskipun sangat jarang.

o Penggunaan agen miotik saat ini masih kontroversial dan tidak


direkomendasikan untuk diberikan secara rutin. Pilocarpine (Isopto
Carpine), diisolasi dari daun tanaman Pilocarpus pada abad ke 19 th,
dan merupakan terapi glaukoma yang pertama kali digunakan pada
tahun 1956. Miotics (acetylcholine agonists dan cholinesterase
inhibitors) diyakini meningkatkan penyerapan humor aqueous dengan
mongkontraksi musculus ciliaris.

o Prostaglandin analog Latanoprost (Xalatan) yang belakangan ini


digunakan pada penderita glaukoma merupakan salah satu
prostaglandin analogs, diberikan satu kali perhari saat akan tidur.
Penurunan TIO setara dengan pemakaian timolol dua kali sehari. Bila
dibandingkan dengan timolol, latanoprost mempunyai efek samping
sistemik dan lokal yang lebih minimal. Perkembangan dari agen
prostaglandin ini sebelumnya terhambat dikarenakan efek samping
okularnya, terutama hiperemia konjungtival. Latanoprost menurunkan
TIO dengan meningkatkan penyerapan humor aqueous pada jalur
uveoscleral. Yang menarik adalah latanoprost menurunkan TIO
dengan derajat yang besar ketika diberikan satu kali sehari pada sore
hari dibandingkan dengan pemberian saat pagi hari atau dua kali
perhari. Tidak seperti timolol, latanoprost menunjukkan efek penurunan
TIO yang berkelanjutan saat siang dan malam hari.
 Terapi pembedahan dapat diindikasikan pada glaukoma yang nonresponsive
terhadap obat-obatan anti glaukoma.

 Dalam kasus angle recess yang lebih besar dari 180° , walaupun pada
pemeriksaan keadaan awalnya tidak didapatkan gambaran penyakit
glaukoma, late-onset glaukoma dapat saja terjadi walaupun waktunya telah
berlalu bertahun-tahun setelah trauma. Evaluasi dan pemeriksaan rutin setiap
tahun harus tetap dilakukan

 Terapi Operatif : 4, 6

o Laser trabeculoplasty : Laser argon 50 μm ditemp.atkan pada trabecular meshwork


untuk menstimulasi pembukaan dari trabekular meshwork sehingga penyerapan
humor aqueous dapat lebih banyak. Biasanya setengah dari sudut iridokorneal
ditangani pada satu waktu. Traditional laser trabeculoplasty menggunakan laser
argon thermal, prosedur ini disebut sebagai Argon Laser Trabeculoplasty atau ALT.
Laser trabeculoplasty meningkatkan penyerapan humor aqueous dan memberikan
reduksi TIO sampai 75% pada pemakaian pertama kali. Tingkat keberhasilan jangka
pendek laser argon trabekuloplasty cukup baik, namun tingkat keberhasilan terapi ini
dalam jangka panjang kurang memuaskan, terutama pada angle recess dengan
sudut yang terlibat melebihi 180o. Pada angle recess dengan sudut trabekular yang
terlibat kurang dari 180o terapi ini sangat bermanfaat bila trabekuloplastynya
dilakukan pada sudut-sudut yang bebas dari angle recess.
o Trabekulektomi : Tingkat keberhasilan trabekulektomi pada penderita glaukoma
angle recess lebih rendah dibandingkan dengan tingkat keberhasilan operasi
trabekulektomi pada penderita glaukoma sudut terbuka primer. Trabekulektomi pada
penderita glaukoma angle recess sering dihubungkan dengan penurunan TIO yang
rendah pasca operasi, fibrosis bleb yang lebih berat, frekwensi kegagalan
terbentuknya bleb lebih tinggi dan tingkat kebutuhan tinggi medikasi glaukoma pasca
operasi.

o Implan drainage : Umumnya dilakukan apabila terapi trabekulektomi yang dilakukan


gagal. Terdapat beberapa macam drainase implant yang berbeda. Termasuk
Molteno implant, the Baerveldt tube shunt, atau implant berkatup seperti the Ahmed
glaucoma valve implant atau the ExPress Mini Shunt dan pressure ridge Molteno
implants. Implant ini diindikasikan pada pasien yang tidak mempunyai respon
maksimal terhadap terapi farmakologi, dengan filtering surgery (trabeculectomy)
yang telah gagal sebelumnya. Sebuah pipa kecil dimasukkan kedalam bilik anterior
dan plat diletakkan dibawah konjungtiva untuk dapat mengalirkan humor aqueous.
Generasi pertama Molteno dan implant lainnya yang tidak berkatup seringkali
membutuhkan ligasi pada pipa sampai terbentuknya bleb yang terfibrosis dan kedap
air. Hal ini dilakukan untuk menurunkan hipotoni post-operatif (penurunan mendadak
TIO post-operatif). Implant yang berkatup seperti Ahmed glaucoma valve mengontrol
terjadinya hipotoni post-operatif dengan menggunakan katup mekanik. Jaringan
parut yang terjadi pada segmen konjungtiva yang berhubungan dengan shunt
mungkin jadi terlalu kecil sehingga humor dapat melewatinya, dalam hal ini
diperlukan pencegahan dengan medikasi anti-fibrotik dengan menggunakan 5-
fluorouracil (5-FU) atau mitomycin-C (selama pembedahan), atau dibutuhkannya
pembedahan tambahan.

VIII. KESIMPULAN :
Angle-recess glaukoma diklasifikasikan sebagai jenis glaukoma sudut
terbuka sekunder pasca terjadinya suatu trauma pada mata atau biasa disebut
sebagai glaukoma traumatik. Glaukoma traumatik itu sendiri merujuk kepada
sekelompok heterogen kelainan okuler yang terjadi setelah terjadinya trauma.
Angle recess pada mata, dengan atau tanpa disertai glaukoma, merupakan
sekuel yang paling sering terjadi akibat trauma tumpul pada mata.
Ciri khas dari angle recess ini adanya pelebaran celah yang bervariasi antara
serabut sirkuler muskulus siliaris dan serabut longitudinal muskulus siliaris. Insiden
peningkatan tekanan intraokuler berhubungan erat dengan luas sudut yang terlibat,
biasanya melibatkan 180o – 270 osudut trabekular meshwork.
Sekalipun Glaukoma angle recess ini jarang ditemukan, kemungkinan
keadaan ini seringkali tidak terdeteksi karena onsetnya yang cenderung terlambat.
Karena jangka waktu terjadinya trauma sudah lama, sehingga riwayat trauma yang
pernah terjadi pada mata tersebut sering terlupakan.
Prinsip penatalaksanaan pada angle recess adallah dengan deteksi
kemungkinan berkembangnya menjadi glaukoma secara dini, sehingga defek yang
dapat ditimbulkankan oleh penyakit glaukoma angle recess dapat dicegah.

Anda mungkin juga menyukai