Anda di halaman 1dari 6

UAS BAHASA INDONESIA

MATHILDA IZAACH UNIPLAITA


NIM. 2013-83-065

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2018
Pentingnya Menjaga Kesehatan Mata Anak
Mata adalah bagian tubuh dari manusia dan menjadi salah satu indera yang
penting untuk dapat melihat. Mata yang bisa melihat membuat manusia mampu
untuk melakukan setiap pekerjaan seperti belajar, bermain, menonton, membaca
dan lain sebagainya. Namun, bila mata mengalami gangguan, setiap pekerjaan yang
dilakukan akan mengalami hambatan. Ada banyak faktor yang menyebabkan indera
mata mengalami suatu gangguan, salah satunya adalah pengetahuan yang kurang
mengenai cara menjaga kesehatan mata.
Pada anak, kesehatan mata menjadi penting karena anak akan belajar untuk
menerima setiap informasi dengan melihat dan membaca buku. Ketika anak
mengalami gangguan penglihatan, anak dapat menjadi tidak bisa belajar dengan
baik, sehingga membuat prestasi anak menjadi menurun di sekolah. Prestasi anak
yang tiba-tiba menurun harus menjadi tanda tanya besar bagi orang tua maupun
pihak sekolah. Orang tua dan guru harus lebih peduli untuk melihat masalah ini
karena hal ini dapat mempengaruhi masa depan anak.
Salah satu masalah penglihatan yang sering dialami oleh anak adalah
kelainan refraksi atau kelainan tajam penglihatan. Kelainan refraksi pada anak
harus mendapat perhatian khusus karena pada usia sekolah kelainan refraksi mulai
terjadi. Prevalensi miopia kurang dari 2% sebelum 7 atau 8 tahun dan meningkat
seiring pertambahan usia dan mencapai 20% pada usia 15 tahun.1 Menurut data
World Health Organization (WHO) tahun 2014 diperkirakan 12 juta anak di dunia
mengalami kelainan refraksi.2 Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi dapat
menjadi vision impairment yang akan mengurangi kualitas hidup dan menurunkan
aktifitas yang berhubungan dengan penglihatan.3
Diantara 12 juta anak yang mengalami kelainan refraksi, 1,4 juta mengalami
kebutaan permanen dan membutuhkan rehabilitasi untuk pengembangan diri.4
Secara global berdasarkan data dari WHO, penyebab gangguan penglihatan adalah
kelainan refraksi yang tidak terkoreksi dengan persentase 43%, diikuti oleh katarak
33% dan penyebab lain dengan persentase sebesar kurang dari 3%.6 WHO juga
memperkirakan 2-10% anak di seluruh dunia mengalami kelainan refraksi dan
paling banyak dialami oleh kelompok anak usia sekolah 5-15 tahun.5 Kelainan
refraksi yang tidak terkoreksi pada anak usia sekolah dapat menjadi masalah dan
menyebabkan kebutaan6, yang nantinya akan memberikan dampak terhadap proses
belajar dan mutu pendidikan yang selanjutnya akan mempengaruhi kualitas,
kreativitas dan produktivitas dalam pendidikan.7,8
Di Indonesia, yang menjadi perhatian pada masalah mata adalah gangguan
penglihatan yang diakibatkan oleh kelainan refraksi dengan prevalensi 24,7%, 10%
diantaranya adalah 66 juta anak usia sekolah (5-19 tahun).9 Data prevalensi pada
penelitian yang dilakukan oleh Barliana JD et al di Depok menunjukkan bahwa
prevalensi kelainan refraksi (miopia) sebesar 25,58%.10 Menurut Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, kelompok umur 6-14 tahun yang memakai
kacamata persentasenya sebesar 1,0%. Untuk wilayah Maluku sendiri, angka
pemakaian kacamata untuk usia lebih dari 6 tahun pada tahun 2013 sebesar 3,5%.11
Berdasarkan data-data diatas, penulis menyimpulkan bahwa masih banyak
kelainan refraksi yang terjadi secara global, khususnya di Indonesia. Faktor yang
mempengaruhi tingginya angka kelainan refraksi di Indonesia adalah karena
kurangnya sosialisasi menjaga kesehatan mata yang dilakukan oleh pemerintah
khususnya dinas kesehatan. Kelainan refraksi yang terjadi juga selain disebabkan
kurangnya pengetahuan menjaga kesehatan mata, bisa juga disebabkan oleh
tingginya penggunaan alat komunikasi (Handphone) pada anak usia sekolah. Selain
itu, bisa disebabkan juga oleh penggunaan komputer atau laptop untuk melakukan
pekerjaan rumah.
Pemerintah khususnya dinas kesehatan harus lebih memperhatikan
kesehatan mata anak. Hal ini dikarenakan anak adalah calon penerus bangsa yang
kelak akan menjadi pemimpin dan ujung tombak kemajuan suatu negara. Jika anak
mengalami masalah penglihatan hingga menyebabkan prestasi anak menjadi
menurun, maka hal itu bukan lagi suatu masalah ringan karena dapat mempengaruhi
masa depan anak. Menurut penulis, pemerintah khususnya dinas kesehatan dapat
melakukan tindakan pencegahan secara dini untuk mencegah kelainan refraksi pada
anak. Misalnya, dengan melakukan sosialisasi atau melakukan deteksi dini kelainan
refraksi pada anak di sekolah.
Selain pemerintah, orang tua dan guru di sekolah juga harus bekerja sama
untuk menjaga dan memperhatikan kesehatan mata anak. Pihak sekolah dapat
melakukan tindakan pencegahan berupa pemeriksaan mata minimal 3 bulan sekali
kepada anak, bekerja sama dengan dokter mata atau puskesmas setempat. Tugas
orang tua dalam mencegah masalah penglihatan anak adalah dengan mengatur
waktu belajar anak, mengatur lamanya anak menggunakan komputer atau laptop
untuk mengerjakan tugas rumah. dan mengatur lamanya anak menggunakan
telepon genggam/handphone sekedar hanya untuk bermain, berselancar di dunia
maya atau mencari kebutuhan sekolah.
Dari tulisan ini, penulis berharap pemerintah, orang tua, dan sekolah
menyadari pentingnya menjaga kesehatan mata anak. Mata adalah jendela dunia
yang mana dengan mata anak belajar untuk melihat dan menerima segala informasi
untuk perkembangannya. Dengan mata, anak belajar untuk mengetahui suatu hal
yang belum dia diketahui sebelumnya. Anak belajar dengan melihat, membaca, dan
menyimpan informasi untuk kepentingannya di masa depan. Menjaga mata anak
kita sama dengan kita menjaga masa depan mereka.
Daftar Referensi
1. Sewunet SA, Aredo KK, Gedefew M. Uncorrected refractive error and
associated factors among primary school children in Debre Markos District,
Northwest Ethiopia. BMC Ophthalmology. 2014;14:95.
2. World Health Organization. Visual impairment and blindness [Online].
2014 August [cited 2018 January 6]:[4 screens]. Available from:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs282/en/.
3. Resnikoff S, Pascolini D, Mariotti SP, Pokharel GP. Global magnitude of
visual impairment caused by uncorrected refractive errors in 2004. Bulletin
of the World Health Organization. 2008;86:63-70.
4. World Health Organization. Global data of visual impairment 2010.
Geneva: WHO; 2012.
5. World Health Organization. Preventing blindness in children: report of
WHO/LAPB scientific meeting. Programme for the Prevention of Blindness
and Deafness, and International Agency for Prevention of Blindness.
Geneva: WHO; 2000.
6. Dandona R, Dandona L. Refractive error blindness. Bulletin of the World
Health Organization. 2001;79(3):237-243.
7. World Health Organization. Assessment of the prevalence of visual
impairment attributable of refractive error or other causes in school
children: protocol and manual of procedures. Geneva: WHO; 2007.
8. Supari SF. Rencana strategi nasional penanggulangan gangguan
penglihatan dan kebutaan untuk mencapai vision 2020. Jakarta: Keputusan
Menteri Kesehatan; 2005.
9. Anma AM. Kebiasaan yang bisa menyebabkan kejadian rabun jauh di Poli
Mata RSUD Kota Baubau. Makassar. 2014: (1);(1).
10. Barliana JD, Mangunkusumo VW. Prevalensi dan faktor resiko miopia pada
pelajar kelas tiga dan enam sekolah dasar. Ophthalmologica Indonesiana.
2005;32(1):74-83.
11. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Riset kesehatan dasar RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
Kemenkes RI; 2013.

Anda mungkin juga menyukai