Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Laporan Pendahukuan
Asuhan Keperawatan Dengan Diagnosa Medis HIV/AIDS Pada Tn. O di Ruang Lely 1
Telah Diterima Dan Disahkan Oleh Clinical Instruktur (CI) Di Ruangan Lely 1
Rumah Sakit Umum Kabupaten Buleleng Dan Clinical Teacher (CT) Sebagai Syarat Memproleh
Penilaian Praktik Klinik Keperawatan I
Mengetahui
OLEH
17089014054
2019
Laporan Pendahuluan
Asuhan Keperawatan Dengan Diagnosa Medis HIV/AIDS Pada Tn. O Di Ruang Lely 1
RSUD Kabupaten Buleleng
Pada Tanggal 01 Maret 2019
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi
sel dan sistem imun.Infeksi virus berakibat pada kerusakan progresif dari sistem
kekebalan tubuh, yang menyebabkan defisiensi kekebalan tubuh.Sistem kekebalan
dianggap defisien ketika tidak bisa lagi memenuhi perannya dalam memerangi
infeksi dan penyakit.Infeksi yang terkait dengan HIV dikenal sebagai infeksi
oportunistik, karena mereka mengambil keuntungan dari sistem kekebalan tubuh
yang lemah. Tidak seperti virus lain, HIV akan diderita seumur hidup. Acquired
Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala atau penyakit
yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi virus HIV yang
termasuk famili retroviridae.AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.
2. Epidemiologi
Joint United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS) melaporkan
sampai akhir tahun 2012, penderita yang hidup dengan HIV diperkirakan sebanyak
35,3 juta penderita yang terdiri dari 32,1 juta penderita kategori dewasa, 17,7 juta
kategori wanita, dan 3,3 juta kategori anak dibawah 15 tahun. Penderita HIV baru
pada 2012 dilaporkan berupa 2,3 juta penderita yang terdiri dari 2 juta penderita
kategori dewasa dan 260.000 penderita kategori anak dibawah 15 tahun. Total
kematian yang disebabkan AIDS pada 2012 dilaporkan sebanyak 1,6 juta penderita
yang terdiri dari 1,6 juta penderita kategori dewasa dan 210.000 penderita kategori
anak dibawah 15 tahun.
Kasus HIV-AIDS di Indonesia terus meningkat, Kementrian Kesehatan
melaporkan kasus HIV sampai akhir September 2013 sebanyak 118.787 kasus
dengan daerah jumlah infeksi HIV tertinggi yaitu DKI Jakarta sebanyak 27.207 kasus
dikuti Jawa Timur sebanyak 15.233 kasus, Papua sebanyak 12.767 kasus dan Jawa
Barat sebanyak 9.267 kasus. Kasus AIDS dilaporkan sampai akhir September 2013
sebanyak 45.650 kasus dengan daerah jumlah infeksi AIDS tertinggi yaitu Papua
sebanyak 7.795 kasus dikuti Jawa Timur sebanyak 7.714 kasus, DKI Jakarta
sebanyak 6.299 kasus dan Jawa Barat sebanyak 4.131 kasus.
Kasus HIV-AIDS di Provinsi Jawa Tengah juga terus meningkat, sampai
dengan tahun 2012 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia melaporkan kasus
HIV di Jawa Tengah sebanyak 5.406 kasus dan kasus AIDS sebanyak 2.990 kasus.
Menurut Dinas Kesehatan Jawa Tengah kasus HIV-AIDS tertinggi adalah kota
Semarang
3. Penyebab
HIV merupakan penyebab dari AIDS. Virus HIV termasuk dalam famili
Retroviridae dan genus Lentivirus.Virus ini memiliki dua jenis serotipe, yaitu HIV-1
dan HIV-2. HIV 1 adalah virus HIV yang paling infektif, memiliki virulensi yang
lebih tinggi, dan merupakan penyebab infeksi HIV global. HIV adalah virus yang
memiliki infektifitas dan virulensi yang lebih rendah dan ditemukan terutama di
Afrika barat.Retrovirus merupakan virus yang memiliki virion sferis berdiameter 80-
100 nm dan memiliki inti silindris.Genom pada retrovirus berupa Ribonucleic Acid
(RNA) untai tunggal.Retrovirus memiliki suatu enzim reverse transcriptase yang
berfungsi mengubah RNA virus menjadi Deoxyribonucleic Acid (DNA) pada saat
menginfeksi sel.
HIV memiliki struktur dasar berupa partkel inti (core), protein matriks, dan
selubung virus (envelope) yang merupakan pembentuk membran sel host. Selubung
virus tersusun atas dua lapis lemak dan beberapa protein yang tertanam pada
selubung virus, protein membentuk struktur paku yang terdiri dari glikoprotein 120
(gp120) yang berada dibagian luar membran virus, dan glikoprotein 41 (gp41) yang
menembus membran virus. Glikoprotein luar berfungsi untuk perlekatan dengan
reseptor sel inang saat proses infeksi dan glikoprotein transmembran sangat
diperlukan untuk proses fusi. Protein matriks HIV terdiri dari protein p17 dan
terletak antara selubung dan inti, sedangkan inti virus terdiri dari protein p24 yang
mengelilingi dua untai tunggal RNA HIV dan enzim yang diperlukan untuk replikasi
HIV, seperti reverse transcriptase, protease, ribonuklease, dan integrase
Penularan HIV umumnya melalui kontak seksual (heteroseksual dan
homoseksual), transfusi darah, dan penularan ibu ke anak. Penularan ibu ke anak
dapat terjadi saat persalinan, perinatal, dan air susu ibu. Setelah 30 tahun penelitian,
tidak ada bukti bahwa HIV menular melalui kontak kulit ataupun serangga seperti
gigitan nyamuk
4. Patofisiologi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan etiologi dari infeksi
HIV/AIDS.Penderita AIDS adalah individu yang terinfeksi HIV dengan jumlah CD4
< 200µL meskipun tanpa ada gejala yang terlihat atau tanpa infeksi oportunistik. HIV
ditularkan melalui kontak seksual, paparan darah yang terinfeksi atau sekret dari kulit
yang terluka, dan oleh ibu yang terinfeksi kepada janinnya atau melalui
laktasi.Molekul reseptor membran CD4 pada sel sasaran akan diikat oleh HIV dalam
tahap infeksi. HIV terutama akan menyerang limfosit CD4. Limfosit CD4 berikatan
kuat dengan gp120 HIV sehingga gp41 dapat memerantarai fusi membrane virus ke
membran sel. Dua ko-reseptor permukaan sel, CCR5 dan CXCR4 diperlukan, agar
glikoprotein gp120 dan gp41 dapat berikatan dengan reseptor CD4. Koreseptor
menyebabkan perubahan konformasi sehingga gp41 dapat masuk ke membran sel
sasaran.
Selain limfosit, monosit dan makrofag juga rentan terhadap infeksi
HIV.Monosit dan makrofag yang terinfeksi dapat berfungsi sebagai reservoir untuk
HIV tetapi tidak dihancurkan oleh virus. HIV bersifat politronik dan dapat
menginfeksi beragam sel manusia, seperti sel Natural Killer (NK), limfosit B, sel
endotel, sel epitel, sel langerhans, sel dendritik, sel mikroglia dan berbagai jaringan
tubuh. Setelah virus berfusi dengan limfosit CD4, maka berlangsung serangkaian
proses kompleks kemudian terbentuk partikel-partikel virus baru dari yang terinfeksi.
Limfosit CD4 yang terinfeksi mungkin tetap laten dalam keadaan provirus
atau mungkin mengalami siklus-siklus replikasi sehingga menghasikan banyak virus.
Infeksi pada limfosit CD4 juga dapat menimbulkan sitopatogenitas melalui beragam
mekanisme termasuk apoptosis (kematian sel terprogram) anergi (pencegahan fusi
sel lebih lanjut), atau pembentukan sinsitium (fusi sel).
Pathway
5. Klasifikasi
Ada 2 klasifikasi yang sampai sekarang sering digunakan untuk remaja dan
dewasa yaitu klasifikasi menurut WHO dan Centers for Disease Control and
Preventoin (CDC) Amerika Serikat.Di Negara-negara berkembang menggunakan
sistem klasifikasi WHO dengan memakai data klinis dan laboratorium, sementara di
negara-negara maju digunakan sistem klasifikasi CDC.Klasifikasi menurut WHO
digunakan pada beberapa Negara yang pemeriksaan limfosit CD4+ tidak tersedia.
Klasifikasi stadium klinis HIV/AIDS WHO dibedakan menjadi 4 stadium, yaitu:
Stadium 1: Tidak ada penurunan berat badan Tanpa gejala atau hanya Limfadenopati
Generalisata Persisten
Stadium 2: penurunan berat badan <10%, ISPA berulang(sinusitis,otitis
media,tonsillitis,dan faringitis), herpes zoster dalam waktu lima tahun terakhir, luka
di sekitae bibir( kelitis angularis, ulkus mulut berulang,ruam kulit yang gatal,
dermatitis seboroik, infeksi jamur pada kuku
Stadium 3: Penurunan berat badan >10% Diare, demam yang tidak diketahui
penyebabnya >1 bulan Kandidiasis oral atau Oral Hairy Leukoplakia ,TB Paru dalam
1 tahun terakhir Limfadenitis TB Infeksi bakterial yang berat: Pneumonia, Piomiosis
Anemia (
Stadium 4: Sindroma Wasting (HIV) Pneumoni Pneumocystis Pneumonia Bakterial
yang berat berulang dalam 6 bulan ,Kandidiasis esofagus Herpes Simpleks Ulseratif
>1 bulan Limfoma Sarkoma Kaposi ,Kanker Serviks yang invasif Retinitis CMV TB
Ekstra paru, Toksoplasmosis, Ensefalopati HIV ,Meningitis Kriptokokus, Infeksi
mikobakteria non-TB meluas ,Lekoensefalopati multifokal progresif
Kriptosporidiosis kronis, mikosis meluas
Klasifikasi HIV/AIDS pada orang dewasa menurut CDC (Centers for Disease
Control) dibagi atas empat tahap, yakni:
a. Infeksi HIV akut
Tahap ini disebut juga sebagai infeksi primer HIV.Keluhan muncul setelah
2-4 minggu terinfeksi.Keluhan yang muncul berupa demam, ruam merah pada
kulit, nyeri telan, badan lesu, dan limfadenopati.Pada tahap Universitas Sumatera
Utara ini, diagnosis jarang dapat ditegakkan karena keluhan menyerupai banyak
penyakit lainnya dan hasil tes serologi standar masih negatif (Murtiastutik, 2008).
b. Infeksi Seropositif HIV Asimtomatis
Pada tahap ini, tes serologi sudah menunjukkan hasil positif tetapi gejala
asimtomatis.Pada orang dewasa, fase ini berlangsung lama dan penderita bisa
tidak mengalami keluhan apapun selama sepuluh tahun atau lebih. Berbeda
dengan anak- anak, fase ini lebih cepat dilalui (Murtiastutik, 2008
c. Persisten Generalized Lymphadenopathy (PGL)
Pada fase ini ditemukan pembesaran kelenjar limfe sedikitnya di dua
tempat selain limfonodi inguinal.Pembesaran ini terjadi karena jaringan limfe
berfungsi sebagai tempat penampungan utama HIV.PGL terjadi pada sepertiga
orang yang terinfeksi HIV asimtomatis.Pembesaran menetap, menyeluruh,
simetri, dan tidak nyeri tekan (Murtiastutik, 2008).
d. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)
Hampir semua orang yang terinfeksi HIV, yang tidak mendapat
pengobatan, akan berkembang menjadi AIDS. Progresivitas infeksi HIV
bergantung pada karakteristik virus dan hospes.Usia kurang dari lima tahun atau
lebih dari 40 tahun, infeksi yang menyertai, dan faktor genetik merupakan faktor
penyebab peningkatan progresivitas. Bersamaan dengan progresifitas dan
penurunan sistem imun, penderita HIV lebih rentan terhadap infeksi.Beberapa
penderita mengalami gejala konstitusional, seperti demam dan penurunan berat
badan, yang tidak jelas penyebabnya. Beberapa penderita lain mengalami diare
kronis dengan penurunan berat badan. Penderita yang mengalami infeksi
oportunistik dan tidak mendapat pengobatan anti retrovirus biasanya akan
meninggal kurang dari dua tahun kemudian (Murtiastutik, 2008).
6. Gejala Klinis
Menurut Komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala klinis terdiri dari 2 gejala
yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi):
1. Gejala mayor:
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e. Demensia/ HIV ensefalopati
2. Gejala minor:
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis generalisata
c. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
d. Kandidias orofaringeal
e. Herpes simpleks kronis progresif
f. Limfadenopati generalisata
g. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
h. Retinitis virus Sitomegalo
Gejala dan tanda klinis yang patut diduga infeksi HIV:
a) Keadaan umum
Kehilangan berat badan > 10% dari berat badan dasar ,demam (terus menerus
atau intermitten, temperatur oral > 37,5oC) yang lebih dari satu bulan, diare
(terus menerus atau intermitten) yang lebih dari satu bulan. limfadenopati meluas
b) Kulit
Post exposure prophylaxis (PPP) dan kulit kering yang luas merupakan dugaan
kuat infeksi HIV. Beberapa kelainan seperti kulit genital (genital warts),
folikulitis dan psoriasis sering terjadi pada orang dengan HIV/AIDS(ODHA) tapi
tidak selalu terkait dengan HIV,
c) Infeksi
Infeksi Jamur : Kandidiasis oral, dermatitis seboroik, kandidiasis vagina
berulang
Infeksi viral : Herpes zoster,
herpes genital (berulang), moluskum kotangiosum, kondiloma.
Gangguan pernafasan : batuk lebih dari 1 bulan, sesak nafas, tuberkulosis,
pneumonia berulang, sinusitis kronis atau berulang. –
Gejala neurologis : nyeri kepala yang makin parah (terus menerus dan tidak
jelas penyebabnya), kejang demam, menurunnya fungsi kognitif.
7. Pemeriksaat fisik
1. Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Kesadaran : berupa compos mentis, apatis, sonnloen, spoor, koma.
Penampilan: cenderung sederhana
Eksperis wajah: lihat ekspresi wajah pasien
Kebersihan secara umum: lihat kebersihan secara umum
Tanda-tanda vital:
- TD: Tekanan darah biasanya meningkat
- S: suhu tubuh meningkat secara signifikan
- N: nadi biasanya meningkat
- RR: Respirasi meningkat apabila disertai sesak napas
2. Head to toe
3. Kepala : keadaan kepala , bentuk ukuran , posisi ,warna dan bentuk
rambut , ada peradangan, benjolan atau tidak
4. Kuku : warna bantalan kuku , konsistensi, kontur,ketebalan kebersihan
kuku.
5. Mata : meliputi bentuk, reflek cahaya, lapang pandang.
6. Hidung: amati bentuk dan posisi, ada peradangan , pendarahan polop
atau tidak ada reaksi, alargi atau tidak memakai alat bantu penciuman
atau tidak.
7. Telinga :amati bentuk dan posisi, ada peradangan,pendarahan keluar
cairan atau tidak, memakai alat bantu pendengaran atau tidak.
8. Leher : amati bentuk, ada pembengkakan atau tidak pada kelenjar tiroid
vena jugularis teraba atau tidak.
9. Dada : amati pernafasan (bentuk paru-paru, bunyi, dan irama) ,jantung (
amati bunyi , irama dan adanya nyeri tekan atau tidak).
10. Abdomen : amati bentuk, adanya massa atau cedera, ada cairan atau
tidak, hepar mengalami pembengkakan atau tidak.
11. Perineum atau genetalia : amati rambut pubis , kebersihan, ada
peradangan atau tidak.
12. Ektrenitas atas/bawah: amati lipatan paha ada benjolan atau tidak, ada
nyeri tekan atau amati bentuk.
8. Pemeriksaan diagnostik/Penunjang
Pemeriksaan dasar :
FBC(full blood count): Hb, Eritrosit, Hematokrit, Leukosit, Trombosit,LED.
Pemeriksaan fungsi hati
Pemeriksaan fungsi ginjal(ureum)
Analisa urin
Pemeriksaan feses lengkap.
Pemeriksaan penunjang: tes antibody (Rapid tes, ELISA, Western Blotting) terhadap
HIV, viral load, CD4/CD8
Jika seseorang terinfeksi, semakin cepat dia tahu lebih baik. Pasien dapat
tetap sehat lebih lama dengan pengobatan awal dan dapat melindungi orang lain
dengan mencegah transmisi. Tes-tes ini mendeteksi keberadaan virus dan protein
yang menghasilkan sistem kekebalan tubuh untuk melawan virus.Protein ini yang
dikenal sebagai antibodi, biasanya tidak terdeteksi sampai sekitar 3-6 minggu setelah
infeksi awal. Maka jika melakukan tes 3 hingga 6 minggu selepas paparan akan
memberi hasil tes yang negatif (Swierzewski, 2010).
Menurut University of California San Francisco (2011), ELISA (enzyme-
linked immunosorbent assay) adalah salah satu tes yang paling umum dilakukan
untuk menentukan apakah seseorang terinfeksi HIV. ELISA sensitif pada infeksi
HIV.kronis, tetapi karena antibodi tidak diproduksi segera setelah infeksi, maka hasil
tes mungkin negatif selama beberapa minggu setelah infeksi.Walaupun hasil tes
negatif pada waktu jendela, seseorang itu mempunyai risiko yang tinggi dalam
menularkan infeksi. Jika hasil tes positif, akan dilakukan tes Western blot sebagai
konfirmasi. Tes Western blot adalah diagnosa definitif dalam mendiagnosa HIV. Di
mana protein virus ditampilkan oleh acrylamide gel electrophoresis, dipindahkan ke
kertas nitroselulosa, dan ia bereaksi dengan serum pasien. Jika terdapat antibodi,
maka ia akan berikatan dengan protein virus terutama dengan protein gp41 dan p24.
Kemudian ditambahkan antibodi yang berlabel secara enzimatis terhadap IgG
manusia. Reaksi warna mengungkapkan adanya antibodi HIV dalam serum pasien
yang telah terinfeksi (Shaw dan Mahoney, 2003) Tes OraQuick adalah tes lain yang
menggunakan sampel darah untuk mendiagnosis infeksi HIV. Hasil tes ini dapat
diperoleh dalam masa 20 menit. Hasil tes positif harus dikonfirmasi dengan
tes Western blot (MacCann, 2008).
Tes ELISA dan Western blot dapat mendeteksi antibodi terhadap virus,
manakala polymerase chain reaction (PCR) mendeteksi virus HIV.Tes ini dapat
mendeteksi HIV bahkan pada orang yang saat ini tidak memproduksi antibodi
terhadap virus.Secara khusus, PCR mendeteksi “proviral DNA”.HIV terdiri dari
bahan genetik yang dikenal RNA. Proviral DNA adalah salinan DNA dari RNA
virus. PCR digunakan untuk konfirmasi kehadiran HIV ketika ELISA dan Western
blot negatif; dalam beberapa minggu pertama setelah infeksi, sebelum antibodi dapat
dideteksi; jika hasil Western blot tidak tentu dan pada bayi baru lahir dimana
antibodi ibunya merumitkan tes lain (Swierzewski, 2010).
9. Diagnosis
Langkah pertama untuk mendiagnosis HIV/AIDS adalah anamnesis secara
keseluruhan kemudian ditemukan adanya faktor resiko dan menemukan temuan
klinis pada pemeriksaan fisik. Tes diagnostik untuk HIV yang sampai sekarang
masih digunakan adalah ELISA ( enzyme-linked immunoabsorbent assay), rapid test,
Western Blot, dan PCR (Polymerase chain reaction) dengan sampel whole blood,
dried bloodspots, saliva dan urin.
Rapid test disarankan untuk kasus kecelakaan kerja bagi petugas yang
terpapar darah penderita HIV/AIDS atau pada penderita yang kemungkinan tidak
mau datang kembali untuk menyampaikan hasil tes HIV.Tes ELISA merupakan
pemeriksaan yang umum dilakukan karena praktis dan sensitifitasnya tinggi.
Rekomendasi WHO jika tes ELISA dengan 3 reagen yang berbeda hasilnya postif
semua atau rapid test dengan 3 reagen hasilnya positif semua maka tidak dianjurkan
tes Western Blot (WB)
Terdapat dua uji yang khas digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap
HIV.Pertama, tes ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) yang bereaksi
terhadap antibodi dalam serum.Apabila hasil ELISA positif, dikonfirmasi dengan tes
kedua yang lebih spesifik, yaitu Western blot.Bila hasilnya juga positif, dilakukan tes
ulang karena uji ini dapat memberikan hasil positif-palsu atau negatif-palsu.Bila
hasilnya tetap positif, pasien dikatakan seropositif HIV. Pada tahap ini dilakukan
pemeriksaan klinis dan imunologik lain untuk mengevaluasi derajat penyakit dan
dimulai usaha untuk mengendalikan infeksi
Di negara berkembang, tes serologi maupun antigen HIV belum memadai.
Untuk memudahkan diagnosis, WHO menetapkan kriteria diagnosis HIV/AIDS
apabila terdapat dua gejala mayor dan satu gejala minor di bawah ini
a. Gejala Mayor - Penurunan berat badan > 10% berat badan - Diare kronis > 1
bulan - Demam > 1 bulan - Kesadaran menurun dan gangguan neurologis -
Demensia
b. Gejala Minor - Batuk > 1 bulan - Pruritus Dermatitis menyeluruh - Infeksi umum
yang rekuren - Kandidiasis Orofaringeal - Infeksi Herpes Simpleks yang meluas
atau menjadi kronik progresif - Limfadenopati generalisata
10. Therapy
Pengobatan (treatment). Jika pasien sudah ditetapkan positif HIV/AIDS maka
langkah selanjutnya adalah menentukan stadium klinis HIV/AIDS menurut WHO,
skrining TB dan infeksi oprtunistik lainnya, pemeriksaan CD4 untuk menentukan
PPK (pengobatan pencegahan kotrimoksasol) dan ARV, pemberian PPK jika Gejala
Mayor Gejala Minor Berat badan turun >10% dalam 1 bulan Diare kronik,
berlangsung > 1 bulan Demam berkepanjangan > 1 bulan Penurunan Kesadaran
Demensia/HIV ensefalopati Batuk menetap > 1 bulan Dermatitis generalisata Herpes
Zooster multisegmental dan berulang Kandidiasis orofaringeal Herpes simpleks
kronis progresif Limfadenopati generalisata Infeksi jamur berulang pada alat kelamin
wanita Retinitis Cytomegalovirus tidak tersedia pemeriksaan CD4, identifikasi
kepatuhan, positive prevention dan konseling KB.
Setelah langkah – langkah tersebut pasien dibagi menjadi tiga kelompok
berdasarkan kesesuaian pemberian terapi ARV yaitu pasien yang memenuhi syarat
ARV, pasien belum memenuhi syarat ARV dan pasien ada kendala kepatuhan. Pasien
yang memenuhi syarat pemberian ARV bila tersedia pemeriksaan CD4 adalah
a. Stadium III dan IV WHO, atau jumlah CD4 ≤350/mm3.
b. Jumlah CD4 > 350 - ≤500 /mm3 tanpa memandang stadium WHO
c. Pasien dengan koinfeksi TBC aktif tanpa memandang jumlah CD4 dan stadium
WHO.
d. Pasien dengan koinfeksi HBV dengan dasar penyakit liver kronis tanpa
memandang jumlah CD4 dan stadium WHO
e. Pada pasangan dengan HIV negatif dan HIV positif untuk mengurangi transmisi
penyakit menjadi pasangan yang tidak infektif .
f. Wanita hamil dan menyusui dengan HIV.
Lini pertama obat ARV yang ditetapkan oleh pemerintah adalah NRTIs
(nucleoside reverse transcriptase inhibitors) disertai NNRTIs (non-nucleoside reverse
transcriptase inhibitors, misalnya zidovudin diberikan bersama lamivudin dan
nevirapin. NRTIs dan PIs (protease inhibitor) yang diperkuat ritonavir merupakan lini
ke dua, sedangkan lini 1ke tiga adalah gabungan antara integrase inhibitor, generasi
ke dua dari NNRTIs dan PIs.
Ketika pasien HIV/AIDS memulai terapi dengan ARV, data diri lengkap
mereka akan dimasukkan ke dalam rekam medis dan register terapi ARV. Pasien
datang ke klinik VCT tiap bulan sekali , dengan waktu yang sudah ditetapkan yang
tertera pada rekam medis dan diberikan persediaan obat ARV untuk persediaan bulan
selanjutnya. Hasil tatalaksana pada pasien HIV/AIDS dapat diklasifikasikan menjadi
terapi ARV yang terkontrol, berhenti terapi, rujuk keluar, meninggal dunia, lost
follow-up, dan tidak diketahui.
Hasil pemberian terapi ARV secara signifikan memberikan hasil yang baik
bagi pasien HIV/AIDS.Pemberian terapi ARV selama infeksi HIV akut memberikan
efek yang baik pada pasien seperti memperpendek durasi simptomatik infeksi,
mengurangi sel yang terinfeksi, menyediakan cadangan respon imun yang spesifik
dan menurunkan setpoint virus dalam jangka waktu yang lama.Beberapa studi
mengatakan bahwa terapi pada infeksi HIV akut dapat menurunkan viral load dan
meningkatkan respon spesifik sel T helper.
Pemberian terapi ARV merupakan terapi seumur hidup karena HIV/AIDS
sampai sekarang belum dapat disembuhkan. Tujuan pemberian ARV adalah menjaga
viral load dibawah 50 kopi/ml, dikatakan gagal terapi jika viral load mencapai 1000
kopi/ml. Keberhasilan terapi ARV memerlukan kepatuhan terapi bagi pasien
HIV/AIDS. Kepatuhan pasien harus selalu dipantau dan dievaluasi secara teratur pada
setiap kunjungan. Kegagalan terapi ARV sering diakibatkan oleh ketidakpatuhan
pasien mengkonsumsi ARV
11. Komplikasi
a. MCMD (Minor Cognitive Motor Disorder)
b. Neurobiologi (meningitis, mylopati, neuropati )
c. Infeksi (toxoplasmosis, ensefalitis, cytomegalovirus/CMV
d. Leikoencepalopati multifoksl progresif (neoplasma dan delirium)
komplikasi dari penyakit HIV/AIDS menyerang paling banyak pada bagian tubuh
seperti:
a. Oral lesi Lesi ini disebabkan karena jamur kandidia, herpes simpleks, sarcoma
kaposi, HPV oral, gingivitis, periodonitis HIV, leukoplakia oral, penurunan berat
badan, keletihan, dan cacat.
b. Neurologik Pada neurologik, virus ini dapat menyebabkan kompleks dimensia
AIDS karena serangan langsung HIV pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfagia, dan isolasi
sosial. Enselopaty akut karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis atau ensepalitis. Dengan efek seperti
sakit kepala, malaise demam, paralise, total/parsial, infrak serebral kornea sifilis
meningovaskuler, hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.
c. Gastrointestinal Pada gastrointestinal dapat menyebabkan beberapa hal seperti:
diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma kaposi. Dengan efek penurunan berat badan, anoreksia, demam,
malabsorbsi, dan dehidrasi. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma
kaposi, obat illegal, alkoholik. 14 Dengan anoreksia, mual, muntah, nyeri
abdomen, ikterik, demam atritis. Penyakit anorektal karena abses dan fistula,
ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi dengan efek inflamasi
sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan diare.
d. Respirasi Infeksi karena pneumocitis, carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri,
hipoksia, keletihan, dan gagal nafas.
e. Dermatologik Lesi kulit stafilokukus, virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis
karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekubitus dengan efek nyeri,
gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis.
f. Sensorik Pada bagian sensorik virus menyebabkan pandangan pada sarcoma
kaposis pada konjuntiva berefek kebutaan. Pendengaran pada otitis eksternal dan
otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Data pasien: nama, umur, jenis kelamin,pekerjaan,alamat,tanggal masuk rumah
sakit.
b. Data penanggung jawab:nama, umur, jenis kelamin,pekerjaan,alamat,hubungan
dengan pasien.
c. Alasan masuk rumah sakit: Keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,riwayat
penyakit dahulu, riwayat penyakit dahulu.
d. Pola kesehatan fungsional(Gordon)
Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Pola nutrisi atau metabolic
Pola eliminasi
Pola aktivitas dan latihan
Pola tidur dan istirahat
Pola kognitif konseptuan
Pola konsep diri
Pola seksual dan reproduksi
Pola hubungan dengan peran
Pola manajemen koping stress
Pola kenyamanan nilai
2. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital:
Airway Management
Buka jalan nafas,
guanakan teknik
chin lift atau jaw
thrust bila perlu
Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
Identifikasi
pasien perlunya
pemasangan alat
jalan nafas
buatan
Pasang mayo
bila perlu
Lakukan
fisioterapi dada
jika perlu
Keluarkan sekret
dengan batuk
atau suction
Auskultasi suara
nafas, catat
adanya suara
tambahan
Lakukan suction
pada mayo
Berikan
bronkodilator
bila perlu
Berikan
pelembab udara
Kassa basah
NaCl Lembab
Atur intake
untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
Monitor
respirasi dan
status O2
Infection Protection
(proteksi terhadap
infeksi)
Monitor tanda
dan gejala
infeksi sistemik
dan lokal
Monitor hitung
granulosit, WBC
Monitor
kerentanan
terhadap infeksi
Batasi
pengunjung
Saring
pengunjung
terhadap
penyakit menular
Partahankan
teknik aspesis
pada pasien yang
beresiko
Pertahankan
teknik isolasi k/p
Berikan
perawatan kuliat
pada area
epidema
Inspeksi kulit
dan membran
mukosa terhadap
kemerahan,
panas, drainase
Ispeksi kondisi
luka / insisi
bedah
Dorong
masukkan nutrisi
yang cukup
Dorong masukan
cairan
Dorong istirahat
Instruksikan
pasien untuk
minum antibiotik
sesuai resep
Ajarkan pasien
dan keluarga
tanda dan gejala
infeksi
Ajarkan cara
menghindari
infeksi
Laporkan
kecurigaan
infeksi
Laporkan kultur
positif
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/19826782/ASKEP_HIV_AIDS_APLIKASI_NANDA_NIC_
NOC.Diakses pada tanggal 1 april 2019
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/Infodatin%20AIDS.pdf.
Diakses pada tanggal 1 april 2019
http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload/KAJIAN_EPIDOMIOLOGY_HIV_INDONE
SIA_2016.pdf. Diakses pada tanggal 1 april 2019