PENGEMBANGAN
PERIKL ANAN
NA SIONAL
2015-2019
rencana PENGEMBANGAN
PERIKLANAN NASIONAL 2015-2019
: i
Evelyn Hendriana
Penasihat
Mari Elka Pangestu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI
Sapta Nirwandar, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI
Pengarah
Ukus Kuswara, Sekretaris Jenderal Kemenparekraf
Harry Waluyo, Direktur Jenderal Ekonomi Kreatif berbasis Media, Desain dan IPTEK
Cokorda Istri Dewi, Staf Khusus Bidang Program dan Perencanaan
Penanggung Jawab
Poppy Safitri, Setditjen Ekonomi Kreatif berbasis Media, Desain dan IPTEK
M. Iqbal Alamsjah, Direktur Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis Media
Hidayat, Kasubdit Pengembangan Karya Kreatif Periklanan
Tim Studi
Evelyn Hendriana
ISBN
978-602-72387-1-8
Penerbit
PT. Republik Solusi
v
Terima Kasih kepada Narasumber dan Peserta Focus Group Discussion (FGD)
Adnan Iskandar (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia)
Anika Widiana (STIE Prasetiya Mulya)
Christina Ruth Elisabeth Tobing (STIE Prasetiya Mulya)
Desytri Anna Sari (Kementerian Koperasi dan UMKM)
Dion Dewa Barata (Kalbis Institute)
Gungun Nugraha (Nuansa Kreasi Pratama)
Hagung Kuntjara (Universitas Bina Nusantara)
Harris Thajeb (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia)
Iman Brotoseno (Orange Waterland)
Irwan Tarmawan (Unikom)
M. Arief Budiman (Petakumpet Creative Network)
Muhammad Sulhan (Universitas Gadjah Mada)
Maya May Syarah (Akademi Komunikasi BSI)
Mitfah K. (Departemen Perdagangan)
Noor Udin (Universitas Bina Nusantara)
Noviaji Wibisono (Becakmabur Creative Agency)
Sari Wulandari (Universitas Bina Nusantara)
Selly Grace (Kementerian Perdagangan)
Sonny D. Setiadji (Nuansa Kreasi Pratama)
Wasinton Sianturi (Kementerian Perdagangan)
Yulisar Ningsih (Kementerian Hukum dan HAM)
Ekonomi kreatif diyakini akan menjadi salah satu kekuatan yang menggerakkan roda perekonomian
Indonesia pada tahun 2025. Walaupun belum termasuk ke dalam kelompok lima sektor penyumbang
PDB terbesar, laju pertumbuhannya menunjukkan adanya potensi untuk dikembangkan lebih lanjut.
Industri periklanan merupakan salah satu subsektor ekonomi kreatif dengan laju pertumbuhan
PDB tertinggi. Karya-karya iklan yang dihasilkan orang kreatif dalam negeri terbukti mampu
mengharumkan nama Indonesia di berbagai ajang kompetisi periklanan tingkat internasional.
Agar industri ini semakin bertumbuh dan memiliki daya saing yang tinggi diperlukan komitmen
pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk mengembangkan industri periklanan di
masa mendatang.
Sebagai penutup, melalui buku ini diharapkan akan ada arahan yang jelas bagi pengembangan
industri periklanan dan menjadikan ekonomi kreatif sebagai motor penggerak perekonomian
nasional.
vii
Daftar Isi
Kata Pengantar...................................................................................................................vii
Daftar Isi..............................................................................................................................viii
Daftar Gambar.....................................................................................................................xi
Daftar Tabel..........................................................................................................................xii
Ringkasan Eksekutif...........................................................................................................xiii
ix
4.5.3 Meningkatnya Pemanfaatan Sumber Daya Dalam Negeri Dalam Pembuatan Iklan......105
4.5.4 Meningkatnya Wirausaha Periklanan yang Profesional dan Berdaya Saing....................105
4.5.5 Meningkatnya Perusahaan Periklanan yang Profesional dan Berdaya Saing...................106
4.5.6 Meningkatnya Kuantitas Karya Periklanan yang Cerdas dan Berkualitas...................... 108
4.5.7 Meningkatnya Ketersediaan Sumber Pembiayaan yang Beragam dan Mudah Diakses..
bagi Industri Periklanan............................................................................................... 108
4.5.8 Meningkatnya Penerimaan Pasar Dalam dan Luar Negeri atas Kreativitas Orang.
Kreatif dan Perusahaan Periklanan Indonesia............................................................... 109
4.5.9 Meningkatnya Ketersediaan Infrastruktur dan Teknologi Pendukung Industri
Periklanan....................................................................................................................110
4.5.10 Menciptakan dan Mendorong Implementasi Regulasi yang Mendukung.
Perkembangan Industri Periklanan...............................................................................111
4.5.11 Meningkatnya Partisipasi Aktif Pemangku Kepentingan dalam Pengembangan
Industri Periklanan ......................................................................................................112
4.5.12 Meningkatnya Apresiasi Masyarakat kepada Orang Kreatif, Perusahaan, dan Karya..
Periklanan Indonesia....................................................................................................113
REFERENSI ................................................................................................................................119
LAMPIRAN .................................................................................................................................121
Gambar 3‑1 PDB atas Dasar Harga Berlaku Setiap Subsektor Ekonomi Kreatif Tahun 2013..64
Gambar 3‑2 Pengeluaran Belanja Iklan di Media Tradisional (dalam juta Rp) ........................65
Gambar 3‑3 Kontribusi Jumlah Tenaga Kerja Setiap Subsektor Ekonomi Kreatif Tahun
2010-2013 ............................................................................................................................. 65
Gambar 3‑4 Kontribusi Jumlah Entitas Usaha Setiap Subsektor Ekonomi Kreatif Tahun
2013 Total Ekspor Dunia (2013)............................................................................................ 66
Gambar 4‑1 Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pengembangan Periklanan 2015-2019............... 93
xi
Daftar Tabel
Tabel 1‑1 Nilai Belanja Iklan berdasarkan Jenis Industri (dalam ribuan Rupiah) .....................8
Rencana Pengembangan Periklanan Nasional 2015-2019 memberi pemaparan yang lebih mendetil
tentang subsektor periklanan sebagai bagian ekonomi kreatif. Rencana Pengembangan Periklanan
Nasional 2015-2019 dimulai dengan penjabaran gambaran umum periklanan di Indonesia. Bagian
ini menunjukkan perkembangan industri periklanan yang mengarah pada periklanan digital dan
terjadinya pergeseran industri periklanan ke arah manajemen komunikasi pemasaran strategis
yang memberikan berbagai jasa kreatif. Namun, fokus pengembangan industri periklanan dalam
lima tahun mendatang dibatasi pada jasa pembuatan konten iklan.
Bagian kedua menunjukkan peta ekosistem yang menggambarkan aktivitas yang terjadi di setiap
tahapan kreatif, para pelaku yang terlibat di dalamnya, dan keterkaitan masing-masing komponen
yang membentuknya dalam industri periklanan. Ekosistem periklanan terdiri dari rantai nilai
kreatif yang meliputi proses kreasi, produksi, dan distribusi; lingkungan pengembangan berupa
apresiasi dan pendidikan; pasar; dan pengarsipan. Pelaku utama dalam proses penciptaan nilai
adalah berbagai departemen dalam perusahaan periklanan atau orang kreatif periklanan yang
bekerja secara independen. Sementara pada lingkungan pengembangan tampak peran berbagai
pihak seperti media, asosiasi, masyarakat, dan lembaga pendidikan untuk meregenerasi dan
memotivasi orang kreatif untuk senantiasa meningkatkan kualitas karya iklan yang dihasilkannya.
Proses penciptaan karya periklanan tentunya tidak terlepas dari peran berbagai usaha lain
baik dalam bentuk pemberian pasokan maupun permintaan. Beberapa pelaku usaha lain yang
terkait dengan industri periklanan diantaranya perusahaan penyedia konsultasi bisnis, jasa riset
pemasaran, rumah produksi, jasa percetakan, penyedia perlengkapan produksi iklan, manajemen
artis, jasa fotografi, penyedia perangkat lunak, dan perusahaan yang bergerak di bidang media.
Keterkaitan antara industri periklanan dengan pelaku-pelaku usaha di bidang lainnya tampak
dalam peta industri.
Pada bagian ketiga dibahas mengenai kontribusi industri periklanan terhadap perekonomian
Indonesia dan ekonomi kreatif. Tampak bahwa kontribusi periklanan masih relatif rendah
dibandingkan beberapa subsektor ekonomi kreatif lainnya. Meskipun demikian, potensi periklanan
sangat besar yang terlihat dari tingginya laju pertumbuhan produk domestik bruto, pertumbuhan
belanja iklan, produktivitas tenaga kerja, dan pertumbuhan entitas usaha.
Melihat hal tersebut maka diperlukan perencanaan strategis untuk meningkatkan daya saing
industri periklanan, baik di lingkup nasional maupun internasional. Tujuh pilar ekonomi
kreatif yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya pendukung, industri, lembaga
pembiayaan, pemasaran, ketersediaan infrastruktur dan teknologi, serta kelembagaan digunakan
untuk menganalisis daya saing dan mengidentifikasi potensi dan permasalahan yang dihadapi
industri periklanan. Berdasarkan analisis potensi dan permasalahan tersebut, disusunlah visi,
misi, tujuan, dan sasaran pengembangan industri periklanan periode 2015-2019. Rencana
pengembangan ini ditutup dengan strategi dan rencana aksi yang memerlukan koordinasi antar
lembaga pemerintahan dan institusi yang terkait dengan pengembangan industri periklanan.
xiii
Visi yang ingin diwujudkan pada periode tahun 2015-2019 adalah industri periklanan Indonesia
yang berdaya saing, didukung oleh keberadaan orang kreatif yang unggul dalam kreativitas dan
profesionalisme, serta mampu memanfaatkan kekayaan budaya Indonesia. Tiga misi dirumuskan
untuk mewujudkan visi tersebut, yang kemudian diturunkan ke dalam 7 tujuan, 12 sasaran
strategis, 41 strategi, dan 58 rencana aksi.
Pencapaian visi yang dinyatakan dalam rencana pengembangan ini memerlukan implementasi
dan pengawasan yang melibatkan para aktor intelektual, bisnis, pemerintah, dan komunitas.
Dengan demikian industri periklanan yang berdaya saing baik di tingkat nasional maupun
internasional akan dapat terwujud.
xv
2 Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Periklanan Nasional 2015—2019
BAB 1
Perkembangan Periklanan
di Indonesia
Pada awalnya, periklanan hanya dianggap sebagai bentuk komunikasi nonpersonal yang digunakan
untuk keperluan komersial. Namun, perkembangan zaman dan teknologi menyebabkan terjadinya
perluasan arti dan ruang lingkup periklanan.
Keberhasilan periklanan untuk mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen ternyata menarik
minat pemerintah, organisasi nirlaba, partai politik, dan individu. Akibatnya, cakupan periklanan
tidak lagi hanya terbatas pada iklan komersial, melainkan meluas menjadi iklan layanan masyarakat,
iklan politik, iklan pencitraan, dan lainnya.
Karena adanya perkembangan teknologi dan juga adanya perubahan kondisi sosial dan budaya
di masyarakat, maka pemahaman definisi dan ruang lingkup dari periklanan itu sendiri dalam
konteks ekonomi kreatif, sangatlah penting dalam menyusun rencana pengembangan periklanan
lima tahun mendatang.
Meskipun istilah periklanan di Indonesia berasal dari bahasa Belanda, sebenarnya kedua kata
tersebut berasal dari bahasa Latin karena periklanan dalam bentuk visual, pertama kali digunakan
oleh bangsa Mesopotamia, Babilonia, Yunani, dan Romawi Kuno sekitar 3.000 tahun sebelum
Masehi. Advertensi dalam bahasa Latin adalah advertere, yang artinya “mengarahkan kepada” atau
“menarik perhatian seseorang pada”. Kata tersebut kemudian diserap ke dalam bahasa Perancis
kuno menjadi avertire, yang berarti “untuk mengumumkan” atau “untuk memperingatkan”.
Sementara reklame dalam bahasa Latin disebut re-clamare yang artinya “untuk mengumumkan”
atau “untuk menyatakan”.
Pada tahun 1951 barulah istilah periklanan mulai diperkenalkan oleh seorang tokoh pers
Indonesia bernama Soedarjo Tjokrosisworo. Kata dasar periklanan adalah iklan yang diambil dari
bahasa Arab, yaitu i’ lan atau i’ lanun, yang diartikan sebagai “informasi” atau “pengumuman”.
(1) Winarno, B. (2008), Rumah Iklan: Upaya Matari Menjadikan Periklanan Indonesia Tuan Rumah di Negeri Sendiri.
Kompas Media Nusantara: Jakarta.
Berdasarkan etimologi tersebut, periklanan dapat diartikan sebagai segala aktivitas untuk
mengumumkan sesuatu kepada masyarakat yang bertujuan menginformasikan, menganjurkan,
atau menawarkan produk, baik berupa barang maupun jasa, agar masyarakat tertarik untuk
membeli atau menggunakannya.
Selain melihat dari asal mula katanya, periklanan dapat juga dipahami dari pendekatan kontekstual.
National Endowment for Science, Technology and the Arts (2006)2 mengelompokkan periklanan
sebagai industri kreatif yang bergerak di sektor jasa yang para pelakunya mengerahkan waktu
dan usahanya dengan menggunakan kemampuan intelektualnya untuk kepentingan bisnis atau
organisasi lain. Pendapat serupa juga diungkapkan dalam concentric circles model (KEA European
Affairs, 2006)3 yang memasukkan periklanan ke dalam core creative fields karena keluarannya
memiliki nilai ekspresif tinggi dan bersifat komersial, sehingga memerlukan perlindungan berupa
hak cipta. Demikian pula dengan UNCTAD (2011)4 yang mengategorikan periklanan ke dalam
kelompok functional creations karena sifat industrinya didorong oleh adanya permintaan dari
pihak lain untuk menghasilkan produk yang memiliki tujuan fungsional.
Sementara itu, American Marketing Association memberikan pengertian yang lebih detail
sebagai berikut.
“Advertising is the placement of announcements and persuasive messages in time or space purchased in
any of the mass media by business firms, nonprofit organizations, government agencies, and individuals
who seek to inform and/or persuade members of a particular target market or audience about their
products, services, organizations, or ideas” (American Marketing Association).
(2) National Endowment for Science, Technology and the Arts (2006). Creating Growth: How the UK Can Develop World
Class Creative Businesses. London.
(3) KEA European Affairs (2006). The Economy of Culture in Europe, penelitian untuk The European Commission. Brussels
(4) United Nations Conference on Trade and Development (2010), Creative Economy Report 2010
(5) O’Guinn, T.C., Allen, C.T., and Semenik, R.J. (2009). Advertising and Integrated Brand Promotion, 5th ed., Cengage
Learning, Mason, OH
Berdasarkan kedua definisi tersebut dapat dijabarkan beberapa karakteristik iklan yang masih
sering digunakan hingga sekarang. Pertama, iklan sebagai bentuk promosi berbayar karena pihak
sponsor atau klien harus mengeluarkan biaya untuk membuat dan menempatkan iklan di media
massa. Kedua, iklan harus disampaikan melalui media komunikasi yang mampu meraih target
pasar atau khalayak dalam jumlah besar, misalnya melalui televisi, radio, surat kabar, majalah,
poster, billboard, Internet, direct mail, dan lain-lain. Terakhir, iklan bersifat persuasif karena
bertujuan untuk membujuk target konsumen agar lebih memilih untuk membeli sebuah produk,
layanan, ide, atau merek tertentu.
American Marketing Association (AMA) merupakan asosiasi yang mewadahi praktisi dan
akademisi di bidang manajemen pemasaran pada tahun 2012. Asosiasi ini berdiri pada tahun
1937 yang merupakan hasil penggabungan National Association of Marketing Teachers and
the American Marketing Society. Misinya untuk menjadi asosiasi profesional bagi individu
dan organisasi yang terkemuka baik dari segi praktek, pengajaran, dan pengembangan ilmu
pemasaran di seluruh dunia.
Saat ini AMA menjadi salah satu asosiasi pemasaran terbesar di dunia yang beranggotakan
lebih dari 30.000 orang pada tahun 2012. AMA merupakan asosiasi yang paling dipercaya
sebagai sumber informasi dan pengetahuan tentang pemasaran yang dapat dimanfaatkan para
anggotanya untuk kegiatan pembelajaran seumur hidup.
Berdasarkan definisi tersebut, terdapat beberapa kata kunci yang menjelaskan periklanan secara
lebih mendalam.
1. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh pihak pengirim (sender) kepada
target penerima pesan (receiver) yang dimaksudkan untuk memberitahu, mengubah sikap,
pendapat, atau perilaku, baik secara langsung maupun tidak langsung. Periklanan sebagai
bentuk komunikasi dapat bersifat personal maupun nonpersonal. Perkembangan platform
teknologi informasi berbasis Internet memungkinkan terjadinya interaksi antara pengiklan
dan target khalayak serta antar pengguna Internet. Hal tersebut mengkibatkan terjadi
pergeseran sifat komunikasi iklan dari yang awalnya hanya bersifat satu arah menjadi dua
arah, dari yang semula yang umumnya bersifat nonpersonal menjadi personal.
2. Media merupakan alat untuk menyampaikan pesan dari pengirim kepada penerima
baik secara langsung maupun tidak langsung. Pesan pemrakarsa selaku pengiklan dapat
disampaikan melalui berbagai media seperti media cetak, media elektronik, dan media
digital. Terkait dengan pemilihan media, saat ini iklan tidak lagi terbatas pada bentuk
promosi berbayar. Beberapa media memungkinkan pemrakarsa untuk menampilkan
iklan secara gratis, misalnya melalui media sosial.
3. Produk merupakan segala sesuatu yang diiklankan, meliputi barang, jasa, ide, peristiwa,
fasilitas, atau orang.
4. Merek adalah tanda yang dapat berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,
susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda
dan digunakan dalam kegiatan perdagangan dan jasa.
5. Pemrakarsa adalah pihak yang ingin menyampaikan sesuatu kepada penerima pesan.
Pemrakarsa dapat berupa perusahaan, pemerintah, individu, lembaga nirlaba, dan
lembaga-lembaga lainnya.
Aktivitas bisnis utama periklanan adalah di bidang jasa kreatif pembuatan karya iklan untuk
menyampaikan pesan klien kepada target khalayak. Terkait dengan pengembangan konten
iklan, maka periklanan dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan, pembuat iklan, dan media
yang digunakan.
Tabel 1 - 1 Nilai Belanja Iklan berdasarkan Jenis Industri (dalam ribuan Rupiah)
2012 2013
INDUSTRI
JUMLAH PERSENTASE JUMLAH PERSENTASE
Selain itu periklanan dapat diklasifikasikan berdasarkan pihak pembuat iklan, yaitu:
1. Perusahaan periklanan adalah usaha yang melayani jasa pembuatan, perencanaan,
dan penanganan iklan untuk kepentingan klien. Usaha kreatif tersebut ada yang bersifat
independen, adapula yang dimiliki oleh perusahaan klien atau pengiklan yang disebut
in-house advertising agency. Jika dilakukan pembagian secara lebih mendetail maka dapat
dijabarkan sebagai berikut:
a. Full service agency adalah perusahaan yang memberikan layanan, meliputi:
perencanaan, penciptaan konsep iklan, produksi iklan, jasa riset, dan pemilihan
media. Beberapa perusahaan periklanan tersebut juga memberikan layanan lain
di luar periklanan seperti perencanaan pemasaran strategis, promosi langsung,
perancangan dan pembuatan situs perusahaan, pemasaran interaktif, serta jasa
hubungan masyarakat (public relations).
b. Creative agency atau creative boutique adalah perusahaan ini hanya memberikan
layanan terkait dengan proses kreasi iklan atau merek.
c. Specialized agency adalah perusahaan periklanan yang memiliki kekhususan
pada aktivitas tertentu dari proses penyampaian pesan pada target pasar. Beberapa
di antaranya berfokus bukan pada aktivitas dalam rantai kreatif periklanan, tetapi
pada kelompok target khalayak tertentu, industri, atau jenis komunikasi pemasaran
yang digunakan.
Klasifikasi ketiga disusun berdasarkan media komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan
pesan klien kepada target khalayak. Pembagiannya adalah sebagai berikut:
1. Iklan di media tradisional adalah iklan yang disampaikan di surat kabar, majalah,
televisi, radio, media luar ruang, dan media luar ruang (out-of-home) lainnya.
2. Iklan di media digital adalah iklan yang dimuat di situs Internet dan media sosial.
Jika dilihat dari besaran nilai belanja iklan yang dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan
hingga awal tahun 2014, tampak bahwa mayoritas perusahaan masih mengandalkan pada media
tradisional dalam beriklan. Besarnya belanja iklan di media massa tradisional mencapai sekitar
90 persen dari total belanja iklan nasional. Hal ini karena masyarakat Indonesia masih cenderung
mengandalkan media massa tradisional sebagai sumber informasi.
Meskipun nilai belanja iklan di media digital masih rendah, tingkat pertumbuhannya sangat tinggi
hingga mencapai 80 hingga 100 persen per tahun yang didorong oleh perkembangan teknologi.
Sebagian masyarakat, terutama generasi Y dan milenium yang cenderung lebih adaptif terhadap
perkembangan teknologi, mulai beralih ke media digital sebagai sumber informasi. Generasi Y
adalah orang-orang yang lahir antara tahun 1977 dan 1994. Sementara orang-orang yang lahir
setelah tahun 1994 seringkali disebut sebagai generasi milenium atau generasi Z (Schiffman dan
Kanuk, 2010).
Peningkatan penetrasi Internet di Indonesia, terutama di kota-kota besar dan perubahan pola
belanja konsumen ke arah digital mendorong perusahaan periklanan untuk memperluas cakupan
bisnisnya. Banyak perusahaan periklanan yang melakukan pengembangan aplikasi digital yang
ditujukan untuk mendukung kegiatan pemasaran berbasis Internet (e-marketing). Layanan tersebut
terdiri atas desain situs Internet dan jasa search engine optimization.
Pengembangan aplikasi pemasaran berbasis Internet tersebut lebih banyak dilakukan oleh penyedia
jasa teknologi informasi. Nantinya keluaran yang dihasilkan akan ditampilkan di situs Internet
dan media sosial.
Cakupan bisnis periklanan lainnya adalah dalam bentuk penyelenggaraan event yang diselenggarakan
oleh event organizer. Penyelenggaraan event sendiri dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan
dan lokasi.
Periklanan terkait aplikasi digital tidak dibahas di sini karena komponen ini merupakan bagian
dari industri teknologi informasi. Sementara untuk penyelenggaraan event adalah bagian dari
MICE (meeting, incentive, convention/conference, and exhibition/event) yang termasuk dalam
industri pariwisata.
PERIKLANAN
Perusahaan
Iklan Periklanan
Media
Komersial
Tradisional
Pembuatan Independent
Konten Iklan Creative Services
Iklan Media Digital
Non-Komersial
Orang Awam
Penyedia Jasa
Desain
Teknologi
Situs
Informasi
Jasa Search
Engine Optimization
Event
Komersial
Indoor Event
Outdoor Event
Penyelenggaraan Event
Event Organizer
Event
Non-Komersial
Indoor Event
Outdoor Event
Periode periklanan kuno berada pada rentang waktu mulai dari 3.000 tahun hingga ditemukannya
mesin cetak. Berbagai temuan arkeologi di beberapa negara menunjukkan bahwa periklanan
telah dikenal sejak 3.000 tahun sebelum masehi. Bukti-bukti tersebut ditemukan di wilayah
Mesopotamia, Eropa, Afrika, hingga Amerika Selatan.
Bangsa Mesopotamia dan Babilonia pada masa itu belum mengenal huruf. Perdagangan masih
menggunakan sistem penjualan langsung (direct selling). Para penjual menyewa perahu dan
mengutus pedagang keliling untuk mengantar hasil-hasil produksi ke konsumen. Pedagang-
pedagang tersebut juga mengumumkan barang dagangannya dengan cara berteriak di gerbang kota
untuk menarik perhatian para pelintas yag memasuki kota. Kelancaran penyampaian informasi
perdagangan pada awalnya mengandalkan pada sistem getok tular (word-of-mouth) sehingga
penyebarannya terbatas. Namun, berkembang kedalam bentuk visual yang ditunjukkan dari
temuan kepingan tanah liat (clay tablet) bertuliskan tentang in a-kota besar yang mulai memakai
tanda dan simbol atau papan nama untuk beriklan. Bukti-bukti tersebut dapat dilihat di antara
reruntuhan kota Pompeii. Faktor yang membedakan sistem perdagangan pada zaman Romawi
dengan Mesopotamia adalah pesan dan produk yang diiklankan sudah mengarah pada segmen
pasar yang dituju. Bukti lain juga ditemukan di Inggris dalam bentuk stempel batu milik T.
Vindaius Ariovertstus yang menjajakan obat merek Chloron.
Temuan-temuan periklanan kuno dalam bentuk visual juga ditemukan di beberapa wilayah lain. Di
Mesir ditemukan poster-poster berbahan papirus yang mengabarkan tentang ketersediaan barang-
barang tertentu. Di beberapa situs lama di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan juga ditemukan
gambar-gambar di batu cadas yang menunjukkan kehadiran iklan di masa lalu.
Periode dari abad ke-13 hingga tahun 1959 merupakan era periklanan semi modern. Pembagian
periode ini adalah era sebelum revolusi industri, era setelah revolusi industri, dan era periklanan
elektronik.
Evolusi periklanan terjadi saat Cina memperkenalkan kertas pada tahun 1215 dan Johannes
Gutenberg menemukan mesin cetak di tahun 1450. Kedua temuan tersebut menyebabkan
terjadinya peralihan media iklan dari bentuk relief ke selebaran. Iklan cetak pertama muncul
di Inggris pada tahun 1472. Iklan tersebut berbentuk poster yang menginformasikan terbitnya
buku-buku doa gereja. Iklan tempel pertama juga muncul di Inggris pada akhir abad ke-15 yang
berisi iklan Siquis.
Johannes Gensfleisch zur Laden zum Gutenberg (1398–1468) lahir di kota Mainz, Jerman sebagai
putra bungsu dari pedagang kelas atas Friele Gensfleisch zur Laden, dari istri keduanya, Else
Wyrich. Ia pindah ke Strasbourg saat terjadi pemberontakan di Mainz pada tahun 1411 dan
menghidupi dirinya dengan membuat barang dari logam. Dua puluh tahun kemudian ia
pulang ke Mainz dan bekerja sebagai seorang tukang emas.
Ide Gutenberg tercetus ketika bekerja sebagai tukang emas di Mainz, yaitu untuk menghasilkan
surat pengampunan dengan membentuk kop huruf untuk mencetak surat pengampunan
dalam jumlah besar agar dia mendapat banyak uang untuk membayar utang-utangnya. Saat
itu dibutuhkan waktu yang lama untuk menulis buku dan surat karena masih ditulis dengan
tulisan aksara latin dengan tangan dan mengandung banyak kesalahan ketika penyalinan. Untuk
itu ia membuat acuan huruf logam dengan menggunakan timah hitam untuk membentuk
tulisan aksara latin.
Pada mulanya, Gutenberg terpaksa membuat hampir 300 bentuk huruf untuk meniru bentuk
tulisan tangan berbentuk tegak-bersambung. Kemudian ia membuatnya untuk mesin cetak
bergerak yang menjadi temuan terbesar Gutenberg.
Selain menjadi ahli dalam bidang percetakan, Gutenberg juga menciptakan bahan sampingan
percetakan seperti tinta dan cetakan huruf. Gutenberg juga telah menyempurnakan campuran
logam untuk membentuk cetakan huruf dengan gabungan timah hitam, antimon, dan timah
yang masih digunakanhingga abad ke-20.
Sumber: id.wikipedia.org
Revolusi industri yang terjadi pada tahun 1750 hingga 1850 menyebabkan terjadinya perubahan
besar-besaran di berbagai bidang. Periode ini ditandai oleh terjadinya pertumbuhan jumlah
penduduk dan peningkatan pendapatan per kapita yang signifikan. Revolusi industri juga
menyebabkan terjadinya pertumbuhan usaha dan pabrik dan meningkatkan intensitas persaingan.
Untuk menarik konsumen, perusahaan-perusahaan tersebut membutuhkan jasa periklanan untuk
mempromosikan produknya.
Perusahaan periklanan pertama didirikan pada tahun 1841 di Philadelphia, Amerika Serikat.
Perusahaan ini bernama N.W. Ayer & Son yang didirikan oleh Francis Ayer. Sementara itu Volney
Palmer juga mendirikan perusahaan periklanan di Boston. Kedua perusahaan ini kemudian
memperkenalkan metode teknik penyampaian iklan yang lebih persuasif dengan melakukan
perencanaan, penciptaan, dan implementasi kampanye iklan berdasarkan permintaan klien
selaku pengiklan.
Periklanan dalam bentuk visual mengalami perkembangan sejak ditemukan fotografi oleh Sir
John Herschel pada tahun 1839. Temuan tersebut memberi kemudahan dalam proses pembuatan
iklan dan menjadi sarana bagi pelaku di industri periklanan untuk menyalurkan kreativitasnya.
Foto menjadi bagian dari iklan ternyata mampu menambah kredibilitas pesan yang disampaikan.
Jika sebelumnya iklan hanya ditampilkan di surat kabar, mulai tahun 1844 iklan ditampilkan
juga di majalah. Majalah pertama yang memuat iklan adalah Southern Messenger di bawah
arahan Allen Poe. Di tahun 1880-an perusahaan periklanan mulai melayani jasa lainnya seperti
konsultasi dan jasa periklanan lainnya.
WPP Group yang berlokasi di Inggris menaungi sejumlah perusahaan periklanan besar seperti
J. Walter Thompson (1864), Young & Rubicam (1923), Bates (1940), dan Ogilvy & Mather
(1948). Sementara BBDO Worldwide (1928), DDB Worldwide (1949), TBWA Worldwide (1970)
merupakan bagian dari Omnicom Group, Inc. yang berpusat di Amerika Serikat. The Interpublic
Group of Companies, Inc. yang bertempat di Amerika Serikat diantaranya memiliki Lowe &
Partners Worldwide (1899) dan McCann-Erickson Worldgroup (1902). Publicis Groupe S.A.
Sementara untuk kawasan Asia, salah satu perusahaan periklanan terbesar adalah Dentsu Ltd.
yang didirikan di Jepang pada tahun 1901 dengan nama Japan Advertising Ltd. Barulah pada
tahun 1955 mengubah namanya menjadi Dentsu Advertising Ltd. Saat ini perusahaan ini memiliki
jaringan global di 124 negara.
Perkembangan teknologi juga melahirkan pesawat televisi yang mulai dipasarkan pada tahun
1928. Penemuan itu mendorong J. Walter Thompson untuk menjajagi peluang pemasangan
iklan di televisi pada tahun 1930-an. Namun, iklan televisi hitam putih pertama baru muncul
pada tahun 1941, yaitu untuk produk arloji Bulova. Sementara iklan televisi berwarna muncul
di tahun 1954 yang mengiklankan produk Castro Decorate. Kehadiran iklan televisi disinyalir
menjadi penyebab menurunnya popularitas radio sebagai media periklanan.
Sejarah periklanan modern dimulai pada tahun 1960-an yang ditunjukkan melalui karya-karya
iklan yang kreatif. Periode ini dibagi menjadi era unique selling proposition dan positioning.
Pada periode sebelum tahun 1970-an, masyarakat dibombardir oleh berbagai pesan iklan yang
menyebabkan informasi yang diterimanya menjadi berlebih. Akibatnya, setiap pesan tersebut
berkompetisi untuk dapat membuat target khalayak mengingatnya. Situasi ini mendorong lahirnya
era positioning pada tahun 1970-an. Tokoh-tokoh periklanan pada era ini adalah David Ogilvy, Ron
Rosenfeld, Len Sirowitz, Tom Lawson, Al Ries, dan Jack Trout. Ciri iklan pada masa ini adalah
penekanannya pada strategi untuk menancapkan citra produk yang diiklankan ke dalam benak
target konsumen, bukan sekedar menyampaikan fitur atau keunggulan produk. Beberapa produk
terbukti sukses menjalankan strategi tersebut, misalnya 7-Up dan Majalah Sports Illustrated.
Salah satu iklan produk yang sukses menggunakan konsep positioning adalah 7-Up. Sekilas
tema “Un-cola” yang diangkatnya terlihat aneh. Sesungguhnya pemilihan tema dilakukan
dengan pertimbangan yang matang. Pada tahun tersebut 2/3 produk bersoda yang dikonsumsi
di Amerika Serikat adalah jenis cola dan pemimpin pasarnya adalah Coca Cola. Di sini
7-Up mencoba mengaitkan produknya dengan jenis minuman populer, sehingga khalayak
mengasosiasikannya sebagai alternatif minuman selain cola. Tema tersebut terbukti tema ini
berhasil meningkatkan penjualannya hingga 10 persen di tahun pertama peluncuran kampanye
iklan dan kenaikannya berkelanjutan.
Sumber: Ries, A. dan Trout, J. (1972). “The Positioning Era is Cometh” www.ampcommunication.it
Awal tahun 1990-an menandai lahirnya era global interactive. Kehadiran televisi kabel dan satelit
penerima memungkinkan orang untuk menonton saluran televisi yang menawarkan program-
program spesifik. Hal yang paling mencolok adalah saluran televisi MTV. Selain menjadi pelopor
saluran televisi dengan konsep video musik, MTV juga menciptakan tren periklanan baru. Studi
menunjukkan bahwa konsumen lebih menyimak pesan yang diiklankan di MTV daripada iklan
di media-media lainnya. Kesuksesan tersebut ikut meningkatkan kesuksesan saluran-saluran yang
seluruh acaranya berisi iklan seperti saluran Home Shopping dan Shop TV.
Kehadiran media interaktif berupa Internet pada tahun 1993 menambah media alternatif yang
digunakan pihak pengiklan untuk mempromosikan produk, layanan, dan gagasan. Namun,
keberhasilan mengiklankan produk melalui Internet baru mulai tampak pada tahun 2001 dengan
kehadiran platform Web 2.0 yang memungkinkan terjadinya interaksi antara penjual dengan
konsumen maupun antar konsumen.
Memasuki abad ke-21 periklanan di media Internet semakin merambah dunia. Sejumlah situs
Internet termasuk mesin pencari Google dan Yahoo memulai perubahan dalam industri periklanan
digital dengan memperluas relevansi kontekstual, dengan lebih mengutamakan pemberian
bantuan pencarian produk yang diinginkan konsumen daripada membanjiri konsumen dengan
informasi-informasi yang tidak diperlukan. Hal ini menandai tren periklanan interaktif yang
lebih bersifat personal dan customized.
Sejarah periklanan di Indonesia dimulai sekitar 400 tahun lalu saat Jan Pieterszoon Coen menjabat
sebagai Gubernur Jenderal di Batavia. Pada tahun 1621, ia menerbitkan lembar informasi yang
ditulis dengan tulisan tangan yang indah (silografi) bernama Mémorie De Nouvelles. Lembar tersebut
memuat informasi pemerintah VOC mengenai mutasi pejabat di wilayah Hindia Belanda. Lebih
dari satu abad kemudian, tulisan tangan tersebut diterbitkan kembali di surat kabar Bataviaasche
Nouvelles pada tanggal 17 Agustus 1744 yang merupakan surat kabar pertama di Hindia Belanda.
Surat kabar ini merupakan surat kabar pemerintah Hindia Belanda yang diterbitkan dan dicetak
oleh VOC. Dalam surat kabar ini hampir seluruh halamannya dipenuhi oleh iklan. Oleh karena
itu, dapat dikatakan bahwa iklan di Indonesia lahir bersamaan dengan diterbitkannya surat kabar
pertama di wilayah Hindia Belanda.
Sejak Hindia Belanda diserahkan kembali oleh Inggris pada tahun 1812, percetakan surat kabar
dikendalikan sepenuhnya oleh negara, meskipun perusahaan percetakannya yang berlokasi di
negeri Belanda masih dimiliki dan dikelola oleh swasta. Tahun 1829 pemerintah Hindia Belanda
mendirikan surat kabar Nederland-Indisch Handelsblad. Dua surat kabar pemerintah terdahulu,
Batavia Nouvelles dan Bataviaasch Advertentieblad, tidak bertahan lama, karena tahun 1833
pemerintah kolonial Hindia Belanda mengambil kebijakan yang mendukung penerbitan dan
pencetakan surat kabar oleh swasta.
Bataviaasch Advertentieblad yang tahun 1851 terbit kembali dengan nama Bataviaasch Iklanblad,
setahun kemudian namanya berubah menjadi Java Bode. Namun, Java Bode dilarang menyiarkan
baik iklan-iklan pelelangan maupun iklan-iklan hasil pabrik karena khawatir akan menimbulkan
persaingan atau perang dagang seperti di Inggris dan Amerika. Meskipun tanpa iklan, Java Bode
dapat bertahan selama 90 tahun. Hal tersebut mendorong Nederlandsch-Indisch Handelsblad
berusaha bangkit kembali pada tahun 1858, tetapi hanya bertahan selama 9 tahun.
Periklanan mulai berkembang saat surat-surat kabar bermunculan di daerah seperti De Locomotief
di Semarang pada tahun 1864 dan Tjahaja Sijang di Manado pada tahun 1869. Iklan pada masa
tersebut masih berupa iklan baris dikarenakan kesulitan dalam hal teknis percetakan. Baru pada
Pertumbuhan iklan di zaman Hindia Belanda sangat dipengaruhi oleh masuknya modal swasta
ke sektor perkebunan dan pertambangan pada tahun 1870. Hal tersebut menimbulkan kebutuhan
akan iklan pemasok tenaga kerja. Iklan jenis ini muncul di surat-surat kabar di Sumatera Timur
yang merupakan daerah perkebunan utama pada masa itu, yaitu Sumatra Post dan Deli Courant
di Sumatra Timur pada tahun 1902. Masuknya produk-produk industri ke Hindia Belanda juga
mendorong produsennya untuk beriklan.
Surat kabar pada masa tersebut digunakan berbagai media untuk memuat iklan tentang perdagangan,
pelelangan, dan pengumuman resmi pemerintah Hindia Belanda. Semakin lama makin banyak
surat kabar yang memuat iklan dan menjadikannya sebagai sumber penghasilan untuk membiayai
biaya cetak. Hal tersebut menunjukkan bahwa pola perdagangan dan metode pemasaran di Hindia
Belanda telah mulai dipengaruhi oleh perusahaan periklanan. Perkembangan ini mencerminkan
bahwa Hindia Belanda telah melakukan adaptasi terhadap metode pemasaran seperti di Eropa.
Pada awalnya pengusaha yang akan memasang iklan harus berhubungan langsung dengan
pihak surat kabar. Namun, lama-kelamaan dengan munculnya keinginan para pengusaha untuk
mengiklankan produk di luar daerahnya, cara langsung tersebut dianggap tidak efektif lagi.
Kebutuhan tersebut mendorong munculnya industri jasa periklanan di Indonesia. Beberapa
perusahaan jasa periklanan pada masa tersebut adalah Aneta, Albrecht & Co., N.V. Algemeen
Reclame Bureau Excelsior, Van Oosterzee & Co., Liem Kim Hok, Perusahaan Lauw Tjin, Bureau
voor Indische Agenture & Reclames, dan Algemeen Advertentie.
Sementara itu, perusahaan-perusahaan periklanan kecil umumnya dimiliki oleh keturunan Tiongkok
atau pribumi. Perusahaan periklanan pertama yang dimiliki oleh keturunan Tiongkok adalah NV
Tjong Hok Long pada tahun 1901. Pelopor periklanan dari kelompok turunan Tiongkok adalah
Yap Goan Ho yang memiliki perusahaan periklanan sendiri di Batavia. Yap Goan Ho sebelumnya
adalah seorang copywriter di perusahaan periklanan De Locomotief. Perusahaan periklanannya
diberi nama Yap Goan Ho, mulanya dikontrak oleh surat kabar berbahasa Melayu, Sinar Terang
(terbit 1888—1891). Perusahaan periklanan ini hanya bertahan tiga tahun dikarenakan Sinar
Terang mengalami kebangkrutan. Setelah Sinar Terang tutup, Yap Goan Ho kembali berusaha
mengembangkan sendiri perusahaan periklanannya. Untuk itu dia mengumpulkan modal dari
bekerja mencari iklan bagi beberapa surat kabar. Dia mengkhususkan diri pada iklan-iklan
pelelangan barang milik para pejabat Belanda.
Kehadiran tokoh periklanan dari kelompok pribumi diawali oleh munculnya NV Medan Prijaji
pada tahun 1906. Tiras surat kabar yang didirikan RM Tirto Adisoerjo ini beredar di Batavia,
Bogor dan Bandung. Orang yang mengelola perusahaan periklanan Medan Prijaji adalah Raden
Goenawan yang merupakan lulusan HIS (Holland Inlandsche School), Batavia. Keduanya
merangkap menangani bidang percetakan Medan Prijaji. Raden Goenawan juga pernah bekerja
di perusahaan periklanan NV Soesman’s yang berkedudukan di Batavia. NV Soesman’s banyak
mengiklankan penyediaan tenaga kerja pendatang dari Jawa ke Sumatera Timur.
Invasi Jepang ke Indonesia dengan serta-merta menghentikan laju industri periklanan Indonesia
yang sebelumnya dikelola secara relatif profesional. Surat-surat kabar pada periode tersebut
didominasi oleh propaganda kemegahan Jepang sebagai negara industri dan iklan perekrutan
tenaga kerja untuk dijadikan pekerja paksa atau bekerja untuk kepentingan militerisme Jepang.
Periode pascamerdeka yang diawali dengan kemenangan Sekutu dan proklamasi kemerdekaan
pada tanggal 17 Agustus 1945 mengembalikan situasi ekonomi maupun periklanan seperti masa
sebelum penjajahan Jepang. Beberapa iklan pertama yang muncul di surat kabar memuat himbauan
membantu dana bagi berbagai kebutuhan mendesak pada masa pascamerdeka. Iklan-iklan tersebut
tercatat sebagai jenis iklan layanan masyarakat pertama dalam sejarah periklanan Indonesia.
Di samping itu, periklanan di masa awal kemerdekaan juga berisi iklan ucapan belasungkawa
atau ucapan terima kasih dari keluarga yang kehilangan sanak saudaranya. Situasi ini sedikit
berubah pada tahun 1949, saat mulai bermunculannya kelompok usahawan besar pribumi yang
memunculkan kembali iklan-iklan produk. Beberapa nama terkenal saat itu adalah Agoes Dasaad,
Djohan Soetan Soelaman, Djohor Soetan Perpatih, Rahman Tamin, dan Hadji Abdul Ghani Aziz.
Periode ini juga ditandai dengan pembentukan asosiasi periklanan. Asosiasi Perserikatan Biro
Reklame Indonesia yang diinisiasi oleh beberapa perusahaan periklanan di Jakarta dan Bandung
dibentuk pada tahun 1949. Namun, asosiasi tersebut akhirnya pecah karena terlalu didominasi
oleh perusahaan periklanan milik orang Belanda. Pada akhirnya di tahun 1953 didirikan asosiasi
baru bernama Serikat Biro Reklame Nasional (SBRN).
Sumber: P3I
Kongres pertama SBRN diadakan pada tahun 1957 yang menyetujui perubahan nama dari
SBRN menjadi Persatuan Biro Reklame Indonesia (PBRI). Asosiasi ini dinyatakan sebagai satu-
satunya wadah perusahaan periklanan di Indonesia oleh pemerintah pada tahun 1972. Mengikuti
perkembangan bahasa, asosiasi ini mengalami perubahan nama kembali menjadi Persatuan
Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I).
Sejarah periklanan modern di Indonesia dapat dibagi ke dalam tiga era yang memiliki cirinya
masing-masing. Periode pertama adalah tahun 1970-1979 yang disebut era seller market karena
periklanan saat itu lebih diarahkan untuk menghasilkan penjualan. Peran penjual saat itu lebih
dominan karena tingkat persaingan masih rendah, pilihan produk terbatas, dan konsumen relatif
pasif karena daya belinya masih rendah. Jenis media periklanan yang digunakan umumnya adalah
above the line untuk menjangkau target pasar yang luas.
Perusahaan periklanan mengalami pertumbuhan pada awal tahun 1970-an yang merupakan
bentuk antisipasi kebutuhan akan jasa periklanan akibat pemberlakuan UU Penanaman Modal
Asing pada tahun 1967 dan UU Penanaman Modal Dalam Negeri pada tahun 1968. Pelopornya
adalah perusahaan iklan Intervista, yang kemudian diikuti oleh kehadiran perusahaan iklan Matari,
Fortune, Metro, dan Perwanal. Meskipun Intervista menjadi cikal bakal perusahaan periklanan
modern, namun pada tahun 1990-an perusahaan tersebut tidak beroperasi lagi.
Kenneth T. Sudarto sendiri dikenal sebagai legenda periklanan nasional. Selain sebagai pendiri dan
Komisaris Utama Matari Advertising, beliau juga salah satu pendiri asosiasi Persatuan Perusahaan
Periklanan Indonesia (P3I) dan International Advertising Association (IAA) Indonesia Chapter.
Kenneth Tjahjady Sudarto adalah lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan
Harvard Graduate School of Business, Amerika Serikat. Beliau mendirikan Matari pada
1971 dan menjadikannya sebagai perusahaan periklanan modern yang citranya berbeda
dari biro-biro reklame pinggir jalan.
Ketika pelaku bisnis asing menjadi polemik, beliau pula yang mengajukan jalan tengah.
Dalam Kongres Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) pada 1974 di Semarang,
beliau mengusulkan agar tenaga asing diperbolehkan datang tetapi perusahaan periklanan
asing tidak boleh didirikan di Indonesia. Hingga kini, Matari tetap mempertahankan rasa
lokalnya, meski capaiannya tak kalah dari perusahaan global.
Matari adalah perusahaan periklanan Indonesia yang pertama berhasil menembus final Clio
Award 1980. Memasuki era Reformasi, Matari menjadi perusahaan periklanan pertama
yang menyatakan siap menangani iklan partai politik. Dari sisi pendapatan, Matari selalu
bertengger di lima besar, berjejer bersama perusahaan periklanan multinasional.
Sumber: P3I
Di samping perubahan orientasi perilaku konsumen, di dalam negeri juga terjadi beberapa hal
terkait dengan media yang digunakan untuk beriklan. Pada tahun 1981 pemerintah menghapus
iklan dari TVRI karena adanya kekhawatiran bahwa iklan menstimulasi terjadinya gejala
konsumerisme di masyarakat. Pada masa tersebut TVRI merupakan satu-satunya saluran televisi
nasional. Keputusan pemerintah tersebut mengakibatkan pengiklan mengalihkan pilihan medianya
ke radio dan media luar ruang.
Kemudian pada tahun 1989 muncul saluran televisi swasta pertama di Indonesia, yaitu RCTI,
yang boleh menerima iklan. Kehadirannya menyebabkan produsen mengalihkan kembali iklannya
ke media televisi. Kehadiran saluran televisi swasta tersebut turut mendongkrak besarnya belanja
iklan nasional.
Kondisi perekonomian Indonesia yang stabil dengan jumlah penduduk yang besar menjadikan
negara ini sebagai pasar yang potensial. Situasi tersebut mendorong produsen-produsen multinasional
untuk berinvestasi di Indonesia. Di lain pihak, perusahaan-perusahaan periklanan multinasional
juga dituntut untuk dapat memberikan layanan global ke klien-klien multinasionalnya di Indonesia.
Persaingan yang ketat antar perusahaan periklanan tersebut menandai era ketiga yang dimulai
pada tahun 1990-an.
Era ketiga ini dinamakan era efektivitas dan efisiensi yang ditandai dengan bergabungnya sejumlah
perusahaan periklanan agar menjadi lebih kompetitif. Misalnya AdForce bergabung dengan J.
Walter Thompson, Indo Ad bergabung dengan Ogilvy & Mather, Kreasindo dengan Leo Burnett,
Adwork dengan Euro-RSCG, dan Komunika dengan BBDO. Dari beberapa perusahaan periklanan
yang menjadi pelopor periklanan modern di Indonesia, hanya Matari Advertising dan Fortune
yang bertahan sebagai perusahaan periklanan lokal.
Karakteristik lainnya yang menandai era tersebut adalah munculnya konsep manajemen relasi
pelanggan (customer relationship management) dan praktek pemasaran yang berorientasi pada
micro marketing. Pilihan media promosi pun semakin beragam dengan maraknya penggunaan
event, public relations, dan sponsorship. Kecenderungan tersebut menyebabkan usaha di bidang
penunjang komunikasi pemasaran berkembang pesat.
Kehadiran detik.com sebagai media umum digital pertama di Indonesia memberi alternatif media baru
bagi periklanan. Tetapi baru pada pertengahan tahun 2000-an periklanan dengan menggunakan
Perkembangan teknologi informasi tidak hanya menambah pilihan media yang digunakan untuk
beriklan, melainkan juga menawarkan manfaat-manfaat lainnya. Di satu sisi, teknologi Internet
memberi kemudahan bagi wirausaha kreatif di bidang periklanan yang tersebar di berbagai daerah
di Indonesia untuk mendapatkan informasi. Namun, di sisi lain, perkembangan teknologi juga
memungkinkan orang awam tanpa latar belakang di bidang desain komunikasi visual, desain
grafis, dan periklanan untuk membuat iklan sendiri. Hal ini menjadi tantangan sendiri bagi
perusahaan periklanan dan orang kreatif bidang periklanan untuk tetap kompetitif.
Meskipun saat ini belanja iklan di Indonesia masih didominasi oleh media tradisional, diyakini
tren tersebut akan berubah. Peningkatan penetrasi Internet tentunya berdampak pada tingkat
literasi masyarakat akan penggunaan Internet untuk berbagai hal, termasuk untuk mendapatkan
informasi tentang produk yang dibutuhkannya. Kondisi ini yang telah diantisipasi perusahaan
dengan melengkapi iklan produk di media tradisional dengan iklan digital.
Era periklanan digital menciptakan peluang bagi klien dan perusahaan periklanan untuk
melakukan personifikasi tema iklan untuk tiap kelompok target konsumen yang berbeda.
Nantinya, keberhasilan sebuah karya iklan akan lebih ditentukan oleh kemampuannya dalam
melibatkan khalayak dan mengaitkannya dengan identitas atau konsep diri target konsumen.
Oleh karena itu, pengembangan naskah iklan yang mampu menggambarkan produk atau merek
serta mengaitkannya dengan kepribadian konsumen menjadi penting untuk menarik perhatian
dan membangun relasi jangka panjang dengan konsumen.
199o-an
17 Agustus 1744 Beberapa perusahaan periklanan
melakukan penggabungan usaha
untuk mencapai efektivitas
Penerbitan surat kabar pertama
dan efisiensi
bernama Bataviaasche Nouvelles
yang memuat kembali silografi
Mémorie De Nouvelles
1989
Kehadiran saluran
televisi swasta pertama, RCTI
1864 - 1869
Kehadiran surat-surat kabar
daerah seperti De Locomotief
1981
di Semarang dan Tjahaja Sijang Penghapusan iklan dari TVRI
di Manado
1957
19o1 Kongres pertama Serikat
Biro Reklame Nasional (SBRN)
yang menjadi cikal bakal
Persatuan Perusahaan
Periklanan Indonesia (P3I)
Pendirian NV Tjong Hok Long
sebagai perusahaan periklanan pertama
yang dimiliki oleh keturunan Cina
1949
Pembentukan asosiasi
19o6 periklanan pertama
di Indonesia, (PBRI)
Kehadiran tokoh periklanan
dari kelompok pribumi
diawali oleh munculnya
NV Medan Prijaji
1942-1945
Tema periklanan berubah
1922 menjadi propaganda
kemegahan Jepang dan
Van Oosterzee & Co. menjadi perekrutan tenaga kerja
perusahaan periklanan pertama yang mengusulkan paksa atau untuk
penerapan etika periklanan kepentingan militerisme
Jepang
Ekosistem secara umum merupakan suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara
segenap komponen yang saling mempengaruhi. Ekosistem dalam proses pemetaan ekonomi
kreatif adalah sebuah sistem yang menggambarkan aktivitas yang terjadi di setiap tahapan
kreatif, para pelaku yang terlibat didalamnya, dan keterkaitan antar masing-masing komponen
yang membentuknya.
Pada rantai proses ini, orang kreatif periklanan memegang peranan penting agar seluruh aktivitas
dalam rantai nilai kreatif berjalan dengan baik. Tahapan dalam rantai nilai periklanan dibagi ke
dalam tiga proses, yaitu kreasi, produksi, dan distribusi. Sebuah karya iklan dikatakan efektif
apabila target khalayak mendapatkan pesan sesuai yang diinginkan klien dan pesan dalam iklan
tersebut mampu mempengaruhi sikap serta perilaku target khalayak.
Pada perusahaan periklanan berskala besar, semua pekerja sudah dialokasikan ke divisi-divisi
sesuai dengan spesialisasinya. Oleh karena itu, deskripsi pekerjaan di setiap departemen dapat
diidentifikasi dengan jelas dan memudahkan perusahaan untuk menentukan peranan setiap
divisi dalam penciptaan nilai kreatif. Bahkan tidak jarang perusahaan membentuk tim khusus
(dedicated team) beranggotakan orang-orang kreatif dari tiap divisi yang bertugas hanya untuk
melayani kepentingan sebuah klien yang terkadang menuntut perlakuan spesial.
Kondisi sebaliknya terjadi di perusahaan periklanan skala kecil dan menengah yang memiliki
sedikit pekerja. Keterbatasan tersebut mengakibatkan para pekerjanya cenderung melakukan
berbagai pekerjaan sekaligus (multi-tasking). Oleh karena itu, tidak mengherankan saat perusahaan
mendapatkan proyek iklan dari sebuah klien, serangkaian aktivitas dalam rantai nilai kreatif
hanya ditangani oleh beberapa orang, bahkan terkadang hanya oleh satu orang. Sementara pada
independent creative services yang dijalankan oleh perseorangan, seluruh aktivitas dalam rantai
nilai kreatif ditangani sendiri.
Keterbatasan jumlah pekerja, baik pada perusahaan periklanan skala kecil dan menengah maupun
independent creative services, seringkali menyebabkan para pekerja mengalami kesulitan untuk
mendapatkan proyek pengerjaan iklan dari klien besar. Namun, kendala tersebut tidak terlalu
signifikan pada perusahaan periklanan kecil dan menengah yang berprestasi atau memiliki rekam
jejak sangat baik dan orang kreatif yang dikenal luas sebagai profesional di bidang periklanan.
Pada perusahaan periklanan berskala besar, divisi-divisi yang terlibat dalam aktivitas-aktivitas
utama proses kreasi terdiri atas:
1. Account Executive Department
Account executive bertugas mencari klien yang memerlukan jasa perusahaan periklanan
untuk mempromosikan produk atau mereknya. Kinerja account executive dalam menjalankan
tugas tersebut akan dimonitor dan dievaluasi oleh account supervisor/manager. Dalam divisi
ini juga terdapat posisi client service director yang berperan untuk menjaga relasi dengan
klien. Sebagai puncak pimpinan dari divisi ini adalah account director yang menjalankan
peran strategis seperti melakukan analisis pesaing dan account planning.
Gambar 2-2 memperlihatkan rangkaian aktivitas yang dilakukan sebelum tahap produksi yang
melibatkan berbagai divisi di perusahaan periklanan dan klien. Dalam tahap praproduksi,
Account Executive Department, Creative Department, dan Media Department akan bekerja
sama untuk menghasilkan konsep iklan dan pemilihan media yang sesuai dengan produk yang
akan diiklankan. Pihak klien akan terlibat secara aktif untuk memastikan agar konsep iklan
yang dikembangkan perusahaan periklanan sesuai dengan pesan yang ingin disampaikannya.
Pada mulanya, perusahaan periklanan akan menunjuk account executive yang berperan sebagai
perantara antara perusahaan dan klien. Account executive tersebut memiliki posisi yang unik karena
memiliki dua fungsi. Saat bersama klien, account executive menjadi perwakilan dari perusahaan
periklanan, sementara di perusahaan periklanan, account executive menjadi perwakilan klien.
Berdasarkan fungsinya, maka seorang account executive harus memahami kebutuhan klien secara
mendalam agar pesan yang disampaikan kepada Creative Department dan Media Department
sesuai dengan keinginan klien.
Berdasarkan informasi dari klien dan data tambahan, account manager akan menyusun creative brief
yang berisi deskripsi singkat tentang proyek iklan dan arahan-arahan bagi tim kreatif. Informasi
tentang target khalayak dan kesan yang diinginkan juga dimasukkan ke dalam creative brief agar
tim kreatif dapat memperoleh gambaran penuh atas pekerjaan yang akan dilakukannya. Pada
saat bersamaan koordinasi juga dilakukan dengan Media Department untuk merancang strategi
perencanaan media yang disesuaikan dengan anggaran klien.
Tim kreatif akan mengembangkan dan melakukan konseptualisasi ide berdasarkan creative brief
yang diberikan account manager. Pada tahap ini, tim kreatif akan mengembangkan original copy
dan desain grafis untuk memberikan gambaran tentang ide iklan yang akan diproduksinya.
Original copy dan desain grafis tersebut akan disesuaikan dengan jenis media yang akan digunakan
klien. Ide-ide yang dikembangkan tim kreatif harus disampaikan kepada creative director
untuk mendapatkan umpan balik. Proses ini dapat terjadi berulang kali sebelum tim akhirnya
menghasilkan beberapa alternatif konsep iklan yang akan dipresentasikan ke klien.
Alternatif-alternatif konsep iklan yang dihasilkan tim kreatif tersebut selanjutnya dipresentasikan
oleh account executive pada klien. Dalam presentasi tersebut disampaikan juga tentang estimasi
biaya dari setiap alternatif. Kegiatan ini dilakukan agar klien mengetahui dan memilih konsep
iklan yang paling sesuai dengan keinginannya.
Pada tahapan selanjutnya, klien dan account executive melakukan diskusi lanjutan dan bernegosiasi.
Hasil presentasi dan diskusi lanjutan tersebut akan disampaikan account executive kepada tim
kreatif agar mereka dapat mengembangkan atau merevisi konsep iklan yang sesuai dengan
keinginan klien. Proses ini dapat berlangsung berkali-kali sebelum mendapatkan konsep iklan
yang benar-benar mampu memuaskan keinginan klien. Setelah konsep iklan mendapatkan
persetujuan klien, barulah proses produksi dapat dilakukan.
Dalam praktiknya, proses untuk mendapatkan proyek pengerjaan iklan tidak selalu harus berasal
dari klien. Tidak jarang perusahaan periklanan, terutama perusahaan skala kecil dan menengah,
dan independent creative services yang mendatangi calon klien terlebih dahulu dengan menawarkan
ide kreatifnya untuk produk atau merek klien. Jika klien tertarik maka akan dilanjutkan dengan
diskusi untuk menyesuaikan dan mematangkan ide tersebut serta membuat berbagai alternatif
konsep iklan yang dapat dipilih klien.
Saat ingin melakukan kampanye iklan pun, klien dapat saja melakukan proses lelang (pitching)
atau lomba kreasi iklan dengan mengundang beberapa perusahaan periklanan dan independent
creative services. Kemudian masing-masing peserta pitching atau lomba akan mengembangkan
dan melakukan konseptualisasi ide berdasarkan informasi yang disampaikan klien di sesi awal.
Hasilnya akan disampaikan peserta ke depan panelis yang dibentuk klien dan ide dianggap paling
sesuai dengan keinginan klien. Dari hasil tersebut, akan dipilih dan dikembangkan lebih lanjut.
Secara umum, proses ini dibagi ke dalam dua bagian, yaitu tahap produksi dan tahap pascaproduksi.
Divisi-divisi yang terlibat dalam proses produksi dan pascaproduksi terdiri atas:
1. Account Executive Department
Dalam proses produk, Account Executive Department bertugas untuk melakukan
pengawasan dan koordinasi atas pekerjaan yang dilakukan oleh Creative Department.
Di samping itu, Account Executive harus menjaga relasi dengan klien selama proyek
iklan berlangsung serta menyelesaikan masalah-masalah yang muncul agar klien puas
dan loyal terhadap perusahaan.
2. Creative Department
Peran Creative Department dalam proses produksi sangat besar. Creative director yang
mengepalai divisi ini bertanggung jawab atas karya iklan yang diproduksi tim kreatif dan
memastikan bahwa klien merasa puas dengan hasil tersebut. Dalam Creative Department
terdapat beberapa orang kreatif yang menjalankan perannya masing-masing dalam kegiatan
produksi, yaitu copywriter, art director, visualizer, typegrapher, dan graphic designer.
3. Production Department
Divisi ini bertanggung jawab untuk meneruskan proses kerja yang dilakukan Creative
Department hingga materi iklan siap ditampilkan di media.
4. Talent Department
Tugas Talent Department adalah mendukung pekerjaan Creative Department dan Production
Department dengan menyediakan model yang sesuai dengan ide dan kebutuhan tim kreatif.
5. Project Management
Divisi ini melakukan pengawasan atas proses kerja di perusahaan periklanan. Hal ini
diperlukan untuk memastikan bahwa pekerjaan dapat selesai tepat waktu, biaya yang
dikeluarkan sesuai dengan anggaran, dan kualitas karya iklan yang dihasilkan sesuai
dengan keinginan klien.
Untuk mewujudkan konsep iklan yang dihasilkan pada tahap kreasi, kegiatan pertama adalah
copywriting. Copywriting merupakan kegiatan pengembangan konsep kreatif yang dihasilkan
oleh copywriter bersama dengan art director untuk menghasilkan tema atau copy platform iklan.
Jika iklan tersebut memuat jingle, maka copywriter akan dilibatkan untuk menentukan musik
dan membuat liriknya. Copywriter juga terlibat dalam penyusunan naskah untuk iklan di radio.
Kegiatan tersebut dilanjutkan dengan pembuatan desain iklan yang melibatkan art director,
visualizer, typegrapher, dan graphic designer. Dengan keahlian menggambar yang dimiliki, art
director, visualizer, dan graphic designer berusaha untuk memvisualisasikan ide-ide copywriter dan
mengatur tata letak iklan. Sementara itu, typegrapher akan menentukan jenis dan ukuran huruf
yang akan dipakai agar sesuai dengan sifat iklan yang ingin ditampilkan. Ia juga merancang
ilustrasi, memberi penekanan pada kata-kata tertentu, dan menyesuaikannya dengan ukuran
iklan. Untuk iklan televisi maka aktivitas pembuatan desain iklan ditunjukkan dalam bentuk
pembuatan storyboard yang nantinya dijadikan pedoman oleh rumah produksi saat pembuatan iklan.
Setiap iklan tentu mengandung resiko berupa ketidaksesuaian antara pesan yang ingin disampaikan
klien dengan pesan yang sesungguhnya ditangkap oleh target khalayak. Oleh karena itu, perusahaan
periklanan berusaha untuk mengurangi resiko tersebut dengan melakukan pengujian sebelum iklan
Pengujian pertama, yaitu stylomatic, dilakukan sebelum iklan diproduksi. Pada proses pengujian
ini, tim kreatif akan memilih partisipan-partisipan yang memiliki karakteristik yang mirip
dengan target khalayak. Mereka akan dilibatkan dalam focus group discussion untuk menguji
story board, gambar, musik, dan elemen-elemen lain dalam iklan yang akan diproduksi. Apabila
respon yang diberikan partisipan tidak sesuai dengan kesan yang diharapkan klien, tim kreatif
segera merevisinya dan melakukan pengujian hingga mendapatkan respon sesuai dengan yang
diharapkan.
Kegiatan pembuatan iklan dilakukan setelah materi iklan lolos tahap stylomatic. Production
Department berperan untuk memastikan bahwa sebuah iklan diproduksi. Tanpa adanya tim
produksi, maka iklan yang dibuat copywriter dan art director hanya sekedar menjadi gambar dan
kata-kata di atas kertas. Apabila iklan tersebut menggunakan model, maka Talent Department
akan membantu untuk mencarikan sesuai kriteria yang diinginkan tim kreatif.
Sementara jika disubkontrakkan, tim produksi akan bertanggung jawab untuk mencari dan
menghubungi pihak-pihak eksternal yang akan dilibatkan dalam pembuatan iklan. Untuk iklan
di media cetak, tim produksi akan bekerja sama dengan perusahaan penyedia jasa percetakan
dan penerbitan untuk menghasilkan materi iklan cetak. Untuk iklan di televisi dan radio, proses
pembuatan umumnya dilakukan oleh rumah produksi tertentu di bawah koordinasi tim produksi.
Hal ini juga berlaku untuk iklan di media luar ruangan (out of home). Sementara untuk iklan
digital akan melibatkan penyedia jasa multimedia.
Setelah proses produksi selesai, tim kreatif dan produksi melakukan pengujian kedua yang disebut
copy testing. Kegiatan ini bertujuan untuk menguji hasil iklan yang dibuat untuk mengetahui
perbaikan minor yang perlu dilakukan.
Selama kegiatan produksi, account executive bersama project management akan melakukan pengawasan
dan koordinasi dengan divisi-divisi terkait untuk memastikan bahwa pekerjaan tersebut dilakukan
sesuai rencana, tenggat waktu, dan anggaran yang telah disepakati dengan pihak klien. Ketiga
hal tersebut ditambah dengan kualitas iklan yang dihasilkan menjadi indikator-indikator untuk
mengukur kinerja tim produksi.
Tahap produksi akan dilanjutkan dengan tahap pascaproduksi yang dimulai dengan kegiatan
editing untuk menggabungkan seluruh materi iklan yang ada. Kemudian, dilanjutkan dengan
aktivitas untuk memasukkan hasil rekaman efek suara dan audio/video mixing. Aktivitas terakhir
adalah finalisasi berupa penyensoran materi dan pemindahan materi iklan ke dalam media optik
tertentu. Sebelum diserahkan ke pihak media, perusahaan periklanan umumnya akan menyerahkan
hasil iklan tersebut kepada klien terlebih dahulu untuk mendapatkan persetujuan.
Elwin Mok adalah salah satu pendiri Celsius Creative Communications. Dengan berbekal
ijazah sebagai lulusan program studi Desain Komunikasi Visual (DKV) dari Institut Teknologi
Bandung, ia memulai kariernya di biro iklan Cabe Rawit pada tahun 1997. Beberapa karyanya
adalah identitas merek Byru dan Kampanye Ensiklopedia Bangsaku untuk HM Sampoerna.
Setelah empat tahun bekerja di biro tersebut dengan posisi terakhir sebagai Senior Art Director
dan Business Unit Head, ia memutuskan untuk meninggalkannya dan memulai bisnis new
multimedia & interactive agency bernama Virtuaego serta menjadi dosen di Jurusan Desain
Komunikasi Visual, Universitas Bina Nusantara, Jakarta. Pada tahun 2002 ia bergabung
dengan tim kreatif biro Ogilvy One di Jakarta yang memberikan kesempatan bagi dirinya
untuk mengembangkan keahliannya di bidang direct marketing communication, CRM, dan
measured-result marketing communications. Beberapa kliennya pada saat itu adalah Bank
Danamon. Amild.com, dan Sahabat Nestle.
Pada tahun 2003 ia memutuskan kembali bekerja sebagai Creative Director di Cabe Rawit,
kemudian ke XCR yang merupakan sister company Cabe Rawit. Di perusahaan ini ia memproduksi
beberapa kampanye viral marketing yang berhasil memenangkan penghargaan dan mengantarkan
tim XCR sebagai salah satu perusahaan periklanan lokal yang dikenal di tingkat internasional.
Erha Clinic, Erhalogy, Bank Mega, Pakubuwono Residences, Clear Nation Metamorphoself, dan
Fren-Mobile8 merupakan beberapa klien yang ditanganinya selama bergabung dengan XCR.
Menjelang akhir tahun 2006 Elwin Mok bersama Richard Andrew Gumogar dan Yenny Siswanto
mendirikan biro iklan sendiri bernama Celsius Creative Communications. Hanya dalam waktu
singkat, ia berhasil membawa biro iklan ini dikenal luas melalui karya-karya kreatifnya yang
memenangkan berbagai penghargaan di dalam negeri maupun luar negeri seperti Festival
Iklan Pinasthika, Citra Pariwara, Promotion Marketing Awards of Asia, Busan International
Advertising Festival, dan Framepool/Fireflies Short Film Competition – Cannes.
Sebuah iklan yang diproduksi baru dapat memberikan efek pada khalayak setelah ditempatkan
di media. Aktivitas penempatan iklan di media dapat dilihat pada Gambar 2-4.
Media yang dipilih tergantung pada keinginan klien yang disesuaikan dengan masukan media
planner saat proses kreasi. Media penyampaian iklan dibedakan menjadi media tradisional dan
media digital. Media tradisional dibedakan menjadi media above-the-line yang mampu menjangkau
target khalayak dalam jumlah besar seperti televisi, radio, media cetak, media luar ruangan; dan
media below-the-line seperti direct mail, point-of-sale material, pameran, kalender, dan agenda.
Sementara iklan yang ditempatkan di Internet dan media sosial memanfaatkan media digital.
Saat iklan dimuat di media, aktivitas pengawasan perlu dilakukan untuk memastikan bahwa
muatan iklan itu telah memenuhi etika pariwara, norma-norma yang berlaku di masyarakat,
dan tidak merugikan konsumen. Badan Pengawas Periklanan Persatuan Perusahaan Periklanan
Indonesia (BPP-P3I) bertugas untuk mengawasi iklan yang dibuat oleh perusahaan periklanan
yang menjadi anggota P3I.
Pembagian fungsi pengawasan juga ditentukan berdasarkan klasifikasi produk yang diiklankan.
Iklan obat, makanan, dan kosmetika diawasi Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Untuk
alat-alat kesehatan, iklannya dipantau oleh Kementerian Kesehatan. Sementara untuk iklan
yang menampilkan hadiah atau undian, fungsi pengawasan dilakukan oleh Kementerian Sosial.
B.1. Apresiasi
Kegiatan apresiasi bertujuan untuk memberikan pengakuan kepada pelaku industri kreatif dan
memberikan pemahaman mengenai industrinya. Kegiatan apresiasi dapat dimulai melalui proses
literasi yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat
terhadap industri kreatif. Setelah mendapatkan pemahaman yang baik, diharapkan proses apresiasi
menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Dengan adanya kegiatan apresiasi, orang-orang kreatif
akan terdorong untuk terus berkreasi.
Industri periklanan memiliki program apresiasi tahunan, yaitu Citra Pariwara, sebuah lomba
iklan tingkat nasional yang diselenggarakan oleh Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia
(P3I). Acara ini sangat diminati oleh para praktisi periklanan karena memberinya kesempatan
untuk menunjukkan karya-karya iklan yang berkualitas. Piala penghargaan yang diperoleh akan
mengangkat citra biro iklannya, sekaligus menjadi tambahan modal apabila mereka mengikuti
tender dari perusahaan-perusahaan besar.
Kategori penghargaan terdiri atas iklan cetak, radio, film, media luar ruang (out of home),
promosi langsung, non konvensional, integrated, digital, media, print craft, radio craft, film
craft, dan TV station. Penyelenggara juga menyediakan penghargaan BG dan Daun Muda
untuk memotivasi calon-calon orang kreatif periklanan masa depan. BG Award ditujukan
pada mahasiswa-mahasiswa yang mewakili institusi pendidikannya atau siswa-siswa jalur non
gelar di bidang periklanan. Sementara penghargaan Daun Muda diberikan pada pasangan
copywriter dan art director berusia muda yang sebelumnya belum pernah memenangkan Daun
Muda Award, Young Lions Indonesia, atau Young Spikes Indonesia. Pada kesempatan ini, para
peserta akan mempresentasikan karyanya di hadapan dewan juri.
Sumber: Situs resmi Citra Pariwara, dapat diakses di www.citrapariwara.org, diakses tanggal 24 Juli 2014.
Untuk menarik perhatian komunitas perkotaan yang modern, iklan ini memilih tokoh-tokoh
dari berbagai profesi yang mampu menginsipirasi. Setiap tokoh tersebut memiliki pencapaian
di bidangnya masing-masing. Beberapa diantaranya bukan tokoh yang dikenal luas, tetapi
merupakan figur kunci dalam bidangnya. Tokoh-tokoh tersebut adalah Dian Sastrowardoyo,
Leonard Theosabrata, Becky Tumewu, Avianty Armand, Endah N Rhesa, Kleting, Sir Dandy,
Anton Wirjono, Adella dan Alleta, Denny Sakroe, Eugene Panji, dan Davy Linggar.
Tema dari kampanye iklan ini adalah “Karya Indonesia adalah Kita” yang dipilih untuk
mengomunikasikan konsep bahwa apapun yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari
sesungguhnya berkontribusi pada kebanggaan akan bangsa sendiri, sebab setiap pencapaian
dan karya merupakan pencapaian kita sebagai sebuah bangsa. Oleh karena itu, kini adalah
waktu yang tepat untuk menghargai pencapaian bangsa Indonesia yang telah menghasilkan
karya yang hebat dengan cara menggunakan produk lokal.
Karya iklan ini berhasil memenangkan Bronze Dragon dalam Promotion & Marketing Awards
of Asia tahun 2011, silver dalam Festival Iklan Pinasthika, dan menjadi finalis dalam Citra
Pariwara tahun 2011.
Bentuk apresiasi periklanan lainnya adalah dalam bentuk pemberian hak kekayaan intelektual
bagi pembuat iklan. Berkenaan dengan kepemilikan hak cipta, Harris Thajep, Ketua Umum
P3I, menyatakan bahwa:
Kegiatan lain yang dimaksudkan untuk meningkatkan apresiasi terhadap periklanan adalah dengan
melakukan upaya-upaya yang bertujuan untuk meningkatkan literasi periklanan di kalangan
masyarakat. Malmelin (2010)20 mengartikan literasi iklan sebagai kemampuan seseorang untuk
mengenali, mengevaluasi, dan memahami iklan atau pesan-pesan komersial lainnya. Para peneliti
di bidang periklanan menilai bahwa dengan adanya pemahaman tentang iklan maka konsumen
semakin menyadari perbedaan jenis-jenis iklan, peka terhadap rangkaian proses penciptaan karya
iklan, serta mampu menjelaskan berbagai macam teknik yang digunakan dalam pembuatan iklan.
Beberapa cara yang dilakukan untuk meningkatkan pemahaman terhadap periklanan adalah
dengan mengadakan lokakarya, acara bedah iklan, dan lomba kreasi iklan.
B.2. Studi
Komponen lingkungan pengembangan kedua adalah pendidikan yang merupakan motor penciptaan
dan pengembangan orang kreatif periklanan. Pendidikan dinilai sangat penting sebagai wadah
untuk mengasah kemampuan seseorang agar mampu menjadi orang kreatif berkualitas dan
mampu menjalankan rantai proses kreasi dengan baik.
Lembaga pendidikan yang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan tersebut dibagi menjadi dua.
1. Lembaga pendidikan formal
Hingga saat ini, terdapat banyak lembaga pendidikan di Indonesia yang menawarkan
Program Studi Periklanan, Desain Komunikasi Visual, dan Desain Grafis mulai dari
tingkat diploma, sarjana, hingga pascasarjana. Jumlah lembaga pendidikan yang
menawarkan Program Diploma Periklanan antara lain Politeknik Negeri Medan Kreatif,
Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Indonesia Maju, Akademi Komunikasi BSI Jakarta,
Akademi Komunikasi Indonesia YPK, dan Politeknik Global Indonesia. Sementara untuk
Program Diploma Desain Komunikasi Visual dan Desain Grafis antara lain ditawarkan
oleh Universitas Sebelas Maret, Universitas Negeri Semarang, Universitas Pendidikan
Ganesha, Universitas Trisakti, Universitas Negeri Surabaya, dan Institut Kesenian Jakarta.
Jumlah perguruan tinggi yang menawarkan program sarjana di bidang Desain Komunikasi
Visual dan Desain Grafis relatif lebih banyak dibandingkan program diploma, diantaranya
Institut Teknologi Bandung, Universitas Negeri Malang, Institut Seni Indonesia
Yogyakarta, Institut Seni Indonesia Denpasar, Universitas Bina Nusantara, Universitas
Trisakti, Universitas Pelita Harapan, Universitas Tarumanegara, Universitas Multimedia
Nusantara, dan Universitas Bunda Mulia.
(20) Malmelin, N. (2010), “What is advertising literacy? Exploring the dimensions of advertising literacy”, Journal of Visual
Literacy, vol 29 no. 2
Para narasumber juga menyerukan perlunya dibentuk lembaga sertifikasi profesi periklanan untuk
bersama-sama dengan lembaga pendidikan mempersiapkan dan mengembangkan orang kreatif
periklanan agar mampu bersaing di tingkat nasional dan internasional.
C. Pasar (Market)
Komponen ini menggambarkan kelompok masyarakat yang menjadi audience periklanan. Audience
dari karya iklan yang ditampilkan di media dapat dibagi menjadi audience umum, pengamat,
dan pengawas iklan. Audience umum kemudian dibagi lagi menjadi target khalayak dan tidak
menjadi target.
Dalam konteks pemasaran, target khalayak dapat dibagi berdasarkan beberapa karakteristik seperti
demografis, geografis, psikografis, dan perilaku. Namun, pada iklan komersial yang bertujuan
untuk mempengaruhi perilaku pembelian, akan lebih tepat jika pengelompokkan target khalayak
dilakukan berdasarkan tingkat kesadaran dan preferensi terhadap merek.
Sementara bagi audience yang belum menggunakan kategori produk tersebut, maka klien berharap
agar mereka bersedia mencoba produk tersebut melalui pesan iklan yang disampaikannya.
Sebagian orang yang melihat karya iklan di media tradisional dan digital memiliki pengetahuan
khusus di bidang periklanan sehingga mampu memberikan tanggapan, penilaian, serta kritik atas
iklan tersebut. Merekalah yang termasuk ke dalam kategori pengamat dan pengawas. Pengamat
iklan terdiri atas praktisi periklanan, akademisi, kalangan media, siswa atau mahasiswa Program
Studi Desain Komunikasi Visual, Desain Grafis, atau Periklanan, serta orang-orang yang memiliki
minat khusus pada industri periklanan. Sementara, pengawas merupakan pihak-pihak yang
memiliki kewenangan untuk melakukan fungsi pengawasan sesuai yang diatur dalam berbagai
kebijakan. Beberapa pengamat periklanan yang aktif menjalankan tugasnya adalah Badan
Pengawas Periklanan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (BPP P3I), Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
D. Pengarsipan (Archiving)
Seperti proses apresiasi, setiap pelaku dapat berpartisipasi dalam proses ini. Lembaga pendidikan,
klien, perusahaan periklanan, asosiasi, dan komunitas dapat melakukan pengarsipan untuk
dijadikan dokumentasi dan bahan studi di masa yang akan datang.
Umumnya orang kreatif dan perusahaan periklanan melakukan proses pengarsipan karya-
karyanya dalam bentuk portofolio. Portofolio bentuk offline dibuat dalam bentuk buku yang
berisi kumpulan hasil karyanya. Bentuk lainnya yang banyak digunakan saat ini adalah berupa
portofolio di dunia maya, yaitu dengan memasukkan karyanya ke jasa situs khusus yang memuat
portofolio atau membuat situs sendiri.
Peta industri (Gambar 2-7) memperlihatkan keterkaitan antara pelaku industri utama dalam
rantai nilai periklanan dengan pelaku industri yang memberikan pasokan atau disebut backward
linkage dan pelaku industri yang memberikan permintaan yang disebut forward linkage.
Pelaku utama pada proses kreasi, produksi, dan distribusi adalah perusahaan atau orang kreatif
periklanan. Pada tahap kreasi, account executive bertugas menghubungkan klien dengan perusahaan
periklanan. Di tahap tersebut terdapat keterlibatan Creative Department yang menuangkan
keinginan klien menjadi konsep iklan dan Media Department yang memberikan masukan tentang
pilihan media yang tepat untuk mengiklankan produk.
Perusahaan periklanan perlu melengkapi informasi yang diberikan klien dengan data tambahan
dari pihak eksternal. Jasa lembaga riset pemasaran diperlukan untuk mendapatkan informasi
tentang ukuran pasar, tingkat kompetisi, perilaku konsumen, kinerja perusahaan, dan efektivitas
media. Pihak eksternal lainnya yang memberikan masukan dalam proses kreasi adalah konsultan
bisnis. Perusahaan tersebut dilibatkan perusahaan periklanan untuk memberikan informasi,
saran, dan masukan yang diperlukan dalam penentuan strategi perusahaan.
Perusahaan periklanan besar umumnya memiliki divisi riset pemasaran yang mampu menyediakan
data tentang pasar, khususnya mengenai konsumen dan lingkungan bisnis di Indonesia. Namun,
perusahaan tersebut tetap memerlukan jasa lembaga riset eksternal yang menyediakan informasi
tentang efektivitas media. Saat ini hanya ada satu lembaga riset pemasaran terpercaya di Indonesia
untuk penelitian tentang media, yaitu Nielsen.
Konsep iklan yang dihasilkan pada proses kreasi akan dilanjutkan ke tahap produksi. Pelaku-
pelaku utama dalam proses produksi adalah Creative Department, Production Department,
Project Management, Talent Department, dan Account Executive Department. Untuk mendukung
kegiatan produksi, perusahaan periklanan memerlukan industri pendukung yang menyediakan
jasa produksi iklan dan penyedia piranti komputer sebagai industri backward linkage dari industri
periklanan. Perusahaan-perusahaan penyedia jasa produksi iklan tersebut terdiri atas rumah
produksi; perusahaan manajemen artis; jasa casting; jasa make-up, stylist, and wardrobe; perusahaan
percetakan, perusahaan pembuatan film dan video, perusahaan jasa fotografi, dan perusahaan
penyedia jasa multimedia dan Internet.
Rumah produksi merupakan perusahaan yang khusus membuat materi iklan, khususnya iklan
televisi, radio, dan media luar ruang. Beberapa rumah produksi juga melayani pembuatan desain
visual untuk karya iklan dan pembuatan jingle iklan.
Nielsen Indonesia merupakan cabang perusahaan Nielsen yang didirikan di Chicago pada tahun
1923 oleh Arthur C. Nielsen. Ia adalah salah satu pencetus bisnis riset di bidang pemasaran
modern. Perusahaan ini berhasil menjadi salah satu perusahaan global yang bergerak di bidang
informasi dan media. Perusahaan ini berfokus pada penelitian tentang pemasaran, konsumen,
televisi, serta media lainnya, seperti riset terhadap industri publikasi, pameran dagang, dan
dunia maya.
Nielsen menjadi sebuah perusahaan riset yang selalu dikaitkan dengan bidang ilmu komunikasi,
seperti pemasaran, periklanan, komunikasi media, jurnalistik, dan hubungan masyarakat.
Dalam perkembangannya Nielsen dibagi menjadi tiga divisi, yaitu Nielsen Consumer Research
yang khusus menangani riset tentang konsumen, Nielsen Media Research yang melakukan riset
tentang media, dan Nielsen Retail Measurement Service yang memberikan masukan kepada klien.
Meskipun sejak tahun 1991, Nielsen Indonesia telah memperluas layanan ke area technology
acceptance model, perusahaan ini tetap lebih dikenal di area riset media dan periklanan. Melalui
hasil penelitiannya, Nielsen memberikan gambaran yang lengkap tentang konsumen sehingga
produsen dapat memahami psikologis, sosiologi, dan selera konsumen.
Sumber: www.sites.nielsen.com
Dalam proses pembuatan iklan, perusahaan periklanan tidak dapat melupakan jasa fotografi,
pembuatan film dan video, percetakan, serta penyedia jasa multimedia dan Internet. Sebuah
iklan yang baik haruslah memuat foto atau video yang representatif. Oleh karena itu, perusahaan
memerlukan jasa fotografi dan videografi yang andal karena hasil kerjanya akan menentukan
kualitas foto atau video iklan yang dibuat. Selain kedua industri tersebut, jasa percetakan dan
multimedia turut menentukan kualitas karya iklan yang ditampilkan di media. Kedua perusahaan
jasa tersebut harus mampu mendukung perusahaan periklanan melalui pengemasan tampilan
produk yang diiklankan secara menarik dan mudah dipahami oleh target khalayak.
Pemasok lainnya adalah perusahaan penyedia piranti lunak (software). Penyediaan piranti lunak yang
tepat guna akan semakin memudahkan tim kreatif di perusahaan periklanan untuk mengerjakan
visualisasi konsep iklan dalam bentuk desain, gambar, dan animasi, serta proses editing.
Aktivitas rantai nilai terakhir adalah distribusi berupa penempatan iklan di media. Setiap iklan
baru dapat diketahui efektivitasnya setelah ditampilkan di media sesuai keinginan klien dan
target khalayak yang dituju. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan media berperan sebagai
industri forward linkage dari industri periklanan. Jenisnya adalah perusahaan yang bergerak di
bidang media cetak, elektronik, digital, dan luar ruang.
Periklanan dimasukkan ke dalam kategori M, yaitu jasa profesional, ilmiah, dan teknis. Dari
kategori tersebut dikelompokkan lagi menjadi beberapa subgolongan. Subsektor tersebut diberi kode
73 yang menggabungkan periklanan dengan penelitian pasar. Setelah dibagi ke dalam golongan
dan terakhir kelompok, periklanan termasuk ke dalam kelompok kode industri sebagai berikut.
• Kode 73100: Periklanan.
Kelompok ini mencakup usaha berbagai jasa periklanan (baik dengan kemampuan
sendiri atau disubkontrakkan), meliputi jasa bantuan penasihat, kreatif, produksi, bahan
periklanan, perencanaan, dan pembelian media.
Kegiatan yang termasuk terdiri atas: (1) penciptaan dan penempatan iklan di surat kabar,
majalah, tabloid, radio, televisi, Internet, dan media lainnya; (2) penciptaan dan penempatan
iklan lapangan, misalnya papan pengumuman, panel, jenis poster dan gambar, selebaran,
pamflet, edaran, brosur dan frames, iklan jendela, desain ruang pamer, iklan mobil dan
bus, dan lain-lain; (3) media penggambaran, yaitu penjualan ruang dan waktu untuk
berbagai media iklan permohonan; (4) iklan udara (aerial advertising), distribusi atau
pengiriman materi atau contoh iklan; (5) penyediaan ruang iklan di papan pengumuman
Berkenaan dengan hal tersebut, asosiasi periklanan P3I dapat membuat klasifikasi industrinya
sendiri yang dilengkapi dengan tabel kesesuaiannya (concordance table) dengan klasifikasi dalam
KBLI. Hal ini disebabkan oleh klasifikasi yang dibuat dalam KBLI selalu mengacu pada kode
ISIC yang berlaku internasional. Akibatnya, tidak mudah bagi Badan Pusat Statistik untuk
mengubah KBLI.
Klien perusahaan iklan dapat berupa organisasi dan individu. Kelompok klien organisasi adalah
perusahaan swasta, badan usaha milik negara, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM),
dan organisasi lainnya. Untuk menjaga hubungan yang berkesinambungan, perusahaan periklanan
harus mampu menjaga relasi baik dengan klien.
Untuk bersaing dan menjadi lebih unggul, perusahaan periklanan harus menetapkan proposisi
nilai yang tepat sesuai kebutuhan klien. Dalam industri periklanan, nilai tersebut dinyatakan
dalam bentuk kreativitas yang dituangkan dalam karya iklan. Kreativitas tersebut dapat berupa
strategi komunikasi pemasaran yang kreatif, konsep iklan yang kreatif, maupun kreativitas dalam
pemilihan media.
Perwujudan proposisi nilai akan tampak pada rangkaian rantai nilai kreatif yang terdiri atas
proses kreasi, produksi, dan distribusi iklan ke pihak media. Untuk mengimplementasikan seluruh
proses tersebut perusahaan periklanan akan sangat bergantung pada sumber daya manusia, yaitu
orang kreatif yang bekerja di perusahaan periklanan dan mitra kerja utama. Orang kreatif ini
khususnya berasal dari kalangan media dan penyedia jasa produksi seperti production house, artist
management, multimedia production, perusahaan pembuat film dan video, fotografer, serta penyedia
jasa riset pemasaran. Untuk mendapatkan keuntungan saat menjalankan bisnis periklanan, setiap
perusahaan wajib memahami komponen biaya dan sumber pendapatan.
Biaya yang dikeluarkan perusahaan periklanan terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel. Pada
perusahaan periklanan besar, komponen biaya terbesar biasanya berupa gaji karyawan dan biaya
sewa gedung. Akan tetapi, kondisi tersebut tidak dialami oleh perusahaan periklanan skala kecil
dan menengah, serta independent creative services.
Pemasukan utama perusahaan periklanan berupa agency service fee dan retainer fee. Agency service fee
merupakan sejumlah persentase dari total tagihan kepada klien. Sementara retainer fee dikenakan
sesuai jumlah jam kerja yang digunakan orang kreatif untuk melayani klien. Pendapatan lain
yang diperoleh adalah berupa consultation fee yang diterima jika perusahaan periklanan hanya
memberikan jasa konsultasi pengembangan konsep iklan. Namun, sampai saat ini belum banyak
perusahaan periklanan Indonesia yang menekankan sumber pendapatan dari jasa konsultasi.
Jenis bisnis periklanan yang menggabungkan media tradisional dan digital diyakini memiliki
prospek yang baik di masa mendatang. Faktor-faktor yang diperkirakan akan memengaruhi
perkembangan periklanan di media digital antara lain tingkat penerimaan terhadap media sosial,
kecepatan adaptasi teknologi, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap bisnis berbasis digital
(e-commerce), dan daya beli masyarakat.
Saat ini sebagian besar perusahaan periklanan sedang mengembangkan model bisnis tersebut. Dalam
wawancaranya dengan Warta Ekonomi (2012)21, Janoe Arijanto sebagai Ketua Pengembangan
Intern P3I menyatakan bahwa kekuatan perusahaan periklanan Indonesia untuk bisnis di media
digital terletak pada pengetahuan yang mendalam tentang konsumen dalam negeri. Hal ini
bermanfaat untuk pengembangan maupun analisis muatan iklan. Namun, perusahaan masih
belum dapat mengandalkan produk dalam negeri untuk perangkat digital campaign, perangkat
lunak, dan sistem pengukurannya.
Bisnis periklanan yang memasukkan media digital tersebut disinyalir akan menciptakan beberapa
jenis pekerjaan dan fungsi baru di perusahaan. Bisnis tersebut dapat berupa perencanaan media
iklan digital, social media management, social media monitoring, search engine optimizer, e-commerce,
digital public relations, dan digital campaign management.
(21) Hatta, “Bisnis Iklan Digital Lahirkan Banyak Pekerjaan Baru”, Warta Ekonomi No. 25/2012.
Meskipun kontribusi ekonomi industri periklanan masih rendah, namun laju pertumbuhannya
relatif lebih tinggi dibandingkan rata-rata ekonomi kreatif. Pemetaan kontribusi ekonomi dari
periklanan sebagai bagian dari ekonomi kreatif menekankan pada pengukuran berdasarkan produk
domestik bruto (PDB), ketenagakerjaan, aktivitas perusahaan, konsumsi rumah tangga, dan
ekspor nasional seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 3-1. Indikator-indikator yang digunakan
mengacu pada perbandingan indikator yang digunakan dalam studi ekonomi kreatif di negara-
negara lain. Selain menggunakan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan sub-bab ini juga
dilengkapi dengan hasil studi yang dilakukan oleh perusahaan konsultan pemasaran Nielsen.
Dalam focus group discussion diusulkan untuk menambahkan beberapa indikator yang lebih
representatif dalam menilai kontribusi ekonomi industri periklanan. Sebagai contoh, untuk
melengkapi informasi produk domestik bruto, nilai tambah periklanan dapat juga diukur dari
besarnya nilai belanja iklan di berbagai media. Data tentang nilai belanja iklan saat ini hanya
berasal dari satu sumber, yaitu survei yang dilakukan oleh Nielsen di beberapa kota besar.
Beberapa narasumber juga mengusulkan untuk mengembangkan pangkalan data (database) yang
mampu memberikan informasi-informasi yang lebih akurat dan mendetil tentang perkembangan
industri periklanan, seperti jumlah perusahaan periklanan baru, jumlah perusahaan yang tidak
beroperasi lagi, jumlah tenaga kerja asing di perusahaan periklanan, dan rasio tenaga kerja asing
terhadap tenaga kerja lokal.
RATA
INDIKATOR SATUAN 2010 2011 2012 2013
RATA
a Nilai Tambah Subsektor (ADHB)* Miliar 2,534.70 2,896.58 3168.30 3754.15 3088.43
Rupiah
2 BERBASIS KETENAGAKERJAAN
a Jumlah Tenaga Kerja Subsektor Orang 17,816 19,146 20,050 20,600 19,403
b Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja Persen 0.16 0.16 0.17 0.17 0.17
terhadap Ketenagakerjaan
Sektor Ekonomi Kreatif
c Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja Persen 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02
terhadap Ketenagakerjaan
Nasional
e Nilai Ekspor Subsektor Juta Rupiah 16,728 17,629.52 18,889 19,932.23 18,294.77
a Nilai Konsumsi Rumah Tangga Juta Rupiah 71,674 81,286 91,446 104,008 87,103
Subsektor
*ADHB = Atas Dasar Harga Berlaku **ADHK = Atas Dasar Harga Konstan
Sumber: Badan Pusat Statistik (2013)
Gambar 3 - 1 PDB atas Dasar Harga Berlaku Setiap Subsektor Ekonomi Kreatif Tahun 2013
Dari tingkat laju pertumbuhan, periklanan merupakan salah satu subsektor yang mengalami
pertumbuhan tertinggi di ekonomi kreatif. Meskipun pada tahun 2012 laju pertumbuhannya
lebih rendah dari tahun sebelumnya, di tahun 2013 pertumbuhannya meningkat kembali.
Perlambatan di tahun 2012 tidak hanya dialami oleh periklanan, namun juga terjadi hampir di
seluruh subsektor ekonomi kreatif.
Apabila dilihat dari nilai belanja iklan di media tradisional yang dirilis oleh Nielsen, tampak
bahwa terjadi pertumbuhan belanja iklan rata-rata sebesar 23,8% yang dapat dilihat pada Gambar
3-2. Informasi tersebut dikumpulkan dengan memonitor iklan di 24 stasiun televisi, 95 surat
kabar, dan 163 majalah serta tabloid. Untuk media televisi, riset dilakukan di 10 kota besar di
Indonesia dengan populasi penonton sebesar 49,5 juta jiwa.
Pada tahun 2014 diestimasi laju pertumbuhan tersebut akan lebih rendah daripada tahun 2013
karena Indonesia memasuki periode pemilihan umum nasional. Diduga banyak perusahaan yang
menahan diri untuk beriklan sambil menunggu perkembangan politik di Indonesia. Meskipun
demikian, periklanan akan disemarakkan oleh iklan dari pemerintah, partai politik dan individu
kandidat calon anggota legislatif serta kandidat calon presiden. Iklan belanja pemerintah dan
partai politik di televisi mencapai Rp1,17 triliun, sementara di media cetak sebesar Rp1,349 triliun.
Gambar 3 - 3 Kontribusi Jumlah Tenaga Kerja Setiap Subsektor Ekonomi Kreatif Tahun 2013
Arsitektur; 0.36%
Kerajinan; 26.19%
Seni Rupa; 0.13%
Kuliner; 31.48%
Desain; 1,41%
Mode; 32.33%
Periklanan; 0.17%
Riset & Pengembangan; 0.13%
Radio & Televisi; 1.08%
Teknologi Informasi; 0.58%
Penerbitan & Percetakan; 4.26%
Seni Pertunjukan; 0,67%
Industri Musik; 0,47%
Permainan Interaktif; 0.20%
Gambar 3 - 4 Kontribusi Jumlah Entitas Usaha Setiap Subsektor Ekonomi Kreatif Tahun 2013
Kuliner; 56.07%
Permainan Interaktif; 0.14%
Kerajinan; 19.86% Arsitektur; 0.07%
Seni Rupa; 0.10%
Periklanan; 0.05%
Mode; 20.44%
Regulasi yang ditetapkan pemerintah terkait dengan periklanan relatif banyak, baik yang terkait
dengan ketentuan yang mengikat perusahaan maupun proses kreasinya. Pihak asosiasi periklanan
pun mengatur beberapa hal yang berkenaan dengan etika periklanan. Berikut adalah beberapa
regulasi yang terkait langsung dengan periklanan.
Banyak perusahaan periklanan yang awalnya mematuhi hal tersebut. Hal ini menyebabkan
terjadinya penurunan ketergantungan pada orang kreatif asing dan pemakaian lokasi pembuatan
iklan di luar negeri. Namun hal itu hanya berlangsung selama tiga bulan pertama, selebihnya
perusahaan-perusahaan periklanan mulai mengacuhkannya. Penyebabnya adalah eksekusi yang
masih lemah dan keterbatasan jumlah orang kreatif dalam negeri yang berkualitas. Sebagai
contoh, sutradara iklan yang berkualitas jumlahnya sangat sedikit dan tidak sebanding dengan
jumlah iklan yang diproduksi dalam setahun. Akibatnya, jika perusahaan periklanan tetap ingin
menggunakan jasa sutradara tersebut maka perusahaan harus menunggu cukup lama. Selain itu,
orang kreatif periklanan asing dianggap memiliki profesionalisme di atas orang kreatif dalam
negeri pada umumnya.
Namun jika melihat iklan-iklan yang dimuat atau ditayangkan di media nasional saat ini, tampak
bahwa bukan hanya pekerja kreatif bagian produksinya yang berasal dari luar negeri, sebagian juga
menggunakan pemeran asing atau tidak menggunakan latar belakang Indonesia. Tentunya hal
tersebut perlu mendapat perhatian pemerintah jika menginginkan industri periklanan Indonesia
maju dan mampu berkompetisi di pasar internasional. Pemerintah perlu memfasilitasi penyediaan
sumber daya manusia berkualitas di industri periklanan. Jika saat ini ketergantungan perusahaan-
perusahaan periklanan pada orang kreatif asing masih tinggi maka sebaiknya perlu dilakukan
pengawasan terhadap implementasi regulasi terkait dengan tenaga kerja asing, terutama mengenai
adanya alih teknologi dan alih keterampilan kepada tenaga kerja lokal.
Berkenaan dengan tujuan regulasi tentang ketenagakerjaan tersebut, isu yang sering muncul
adalah adanya diskriminasi antara tenaga kerja dalam negeri dan tenaga kerja asing. Oleh karena
itu, dalam pasal 42 hingga 49 diatur mengenai tenaga kerja asing. Dalam pasal-pasal tersebut
dinyatakan bahwa setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin
tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk serta memiliki rencana penggunaan yang antara
Sementara peraturan yang spesifik mengenai tenaga kerja asing di industri periklanan diatur
dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 25/PER/M.KOMINFO/5/2007
pasal 8. Dalam produksi iklan dan proses pascaproduksi iklan yang menggunakan tenaga kerja
atau penasihat teknis asing, perusahaan periklanan harus menunjuk tenaga kerja lokal untuk
mendampingi tenaga kerja asing tersebut agar terjadi alih teknologi. Rasio perbandingan antara
komposisi tenaga kerja asing dan tenaga kerja lokal adalah 1 : 3. Untuk menjamin terjadinya
peningkatan kualitas sumber daya manusia dan produk iklan dalam negeri, fungsi dari tenaga
kerja asing tersebut harus sudah dapat ditangani oleh tenaga kerja lokal dalam waktu maksimal 2
tahun. Terkait dengan hal tersebut, tenaga kerja asing tersebut juga diwajibkan untuk memberikan
pelatihan bagi tenaga kerja lokal secara cuma-cuma.
Jika mengacu pada kedua peraturan di atas, sebenarnya sudah ada upaya pemerintah untuk
memfasilitasi peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia melalui program ahli keahlian
dan teknologi dari tenaga kerja asing serta program pendidikan dan pelatihan. Hingga saat ini
banyak perusahaan periklanan yang mempekerjakan orang-orang kreatif asing berdasarkan proyek
pesanan klien. Namun, setelah proses penanganan proyek iklan selesai, mereka langsung kembali
ke negaranya. Seringkali hal tersebut tidak diikuti dengan kegiatan untuk alih teknologi dan
keterampilan pada orang kreatif lokal, sehingga kualitas orang kreatif lokal belum mengalami
peningkatan yang signifikan dan tingkat ketergantungan perusahaan pada orang kreatif asing
relatif masih tinggi.
Berdasarkan argumentasi tersebut dapat disimpulkan bahwa upaya pemerintah terkait dengan
keberadaan tenaga kerja asing dan peningkatan kualitas sumber daya manusia lokal sesungguhnya
patut diapresiasi. Hanya saja diperlukan pengawasan terhadap implementasi peraturan-peraturan
tersebut agar manfaatnya benar-benar dirasakan oleh industri periklanan dalam negeri dan orang
kreatif lokal.
Dampak iklan pada pembentukan persepsi, sikap, dan tingkah laku masyarakat relatif kuat
karena adanya pengulangan dalam penayangan maupun pemuatannya di media. Oleh karena
itu, pemerintah dan asosiasi periklanan memandang regulasi untuk mengatur berbagai aspek
tentang muatan iklan sangat penting.Peraturan-peraturan yang disahkan oleh pemerintah
berkaitan dengan perlindungan konsumen, khususnya mengenai iklan, dapat dilihat di UU
No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen pasal 17, PP No. 58 Tahun 2001 tentang
Di dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi
iklan yang mengelabui dan menyesatkan konsumen yang berkaitan dengan kualitas dan kuantitas
produk, jaminan atau garansi produk, akurasi informasi dalam iklan, serta etika atau ketentuan
perundang-undangan. Untuk menjamin bahwa perusahaan-perusahaan periklanan mematuhi
ketentuan tersebut, diperlukan pengawasan yang dilaksanakan oleh pemerintah, masyarakat,
dan lembaga swadaya masyarakat untuk perlindungan konsumen. Pengawasan oleh pemerintah
dilakukan terhadap pelaku usaha dalam proses produksi, penawaran, promosi, pengiklanan, dan
penjualan barang dan/atau jasa. Sementara pengawasan oleh masyarakat dilakukan terhadap
produk yang beredar di pasar meliputi pemuatan informasi tentang risiko penggunaan barang,
pemasangan label, pengiklanan, dan lain-lain.
Meskipun sudah banyak peraturan tentang muatan iklan, namun pengertian tentang iklan
yang mengelabui dan menyesatkan di dalam peraturan-peraturan tersebut dianggap masih
terlalu umum. Di samping itu, fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan-peraturan
tersebut juga masih sangat lemah. Hal ini ditunjukkan dari semakin meningkatnya jumlah
pelanggaran etika periklanan. Data Badan Pengawas Periklanan P3I menunjukkan bahwa pada
periode sebelum tahun 2005 jumlah pelanggaran etika periklanan sebanyak 86 kasus, kemudian
mengalami lonjakan drastis pada periode 2005-2008 menjadi 346 kasus dan pada tahun 2009-
2013 menjadi 409 kasus.
Tingginya kasus pelanggaran tersebut disinyalir karena beberapa faktor antara lain kementerian
atau lembaga yang melakukan pengawasan masih terbatas, belum terstrukturnya koordinasi antar
lembaga pengawas tersebut, serta rendahnya peran serta masyarakat untuk melaporkan kasus
pelanggaran ke pihak yang berwenang. Dari sejumlah lembaga yang seharusnya menjalankan
fungsi pengawasan, hanya tiga lembaga yang bekerja secara aktif yaitu Badan Pengawas Periklanan
P3I, Badan Pengawasan Obat dan Makanan, dan Komisi Penyiaran Indonesia.
Berdasarkan analisis tersebut maka kegiatan pengawasan terhadap pelanggaran etika periklanan
perlu diperketat serta diikuti dengan pemberian sanksi yang tegas. Hal ini menjadi sangat penting
mengingat semua bentuk promosi harus memperhatikan hak-hak konsumen, termasuk di dalamnya
hak untuk mendapatkan informasi yang benar. Diharapkan dengan adanya pengawasan yang
ketat dan sosialisasi yang terus-menerus tentang etika periklanan oleh P3I, perusahaan-perusahaan
periklanan mampu menghasilkan materi iklan yang mendidik dan berkualitas.
PP No. 81 Tahun 1999 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan, PP No. 38 Tahun 2000
tentang perubahan atas PP No. 81 Tahun 1999 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan, dan
PP No. 109 Tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung bahan adiktif berupa
produk tembakau bagi kesehatan mengatur tentang produk rokok termasuk iklan dan bentuk
promosi yang dikenankan untuk ditayangkan di media nasional, baik media tradisional maupun
media digital. Sebagai bentuk pengendalian maka iklan rokok diwajibkan untuk mencantumkan
berbagai hal di antaranya peringatan kesehatan, usia, tidak memperagakan wujud rokok, tidak
menyarankan orang untuk merokok, tidak menampilkan anak, remaja, dan/atau wanita hamil
dalam iklannya, tidak menggunakan kalimat yang menyesatkan, dan lain sebagainya.
Meskipun telah diatur dalam berbagai peraturan, baik yang bersifat umum seperti pada undang-
undang tentang pers dan penyiaran maupun yang bersifat khusus seperti ketiga peraturan di atas,
pertentangan di kalangan masyarakat terkait dengan iklan rokok tetap ada. Sebagian kelompok
masyarakat menuntut agar iklan rokok dihapuskan dari media nasional seperti yang ditunjukkan
dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 6/PUU-VII/2009.
Dalam kasus tersebut, Komisi Nasional Perlindungan Anak, Lembaga Perlindungan Anak
Propinsi Jawa Barat, dan perwakilan beberapa anak mengajukan permohonan pengujian UU
No. 32 Tahun 2002 tentang penyiaran pasal 46 ayat 3c. Pemohon menyatakan bahwa dengan
masih diperbolehkannya iklan rokok di media penyiaran nasional akan menyebabkan terjadi
peningkatan jumlah perokok pemula di kalangan anak dan remaja. Oleh karena itu, mereka
mengajukan permohonan agar iklan rokok dilarang untuk ditayangkan di media nasional.
Di sisi lain, beberapa pihak berpendapat bahwa larangan tersebut akan membawa pengaruh negatif
bagi industri rokok yang bersifat padat karya. Efek tersebut juga disinyalir akan dirasakan oleh
industri periklanan. Hal ini disebabkan oleh kompleksitas peraturan untuk iklan rokok yang
menyebabkan perusahaan-perusahaan periklanan membentuk tim khusus (dedicated team) dan
rumah produksi mempekerjakan orang-orang kreatif dengan spesialisasi khusus untuk menangani
iklan rokok. Apabila iklan rokok dilarang maka akan berdampak pada sumber daya manusia
yang bekerja di kedua industri tersebut.
Berkenaan dengan pro kontra terhadap iklan rokok, sebaiknya pemerintah tetap memperkenankan
iklan rokok, namun dilengkapi dengan peraturan-peraturan yang lebih jelas dan pengawasannya
yang efektif.
Menurut undang-undang tersebut yang termasuk dalam kategori pornografi adalah gambar, sketsa,
ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh,
Para penentang kebijakan itu memandang bahwa undang-undang tersebut hanya memandang
kepentingan dari satu agama tanpa memperhatikan budaya masyarakat Indonesia yang majemuk.
Mereka berpendapat bahwa keberagaman budaya Indonesia merupakan aset yang sangat berharga
dan menjadikan Indonesia menjadi bangsa yang unik. Penerapan peraturan tersebut dianggap
sebagai upaya pemerintah untuk menyeragamkan masyarakat. Selain itu, mereka berpendapat
bahwa definisi pornografi yang tercantum dalam undang-undang tersebut bersifat lentur karena
pandangan atas suatu objek yang dianggap mengandung unsur pornografi sangat tergantung
pada nilai, persepsi, konteks, imajinasi, dan lain-lain.
Efek samping lain dari pemberlakuan UU No. 44 Tahun 2008 yang dirasakan oleh orang kreatif
periklanan terjadi pada semester pertama tahun 2014. Vimeo sebagai salah satu media yang banyak
digunakan oleh orang kreatif periklanan untuk menyimpan portofolionya dimasukkan ke dalam
daftar situs yang dilarang oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika karena diduga memuat
unsur pornografi. Akibatnya, orang kreatif periklanan merasa dirugikan karena situs tersebut
selama ini terbukti efektif untuk mempromosikan diri dan karyanya kepada klien dan masyarakat.
Melihat berbagai reaksi dan dampak yang ditimbulkan oleh penetapan regulasi tentang
pornografi, sebaiknya undang-undang tersebut dilengkapi dengan petunjuk pelaksanaan untuk
memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang kategori pornografi dan pornoaksi dengan
mempertimbangkan keragaman budaya Indonesia serta kreativitas seni. Sementara terkait dengan
pemblokiran situs Internet yang seringkali digunakan sebagai media promosi oleh orang kreatif
periklanan, sebaiknya pemerintah memfasilitasi dengan membuatkan portal khusus yang dapat
dipergunakan oleh orang kreatif dalam memasarkan karya yang dihasilkan.
Kekuatan modal yang dimiliki investor asing dikhawatirkan akan mempengaruhi kondisi persaingan
usaha antar perusahaan periklanan di Indonesia. Untuk itu diperlukan ketegasan dan penerapan
prinsip kehati-hatian dalam menjalankan peraturan ini. Pemerintah perlu memperhatikan
negara asal investor saat melakukan evaluasi sebelum mengeluarkan izin. Di samping itu, perlu
dilakukan sosialisasi mengenai batasan-batasan atas pemberlakuan regulasi tersebut. Para pelaku
usaha periklanan yang tergabung dalam P3I menyatakan bahwa aturan tersebut perlu dilengkapi
dengan ketentuan tentang rasio tenaga kerja asing terhadap tenaga kerja lokal untuk melindungi
para orang kreatif periklanan dalam negeri.
Indonesia sendiri sudah menjadi anggota dalam berbagai konvensi tingkat internasional di bidang
hak kekayaan intelektual sehingga perlu menindaklanjuti dengan membuat regulasi tentang
perlindungan hak kekayaan intelektual. Perlindungan hak kekayaan intelektual yang berdampak
pada industri periklanan diatur dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang hak cipta dan Peraturan
Menteri Komunikasi dan Informatika No. 25/PER/M.KOMINFO/5/2007 pasal 9.
Menurut UU No. 19 Tahun 2002 Pasal 12, termasuk dalam ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan
dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang di antaranya termasuk karya fotografi dan
film iklan. Hak cipta tersebut berada di tangan pencipta selama seluruh hak citra tersebut tidak
diserahkan kepada pembeli ciptaan. Khusus untuk karya sinematografi dan fotografi, hak cipta
berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan.
Ketentuan yang lebih detail tentang hak cipta untuk karya iklan dijabarkan dalam Peraturan
Menteri Komunikasi dan Informatika No. 25/PER/M.KOMINFO/5/2007 Pasal 9 yang menyatakan
bahwa pencipta karya iklan, kreasi atau ide yang digunakan untuk sebuah produk iklan berhak
mengajukan permintaan atau perlindungan sebagai pemilik hak cipta tempatnya bekerja. Penegasan
mengenai pihak yang akan memiliki hak cipta harus dituangkan dan disepakati dalam perjanjian
antara pencipta dan perusahaan. Untuk itu, perusahaan periklanan wajib menghormati perjanjian
terebut tentang mendaftarkannya ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
Jika mengacu pada peraturan di atas, yang dimasukkan ke dalam karya iklan yang dapat
didaftarkan untuk memperoleh hak cipta hanya ciptaan yang telah dimuat atau ditayangkan di
media. Sementara perdebatan yang seringkali muncul antara orang kreatif periklanan dengan
klien adalah mengenai hak cipta atas konsep iklan yang diajukan orang kreatif dalam proses
pitching atau lomba kreasi iklan. Banyak orang kreatif peserta pitching atau lomba kreasi iklan
Oleh karena itu, disarankan untuk dibuat standar format kontrak bisnis yang telah memasukkan
klausul tentang hak cipta dan melakukan sosialisasi tentang ketentuan hak cipta pada para orang
kreatif periklanan dan orang awam. Pemerintah juga perlu mempertimbangkan hak orang kreatif
atas konsep iklan yang digunakan dalam proses pitching atau lomba kreasi iklan.
Melihat potensi UMKM tersebut, pemerintah merasa perlu untuk mengeluarkan UU No. 20
Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan menengah. Undang-undang tersebut bertujuan
untuk mendorong pertumbuhan usaha dan kemandirian UMKM sebagai salah satu pilar
ekonomi Indonesia. Langkah yang ditempuh pemerintah untuk menumbuhkan iklim usaha
yang kondusif bagi UMKM adalah dengan menetapkan berbagai peraturan dan kebijakan yang
mencakup aspek pendanaan, sarana dan prasarana, informasi usaha, kemitraan, perizinan usaha,
kesempatan berusaha, promosi dagang, dan dukungan kelembagaan.
Terkait aspek pendanaan, peraturan dan kebijakan yang ditetapkan bermaksud untuk memperluas
sumber pendanaan, memfasilitasi UMKM untuk mengakses kredit bank dan lembaga keuangan
lainnya, memperbanyak lembaga pembiayaan, memberikan kemudahan akses untuk mendapatkan
pendanaan, dan membantu UMKM untuk mendapatkan pembiayaan serta produk atau jasa
keuangan perbankan dan jasa keuangan lainnya. Sementara dari aspek perizinan, pemerintah
akan melakukan penyederhanaan tata cara dan jenis perizinan usaha dengan sistem pelayanan
terpadu satu pintu. Selain itu, juga memberikan keringanan atau penghapusan biaya perizinan
yang tergantung pada skala UMKM.
Meskipun demikian, banyak perusahaan periklanan skala kecil dan menengah yang belum merasakan
dampak dari berlakunya regulasi tersebut, terutama berkenaan dengan akses terhadap sumber
pembiayaan dan kemudahan untuk mendapatkan izin usaha. Banyak wirausaha periklanan skala
kecil dan menengah yang belum mengetahui keberadaan produk hukum tersebut, serta tata cara
pengajuan kredit perbankan. Permasalahan itu masih ditambah dengan sifat usaha periklanan
yang bergerak di sektor jasa dan adanya syarat agunan sehingga seringkali menyulitkan wirausaha
saat mengajukan pinjaman. Wirausaha periklanan khususnya di daerah juga mengeluhkan tentang
kerumitan proses pengajuan izin usaha.
(26) Departemen Koperasi (2011), Statistik Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Tahun 2010-2011, diakses dari http://
www.depkop.go.id/phocadownload/data_statistik/statistik_UKM/narasi_statistik_umkm%202010-2011.pdf.
Perbedaan tarif pajak yang dikenakan untuk setiap jenis reklame tidak dianggap sebagai masalah
oleh perusahaan periklanan karena masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan. Isu
yang sering dikeluhkan oleh pelaku usaha periklanan media luar ruang lebih terkait dengan proses
pengurusan izin yang membutuhkan waktu yang lama, terutama untuk reklame billboard. Oleh
karena itu, tindakan yang perlu dilakukan adalah perbaikan prosedur dan birokrasi pengurusan
izin reklame.
Perusahaan periklanan besar lebih mampu menguasai pangsa pasar karena dapat menarik
permintaan dari klien-klien besar. Klien berupa organisasi besar seringkali bersifat demanding dan
meminta untuk ditangani oleh tim khusus yang didedikasikan hanya bagi klien tersebut (dedicated
team). Permintaan tersebut hanya dapat dipenuhi oleh perusahaan-perusahaan periklanan besar
yang memiliki orang kreatif dalam jumlah besar dan memiliki spesialisasi kerja sesuai bidangnya
masing-masing. Sebaliknya, hal ini tidak dapat dipenuhi oleh perusahaan periklanan skala kecil
dan menengah, sehingga perusahaan-perusahaan periklanan tersebut hanya menangani klien
yang terbatas.
Konsumen akan diuntungkan dari situasi ini karena memiliki banyak pilihan produk yang dapat
dibeli untuk memuaskan kebutuhannya. Sementara di lain pihak, produsen-produsen perlu
mengatur strategi pemasaran yang tepat agar produknya dipilih oleh target konsumen.
Dalam situasi seperti ini, periklanan memainkan peran penting bagi produsen. Melalui ide dan
konsep iklan yang kreatif, perusahaan dan orang kreatif periklanan dapat membantu produsen
dalam memperkenalkan dan menarik minat target konsumen untuk membeli produk. Ketatnya
persaingan untuk menarik minat beli konsumen mendorong produsen untuk melakukan
promosi gencar atas produk yang dihasilkannya. Hal ini tampak pada kenaikan belanja iklan
yang mencapai kisaran antara 15,3% hingga 25,1% pada periode 2007 hingga 2013 dengan
pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2011.
Untuk mengetahui tentang daya saing periklanan maka dapat dilihat dari potensi dan permasalahan
dari pilar-pilar penyangga ekonomi kreatif. Ketujuh pilar tersebut adalah sumber daya manusia,
sumber daya pendukung, industri, lembaga pembiayaan, ketersediaan infrastruktur dan teknologi,
pemasaran, dan kelembagaan. Gambar 3-5 menunjukkan pemetaan daya saing periklanan dari
masing-masing pilar.
Gambar 3 - 5 Matriks Daya Saing Periklanan
Beberapa orang kreatif Indonesia sesungguhnya memiliki kreativitas tinggi yang tampak dari
keberhasilan beberapa perusahaan periklanan Indonesia memenangkan penghargaan di festival
periklanan yang diadakan di luar negeri seperti Asia Pacific Advertising Awards, Clio Award,
Promotion Marketing Awards of Asia, Cannes Lion International Festival, dan lainnya. Pemberitaan
akan prestasi orang-orang kreatif tersebut dan persepsi positif masyarakat terhadap prospek karier
di bidang periklanan mempengaruhi minat calon mahasiswa untuk memilih program studi
desain komunikasi visual, desain grafis, dan periklanan yang terlihat dari jumlah mahasiswa yang
mencapai 21.907 orang. Peluang itulah yang ditangkap oleh perguruan tinggi dengan menawarkan
ketiga program studi tersebut, mulai dari tingkat diploma hingga pascasarjana. Namun, sebagian
besar perguruan tinggi itu berlokasi di kota-kota besar dan beberapa di antaranya tidak dilengkapi
dengan sarana dan prasarana yang lengkap bagi mahasiswa mempraktikkan ilmunya. Orang-
orang kreatif periklanan terkonsentrasi hanya di beberapa kota yang menyebabkan terjadinya
disparitas keterampilan.
Tabel 3 - 3 Jumlah Perguruan Tinggi dan Mahasiswa Program Studi Terkait Periklanan
Periklanan 7 1,299
Jumlah 21,907
Sementara lulusan berkualitas banyak yang memilih untuk melanjutkan studi ke luar negeri
atau bekerja di perusahaan periklanan di luar negeri dengan tingkat gaji yang lebih tinggi dan
kesempatan kerja yang lebih menjanjikan. Menyikapi masalah tersebut, pihak asosiasi perikla-
nan P3I bekerja sama dengan beberapa perguruan tinggi mengadakan program lokakarya yang
disponsori oleh perusahaan periklanan Dentsu Asia. Program yang dinamakan Certified Work-
shop in Marketing Communications (CWMC) bertujuan mempersiapkan para mahasiswa di
bidang komunikasi pemasaran dan periklanan siap terjun ke dalam industri periklanan. Pro-
gram ini telah diadakan di beberapa perguruan tinggi antara lain Universitas Gadjah Mada
(Yogyakarta), Institut Teknologi Bandung (Bandung), Universitas Diponegoro (Semarang), dan
Universitas Indonesia (Jakarta).
Salah satu peserta CWMC yang berhasil adalah Noviaji Wibisono. Di masa kuliah ia sudah
menggebu-gebu membentuk perusahaan, hingga pada saat menempuh Certified Workshop
in Marketing Communication (CWMC) yang diselenggarakan PPPI dan Dentsu, Noviaji
bersama teman-teman seperjuangan kuliah merasa mantap untuk membentuk Becakmabur
Creative Agency di Semarang pada tanggal 29 Maret 2010. Saat ini ia terus berusaha mema-
burkan becak setinggi-tingginya dan secepat-cepatnya.
Keberadaan lebih dari 500 etnis dengan berbagai elemen budaya serta situs-situs budaya yang
tersebar di berbagai lokasi di tanah air merupakan konten lokal yang menjadi kekuatan bagi industri
periklanan. Potensi kekayaan budaya tersebut menjadi stimulus bagi orang kreatif periklanan
dalam menciptakan inspirasi untuk menghasilkan ide dan konsep iklan. Mereka harus dapat
mengemas konten budaya lokal agar sesuai dengan perkembangan zaman dan ditampilkan secara
menarik, sehingga dapat menarik perhatian khalayak, baik di Indonesia maupun luar negeri.
Melalui karya iklan tersebut, orang kreatif periklanan dapat berkontribusi untuk menggugah rasa
nasionalisme dan sikap masyarakat agar lebih menghargai dan bangga dengan budaya sendiri.
Sumber budaya lainnya ditunjukkan dalam bentuk penyimpanan hasil karya orang kreatif.
Inisiatif yang dimiliki orang-orang kreatif dan perusahaan periklanan untuk menyimpan karyanya
sangat tinggi. Mereka menyimpannya dalam bentuk portofolio baik dalam bentuk arsip offline
maupun media online yang digunakan sebagai sarana promosi untuk memperkenalkan diri dan
karyanya. Keberadaan dokumentasi karya iklan tentunya sangat bermanfaat bagi orang kreatif
periklanan dan lembaga pendidikan sebagai media pembelajaran dan dapat digunakan untuk
meningkatkan literasi masyarakat umum.
3.4.3 Industri
Berdasarkan data yang dirilis BPS tampak bahwa jumlah entitas usaha periklanan mengalami
peningkatan setiap tahunnya dan mencapai 2.560 entitas di tahun 2013. Kemudahan untuk memulai
usaha periklanan karena syarat modal awalnya yang rendah dan kemudahan untuk mendapatkan
piranti lunak tepat guna dengan harga terjangkau diduga sebagai pemicu lahirnya wirausaha-
wirausaha kreatif yang membuka perusahaan periklanan kecil dan menengah. Sementara sebagian
lainnya memilih untuk bekerja lepas yang dikenal dengan istilah independent creative services.
Perkembangan teknologi informasi turut menciptakan peluang bisnis yang telah ditangkap para
wirausaha kreatif periklanan. Di dalamnya media digital menjadi bentuk diversifikasi media
periklanan. Walaupun porsi belanja iklan masih didominasi oleh media tradisional, pertumbuhan
belanja di media digital menunjukkan tren positif dan saat ini telah mencapai kisaran 10% dari
total belanja iklan nasional. Hal ini tentu akan memunculkan model bisnis baru bagi usaha
kreatif periklanan berbasis media digital.
Namun disayangkan pertumbuhan entitas usaha itu hanya terpusat di beberapa kota. Kondisi
ini menimbulkan masalah terkait dengan penanganan permasalahan yang dihadapi perusahaan-
perusahaan periklanan karena setiap daerah memiliki potensi dan masalah yang berbeda-beda.
Seringkali pemangku kepentingan hanya melihat kondisi di DKI Jakarta sebagai barometer
perkembangan dan masalah di industri periklanan sehingga kebijakannya tidak tepat sasaran.
Selain menetapkan standar usaha, P3I juga menetapkan Etika Pariwara Indonesia yang harus
dipatuhi oleh perusahaan-perusahaan periklanan untuk menjaga kualitas iklan. Walaupun sudah
ada ketentuan, jumlah pelanggaran terhadap etika periklanan mengalami peningkatan. Data dari
Badan Pengawas Periklanan P3I menunjukkan bahwa pada periode sebelum tahun 2005 jumlah
pelanggaran etika periklanan sebanyak 86 kasus, kemudian mengalami lonjakan drastis pada
periode 2005-2008 menjadi 346 kasus dan 409 kasus pada tahun 2009-2013.
Hal ini menunjukkan perlu dibuat dan disosialisasikan etika periklanan agar pembuat iklan mampu
membuat iklan yang lebih mendidik dan cerdas. Berdasarkan Memo Kebijakan Pengawasan Iklan
yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan, seharusnya fungsi pengawasan iklan dilakukan
oleh berbagai pihak seperti Badan Pengawas Periklanan P3I, Komite Penyiaran Indonesia, Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan, Serikat Penerbit Surat Kabar,
Lembaga Sensor Film, dan Kementerian Sosial. Namun pada kenyataannya, hanya tiga badan
yang disebutkan di awal yang melaksanakan pengawasan iklan secara aktif. Selain pengawasan
oleh badan-badan tersebut, sebaiknya dilakukan juga fungsi pengawasan yang melibatkan banyak
pihak antara lain dengan melibatkan pengiklan, perusahaan periklanan, media periklanan,
lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat dengan cara melaporkan jika terjadi dugaan
pelanggaran etika periklanan.
Meskipun modal awal usaha periklanan tidak besar, mereka tetap memerlukan modal kerja untuk
memproduksi iklan dan/atau tambahan modal untuk mengembangkan usaha. Di sinilah masalah
muncul karena sifat usaha periklanan yang bergerak di sektor jasa dan sedikitnya kepemilikan
aktiva tetap yang dapat dijadikan agunan saat mengajukan pinjaman ke bank.
Pemerintah sebenarnya sudah ada upaya untuk memfasilitasi perusahaan periklanan skala kecil
dan menengah dalam memperoleh kemudahan akses pembiayaan melalui bank umum. Tetapi
dalam praktiknya, terjadi perbedaan perlakuan antara perusahaan-perusahaan di kota-kota besar
dengan pelaku di kota-kota. Wirausaha yang berlokasi di sentra industri periklanan seperti DKI
Jakarta, Bandung, dan Surabaya lebih mudah untuk mendapatkan bantuan pinjaman dari bank
dibandingkan mereka yang berdomisili di kota-kota lainnya.
Ketatnya persaingan menyebabkan para produsen harus membangun merek yang kuat dalam
benak konsumen. Untuk itu jasa periklanan memainkan peran penting untuk memperkenalkan
dan mempromosikan produk kepada target pasar. Hal ini menyebabkan terjadinya pertumbuhan
belanja iklan di media nasional rata-rata sebesar 23,8% per tahun dengan porsi terbesar pada
media televisi yakni sebesar 65-67 persen. Nilai tersebut saat ini masih dikuasai oleh 10 hingga
15 persen perusahaan-perusahaan skala besar. Namun sebenarnya, UMKM pun perlu untuk
membangun mereknya agar lebih dikenal luas.
Kendala yang harus dicermati oleh perusahaan periklanan berkenaan dengan nilai belanja iklan
adalah fluktuasi nilai tukar. Secara tidak langsung, fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang
asing akan mempengaruhi nilai belanja iklan. Pada saat nilai tukar rupiah melemah, perusahaan-
perusahaan yang menggunakan bahan baku dan komponen impor cenderung memangkas
pengeluaran, salah satunya dengan memperketat anggaran promosi. Penurunan nilai tukar juga
mempengaruhi biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan periklanan, terlebih perusahaan
yang mempekerjakan tenaga kerja asing.
Tantangan lainnya tentunya berkaitan dengan pemberlakuan pasar bebas ASEAN. Mulai tahun
2015 persaingan yang terjadi bukan hanya dengan perusahaan periklanan lokal, melainkan juga
dengan perusahaan dan orang kreatif periklanan mancanegara. Keberadaan kualitas sumber daya
manusia berkualitas tentunya akan mempengaruhi daya saing perusahaan periklanan dalam
negeri. Oleh karena itu, perbaikan kualitas sumber daya manusia menjadi hal yang paling penting
untuk ditangani pemerintah.
Selain menjadi tantangan, era pasar bebas dapat dipandang sebagai kesempatan bagi perusahaan
periklanan dan orang kreatif untuk memperluas pasarnya. Situasi tersebut diharapkan mampu
memacu orang kreatif periklanan untuk lebih menghasilkan karya yang berkualitas hingga dapat
menembus pasar global. Untuk itu dukungan dari Departemen Perdagangan berupa pemberian
layanan penguatan dan perluasan ekspor Indonesia bagi sektor jasa mutlak dibutuhkan.
Meskipun periklanan di media digital mewabah, sektor ini belum digarap secara optimal. Data
menunjukkan bahwa nilai belanja iklan digital pada tahun 2012 baru sekitar 3% dari total belanja
iklan nasional. Danny Wirianto selaku Ketua Pengembangan Digital Advertising P3I dalam
wawancara dengan majalah SWA (2013) menyatakan bahwa hal-hal yang perlu diperhatikan
untuk memaksimalkan iklan digital antara lain meningkatkan pengetahuan tentang iklan digital,
memperjelas standardisasi iklan digital, dan melakukan edukasi terhadap aplikasi pemasaran
berbasis teknologi.
Perkembangan teknologi juga menghasilkan semakin banyak piranti lunak (software) dan
piranti keras (hardware) berkualitas yang tepat guna dan terjangkau di pasar. Di satu sisi hal ini
menguntungkan bagi orang kreatif periklanan, namun di sisi lain menjadi kendala. Kehadiran
piranti yang tepat guna dengan harga terjangkau, bahkan beberapa dapat diakses secara gratis,
semakin memudahkan orang awam untuk membuat iklan. Kini orang-orang tanpa latar belakang
pendidikan di bidang desain komunikasi visual, desain grafis, dan periklanan mampu untuk
membuat iklan dengan kualitas yang tidak jauh berbeda dari orang kreatif periklanan.
3.4.7 Kelembagaan
Pemerintah Indonesia sebenarnya telah banyak mengeluarkan kebijakan yang ditujukan
mengembangkan industri periklanan ke arah yang lebih baik. Peraturan-peraturan tersebut
antara lain tentang penggunaan sumber daya lokal, perlindungan konsumen, pers, penyiaran,
dan UMKM. Akan tetapi, kebijakan-kebijakan tersebut tidak diikuti dengan implementasi dan
pengawasan yang efektif sehingga dampaknya belum dirasakan oleh pelaku usaha periklanan
dan masyarakat.
Di luar kebijakan-kebijakan di atas, pemerintah juga mengeluarkan peraturan yang dapat menghambat
perkembangan industri periklanan, seperti PP No. 39 Tahun 2014 yang memperbolehkan investor
asing untuk memiliki porsi kepemilikan dalam perusahaan periklanan Indonesia hingga 51%.
Terlebih dalam ketentuan tersebut tidak diatur tentang perbandingan komposisi antara tenaga kerja
asing terhadap orang kreatif lokal sehingga akan mempengaruhi daya saing orang kreatif lokal.
Kurang berpihaknya pemerintah terhadap industri periklanan ditemukan dari belum dimasukkannya
sektor jasa ke dalam prioritas penguatan dan perluasan pasar luar negeri Direktorat Pengembangan
Produk Ekspor. Dukungan pemerintah terhadap perusahaan periklanan kecil dan menengah
serta orang kreatif yang bekerja lepas (independent creative services) juga masih rendah. Hal ini
ditunjukkan dari memasukkan situs berbagi video Vimeo ke dalam daftar wajib cekal oleh
Kementerian Komunikasi dan Informatika pada tahun 2014 karena disinyalir mengandung unsur
pornografi, judi, phising, SARA, atau proxy. Sementara situs tersebut banyak memuat portofolio
perusahaan dan orang kreatif periklanan.
Tabel 3 - 4 Jumlah dan Sebaran Anggota Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia
PROPINSI JUMLAH
2 Jawa Barat 25
3 Jawa Timur 65
4 Jawa Tengah 34
5 DI Yogyakarta 32
6 Sumatra Utara 30
7 Sumatra Barat 32
8 Bali 22
9 Kalimantan Barat 10
10 Aceh 18
11 Lampung n/a
Peningkatan apresiasi terhadap orang kreatif, perusahaan, dan karya iklan juga disebabkan oleh
pengadaan berbagai ajang penghargaan periklanan. Untuk tingkat nasional, ada acara tahunan
Citra Pariwara yang digagas oleh P3I sejak tahun 1989. Sementara di tingkat daerah, ada Jawa
Pos Festival yang diselenggarakan oleh harian Jawa Pos dengan P3I, Festival Iklan Pinasthika
oleh harian Suara Kedaulatan Rakyat, dan Layang Kencana oleh harian Pikiran Rakyat dan P3I
Selain dalam bentuk penghargaan, karya orang kreatif dan perusahaan periklanan perlu diapresiasi
dengan pemberian hak kekayaan intelektual. Pemerintah melalui undang-undang tentang hak
cipta telah berusaha untuk memberikan perlindungan kepada pencipta karya iklan, tetapi tidak
mencakup hak cipta atas ide dan konsep iklan. Kondisi ini menimbulkan masalah atas ide atau
konsep iklan yang kalah dalam proses lelang (pitching) maupun lomba kreasi iklan, namun
digunakan penyelenggara tanpa izin. Terkadang peserta pitching atau lomba kreasi iklan tidak
mengetahui posisi mereka atas hak kekayaan intelektual tersebut. Untuk itu, diperlukan sosialisasi
agar peserta dapat menerapkan prinsip kehati-hatian saat mencermati isi perjanjian dengan pihak
penyelenggara pitching atau lomba kreasi iklan.
POTENSI PERMASALAHAN
(peluang dan kekuatan) (tantangan, hambatan, kelemahan, ancaman)
3 Tingginya minat terhadap program studi 3 Kurang sesuainya antara kebutuhan industri
DKV dan periklanan serta lokakarya dengan materi perkuliahan yang diberikan kepada
CWMC. mahasiswa.
4 Terjadi peningkatan kreativitas orang 4 Kualitas tenaga pengajar yang masih rendah
kreatif periklanan dilihat dari berbagai karena kurang memiliki pemahaman tentang
penghargaan yang diperoleh di tingkat perkembangan industri periklanan.
internasional.
7 Peluang untuk mempelajari teknik atau 7 Praktisi belum dilibatkan secara aktif dalam
metode pembuatan iklan dari orang proses belajar mengajar.
kreatif mancanegara.
3 INDUSTRI
1 Jumlah usaha kreatif periklanan yang 1 Laju pertumbuhan entitas usaha periklanan yang
besar, yaitu 2.560 entitas usaha di tahun mengalami penurunan.
2013.
3 Adanya jejaring yang kuat di tingkat 3 Kurang terciptanya sinergi antara perusahaan
nasional antar wirausaha periklanan yang periklanan, klien, dan media.
tergabung dalam asosiasi.
4 Karya iklan yang ditampilkan di media 4 Lemahnya penerapan etika bisnis dalam industri
nasional sangat beragam. periklanan.
5 Meningkatnya jumlah karya iklan yang 5 Terjadi peningkatan pelanggaran etika periklanan
masuk sebagai finalis dan mendapatkan karena lemahnya pengawasan.
penghargaan di tingkat internasional.
4 PEMBIAYAAN
1 Modal untuk memulai usaha periklanan 1 Terjadi disparitas permodalan dimana akses
tidak terlalu besar. terhadap sumber pembiayaan masih terpusat di
kota-kota yang menjadi sentra industri periklanan.
1 Pertumbuhan nilai belanja iklan baik di 1 Pemberlakuan pasar bebas ASEAN akan
media tradisional maupun media digital. memengaruhi intensitas persaingan antar
perusahaan periklanan.
2 Pertumbuhan ekonomi di luar Pulau Jawa 2 Pelayanan Penguatan dan Perluasan Ekspor
yang berdampak pada pertumbuhan Indonesia saat ini masih terfokus pada barang
usaha yang membutuhkan jasa berwujud untuk sektor jasa masih dalam tahap
periklanan. penyusunan dan belum mendapat perhatian.
7 KELEMBAGAAN
1 Peraturan Menteri Komunikasi 1 UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
dan Informatika No. 25/PER/M. yang mensyaratkan jenjang pendidikan dosen
KOMINFO/5/2007 tentang penggunaan menjadi kendala bagi tenaga pengajar program
sumber daya dalam negeri untuk produk studi DKV dan periklanan, karena institusi yang
iklan yang disiarkan melalui lembaga menawarkan program pascasarjana di bidang
penyiaran nasional. tersebut masih sangat sedikit.
2 Regulasi Bank Indonesia yang mewajibkan 2 Eksekusi terhadap Permen Komunikasi dan
bank umum untuk mengalokasikan kredit Informatika No. 25/PER/M/KOMINFO/5/2007
pada UMKM. masih lemah.
Pembangunan periode 2015-2019 tetap perlu mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi
haruslah inklusif dan berkelanjutan, yaitu meminimasi permasalahan sosial dan lingkungan.
Pembangunan inklusif dilakukan terutama untuk mengurangi kemiskinan, ketimpangan antar
penduduk dan ketimpangan kewilayahan antara Jawa dan luar Jawa, kawasan barat dan kawasan
timur, serta antara kota-kota dan kota-desa. Pembangunan berkelanjutan dilakukan untuk
memberikan jaminan keberlanjutan manfaat yang bisa dirasakan generasi mendatang dengan
memperbaiki kualitas lingkungan (sustainable).
Tema pembangunan dalam RPJMN 2015- 2019 adalah pembangunan yang kuat, inklusif dan
berkelanjutan. Untuk dapat mewujudkan apa yang ingin dicapai dalam lima tahun mendatang,
maka fokus perhatian pembangunan nasional adalah:
1. Merealisasikan potensi ekonomi Indonesia yang besar menjadi pertumbuhan ekonomi
yang tinggi, yang menghasilkan lapangan kerja yang layak (decent jobs) dan mengurangi
kemiskinan yang didukung oleh struktur ekonomi dan ketahanan ekonomi yang kuat.
2. Membuat pembangunan dapat dinikmati oleh segenap bangsa Indonesia di berbagai
wilayah Indonesia secara adil dan merata.
3. Menjadikan Indonesia yang bersih dari korupsi dan memiliki tata kelola pemerintah
dan perusahaan yang benar dan baik.
4. Menjadikan Indonesia indah yang lebih asri, lebih lestari.
Dalam rancangan teknokratik RPJMN 2015-2019 terdapat enam agenda pembangunan, yaitu: (1)
Pembangunan Ekonomi; (2) Pembangunan Pelestarian Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup
dan Pengelolaan Bencana (3) Pembangunan Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan; (4)
Pembangunan Kesejahteraan Rakyat; (5) Pembangunan Wilayah; dan (6) Pembangunan Kelautan.
Sesuai dengan tujuan ekonomi kreatif di atas, pengembangan industri periklanan tahun 2014-2019
diarahkan untuk menciptakan industri periklanan yang berdaya saing, baik di pasar dalam negeri
maupun pasar global. Tujuan tersebut akan dapat dicapai jika ada pengembangan tujuh pilar penyangga
industri periklanan yang terdiri dari sumber daya manusia, sumber daya pendukung, industri,
lembaga pembiayaan, pemasaran, ketersediaan infrastruktur dan teknologi, dan kelembagaan. Untuk
memberikan panduan dalam pencapaian tujuan tersebut, maka disusun kerangka strategis pengembangan
industri periklanan tahun 2015-2019 yang terdiri dari 3 misi utama, 7 tujuan, dan 12 sasaran.
Gambar 4 - 1 Matriks Visi, Misi, Strategi, Tujuan, dan Sasaran Periklanan 2015-2019
Industri periklanan Indonesia yang berdaya saing, didukung oleh keberadaan orang kreatif yang
VISI
unggul dalam kreativitas dan profesionalisme, serta mampu memanfaatkan kekayaan budaya
Indonesia
Dalam menyongsong berlakunya era pasar bebas ASEAN, industri periklanan Indonesia harus
memiliki daya saing sehingga mampu berkompetisi dengan pelaku industri periklanan dari
negara-negara tetangga. Hal ini ditunjukkan dari kemampuan industri periklanan untuk bersaing
secara kompetitif dan sehat di pasar lokal dan internasional. Oleh karena itu, para pelakunya perlu
memiliki motivasi yang kuat untuk terus mengembangkan diri dan karyanya supaya mampu
menangkap peluang serta mengatasi permasalahan yang dihadapi.
Untuk menciptakan industri periklanan yang berdaya saing, sumber daya manusia menjadi aset
penentu keberhasilan perwujudan cita-cita tersebut. Periklanan sangat menekankan pada kreativitas
dari orang-orang kreatif yang bekerja di industri tersebut dan industri-industri pendukungnya.
Selain kreatif, seseorang yang bekerja di industri periklanan dituntut untuk bekerja secara
profesional. Profesionalisme ini penting karena kualitas orang kreatif bukan hanya dinilai dari
keahlian yang dimilikinya, melainkan juga dari sikap dan perilakunya. Seorang kreatif yang
profesional harus selalu berupaya untuk memberikan layanan yang terbaik pada klien, memenuhi
target pengerjaan proyek pengerjaan iklan, dan berintegritas. Integritas tersebut dinyatakan dalam
bentuk mematuhi kode etik dan etika bisnis yang berlaku di industri periklanan.
Untuk mewujudkan visi di atas, industri periklanan harus mampu memanfaatkan keunggulan
yang dimiliki Indonesia, yaitu berupa keragaman etnis dan budaya yang sulit ditiru negara-negara
lain. Kekayaan budaya ini dapat menjadi sumber inspirasi bagi orang kreatif dalam menciptakan
karya iklan yang berkualitas. Untuk itu mereka harus mampu memahami, menginterpretasikan,
dan memanfaatkan keragaman budaya Indonesia serta mengadopsi nilai-nilai kearifan lokal. Jika
orang kreatif berhasil melakukannya maka karya iklan yang dihasilkan akan menjadi wujud
diferensiasi dan identitas periklanan Indonesia.
2. Meningkatnya jumlah orang kreatif periklanan yang berkualitas dan berdaya saing
yang diindikasikan oleh:
a. Terbentuknya lembaga sertifikasi profesi periklanan yang diakui secara internasional.
b. Meningkatnya jumlah orang kreatif periklanan yang memiliki sertifikasi profesi.
c. Terjadinya proses alih teknologi dan alih keterampilan dari tenaga kerja asing kepada
orang kreatif periklanan lokal.
d. Menurunnya jumlah tenaga kerja asing dan insiden kerja yang merugikan orang
kreatif periklanan.
3. Meningkatnya pemanfaatan sumber daya dalam negeri dalam pembuatan iklan
yang diindikasikan oleh meningkatnya jumlah karya iklan yang memanfaatkan sumber
daya dalam negeri.
4. Meningkatnya wirausaha periklanan yang profesional dan berdaya saing. Sasaran
ini diindikasikan melalui:
a. Meningkatnya jumlah wirausaha periklanan khususnya di luar Pulau Jawa.
b. Adanya inkubator-inkubator bisnis periklanan yang melibatkan lembaga pendidikan,
asosiasi, dan pemerintah.
c. Bertambahnya jumlah wirausaha yang menjadi anggota asosiasi periklanan di tingkat
daerah, nasional, dan internasional.
d. Tingginya jumlah wirausaha muda yang berhasil dan mampu bersaing di industri
periklanan.
5. Meningkatnya perusahaan periklanan yang profesional dan berdaya saing. Indikasi
strategis untuk sasaran ini:
a. Berkembangnya industri periklanan dan industri penunjangnya yang dikelola secara
profesional.
b. Terciptanya sinergi antara perusahaan periklanan, asosiasi periklanan, penyedia jasa
produksi iklan, media, dan lembaga pendidikan.
c. Adanya standar usaha periklanan yang setara dengan standar internasional.
d. Terjadinya penurunan pelanggaran standar usaha periklanan.
3. Arah kebijakan perwujudannya industri periklanan yang berkualitas dan berdaya
saing secara berkelanjutan
Ekonomi kreatif diarahkan untuk menjadi kekuatan baru perekonomian Indonesia di
masa mendatang. Besaran kontribusi terhadap perekonomian Indonesia diharapkan
terus mengalami pertumbuhan yang signifikan. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut
diperlukan industri-industri kreatif yang berkualitas, berdaya saing, dan bertumbuh secara
bekesinambungan. Termasuk di dalamnya adalah pengembangan industri periklanan
melalui peningkatan wirausaha kreatif, usaha kreatif, dan karya kreatif periklanan yang
berkualitas.
4. Arah kebijakan penyediaan sumber pembiayaan yang beragam dan mudah diakses
untuk mendorong perkembangan industri periklanan
Untuk meningkatkan jumlah wirausaha dan usaha kreatif periklanan yang berkualitas dan
berdaya saing tentunya tidak terlepas dari kebutuhan akan sumber pendanaan. Meskipun
seorang wirausaha dapat memulai usaha periklanan dengan modal yang kecil, namun ia
akan memerlukan tambahan dana untuk membiayai modal kerja dan mengembangkan
usaha. Kendala yang seringkali dihadapi adalah terjadinya disparitas permodalan dan
sulitnya perusahaan periklanan, terutama yang berskala kecil dan menengah, untuk
mendapatkan pinjaman dikarenakan sebagian besar asetnya tidak berwujud. Oleh karena
itu diperlukan bantuan pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut melalui peningkatan
ketersediaan sumber pembiayaan yang sesuai dengan karakteristik usaha kreatif, mudah
diakses, dan kompetitif.
Arah kebijakan untuk tujuan ini adalah memfasilitasi pengembangan lembaga pembiayaan
yang mampu mendukung perkembangan usaha periklanan.
5. Arah kebijakan perwujudan perluasan pasar di dalam dan luar negeri bagi orang
kreatif dan perusahaan Indonesia
Pertumbuhan perekonomian dalam negeri yang tidak lagi terpusat di Pulau Jawa menciptakan
peluang pasar baru bagi perusahaan-perusahaan periklanan. Untuk meningkatkan penetrasi
pasar di dalam negeri, perlu ada fasilitasi dari pemerintah untuk meningkatkan pengetahuan
akan manfaat iklan bagi para pelaku usaha. Sementara itu, kemampuan orang kreatif
periklanan Indonesia belum terlalu dikenal di luar negeri meskipun beberapa karya iklan
Berikut adalah arah kebijakan untuk menjawab tujuan perluasan pasar di dalam dan luar
negeri bagi perusahaan dan orang kreatif periklanan:
a. Memfasilitasi peningkatan kesadaran pelaku usaha kecil dan menengah untuk
mengiklankan produk atau mereknya.
b. Meningkatkan layanan ekspor impor karya periklanan.
c. Memperluas jejaring dan kerjasama orang kreatif dan perusahaan periklanan di
dalam dan luar negeri.
6. Arah kebijakan penyediaan infrastruktur dan teknologi yang tepat guna, mudah
diakses, dan kompetitif bagi industri periklanan
Perkembangan teknologi informasi telah memunculkan model bisnis baru bagi perusahaan
periklanan berupa iklan digital. Pertumbuhan jumlah pengguna Internet dan perilaku
masyarakat khususnya generasi muda yang mengandalkan Internet sebagai sumber
informasi semakin meningkatkan daya tarik bagi perusahaan untuk beriklan di media
digital. Namun demikian, potensi tersebut belum digarap secara optimal oleh perusahaan
periklanan. Untuk mendukung pertumbuhan periklanan digital dibutuhkan dukungan
dalam bentuk ketersediaan perangkat keras dan perangkat lunak yang berkualitas dan
mudah diakses dengan harga yang kompetitif.
Berkenaan dengan hal di atas, maka arah kebijakan yang dibutuhkan adalah memfasilitasi
ketersediaan teknologi yang dibutuhkan industri periklanan berbasis media digital.
7. Arah kebijakan penciptaan keberpihakan dari para pemangku kepentingan untuk
mendorong pengembangan industri periklanan nasional
Proses penciptaan karya iklan berkualitas tentunya memerlukan lingkungan yang kondusif.
Untuk itu dibutuhkan keberpihakan dari berbagai pemangku kepentingan, baik dari
pelaku usaha, akademisi, pemerintah, maupun komunitas. Kondisi ini dapat diwujudkan
melalui harmonisasi regulasi terkait tujuh pilar ekonomi kreatif; peningkatan sinergi dan
koordinasi antara aktor intelektual, bisnis, pemerintah, komunitas, dan orang kreatif
dalam pengembangan industri periklanan; peningkatan peran asosiasi dalam menyalurkan
aspirasi pelaku usaha periklanan; dan peningkatan apresiasi atas hak kekayaan intelektual.
Hingga tahun 2013 industri periklanan di Indonesia telah menangani lebih dari 8.000 merek
dengan nilai belanja iklan di media mencapai Rp132 triliun. Besaran kenaikan nilai belanja iklan
berada pada kisaran 15,3% dan 25,1%. Kondisi ini membuat industri periklanan menjadi salah
satu subsektor ekonomi kreatif dengan tingkat pertumbuhan tertinggi.
Potensi yang dimiliki industri periklanan menarik beberapa wirausaha untuk masuk ke dalam
industri tersebut. Jumlah perusahaan periklanan pada tahun 2013 telah mencapai 2.560 perusahaan.
Angka tersebut belum termasuk orang-orang kreatif yang bekerja secara lepas berdasarkan proyek.
Oleh karena itu, pelaku industri periklanan perlu memahami komponen-komponen dalam model
bisnis yang menentukan keberhasilannya untuk bertahan dan berkembang dalam industri ini.
Kunci sukses dari penyedia jasa periklanan, baik berupa perusahaan maupun individu yang bekerja
secara independen, terletak pada kreativitas. Komponen tersebut memegang peranan penting
dalam seluruh rangkaian proses penciptaan nilai kreatif yang dibagi menjadi kreasi, produksi, dan
distribusi. Keberhasilan sebuah karya iklan diukur dari kemampuannya dalam menyampaikan
pesan klien secara persuasif sehingga memengaruhi sikap dan perilaku target khalayak.
Meskipun awalnya hanya bergerak pada jasa kreatif untuk menghasilkan konten iklan, saat
ini periklanan telah mengarah pada industri manajemen komunikasi pemasaran strategis yang
menangani berbagai aspek pemasaran seperti aktivasi merek, jasa kreatif, pembuatan aplikasi digital,
dan pengadaan event. Kegiatan pemasarannya pun tidak hanya terbatas pada produk melainkan
mencakup juga pemasaran sosial, pembangun citra perusahaan atau individu, pemasaran politik,
pemasaran untuk kepentingan pemerintah, dan iklan layanan masyarakat.
Selain perluasan cakupan bisnis, media iklan yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan
periklanan juga mengalami perluasan. Perkembangan teknologi informasi dan pertumbuhan
penetrasi Internet telah mendorong adanya kebutuhan untuk berpromosi di media digital.
Akibatnya, nilai belanja iklan di media digital mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan,
yaitu di atas 80% per tahun. Kehadiran periklanan digital tersebut menciptakan peluang bagi
klien dan perusahaan periklanan untuk merancang tema iklan yang bersifat personal bagi masing-
masing kelompok target khalayak yang dituju.
Potensi-potensi tersebut perlu dimanfaatkan secara maksimal oleh pemerintah dan para pelaku di
industri periklanan. Oleh karena itu perlu diambil tindak lanjut untuk mengatasi permasalahan-
permasalahan yang dapat menghambat pertumbuhan industri periklanan. Dari tujuh pilar
ekonomi kreatif, yang perlu mendapatkan perhatian adalah sumber daya manusia, kelembagaan,
dan pemasaran. Perbaikan pada ketiga aspek tersebut diharapkan akan meningkatkan daya saing
periklanan Indonesia, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Untuk itu Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyusun rencana pengembangan
industri periklanan untuk tahun 2015-2019. Rencana Pengembangan Periklanan Nasional
Visi yang ingin dicapai adalah “Industri periklanan Indonesia yang berdaya saing, didukung
oleh keberadaan orang kreatif yang unggul dalam kreativitas dan profesionalisme, serta
mampu memanfaatkan kekayaan budaya Indonesia”. Lebih lanjut visi ini dijabarkan dalam 3
misi, 7 tujuan, dan 12 sasaran strategis yang ingin dicapai pada tahun 2019 melalui 41 strategi dan
58 rencana aksi. Kerangka strategis pengembangan industri periklanan dijelaskan sebagai berikut.
Misi pertama adalah mengembangkan sumber daya manusia dan budaya yang berkualitas
untuk meningkatkan daya saing industri periklanan. Misi ini dijabarkan dalam dua tujuan
dan tiga sasaran strategis berikut:
1. Pemenuhan kebutuhan atas orang kreatif periklanan yang berkualitas dan berdaya saing.
Pencapaian tujuan ini dapat ditunjukkan dari terjadinya peningkatan kualitas pendidikan
untuk mendukung penciptaan orang periklanan yang kreatif, profesional, dan berdaya
saing dan peningkatan jumlah orang kreatif periklanan berkualitas dan berdaya saing.
2. Pemanfaatan kekayaan budaya Indonesia dalam industri periklanan. Tujuan ini dapat
diindikasikan melalui tercapainya sasaran berupa meningkatnya pemanfaatan sumber
daya dalam negeri dalam pembuatan iklan.
Misi kedua adalah mengembangkan industri periklanan yang berkualitas dan berdaya
saing secara berkelanjutan. Misi ini diwujudkan dalam tujuan berupa penciptaan industri
periklanan yang berkualitas dan berdaya saing secara berkelanjutan. Pencapaian tujuan tersebut
diindikasikan melalui pencapaian tiga sasaran strategis: (1) meningkatnya wirausaha periklanan
yang profesional dan berdaya saing; (2) meningkatnya perusahaan periklanan yang profesional
dan berdaya saing; dan (3) meningkatnya kuantitas karya periklanan yang cerdas dan berkualitas.
Misi ketiga adalah menyediakan iklim usaha yang kondusif bagi pengarusutamaan kreativitas
dan perkembangan industri periklanan nasional. Misi ini dijabarkan melalui empat tujuan
dan enam sasaran strategis berikut:
1. Penyediaan sumber pembiayaan yang beragam dan mudah diakses untuk mendorong
perkembangan industri periklanan. Indikasinya tampak pada pencapaian sasaran berupa
peningkatan ketersediaan sumber pembiayaan yang beragam dan mudah diakses bagi
industri periklanan.
2. Perluasan pasar di dalam dan luar negeri bagi orang kreatif dan perusahaan Indonesia.
Pencapaian tujuan ini terlihat dari terjadinya peningkatan penerimaan pasar dalam dan
luar negeri atas kreativitas orang kreatif dan perusahaan periklanan Indonesia.
3. Penyediaan infrastruktur dan teknologi yang tepat guna, mudah diakses, dan kompetitif
bagi industri periklanan. Tujuan ini diindikasikan melalui pencapaian sasaran berupa
meningkatkan ketersediaan infrastruktur dan teknologi pendukung industri periklanan.
4. Peningkatan keberpihakan para pemangku kepentingan untuk mendorong pengembangan
industri periklanan nasional. Pencapaian tujuan dapat diindikasikan melalui sasaran berupa
menciptakan dan mendorong implementasi regulasi yang mendukung perkembangan
industri periklanan, meningkatnya partisipasi aktif pemangku kepentingan dalam
pengembangan industri periklanan, dan meningkatnya apresiasi masyarakat kepada orang
kreatif, perusahaan, dan karya periklanan Indonesia.
Departemen Koperasi (2011), “Statistik Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Tahun 2010-2011”,
http://www.depkop.go.id/phocadownload/data_statistik/statistik_UKM/narasi_statistik_umkm%20
2010-2011.pdf, terakhir diakses pada 15 Juli 2014.
Hatta, (2012), “Bisnis Iklan Digital Lahirkan Banyak Pekerjaan Baru”, Warta Ekonomi No. 25/2012.
Kasali, R. (1992), Manajemen Periklanan: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia, cetakan kedua,
Pustaka Utama Grafiti, Jakarta.
KEA European Affairs (2006), The Economy of Culture in Europe, penelitian untuk The European
Commission, Brussels.
Kotler, P. dan Keller, K.L. (2012), Marketing Management, 14th ed. Pearson, Essex.
National Endowment for Science, Technology and the Arts (2006), Creating Growth: How the
UK Can Develop World Class Creative Businesses, NESTA, London.
O’Guinn, T.C., Allen, C.T., dan Semenik, R.J. (2009), Advertising and Integrated Brand Promotion,
5th ed., Cengage Learning, Mason, OH.
Perreault, W.D., Jr., Cannon, J.P., dan McCarthy, E.J. (2011), Basic Marketing: A Marketing
Strategy Planning Approach, 18th ed., McGraw-Hill/Irwin, New York, NY.
Schiffman, L.G. dan Kanuk, L, L. (2010), Consumer Behavior, 10th ed., Pearson Education,
Inc., Upper Saddle River, NJ.
United Nations Conference on Trade and Development (2010), Creative Economy Report 2010,
UNCTD.
Winarno, B. (2008), Rumah Iklan: Upaya Matari Menjadikan Periklanan Indonesia Tuan
Rumah di Negeri Sendiri, Kompas Media Nusantara, Jakarta.
MISI 1: Mengembangkan sumber daya manusia dan budaya yang berkualitas untuk meningkatkan daya saing industri periklanan
1. Pemenuhan kebutuhan atas orang kreatif periklanan yang berkualitas dan berdaya saing
1.1 Meningkatnya kualitas pendidikan a Meningkatkan kualitas pendidikan di 1 Memfasilitasi pengembangan kurikulum operasional,
untuk mendukung penciptaan orang bidang periklanan untuk menghasilkan metode pengajaran, serta sarana dan prasarana
periklanan yang kreatif, profesional, lulusan yang siap pakai di industri pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan industri
dan berdaya saing periklanan periklanan
1.2 Meningkatnya jumlah orang kreatif a Menciptakan orang kreatif periklanan 1 Mengembangkan standar kompetensi dan memfasilitasi
Lampiran
periklanan berkualitas dan berdaya yang kompeten dan profesional pengembangan program sertifikasi profesi di bidang
saing periklanan
b Memberikan perlindungan kerja bagi 3 Memfasilitasi pelaksanaan alih keterampilan dan alih
orang kreatif periklanan teknologi dari orang kreatif asing pada orang kreatif
dalam lokal
2.1 Meningkatnya pemanfaatan sumber a Memfasilitasi pemanfaatan kekayaan 1 Mengkoordinasikan penegakan hukum sebagai
daya dalam negeri dalam pembuatan budaya lokal sebagai sumber inspirasi implementasi Peraturan Menteri Komunikasi dan
iklan Informatika No. 25 tahun 2007
MISI 2: Mengembangkan industri periklanan yang berkualitas dan berdaya saing secara berkelanjutan
3. Penciptaan industri periklanan yang berkualitas dan berdaya saing secara berkelanjutan
3.1 Meningkatnya wirausaha periklanan a Memfasilitasi peningkatan kuantitas 1 Memfasilitasi peningkatan pengetahuan, keterampilan,
yang profesional dan berdaya saing dan kualitas wirausaha periklanan di dan sikap yang diperlukan untuk menjadi wirausaha
daerah periklanan di daerah-daerah yang potensial
123
124
MISI/TUJUAN/SASARAN ARAH KEBIJAKAN STRATEGI
3.2 Meningkatnya perusahaan periklanan a Memfasilitasi keterkaitan antara 1 Mengembangkan industri periklanan dan industri
yang profesional dan berdaya saing perusahaan periklanan, industri kreatif penunjangnya di dalam negeri untuk menjaga
penunjang, dan lembaga pendidikan kesinambungan proses penciptaan nilai kreatif
3.3 Meningkatnya kuantitas karya a Memfasilitasi upaya peningkatan karya 1 Memfasilitasi pengembangan proses kreasi terutama
periklanan yang cerdas dan berkualitas iklan yang berkualitas untuk menghasilkan karya iklan yang mengangkat
kekayaan budaya lokal
Lampiran
MISI 3: Menyediakan iklim usaha yang kondusif bagi pengarusutamaan kreativitas dan perkembangan industri periklanan nasional
4. Penyediaan sumber pembiayaan yang beragam dan mudah diakses untuk mendorong perkembangan industri periklanan
4.1 Meningkatnya ketersediaan sumber a Memfasilitasi pengembangan lembaga 1 Memfasilitasi penciptaan model pembiayaan yang sesuai
pembiayaan yang beragam dan mudah pembiayaan yang mampu mendukung bagi industri periklanan
diakses bagi industri periklanan perkembangan usaha periklanan
2 Memfasilitasi akses pembiayaan yang mudah bagi
perusahaan periklanan kecil dan menengah
5. Perluasan pasar di dalam dan luar negeri bagi orang kreatif dan perusahaan Indonesia
5.1 Meningkatkan penerimaan pasar dalam a Memfasilitasi peningkatan kesadaran 1 Memfasilitasi peningkatan kesadaran pelaku usaha
dan luar negeri atas kreativitas orang pelaku usaha kecil dan menengah untuk tentang pentingnya pemasaran produk dan merek
kreatif dan perusahaan periklanan beriklan
Indonesia 2 Mengembangkan sistem informasi tentang ekspor dan
ekspor untuk jasa dan karya periklanan yang akurat dan
mudah diakses oleh wirausaha periklanan
b Meningkatkan layanan ekspor-impor 3 Memfasilitasi promosi dan branding orang kreatif dan
karya periklanan usaha kreatif periklanan di luar negeri
c Memperluas jejaring dan kerjasama 4 Memfasilitasi kerjasama antara orang kreatif dan
orang kreatif dan perusahaan perusahaan periklanan lokal dengan perusahaan
periklanan di dalam dan luar negeri periklanan luar negeri
6. Penyediaan infrastruktur dan teknologi yang tepat guna, mudah diakses, dan kompetitif bagi industri periklanan
6.1 Meningkatkan ketersediaan a Memfasilitasi ketersediaan teknologi 1 Memfasilitasi pengembangan teknologi dan piranti lunak
infrastruktur dan teknologi pendukung yang dibutuhkan industri periklanan tepat guna bagi industri periklanan berbasis media digital
industri periklanan berbasis media digital
2 Memfasilitasi pengadaan piranti lunak yang legal dan
kompetitif
125
126
MISI/TUJUAN/SASARAN ARAH KEBIJAKAN STRATEGI
7. Peningkatan keberpihakan para pemangku kepentingan untuk mendorong pengembangan industri periklanan nasional
7.1 Menciptakan dan mendorong a Mengembangkan regulasi di bidang 1 Harmonisasi regulasi pendidikan yang mampu menjawab
implementasi regulasi yang mendukung pendidikan yang mendukung proses kebutuhan industri periklanan
perkembangan industri periklanan penciptaan orang kreatif periklanan
yang berkualitas
c Mengembangkan regulasi izin usaha 3 Harmonisasi regulasi izin usaha periklanan bagi pelaku
yang mampu menunjang perkembangan usaha periklanan kecil dan menengah
industri periklanan
e Mengembangkan regulasi yang mampu 5 Harmonisasi regulasi yang mendukung ekspor jasa
mendukung perluasan pasar bagi periklanan ke pasar luar negeri
industri periklanan
f Memperluas cakupan regulasi Hak 6 Harmonisasi regulasi HKI yang dapat memberikan
Kekayaan Intelektual (HKI) perlindungan maksimal bagi orang kreatif periklanan
7.2 Meningkatnya partisipasi aktif a Meningkatkan sinergi antara orang 1 Memfasilitasi penguatan asosiasi periklanan dalam negeri
pemangku kepentingan dalam kreatif dan akademisi dalam penciptaan
pengembangan industri periklanan industri periklanan yang berkualitas 2 Memfasilitasi pengembangan jejaring orang kreatif
dan berdaya saing periklanan dengan lembaga pendidikan
7.3 Meningkatnya apresiasi masyarakat a Meningkatkan partisipasi orang kreatif 1 Memfasilitasi pelaksanaan ajang penghargaan bagi orang
Lampiran
kepada orang kreatif, perusahaan, dan dan perusahaan periklanan dalam ajang kreatif dan perusahaan periklanan di dalam negeri
karya periklanan Indonesia penghargaan periklanan di dalam dan
luar negeri
b Meningkatkan apresiasi terhadap Hak 2 Memfasilitasi partisipasi orang kreatif dan perusahaan
Kekayaan Intelektual (HKI) periklanan Indonesia dalam ajang penghargaan di tingkat
internasional
127
128
MATRIKS INDIKASI STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKLANAN
MISI 1: Mengembangkan sumber daya manusia dan budaya yang berkualitas untuk meningkatkan daya saing industri periklanan
1. Pemenuhan kebutuhan atas orang kreatif periklanan yang berkualitas dan berdaya saing
1.1 Meningkatnya kualitas pendidikan untuk a Meningkatnya jumlah lulusan berkualitas yang siap pakai dan mampu memenuhi kebutuhan industri
mendukung penciptaan orang periklanan yang periklanan
kreatif, profesional, dan berdaya saing
b Meningkatnya kualitas lembaga pendidikan dan tenaga pendidik bidang periklanan yang memenuhi
standar tingkat internasional
c Bertumbuhnya jumlah lembaga pendidikan yang menjalin kerjasama dengan lembaga pendidikan luar
negeri yang unggul di bidang desain komunikasi visual dan periklanan
d Bertambahnya jumlah praktisi yang terlibat dalam pendidikan, baik sebagai tenaga pengajar maupun
pembicara dalam kuliah umum/kuliah tamu
e Tersedianya bantuan pendanaan bagi mahasiswa dan tenaga pengajar untuk mengikuti kegiatan
magang di perusahaan periklanan
1.2 Meningkatnya jumlah orang kreatif periklanan a Terbentuknya lembaga sertifikasi profesi periklanan yang diakui secara internasional
berkualitas dan berdaya saing
c Terjadinya proses alih teknologi dan alih keterampilan dari tenaga kerja asing kepada orang kreatif
periklanan lokal
d Menurunnya jumlah tenaga kerja asing dan insiden kerja yang merugikan orang kreatif periklanan
2.1 Meningkatnya pemanfaatan sumber daya a Meningkatnya jumlah karya iklan yang memanfaatkan sumber daya dalam negeri
dalam negeri dalam pembuatan iklan
Lampiran
MISI 2: Mengembangkan industri periklanan yang berkualitas dan berdaya saing secara berkelanjutan
3. Penciptaan industri periklanan yang berkualitas dan berdaya saing secara berkelanjutan
3.1 Meningkatnya wirausaha periklanan yang a Meningkatnya jumlah wirausaha periklanan khususnya di luar Pulau Jawa
profesional dan berdaya saing
b Adanya inkubator-inkubator bisnis periklanan yang melibatkan lembaga pendidikan, asosiasi, dan
pemerintah
c Bertambahnya jumlah wirausaha yang menjadi anggota asosiasi periklanan di tingkat daerah, nasional,
dan internasional
d Tingginya jumlah wirausaha muda yang berhasil dan mampu bersaing di industri periklanan
3.2 Meningkatnya perusahaan periklanan yang a Berkembangnya industri periklanan dan industri penunjangnya yang dikelola secara profesional
profesional dan berdaya saing
b Terciptanya sinergi antara perusahaan periklanan, asosiasi periklanan, penyedia jasa produksi iklan,
media, dan lembaga pendidikan
3.3 Meningkatnya kuantitas karya periklanan yang a Meningkatnya jumlah karya iklan yang mengangkat tema budaya lokal
cerdas dan berkualitas
b Tingginya jumlah karya iklan berkualitas yang dihasilkan peserta program mentoring
c Tingginya jumlah karya iklan berkualitas yang dihasilkan peserta program mentoring
129
130
MISI/TUJUAN/SASARAN INDIKASI STRATEGIS
MISI 3: Menyediakan iklim usaha yang kondusif bagi pengarusutamaan kreativitas dan perkembangan industri periklanan nasional
4. Penyediaan sumber pembiayaan yang beragam dan mudah diakses untuk mendorong perkembangan industri periklanan
4.1 Meningkatnya ketersediaan sumber a Adanya skema pembiayaan yang sesuai dengan kebutuhan dan karakter bisnis periklanan
pembiayaan yang beragam dan mudah diakses
bagi industri periklanan b Meningkatnya jumlah lembaga pembiayaan yang mudah diakses oleh perusahaan periklanan kecil dan
menengah
c Meningkatnya jumlah perusahaan periklanan yang memanfaatkan jasa yang ditawarkan lembaga
pembiayaan
5. Perluasan pasar di dalam dan luar negeri bagi orang kreatif dan perusahaan periklanan Indonesia
5.1 Meningkatkan penerimaan pasar dalam dan a Meningkatnya jumlah perusahaan dan merek yang memasang iklan di media nasional dan media digital
luar negeri atas kreativitas orang kreatif dan
perusahaan periklanan Indonesia b Adanya data market inteligence dan product inteligence yang akurat dan mudah diakses
c Meningkatnya jumlah event promosi dagang dan ajang penghargaan yang diikuti orang kreatif dan
perusahaan periklanan di tingkat internasional
d Meningkatnya jumlah orang kreatif periklanan yang mendapatkan proyek pengerjaan iklan dari
perusahaan periklanan atau klien asing
6. Penyediaan infrastruktur dan teknologi yang tepat guna, mudah diakses, dan kompetitif bagi industri periklanan
6.1 Meningkatkan ketersediaan infrastruktur dan a Bertambahnya jumlah piranti lunak yang tepat guna dan kompetitif buatan dalam negeri khususnya
teknologi pendukung industri periklanan untuk periklanan digital
b Adanya kemudahan untuk mendapatkan piranti lunak yang legal dengan harga yang bersaing
Lampiran
7. Peningkatan keberpihakan para pemangku kepentingan untuk mendorong pengembangan industri periklanan nasional
7.1 Menciptakan dan mendorong implementasi a Adanya regulasi pendidikan yang mendukung penciptaan orang kreatif periklanan yang berkualitas dan
regulasi yang mendukung perkembangan siap pakai
industri periklanan
b Diimplementasikannya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 25 tahun 2007 tentang
penggunaan sumber daya dalam negeri bagi iklan yang ditayangkan di media nasional
c Adanya regulasi izin usaha yang memberikan kemudahan bagi wirausaha periklanan kecil dan
menengah
d Dilakukannya penerapan regulasi penanaman modal asing yang mampu mendorong peningkatan
kualitas perusahaan periklanan dalam negeri
f Adanya regulasi hak cipta yang mampu memberikan perlindungan atas konsep iklan yang dihasilkan
melalui proses pitching dan lomba kreasi iklan
7.2 Meningkatnya partisipasi aktif pemangku a Meningkatnya peran asosiasi periklanan P3I dalam menyuarakan aspirasi pelaku bisnis periklanan
kepentingan dalam pengembangan industri dalam relasinya dengan pemerintah
periklanan
b Terbentuknya forum kerjasama antara institusi pendidikan, pelaku bisnis periklanan, asosiasi
periklanan P3I, dan pemerintah
7.3 Meningkatnya apresiasi masyarakat kepada a Terselenggaranya ajang penghargaan di bidang periklanan di tingkat daerah dan nasional secara rutin
orang kreatif, perusahaan, dan karya
periklanan Indonesia b Meningkatnya jumlah karya iklan yang mengikuti dan memenangkan ajang penghargaan internasional
131
132
MATRIKS RENCANA AKSI PENGEMBANGAN PERIKLANAN 2015-2019
TAHUN
SASARAN/RENCANA AKSI DESKRIPSI RENCANA AKSI PENANGGUNGJAWAB
2015 2016 2017 2018 2019
SASARAN 1: Meningkatnya kualitas pendidikan untuk mendukung penciptaan orang periklanan yang kreatif, profesional, dan berdaya saing
Lampiran
2015 2016 2017 2018 2019
5 Memfasilitasi lembaga pendidikan a Melakukan evaluasi atas standar mutu lembaga Kementerian x x x
untuk mencapai standar pendidikan di Indonesia Pendidikan dan
internasional Kebudayaan
b Melakukan studi perbandingan (benchmark)
dengan kriteria standar mutu pendidikan
beberapa negara maju atau asosiasi pendidikan
133
internasional
134
TAHUN
SASARAN/RENCANA AKSI DESKRIPSI RENCANA AKSI PENANGGUNGJAWAB
2015 2016 2017 2018 2019
Lampiran
2015 2016 2017 2018 2019
135
136
TAHUN
SASARAN/RENCANA AKSI DESKRIPSI RENCANA AKSI PENANGGUNGJAWAB
2015 2016 2017 2018 2019
SASARAN 2: Meningkatnya jumlah orang kreatif periklanan yang berkualitas dan berdaya saing
Lampiran
2015 2016 2017 2018 2019
137
138
TAHUN
SASARAN/RENCANA AKSI DESKRIPSI RENCANA AKSI PENANGGUNGJAWAB
2015 2016 2017 2018 2019
4 Menerapkan kebijakan tentang a Melakukan pendataan tenaga kerja asing dan Kementerian x x x x x
proses alih teknologi dan alih perusahaan periklanan yang mempekerjakannya Tenaga Kerja dan
keterampilan dari tenaga kerja Transmigrasi
asing kepada orang kreatif b Melakukan evaluasi atas kebijakan tenaga kerja Kementerian
periklanan lokal asing Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif
c Melakukan pemetaan kondisi atas keterampilan
Kementerian
orang kreatif periklanan dalam negeri
Komunikasi dan
d Menyusun sistem pelaksanaan dan pengawasan Informatika
atas pelaksanaan alih teknologi dan
keterampilan
SASARAN 3: Meningkatnya pemanfaatan sumber daya dalam negeri dalam pembuatan iklan
Lampiran
2015 2016 2017 2018 2019
139
140
TAHUN
SASARAN/RENCANA AKSI DESKRIPSI RENCANA AKSI PENANGGUNGJAWAB
2015 2016 2017 2018 2019
Lampiran
2015 2016 2017 2018 2019
141
142
TAHUN
SASARAN/RENCANA AKSI DESKRIPSI RENCANA AKSI PENANGGUNGJAWAB
2015 2016 2017 2018 2019
6 Memberikan insentif dan a Menyusun prosedur seleksi, penyaluran, dan Kementerian Negara x x x x x
pendampingan bagi perusahaan evaluasi atas pemberian insentif pajak Koperasi dan UMKM
periklanan kecil dan menengah yang Badan Koordinasi
baru berdiri b Menyusun skema pendampingan bagi wirausaha Penanaman Modal
periklanan selama 3-6 bulan pertama sejak Kementerian
usahanya berdiri Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif
c Memberikan insentif bagi wirausaha atau
Kementerian
perusahaan periklanan yang menjadi
Komunikasi dan
pendamping atau mentor bagi wirausaha baru
Informatika
d Melakukan sosialisasi kepada wirausaha melalui
asosiasi periklanan
Lampiran
2015 2016 2017 2018 2019
143
144
TAHUN
SASARAN/RENCANA AKSI DESKRIPSI RENCANA AKSI PENANGGUNGJAWAB
2015 2016 2017 2018 2019
Lampiran
2015 2016 2017 2018 2019
145
146
TAHUN
SASARAN/RENCANA AKSI DESKRIPSI RENCANA AKSI PENANGGUNGJAWAB
2015 2016 2017 2018 2019
SASARAN 7: Meningkatnya ketersediaan sumber pembiayaan yang beragam dan mudah diakses bagi industri periklanan
Lampiran
2015 2016 2017 2018 2019
SASARAN 8: Meningkatkan penerimaan pasar dalam dan luar negeri atas kreativitas orang kreatif dan perusahaan periklanan Indonesia
147
148
TAHUN
SASARAN/RENCANA AKSI DESKRIPSI RENCANA AKSI PENANGGUNGJAWAB
2015 2016 2017 2018 2019
4 Memfasilitasi peningkatan layanan a Melakukan pemetaan layanan ekspor dan impor Kementerian x x x x
ekspor dan impor bagi karya Perdagangan
periklanan a Melakukan kegiatan penyelidikan pasar (market
inteligence) dan jasa periklanan (product
inteligence) dari beberapa negara maju dan
negara-negara yang potensial untuk dijadikan
pasar sasaran
Lampiran
2015 2016 2017 2018 2019
149
150
TAHUN
SASARAN/RENCANA AKSI DESKRIPSI RENCANA AKSI PENANGGUNGJAWAB
2015 2016 2017 2018 2019
2 Memfasilitasi perusahaan dan a Melakukan identifikasi kebutuhan piranti lunak Kementerian Riset x x x
orang kreatif periklanan untuk bagi perusahaan dan orang kreatif periklanan dan Teknologi
mendapatkan piranti lunak tepat Kementerian
guna dengan harga kompetitif b Melakukan evaluasi atas kebijakan impor piranti Komunikasi dan
lunak Informatika
Kementerian
c Menghapus regulasi impor yang tidak
Perdagangan
mendukung kegiatan impor teknologi informasi
SASARAN 10: Menciptakan dan mendorong implementasi regulasi yang mendukung perkembangan industri periklanan
Lampiran
2015 2016 2017 2018 2019
151
152
TAHUN
SASARAN/RENCANA AKSI DESKRIPSI RENCANA AKSI PENANGGUNGJAWAB
2015 2016 2017 2018 2019
Lampiran
2015 2016 2017 2018 2019
153
154
TAHUN
SASARAN/RENCANA AKSI DESKRIPSI RENCANA AKSI PENANGGUNGJAWAB
2015 2016 2017 2018 2019
SASARAN 11: Meningkatnya partisipasi aktif pemangku kepentingan dalam pengembangan industri periklanan
Lampiran
2015 2016 2017 2018 2019
SASARAN 12: Meningkatnya apresiasi masyarakat kepada orang kreatif, perusahaan, dan karya periklanan Indonesia
155
156
TAHUN
SASARAN/RENCANA AKSI DESKRIPSI RENCANA AKSI PENANGGUNGJAWAB
2015 2016 2017 2018 2019
3 Memfasilitasi penyusunan kontrak a Melakukan studi banding (benchmark) isi kontrak Kementerian Hukum x x x
bisnis standar bisnis yang berlaku di berbagai negara maju dan HAM
4 Memfasilitasi edukasi tentang hak a Menyusun prosedur perencanaan, pelaksanaan, Kementerian Hukum x x x x x
cipta untuk menurunkan kasus dan evaluasi program seminar atau lokakarya dan HAM
pelanggaran
b Menyusun materi seminar atau lokakarya