Anda di halaman 1dari 4

PATOFISIOLOGI

1. Adaptasi fisiologi

a. Indolusi uterus

Proses ini dimulai segera setelag plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot
polos uterus. Proses ini merupakan proses kembalinya uterus ke keadaan normal
sebelum hamil. Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah
kira-kira 2 cm dibawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada
promontorium sakralis. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang
lebih 1 cm di atas umbilikus. Fundus t u r u n k i r a - k i r a 1 s a m p a i 2 c m
selama 24 jam sekali. Saat hari post partum keenam, fundus
a k a n k e m b a l i k e k e b e r a d a a n n o r m a l ya i t u d i p e r t e n g a h a n
anatara umbilikus dan simpisis pubis.

Keadaan uterus pada waktu hamil penuh baratnya mampu mencapai


11 kali berat sebelum hamil. Uterus berinvolusi menjadi sekitar 500 gr 1
minggu setelah melahirkan dan 350 gr 2 minggu setelah lahir. Satu minggu
setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul.

b. Kontraksi intensitas

Kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, yang
dimana terjadi sebagai respon terhadap penurunan voume intrauterin yang sangat
besar. Homeostasis post partum akibat kompresi pembuluh darah
intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan darah.
Kelenjar hipofisis mengeluarkan hormon oksigen untuk memperkuat dan
mengatur kontraksi uterus, mengoperasi pembuluh darah dan membantu
hemostasis.

Kontraksi otot uterus dapat berkurang dan menjadi tidak teratur selama 1-2
jam pertama post partum. Kontraksi uterus dapat dipertahankan dengan suntikan
oksitosin secara intravena atau intravaskuler segera setelah plasenta lahir.
2. Adaptasi psikologis

Hamilton (1995) menyebutkan bahwa adaptasi psikologis ibu post partum


terdapat 3 fase, yaitu :

a. Fase taking in / ketergantungan

Dimulai pada hari pertama dan hari kedua setelah melahirkan yang dimana
ibu membutuhkan perlindungan pelayanan

b. Fase taking hold / ketergantungan tidak ketergamtungan

Dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir sekitar di minggu
keempat sampa kelima. Selama fase ini sistem pendukung menjadi sengan berarti
bagi ibu muda yang membutuhkan sumber informasi dan penyembuhan fisik agar
pasien dapat beristirhat dengan baik

c. Fase letting go / saling ketergantungan

Dimulai sekitar pada minggu kelima hingga keenam setelah kelahiran.


Keluarga telah menyesuaikan diri dengan hadirnya anggota keluarga baru. Tubuh
pasien telah sembuh, perasaan rutin dan hubungan seksual telah dilakukan
kembali.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan darah

Beberapa uji laboratorium biasa segera dilakukan pada periode post partum. Nilai
hemoglobin dan hematokrit seringkali dibutuhkan pada hari pertama pada partum
untuk megkaji kehilangan dara pada melahirkan

2. Pemeriksaan urin
Pengambilan sampel urin dilakukan dengan menggunakan kateter atau dengan
teknik pengambilan bersih (clean-cath). Setelah itu dikirim ke laboratorium untuk
dilakukan urinalisis rutin atau kultur dan sensitivitas terutama pada kateter indwelling
dipakai selama post inpartum.

TERAPI

Terapi terbaik bagi ibu post partum adalah pencehahan. Perdarahan normal dapat
membahayakan ibu yang mengalami anemia. Apabila sebelumnya pernah mengalami
perdarahan post partum, maka di persalinan berikutnya harus dilarikan ke rumah sakit.
Saat persalinan dengan durasi yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah.
Rahim jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta ter;epas dari dinding
rahim.

PATOFISIOLOGI

Hemostasis di Placental Site

Mendekati waktu persalinan, diperkirakan bahwa setidaknya 600 mL/menit darah


mengalir melalui ruang intervillous. Aliran ini dibawa oleh arteri spiral, yang kira-kira
sebanyak 120, dan diikuti oleh vena. Pembuluh ini teravulsi dengan pemisahan
plasenta. Hemostasis di tempat implantasi plasenta dicapai pertama kali oleh
kontraksi dari miometrium yang memampatkan sejumlah pembuluh darah besar.
Berikutnya diikuti oleh gumpalan dan obliterasi dari lumen tersebut. Dengan
demikian, perlekatan dari potongan plasenta atau bekuan darah besar yang mencegah
efektivitas kontraksi miometrium dapat mengganggu hemostasis di lokasi implantasi.

Oleh karena itu tampak jelas bahwa perdarahan postpartum yang fatal dapat
terjadi karena atonia uteri meskipun koagulasi normal. Sebaliknya, jika miometrium
pada tempat implantasi berkontraksi dengan sangat baik, perdarahan yang fatal tidak
mungkin terjadi bahkan dalam keadaan ketika koagulasi mungkin terganggu parah.
Kementrian Kesehatan. 2014. Perdarahan Post Partum. Diakses pada
http://edunakes.bppsdmk.kemkes.go.id/images/pdf/Obsgin_4_Juni_2014/Blok%208/
HPP%20ppt.pdf

Manik, I. N. 2015. Hubungan Status Preeklampsia Dengan Kejadian Perdarahan


Postpartum pada Ibu Bersalin Di Rsud Dr H Abdul Moeloek. Diakses pada
http://digilib.unila.ac.id/20690/15/BAB%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai