Anda di halaman 1dari 11

KURIKULUM FISIKA SEKOLAH MENENGAH

”HAKEKAT KURIKULUM “

NAMA : HABBY ZIKRIL HAKIM


NIM : 17033129/2017
PRODI : PENDIDIKAN FISIKA A

Dosen Pembimbing;
Drs. MASRIL,M.Si.

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019
Rangkuman

Kurikulum merupakan sebuah dokumen yang berisi tentang perencanaan pembelajaran


yang disusun sebagai pedoman guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Kurikulum
terdiri dari komponen-komponen yang saling berkaitan dan memengaruhi satu sama lain.
Komponen yang membentuk sistem kurikulum akan melahirkan sistem pengajaran, dan sistem
pengajaran itulah yang akan menjadi pedoman guru dalam pengelolaan proses belajar mengajar
di dalam kelas.

Kurikulum memunyai empat komponen yaitu (1) tujuan (obyektive), (2) pengalaman-
pengalaman belajar (learning experiences), (3) organisasi dari pengalaman belajar (organization
of learning experiences), dan (4) penilaian hasil belajar (evaluation of student progress).

Jenis-jenis kurikulum dapat dibedakan atas lima jenis, yaitu (1) berdasarkan orientasi
atau fokus meliputi kurikulum tradisional dan kurikulum modern, (2) berdasarkan sistem nilai
pendidikan meliputi kurikulum humanisme klasikal, kurikulum rekonstruksionisme, kurikulum
progresivisme, (3) berdasarkan teori dan praktek meliputi kurikulum teori dan kurikulum praktis,
(4) berdasarkan kejelasan atau keterselubungannya meliputi kurikulum nyata dan kurikulum
terselubung, dan (5) berdasarkan perspektifnya meliputi kurikulum ideal, kurikulum formal,
kurikulum instruksional, kurikulum opresional, dan kurikulum eksperiensial.
HAKEKAT KURIKULUM

A. Pengertian kurikulum

Secara etimologi, kurikulum (curiculum) berasal dari bahasa yunani, yaitu currir yang
artinya ‘’pelari ‘’ dan curere yang berarti ‘’tempat berpacu’’. Itu berarti istilah kurikulum
berasal berasal dari dunia olah raga pada zaman Yunani kuno di yunani, yang mengandung
pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start samapi finish,
kemudian digunakan oleh dunia pendidikan (Masril dan Fanny,2017:15).

Sementara sebuah kurikulum sebagai perencanaan pengalaman belajar, program


sebuah lembaga pendidikan yang diwujudkan dalam sebuah dokumen serta hasil dari
implementasi dokumen yang telah disusun. Namun pada dasarnya kurikulum memiliki
beberapa konsep, yaitu kurikulum sebagai mata pelajaran, kurikulum sebagai pengalaman
belajar dan kurikulum sebagai perencanaan program pembelajaran.

Proses pembelajaran disekolah menggunakan konsep kurikulum sebagai mata


pelajaran, penguasaan isi pembelajaran merupakan sasaran akhir dari pendidikannya.
kurikulum merupakan sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik,
merupakan konsep yang sampai saat ini banyak mewarnai teoti-teori dan praktik pendidikan.
Kurikulum sebagai mata pelajaran pada hakikatnya adalah kurikulum yang berisikan bidang
studi.

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pandangan kurikulum


mulai bergeser. Pandangan kurikulum sebagai sejumlah mata pelajaran mulai bergeser
karena pandangan ini dianggap masih tradisional. Sekolah tidak hanya dituntut untuk
membekali siswa dengan berbagai macam pengetahuan, tetapi dituntut juga untuk
mengembangkan bakat dan minat siswa. Tuntunan tersebut membuat pandangan kurikulum
menjadi bergeser, kurikulum tidak lagi dipandang sebagai mata pelajaran ahan tetapi
dianggap sebagai pengalaman belajar siswa.

Tokoh-tokoh yang menganggap kurikulum sebagai pengalaman diantaranya adalah


Casswell dan Campbell menyatakan kurikulum adalah semua pengalaman siswa yang berada
dibawah tanggung jawab guru. Lebih jelas lagi dikemukakan oleh Giles dkk. Bahwa
kurikulum adalah seluruh pengalaman yang ada disekolah. Pengertian kurikulum sebagai
pengalaman belajar mengandung makna bahwa kurikulum adalah seluruh kegiatan yang
dilakukan siswa baik diluar maupun didalam sekolah asal kegiatan tersebut berada dibawah
tanggung jawab guru (sekolah).

Tidak hanya sebagai mata pelajaran dan pengalaman belajar, kurikulum juga
dipandang sebagai rencana atau program belajar. Seperti yang dikemukakan Hilda taba
(1962) mengemukakan kurikulum pada dasarnya sebuah perencanaan atau program
pengalaman siswa yang diarahkan sekolah.

Selanjutnya UU RI 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional Pasal 1 ayat


19 menyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, tambahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuaan pendidikan tertentu.

Dari berbagai definisi yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa kurikulum
adalah merupakan gagasan pendidikan yang diekspresikan dalam praktik. Dengan kata lain
kurikulum adalah suatu perencanaan yang disusun secara sruktur untuk mendapatkan
keluaran yang diharapkan dari suatu pembelajaran.

B. Komponen Kurikulum

Untuk kepentingan pemahaman lebih lanjut tentang kurikulum dan untuk


pengembangan atau penyusunan kurikulum, perlu adanya penyebaran kurikulum dalam
bentuk komponen-komponen.

Salah satu usaha penyebaran ialah membagi kurikulum menjadi empat komponen
yaitu sebagai berikut.

a. Tujuan (obyektive).
b. Pengalaman-pengalaman belajar (learning experiences).
c. Organisasi dari pengalaman belajar (organization of learning experiences).
d. Penilaian hasil belajar (evaluation of student progress).

Untuk menyusun suatu kurikulum, misalnya dapat dimulai dengan merumuskan


tujuannya. Dengsn terumusnya tujuan kurikulum secara jelas, specific, dan operasional,
maka pemilihan pengalaman belajar yang sesuai bagi murid-murid akan lebih mudah
karena tujuan yang akan dicapai sudah jelas. Usaha selanjutnya adalah
mengorganisasikan pengalaman-pengalaman belajar yang akan berlangsung sebagai
langkah terakhir adalah menyusun alat-alat evaluasi untuk menilai kemajuan-kemajuan
yang telah dicapai murid. Perlu diketahui bahwa dalam menyusun kurikulum tidak harus
dimulsi dengan perumusan tujuan, tetapi dapat pula dimulai dari pemilihan pengalaman
belajar atau organisasinya atau evaluasinya.

Adapun komponen-komponen kurikulum pada prinsipnya terdiri dari empat


macam komponen yaitu (1) tujuan, (2) materi, (3) metode dan (4) evaluasi.

1. Komponen Tujuan

Komponen tujuan adalah komponen kurikulum yang menjadi


target atau sasaran yang mesti dicapai dari melaksanakan suatu kurikulum,
karena melalui tujuan, materi proses dan evaluasi dapat dikendalikan
untuk kepentingan mencapai tujuan kurikulum. Dimana tujuan kurikulum
dapat dispesifikasikan ke dalam tujuan pembelajaran umum dan tujuan
pembelajaran khusus. Selain itu pencapaian komponen tujuan kurikulum
berakibat langsung terhadap pencapaian tujuan-tujuan pendidikan
selanjutnya.

2. Komponen Materi/Isi

Komponen materi adalah bahan-bahan kajian yang terdiri dari ilmu


pengetahuan, nilai, pengalaman, dan keterampilan yang dikembangkan ke
dalam proses pembelajaran guna mencapai komponen tujuan, oleh karena
itu komponen tujuan dengan komponen materi atau dengan komponen-
komponen yang lainnya haruslah dilihat dari sudut hubungan yang
fungsional. Hubungan fungsional dalam konteks ini adalah hubungan yang
didasarkan atas fungsi masing-masing komponen kurikulum, sehingga
salah satu komponen tidak berfungsi maka dengan sendirinya
mengakibatkan komponen yang lain menjadi tidak berfungsi.

3. Komponen Metode/Organisasi
Komponen metode dibagi atas dua bagian yaitu, komponen metode
dalam pengertian luas dan sempit. Komponen metode dalam arti sempit
yaitu berupa penggunaan salah satu cara dalam mengajar atau belajar.
Sedangkan Komponen metode dalam pengertian luas adalah tidak hanya
sekedar metode mengajar, tetapi juga dipersoalkan mengenai bagaimana
membangun nilai, pengetahuan, pengalaman dan keterampilan diri anak.
Dari komponen metode kurikulum dalam arti luas, juga dapat mencakup
persoalan seperti cara penyampaian seorang guru, cara memimpin sekolah,
cara karyawan bekerja dan cara lain yang saling terkait yang dilakukan
oleh SDM sekolah atau oleh penguasa yang semuanya berpengaruh
terhadap pembangunan nilai-nilai yang diajarkan guru kepada siswa.
Komponen metode harus terjamin mutunya karena dari proses yang baik
akan menghasilkan sesuatu yang baik dimana berfungsi untuk membuat
siswa yang bermutu.

4. Komponen Evaluasi

Komponen evaluasi adalah komponen kurikulum yang berfungsi untuk


mengukur berhasil atau tidaknya pelaksanaan kurikulum. Memfungsikan evaluasi
berarti melakukan seleksi terhadap siapa yang berhak untuk diluluskan dan siapa
yang belum berhak diluluskan. Mengingat bahwa kegiatan pembelajaran adalah
kegiatan yang sudah didesain dan dilaksanakan untuk mencapai target tertentu,
maka evaluasi harus didasarkan atas pencapaian target kurikulum.

Untuk membahas atau menyusun suatu kurikulum perlu dipertimbangkan faktor-


faktor yang merupakan landasan bagi kurikulum. Faktor-faktor tersebut yaitu sebagai
berikut.

1. Filsafat dan Tujuan Pendidikan

Sekolah bertujuan mendidik anak agar ia menjadi manusia dengan


“baik” dalam masyarakat. Apakah yang dimaksud dengan “manusia yang
baik” ditentukan oleh cita-cita, nilai-nilai, negara, dan dunia. Perbedaan
filsafat dengan sendirinya menimbulkan perbedaan dalam tujuan
pendidikan. Pendidikan di negara yang otokratis berlainan coraknya
dengan di negara yang demokratis, pendidikan di negara yang berpaham
Kristen tak sama di negara berasaskan agaman Islam, dan sebagainya. Itu
sebabnya maka curriculum bertalian erat dengan filsafat pendidikan.

2. Psikologis Belajar

Pendidikan di sekolah diberikan dengan kepercayaan dan


keyakinan bahwa anak itu dapat dididik. Anak itu dapat belajar. Soal yang
penting ialah bagaimanakah anak itu belajar? Teori tentang belajar atau
psikologi belajar juga faktor yang penting dalam kurikulum. Susunan
bahan pelajaran banyak dipengaruhi faktor ini.

3. Faktor Anak

Sekolah didirikan untuk anak. Oleh sebab itu, anak itu sendiri
merupakan suatu faktor yang tak dapat diabaikan. Pada permulaan abad
kedua puluh hak dan pribadi anak sangat diutamakan. Ada kurikulum
yang semata-mata didasarkan atas minat dan kebutuhan anak yang disebut
child-centered kurikulum yang timbul reaksi terhadap kurikulum yang
hanya member bahan pelajaran yang penting menurut anggapan orang
dewasa tanpa menghiraukan keinginan dan kebutuhan anak sendiri.

4. Faktor Masyarakat

Kemudian ternyata bahwa child-centered kurikulum yang ekstrim


atau berlebih-lebihan itu tidak dapat dipertahankan. Bagaimanapun juga
anak itu harus hidup dalam masyarakat dan harus memenuhi tugasnya
masing-masing, baik sebagai anak maupun sebagai orang dewasa kelak.
Tuntutan masyarakat tak dapat diabaikan. Jadi, masyarakat dalam
kurikulum ini tak berarti bahwa hanya kepentingan masyarakat saja
diperhatikan, artinya bahwa kurikulum itu harus semata-mata society-
centered. Kini orang mengambil jalan tengah yakni kurikulum
berdasarkan child-in-his-society, di mana dicari keseimbangan antara
kepentingan anak dan masyarakat.

C. Jenis-Jenis Kurikulum

Terdapat berbagai ragam kurikulum, hal ini disebabkan oleh perbedaan sudut
pandang. Bila dipandang dari sudut masa atau orientasi/focus maka kita mengenal dua jenis
kurikulum, yaitu sebagai berikut.

a. Kurikulum tradisional atau kurikulum yang berpusat/berorientasi pada pengajar;


b. Kurikulum modern atau kurikulum yang berpusat/berorientasi pada pembelajar.
(Tarigan, 1993:19).

Bila dipandang dari sudut sistem nilai pendidikan, maka kita mengenal kurikulum
sebagai berikut.

a. Kurikulum Humanisme Klasikal


b. Kurikulum Rekonstruksionisme
c. Kurikulum Progressivisme (Tarigan, 1993:19)

Bila dipandang dari segi teori dan praktiknya, maka kita mengenal kurikulum sebagai
berikut.

a. Kurikulum Teoretis
b. Kurikulum Praktis (Tarigan, 1993:19)

Bila dipandang dari sudut kejelasan atau keterselubungannya, kita mengenal


kurikulum sebagai berikut.

a. Kurikulum Nyata (Overt Curriculum)


b. Kurikulum Terselubung (Hidden Curriculum) (Tarigan, 1993:19)

Bila dipandang dari perspektifnya, maka kita mengenal kurikulum sebagai berikut.

a. Kurikulum Ideal
b. Kurikulum Formal
c. Kurikulum Instruksional
d. Kurikulum Operasional
e. Kurikulum Eksperiensial (Tarigan, 1993:19)

Kurikulum ideal menggambarkan keyakinan-keyakinan para pakar dalam disiplin-


disiplin itu dan rekomendasi-rekomendasi mengenai hal-hal yang harus dimasukkan di
dalam kurikulum dan bagaimana caranya diimplementasikan. Keputusan-keputusan yang
dibuat pada tingkat ini mencerminkan nilai-nilai pakar pribadi sendiri. Jadi, tidak terdapat
consensus, persetujuan umum, dan tiada upaya untuk memperoleh persetujuan di antara
perspektif pada kurikulum ideal. Sedikit sekali pemikiran yang diberikan kepada
pengekangan-pengekangan sumber daya yang terbatas dan kemauan-kemauan umum yang
ditempatkan praktek pendidikan. Pemikiran seorang pemimpin dalam kurikulumideal
tidaklah perlu dipengaruhi oleh kebutuhan untuk membuat keputusan-keputusan langsung
dan praktis kalau memang muncul atau harus ada pemikiran para pelaksana.

Pemikiran formal terdiri atas harapan-harapan yang terkandung dan keputusan-


keputusan yang dibuat tentang kuriikulum melebihi tingkat kelas oleh insane-inan yang di
luar para pakar. Kurikulum ini memuat bagaimana cara-cara para petugas sekolah, penerbit
buku, dan organisasi-organisasi profesional memandang serta memperlakukan kurikulum.
Pendek kata semua golongan berupaya dari bidang masing-masing untuk menunjang dan
menyukseskan kurikulum formal.

Kurikulum instruksional mencerminkan harapan-harapan, nilai-nilai, keyakinan-


keyakinan, dan perkiraan-perkiraan sang pengajar dalam meladeni para anak didik supaya
sukses. Kurikulum pada tingkat ini bergantung pada kemampuan dan keterampilan
profesional sang pengajar dan persepsi-persepsi pribadinya mengenai pendidikan.
Keputusan-keputusan biasanya dibuat dengan mengingatt suatu kelas khusus dan dengan
sejumlah keputusan yang dibuat pada kurikulum ideal dan kurikulum formal tadi. Sang
pengajar secara pribadi atau secara individual di dalam suatu kelas khusus justru merupakan
fokus pada kurikulum istruksional ini.

Pada kurikulum operasional, sang pengamat mendokumentasikan proses-proses


interaktif yang berlangsung di dalam kelas sebaik kurikulum itu diimplementasikan atau
dilaksanakan. Karena sang pengajar teralalu terlibat atau terlalu aktif berpartisipasi dalam
interaksi, maka agar dapat mendokumentasikan secara sistematis apa yang (sedang) terjadi,
maka memang dibutuhkan tenaga seorang pengamat yang terlatih. Sang pengajar dan para
pembelajar merupakan sasaran utama bagi sang pengamat. Banyak keputusan dibuat sebaik
sang pengajar dan para pembelajar berinteraksi di dalam kelas. Rencana-rencana yang telah
dibuat sebelum pengajar bertemu dengan para pembelajar pun diubah, rencana-rencana baru
berkembang di lapangan sebaik pengajaran berlangsung. Keputusan-keputusan yang dibuat
pada tingkat interaktif ini turut membatasi perspektif operasional kurikulum.

Dalam kurikulum eksperiensial, perspektifnya dibatasi sebagai hal-hal yang secara


actual dialami oleh pembelajar sebagai suatu akibat atau hasil rencana-rencana kurikulum
yang telah dibuat dan interaksi-interaksi yang terjadi pada tingkat-tingkat lainnya. Sang
pembelajar memilih dan berekasi terhadap yang disajikan berdasarkan minat, nilai,
kemampuan, dan pengalaman sebelumnya. Proses selektif dan reaktif ini berakibat dalam
suatu hal unik dan sampai taraf pengalaman pribadi dari kurikulum eksperiensial bagi setiap
pembelajar.
DAFTAR PUSTAKA

Masril dan Fanny Rahmatina Rahim .2017.Kurikulum Fisika Sekolah.Padang:Sukabina Press

Nasution, S. 2006. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

Tarigan, Henry Guntur. 1993. Dasar-Dasar Kurikulum Bahasa. Bandung:Angkasa

http://fhatia19.blogspot.com/2017/01/makalah-akekat-kurikulum-silabus-stkip.html

Anda mungkin juga menyukai