Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

PENDIDIKAN ANTRI KORUPSI

Disusun Oleh :
Dedy Setiyawan (17052009)
Program Studi Teknik Industri

FAKULTAS TEKNIK
SURABAYA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah

Korupsi berasal dari bahasa latin,Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak,


menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Korupsi merupakan fenomena sosial yang
hingga kini masih belum dapat diberantas oleh manusia secara maksimal. Pengertian korupsi
berdasarkan ketentuan Undang-Undang no 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi
(pasal 2 ayat 1), adalah “Setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri
atau orang lain, atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara”. Dalam hal tentang pengertian yang merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, maka secara implicit, maupun eskplisit, terkandung pengertian tentang
keuangan atau kekayaan milik ‘pemerintah’, atau ‘swasta’, maupun ‘masyarakat’, baik secara
keseluruhan maupun sebagian, sebagai unsur pokok atau elemen yang tidak terpisahkan dari
pengertian negara (state).
Korupsi dewasa ini sudah semakin berkembang baik dilihat dari jenis, pelaku maupun
dari modus operandinya. Masalah korupsi bukan
hanya menjadimasalah nasional tetapi sudah menjadiinternasional, bahkan dalam
bentuk danruang lingkup seperti sekarang ini, korupsi dapat menjatuhkan sebuah rezim, dan
bahkan juga dapat menyengsarakan danmenghancurkan suatu negara.
Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk,luas
dan akibat yang ditimbulkannya,walaupun dampak akhirnya adalahmenimbulkan
kesengsaraan rakyat. Di negara miskin korupsi mungkinmenurunkan pertumbuhan
ekonomi,menghalangi perkembangan ekonomi dan menggerogoti keabsahan politik yang
akibat selanjutnya dapat memperburuk kemiskinan dan ketidakstabilan politik. Di
negara maju korupsi mungkin tidak terlaluberpengaruh terhadap perekonomiannegaranya,
tetapi juga korupsi dapatmenggerogoti keabsahan
politik di negara demokrasi yang maju industrinya, sebagaimana juga terjadi di negara
berkembang. Korupsi mempunyai pengaruh yang paling menghancurkan di negara-
negara yang sedang mengalami transisi seperti Indonesia, apabila tidak
dihentikan, korupsi dapat menggerogotidukungan terhadap demokrasi dansebuah ekonomi
pasar.
Tindak pidana korupsi dapat terjadi bila terdapat kesempatan serta kekuasaan yang dimiliki
oleh seseorang yang memungkinkannya melakukan korupsi.Proses penyebaran korupsi
tersebut disebut dengan continous imitation (peniruan korupsi berkelanjutan). Proses ini bisa
terjadi tanpa disadari oleh masyarakat. Dalam keluarga misalnya, seringkali orang tua tanpa
sengaja telah mengajarkan perilaku korupsi kepada anaknya. Meskipun sebenarnya orang tua
tidak bermaksud demikian, namun kita tidak boleh lupa bahwa anak adalah peniru terbaik,
mereka meniru apapun yang dilakukan oleh orang-orang dewasa disekitarnya.
Masalah korupsi di Indonesia masih tetap memprihatinkan. Brunei, Malaysia, Philipina jauh
lebih baik. Sementara Singapura sudah sejajar dengan negara-negara Barat papan atas.
Demikian data peringkat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2013 yang dipublikasikan
Transparency International (TI), sebuah lembaga independen yang mengukur persepsi
korupsi sektor publik, seperti dikutip pada detikcom, Rabu (4/12/2013). Indonesia menempati
ranking 114, berbagi posisi bersama Mesir dengan nilai 32, alias stagnan atau sama dengan
capaian tahun sebelumnya (2012). Sebanyak 3 negara menduduki posisi 175 (nilai 8) yakni
Afghanistan, Korea Utara dan Somalia.
Di banding negara-negara ASEAN lainnya, ranking Indonesia jauh di bawah negara-negara
berikut ini berturut-turut dengan ranking dan nilai (dalam kurung): Singapura 5 (86), Brunei
38 (60), Malaysia 53 (50), Philipina 94 (36), dan Thailand 102 (35), namun masih di atas
Vietnam 116 (31), Laos 140 (26), Myanmar 157 (21), dan Kambodia 160 (20), Singapura di
ranking 5 (nilai 86) sejajar dengan negara-negara Barat lainnya. Sepuluh besar peringkat
negara terbersih adalah Denmark (91), Selandia Baru (91), Finlandia (89), Swedia (89),
Norwegia (86), Singapura (86), Swiss (85), Belanda (83), Australia (81), Kanada
(81). Transparency International (TI) menyusun peringkat tersebut terhadap 177 negara
menurut nilai mulai dari 0 sampai 100, di mana nilai 100 berarti suatu negara sepenuhnya
bebas korupsi dan nilai 0 berarti negara tersebut sangat korup.
Meskipun demikian, dari pemeringkatan ini tidak ada negara yang meraih nilai sempurna
100, sementara 60% dari negara-negara tersebut memperoleh nilai di bawah 50.
Transparency International (TI) menyatakan bahwa korupsi tetap merupakan ancaman global.
IPK 2013 ini disusun sebagai pengingat bahwa penyalahgunaan kekuasaan, transaksi rahasia
dan penyuapan terus merusak masyarakat di seluruh dunia.

1.2.Tujuan Penulisan
1. Mengobservasi Korupsi
2. Pengaruh Korupsi Terhadap Sosial, budaya, hukum, ekonomi dan politik dll
3. Membandingkan kasus KORUPSI di Indonesia dan Negara Lain
BAB II
PEMBAHASAN
1. INDONESIA
A. Gambaran Umum Indonesia
Indonesia merupakan Negara kesatuan Republik yang dipimpin oleh seorang pemimpin yang
menduduki jabatan Presiden secara berkala. Presiden sebagai pemimpin utama di negara
Indoensia mempunyai kewenangan dalam merumuskan, membuat, dan melaksanakan
kebijakan atau undang-undang.Negara Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau memiliki
penduduk 241 juta orang yang sebagian besar bermatapencaharian di bidang agraris dan
kelautan
Seperti yang kita ketahui bahwa kasus korupsi di Indonesia sudah tidak terhitung banyaknya.
Dimulai dari perebutan kekuasaan dimasa kerajaan hingga zaman reformasi sekarang ini.
Tindak pidana korupsi yang terjadi memang mencap seorang pejabat negara dan pengusaha
sebagai pelakunya, sedangkan masyarakat adalah korbannya karena pejabat negara dan
pengusaha tersebut telah memakan uang rakyat yang bukan haknya.
Namun, jika kita telusuri bahwa banyak masyarakat yang melakukan tindak pidana korupsi
kecil-kecilan. Walaupun memang tindakan korupsi yang kecil, tetapi akan berdampak besar
pada keadaan selanjutnya.

B. Sejarah Pemberantasan Korupsi di Indonesia


Pemberantasan korupsi di Indonesia memiliki perjalanan yang pajang, sejak
dibentuknya Lembaga Pemberantasan Korupsi di Era Soekarno (PARAN - Panitia Retooling
Aparatur Negara) di awal tahun 1960-an hingga kini dengan kehadiran Komisi
Pemberantasan Korupsi. Banyak cerita kegagalan disamping keberhasilannya. PARAN di
tahap awal memiliki tugas mencatat kekayaan pejabat, akan tetapi kandas ditengah jalan
akibat perilaku birokrat yang sembunyi dibalik presiden. Tahun 1963 PARAN diaktifkan
kembali dengan Operasi Budhi yang dipimpin AH Nasution dan Wirjono Prodjodikusumo
misalnya berhasil menyelamatkan uang negara sebesar 11 milyar rupiah. Sebuah jumlah yang
tidak kecil di waktu itu. Banyak kendala yang dialami lembaga pemberantasan korupsi di
samping lemahnya komitmen politik Indonesia. PARAN mengalami kegagalan karena
berlindung dibawah kekuasaan Presiden, sementara Operasi Budhi dibubarkan oleh Presiden
Soekarno karena mengganggu kewibawaan presiden. Sedangkan di era Soeharto lembaga
pemberantasan korupsi berrnama OPSTIB. Namun OPSTIB mengalami kegagalan yang
disebabkan oleh banyaknya campur tangan militer. Banyak kalangan militer yang menduduki
kursi “empuk” dalam pemerintahan.
Pada UU Nomor 28 Tahun 1999, yang dikeluarkan oleh BJ Habiebie, tentang
Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN berikut pembentukan berbagai
komisi atau badan baru seperti KPKPN, KPPU atau lembaga Ombudsman. Sedangkan di
masa pemerintahan Gus Dur, lembaga pemberantasan korupsi dibentuk dengan nama Tim
Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK). Badan ini dibentuk dengan
Keppres di masa Jaksa Agung Marzuki Darusman dan dipimpin Hakim Agung Andi Andojo.
Sayangnya di tengah semangat menggebu-gebu untuk memberantas korupsi dari anggota tim,
melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan.
Kemudian di era Megawati, lahir sebuah lembaga pemberantasan korupsi yang
bernama Komisi Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (KPTPK) atau lebih sering disebut
Komisi Pemberantas Korupsi (KPK).
C. Lembaga Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK) atau yang lebih dikenal
dengan sebutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK_ merupakan komisi yang dibentuk di
Indonesia pada tahun 2003, atau pada masa pemerintahan Megawati. Komisi ini dibentuk
untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan
berdasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilengkapi dengan berbagai tugas dan wewenang
yang sangat luas dan kuat. Pada tahun 2002 Pemerintah dan DPR memberi tugas dan
wewenang KPK luas sekali. Pada pasal 43 UU No. 31 tahun 1999 menyebutkan bahwa tugas
dan wewenang KPK adalah melakukan koordinasi dan supervise, termasuk melakukan
penyelidikan dan penyidikan, dan penuntutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku Hal tersebut dapat menggambarkan bahwa selama ini pemberantasan korupsi
memang dirasakan kurang efektif dan memiliki dampak yang cukup signifikan. Oleh karena
itu kehadiran KPK amat dibutuhkan.

Tugas KPK secara rinci dicantumkan dalam pasal 6 No. 30/2002, yaitu:
a.) Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi.
b.)Supervise terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi.
c.) Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi
d.)Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
e.)Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pmerintah.

Sedangkan wewenang yang diberikan kepada KPK adalah:


a.)Dalam melaksanakan tugas suvervisi, KPK berwenang melakukan pengawasan,
penelitian atau penelaahan terhadap instansi yang melaksanakan tugas dan
wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan
instansi yang dalam melaksanakan pelayanan public.
b.) Dalam melaksanakan wewenang tersebut maka KPK juga berwenng mengambil
alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang
dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.
c.)Dalam hal KPK mengambil alih penyidikan dan penuntunan, kepolisisn atau
kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti
dan dokumen lain yang diperlukan dalam waktu paling lama 14 hari kerja, terhitung
sejak tanggal diterimanya permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi.
d.)Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan membuat dan
menandatangani berita acara penyerahjan sehingga segala tugas dan kewenangan dan
kepolisian atau kejaksaan pada saat penyerahan tersebut beralih kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi.
D. Hubungan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Pemerintah
Walaupun Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia bersifat independent, tetapi
bukan berarti tidak ada campur tangan pemerintah dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya. Campur tangan pemerintah tersebut adalah mengawasi berjalannya segala
aktifitas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Peran pemerintah bisa kita lihat dalam kasus perseteruan antara KPK dan kepolisisan yang
terjadi. KPK dan kepolisian merupakan lembaga yang mempunyai tugas dan wewenang
masing-masing yang sudah tercantum dalam Undang-Undang. Walaupun memang KPK dan
kepolisisan berjalan dalam koridor masing-masing, tetapi, masyarakat tentu saja mencium
adanya perseteruan dari kedua lembaga tersebut. Mereka sibuk untuk menjatuhkan nama baik
satu sama lain dan saling menunjukan siapa yang paling berkuasa. Sehingga kepentingan
negara jadi dinomorduakan. Oleh karena itu, perlu adanya peran pemerintah sebagai penegak
dalam masalah tersebut sehingga perselisihan yang dianggap saling menjatuhkan lembaga
bisa terselesaikan dengan kekuasaan pemerintah tersebut.

F. Mekanisme Kerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)


Kehadiran Lembaga pemberntasan korupsi di Indonesia sangatlah dibutuhkan untuk
Mengusut kasus-kasus korupsi yang sudah menjadi darah daging bangsa ini. Dengan kasus-
kasus korupsi yang telah berhasil diungkap, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah
mendapat kepercayaan yang tinggi dari masyarakat untuk menangani masalah tindak pidana
korupsi. Sebagai lembaga independen, lembaga yang jauh dari intervensi pihak manapun,
KPK harus bertahan dari tekanan-tekanan manapun. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pemberantasan korupsi di Indonesia, salah satunya ialah kelebihan KPK yang
dimiliki.
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi atau yang dikenal dengan KPK melegitimasi organ yang satu ini sebagai “super
body“ full polisinil dan full prosecuting. Undang-undang ini memberi kewenangan kepada
KPK untuk melakukan tugas-tugas kepolisian pada umumnya. Penyelidikan, penyidikan
bahkan penuntutan. Penangkapan, penahanan, menyita, telah melekat sebagai tugas utama
untuk organ yang satu ini. Tugas-tugas intelejen pun dimilikinya, bagaikan tugas operasi
intelejen di medan “pertempuran“ layaknya pasukan green beret di negeri Paman Sam.
Di dalam pasal 12 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 huruf (a) yang berbunyi dalam
melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dalam pasal 6
huruf (c) komisi pemberantasan korupsi berwenang melakukan penyadapan dan merekam
pembicaraan. Pasal ini merupakan kunci segala-galanya bagi KPK untuk melakukan tugas
“intelejen“.
Payung hukum dalam pasal ini sudah cukup bagi KPK untuk melakukan pendeteksian orang
secara cepat. Sehingga KPK dapat mengetahui dan melacak serta merekam pembicaraan
seseorang yang dikategorikan sebagai bukti permulaan. KPK dengan alat bantu
teknologi dibenarkan oleh pasal ini untuk melakukan pelacakan atas deal- deal yang berbau
korupsi di negeri ini.
Bedanya Koruptor Di Indonesia dengan Negara Lain
Penanganan Kasus Korupsi di Indonesia

Di Indonesia ada tiga lembaga hukum yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
Kejaksaan Agung dan Polri yang bersinergi dalam menangani kasus. Mereka membentuk
Satuan Tugas Antikorupsi (Satgas Antikorupsi). Ketiganya akan bersama menangani kasus
korupsi yang dinilai rumit dan kompleks.

Melihat jumlah korupsi terus meningkat kita menilai jika penganan korupsi di Indonesia
belum maksimal. Secara umum penanganan kasus korupsi yang terjadi di Indonesia masih
jauh dengan apa yang diharapkan.

Mengutip dari berita CNN.com , Staf Divisi Investigasi ICW Wana Alamsyah mengatakan
ada sebanyak 1.775 kasus korupsi dari tahun 2010 sampai 2014, yang ada di Kejagung masih
dalam proses penyidikan. Sementara 900 kasus sudah ada perkembangan dan 800 lebih kasus
belum tersentuh sama sekali.

Banyak pihak menilai hukuman untuk tidak pidana korupsi di Indonesia masih terbilang
lemah jika dibandingkan dengan negara lain. Masyarakat bertanya-tanya mengapa seorang
koruptor tidak di hukum mati, padahal mereka sudah melakukan korupsi yang merugikan
negara.

Sebenarnya ada Undang-Undang yang mengatur seorang koruptor harus dihukum mati.
Hukuman mati untuk koruptor tercantum dalam Pasal 3 undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pada pasal tersebut mengatur bahwa dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana yang
tercantum dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.
Keadaan tertentu yang dimaksud adalah ketika negara dalam keadaan berbahaya, pada waktu
bencana alam nasional, atau pada waktu negara dalam krisis ekonomi.
Hukuman untuk Koruptor di Negara Lain
1. Cina

Hukuman mati untuk Koruptor di Cina membuktikan bahwa penegakan hukuman ini dapat
menimbulkan efek jera sehingga koruptor berkurang drastis. Di Cina semua koruptor yang
melakukan korupsi sebelum tahun 1998 dilakukan pemutihan jadi semua pejabardiagap
bersih. Tetapi jika Ada yang korupsi sesudah pemutihan pejabar tersebut akan langsung
dijatuhi hukuman mati. Hingga Oktober 2007, sebanyak 4.800 pejabat di Cina dijatuhi
hukuman mati.

2. Amerika
Amerika sebagai negara adidaya juga sangat menindak keras para pelaku koruptor. Tidak ada
ganjaran hukuman mati seperti di Cina tetapi dipenjara dalam waktu yang cukup lama dan
membayar denda yang berat.
Lama hukuman tersebut minimal adalah 5 tahun dan denda sebesar 2 juta dollar. Selain
hukuman yang berat seorang koruptor juga dapat diusir dari negaranya jika terbukti bersalah
dalam kasus yang berat.

3. Arab Saudi
Hukum mati untuk para koruptor di Arab Saudi diberlakukan sesuai dengan syariat Islam.
Bahwa setiap pembunuh harus dihukum dengan dibunuh atau Qisas. Hukum mati berupa
hukum pancung atau penggal.
Walaupun dinilai kurang manusiawi, qisas mampu membuat efek jera yang efektif untuk para
koruptor.

4.Malaysia
Jika di negara tettanga Malaysia, mereka lebih tegas dan berani dalam memberantas
korupsi.Pada 1997, berlaku Anti CorruptionAct, yang makin menguatkan hukum untuk para
koruptor di Malaysia. Dan bila terbukti bersalah, koruptor akan langsung divonis hukuman
gantung.
Hal tersebut juga menjadikan pelaku korupsi di Malaysia semakin berkurang jika
dibandingkan dengan Indonesia.
5. Singapura

A. Gambaran Umum Singapura


Singapura adalah sebuah negara kota dengan luas wilayah 239 mil persegi. Singapura
terletak di wilayah Asia Tenggara tepatnya di penghujung Semenanjung Malaysia, berbatasan
dengan Johor (Malaysia) dan Kepulauan Riau(Indonesia). Republik Singapura terletak 137
kilometer dari khatulistiwa. Jumlah penduduk Singapura pada tahun 2013 ialah
sekitar 532.000 Juta jiwa.

B. Sejarah Pemberantasan Korupsi di Singapura


Singapura memiliki sebuah pasar ekonomi yang maju dan terbuka, dengan PDB per kapita
kelima tertinggi di dunia. Bidang ekspor, perindustrian dan jasa merupakan hal yang penting
dalam ekonomi Singapura. Untuk mendukung kesuksesan Singapura dalam bidang ekonomi,
juga dibutuhkan adanya suatu sistem pemberantasan korupsi yang baik.
Korupsi merupakan sebuah penyakit yang ada di hampir seluruh pemerintahan di
dunia. Korupsi harus diberantas agar sebuah negara dapat membentuk pemerintahan yang
bersih dan efektif. Salah satu negara yang dapat dikatakan berhasil memberantas korupsi
adalah Singapura. Menurut sebuah survey yang dilakukan oleh sebuah perusahaan konsultan
yang bermarkas di Hongkong, Political and Economic Risk Consultancy (PERC), Singapura
menduduki peringkat kelima dunia negara terbersih dari korupsi. Peringkat yang didapat oleh
Singapura ini tidak terlepas dari keberhasilan pemberantasan korupsi.
Pemberantasan korupsi di Singapura sendiri memiliki sejarah yang panjang. Pemberantasan
korupsi di Singapura berawal dari kegagalan Bagian Antikorupsi Kepolisian Singapura.
Apalagi, setelah seorang pejabat senior kepolisian ditangkap sebab menerima suap dari
pedagang opium. CPIB yang semula menjadi bagian kepolisian pun dijadikan lembaga
mandiri. Gerakan-gerakan pemberantasan korupsi ini kemudian menguat begitu People's
Action Party di bawah pimpinan Lee Kwan Yew yang berkuasa pada tahun 1959. Lee Kwan
Yew memproklamirkan 'perang terhadap korupsi'. Beliau menegaskan: 'no one, not even top
government officials are immuned from investigation and punishment for corruption'. 'Tidak
seorang pun, meskipun pejabat tinggi negara yang kebal dari penyelidikan dan hukuman dari
tindak korupsi'. Tekad Lee Kwan Yew ini didukung dengan disahkannya Undang-Undang
Pencegahan Korupsi (The Prevention of Corruption Act/ PCA) yang diperbaharui pada tahun
1989 dengan nama The Corruption (Confiscation of Benefit) Act. Tindak lanjut dari undang-
undang ini adalah dibentuknya lembaga antikorupsi yang independen di negara tersebut, yang
diberi nama 'The Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
C. Lembaga Pemberantasan Korupsi
CPIB didirikan pada tahun 1952 sebagai sebuah organisasi yang terpisah dari polisi, bertugas
untuk menginvestigasi seluruh kasus korupsi sebagai sebuah lembaga yang independen.
Lembaga ini beranggotakan investigator sipil dan anggota polisi senior. CPIB bergerak
berdasarkan Prevention of Corruption Act (PCA). Undang-undang ini memberi kekuasaan
pada CPIB untuk menginvestigasi dan menangkap para koruptor. Lembaga inilah yang
bertugas melakukan pemberantasan korupsi di Singapura. Kepada lembaga ini diberikan
wewenang untuk menggunakan semua otoritas dalam memberantas korupsi. Namun, bukan
berarti Kepolisian Singapura, sebagai penegak hukum di Singapura, kehilangan kewenangan
untuk menyelidiki dan menyidik kasus korupsi. Mereka tetap memiliki kewenangan itu.
Namun, setiap kali penyelidikan dan penyidikan itu mengarah pada korupsi, Kepolisian
Singapura menyerahkannya pada CPIB. Bahkan, untuk pemeriksaan internal anggota polisi,
jika terindikasi korupsi, akan diserahkan ke CPIB pula. CPIB sebagai organisasi pemerintah
juga melakukan kegiatannya di sektor privat. Biro ini diketuai oleh seorang direktur yang
bertanggung jawab langsung pada perdana mentri. CPIB bertugas untuk :

- Menjaga intergritas dari public service dan memastikan ada nya transaksi yang bebas
korupsi di sektor publik. Biro ini juga memastikan tidak adanya mal praktek yang dilakukan
aparat publik dan apabila terjadi mal praktek, biro ini harus melaporkannya pada departemen
pemerintah yang bersangkutan dan kepada masyarakat. Hal ini dilakukan sebagai aksi
mendisiplinkan aparat. Walaupun tugas utama dari biro ini adalah melakukkan investigasi
korupsi, biro ini juga melakukan investigasi terhadap hal lain yang sejenis dengan korupsi
berdasarkan undang-undang.
- Melakukan pencegahan korupsi dengan menganalisa cara kerja dan prosedur dari lembaga-
lembaga publik untuk mengidentifikasi kelemahan administrasi yang ada di lembaga tersebut
yang dapat menimbulkan peluang melakukan korupsi dan mal praktek kemudian melaporkan
hal tersebut kepada kepala lembaga badan yang bersangkutan sehingga sistem dapat
diperbaiki dan pencegahan korupsi dapat dilakukan.

D. Hubungan The Corrupt PracticesInvestigation Bureau (CPIB) dengan


Pemerintah
Meskipun CPIB dikatakan sebagai suatu organisasi yang bebas, namun bukan berarti tidak
ada campur tangan pemerintah dalam menjalankan aktivitasnya. Salah satu bentuk campur
tangan yang dilakukan oleh pemerintah adalah dalam hal kepemimpinan CPIB. Berdasarkan
PCA, presiden memiliki wewenang untuk menunjuk direktur atau pemimpin tertinggi dari
CPIB. Selain itu presiden juga berhak menunjuk deputi direktur serta asisten direktur dan
investigator istimewa yang menurut presiden layak untuk menempati jabatan tersebut.
Yang harus digaris bawahi adalah walaupun presiden memiliki kewenangan untuk menunjuk
orang-orang yang nantinya akan menduduki jabatan penting di CPIB namun presiden tidak
mempunyai hak untuk ikut campur dalam hal pemberantasan korupsi. Dalam hal
pemberantasan korupsi, tidak ada seorang atau satu badanpun yang berhak mengendalikan
biro ini. Kendali presiden hanya terbatas pada penunjukan orang-orang yang menempati
jabatan di yang telah disebutkan di atas. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga CPIB agar tetap
dapat berjalan searah dengan pemerintah.
Investigator yang ditunjuk oleh presiden ini memiliki “sertifikat penunjukan” atau semacam
kartu garansi yang digunakan oleh penegak hukum lokal untuk melakukan tugasnya.
-Kartu garansi ini berupa kekuasaan untuk melakukan investigasi berupa:
- Kekuasaan untuk menahan seseorang yang dicurigai sebagai koruptor tanpa membawa
surat perintah penahanan (berdasarkan pasal 15 PCA)
- Kekuasaan melakukan penyidikan (berdasarkan pasal 17 PCA)
- Kekuasaan untuk mencari, yaitu kekuasaan untuk memasuki segala tempat dengan
kekerasan apabila dibutuhkan untuk mencari tersangka pelaku korupsi
untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan kampanye".

A. Dampak negative

1.Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik,
korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan
cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif
mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem
pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik
menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi
mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan
sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat
yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti
kepercayaan dan toleransi.

2.Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan
pemerintahan.
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak
efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena
kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup,
dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan
bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang
baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk
membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi
ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki
koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-
perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan
investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih
banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk
menyembunyikan praktik korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan.
Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup,
atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan
infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor
keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah
korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman
modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka
adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank
di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu
potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk
pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar
dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian
modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar
negeri mereka sendiri. (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan)
telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus
Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa
pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari
korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar
negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi pada masa depan.

Kesejahteraan umum negara


Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya.
Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok,
bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang
melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME).
Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan
besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.
Bentuk-bentuk penyalahgunaanSunting
Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah
seperti penggelapan dan nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sektor
swasta dan pemerintahan seperti penyogokan, pemerasan, campuran tangan, dan penipuan.
Penyogokan: penyogok dan penerima sogokanSunting
Korupsi memerlukan dua pihak yang korup: pemberi sogokan (penyogok) dan penerima
sogokan. Di beberapa negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek hidup sehari-hari,
meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan.
Negara-negara yang paling sering memberikan sogokan pada umumnya tidak sama dengan
negara-negara yang paling sering menerima sogokan
Dua belas negara yang paling minim korupsinya, menurut survey persepsi
(anggapan tentang korupsi oleh rakyat) oleh Transparansi Internasional pada tahun 2001
adalah sebagai berikut:
Australia
Kanada
Denmark
Finlandia
Islandia
Luxemburg
Belanda
Selandia Baru
Norwegia
Singapura
Swedia
Swiss
Israel

Menurut survei persepsi korupsi , tigabelas negara yang paling korup adalah:
Azerbaijan
Bangladesh
Bolivia
Kamerun
Indonesia
Irak
Kenya
Nigeria
Pakistan
Rusia
Tanzania
Uganda
Ukraina
Namun, nilai dari survei tersebut masih diperdebatkan karena ini dilakukan berdasarkan
persepsi subyektif dari para peserta survei tersebut, bukan dari penghitungan langsung
korupsi yg terjadi (karena survey semacam itu juga tidak ada)
Sumbangan kampanye dan "uang haram"
Di arena politik, sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi, namun lebih sulit lagi untuk
membuktikan ketidakadaannya. Maka dari itu, sering banyak ada gosip menyangkut politisi.
Politisi terjebak di posisi lemah karena keperluan mereka untuk meminta sumbangan
keuangan untuk kampanye mereka. Sering mereka terlihat untuk bertindak hanya demi
keuntungan mereka yang telah menyumbangkan uang, yang akhirnya menyebabkan
munculnya tuduhan korupsi politis.
3.Tuduhan korupsi sebagai alat politik
Sering terjadi di mana politisi mencari cara untuk mencoreng lawan mereka dengan tuduhan
korupsi. Di Republik Rakyat Tiongkok, fenomena ini digunakan oleh Zhu Rongji, dan yang
terakhir, oleh Hu Jintao untuk melemahkan lawan-lawan politik mereka.
Mengukur korupsiSunting
Mengukur korupsi - dalam artian statistik, untuk membandingkan beberapa negara, secara
alami adalah tidak sederhana, karena para pelakunya pada umumnya ingin
bersembunyi. Transparansi Internasional, LSM terkemuka di bidang anti korupsi,
menyediakan tiga tolok ukur, yang diterbitkan setiap tahun: Indeks Persepsi
Korupsi(berdasarkan dari pendapat para ahli tentang seberapa korup negara-negara ini);
Barometer Korupsi Global (berdasarkan survei pandangan rakyat terhadap persepsi dan
pengalaman mereka dengan korupsi); dan Survei Pemberi Sogok, yang melihat seberapa rela
perusahaan-perusahaan asing memberikan sogok. Transparansi Internasional juga
menerbitkan Laporan Korupsi Global; edisi tahun 2004 berfokus kepada korupsi politis. Bank
Dunia mengumpulkan sejumlah data tentang korupsi, termasuk sejumlah Indikator
Kepemerintahan.

Mengukur korupsi
Mengukur korupsi - dalam artian statistik, untuk membandingkan beberapa negara, secara
alami adalah tidak sederhana, karena para pelakunya pada umumnya ingin
bersembunyi. Transparansi Internasional, LSM terkemuka di bidang anti korupsi,
menyediakan tiga tolok ukur, yang diterbitkan setiap tahun: Indeks Persepsi
Korupsi(berdasarkan dari pendapat para ahli tentang seberapa korup negara-negara ini);
Barometer Korupsi Global (berdasarkan survei pandangan rakyat terhadap persepsi dan
pengalaman mereka dengan korupsi); dan Survei Pemberi Sogok, yang melihat seberapa rela
perusahaan-perusahaan asing memberikan sogok. Transparansi Internasional juga
menerbitkan Laporan Korupsi Global; edisi tahun 2004 berfokus kepada korupsi politis. Bank
Duniamengumpulkan sejumlah data tentang korupsi, termasuk sejumlah Indikator
Kepemerintahan.

Korupsi di Indonesia
Korupsi di Indonesia berkembang secara sistemik. Bagi banyak orang korupsi bukan
lagi merupakan suatu pelanggaran hukum, melainkan sekedar suatu kebiasaan. Dalam
seluruh penelitian perbandingan korupsi antar negara, Indonesia selalu menempati posisi
paling rendah. Keadaan ini bisa menyebabkan pemberantasan korupsi di Indonesia
semakin ditingkatkan oleh pihak yang berwenang.
Perkembangan korupsi di Indonesia juga mendorong pemberantasan korupsi di
Indonesia. Namun hingga kini pemberantasan korupsi di Indonesia belum menunjukkan
titik terang melihat peringkat
dalam perbandingan korupsi antar negara yang tetap rendah. Hal ini juga ditunjukkan
dari banyaknya kasus-kasus korupsi di Indonesia. Sebenarnya pihak yang berwenang,
seperti KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) telah berusaha melakukan kerja
maksimal. Tetapi antara kerja yang harus digarap jauh lebih banyak dibandingkan
dengan tenaga dan waktu yang dimiliki KPK.
Pemberantasan korupsi di Indonesia
Pemberantasan korupsi di Indonesia dibagi dalam 3 periode, yaitu pada
masa Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi.

Pemberantasan Korupsi pada Orde lama :

1. Panitia Retooling Aparatur Negara (PERAN) dengan daar hukum


dikeluarkannya UU Keadaan Bahaya.
2. Operasi Budhi dasar pembentukannya Keputusan Presiden Nomor 275 Tahun
1963 dengan tugas menyeret pelaku korupsi ke pengadilan dengan sasaran utama
perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara lainnya yang
dianggap rawan praktek Korupsi dan Kolusi.
3. Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi (KOTRAR) dengan Presiden
Soekarno menjadi ketuanya serta dibantu oleh Soebandrio dan Letjen Ahmad
Yani.

PARAN yang diketuai oleh A. H. Nasution tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan
maksimal karena rata-rata pejabat yang diperiksa bersembunyi dibalik perlindungan
presiden sampai akhirnya PARAN diserahkan kembali kepada pemerintah pada masa
kabinet Juanda karena dianggap tidak efektif. PARAN kemudian diganti
dengan Operasi Budhi yang memiliki tugas yang lebih berat yaitu bertujuan
penyelesaian dengan sidang pengadilan. Sasarnnya adalah lembaga-lembaga dan
perusahaan negara. Dalam kurun waktu tiga bulan keuangan negara yang dapat
diselamatkan kurang dari 11 Milyar Rupiah.
Angka yng cukup fantastis pada saat itu, namun karena dianggap mengganggu prestise
Presiden, sejak soebandrio prestise Presiden harus ditegakkan diatas semua kepentingan
yang laindalam suatu pertemuan di bogor. Operasi Budhi dibubarkan. Diganti dengan
KONTRAR yang diketuai oleh Presiden Soekarno langsung, pada titik inilah upaya
pemberantasan korupsi Indonesia berjalan di tempat.
Setelah Orde Lama Jatuh, Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto membawa
isu pemberantasan korupsi sebagai salah satu agenda utama pemerintahan yang
dipimpinnya. Dalam pidato kenegaraan dihadapan anggota DPR/MPR tanggal 16
Agustus 1967, Presiden Soeharto mengisyaratkan pemberantasan korupsi yang telah
merajalela dan berporos di Istana. Pidato tersebut ditindak lanjuti dengan Tim
Pemberantasa Korupsi (TPK) yang diketuai oleh Jaksa Agung waktu itu Sugih Arto
dengan dibantu Kapolri, Panglima ABRI, dan Menteri Kehakiman.
Pada tahun 1970 dibentuklah Komisi Empat bernaggotakan empat tokoh yaitu
Mohammad Hatta, Anwar Tjokroaminoto, Herman Johannes dan Soetopo Yoewono.
Komisi Empat ini diketuai oleh Mohammad Hatta dengan target pemeriksaan adalah
dugaan penyimpangan dipertamina, BULOG, Penebangan hutan dan beberapa
departemen atau badan usaha milik negara lainnya yang berpotensi menyalahgunakan
keuangan negara. Pada saat yang bersamaan anggkatan 66 yang dikomandoi oleh Akbar
Tandjung juga mendirikan Komisi Anti Korupsi yang hanya bertahan kurang lebih 2
bulan. Pada tahun 1971 lahir Undang-Undang No. 3 Tahun 1971.
Pada tahun 1977 pemerintah melaksanakan Operasi penertiban (Opstib) untuk
memberantas Korupsi. Opstib dibawah komando Pangkopkamtib laksamana Soedomo
dengan potensi menangani 1127 kasus. Akan tetapi Opstib lagi-lagi tidak terdengar lagi
kiprahnya. Hal ini diyakini sebagian orang sebagai akibat dari perbedaan pendapata
antara Pangkopkamtib Soedomo dengan. A.H. Nasution mengenai metode penanganan
Korupsi.
Pada tahun 1980 an sampai dengan mundurnya Soeharto sebagai Presiden. Penanganan
korupsi dirasakan kurang transparan. Dilakukan secara terbatas tanpa diketahui secara
luas oleh Publik. Beberapa kasus diajukan ke muka pengadilan, tetapi kasus-kasus
korupsi tersebut kebanyakan hanya melibatkan aparat pemerintah kelas bawah. Sebagian
masyarakat percaya bahwa pada masa itu korupsi di Indonesia berada pada masa puncak
akibat dominasi tentara disemua jabatan-jabatan dipemerintahan yang strategis dan
jabatan-jabatan politis.

Pemberantasan Korupsi pada Orde Baru:

1. Tim Pemberantasan Korupsi diketuai oleh Jaksa Agung


2. Komite Empat dengan tugas utama membersihkan Departemen Agama, Bulog,
CV Waringin, PT. Mantrust, Telkom, Pertamina, dan lain-lain
3. Operasi Tertib semasa Sudomo sebagai Pangkopkamtib dengan tugas
memberantas Korupsi

Pada era reformasi, semangat yang menggebu-gebu sebagai wujud era baru, kebebasan
berpendapat dan keterbukaan informasi memaksa pemimpin negara pada saat itu untuk
segera bertindak agar dinilai berpihak kepada rakyat. Pada masa ini lahirlah undang-
undang pemberantasan korupsi yang dinanti-nanti oleh masyarakat lluas dan menjadi
tumpuan harapan bagi seluruh bangsa Indonesia sebagai negara madani yang bebas
korupsi. Undang-Undang itu adalah UU No. 31 tahun 1999, pada masa Presiden
Abdurrahman Wahid dibentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(TGPTPK yang dipimpin oleh jaksa agung yang beranggotakan jaksa, polisi dan anggota
masyarakat yang kemudian dibubarkan berdasarkan Putusan MA RI atas judicial review
terhadap pembentukan TGPTPK dan putusan Praperadilan Nomor
11/Pid/Prap/2000/PN.JAKSEL di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk kasus hakim
Agung Ny. Hj. Harnis, Kahar, S.H. dan Ny. Hj. Supraptini Sutarto, S.H.
Pada masa Presiden Megawati Soekarnoputri, KPK mulai menjalankan fungsinya,
walaupun belum lengkap perangkat hukumnya. Pada tahun 2004 KPK sudah melakukan
penyidikan dan persidangan terhadap Gubernur NAD Abdullah Puteh dengan dakwaan
tindak pidana korupsi terkait dengan pembelian helikopter yang menurut KPK
terdapat mark-up.
Setelah presiden Susilo Bambang Yudoyono terpilih, disamping keberadaan KPK,
dibentuk Tipikor dibawah Jaksa Agung dengan tujuan menuntaskan perkara-perkara
dugaan korupsi yang belum ditangani kejaksaan dan perkara-perkara lainnya yang
merupaka hasil penyidikan kejaksaan. Pada tahun 2008 KPK menggebrak dunia hukum
dengan penyidikan disertai dengan penangkapan terhadap oknum kejaksaan agung,
anggota DPR RI dan pejabat-pejabat Bank Indonesia. Hal menggemparkan yang
berkaitan dengan korupsi adalah penggeledahan KPK terhadap beberapa ruangan
digedung DPR-MPR RI yang semula menuai penolakan dan ketidaksetujuan dari unsur
pimpinan DPR RI.
Pemberantasan Korupsi pada era Reformasi:

1. Ketetapan MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara Yang


Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
2. Masa Presiden B.J. Habibie dengan mengeluarkan Undang-Undang No 28 Tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dar Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme berikut pembentukan berbagai komisi atau badan baru
eperti Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), Komisi Pengawas
Persaingan Usaha dan Lembaga Ombudsman.
3. Pasal 43 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.
4. Pada masa Presiden Abdurrahman Wahid membentuk Tim Gabungan
Pemberantasan Tindak Pidana (TGPTPK) melalui Peraturan Pemerintah No. 19
Tahun 2000. Namun ditengah seangat menggebu-gebu untuk memberantas
korupsi dari anggota tim ini, melalui judicial review MA, TGPTPK akhirnya
dibubarkan dengan logika membenturkannya ke UU No. 31 Tahun 1999. Nasib
serupa tapi tidak sama dialami oleh KPKPN, dengan dibentuknya Komisi
Pemberantasan Korupsi, tugas KPKPN melebur masuk ke dalam KPK, sehingga
KPKPN sendiri hilang dan menguap.
5. Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi (UU KPK).
Daftar kasus korupsi di Indonesia
daftar kasus korupsi di Indonesia.
Kasus dugaan korupsi Soeharto: dakwaan atas tindak korupsi di tujuh yayasan
Pertamina: dalam Technical Assistance Contract dengan PT Ustaindo Petro Gas
Bapindo: pembobolan di Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) oleh Eddy Tansil
HPH dan dana reboisasi: melibatkan Bob Hasan, Prajogo Pangestu, sejumlah pejabat
Departemen Kehutanan, dan Tommy Soeharto.
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI): penyimpangan penyaluran dana BLBI
Abdullah Puteh: korupsi APBD.
Penayangan foto dan data para koruptor di televisi dan media massaSunting
Pada 17 Oktober 2006, Kejaksaan Agung Republik Indonesia mulai menayangkan foto
dan menyebarkan data para buronan tindak pidana korupsi yang putusan perkaranya
telah berkekuatan hukum tetap. Data dan foto 14 belas koruptor tersebut direncanakan
ditayangkan di televisi dan media massa dengan frekuensi seminggu sekali.
Mereka adalah:

1. Haryanto - Dirut PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI)


2. Toni Saputra - Direksi Bank Harapan Sentosa (BHS)
3. Sunarto - Presdir Bank Modern
4. Alvin Adam - Kasus BLBI
5. Hardiman - Direksi BHS
6. Hendro Bambang Sumantri - Kasus BLBI
7. Eddy Djunaedi - Kasus BLBI
8. Ede Utoyo - Kasus BLBI
9. Toni Suherman - Kasus BLBI
10. Bambang Sutrisno - Wadirut Bank Surya
11. Andrian Kiki Ariawan - Direksi Bank Surya
12. Harry Mattalata alias Hariram Ramchmand Melwani - Kasus BLBI
13. Nader Taher - Dirut PT Siak Zamrud Pusako
14. Dharmono K Lawi - Kasus BLBI
15. hawk hawk
STUDI KASUS
KASUS KORUPSI SETYA NOVANTO
Kasus pengadaan e-KTP Setya Novanto
Mantan ketua DPR, Setya Novanto, melalui perjalanan Panjang pada tahun 2017 hingga
akhirnya disidang sebagai terdakwa kaskus dugaan korupsi proyek e-KTP. Pada awalnya
mantan Direktur pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat jendral
Kependudukan dan Pencatatam Sipil Kemendagri, Sugiaharto dan mantan Direktur Jendral
Kependudukan dan Pencacatan Sipil, Irmal menjadi terdawa.
Dalam dakwaan yang di bacakan jaksa KPK di Pengadilan Tipikor, pada tanggal 9/3/2017,
Setya Novanto disebut memiliki peran dalam mengatur besaran anggaran e-KTP yang
mencapai nilai yang cukup besar yaitu Rp 5,9 triliun.
Dan pada akhirnya Setya Novanto menjalani sidang perdananya sebagai terdakwa dalam
kasus korupsi e-KTP pada 13 Desember 2017.
Pada tanggal 9 Maret 2017 pengadilan Tipikor membacakan dakwaan Irman dan Sugiharto
yang menyebut keterlibatan Setnov dalam korupsi e-KTP, pada awalnya Setnov ditemui
sejumlah pejabar Kementrian Dalam Negeri untuk minta dukuangan terkait proyek e-KTP
pada gebruari 2010 di Hotel Gran Melia, Jakarta, saat itu yang menemui Novanto adalah dua
terdakwa yang juga pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto, Sekjen Kemendagri Diah
Anggraini, dan pengusaha Andi Agustinus, Setnov menyatakan dukungan.
Saat ditanya bentuk dukungan, Setnov menjawab akan mengoordinasikan dengan pimpinan
fraksi yang lain, kemudia sekitar Juli-Agustus 2010, proyek e-KTP dibahas dalam
pembahasan Rancangan APBN anggaran 2011, dalam dakwaan Andi Agustinus diketahui
beberapa kali melakukan pertemuan dengan Setnov dan hingga akhirnya Setnov Bersama
Andi, Anas dan Nazaruddin disebut telah menyepakati anggaran proyek e-KTP sebesar Rp
5,9 triluin.
Dari anggaran itu, rencananya 51 persen atau Rp 2,662 triliun akan digunakan untuk belanja
modal pembiayaan proyek e-KTP, sementara 49 persen atau sebesar Rp 2,558 triliun, akan
dibagi-bagikan kesejumlah pihak terkait dan Setnov, Andi, Anas dan Nazarrudin disebut
mengatur pembagian anggaran dari 49 persen yang rencananya akan dibagi-nagi tersebut.

Penjelasan penbagian sebagai berikut :


7 persen (Rp 365,4 miliar) untuk pejabat Kementan.
5 persen (Rp 261 miliar) untuk anggota Komisi II DPR.
15 persen (Rp 783 miliar) untuk rekanan/pelaksana pekerjaan.
11 persen (Rp 574,2 miliar) direncanakan untuk Setnov dan Andi.
11 persen (Rp 574,2 miliar) direncanakan untuk Anas dan Nazaruddin.
Novanto membantah keterlibatan dirinya dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP ini.
Setnov mengaku tidak mengetahui apa pun terkait pembagian uang kepada sejumlah anggota
DPR dan membantah tidak menerima sejumlah uang dari proyek tersebug senilai 11 persen.
KPK mengumumkan Setya Novanto sebagai tersangka pada tanggal 17 Juli 2017 ia diduga
megatur agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui anggota DPR. Selain itu
Setnov juga diduga telah mengondisikan pemenang lelang dalam proyek e-KTP, Bersama
Andi Agustinus, Setnov diduga ikut menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 tirilun.
Pada tanggal 4 september 2017 Setnov melakukan praperadilan setelah satu bulan berstatus
tersangka Setnov lakukan praperadila terhadap KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Gugatan terdaftar dalam nomor 97/pid.Prap/2017PNJak.Sel dalan praperadilan ini Setnov
meminta penetapan statusnya sebagai tersangka dibatalkan KPK. Lalu pada tanggal 11
September 2017 Setnov dipanggil oleh KPK sebagai tersangka namun tidak dapat hadir
dengan alasan sakit, Menurut Idrus, Novanto saat itu masih menjalani perawatan di RS
Siloam, Semanggim Jakarta. Hasil pemeriksaan medis, gula darah Novanto naik setelah
melakukan olahraga.
Kasus dimana Novanto kecelakaan adalah salah satu kasus yang sangat membingungkan
banyak orang, karena kejadian karena tercium bau bau dramatisir kejadian, atau dalam kata
lain adalah suatu kecelakaan yang dibuat buat, pada tanggal 16 November 2017 dikabarkan
mengalami kecelakaan mobil lalu dilarikan ke Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Jakarta
Selatan. Pengacara Novanto, Fredirch Yunadi kecelakaan tersebut tidak jauh dari rumah
sakit tersebut, Setya Novanto menjalani sidang perdana sebagai terdakwa pada tanggal 13
Desember 2017 pada saat sidang Novanto sering mengelak saat diberi pertanyaan,
18 September KPK kembali memanggil Setya Novanto untuk diperiksa sebagai tersangka.
Namun lagi-lagi Novanto tidak hadir karena sakit. Bahkan kali ini kondisi kesehatannya
memburuk. Novanto harus menjalani kateterisasi jantung di Rumah Sakit Premier Jatinegara,
Jakarta Timur.
22 September Hakim Cepi menolak eksepsi yang diajukan KPK dalam praperadilan Setya
Novanto. KPK menganggap keberatan Novanto soal status penyelidik dan penyidik KPK
adalah keliru. Kepala Biro Hukum KPK Setiadi menilai, pengacara Novanto sebaiknya
mempermasalahkan status penyelidik dan penyidik melalui Pengadilan Tata Usaha Negara,
bukan praperadilan. Namun, Hakim Cepi tak sependapat dengan Setiadi. Menurut dia, status
penyidik dan penyelidik KPK yang dipersoalkan pihak Novanto bukan merupakan sengketa
kepegawaian tata usaha negara.
25 September Partai Golkar menggelar rapat pleno yang menghasilkan keputusan agar Setya
Novanto non-aktif dari posisi Ketum. Internal Partai Golkar mulai bergejolak dengan kondisi
Novanto yang berstatus tersangka KPK dan tengah sakit. Hasil kajian tim internal,
elektabilitas Golkar terus merosot tajam. Golkar ingin segera ada pelaksana tugas ketua
umum untuk menggantikan peran Novanto memimpin partai. Rapat pleno lanjutan terkait
penonaktifan Setya Novanto rencananya digelar pada 27 September. Namun, atas permintaan
Novanto, rapat pleno itu ditunda. Sampai putusan praperadilan Novanto diketok, rapat pleno
belum juga terlaksana.
26 September DPR memperpanjang masa kerja panitia khusus hak angket terhadap KPK.
Berdasarkan Undang-undang, Pansus melaporkan masa kerjanya ke rapat paripurna 60 hari
setelah terbentuk. Namun dalam rapat paripurna, pansus justru meminta persetujuan agar
masa kerjanya diperpanjang. Pengesahan perpanjangan masa kerja pansus ini diwarnai aksi
walkout dari Fraksi Gerindra, PKS dan PAN karena interupsi mereka tak digubris. Di hari
yang sama, sidang praperadilan Novanto kembali berjalan. Pihak Novanto mengajukan bukti
tambahan berupa laporan hasil pemeriksaan (LHP) dari BPK terhadap KPK pada tahun 2016.
LHP itu terkait pengangkatan penyidik di KPK. Namun KPK keberatan dengan bukti itu
karena didapatkan dari Pansus Angket terhadap KPK di DPR.
27 September Hakim Cepi menolak permintaan KPK untuk memutar rekaman di
persidangan. Padahal, KPK yakin rekaman tersebut bisa menunjukkan bukti kuat mengenai
keterlibatan Novanto dalam proyek E-KTP. Di hari yang sama, Foto Setya Novanto tengah
terbaring di rumah sakit viral di jagad maya. Dalam foto tersebut, Setya Novanto tengah
tertidur dengan bantuan alat pernapasan serta infus. Ia tengah dijenguk oleh Endang Srikarti
Handayani, anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar. Kemunculan foto Novanto tersebut tak
membuat kebanyakan netizen memperlihatkan empati. Para netizen justru menjadikan foto
itu sebagai guyonan
29 September. Setelah menjalani serangkaian sidang, Hakim tunggal Cepi Iskandar
mengabulkan sebagian permohonan Novanto. Penetapan Novanto sebagai tersangka oleh
KPK dianggap tidak sah alias batal. Hakim juga meminta KPK untuk menghentikan
penyidikan terhadap Novanto. Hakim Cepi beralasan, penetapan tersangka Setya Novanto
tidak sah karena dilakukan di awal penyidikan, bukan di akhir penyidikan. Hakim juga
mempermasalahkan alat bukti yang digunakan KPK untuk menjerat Novanto. Sebab, alat
bukti itu sudah digunakan dalam penyidikan terhadap Irman dan Sugiharto, dua pejabat
Kementerian Dalam Negeri yang sudah divonis di pengadilan.
Ketua Harian Partai Golkar Nurdin Halid mengatakan, putusan praperadilan tidak berkaitan
dengan dinamika politik di internal partai. Apapun hasil praperadilan atas penetapan
tersangka Setya Novanto, Golkar akan tetap melakukan evaluasi terhadap kinerjanya selama
memimpin partai. Hal ini menyusul hasil Tim Kajian Elektabilitas Partai Golkar yang
menyatakan bahwa partai berlambang pohon beringin itu mengalami penurunan elektabilitas
karena status tersangka Setya Novanto dalam kasus korupsi E-KTP.
Meskipun Novanto memenangi praperadilan, Golkar tetap harus mencari terobosan
memperbaiki citra dan elektabilitasnya menjelang Pemilihan Umum 2019.
ANALISIS
Masalah korupsi E-KTP belum juga terselesaikan sampai sekarang. Sangat banyak orang
yang terlibat dalam kasus korupsi E-KTP ini. Salah satu yang ikut terjerat adalah Ketua DPR
RI Setya Novanto. Setya Novanto sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi E-
KTP setelah sebelumnya penetapan yang pertama dibatalkan oleh Hakim Tunggal Cepi
Iskandar.
Setya Novanto sendiri telah diminta untuk hadir dalam sidang tetapi ia kerap tidak dapat
hadir sehingga akhirnya KPK pun mengeluarkan surat penangkapan yang ditujukan kepada
Setya Novanto pada hari Rabu, 15 November 2017. KPK mendatangi rumah Setya Novanto
di Jalan Wijaya XIII, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan untuk dijemput secara paksa namun
ternyata Setya Novanto tidak ditemui dilokasi. Berbagai argument pun bermunculan. Ada
yang mengatakan bahwa ia selalu mencari alasan agar tidak hadir dalam sidang,ada yang
mengatakan bahwa dirinya melarikan diri, dan ada juga beberapa pihak yang mengatakan
Setya Novanto mendapat tugas di luar kota. Lalu jika memang benar Setya Novanto
melarikan diri, apa yang akan terjadi ?
Jika Setya Novanto memang melarikan diri langkah pertama yang bisa diambil oleh KPK
adalah dengan menetapkannya kedalam Daftar Pencarian Orang sebagaimana yang tercantum
dalam Undang Undang No 8 Tahun 1981. Sesuai dengan prosedur Daftar Pencarian Orang
yang tercantum dalam Perkap 14 Tahun 2012 dan Perkaba No 3 Tahun 2004, Langkah-
langkah Penerbitan Daftar Pencarian Orang adalah sebagai berikut :
Bahwa orang yang dicari benar-benar diyakini terlibat sebagai tersangka Tindak Pidana
Telah dilakukan pemanggilan dan penangkapan dan penggeledahan sesuai undang-undang
yang berlaku tetapi tersangka tidak berhasil ditemukan
Berdasarkan prosedur diatas KPK berhak menetapkan Setya Novanto kedalam Daftar
Pencarian Orang sehingga setelahnya pihak kepolisian pun akan ikut turun tangan dalam
mencari Setya Novanto.
Selain itu jika memang terbukti Setya Novanto melarikan diri, ia bisa saja terkena pelangaran
hukum terkait menghalangi penyidikan sesuai dengan yang tercantum pada Pasal 216 ayat
(1): “Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat
yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana, demikian pula barang siapa
dengan sengaja mencegha, mengalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna
menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu.”
Selain itu jika Setya Novanto memang melarikan diri hal ini bisa menjadi faktor yang akan
memberatkan dirinya di penuntutan sesuai dengan yang telah dikatakan oleh Mahfud ”
Melarikan diri bisa jadi tindak pidana sendiri menghalangi penyidikan, tapi bisa menjadi
faktor memberatkan di penuntutan.”
Kasus korupsi e-KTP yang sampai saat ini masih berjalan merupakan salah satu kasuskorupsi
terbesar di Indonesia. Negara menanggung kerugian 2,3 triliyun rupiah akibat adanyakorupsi
berjamaah yang dilakukan oleh oknum-oknum pejabat yang tidak
bertanggungjawab.Sebelumnya KPK telah menetapkan Irman dan Sugiharto sebagai
tersangka.
Seperti ditayangkan Liputan6 Pagi SCTV Minggu (23/7/2017), Setnov dan sejumlah anggota
DPR periode 2009-2014 dianggap menyalahgunakan wewenang, memainkan pengaruhnya,
sehingga proyek E-KTPmenjadi berantakan. Dananya menguap ke mana-
mana.Setyo Novanto disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang
Nomor31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang
PemberantasanTindak Pidana Korupsi Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal 3
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatukorporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya
karena jabatan atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekono
miannegara dipidana seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling
lama 20tahun dan atau denda paling sedikit 50 juta rupiah dan maksimal 1 miliar.
Pasal 2 ayat 1
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiriatau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomiannegara dipidana dengan pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20
tahun dan denda palingsedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1 miliar rupiah.
Pasal 3 memiliki ancaman maksimal penjara seumur hidup dan denda paling banyak Rp
1miliar. Sedangkan Pasal 2 ayat 1 ancaman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling
banyak Rp 1 miliar.
Menurut jaksa, berdasarkan fakta dan teori hukum dapat disimpulkan bahwa pertemuanantara
para terdakwa dengan Setya Novanto, Sekretaris Jenderal Kemendagri, Diah Anggraini,dan
Andi Narogong di Hotel Gran Melia Jakarta, menunjukan telah terjadi pertemuan
kepentingan. Andi selaku pengusaha menginginkan mengerjakan proyek. Diah dan para terda
kwa selakubirokrat yang melaksanakan kegiatan pengadaan barang dan jasa. Setya Novanto
saat itumenjabat Ketua Fraksi Partai Golkar.
Setya Novanto telah menerima uang dari Anang Sugiana Sudiharjo, Direktur PT
QuadraSolution. Uang itu diserahkan melalui Andi Agustinus alias Andi Narogong,
pengusaha yang berafiliasi dengan konsorsium pemenang tender e-KTP. Keterlibatan Setya
Novanto tercium
saat Andi Agustinus alias Andi Narogong, pengusaha yang berafiliasi dengan konsorsium pe
menangtender e-KTP, menemui mantan Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Irman.
Di kalangananggota Dewan, Andi Narogong dikenal dekat dengan Novanto.
Saat bertemu Irman, Andi mengatakan bahwa kunci dari pembahasan anggaran proyek e-
KTP di DPR bukan pada anggota Komisi II, melainkan ada pada Novanto. Untuk itu,
Andimerancang pertemuan dengan Novanto di Hotel Gran Melia.
Beberapa hari kemudian, Andi bersama Irman kembali menemui Novanto di ruang
kerjaNovanto di lantai 12 Gedung DPR untuk memastikan dukungan terhadap penganggaran
proyekpenerapan e-KTP. Dalam pertemuan itu, Novanto mengatakan, “Ini sedang kami
koordinasikan,perkembangannya nanti hubungi Andi.
“Selanjutnya, saat proyek sudah berjalan, Andi menyerahkan sebagian uang pembayarane-
KTP kepada Novanto. Setidaknya ada empat tahap pembayaran yang sebagian
uangnyadiserahkan kepada Novanto, yakni pembayaran tahap I, tahap II, dan tahap III tahun
2011, sertapembayaran tahan I tahun 2012. Uang itu diberikan secara langsung kepada
Novanto melalui Anang dan Andi.
Berdasarkan analisis dapat disimpulkan bahwa tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh
Setya Novanto memiliki pola yaitu penyalahgunaan wewenang (Abuse of Discretion). Ada
sebuahpendapat yang mengemukakan bahwa Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh
penguasa ataupara pejabat negara terjadi dengan adanya kesalahan kebijakan dan kekuasaan
terhadaprakyatnya. John E.E Dalberg alias Lord Acton (1834–1902), sejarahwan Inggris
mengatakan,
“kekuasaan cenderung korup (jahat) dan kekuasaan mutlak paling jahat”. (“power tends to
corruptand absolute power corrupts absolutely”).
Menurut saya itu bisa dibenerkan karena biasanya penyalahgunaan kekuasaan (abuse of
power) seperti korupsi ini dilakukan oleh para penguasaatau orang yang memiliki
kekuasaan diamana dia cenderung menggunakan kesempatan untukmenyalahgunakan jabatan
atau kekuasaan manakala berada pada posisi yang memungkinkanuntuk memperkaya diri
sendiri, orang lain & bersifat merugikan perekonomian negara atau keuangan negara.
Prinsip anti korupsi yang tidak dijalankan dalam kasus korupsi ini adalah Transparasi dan
Kewajaran. Transparasi merupakan prinsip yang mengharuskan semua proses dilakukan
secaraterbuka, sehingga segala bentuk penyimpangan dapat diketahui oleh publik. Dalam
kasus ini tidakmenggunkan prinsip transparasi, dimana dalam proyek lelang tender
pengadaan e-KTP stelahdilakukan kecurangan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung
jawab yang mengakibatkankerugian negara. Selain itu prinsip kewajaran juga tidak
diterapkan dalam kasus korupsi ini.
Dimana dalam pengaggaran ada ketidakwajaran. Pada saat proses lelang tender sebenarnya
adaperusahaan yang menawarkan dengan harga yang lebih rendah dari perusahaan terpilih,
namunperusahaan tersebut tidak terpilih.
Solusi agar tidak terjadi kasus serupa adalah dengan memberikan hukuman yang beratkepada
para pelaku korupsi sehingga memberikan efek jera bagi pelakuknya dan sebagaiperingatan
kepada yang belum terlibat kasus korupsi untuk tidak melakukan tindakan korupsi.Hukuman
yang berat seperti penjara seumur hidup, hukuman mati, denda, menyita seluruh asetkeluarga
yang dimiliki tersangka, dan lain-lain.
Status tersangka yang diemban Setya Novanto dinilai berimbas secara kelembagaan. Hal itu
tak terhindarkan, sebab Novanto menjabat Ketua DPR RI, pimpinan tertinggi lembaga
tersebut.
Pada kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik atau e-KTP, Novanto sudah ditetapkan
sebagai tersangka untuk kali kedua oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Adapun
penetapan tersangkanya yang pertama gugur karena Novanto memenangkan gugatan
praperadilan.
Mantan Ketua DPR RI Marzuki Alie menuturkan, meski persoalan hukum tersebut bersifat
pribadi dan tak terkait jabatan, namun memberikan dampak pula kepada citra DPR.
Menurut Marzuki, asas praduga tak bersalah juga harus dikedepankan. Tidak ada aturan
Novanto harus mundur dari jabatannya jika belum ada keputusan berkekuatan hukum tetap.
Oleh karena itu, Marzuki menilai KPK seharusnya menyegerakan proses hukum yang
menjerat Novanto agar segera bisa masuk ke tahap persidangan. Ia meyakini, setiap warga
negara akan menghormati putusan pengadilan. “Yang penting proses hukumnya saja
disegerakan,” kata dia. (Baca juga: Marzuki Alie: Sekjen DPR Bukan Sekjen Pribadi
Novanto) Tercorengnya citra DPR secara kelembagaan juga diakui oleh Wakil Ketua DPR RI
Fahri Hamzah. Meskipun pada kesempatan tersebut, Fahri juga mengkritik KPK secara
umum dan menilai banyak hal di kasus e-KTP yang dibuat-buat oleh KPK.
Ia menyebutkan, seperti kerugian negara Rp 2,3 triliun yang tak bisa dibuktikan dan kasusnya
yang tak menunjukkan adanya peristiwa pidana. “Saya menyedihkan betul itu perusakan DPR
dalam kasus e-KTP,” kata Fahri. “Orang tuh dicekal tanpa alasan, ditersangkakan tanpa
pemeriksaan lalu karangan-karangannya itu dikarang-karang, dilebarkan ke mana-mana,” ujar
dia. Tak hanya terkait Novanto, namun juga berkaitan dengan anggota-anggota dewan yang
sudah tak menjabat. Ketua DPR Setya Novanto saat bersaksi di persidangan kasus dugaan
korupsi e-KTP, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (3/11/2017).
Hari ini, Novanto hadir menjadi saksi untuk terdakwa pengusaha Andi Agustinus alias Andi
Narogong, Seperti diketahui, proyek e-KTP berlangsung pada periode sebelumnya, 2009-
2014. Sejumlah anggota Komisi II DPR yang disebut terlibat, beberapa di antaranya sudah
tak menjadi anggota dewan pada periode saat ini.
Fahri menambahkan, DPR bahkan sudah membentuk tim untuk mengkaji “lubang-lubang”
yang harus diperbaiki sehingga ke depannya citra DPR bisa lebih baik. “Insya Allah sambil
jalan. Tapi citra yang hancur, dituduh bagi-bagi duit,” tuturnya pembenaran Sementara itu,
Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti menilai, status tersangka yang kembali
disandang Novanto bisa merusak citra DPR sebagai lembaga legislatif. “Selama ini DPR
kerap disebut sebagai lembaga korup.
Dengan status Novanto, bisa menjadi pembenaran anggapan publik tersebut,” kata Ray
beberapa waktu lalu dalam sebuah acara diskusi. Jika Novanto masih tak bersedia mundur
secara sukarela, Ray meminta Majelis Kehormatan Dewan (MKD) DPR untuk segera
menggelar sidang terhadap Novanto. Menurut Ray, MKD bisa melakukan sidang atas dasar
isu yang berkembang di masyarakat, tidak harus menunggu laporan. “Ini menjadi perhatian
umum, perhatian masyarakat kita. Jadi mereka bisa bersidang,” kata dia. Aktivis yang
tergabung dalam Koalisi Save KPK mengenakan topeng wajah Ketua DPR Setya Novanto
saat aksi teatrikal permainan tenis meja melawan KPK saat melakukan aksi di depan gedung
KPK, Jakarta, Rabu (18/10).
Aksi yang dibalut dengan parodi pertandingan Tenis Meja tersebut untuk mendesak KPK
menetapkan kembali Ketua Umum Partai Golkar itu sebagai tersangka kasus korupsi KTP
elektronik. Status Novanto yang berimbas pada citra DPR dan politisi secara luas juga
diamini oleh sejunlah warganet. Hal itu misalnya terlihat dari kolom
komentar Kompas.com terkait kasus hukum Novanto. “Kalau DPR imun alias kebal hukum
berarti bebas berbuat korupsi. Aturan ini perlu direvisi,” kata warga yang mengatasnamakan
Agus Purnomo.
Warga lainnya menilai Novanto sudah tak layak menjabat Ketua DPR. Ia merasa bingung
dengan tingkah laku para pejabat negara yang teraangkut kasus hukum, terutama korupsi.
“Kenapa negara kita jadi begini tidak ada kepastian hukum. Ini orang masih kah layak jadi
Ketua DPR? Kasihan kami rakyat biasa jadi bingung dengan tingkah laku mereka,” kata
warga yang mengatasnamakan Tongon S Sitorus. Warganet lainnya meminta KPK untuk
menyegerakan proses hukum terhadap Novanto karena bisa memberikan contoh buruk bagi
anggota DPR lain. “KPK mana taringmu? Jangan sampai jadi contoh bagi yang lain untuk
mengelak panggilan KPK,” kata warganet yang mengatasnamakan Suyento Wong.
Saya melihat bahwa Setya Novanto selalu saja memiliki alasan ketika dipanggil oleh
pengadilan, dengan alasan yang tidak masuk akal, seperti dibuat-buat seperti pada saat
Novanto mengalami kecelakaan lalu lintas yaitu menabrak tiang listrik, kejadian itu terlihat
dibuat buat karena dari keterangan pengacara Novanto yaitu Fredich mengatakan bahwa
Novanto memiliki luka tabrakan yang sangat parah, akan tetapi supir Novanto terlihat baik
baik saja dan juga Mobil yang dikendarai oleh Novanto memiliki fasilitas keamanan yang
cukup baik, berupa sebuah air bag, kejadian itu menjadi sebuah pertanyaan besar untuk
pengadilan jaksa, sudah tercium bau bau drama yang dibuat oleh pihak Novanto, dan juga
pengakuan dari dokter rumah sakit yang menangani Novanto berbicara bahwa Novanto sudah
membaik akan tetapi Novanto selalu saja mangkir dari panggilan.
Langkah apapun akan dilakukan oleh Novanto agar tidak menjadi tersangka, akan tetapi
pihak-pihak yang berwenang lebih pintar dalam hal ini, dan pada akhirnya Novanto
dinyatakan bersalah dalam kasus pengadaan e-KTP dan Novanto dijatuhkan hukuman selama
16 tahun penjara.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Korupsi pada dasarnya ada disekeliling kita, mungkin terkadang kita tidak menyadari itu.
Korupsi bisa terjadi dirumah, sekolah, masyarakat, maupun diintansi tertinggi dan dalam
pemerintahan. Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara
langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi
meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan
aspek penggunaan uang negara untuk kepentingannya. Adapun penyebabnya antara lain,
ketiadaan dan kelemahan pemimpin, kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme,
penjajahan rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras,
kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya manusia,
serta struktur ekonomi. Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu bentuk, sifat,
dan tujuan. Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang diantaranya, bidang demokrasi,
ekonomi, dan kesejahteraan negara. Dibutuhkan kecerdasan dan keberanian untuk mendobrak
dan merobohkan pilar-pilar korupsi yang menjadi penghambat utama lambatnya
pembangunan ekonomi nan paripurna di Indonesia. Korupsi yang telah terlalu lama menjadi
wabah yang tidak pernah kunjung selesai, karena pembunuhan terhadap wabah tersebut tidak
pernah tepat sasaran. Oleh sebab itu dibutuhkan kecerdasan masyarakat sipil untuk
mengawasi dan membuat keputusan politik untuk mencegah makin mewabahnya penyakit
kotor korupsi di Indonesia.

Saran
Seharusnya pemerintah lebih tegas terhadap terpidana korupsi, Undang –undang yang adapun
dapat digunakan dengan sebaik-baiknya.
Agar korupsi tidak menjadi budaya lagi
DAFTAR PUSTAKA
www.google.co.id
https://nasional.kompas.com/read/2017/12/28/09531001/melihat-
perjalanan-setya-novanto-dalam-kasus-e-ktp-pada-2017
https://nasional.kompas.com/read/2017/11/14/09035951/setya-novanto-
kasus-e-ktp-dan-citra-dpr-yang-tercoreng?page=all
http://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2017/11/07/kronologis-
terbongkarnya-kasus-e-ktp-413203
https://www.kompasiana.com/ingepratiwi/5a0da7dc9346084ba41251f4/an
alisis-kasus-setya-novanto
http://makalainet.blogspot.co.id/2013/10/korupsi.html

Anda mungkin juga menyukai