Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Udara merupakan kebutuhan yang pokok guna menunjang kehidupan manusia
dimuka bumi ini. Terkadang secara tidak langsung aktivitas yang dilakukan oleh manusia
itu sendiri tidak melihat aspek keberlangsungan kelestarian lingkungan. Masyarakat
cenderung tidak menggetahui jika telah menghirup gas karbon monoksida, karena
sifatnya tidak berwarna, berbau dan berasa. Banyak kasus kematian secara tiba-tiba yang
disebabkan oleh gas ini, terutama pada keracunan karbon monoksida.
Karbon monoksida (CO) merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa, dan non-iritatif, yang densitasnya relatif sedikit lebih rendah dibandingkan
dengan udara. Sumber utama karbon monoksida pada kasus kematian adalah kebakaran,
knalpot mobil, pemanasan tidak sempurna, dan pembakaran yang tidak sempurna dari
produk-produk terbakar, seperti bongkahan arang. Diluar kematian akibat kebakaran, ada
sekitar 2700 kematian yang disebabkan oleh karbon monoksida setiap tahunnya di AS.
Sekitar 2000 dari kasus ini adalah bunuh diri dan 700-nya adalah kecelakaan. Pada
kenyataannya seluruh kasus bunuh diri tersebut melibatkan penghirupan gas monoksida.
( Hudak & Gallow, 2000 )
Pada keadaan normal konsentrasinya di udara ± 0,1 ppm, dan di kota dengan
lalulintas padat ± 10 - 15 ppm. Dampak pencemaran oleh gas CO,contohnya : Bagi
manusia dampak CO dapat menyebabkan gangguan kesehatan sampai kematian, karena
CO bersifat racun metabolis, ikut bereaksi secara metabolis dengan hemoglobin dalam
darah (Hb).

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Karbonmonoksida
2. Sumber dan Distribusi
3. Penyebab Keracunan Gas Karbonmonoksida
4. Tanda dan Gejala Keracunan Karbonmonoksida
5. Dampak Keracunan Gas Karbonmonoksida
6. Pencegahan Dan Penanggulangan Keracunan Gas Karbonmonoksida
7. Asuhan keperawatan keracunan karbonmonoksida

1
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Karbonmonoksida
2. Mengetahui Sumber dan Distribusi
3. Mengetahui Penyebab Keracunan Gas Karbonmonoksida
4. Mengetahui Tanda dan Gejala Keracunan Karbonmonoksida
5. Mengetahui Dampak Keracunan Gas Karbonmonoksida
6. Mengetahui Pencegahan Dan Penanggulangan Keracunan Gas Karbonmonoksida
7. Mengetahui Asuhan keperawatan keracunan karbonmonoksida

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Gas beracun yang sering terinhalasi adalah karbonmonoksida. Disamping
sejumlah zat inhalasi dari uap yang berlebihan (seringkali mematikan), ada banyak
peningkatan jumlah orang yang menderita akibat keracunan karbonmonoksida
sehubungan dengan kesalahan pemakaian gas dirumah. (Skeet, Muriel,1993)
Karbon monoksida (CO) adalah suatu gas tidak berwarna, tidak berbau yang
dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna material yang mengandung zat arang atau
bahan organik, baik dalam alur pengolahan hasil jadi industri, ataupun proses di alam
lingkungan. Ia terdiri dari satu atom karbon yang secara kovalen berikatan dengan
satu atom oksigen. Dalam ikatan ini, terdapat dua ikatan kovalen dan satu ikatan
kovalen koordinasi antara atom karbon dan oksigen.
Keracunan gas dapat merupakan suatu kecelakaan atau tindakan bunuh diri
dan dapat merupakan komplikasi dari efek obat-obat tidur. Gas yang ditemukan dapat
dihasilkan oleh alam maupun pabrik-pabrik. Penggunaannya kemudian sangat
dikuarangi. Gas alam relative rendah tingkat toksisitasnya dan dapat menyebabkan
asfiksia dengan mengurangi persediaan oksigen tetapi tidak berefek terhadap
hemoglobin darah.( Skeet, Muriel,1993)
Sumber utama karbon monoksida pada kasus kematian adalah kebakaran,
knalpot mobil, pemanasan tidak sempurna, dan pembakaran yang tidak sempurna dari
produk-produk terbakar, seperti bongkahan arang. Diluar kematian akibat kebakaran,
ada sekitar 2700 kematian yang disebabkan oleh karbon monoksida setiap tahunnya di
AS. Sekitar 2000 dari kasus ini adalah bunuh diri dan 700-nya adalah kecelakaan.
Pada kenyataannya seluruh kasus bunuh diri tersebut melibatkan penghirupan gas
buangan mobil.
Gas alamiah lainnya dapat dengan mudah berbahaya dalamn ruangan tertutup
karena gas-gas tersebut menggantikan sejumlah oksigen yang ada. Ini dapat
menyebabkan hipoksia dan kehilangan kesadaran tetapi sianosis tetap akan dapat
dilihat.
B. Sumber dan Distribusi
Karbon monoksida di lingkungan dapat terbentuk secara alamiah, tetapi
sumber utamanya adalah dari kegiatan manusia, Korban monoksida yang berasal dari

3
alam termasuk dari lautan, oksidasi metal di atmosfir, pegunungan, kebakaran hutan
dan badai listrik alam. Sumber CO buatan antara lain kendaraan bermotor, terutama
yang menggunakan bahan bakar bensin. Berdasarkan estimasi, Jumlah CO dari
sumber buatan diperkirakan mendekati 60 juta Ton per tahun. Separuh dari jumlah ini
berasal dari kendaraan bermotor yang menggunakan bakan bakar bensin dan
sepertiganya berasal dari sumber tidak bergerak seperti pembakaran batubara dan
minyak dari industri dan pembakaran sampah domestik.
Didalam laporan WHO (1992) dinyatakan paling tidak 90% dari CO diudara
perkotaan berasal dari emisi kendaraan bermotor. Selain itu asap rokok juga
mengandung CO, sehingga para perokok dapat memajan dirinya sendiri dari asap
rokok yang sedang dihisapnya. Sumber CO dari dalam ruang (indoor) termasuk dari
tungku dapur rumah tangga dan tungku pemanas ruang. Dalam beberapa penelitian
ditemukan kadar CO yang cukup tinggi didalam kendaraan sedan maupun bus.
Kadar CO diperkotaan cukup bervariasi tergantung dari kepadatan kendaraan
bermotor yang menggunakan bahan bakar bensin dan umumnya ditemukan kadar
maksimum CO yang bersamaan dengan jam-jam sibuk pada pagi dan malam hari.
Selain cuaca, variasi dari kadar CO juga dipengaruhi oleh topografi jalan dan
bangunan disekitarnya. Penggunaan CO dari udara ambien dapat direfleksikan dalam
bentuk kadar karboksi-hemoglobin (HbCO) dalam darah yang terbentuk dengan
sangat pelahan karena butuh waktu 4-12 jam untuk tercapainya keseimbangan antara
kadar CO diudara dan HbCO dalam darah Oleh karena itu kadar CO didalam
lingkungan, cenderung dinyatakan sebagai kadar rata-rata dalam 8 jam pemajanan .
Data CO yang dinyatakan dalam rata-rata setiap 8 jam pengukuran sepajang
hari (moving 8 hour average concentration) adalah lebih baik dibandingkan dari data
CO yang dinyatakan dalam rata-rata dari 3 kali pengukuran pada periode waktu 8 jam
yang berbeda dalam sehari. Perhitungan tersebut akan lebih mendekati gambaran dari
respons tubuh manusia tyerhadap keracunan CO dari udara. Karbon monoksida yang
bersumber dari dalam ruang (indoor) terutama berasal dari alat pemanas ruang yang
menggunakan bahan bakar fosil dan tungku masak. Kadarnya akan lebih tinggi bila
ruangan tempat alat tersebut bekerja, tidak memadai ventilasinya. Namun umumnya
penggunaanya yang berasal dari dalam ruangan kadarnya lebih kecil dibandingkan
dari kadar CO hasil asap rokok. Beberapa Individu juga dapat terpengaruh oleh CO
karena lingkungan kerjanya. Kelompok masyarakat yang paling terpengaruh oleh CO
termasuk polisi lalu lintas atau tukang pakir, pekerja bengkel mobil, petugas industri
4
logam, industri bahan bakar bensin, industri gas kimia dan pemadam kebakaran.
Pengaruh Co dari lingkungan kerja seperti yang tersebut diatas perlu mendapat
perhatian. Misalnya kadar CO di bengkel kendaraan bermotor ditemukan mencapai
setinggi 600 mg/m3 dan didalam darah para pekerja bengkel tersebut bisa
mengandung HbCO sampai lima kali lebih tinggi dari kadar nomal.
Para petugas yang bekerja dijalan raya diketahui mengandung HbCO dengan
kadar 4–7,6% (porokok) dan 1,4–3,8% (bukan perokok) selama sehari bekarja.
Sebaliknya kadar HbCO pada masyarakat umum jarang yang melampaui 1%
walaupun studi yang dilakukan di 18 kota besar di Amerika Utara menunjukan bahwa
45 % dari masyarakat bukan perokok yang terpajan oleh CO udara, di dalam darahnya
terkandung HbCO melampaui 1,5%. Perlu juga diketahui bahwa manusia sendiri
dapat memproduksi CO akibat proses metabolismenya yang normal. Produksi CO
didalam tubuh sendiri ini (endogenous) bisa sekitar 0,1+1% dari total HbCO dalam
darah. (Yoky Edi Saputro,2009).
C. Penyebab Keracunan Gas Karbonmonoksida
1. Keracunan terjadi karena sel-sel darah merah mengikat karbon monoksida lebih
cepat dibandingkan dengan oksigen. Sehingga jika ada banyak karbon monoksida
di udara, tubuh akan mengganti oksigen dengan karbon monoksida tersebut.
Oksigen dihambat oleh tubuh sehingga bisa merusak jaringan dan menyebabkan
kematian. (Arief,2000) .
2. Menggunakan kendaraan atau berada dekat kendaraan. Sejak gas arang
(mengandung 7% CO) dengan gas alam, kejadiaan bunuh diri berkurang seperti
meletakkan kepala di dalam oven untuk mencelakai diri sendiri, banyak terjadi
di Britain dan kota lainnya. Tahun 1961 di UK, terdapat 2711 kasus bunuh diri
dan 1014 kasus kecelakaan/kematian mendadak dengan CO. Dan juga ditemukan
CO pada kasus bunuh diri dengan bakar diri akibat mesin. Bensin menghasilkan
5-7% CO yang terdapat dalam asap, dalam mesin yang tidak digunakan, juga yang
tidak layak pakai.
Diesel menghasilkan CO lebih sedikit dibandingkan bensin, seharusnya CO
terurai ke atmosfer sehingga penyebaran atau distribusi CO dalam jumlah kecil
dalam kota besar dan polisi lalu lintas mungkin sekitar 10% saturasi dalam
hemoglobinnya. Tapi jika dalam tempat yang kecil dan sempit akan sangat
berbahaya. Misalnya 1500cc bensin dalam kendaraan yangtidak digunakan berada
di garasi, dapat menghasilkan CO dengan konsentrasi tinggi dapat mematikan
5
dalam 10 menit. Suatu percobaan bunuh diri lainnya, dengan hanya duduk
dikendaraan dengan jendela terbuka dan kendaraan dalam garasi.
Ada juga akibat terbakarnya mesin kendaraan, yang efek toksisnya dapat
menyebabkan stupor dan koma. Efek CO juga dapat mengenai supir atau
pegendara kendaraan yang dijalankan. Biasanya disebabkan mesin kendaraan
yang rusak dan penyaringnya bocor, sehinngga CO masuk kedalam lendaraan.
Pada pesawat kecil, biasanya mesin berdekatan dengan kokpit. Dan jika terjadi
kebocoran dapat menyebabkan pilot menjadi lemah dan mati, tetapi tabrakan lebih
dari keracunan CO.
3. Alat-alat rumah tangga yang panas dapat menghasilkan CO. Bahan bakar berasal
dari gas alami yang terbebas dari monoksida, yaitu sebagian oksidasi dari suatu
kerusakan, atau hasil dari gas itu tersendiri. Bahan bakar padat dipakai untuk
sumber panas jika ada kerusakan pada cerobong asap. Parafin yang panas
mungkin terbakar dengan CO yag tidak adekuat dan hidokarbon lainnya, dan
malfungsi ini dapat menyebabkan kebakaran akibat monoksida. Penyebab lain,
karena instalasi gas alami misalnya tidak adanya timah atau ventilasi yang tidak
adekuat , ini dapat menyebabkan monoksida kembali keruangan. Gas alat rumah
tangga, khususnya pemancar air panas dapat memproduksi CO.
4. Penyebab utama dari kematian monoksida karena struktur kebakaran dirumah
atau gedung lain,penyebab terbesar kematian pada kebakaran rumah tidak
disebabkan karena terbakar tapi karena menghirup asap. Keadaan fatal ini
disebabkan karena keracunan CO, walaupun gas-gas lain seperti sianida, phosgene
dan acrolein sebagian turut berperan. Kebanyakan korban dari kebakaran rumah,
mati jauh dari pusat api, yang mungkin terdapat pada ruangan berbeda atau lantai
yang berbeda, jaringan monoksida pada jarak jauh dan membunuh manusia
walaupun sedang tidur atau terperangkap pada saat di dalam gedung.
5. Pada proses industri dapat meninggalkan keracunan monoksida khususnya pada
pekerja besi dan baja, yang menhasilkan gas dan gas air yang dengan sengaja
dihasilkan dari hasil pabrik. Gas air dapat terdiri dari > 40% CO dan tiap harinya
membentuk gas kekota untuk kebutuhan rakyat, yang menambah kadar monoksida
7% dari batubara. Proses industri lain seperti metode “the Mond“ yang
memproduksi nikel, menggunakan CO, sama seperti pada umumnya bahaya dari
pemanasan proses produksi dimana pembentukan gas selama pembakaran pada
penambangan batu bara, CO adalah salah satu gas yang menghasilkan ancaman
6
yang jelas, yang keluar dari lapisan-lapisan batu bara tapi yang dihasilkan dari
asap hasil pembakaran pada proses penambangan.
6. Pembakaran yang tidak sempurna pada gas api dari beberapa bahan bakar gas
yang menghasilkan CO, seperti api mengenai permukaan logam dingin atau
permukaan yang dilapisi dengan jelaga, oksidasi sebagian dari batubara
mengasilkan monoksida. Pada pemakaian batubara dari sumber butane atau
propane, camper dan boats, dapat memperburuk ventilasi yang secara lambat dan
berbahaya menghasilkan monoksida. Kematian seluruh keluarga pernah terjadi
pada keadaan ini, dimana mereka terekspos sepanjang malam terakumulasi secara
lambat oleh CO dari refrigerator dan alat lain.

D. Tanda Atau Gejala Keracunan Gas Karbonmonoksida


Keracunan gas CO atau karbon monoksida sukar didiagnosa. Gejalanya mirip
dengan flu yaitu didahului dengan sakit kepala, mual, muntah, lelah, lesi pada kulit,
berkeringat banyak, pyrexia, pernapasan meningkat, mental dullness dan konfusion,
gangguan penglihatan, konvulsi, hipotensi, myocardinal, dan ischamea. Sering juga
korban diawali dengan sakit hebat dan penurunan kesadaran yang cepat. Nadinya
menjadi tidak teratur sehubungan dengan disaritmia jantung. Hipotensi yang berat dan
kegagalan jantung dapat sering terjadi. Karbonmonoksida bergabung cepat dengan
hemoglobin untuk membentuk karboksihemoglobin, dan ini membuat kulit korban
tampak pucat disamping sianosis normal akan terjadi pada hipoksia. Eritema dan bula
dapat ditemukan dan dapat berakhir dengan kematian. Kemungkinan terjadi kematian
akibat sukar bernafas sangat tinggi. Kematian terhadap kasus keracunan karbon
monoksida disebabkan oleh kurangnya oksigen pada tingkat selular (cellular
hypoxia).
Sel darah merah tidak hanya mengikat oksigen melainkan juga gas lain.
Kemampuan atau daya ikat ini berbeda untuk satu gas dengan gas lain. Sel darah
merah mempunyai ikatan yang lebih kuat terhadap karbon monoksida dari pada
oksigen. Sehingga jika terdapat CO dan O2, sel darah merah akan cenderung
berikatan dengan CO. Bila terhirup, karbon monoksida akan terbentuk dengan
hemoglobin (Hb) dalam darah dan akan terbentuk karboksi haemoglobin sehingga
oksigen tidak dapat terbawa. Ini disebabkan karbon monoksida dapat mengikat 250
kali lebih cepat dari oksigen. Gas ini juga dapat mengganggu aktivitas selular lainnya

7
yaitu dengan mengganggu fungsi organ yang menggunakan sejumlah besar oksigen
seperti otak dan jantung.
Gejala klinis saturasi darah oleh karbon monoksida adalah sebagai berikut:
(Marylin.D,2000)
1. Konsentrasi CO dalam darah kurang dari 20%, tidak ada gejala.
2. Konsentrasi CO dalam darah 20%, gejala nafas menjadi sesak.
3. Konsentrasi CO dalam darah 30%, gejala sakit kepala, lesu, mual, nadi dan
pernapasan meningkat sedikit.
4. Konsentrasi CO dalam darah 30% hingga 40%, gejala sakit kepala berat,
kebingungan, hilang daya ingat, lemah, hilang daya koordinasi gerakan.
5. Konsentrasi CO dalam darah 40% sampai 50%, gejala kebingungan makin
meningkat dan setengah sadar.
6. Konsentrasi CO dalam darah 60% hingga 70%, gejala tidak sadar, kehilangan
daya mengkontrol feses dan urin.
7. Konsentrasi CO dalam darah 70% hingga 80%, gejala koma, nadi menjadi tidak
teratur, kematian karena kegagalan pernapasan.

E. Dampak Keracunan Gas Monoksida Terhadap Kesehatan


Karakteristik biologik yang paling penting dari CO adalah kemampuannya
untuk berikatan dengan hemoglobin, pigmen sel darah merah yang mengangkut
oksigen keseluruh tubuh. Sifat ini menghasilkan pembentukan karboksihaemoglobin
(HbCO) yang 200 kali lebih stabil dibandingkan oksihaemoglobin (HbO2).
Penguraian HbCO yang relatif lambat menyebabkan terhambatnya kerja molekul sel
pigmen tersebut dalam fungsinya membawa oksigen keseluruh tubuh. Kondisi seperti
ini bisa berakibat serius, bahkan fatal, karena dapat menyebabkan keracunan.
Selain itu, metabolisme otot dan fungsi enzim intra-seluler juga dapat
terganggu dengan adanya ikatan CO yang stabil tersebut. Dampat keracunan CO
sangat berbahaya bagi orang yang telah menderita gangguan pada otot jantung atau
sirkulasi darah periferal yang parah. Dampak dari CO bervasiasi tergantung dari status
kesehatan seseorang pada saat terpengaruh. Pada beberapa orang yang berbadan
gemuk dapat mentolerir pengaruh CO sampai kadar HbCO dalam darahnya mencapai
40% dalam waktu singkat. Tetapi seseorang yang menderita sakit jantung atau paru-
paru akan menjadi lebih parah apabila kadar HbCO dalam darahnya sebesar 5–10%.

8
Pengaruh CO kadar tinggi terhadap sistem syaraf pusat dan sistem
kardiovaskular telah banyak diketahui. Namun respon dari masyarakat berbadan sehat
terhadap pengaruh CO kadar rendah dan dalam jangka waktu panjang, masih sedikit
diketahui. Misalnya kinerja para petugas jaga, yang harus mempunyai kemampuan
untuk mendeteksi adanya perubahan kecil dalam lingkungannya yang terjadi pada saat
yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya dan membutuhkan kewaspadaan tinggi dan
terus menerus, dapat terganggu atau terhambat pada kadar HbCO yang berada
dibawah 10% dan bahkan sampai 5% (hal ini secara kasar ekivalen dengan kadar CO
di udara masing-masing sebesar 80 dan 35 mg/m3) Pengaruh ini terlalu terlihat pada
perokok, karena kemungkinan sudah terbiasa dengan kadar yang sama dari asap
rokok.
Beberapa studi yang dilakukan terhadap sejumlah sukarelawan berbadan sehat
yang melakukan latihan berat (studi untuk melihat penyerapan oksigen maksimal)
menunjukkan bahwa kesadaran hilang pada kadar HbCO 50% dengan latihan yang
lebih ringan, kesadaran hilang pada HbCo 70% selama 5-60 menit. Gangguan tidak
dirasakan pada HbCO 33%, tetapi denyut jantung meningkat cepat dan tidak
proporsional. Studi dalam jangka waktu yang lebih panjang terhadap pekerja yang
bekerja selama 4 jam dengan kadar HbCO 5-6% menunjukkan pengaruh yang serupa
terhadap denyut jantung, tetapi agak berbeda. Hasil studi diatas menunjukkan bahwa
paling sedikit untuk para bukan perokok, ternyata ada hubungan yang linier antara
HbCO dan menurunnya kapasitas maksimum oksigen. Walaupun kadar CO yang
tinggi dapat menyebabkan perubahan tekanan darah, meningkatkan denyut jantung,
ritme jantung menjadi abnormal gagal jantung, dan kerusakan pembuluh darah
periferal, tidak banyak didapatkan data tentang pengaruh penggunnaan CO kadar
rendah terhadap sistim kardiovaskular.
Hubungan yang telah diketahui tentang merokok dan peningkatan risiko
penyakit jantung koroner menunjukkan bahwa CO kemungkinan mempunyai peran
dalam memicu timbulnya penyakit tersebut (perokok berat tidak jarang mengandung
kadar HbCO sampai 15 %). Namun tidak cukup bukti yang menyatakan bahwa
karbon monoksida menyebabkan penyakit jantung atau paru-paru, tetapi jelas bahwa
CO mampu untuk mengganggu transpor oksigen ke seluruh tubuh yang dapat
berakibat serius pada seseorang yang telah menderita sakit jantung atau paru-paru.
Studi epidemiologi tentang kesakitan dan kematian akibat penyakit jantung dan kadar
CO di udara yang dibagi berdasarkan wilayah, sangat sulit untuk ditafsirkan. Namun
9
dada terasa sakit pada saat melakukan gerakan fisik, terlihat jelas akan timbul pada
pasien yang terkena CO dengan kadar 60 mg/m3, yang menghasilkan kadar HbCO
mendekati 5%.
Walaupun wanita hamil dan janin yang dikandungnya akan menghasilkan CO
dari dalam tubuh (endogenous) dengan kadar yang lebih tinggi, pengaruh tambahan
dari luar dapat mengurangi fungsi oksigenasi jaringan dan plasental, yang
menyebabkan bayi dengan berat badan rendah. Kondisi seperti ini menjelaskan
mengapa wanita merokok melahirkan bayi dengan berat badan lebih rendah dari
normal. Masih ada dua aspek lain dari pengaruh CO terhadap kesehatan yang perlu
dicatat. Pertama, tampaknya binatang percobaan dapat beradaptasi terhadap
pemajanan CO karena mampu mentolerir dengan mudah pemajanan akut pada kadar
tinggi, walaupun masih memerlukan penjelasan lebih lanjut.
Kedua, dalam kaitannya dengan CO di lingkungan kerja yang dapat
menggangggu pertubuhan janin pada pekerja wanita, adalah kenyataan bahwa paling
sedikit satu jenis senyawa hidrokarbon-halogen yaitu metilen khlorida
(dikhlorometan), dapat menyebabkan meningkatnya kadar HbCO karena ada
metobolisme di dalam tubuh setelah absorpsi terjadi. Kadar CO : Waktu kontak :
Dampaknya bagi tubuh : 100 ≤ ppm ± 30 ppm ± 1000 ppm ± 1300 ppm > 1300 ppm
sebentar 8 jam 1 jam 1 jam 1 jam dianggap aman menimbulkan pusing dan mual
pusing dan kulit berubah kemerah-merahan kulit jadi merah tua dan rasa pusing yang
hebat lebih hebat sampai kematian.
F. Pencegahan Dan Penanggulangan Keracunan Gas Karbonmonoksida
1. Pencegahan
a. Jangan menggunakan generator di dalam ruangan atau ruangan yang tertutup
sebagian / penuh, seperti garasi dan ruangan bawah tanah. Pintu dan jendela
yang dibuka dapat mencegah akumulasi karbon monoksida. Pastikan generator
mempunyai jarak minimal 1 meter pada ruangan yang terbuka di segala
sisinya untuk memastikan ventilasi yang memadai.
b. Jangan menggunakan generator diluar ruangan, jika peletakannya dekat
dengan pintu, jendela atau lubang ventilasi yang dapat mengakibatkan CO
masuk dan berakumulasi pada ruangan yang terhuni oleh manusia.
c. Jika menggunakan pemanas ruangan dan tungku, pastikan bahwa peralatan
tersebut bekerja dalam kondisi yang baik untuk mencegah timbulnya CO dan
jangan pernah menggunakannya pada ruangan tertutup atau dalam ruangan.
10
d. Pertimbangkan untuk mengganti peralatan yang berbahan bakar bensin
dengan peralatan yang dijalankan oleh listrik atau udara bertekanan, jika
tersedia.
e. Periksa sistem pembuangan pembakaran mobil dan sistem pendingin udara
anda setahun sekali, kebocoran dalam system kecik tersebut dapat
mengakibatkan masuknya CO ke dalam mobil f) Jika anda mengalami gejala
keracunan CO, segera keluar untuk mendapatkan udara segar dan cari bantuan
dari poliklinik terdekat.
2. Penatalaksanaan.
a. Perawatan sebelum tiba di rumah sakit
Memindahkan pasien dari paparan gas CO dan memberikan terapi oksigen
dengan masker nonrebreathing adalah hal yang penting. Intubasi diperlukan pada
pasien dengan penurunan kesadaran dan untuk proteksi jalan nafas. Kecurigaan
terhadap peningkatan kadar HbCO diperlukan pada semua pasien korban
kebakaran dan inhalasi asa. Pemeriksaan dini darah dapat memberikan korelasi
yang lebih akurat antara kadar HbCO dan status klinis pasien.
Walaupun begitu jangan tunda pemberian oksigen untuk melakukan
pemeriksaan pemeriksaan tersebut. Jika mungkin perkirakan berapa lama pasien
mengalami paparan gas CO. Keracunan CO tidak hanya menjadi penyebab
tersering kematian pasien sebelum sampai di rumah sakit, tetapi juga menjadi
penyebab utama dari kecacatan(Rasat, Sjofjan. 1991).
b. Perawatan di unit gawat darurat
Pemberian oksigen 100 % dilanjutkan sampai pasien tidak menunjukkan
gejala dan tanda keracunan dan kadar HbCO turun dibawah 10%. Pada pasien
yang mengalami gangguan jantung dan paru sebaiknya kadar HbCO dibawah 2%.
Lamanya durasi pemberian oksigen berdasarkan waktu-paruh HbCO dengan
pemberian oksigen 100% yaitu 30 - 90 menit.
Pertimbangkan untuk segera merujuk pasien ke unit terapi oksigen hiperbarik,
jika kadar HbCO diatas 40 % atau adanya gangguan kardiovaskuler dan
neurologis. Apabila pasien tidak membaik dalam waktu 4 jam setelah pemberian
oksigen dengan tekanan normobarik, sebaiknya dikirim ke unit hiperbarik. Edema
serebri memerlukan monitoring tekanan intra cranial dan tekanan darah yang
ketat. Elevasi kepala, pemberian manitol dan pemberian hiperventilasi sampai
kadar PCO2 mencapai 28 - 30 mmHg dapat dilakukan bila tidak tersedia alat dan
11
tenaga untuk memonitor TIK. Pada umumnya asidosis akan membaik dengan
pemberian terapi oksigen.
c. Terapi oksigen hiperbarik.
Terapi oksigen hiperbarik (HBO) masih menjadi kontroversi dalam
penatalaksanaan keracunan gas CO. Meningkatnya eliminasi HbCO jelas terjadi,
pada beberapa penelitian terbukti dapat mengurangi dan menunda defek
neurologis, edema serebri, perubahan patologis sistem saraf pusat. Secara teori
HBO bermanfaat untuk terapi keracunan CO karena oksigen bertekanan tinggi
dapat mengurangi dengan cepat kadar HbCO dalam darah, meningkatkan
transportasi oksigen intraseluler, mengurangi aktifitas-daya adhesi neutrofil dan
dapat mengurangi peroksidase lipid.
Saat ini, indikasi absolut terapi oksigen hiperbarik untuk kasus keracunan gas
CO masih dalam kontroversi. Alasan utama memakai terapi HBO adalah untuk
mencegah defisit neurologis yang tertunda. Suatu penelitian yang dilakukan
perkumpulan HBO di Amerika menunjukkan kriteria untuk HBO adalah pasien
koma, riwayat kehilangan kesadaran , gambaran iskemia pada EKG, defisit
neurologis fokal, test neuropsikiatri yang abnormal, kadar HbCO diatas 40%,
kehamilan dengan kadar HbCO >25%, dan gejala yang menetap setelah
pemberian oksigen normobarik.
d. Lanjutan
1) Berikan suplemen oksigen 100% melalui masker yang melekat erat ke
wajah
Catatan : waktu paruh eliminasi COHb dalam serum bila bernafas dengan
udara bebas adalah 520 menit, berubah menjadi 80 menit bila bernafas dengan
oksigen 100%. Terapi oksigen sebaiknya tidak dihentikan sampai gejala hilang
dan kadar COHb < 10%
a) Lakukan monitoring : EKG (menunjukkan gambaran sinus takikardi dan
perubahan segme ST)
b) Pikirkan penggunaan natrium bikarbonat infus bila ada metabolik
asidosis (pH darah arteri < 7
2) Pemeriksaan Laboratorium
a) Rutin : Darah lengkap, glukosa, ureum/creatinin/elektrolit, analisa gas
darah dengan kadar COHb, EKG 12 lead

12
b) Sesuai dengan kondisi pasien : foto rontgen thoraks (pada cedera inhalasi
yang berat, aspirasi paru, bronkopneumonia dan edema paru)
3) Terapi antidotum Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Weaver, dkk (2002)
menunjukkan bahwa 3 buah terapi oksigen hiperbarik yang dilakukan dalam
24 jam berhasil menurunkan resiko gejala sisa berupa kelainan kognitif dalam
waktu 6 minggu dan 12 minggu setelah keracunan gas CO. Keuntungan dari
terapi oksigen hiperbarik adalah untuk mencegah kerusakan yang disebabkan
oleh gas CO bukan menghilangkan gas tersebut.
Contoh kasus
1. Akibat gas buangan AC enam penumpang tewas didalam mobil. Pada awalnya
mobil tersebut mengalami kerusakan. dalam kondisi cuaca panas dan lelah mereka
menunggu bantuan dari kendaraan yang akan lewat. Disaat menunggu, sopir dan
penumpang tertidur pulas didalam kendaraan ber-AC tersebut. AC yang tetap
menyala dan mobil yang tertutup rapat menyebabkan gas buang AC yang berada
didalam mobil tidak bisa keluar dan terhirup oleh supir dan penumpang. Inilah
yang menyebabkan mereka tewas
2. Seorang wanita berusia 34 tahun ditemukan tidak sadarkan diri jam Sembilan pagi
di dalam rumah. Dua orang lainnya juga ditemukan di dalam rurnah sudah
meninggal dunia. Korban diduga keracunan gas karbonmonoksida, karena mesin
generator di dalam rumah menyala dan didapatkan tidak ada ventilasi yang cukup
dalam ruangan. Pasien adalah seorang dokter kecantikan yang membuka salon
kecantikan di rumah.
Pasien dibawa ke unit gawat darurat rumah sakit terdekat dengan keadaan umum
tidak sadar (no respon), GCS 1-1-1, jalan nafas bebas, frekuensi pernafasan 43
x/menit, frekuensi nadi 129 x/menit, tekanan darah 50/palpasi mmHg, saturasi
oksigen 100%. Dilakukan pemberian oksigen dengan masker bening 6 lt/menit,
resusitasi cairan dua jalur dengan RL 2000 ml, dipasang pipa lambung keluar
cairan kuning kehijauan 200 ml, dipasang kateter urin keluar 500 ml coklat
kemerahan.

G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Tanda-tanda vital
1) Distress pernapasan
13
2) Sianosis
3) Takipnoe
b. Neurologi CO menyebabkan tingkat toksisitas SSP lebih tinggi, efek-efeknya
termasuk letargi, peka rangsangan, pusing, stupor & koma.
c. GI Tract Iritasi mulut, rasa terbakar pada selaput mukosa mulut dan esofagus,
mual dan muntah.
d. Kardiovaskuler Disritmia.
e. Dermal Iritasi kulit
f. Okuler Luka bakar kurnea
g. Laboratorium
Eritrosit menurun , Proteinuria , Hematuria, Hipoplasi sumsum tulang
8. Diagnostik
Radiografi dada dasar/foto polos dada , Analisa gas darah, GDA, EKG,
Intervensi secara umum , Perawatan Suportif ( Jalan nafas , Pernapasan )

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Timbul

Diagnosa .1 :
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan tubuh
secara tidak normal
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan cairan
Kriteria evaluasi : Keseimbangan cairan adekuat - Tanda-tanda vital stabil - Turgor
kulit stabil - Membran mukosa lembab - Pengeluaran urine normal 1 – 2 cc/kg
BB/jam Intervensi :
a. Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan.
Rasional : Dokumentasi yang akurat dapat membantu dalam mengidentifikasi
pengeluran dan penggantian cairan.
b. Monitor suhu kulit, palpasi denyut perifer.
Rasional : Kulit dingain dan lembab, denyut yang lemah mengindikasikan
penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk pengantian cairan tambahan.
c. Catat adanya mual, muntah, perdarahan
Rasional : Mual, muntah dan perdarahan yang berlebihan dapat mengacu pada
hipordemia.
d. Pantau tanda-tanda vital

14
Rasional : Hipotensi, takikardia, peningkatan pernapasan mengindikasikan
kekurangan cairan (dehindrasi/hipovolemia).
e. Berikan cairan parinteral dengan kolaborasi dengan tim medis.
Rasional : Cairan parenteral dibutuhkan untuk mendukung volume cairan
/mencegah hipotensi.
f. Kolaborasi dalam pemberian antiemetic
Rasional : Antiemetik dapat menghilangkan mual/muntah yang dapat
menyebabkan ketidak seimbangan pemasukan.
1) Berikan kembali pemasukan oral secara berangsur-angsur. Rasional :
Pemasukan peroral bergantung kepada pengembalian fungsi gastrointestinal.
2) Pantau studi laboratorium (Hb, Ht). Rasional : Sebagai indikator/volume
sirkulasi dengan kehilanan cairan.
Diagnosa 2 :
Resiko pola napas tidak efektif berhubungan dengan efek langsung toksisitas CO
proses inflamasi.
Tujuan : Pola napas efektif
Kriteria Evaluasi : - RR normal : 14 – 20 x/menit - Alan napas bersih, sputum tidak
ada Intervensi :
a. Pantau tingkat, irama pernapasan & suara napas serta pola pernapasan
Rasional : Efek CO mendepresi SSP yang mungkin dapat mengakibatkan
hilangnya kepatenan aliran udara atau depresi pernapasan, pengkajian yang
berulang kali sangat penting karena kadar toksisitas mungkin berubah-ubah
secara drastis.
b. Tinggikan kepala tempat tidur
Rasional : Menurunkan kemungkinan aspirasi, diagfragma bagian bawah untuk
untuk menigkatkan inflasi paru.
c. Dorong untuk batuk/ nafas dalam
Rasional : Memudahkan ekspansi paru & mobilisasi sekresi untuk mengurangi
resiko atelektasis/pneumonia.
d. Auskultasi suara napas
Rasional : Pasien beresiko atelektasis dihubungkan dengan hipoventilasi &
pneumonia.
e. Berikan O2 jika dibutuhkan
Rasional : Hipoksia mungkin terjadi akibat depresi pernapasan
15
f. Kolaborasi untuk sinar X dada, GDA
Rasional : Memantau kemungkinan munculnya komplikasi sekunder seperti
atelektasis/pneumonia, evaluasi kefektifan dari usaha pernapasan.
Diagnosa .3 :
Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kerentanan pribadi, kesulitan
dalam keterampilan koping menangani masalah pribadi.
Tujuan : Koping individu efektif, tidak terjadi kerusakan perilaku adaptif dalam
pemecahan masalah.
Kriteria Evaluasi :
- Klien mampu mengungkapkan kesadaran tentang penyalahgunaan bahan insektisida.
- Mampu menggunakan keterampilan koping dalam pemecahan masalah
- Mampu melakukan hubungan /interaksi social.
Intervensi :
a. Pastikan dengan apa pasien ingin disebut/dipanggil.
Rasional : Menunjukkan penghargaan dan hormat
b. Tentukan pemahaman situasi saat ini & metode koping sebelumnya terhadap
masalah kehidupan.
Rasional : Memberi informasi tentang derajar menyangkal, mengidentifikasi
koping yang digunakan pada rencana perawatan saat ini
c. Tetap tidak bersikap tidak menghakimi
Rasional : Konfrontasi menyebabkan peningkatan agitasi yang menurunkan
keamanan pasien.
d. Berikan umpan balik positif
Rasional : Umpan balik yang positif perlu untuk meningkatkan harga diri dan
menguatkan kesadaran diri dalam perilaku
e. Pertahankan harapan pasti bahwa pasien ikut serta dalam terapi
Rasional : Keikut sertaan dihubungkan degan penerimaan kebutuhan terhadap
bantuan, untuk bekerja.
f. Gunakan dukungan keluarga/teman sebaya untuk mendapatkan cara-cara koping.
Rasional : Dengnan pemahaman dan dukungan dari keluarga /teman sebaya
dapat membantu menngkatkan kesadaran.
g. Berikan informasi tentang efek meneguk insektisida
Rasional : Agar klien mengetahui efek samping yang berakibat fatal pada organ-
organ vital bila menelan insektisida (baygon)
16
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Karbon monoksida (CO) merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa, dan non-iritatif, yang densitasnya relatif sedikit lebih rendah dibandingkan dengan
udara. Sumber utama karbon monoksida pada kasus kematian adalah kebakaran, knalpot
mobil, pemanasan tidak sempurna, dan pembakaran yang tidak sempurna dari produk-produk
terbakar, seperti bongkahan arang. Diluar kematian akibat kebakaran, ada sekitar 2700
kematian yang disebabkan oleh karbon monoksida setiap tahunnya di AS. Sekitar 2000 dari
kasus ini adalah bunuh diri dan 700-nya adalah kecelakaan. Pada kenyataannya seluruh kasus
bunuh diri tersebut melibatkan penghirupan gas buangan mobil.

Insektisida merupakan obat yang digunakan untuk membasmi hama,Seperti hewan


serangga. Sifat dari Insektisida adalah sebagai penghambat kholin esterase (cholinesterase
inhibitor insecticide) merupakan insektisida poten yang paling banyak digunakan dalam
pertanian dengan toksisitas yang tinggi. Dapat menembus kulit yang normal, dapat diserap
lewat paru dan saluran makanan, tidak berakumulasi dalam jaringan tubuh seperti halnya
golongan IHK.

17
DAFTAR PUSTAKA

Skeet, Mauriel.1993.Tindakan Paramedis terhadap Kegawatan dan Pertolongan


Pertama.EGC:Jakarta

Arief, dkk (2000).Kapita Selekta Kedokteran ed. 3, jilid 2.Medika Aesculapius:Jakarta.

Rasat, Sjofjan. 1991.Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan. Djambatan:Jakarta

18

Anda mungkin juga menyukai