Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Defenisi

Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit)

yang timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi (Siregar,

2014).

Dermatitis kontak alergi adalah reaksi kekebalan tubuh yang terjadi

pada seseorang yang terlalu sensitif terhadap bahan kimia tertentu. Pada

DKA, peradangan mungkin belum terjadi sampai 24 ? 36 jam jam setelah

kontak dengan bahan kimia tersebut. Bentuk alergi berbeda dari satu orang ke

orang lain. Dermatitis kontak biasanya hanya terjadi di tempat yang berkontak

langsung dengan allergen

B. Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering

berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang

juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh

potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit

(Djuanda, 2014).

Penyebab utama kontak alergen di Amerika Serikat yaitu dari tumbuh-

tumbuhan. Sembilan puluh persen dari populasi mengalami sensitisasi

terhadap tanaman dari genus Toxicodendron, misalnya poison ivy, poison oak

dan poison sumac. Toxicodendron mengandung urushiol yaitu suatu

campuran dari highly antigenic 3- enta decyl cathecols. Bahan lainnya adalah

nikel sulfat (bahan-bahan logam), potassium dichromat (semen, pembersih

alat -alat rumah tangga), formaldehid, etilendiamin (cat rambut, obat-obatan),

mercaptobenzotiazol (karet), tiuram (fungisida) dan parafenilendiamin (cat

rambut, bahan kimia fotografi) (Trihapsoro, 2013).


C. Tanda dan Gejala
1) Bintik-bintik atau benjolan kemerahan
2) Gatal dan bengkak
3) Keluar cairan dari kulit yang terkena atau timbul lenting-lenting dan bula
pada kasus yang berat
4) Kemerahan atau lenting pada kulit terbatas pada area yang terkena saja

Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada


keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak
eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel
atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi
(basah). Dermatitis kontak alergi akut ditempat tertentu, misalnya kelopak mata,
penis, skrotum, eritema dan edema. Pada yang kronis terlihat kulit kering
berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisura, batasnya tidak jelas.
Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis, mungkin
penyebabnya juga campuran.
Dermatitis kontak alergi dapat meluas ke tempat lain, misalnya dengan cara
autosensitisasi. Kulit kepala, telapak tangan dan kaki relatif resisten terhadap
dermatitis kontak alergi

Gambar 1 kulit tampak kemerahan dan bula. Dikutip dari kepustakaan

D. Pemeriksaan Klinis
1. Pemeriksaan In Vitro

a. Hitung eosinofil total

Pemeriksaan hitung eosinofil total perlu dilakukan untuk menunjang

diagnosis dan mengevaluasi pengobatan penyakit alergi. Eosinofilia apabila

dijumpai jumlah eosinofil darah lebih dari 450 eosinofil/µL.1 Hitung eosinofil

total dengan kamar hitung lebih akurat dibandingkan persentase hitung jenis

eosinofil sediaan apus darah tepi dikalikan hitung leukosit total. Eosinofilia

sedang (15%-40%) didapatkan pada penyakit alergi, infeksi parasit, pajanan


obat, keganasan, dan defisiensi imun, sedangkan eosinofilia yang berlebihan

(50%-90%) ditemukan pada migrasi larva Dibandingkan IgE, eosinofilia

menunjukkan korelasi yang lebih kuat dengan sinusitis berat maupun

sinusitis kronis. Jumlah eosinofil darah dapat berkurang akibat infeksi dan

pemberian kortikosteroid secara sistemik.8

b. Hitung eosinofil dalam secret

Peningkatan jumlah eosinofil dalam apusan sekret hidung merupakan

indikator yang lebih sensitif dibandingkan eosinofilia darah tepi, dan dapat

membedakan rinitis alergi dari rinitis akibat penyebab lain. Meskipun

demikian tidak dapat menentukan alergen penyebab yang spesifik.Esinofilia

nasal pada anak apabila ditemukan eosinofil lebih dari 4% dalam apusan

sekret hidung, sedangkan pada remaja dan dewasa bila lebih dari 10%.

Eosinofilia sekret hidung juga dapat memperkirakan respons terapi dengan

kortikosteroid hidung topikal.Hitung eosinofil juga dapat dilakukan pada

sekret bronkus dan konjungtiva.8

c. Kadar serum IgE total

Peningkatan kadar IgE serum sering didapatkan pada penyakit alergi

sehingga seringkali dilakukan untuk menunjang diagnosis penyakit

alergi.Pasien dengan dermatitis atopi memiliki kadar IgE tertinggi dan pasien

asma memiliki kadar IgE yang lebih tinggi dibandingkan rinitis alergi.1

Meskipun rerata kadar IgE total pasien alergi di populasi lebih tinggi

dibandingkan pasien non-alergi, namun adanya tumpang tindih kadar IgE

pada populasi alergi dan non-alergi menyebabkan nilai diagnostik IgE total

rendah.Kadar IgE total didapatkan normal pada 50% pasien alergi, dan

sebaliknya meningkat pada penyakit non-alergi (infeksi virus/jamur,

imunodefisiensi, keganasan).8

d. Kadar IgE spesifik

Pemeriksaan kadar IgE spesifik untuk suatu alergen tertentu dapat

dilakukan secara in vivo dengan uji kulit atau secara in vitro dengan metode

RAST (Radio Allergosorbent Test), ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent

Assay), atau RAST enzim.Kelebihan metode RAST dibanding uji kulit adalah

keamanan dan hasilnya tidak dipengaruhi oleh obat maupun kelainan kulit.
Hasil RAST berkorelasi cukup baik dengan uji kulit dan uji provokasi, namun

sensitivitas RAST lebih rendah.8

2. Uji Provokasi

Uji provokasi dilakukan untuk melihat hubungan antara paparan

alergen dengan gejala pada berbagai organ (kulit, konjungtiva, saluran

cerna, paru), maka dapat dilakukan uji provokasi.

3. Pemeriksaan Histopalogi

Pemeriksaan Histopalogi dilakukan dengan cara(Sularsito, 2010).:


a. Untuk pemeriksaan ini dibutuhkan potongan jaringan yang didapat
dengan cara biopsi dengan pisau atau plong/punch.
b. Penyertaan kulit normal pada tumor kulit, penyakit infeksi, kulit
normal tidak perlu diikutsertakan.
c. Sedapat-dapatnya diusahakan agar lesi yang akan dibiopsi adalah
lesi primer yang belum mengalami garukan atau infeksi sekunder.
d. Bila ada infeksi sekunder, sebaiknya diobati lebih dahulu.
e. Pada penyakit yang mempunyai lesi yg beraneka macam/ banyak,
lebih baik biopsi lebih dari satu.
f. Potongan jaringan sebisanya berbentuk elips + diikutsertakan
jaringan subkutis.
g. Jaringan yang telah dipotong dimasukan ke dalam larutan fiksasi,
misanya formalin 10% atau formalin buffer, supaya menjadi keras
dan sel-selnya mati.
h. Lalu dikirim ke laboratorium
i. Pewarnaan rutin yang biasa digunakan dalah Hematoksilin-
Eosin(HE). Ada pula yang menggunakanperwarnaan oersein dan
Giemsa.
j. Volume cairan fiksasi sebaiknya tidak kurang dari 20 X volume
jaringan
k. Agar cairan fiksasi dapat dengan baik masuk ke jaringan
hendaknya tebal jaringan kira-kira 1/2 cm, kalau terlalu tebal
dibelah dahulu sebelum dimasukkan ke dalam cairan fiksasi

Anda mungkin juga menyukai