2017ntk PDF
2017ntk PDF
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Setiap organisasi sektor swasta maupun pemerintah tidak terlepas dari risiko
terjadinya kecurangan atau fraud. Fenomena kecurangan yang terjadi di Indonesia
banyak melibatkan pelaku dari sektor pemerintah. Praktik kecurangan tersebut
berdampak negatif di sektor ekonomi dan sosial. Oleh karena itu, perlu upaya
pencegahan untuk menghindari kerugian negara material maupun non material.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis persepsi pengelola keuangan terhadap
faktor penyebab risiko terjadinya kecurangan, mengidentifikasi titik rawan yang
berpotensi menyebabkan kecurangan, dan merumuskan strategi untuk mencegah
terjadinya kecurangan dalam pengelolaan keuangan di Badan Litbang dan Inovasi
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sumber data menggunakan
kuesioner dan wawancara kepada 90 pengelola keuangan di Badan Litbang dan
Inovasi, serta 5 responden yang dianggap ahli untuk merumuskan strategi
pencegahan. Metode analisis data menggunakan analisis deskriptif, Structural
Equation Model-Partial Least Square (SEM-PLS), dan metode Analysis
Hierarchy Process (AHP) untuk merumuskan strategi pencegahan fraud.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap
fraud dalam pengelolaan keuangan Badan Litbang dan Inovasi adalah efektivitas
sistem pengendalian intern, budaya etis organisasi dan moralitas individu.
Semakin efektif pengendalian intern yang diterapkan, semakin etis budaya
organisasi dan semakin baik moralitas pegawai maka akan semakin baik
pengelolaan keuangan sehingga mengurangi risiko terjadinya kecurangan. Salah
satu temuan berlawanan dengan teori dan studi sebelumnya, yaitu kesesuaian
kompensasi tidak berpengaruh signifikan terhadap fraud dalam pengelolaan
keuangan.
Identifikasi titik rawan yang berpotensi menimbulkan risiko fraud dibagi
dalam tiga siklus pengelolaan keuangan, yaitu penganggaran, pelaksanaan
anggaran dan pertanggungjawaban anggaran. Risiko kecurangan dalam
penganggaran terjadi pada penentuan besaran anggaran kegiatan. Risiko lain yang
terkait dengan kegiatan penelitian yaitu adanya “daur ulang” kegiatan
penelitian/pengembangan atau judul penelitian. Risiko kecurangan dalam
pelaksanaan anggaran terkait ketidakbenaran dokumen pertanggungjawaban
kegiatan. Terakhir, risiko kecurangan dalam pertanggungjawaban anggaran adalah
kurangnya kontrol dan pengawasan internal terhadap seluruh kegiatan serta
kelemahan pengujian atau verifikasi terhadap bukti pertanggungjawaban.
Selanjutnya, prioritas pertama strategi pencegahan fraud adalah melakukan
perbaikan sistem pengawasan dan pengendalian dengan nilai 0.200. Prioritas
kedua adalah meningkatkan kultur organisasi dengan nilai 0.171. Prioritas ketiga
dan keempat adalah merumuskan nilai anti fraud dan menerapkan sistem reward
dan punishment yang tegas dengan nilai masing-masing 0.166. Prioritas kelima
adalah melaksanakan pendidikan anti fraud bagi pegawai dengan nilai 0.155, dan
prioritas keenam adalah membentuk agen perubahan dengan nilai 0.142.
Implementasi kebijakan berdasarkan prioritas hasil analisis AHP strategi
pencegahan fraud dalam pengelolaan keuangan Badan Litbang dan Inovasi yaitu:
(1) Perbaikan sistem pengawasan dan pengendalian dilakukan melalui tiga lini
pertahanan manajemen risiko dan pengendalian; (2) peningkatan kultur organisasi
melalui teladan dan komitmen pimpinan serta menciptakan lingkungan kerja yang
positif; (3) merumuskan nilai anti fraud melalui aturan perilaku dan nilai
integritas; (4) menerapkan sistem reward dan punishment yang tegas melalui
pemberian tunjangan kinerja dan kesempatan untuk meningkatkan kompetensi,
serta pengenaan sanksi disiplin yang tegas dan pemotongan tunjangan kinerja; (5)
melaksanakan pendidikan anti fraud bagi pegawai melalui sosialisasi, seminar dan
pelatihan etis, serta promosi anti fraud; dan terakhir (6) membentuk pegawai
sebagai agen perubahan.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRATEGI PENCEGAHAN KECURANGAN (FRAUD) DALAM
PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LITBANG DAN INOVASI
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Judul Tesis : Strategi Pencegahan Kecurangan (Fraud) dalam Pengelolaan
Keuangan Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan
Nama : Novia Tri Kurniasari
NRP : H252150051
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus atas segala berkat dan
kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul
“Strategi Pencegahan Kecurangan (Fraud) dalam Pengelolaan Keuangan Badan
Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si. dan
Bapak Dr. Nirwan Ristiyanto, AK., MM., M.Pd., CFrA selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran dan masukan kepada penulis
selama penyusunan karya ilmiah ini.
Disamping itu, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr.
Ir. Ma’mun Sarma, MS., MEc selaku Ketua Program Studi Manajemen
Pembangunan Daerah IPB beserta staff yang membantu selama proses
perkuliahan, Ibu Dr. Ir. Dwi Rachmina, M.Si selaku dosen penguji, Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia yang telah
mendanai pendidikan pascasarjana, Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi
yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan, dan
semua pihak yang telah membantu dalam pengumpulan data penelitian.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua, suami, keluarga,
dan semua pihak yang telah memberikan dukungan doa, motivasi dan bantuan
kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR TABEL i
DAFTAR GAMBAR i
DAFTAR LAMPIRAN ii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 5
Tujuan Penelitian 7
Manfaat Penelitian 7
Ruang Lingkup 7
2 TINJAUAN PUSTAKA
Equity Theory (Teori Keadilan) 8
Teori Atribusi 8
Fraud Triangle Theory (Teori Segitiga Fraud) 9
Faktor Penyebab Terjadinya Risiko Fraud 10
Kajian Empiris 14
Kerangka Pemikiran Operasional 17
3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian 18
Metode Pemilihan Sampel 19
Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data 19
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 20
Metode Analisis Data 22
Perumusan Strategi 26
4 GAMBARAN UMUM BADAN PENELITIAN PENGEMBANGAN
DAN INOVASI
Sejarah Badan Litbang dan Inovasi 28
Tugas Pokok dan Fungsi Badan Litbang dan Inovasi 29
Struktur Organisasi Badan Litbang dan Inovasi 29
Sumber Daya Manusia Badan Litbang dan Inovasi 31
Akuntabilitas Anggaran Badan Litbang dan Inovasi 31
Gambaran Penerapan Sistem Pengendalian Intern 33
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Karakteristik Responden 36
Persepsi Pengelola Keuangan Terhadap Faktor yang Mempengaruhi
Terjadinya Risiko Fraud di Badan Litbang dan Inovasi 37
Titik Rawan Terjadinya Potensi Fraud di Badan Litbang dan Inovasi 48
Strategi Pencegahan Fraud dalam Pengelolaan Keuangan Badan
Litbang dan Inovasi 51
Implementasi Kebijakan 56
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan 63
Saran 63
DAFTAR PUSTAKA 64
LAMPIRAN 68
RIWAYAT HIDUP 74
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 Tindak Pidana Korupsi berdasarkan rekapitulasi penindakan KPK 3
2 Fraud Triangle Theory 10
3 Kerangka pemikiran operasional 18
4 Variabel dan indikator penelitian 25
5 Struktur Analytical Hierarcy Process (AHP) 27
6 Tren realisasi anggaran BLI Tahun 2011-2016 33
7 Model variabel penelitian 43
8 Struktur dan Nilai Bobot Hirarki AHP Strategi Pencegahan Fraud
dalam Pengelolaan Keuangan Badan Litbang dan Inovasi 53
DAFTAR LAMPIRAN
1 Perhitungan Skor Persepsi Pengelola Keuangan Terhadap Faktor yang
Mempengaruhi Terjadinya Risiko Fraud di Badan Litbang dan Inovasi 69
2 Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Fraud
dalam Pengelolaan Keuangan (Metode SEM-PLS, alat uji Warp PLS 5.0) 71
3 Hasil Pengolahan Analytical Hierarchy Process 72
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
100 99
96
90
87
80 81 80 81
78 77 76
70 70 70 70 70
67
60 62
56 Penyelidikan
Jumlah Kasus
57
54
50 50 Penyidikan
47 48 44 48
39 40 40 Penuntutan
40 39 41 40 38
37 36 40 37
36 35 34 36 Inkracht
34 32
30 32 32
27 23 28 Eksekusi
24 23
23 23
20 24
17 19
13
10
0
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Tahun
Opini WDP diberikan oleh BPK ketika laporan keuangan dianggap wajar
dalam hal yang material, namun terdapat pengecualian karena ada penyimpangan
pada pos tertentu. Dalam laporan keuangan Kementerian LHK tahun 2015, BPK
menemukan kelemahan dalam sistem pengendalian intern pada pencatatan dan
pelaporan persediaan dan aset tetap yang belum memadai serta temuan
ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan terkait
perjalanan dinas (Badan Pemeriksa Keuangan 2015). Kelemahan sistem
pengendalian intern dalam pemeriksaan BPK terhadap laporan keuangan
mengindikasikan bahwa entitas organisasi yang diperiksa belum bisa menyajikan
informasi keuangan yang handal dan masih rawan terhadap kecurangan.
Sedangkan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan menjadi
indikator masih terdapat salah saji dalam laporan keuangan yang memungkinkan
adanya unsur perbuatan melawan hukum dan dapat mengakibatkan potensi
kerugian negara atau kekurangan penerimaan negara.
Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi (Badan Litbang dan Inovasi)
sesuai Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2015 tentang
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan merupakan badan yang bertugas
menyelenggarakan penelitian, pengembangan dan inovasi di bidang lingkungan
hidup dan kehutanan. Hasil pemeriksaan BPK terhadap laporan keuangan Badan
Litbang dan Inovasi tahun 2015, menunjukkan adanya permasalahan dalam
pengelolaan keuangan di Badan Litbang dan Inovasi yaitu terdapat temuan yang
terkait dengan kelemahan dalam sistem pengendalian internnya. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa dalam pengelolaan keuangan Badan Litbang dan Inovasi
masih rawan terhadap potensi terjadinya kecurangan sehingga perlu dilakukan
upaya pencegahan.
Upaya pencegahan terhadap fraud akan lebih efektif untuk dilakukan
dibandingkan dengan melakukan upaya represif. Pencegahan perlu dilakukan
untuk menghindari kerugian negara yang besar dan rusaknya reputasi institusi
maupun individu. Selain itu, kejadian fraud yang tidak segera terungkap karena
lambatnya penanganan akan semakin memberi peluang pelaku untuk menutupi
tindakannya dengan kecurangan yang lain. Oleh karena itu perlu adanya upaya
untuk melakukan pencegahan terhadap terjadinya fraud dalam pengelolaan
1
Penggabungan dua kementerian yaitu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi
Kabinet Kerja, Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara
dan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan
5
Perumusan Masalah
2
Hadi Purnomo (Ketua BPK) dalam seminar “Peran Asosiasi Auditor Intern Pemerintah dalam
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di Indonesia”. Jakarta, 19 Desember 2012.
http://www.bpk.go.id/news/sinergi-bpk-dan-apip-dalam-pencegahan-dan-pemberantasan-korupsi
3
Muzni Fauzi. 2015. “Trik Korupsi dan Fraud Penggunaan Keuangan Negara”. Banjarbaru.
https://books.google.co.id/books?id=Wg7XCQAAQBAJ&printsec=frontcover&source=gbs_ge_su
mmary_r&hl=en&output=reader&pg=GBS.PP1
7
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Teori Atribusi
individu seperti pengaruh sosial dari orang lain, misalnya lingkungan yang buruk,
tekanan dari atasan, atau sistem yang menekan individu untuk berbuat curang.
Pressure Rationalization
1. Kesesuaian Kompensasi
Kesesuaian kompensasi merupakan sesuatu imbalan yang didapat seorang
karyawan atas pekerjaan yang dilakukannya (Pramudita 2013). Kompensasi
adalah salah satu hal yang penting bagi setiap pegawai yang bekerja dalam suatu
perusahaan, bagi seorang pegawai, kompensasi merupakan suatu outcome atau
reward yang penting karena tidak dapat dipungkiri bahwa kompensasi menjadi
tujuan utama untuk sebagian besar pegawai bekerja dalam suatu instansi.
Kompensasi adalah total seluruh imbalan yang diterima para karyawan sebagai
pengganti jasa yang telah mereka berikan (Mondy 2008).
Menurut Mondy (2008), kompensasi dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a. kompensasi finansial langsung yang terdiri dari bayaran yang diterima
seseorang dalam bentuk upah, gaji, komisi dan bonus
b. kompensasi finansial tidak langsung meliputi seluruh imbalan finansial yang
tidak termasuk dalam kompensasi finansial langsung, dan
c. kompensasi non finansial yaitu kepuasan yang diterima seseorang dari
pekerjaan itu sendiri atau dari lingkungan psikologis dan/atau fisik tempat
orang tersebut bekerja.
Keadilan kompensasi memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
perilaku pegawai atau karyawan di tempat kerja, karena apabila pegawai atau
karyawan menerima atau merasakan ketidakadilan maka akan menimbulkan rasa
tidak puas dalam diri sehingga dapat memicu terjadinya fraud (Sulastri dan
Simanjuntak 2014). Semakin tinggi kesesuaian kompensasi yang diterima oleh
pegawai maka tekanan yang memicu terjadinya kecurangan akan semakin
11
Kajian Empiris
Setiap organisasi sektor swasta maupun pemerintah tidak terlepas dari risiko
terjadinya kecurangan atau fraud. Association Of Certified Fraud Examiners
menggolongkan fraud dalam tiga jenis, yaitu kecurangan dalam laporan keuangan,
penyalahgunaan aset dan korupsi. Indonesia merupakan salah satu negara dengan
tingkat fraud yang tinggi dan sebagian besar pelaku merupakan aparat pemerintah.
Pemerintah sebagai pengemban kepercayaan dari masyarakat seharusnya wajib
untuk mengelola keuangan negara dengan baik dan akuntabel. Tingginya praktik
kecurangan tersebut dapat berdampak negatif pada sektor ekonomi, politik, sosial
budaya, maupun keamanan.
Salah satu indikator terjadinya permasalahan dalam pengelolaan keuangan
instansi pemerintah dapat dilihat dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) terhadap laporan keuangan. Kelemahan sistem pengendalian
intern mengindikasikan bahwa entitas organisasi yang diperiksa belum bisa
menyajikan informasi keuangan yang handal dan masih rawan terhadap
kecurangan. Sedangkan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
menunjukkan bahwa masih terdapat salah saji dalam laporan keuangan yang
memungkinkan telah terjadinya unsur perbuatan melawan hukum dan bisa
mengakibatkan adanya potensi kerugian negara atau kekurangan penerimaan
negara.
Fraud dapat terjadi di instansi pemerintah manapun termasuk Badan
Penelitian Pengembangan dan Inovasi. Adanya kelemahan dalam sistem
pengendalian intern menunjukkan bahwa dalam pengelolaan keuangan Badan
Litbang dan Inovasi masih rawan terhadap potensi terjadinya kecurangan dan
perlu untuk dilakukan pencegahan. Pencegahan sebelum terjadi fraud menjadi
fokus utama karena akan lebih efektif dan lebih murah dibandingkan dengan
upaya represif serta dapat menghindarkan instansi dari rusaknya reputasi.
Untuk dapat merumuskan upaya pencegahan terjadinya fraud dalam
pengelolaan keuangan dengan tepat maka perlu terlebih dahulu menganalisis
persepsi pengelola keuangan terhadap faktor yang mempengaruhi terjadinya risiko
fraud dan mengidentifikasi titik rawan yang menjadi kelemahan dalam
pengelolaan keuangan. Perumusan strategi yang tepat diharapkan dapat mencegah
terjadinya fraud di instansi Badan Litbang sehingga terwujud pengelolaan
18
3 METODE PENELITIAN
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari obyek penelitian.
Data primer yang akan dikumpulkan pada penelitian ini diperoleh dari kuesioner
berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh masing-masing responden.
Responden dalam penelitian ini merupakan pengelola keuangan dan pelaksana
kegiatan di Badan Litbang dan Inovasi, yaitu kepala sub bidang/bagian, bendahara
pengeluaran, verifikator keuangan dan pelaksana kegiatan penelitian (kelompok
peneliti). Sedangkan data primer untuk merumuskan strategi kebijakan diperoleh
dari wawancara terstruktur untuk mengisi kuesioner AHP dengan Sekretariat BLI,
Inspektorat Jenderal, BPK dan BPKP serta akademisi yang memahami materi
terkait fraud.
Data sekunder adalah data yang tidak diperoleh secara langsung dari objek
penelitian namun diperoleh melalui media perantara. Data sekunder yang akan
diolah berupa data laporan sistem pengendalian intern masing-masing satuan kerja
20
Eselon II lingkup Badan Litbang dan Inovasi. Sumber data yang lain adalah data
sekunder yang diperoleh dari publikasi dan laporan hasil pemeriksaan BPK RI.
Data-data tersebut didapatkan dari satuan kerja Eselon II lingkup Badan Litbang
dan Inovasi serta data-data dari berbagai sumber yang relevan dengan penelitian
ini. Adapun tujuan, jenis data, metode analisis disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Tujuan, jenis data, metode analisis dan sumber data/responden
Penelitian ini menggunakan variabel laten atau konstruk yang tidak dapat
diukur secara langsung namun harus diukur dengan indikator. Variabel laten yang
digunakan yaitu (1) variabel endogen atau variabel laten yang nilainya ditentukan
oleh variabel lain di dalam model dan (2) variabel eksogen atau variabel laten
yang nilainya ditentukan oleh variabel lain di luar model (Sholihin dan Ratmono
2013). Variabel endogen dalam penelitian ini adalah fraud dalam pengelolaan
keuangan, sedangkan variabel eksogen dalam penelitian ini adalah kesesuaian
kompensasi, efektivitas sistem pengendalian intern, budaya etis organisasi dan
moralitas individu.
1. Fraud dalam Pengelolaan Keuangan (Y)
Definisi operasional fraud dalam penelitian ini adalah persepsi pengelola
keuangan terhadap kondisi-kondisi yang berpotensi menyebabkan terjadinya fraud
di Badan Litbang dan Inovasi. Fraud dalam pengelolaan keuangan diukur
menggunakan indikator berdasarkan Association of Certified Fraud Examiners
(ACFE) dalam Najahningrum et al. (2013) yang mengkategorikan kecurangan
dalam tiga kelompok, yaitu kecurangan laporan keuangan (financial statement
fraud), penyalahgunaan aset (asset misappropriation), dan korupsi (corruption).
Indikator tersebut dikembangkan untuk menggambarkan pengelolaan keuangan di
Badan Litbang dan Inovasi, yaitu:
21
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk memberikan
gambaran kondisi Badan Litbang dan Inovasi yaitu:
1. Karakteristik responden dan data yang digunakan
23
2. Mengukur dan mengevaluasi data berdasarkan atas hasil yang diperoleh dari
jawaban responden terhadap masing-masing indikator pengukur variabel.
Kategori variabel penelitian diperoleh dengan menghitung total score jawaban
dibagi dengan jumlah responden dan pertanyaan pada masing-masing variabel
sehingga diperoleh kategori seperti yang tersaji pada Tabel 7.
Tabel 7 Skala likert untuk masing-masing variabel penelitian
Variabel penelitian
Skala likert Kesesuaian Efektivitas Budaya etis Moralitas
Fraud
kompensasi SPI organisasi individu
1 Rawan Tidak sesuai Tidak efektif Tidak etis Tidak
bermoral
2 Kurang Kurang Kurang Kurang etis Kurang
rawan sesuai efektif bermoral
3 Tidak rawan Sesuai Efektif Etis Bermoral
4 Sangat tidak Sangat Sangat Sangat etis Sangat
rawan sesuai efektif bermoral
Uji Statistik
Teknis pengolahan data yang digunakan untuk menganalisis faktor yang
berpengaruh terhadap terjadinya risiko fraud dalam pengelolaan keuangan di
Badan Litbang dan Inovasi menggunakan Structural Equation Model (SEM).
Teknik analisis ini mampu menggambarkan konsep model dengan variabel laten
atau variabel yang tidak dapat diukur secara langsung, akan tetapi diukur melalui
indikator-indikatornya (Ghozali 2015). SEM digunakan karena kelebihannya yang
mampu menguji model penelitian yang kompleks secara simultan dan mampu
menganalisis variabel yang tidak dapat diukur langsung dan memperhitungkan
kesalahan pengukurannya (Sholihin dan Ratmono 2013).
Analisis data dilakukan dengan menggunakan Structural Equation Model-
Partial Least Square (SEM-PLS) dengan bantuan software WarpPLS versi 5.0.
PLS merupakan metode yang powerfull karena meniadakan asumsi-asumsi
Ordinary Least Squares regresi, seperti data harus terdistribusi normal secara
multivariate dan tidak adanya problem multikolonieritas antar variabel eksogen
(Wold 1985 dalam Ghozali 2015). PLS juga bisa digunakan untuk menguji teori
yang lemah dan jumlah sampel yang kecil atau adanya masalah normalitas data
(Wold 1982 dalam Ghozali 2015). Analisis dengan menggunakan SEM-PLS
terdiri dari dua sub model yaitu model pengukuran (measurement model) atau
outer model dan model struktural (structural model) atau inner model. Model
pengukuran menunjukkan bagaimana variabel manifest atau observed variabel
24
model adalah baik, nilai 0.33 model adalah moderat dan 0.19 model adalah model
lemah (Chin 1998 dalam Ghozali 2017).
b. Q-square predictive relevance (Stone Geisser test)
Q-square predictive relevance atau disebut predictive sample reuse
dikembangkan oleh Stone dan Geiser (1974) untuk mengetahui apakan model
mempunyai predictive relevance atau tidak. Q-square predictive relevance
mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model dan juga estimasi
parameternya. Jika nilai Q-square lebih besar dari nol (Q-square > 0)
menunjukkan bahwa model mempunyai nilai predictive relevance dan jika nilai
Q-square kurang dari nol (Q square < 0) mengindikasikan model kurang memiliki
nilai predictive relevance (Ghozali dan Latan 2017).
c. Uji Signifikansi
Langkah terakhir dalam pengujian adalah melihat signifikansi p-value untuk
mengetahui pengaruh antar variabel berdasarkan hipotesis yang dibangun melalui
prosedur resampling. Untuk melihat hasil uji hipotesis dapat dilihat nilai path
coefficients dan p-values dalam total effects hasil dari pengolahan data variabel
secara simultan. Tingkat signifikansi yang dipakai dalam penelitian ini adalah
sebesar 10 %. Jika p-value < 0.1 maka hipotesis diterima atau jika p-value > 0.1
maka hipotesis ditolak.
Dalam penelitian ini variabel kesesuaian kompensasi, efektivitas sistem
pengendalian intern, budaya etis dan moralitas individu diduga berpengaruh
positif terhadap pengelolaan keuangan yang tidak rawan terjadi fraud. Semakin
sesuai kompensasi yang diterima oleh pegawai, semakin efektif sistem
pengendalian intern yang diterapkan, semakin etis budaya organisasi dan semakin
baik moralitas individu pegawai maka pengelolaan keuangan Badan Litbang dan
Inovasi semakin tidak rawan terjadi fraud. Model yang digunakan dalam
penelitian ini disajikan pada Gambar 4.
- Kompensasi keuangan
- Pengakuan atas prestasi
- Kebenaran
- Promosi
Kesesuaian bukti
- Penyelesaian tugas
Kompensasi pertanggung
- Pencapaian sasaran
jawaban
- Pengembangan pribadi
- Otorisasi
Gibson (1997) dalam Wilopo (2006)
dokumen
pertanggung
- Lingkungan pengendalian jawaban
- Penilaian risiko Sistem - Penggunaan
- Kegiatan pengendalian Pengendalian anggaran
- Informasi dan komunikasi Intern - Pemanfaatan
- Pemantauan Fraud
aset
PP 60 tahun 2008 dalam
- Kebenaran
pengelolaan
laporan aset
keuangan
- Gratifikasi
- Model peran yang visible - Hubungan
- Komunikasi harapan etis Budaya Etis dengan rekanan
- Pelatihan etis Organisasi - Kesesuian
- Hukuman bagi tindakan etis spesifikasi
- Mekanisme perlindungan etika - Penggunaan
Robbins (2014), Najahningrum (2013) sisa anggaran
ACFE dalam
Enam kasus dilematis untuk mengetahui Moralitas Najahningrum
tingkat moralitas manajemen Individu (2013)
Kohlberg (1969) dalam Wilopo (2006)
Perumusan Strategi
Faktor
Kesesuaian Budaya Etis Moralitas
Efektivitas SPI
Kompensasi Organisasi Individu
Strategi
Perumusan Perbaikan
Sistem
value/nilai sistem Membentuk Peningkatan
reward dan Pendidikan
anti fraud pengawasan agent of kultur
punishment anti fraud
di dan change organisasi
yang tegas
organisasi pengendalian
2. Menetapkan Prioritas
Langkah pertama yang dilakukan dalam menetapkan prioritas elemen
pengambilan keputusan adalah dengan membuat perbandingan berpasangan
(pairwise comparisons). Elemen-elemen tersebut dibandingkan berpasangan
terhadap kriteria yang telah ditentukan. Untuk perbandingan berpasangan ini
digunakan bentuk matriks. Dalam memulai perbandingan berpasangan ini,
dimulai pada puncak hirarki untuk memilih kriteria atau sifat yang akan
digunakan untuk melakukan perbandingan yang pertama (focus). Kemudian
membandingkan elemen-elemen ditingkat bawahnya sesuai jumlah dalam matrik.
Contoh matrik perbandingan berpasangan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Matrik untuk perbandingan berpasangan
Budaya Etis 1
Organisasi
Moralitas 1
Individu
28
Nilai Keterangan
1 Kedua elemen sama pentingnya
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dibanding yang lainnya
5 Elemen yang satu sangat penting dibanding yang lainnya
7 Satu elemen jelas kebih penting dari elemen yang lainnya
9 Satu elemen mutlak lebih penting dibanding yang lainya
2,4,6,8 Nilai-nilai diantara dua elemen yang berdekatan
Sumber: Saaty (1993)
3. Konsistensi Logis
Langkah terakhir yang dilakukan dalam proses hirarki analitik adalah dengan
memperhitungkan konsistensi logis, yaitu semua elemen dikelompokkan secara
logis dan diperingatkan secara konsisten sesuai dengan kriteria yang logis.
Konsistensi sampai level tertentu dalam menetapkan prioritas untuk elemen-
elemen atau aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan beberapa kriteria sangat
diperlukan untuk memperoleh hasil yang benar dalam dunia nyata. Proses hirarki
analitik mengukur konsistensi menyeluruh dari berbagai pertimbangan melalui
suatu rasio konsistensi. Nilai konsistensi yang dapat diterima adalah ≤ 0.1 karena
jika nilai konsistensi lebih dari 10% artinya pertimbangan mungkin agak acak dan
perlu diperbaiki (Saaty 1993).
a. Sekretariat Badan;
b. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan (Puslitbang Hutan);
c. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (Puslitbang Hasil Hutan);
d. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kualitas dan Laboratorium Lingkungan
(Puslitbang KLL);
e. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan
Perubahan Iklim (Puslitbang SEKPI); dan
f. Balai Besar dan Balai Penelitian.
Balai Besar dan Balai sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Litbang
dan Inovasi masih mengacu kepada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.
27/Menhut-II/2011 s/d P. 40/Menhut-II/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Unit Pelaksana Teknis Badan Litbang dan Inovasi. UPT tersebut berjumlah 15
unit kerja yang terdiri atas 2 Balai Besar setingkat Eselon II B dan 13 Balai
Penelitian setingkat Eselon III sebagaimana Tabel 10.
Tabel 10 Nama Unit Pelaksana Teknis lingkup Badan Litbang dan Inovasi
No. Nama organisasi Kedudukan
Badan Litbang dan Inovasi sampai saat ini didukung sumber daya manusia
yang berstatus Pegawai Negeri Sipil sejumlah 1.648 orang dan tenaga kontrak
berjumlah 338 orang. Pengelompokan pegawai berdasarkan jabatan
struktural/fungsional umum dan jabatan fungsional tertentu secara rinci dapat
dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Pengelompokan pegawai berdasarkan jabatan
Jumlah
No. Kelompok Pegawai
Orang %
1 Tenaga Struktural/Fungsional Umum
a. Struktural 144 8.73
b. Fungsional Umum 667 40.47
2 Tenaga Fungsional Tertentu
a. Peneliti 456 27.69
b. Calon Peneliti 43 26.09
c. Teknisi Litkayasa 277 16.80
d. Calon Teknisi Litkayasa 5 0.30
e. Pustakawan 1 0.06
f. Calon Pustakawan 1 0.06
g. Pranata Komputer 13 0.79
h. Calon Pranata Komputer 3 0.18
i. Analis Kepegawaian 6 0.36
j. Calon Analis Kepegawaian 3 0.18
k. Arsiparis 6 0.36
l. Calon Arsiparis 0 0.00
m. Pranata Humas 1 0.06
n. Calon Pranata Humas 0 0.00
o. Fungsional Pengelola Pengadaan Barang dan jasa 9 0.55
p. Calon Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa 0 0.00
q. Pengendali Dampak Lingkungan 12 0.73
r. Calon Pengendali Dampak Lingkungan 1 0.06
Jumlah PNS dan CPNS 1648 100.00
3 Honorer/Kontrak Kerja 338
Jumlah seluruhnya 1986
Sumber : Badan Litbang dan Inovasi (2016)
Kegiatan Badan Litbang dan Inovasi secara garis besar terbagi dalam lima
kegiatan yaitu kegiatan dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis
lainnya, kegiatan penelitian pengelolaan hutan, kegiatan penelitian peningkatan
nilai tambah hasil hutan, kegiatan penelitian kualitas lingkungan dan pengelolaan
laboratorium lingkungan, kegiatan penelitian sosial ekonomi dan kebijakan serta
pengembangan hasil penelitian, dan terakhir pelaksanaan kegiatan penelitian tematik unit
litbang LHK di daerah.
32
Pada pagu anggaran Badan Litbang dan Inovasi tahun 2016 terdapat self
blocking sebesar Rp 12 118 599 000 sehingga dana yang dapat digunakan adalah
sebesar Rp 308 370 813 000. Jika dibandingkan dengan pagu self blocking, maka
realisasi anggaran Badan Litbang dan Inovasi adalah sebesar 97.98% sebagaimana
disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13 Realisasi anggaran APBNP BLI tahun 2016 berdasarkan jenis belanja
setelah self blocking
Jenis Belanja Pagu (Rp) Pagu Self Realisasi (Rp) Persen
Blocking (Rp) (%)
Belanja Pegawai 187 557 348 000 187 557 348 000 184 720 643 336 98.49
Belanja Barang 125 314 606 000 114 004 490 000 110 638 197 802 97.05
Belanja Modal 7 617 458 000 6 808 975 000 6 778 561 840 99.55
Total 320 489 412 000 308 370 813 000 302 137 402 978 97.98
Sumber : Badan Litbang dan Inovasi (2016)
Dalam bab ini akan dijelaskan persepsi pengelola keuangan terhadap faktor-
faktor yang mempengaruhi terjadinya risiko fraud dalam pengelolaan keuangan di
Badan Litbang dan Inovasi. Untuk menjawab tujuan penelitian pertama tersebut,
digunakan analisis deskriptif dan analisis kuantitatif dengan metode Structural
Equation Modelling. Analisis deskriptif dalam penelitian ini mengukur dan
mengevaluasi persepsi responden berdasarkan atas hasil yang diperoleh dari
jawaban terhadap masing-masing indikator pengukur variabel (lampiran 1).
Mengukur dan mengevaluasi merupakan usaha dalam membandingkan kondisi
yang sesungguhnya dengan hasil yang diharapkan untuk dicapai (nilai maksimal).
Semakin besar skor yang diperoleh maka semakin baik kondisi pengelolaan
keuangan di Badan Litbang dan Inovasi.
Uji Statistik
Langkah selanjutnya adalah menganalisis tingkat pengaruh kesesuaian
kompensasi, efektivitas sistem pengendalian intern, budaya etis organisasi dan
moralitas individu terhadap fraud dalam pengelolaan keuangan.
a. Analisis R-square
Perubahan nilai R-square dapat digunakan untuk menilai pengaruh variabel
laten independen tertentu terhadap variabel laten dependen apakah mempunyai
pengaruh yang substantif (Ghozali 2017). Hasil R-square sebesar 0.67 untuk
variabel laten endogen dalam model struktural mengindikasikan bahwa model
adalah kuat, nilai 0.33 moderat, dan nilai 0.19 lemah (Chin 1998 dalam Ghozali
2011). Berdasarkan hasil olah data menunjukkan nilai R-square dalam penelitian
ini adalah 0.334 menunjukkan bahwa prediktor model moderat dalam
menjelaskan variance. Nilai R-square sebesar 0.334 menunjukkan bahwa variansi
fraud dalam pengelolaan keuangan dapat dijelaskan sebesar 33.4% oleh variansi
kesesuaian kompensasi, efektivitas sistem pengendalian intern, budaya etis
organisasi dan moralitas individu. Hasil tersebut menunjukkan bahwa prediktor
model moderat dalam menjelaskan variansi (Chin 1998 dalam Ghozali 2017).
b. Q-square predictive relevance
Q-square predictive relevance mengukur seberapa baik nilai observasi
dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya. Jika nilai Q-square lebih
besar dari nol (Q square > 0) menunjukkan bahwa model mempunyai nilai
predictive relevance dan jika nilai Q-square kurang dari nol (Q square < 0)
mengindikasikan model kurang memiliki nilai predictive relevance. Berdasarkan
hasil olah data menunjukkan bahwa nilai Q-squared coefficient sebesar 0.350
sehingga menunjukkan bahwa model mempunyai nilai predictive relevance. Atau
nilai observasi dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya sangat baik.
c. Uji Signifikansi
Pengaruh antar variabel diukur dengan melihat path coefficients dan tingkat
signifikansinya (p-value) untuk kemudian dibandingkan dengan hipotesis yang
sudah dibangun. Tingkat signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
44
sebesar 10%. Nilai path coefficients dan p-value masing-masing variabel dapat
dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap fraud
Variabel Path P-value Keterangan
Coefficients
Kesesuaian kompensasi 0.032 0.347 Tidak signifikan (α = 10%)
Efektivitas sistem 0.159 0.089 Signifikan (α = 10%)
pengendalian intern
Budaya etis organisasi 0.319 < 0.001 Signifikan (α = 10% )
Moralitas individu 0.335 0.009 Signifikan (α = 10% )
1. Kesesuaian Kompensasi
Berdasarkan uji hipotesis, nilai path coefficient sebesar 0.032 dan nilai p-
value sebesar 0.35 > p value 0.1 (signifikansi 10%). Nilai tersebut menunjukan
bahwa kesesuaian kompensasi tidak signifikan berpengaruh terhadap fraud dalam
pengelolaan keuangan.
Kompensasi finansial yang diberikan kepada pegawai negeri sipil adalah
gaji pokok dan tunjangan-tunjangan yang sudah diatur melalui Peraturan Presiden.
Pegawai memahami bahwa aturan gaji pokok untuk PNS sangat dipengaruhi oleh
golongan dan lama masa kerja. Semua kewenangan yang berkaitan dengan
penentuan gaji pokok mutlak di tangan Pemerintah Pusat sebagaimana diatur
dalam Peraturan Presiden nomor 30 tahun 2015 tentang Peraturan Gaji Pegawai
Negeri Sipil, termasuk juga dengan aturan terkait tunjangan keluarga, tunjangan
beras dan lain sebagainya. Selain itu mereka menyadari bahwa tujuan utama
menjadi Aparat Sipil Negara adalah melayani rakyat dan siap dengan konsekuensi
penghasilan lebih kecil jika dibandingkan dengan penghasilan pegawai BUMN
atau di tempat lain.
45
kewajiban otorisasi dari atasan atas seluruh laporan yang diterbitkan dengan
dilengkapi dokumen pendukung yang lengkap, inventarisasi atas seluruh aset
instansi, pencatatan kegiatan operasional dalam sistem dan evaluasi rutin atas
seluruh kegiatan instansi. Seluruh upaya yang dilakukan tersebut sebagai salah
satu upaya untuk meminimalisir peluang adanya penyalahgunaan penggunaan
anggaran dan penyimpangan dalam pengelolaan keuangan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rae dan Subramaniam (2008)
yang menemukan bahwa kualitas pengendalian internal dapat menekan terjadinya
fraud karyawan. Pristiyanti (2012) dan Pramudhita (2013) juga menemukan
bahwa terdapat pengaruh negatif antara sistem pengendalian internal terhadap
fraud di sektor pemerintahan. Sistem pengendalian yang efektif menjadikan
kegiatan operasional dapat berjalan secara efektif dan efisien sehingga
kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam proses operasional instansi dapat
diminimalisir (Najahningrum et al. 2013). Lemahnya pengendalian intern dalam
suatu instansi juga akan memberikan peluang bagi karyawan untuk melakukan
fraud (Sulastri dan Simanjuntak 2014). Dengan adanya peluang, seorang pegawai
yang pada awalnya tidak memiliki niat untuk melakukan fraud akan terdorong
untuk melakukan fraud (Chandra dan Ikhsan 2015). Dengan demikian, semakin
efektif sistem pengendalian intern dalam suatu organisasi, maka peluang
terjadinya fraud yang mungkin terjadi akan semakin rendah.
3. Budaya Etis Organisasi
Berdasarkan uji hipotesis, nilai path coefficient 0.319 dan nilai p-value
sebesar < 0.001 (signifikansi 10%). Nilai tersebut menunjukkan bahwa terdapat
hubungan positif signifikan sebesar 31.9% antara budaya etis organisasi dengan
pengelolaan keuangan yang tidak rawan terjadi fraud. Dengan kata lain semakin
etis budaya organisasi, maka semakin baik pengelolaan keuangan di Badan
Litbang dan inovasi sehingga tidak rawan terjadi kecurangan.
Menurut pegawai, pimpinan di lingkungan Badan Litbang dan Inovasi
sudah memiliki perilaku yang cukup baik untuk dijadikan teladan bagi para
pegawai. Adanya model peran yang nyata merupakan salah satu upaya
terwujudnya budaya yang lebih etis dalam organisasi. Upaya lainnya yaitu adanya
kode etik organisasi dalam menyatakan berbagai aturan yang harus dipatuhi. Kode
etik di Badan Litbang dan Inovasi mengacu pada kode etik revolusi mental yang
diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia Nomor P.64/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2016 tentang kode etik revolusi
mental Aparat Sipil Negara lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.
Kendala yang ada di Badan Litbang dan Inovasi adalah jarang diadakan
pelatihan etis dan belum adanya konselor/petugas etika di lingkup Badan Litbang
dan Inovasi. Namun menurut para pengelola keuangan, tidak adanya konselor
bukan menjadi masalah yang krusial karena para pegawai yang memiliki
permasalahan terkait dengan dilema etis bisa berdiskusi dengan atasan langsung
atau pejabat yang dipercaya. Untuk meningkatkan budaya organisasi menjadi
lebih etis maka masih perlu dilakukan perbaikan 2 indikator tersebut.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wilopo (2006) yang
menemukan bahwa perusahaan dengan standar etika yang rendah akan memiliki
resiko kecurangan akuntansi yang tinggi. Menurut Sulistyowati (2007), kultur
organisasi yang baik tidak akan membuka peluang sedikitpun bagi individu untuk
47
melakukan korupsi, karena kultur organisasi yang baik akan membentuk para
pelaku organisasi mempunyai sense of belonging (rasa ikut memiliki) dan sense of
identity (rasa bangga sebagai bagian dari suatu organisasi). Penelitian yang
dilakukan oleh Pristiyanti (2012) juga menemukan bahwa semakin tinggi budaya
etis yang ada di lingkungan pemerintahan maka akan semakin rendah tingkat
terjadinya fraud di sektor pemerintahan. Surjandari dan Martaningtyas (2015)
dalam penelitiannya menemukan bahwa budaya etis dalam sektor pemerintah
berpengaruh terhadap fraud karena keberhasilan sosialisasi terkait punishment,
pelatihan petugas, transparansi dan akuntabilitas.
Menurut Wicaksono dan Urumsyah (2016), organisasi perlu memiliki
budaya yang baik untuk membangun kepribadian yang baik sehingga jika
karyawan tampil tidak etis akan merasa bingung dan otomatis dicegah oleh
budaya organisasi ini. Budaya organisasi adalah cara terbaik untuk mencegah
kecurangan. Budaya organisasi adalah sebuah sistem untuk memandu semua
anggota organisasi untuk melakukan etika dan salah satu keunggulan kompetitif
untuk mencapai tujuan organisasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
semakin tinggi budaya etis dalam suatu instansi akan mengurangi kecenderungan
karyawan untuk melakukan tindak kecurangan, sebaliknya semakin rendah
budaya etis organisasi akan mendorong karyawan untuk melakukan pembenaran
terhadap tindak kecurangan.
4. Moralitas Individu
Berdasarkan uji hipotesis, nilai path coefficient sebesar 0.335 dan nilai p-
value sebesar 0.009 < p-value 0.1 (signifikansi 10%). Nilai tersebut menunjukkan
bahwa terdapat hubungan positif signifikan sebesar 33.5% antara moralitas
individu dengan pengelolaan keuangan yang tidak rawan terjadi fraud. Dengan
kata lain semakin baik moralitas pegawai, maka semakin baik pengelolaan
keuangan di Badan Litbang dan inovasi sehingga tidak rawan terjadi kecurangan.
Sejauh ini belum ada kasus/pelanggaran hukum yang melibatkan pegawai di
lingkungan Badan Litbang dan Inovasi, terutama kasus kecurangan dan korupsi.
Jika dilihat dari hasil kuesioner persepsi pengelola keuangan juga menunjukkan
keputusan yang benar dalam menyelesaikan dilema etis. Hal tersebut
menunjukkan bahwa tingkat moralitas pegawai di Badan Litbang tergolong baik
(bermoral).
Hasil penelitian ini sejalan dengan Wilopo (2006) yang dalam penelitiannya
menemukan adanya pengaruh negatif moralitas manajemen terhadap perilaku
tidak etis dan kecenderungan kecurangan akuntansi manajemen perusahaan
terbuka dan BUMN di Indonesia. Artinya semakin tinggi moralitas manajemen
pada perusahaan terbuka dan BUMN di Indonesia, maka semakin rendah perilaku
tidak etisnya. Sejalan dengan penelitian Puspasari dan Suwardi (2012) yang
membuktikan apa yang ada dalam hirarki tahap perkembangan moral Kohlberg.
Semakin tinggi tahapan moralitas individu (tahapan post-konvensional), maka
semakin individu tersebut memperhatikan kepentingan yang lebih luas dan
universal daripada kepentingan organisasinya semata, apalagi kepentingan
individunya. Semakin tinggi level moral individu, semakin ia berusaha untuk
menghindarkan diri dari kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi yang
akan merugikan banyak pihak. Individu dengan level moral yang tinggi cenderung
tidak melakukan kecurangan akuntansi jika dibandingkan dengan individu dengan
level moral yang rendah (Dewi 2014). Orang yang memiliki kualitas moral terpuji
48
cenderung menjauhkan diri dari tindakan curang. Dalam membuat keputusan dan
melaksanakan program dalam berbagai kegiatan, mereka cenderung menghindar
dari tindakan yang bisa merugikan orang lain atau pihak lain dan sebaliknya
(Junaidi 2016). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
moralitas pegawai dalam suatu instansi akan mengurangi kecenderungan pegawai
tersebut untuk melakukan tindak kecurangan, sebaliknya semakin rendah
tingkatan moral mereka akan mendorong karyawan untuk melakukan pembenaran
terhadap tindak kecurangan.
Pada bagian ini memuat deskripsi titik rawan/risiko potensi terjadinya fraud
dalam pengelolaan keuangan lingkup Badan Litbang dan Inovasi. Data diperoleh
berdasarkan pendapat responden atas kondisi permasalahan yang mungkin terjadi
dalam lingkup bidang pekerjaan mereka terkait sebagai pengelola keuangan.
Berdasarkan hasil wawancara dan pengisian kuesioner, hasil identifikasi titik
rawan yang berpotensi menimbulkan kecurangan dibagi dalam tiga siklus
pengelolaan keuangan yaitu penganggaran, pelaksanaan anggaran dan
pertanggungjawaban anggaran.
1. Perencanaan Anggaran
Risiko potensi terjadinya fraud dapat terjadi sejak perencanaan anggaran.
Sebanyak 6.67% responden menyatakan bahwa risiko kecurangan dapat terjadi
dalam perencanaan terkait penentuan besaran anggaran kegiatan. Penentuan
anggaran yang tidak didasarkan pada kebutuhan riil dan obyektifitas akan
beresiko menyebabkan anggaran yang diberikan tidak tepat. Penganggaran yang
tidak berdasarkan kebutuhan riil dapat menyebabkan anggaran yang berlebihan
sehingga penganggaran tidak efisien. Penganggaran yang berlebih sementara
tuntutan realisasi penyerapan harus tinggi akan mendorong seseorang untuk
membuat pertanggungjawaban fiktif. Sebaliknya, juga menyebabkan beberapa
aktivitas tidak bisa dicover dalam administrasi pertanggungjawaban karena
ketiadaan anggaran.
Dalam pengajuan anggaran untuk tahun 2018, pelaksana kegiatan mengacu
pada standar biaya masukan yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Keuangan
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
49/PMK.02/2017 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2018. Sebagai
contoh, pada saat mengajukan anggaran untuk konsumsi rapat, pelaksana akan
mengajukan kebutuhan anggaran sebesar satuan maksimum yang dicantumkan
dalam standar biaya dan estimasi jumlah peserta. Jika pada tahun anggaran
berkenaan ternyata jumlah kehadiran peserta tidak sesuai dengan perencanaan
atau biaya yang dikeluarkan lebih rendah dari standar biaya, disinilah letak titik
rawan tersebut. Pelaksana kegiatan dapat mempertanggungjawabkan kegiatan
sesuai dengan kondisi riil yang terjadi dengan risiko penyerapan anggaran tidak
maksimal atau melakukan kecurangan dengan mengubah jumlah peserta dan nilai
yang tercantum dalam dokumen pertanggungjawaban.
Ketentuan lain terkait standar biaya yang dapat memicu kecurangan adalah
mengenai upah harian honorarium pembantu lapangan. Kegiatan penelitian,
49
2. Pelaksanaan Anggaran
Menurut responden, titik rawan terbesar terjadi risiko kecurangan dalam
pengelolaan keuangan Badan Litbang dan Inovasi terjadi pada pelaksanaan
anggaran. Sebanyak 76.66% responden menyatakan bahwa risiko terjadinya
kecurangan terkait ketidakbenaran dokumen pertanggungjawaban kegiatan.
Dokumen pertanggungjawaban yang sudah dilengkapi dengan dokumen
pendukung dan otorisasi dari pimpinan sehingga benar secara administratif tidak
menjamin kebenaran secara materiil. Meskipun secara administratif pengelolaan
keuangan berjalan sesuai dengan aturan (surat pertanggungjawaban/SPJ lengkap)
dan bahkan realiasi mencapai hampir 100%, tidak menjamin dalam institusi
tersebut tidak terjadi kecurangan (Setiawan et al. 2013).
Terdapat berbagai macam peraturan yang mengatur tentang pedoman
pengelolaan keuangan negara, baik yang berupa Peraturan Menteri Keuangan,
Peraturan Presiden, maupun peraturan yang diterbitkan oleh Institusi tersebut.
Salah satu risiko potensi kecurangan dalam pelaksanaan anggaran dapat
ditimbulkan karena adanya kelemahan dalam peraturan. Ada peraturan yang pada
beberapa kondisi tertentu cukup sulit untuk diimplementasikan, namun ada juga
peraturan yang memberikan celah untuk melakukan kecurangan. Penyiasatan
50
peraturan terjadi karena sulitnya peraturan untuk dilaksanakan, dan terjadi pula
karena peluang yang diberikan oleh peraturan (Syahrina et al. 2017).
Salah satu peraturan yang menurut responden sulit untuk di
implementasikan adalah peraturan yang mengatur standar biaya umum (SBU).
Rendahnya SBU dapat menjadi pemicu pelaku kecurangan untuk memanipulasi
dokumen pertanggungjawaban kegiatan. Standar biaya umum yang ditetapkan
oleh Kementerian Keuangan berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia. Sebagai
contoh dalam kegiatan penelitian, kegiatan penelitian seringkali berada di lokasi
yang terpencil (hutan/pelosok desa) sehingga memerlukan biaya-biaya diluar
standar yang ada. Biaya transportasi, alat, bahan dan tenaga kerja yang terkadang
tidak bisa dipenuhi oleh standar biaya dalam mata anggaran/aturan yang ada.
Sementara disisi lain, semua kebutuhan tersebut harus dipenuhi untuk melakukan
kegiatan penelitian dengan baik. Kondisi-kondisi inilah yang bisa mendorong
seseorang untuk membenarkan perilaku kecurangannya.
Salah satu peraturan yang memberikan celah untuk melakukan kecurangan
adalah Peraturan Menteri Keuangan nomor 113/PMK.05/2012 tentang Perjalanan
Dinas Dalam Negeri bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri dan Pegawai Tidak
Tetap. Dalam pasal 8 ayat 5 menyatakan bahwa “Dalam hal Pelaksana SPD tidak
menggunakan biaya penginapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), berlaku
ketentuan sebagai berikut: (a) Pelaksana SPD diberikan biaya penginapan sebesar
30% (tiga puluh persen) dari tarif hotel di kota tempat tujuan sebagaimana diatur
dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya”.
Selain ketentuan terkait penginapan dengan daftar pengeluaran riil,
ketentuan biaya transportasi dengan daftar pengeluaran riil juga bisa berisiko
untuk disalahgunakan. Dalam pasal 10 ayat 5 (e) “Sewa kendaraan dalam Kota
dibayarkan sesuai dengan biaya riil dan berpedoman pada Peraturan Menteri
Keuangan mengenai Standar Biaya”. Kemudahan dalam dokumen administrasi
pertanggungjawaban kegiatan yang tidak perlu dilengkapi bukti dari pihak lain,
hanya berupa daftar pengeluaran riil, dapat membuka peluang yang cukup besar
untuk dimanfaatkan oleh pelaku kecurangan.
3. Pertanggungjawaban Anggaran
Siklus terakhir dalam pengelolaan keuangan adalah pertanggungjawaban
anggaran. Kecurangan yang terjadi sejak penyusunan anggaran dan pelaksanaan
anggaran akan berdampak pada pertanggungjawaban anggaran. Sebanyak 16.67%
responden menyatakan bahwa risiko kecurangan dapat terjadi dalam lingkup
pertanggungjawaban anggaran. Kecurangan dalam pertanggungjawaban anggaran
dapat terjadi karena kurangnya kontrol dan pengawasan internal terhadap seluruh
kegiatan. Kegiatan pengawasan pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh
auditor internal/Inspektorat Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan umumnya hanya dilakukan setiap semester atau dua kali dalam
setahun sehingga besar kemungkinan terjadi kesalahan dan penyimpangan.
Selama ini pengawasan yang rutin dilakukan di lingkup Badan Litbang dan
Inovasi hanya sebatas pada monitoring dan evaluasi kemajuan kegiatan oleh sub
bidang monitoring dan evaluasi. Keterbatasan anggaran menjadi kendala sehingga
tidak seluruh kegiatan di lapangan dapat langsung dipantau dan diawasi
kemajuannya. Belum adanya sistem elektronik yang memuat kemajuan setiap
kegiatan juga menjadi kendala tersendiri. Adanya sistem informasi manajemen
51
level, dengan level puncak sebagai focus/goal dari hirarki yaitu “Strategi
Pencegahan Fraud dalam Pengelolaan Keuangan Badan Litbang dan Inovasi”.
Level kedua dalam penyusunan hirarki adalah faktor. Faktor-faktor yang
digunakan adalah faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya risiko fraud.
Berdasarkan uji analisis yang telah dilakukan sebelumnya, menurut persepsi
pengelola keuangan di Badan Litbang dan Inovasi, faktor yang berpengaruh
terhadap risiko fraud dalam pengelolaan keuangan adalah efektivitas sistem
pengendalian intern, budaya etis organisasi dan moralitas individu.
Level ketiga dalam penyusunan hirarki adalah aktor. Aktor-aktor yang
digunakan adalah aktor yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan faktor
pendorong terjadinya fraud di Badan Litbang dan Inovasi, yaitu eselon II di
Badan Litbang dan Inovasi, auditor internal/inspektorat dan auditor eksternal.
Adapun peran dari masing-masing aktor adalah sebagai berikut:
1. Eselon II di Badan Litbang dan Inovasi, berperan sebagai pihak yang
berwenang untuk mengambil kebijakan dalam lingkup Badan Litbang dan
Inovasi, termasuk kebijakan terkait pengelolaan keuangan dan upaya
pencegahan kecurangan.
2. Auditor internal di Badan Litbang dan Inovasi, yaitu auditor dari Inspektorat
Jenderal Kementerian LHK. Auditor internal berperan sebagai pengawas intern
terhadap kegiatan pengelolaan keuangan seluruh entitas di bawah Kementerian
LHK. Auditor internal juga bertanggung jawab untuk melakukan deteksi dini
risiko fraud, sebelum membawa dampak yang lebih buruk pada organisasi.
3. Auditor eksternal di Badan Litbang dan Inovasi, yaitu Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK), berperan sebagai pemeriksa seluruh kegiatan pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara. Dalam melaksanakan pemeriksaan/audit,
BPK harus memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan
bebas dari salah saji material, yang disebabkan karena adanya kekeliruan
maupun kecurangan.
Level keempat dalam penyusunan hirarki adalah kendala. Kendala-kendala
yang digunakan adalah kendala yang dianggap dapat mempengaruhi aktor dalam
upaya mencegah terjadinya fraud di Badan Litbang dan Inovasi, yaitu aspek
individu, aspek organisasi, dan aspek peraturan. Kendala-kendala tersebut adalah:
1. Kendala aspek individu, yaitu penghambat upaya pencegahan fraud yang
berasal dari dalam diri individu tersebut, dalam hal ini pegawai lingkup Badan
Litbang dan Inovasi
2. Kendala aspek organisasi, yaitu penghambat upaya pencegahan fraud yang
berasal dari organisasi Badan Litbang dan Inovasi itu sendiri.
3. Kendala aspek peraturan, yaitu penghambat upaya pencegahan fraud akibat
adanya kelemahan dalam peraturan.
Level terakhir dalam penyusunan hirarki adalah alternatif-alternatif strategi
yang dipilih untuk mencegah terjadinya fraud dalam pengelolaan keuangan di
Badan Litbang dan Inovasi. Alternatif strategi yang dipilih yaitu:
(a) Perumusan value/nilai anti fraud di organisasi,
(b) Perbaikan sistem pengawasan dan pengendalian,
(c) Sistem reward dan punishment yang tegas,
(d) Membentuk agen perubahan (agent of change),
(e) Peningkatan kultur organisasi, dan
(f) Pendidikan anti fraud bagi pegawai.
53
Perbaikan Perumusan
Strategi sistem Peningkatan Sistem Pendidikan
value/ Membentuk
pengawasan kultur reward dan anti fraud
nilai anti agen
dan organisasi punishment bagi
fraud di perubahan
pengendalian (0.171) yang tegas pegawai
organisasi (0.142)
(0.200) (0.166) (0.155)
(0.166)
Gambar 8 Struktur dan Nilai Bobot Hirarki AHP Strategi Pencegahan Fraud
dalam Pengelolaan Keuangan Badan Litbang dan Inovasi
Prioritas terakhir adalah moralitas individu dengan nilai 0.184. Salah satu
penyebab kecurangan adalah kepribadian yang menggerogoti integritas seseorang.
Subagio (2016) menyatakan bahwa akar masalah terjadinya kecurangan adalah
kurangnya integritas aparatur negara, dimana dalam integritas terkandung kualitas
moral dan sikap yang jujur, bijak, adil untuk melakukan hal yang benar dalam
segala situasi. Oleh sebab itu untuk mencegah fraud dalam suatu organisasi perlu
mendorong penguatan integritas dan moral individu.
4
Suhartanto. Strategi Pencegahan Tindak Pidana Korupsi: Mengoptimalkan Peran Aparat
Pengawasan Internal dalam Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi
55
Implementasi Kebijakan
dialami dalam pekerjaannya atau dalam keadaan tertentu yang harus terus
diperhatikan oleh organisasi yang mencakup kebosanan kerja, pekerjaan yang
monoton serta kelelahan. Seseorang akan cenderung menyesuaikan diri dengan
apa yang telah menjadi kebiasaan dalam lingkungan kerjanya (Wicaksono dan
Urumsyah 2016). Lingkungan kerja yang menganggap wajar perilaku fraud,
lingkungan kerja yang mengagungkan penampilan mewah, dan lingkungan yang
mengagungkan kekayaan materi sebagai ukuran kesejahteraan dapat menekan
atau mendorong psikologis seseorang untuk melakukan tindakan curang (Suryana
dan Sadeli 2015).
Berdasarkan hal tersebut, sebagai upaya menciptakan lingkungan kerja yang
positif, manajemen harus berperan dalam menciptakan lingkungan kerja yang
positif tersebut. Upaya yang dapat dilakukan antara lain pimpinan yang
menghormati perilaku yang layak, manajemen yang partisipatif, keadilan dalam
organisasi, target penyerapan anggaran yang realistis, pembagian wewenang dan
tanggung jawab yang jelas, komunikasi yang baik antar pegawai, perilaku
sederhana dan bersahaja, serta loyalitas tinggi tehadap organisasi/memiliki
komitmen terhadap organisasi.
5
Suherman. 2017. Pola Mutasi, Reward & Punishment vs Fraud. Artikel DJKN.
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/12542/Pola-Mutasi-Reward-Punishment-vs-
Fraud.html
61
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Abdullahi R, Mansor N, Nuhu MS. 2015. Fraud Triangle Theory and Fraud
Diamond Theory. Understanding the Convergent and Divergent For Future
Research. International Journal of Academic Research in Accounting,
Finance and Management Sciences. 5 (4):38-45.doi:10.6007/IJARAFMS/
v5-3/1823
Aminah, Faramitha CY. 2016. Hubungan Pengendalian Intern Dan Kompensasi
Dengan Kecurangan Akuntansi (Studi Pada BPR Di Provinsi Lampung).
Jurnal Akuntansi dan Keuangan. 7 (1):1-13.
[BPK] Badan Pemeriksa Keuangan. 2016. Ihtisar Hasil Pemeriksaan Badan
Pemeriksa Keuangan (IHP BPK) Semester I tahun 2016. Jakarta (ID): BPK
RI
Chandra DP, Ikhsan S. 2015. Determinan terjadinya kecenderungan kecurangan
akuntansi (fraud) pada dinas pemerintah se kabupaten Grobogan.
Accounting Analysis Journal. 4(3):1-9.
Dewi GAKRS. 2014. Pengaruh Moralitas Individu Dan Pengendalian Internal
Pada Kecurangan Akuntansi (Studi Eksperimen Pada Pemerintah Daerah
Provinsi Bali) [Tesis]. Bali (ID): Universitas Udayana
Eliza Y. 2015. Pengaruh Moralitas Individu Dan Pengendalian Internal Terhadap
Kecenderungan Kecurangan Akuntansi (Studi Empiris Pada Skpd Di Kota
Padang). Jurnal Akuntansi. 4 (1):86-100.
Ghozali I, Latan H. 2015. Partial Least Squares Konsep, Teknik dan Aplikasi
Menggunakan Program SmartPLS 3.0 Edisi 2. Semarang (ID): Badan
Penerbit Universitas Diponegoro
Ghozali I, Latan H. 2017. Partial Least Squares Konsep, Teknik dan Aplikasi
Menggunakan Program WarpPLS 5.0 Edisi 3. Semarang (ID): Badan
Penerbit Universitas Diponegoro
Hidayat S. 2017. Strong Leadership and Political will in Fraud Avoidance. Asia
Pasific Fraud Journal. 2 (1):81-92.doi:10.21532/apfj.001.17.02.01.08
Huefner RJ. 2010. Local government fraud: the Roslyn School District case.
Manajemen Research Review 33 (3): 198-209. Doi: 10.1108/014091710110
30363.
Ikhsan A, Ishak M. 2005. Akuntansi Keperilakuan. Jakarta (ID): Salemba Empat.
[IIA] The Institute of Internal Auditor. 2013. IIA Position Paper: The Three Lines
of Defense in Effective Risk Management and Control. Diunduh pada 24
Juni 2017, dari http://global.theiia.org/
Indonesian Corruption Watch. 2017. Laporan Tahunan ICW 2016. Diakses 1
Agustus 2017, dari http://www.antikorupsi.org/
Junaidi. 2016. Analysis of The Role of BPK in Preventing and Eradicating
Corruption (a Study in 4 Districts in South Sulawesi Province). Asia Pasific
Fraud Journal. 1 (2):205-213.doi:10.21532/apfj.001.16.01.02.18
Karyono. 2013. Forensic Fraud. Yogyakarta (ID): Penerbit ANDI
[KLHK] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2015. Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 38
Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern
65
LAMPIRAN
69
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Hasil Pengolahan Analytical Hierarchy Process
73
74
RIWAYAT HIDUP