Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

PENGARAHAN KEPALA RUANG RAWAT


SESUAI STANDAR AKREDITAS

Mata kuliah: Manajemen Keperawatan

Disusun Oleh:

KELOMPOK 11

1. Sahadi SNR172120062
2. Evi Susanti SNR172120046

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN NON REGULER


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
MUHAMMADIYAH PONTIANAK
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
maka kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengarahan Kepala
Ruang Rawat Sesuai Standar Akreditas”. Makalah ini disusun sebagai salah satu
syarat dalam pemenuhan nilai mata kuliah Manajemen Keperawatan.
Makalah ini tidak terlepas dari bantuan media massa, litelatur buku dan
kerjasama kelompok kami. Makalah ini kami susun berdasarkan materi yang kami
dapat dari media massa dan litelatur buku.
Semoga makalah yang kami susun ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
yang membutuhkan. Makalah ini tentunya terdapat kekurangan maupun kesalahan
untuk itu kritik dan saran serta masukan dari teman-teman sangat kami nantikan.
Akhir kata kami ucapkan terimakasih.

Pontianak, 4 April 2019

Kelompok 11

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iii
BAB I .........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN .....................................................................................................................1
A. Latar Belakang ............................................................................................................1
B. Tujuan ..........................................................................................................................2
BAB II ........................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................3
A. Pengertian Pengarahan ................................................................................................3
B. Fungsi Pengarahan ......................................................................................................3
C. Peran Kepala Ruangan dalam Manajemen Keperawatan ............................................8
D. Fungsi Kepala Ruangan ...............................................................................................9
1. Perencanaan .............................................................................................................9
2. Pengorganisasian ...................................................................................................10
3. Ketenagaan.............................................................................................................12
4. Pengarahan .............................................................................................................13
5. Pengendalian ..........................................................................................................15
BAB III ....................................................................................................................................21
PENUTUP ................................................................................................................................21
A. Kesimpulan ................................................................................................................21
B. Saran ..........................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kepala ruangan merupakan tenaga perawat yang diberi tugas
memimpin satu ruang rawat, dan bertanggung jawab terhadap pemberian
asuhan keperawatan, yang berperan sebagai first line manager di sebuah
rumah sakit, yang diharapkan mampu melaksanakan fungsi manajemen
keperawatan (Sitorus & Panjaitan, 2011).
Peran dan fungsi kepala ruangan di ruang rawat dalam fungsi
manajemen keperawatan antara lain perencanaan, pengorganisasian,
pengaturan ketenagaan, pengarahan, pengawasan dan pengendalisn mutu
yang merupakan satu siklus yang saling berkaitan satu sama lain (Marquis &
Huston, 2010).
Kepala ruangan sebagai manajer operasional, yang memimpin
secara langsung, dalam mengelola seluruh sumber daya di unit perawatan
untuk menghasilkan pelayanan yang bermutu, dan dituntut untuk menjadi
motor penggerak, bagi sumber-sumber dan alat-alat dalam suatu organisasi
melalui pengambilan keputusan, penentuan kebijakan dan menggerakkan
orang lain untuk mencapai tujuan organisasai (Curtis & Connell, 2011).
Kepala ruangan memerlukan suatu pemahaman tentang mengelola
dan memimpin orang lain, dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan yang
berkualitas dan aman, untuk kesembuhan pasien melalui pemberian asuhan
keperawatan yang sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang konsisten,
dan bermutu (Nursalam, 2012).
Kepala ruang sebagai pemimpin harus dapat memandu atau
mempengaruhi perawat pelaksana agar bekerja keras mencapai tujuan
(Cherry & Jacob, 2014). Mengacu kepada standar keselamatan pasien, maka
kepala ruang harus mampu melakukan tindakan untuk menjamin mutu
keselamatan pasien dengan cara membuat perencanaan dalam keselamatan
pasien diantaranya dengan pelatihan dan pendidikan tentang keselamatan

1
pasien, melakukan pre dan post conference, memonitor dan melaporkan
kondisi pasien yang mengalami insiden keselamatan pasien kepada tim
keselamatan pasien, melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan standar
operasional prosedur, dan memonitor penerapan sasaran keselamatan pasien
di ruangannya (Humasfik, 2016).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengarahan kepala ruang rawat sesuai standar
akreditasi.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian pengarahan
b. Untuk mengetahui fungsi pengarahan
c. Untuk mengetahui peran kepala ruangan dalam manajemen
d. Untuk mengetahui fungsi kepala ruangan
e. Untuk mengetahui praktik pengarahan kepala ruangan sesuai standar
akreditasi

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pengarahan
Pengarahan adalah kegiatan pengkoordinasian dan penerapan perencanaan
dalam bentuk tindakan dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan sebelumnya (Keliat, 2006).

Pengarahan atau koordinasi merupakan fungsi manajerial untuk


mengarahkan staf dalam melaksanakan tugas yang telah direncanakan
meliputi kegiatan menciptakan suasana yang memotivasi, membina
komunikasi organisasi, menangani konflik, memfasilitasi kolaborasi,
pendelegasian, dan supervisi (Marquis & Huston, 2010).

B. Fungsi Pengarahan

Fungsi pengarahan yang dilakukan oleh kepala ruangan antara lain


memberikan motivasi, membina komunikasi, menangani konflik,
memfasilitasi kerjasama dan negosiasi (Marquis, B.L & Huston, 2010 dalam
Zulkarnain, 2017). Fungsi pengarahan dapat meningkatkan kinerja perawat.
Kinerja merupakan salah satu dampak dari kepuasan ataupun ketikpuasan
pegawai terhadap pekerjaan yang dilakukan (Robbins, 2006 dalam Zulkarnain,
2017 ). Fungsi pengarahan yang baik cenderung pelaksanaan asuhan
keperawatan menjadi baik (Warsito.B.E, 2006 dalam Zulkarnain 2017).
Seringkali terjadi hambatan dalam pengarahan karena yang digerakkan adalah
manusia, yang mempunyai keinginan pribadi, sikap dan perilaku yang khusus.
Oleh sebab itu, kepemimpinan yang dapat meningkatkan motivasi dan sikap
kerja bawahan menjadi hal yang penting. Salah satu cara untuk meningkatkan
mutu pelayanan asuhan keperawatan adalah peningkatan kemampuan dan
kinerja perawat melalui fungsi pengarahan atau koordinasi ketua tim kepada
perawat pelaksana dalam bentuk kegiatan menciptakan iklim motivasi,
komunikasi efektif, pendelegasian dan supervisi atau bimbingan kepada
perawat pelaksana (Zulkarnain, 2017 ).
1. Komunikasi
Komunikasi merupakan dasar dari hubungan interpersonal yang
diperlukan dalam praktik keperawatan professional. Perawat yang bekerja
di rumah sakit membutuhkan kemampuan komunikasi untuk bekerja sama
sebagai tim kerja untuk mencapai tujuan yang sudah direncanakan.
Komunikasi dapat memfasilitasi hubungan kerja positif. Hubungan kerja

3
yang baik antara staf dengan atasan, staf-dengan staf akan meningkatkan
kepuasan kerjanya.
Berkomunikasi merupakan salah satu fungsi pokok manajemen khususnya
pengarahan. Setiap orang berkomunikasi dalam suatu organisasi.
Komunikasi yang kurang baik dapat mengganggu kelancaran organisasi
dalam mencapai tujuan organisasi. Komunikasi adalah proses tukar-
menukar pikiran, perasaan, pendapat dan saran yang terjadi antara dua
perawat atau lebih yang bekerja bersama (Keliat, 2006). Bentuk
Komunikasi di ruang MPKP adalah operan, preconference, post
conference (Keliat, 2006).

a. Operan
Pelayanan keperawatan diberikan secara terus menerus,
berkesinambungan tanpa putus 24 jam sehari, tujuh hari seminggu dan
365 hari dalam setahun. Kondisi ini memerlukan komunikasi dan
koordinasi yang kuat antar perawat disetiap pergantian jadwal dinas
(nursing shift). Menurut Alvarado dkk., (2006), aktivitas komunikasi
berbagi informasi tentang rencana asuhan keperawatan, identifikasi
keselamatan pasien, dan kelanjutan informasi antar perawat yang
berganti shift biasa disebut operan.

b. Conference
Menurut Reilly dan Obermann (1999), Conference merupakan bentuk
diskusi kelompok mengenai beberapa aspek klinik. Kelompok
melakukan analisis kritis terhadap masalah dan mencari pendekatan
alternatif dan kreatif. Ada dua bentuk conference yaitu pre conference
dan post conference (Billings & Judith, 1999, Reilly & Obermann,
1999). Pre dan post conference adalah periode waktu diskusi kelompok
yang diikuti sebelum atau setelah adanya pengalaman klinik. Keduanya
sama-sama memberikan kesempatan untuk diskusi. Pre dan post
conference memberikan peluang antara ketua tim danperawat pelaksana
berinteraksi secara professional dalam MPKP.
2. Iklim motivasi

Motivasi adalah proses psikologis yang timbul dan mengarahkan


pada perilaku untuk mencapai tujuan. Proses psikologis tersebut adalah
proses meminta mengarahkan, arahan dan tindakan sukarela yang
mengarah pada tujuan (Kreitner & Kinicki, 2005). Motivasi sebagai
konsep utama dalam proses manajemen dan kepemimpinan sangat penting
dalam pelayanan keperawatan untuk memotivasi perawat bekerja lebih
efisien, efektif dan produktif (Huber, 2006).Menurut Marquis dan Houston
(2000, dalam Keliat, 2006), Iklim motivasi dapat ditumbuhkan melalui
kegiatan manajemen pengarahan yaitu memberikan harapan yang jelas

4
kepada staf dan mengkomunikasikan harapan tersebut secara efektif,
bersikap fair dan konsisten terhadap semua staf, membuat keputusan yang
bijaksana, mengembangkan konsep kerja kelompok, mengintegrasikan
kebutuhan dan keinginan staf dengan kebutuhan dan tujuan organisasi,
mengenali staf secara pribadi, menghilangkan blok tradisionil antara staf
dengan pekerjaan yang telah dikerjakan, memberikan tantangan kerja
untuk mengembangkan diri, melibatkan staf dalam pengambilan semua
keputusan, staf mengetahui alasan semua keputusan dan tindakan,
memberikan kesempatan kepada staf untuk membuat penilaian sesering
mungkin, menciptakan hubungan saling percaya dan saling tolong dengan
staf, memberi kesempatan staf untuk mengontrol lingkungan kerjanya,
menjadi role model bagi staf, dan memberikan reinforcement sesering
mungkin.

Menurut Keliat (2006), penciptaan iklim motivasi di Ruang MPKP


diterapkan pada proses pengarahan, dilakukan dengan cara:

a. Budaya pemberian reinforcement positif


Reinforcement positif adalah upaya menguatkan perilaku positif dengan
memberikan reward. Reward yang diberikan di MPKP adalah
pemberian pujian yang tulus. Masing-masing staf dibudayakan untuk
memberikan pujian yang tulus di antara mereka terhadap kinerja dan
penampilan.
b. Doa bersama sebelum memulai kegiatan.
Doa bersama dilakukan setiap pergantian dinas. Setelah selesai operan
semua staf berkumpul untuk melakukan ritual doa bersama sesuai
dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Dengan berdoa
diharapkan timbul self awareness dan dorongan spiritual. Memanggil
staf secara periodik untuk mengenal masalah setiap personil secara
mendalam yang berkaitan dengan pekerjaan, hubungan dengan sesama
staf,pengembangan diri,motivasi kerja,dan membantu penyelesaiannya.

Kepala Ruangan perlu berkomunikasi secara intensif dengan


semua staf baik Ketua Tim maupun perawat pelaksana untuk mempererat
hubungan dengan semua staf, memahami problematika masing-masing
sehingga pendekatan kepada staf disesuaikan dengan kepribadian masing-
masing. Hal ini diharapkan dapat memacu motivasi staf perawat yang
bekerja di MPKP.

5
3. Supervisi

Supervisi klinik merupakan bagian dari fungsi pengarahan dalam


proses manajemen, menjadi prasarat esensial dalam pemberian pelayanan
keperawatan yang berkualitas tinggi. Rumah sakit dan perawat perlu
memahami supervisi klinik dalam proses pencapaian outcome untuk
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan melalui sistem evaluasi,
kesempatan belajar hal-hal yang baru, meningkatkan retensi staff, efisiensi
dan efektivitas. Supervisi klinik berpotensi meningkatkan keahlian dan
kemampuan klinik staff yang pada akhirnya akan mempengaruhi
kesuksesan pencapaian tujuan organisasi (White & Winstanley, 2006,
Hyrkas, et all, 2006, UKCC, 1996, dalam Clinical supervision a structured
approach to best practice, 2008)

Supervisi klinik diberikan untuk memotivasi staff perawat dalam


menjalankan tugasnya dan sebagai penjaga standar keselamatan dalam
pelayanan keperawatan pasien, menjalin hubungan aplikatif disemua
tingkatan staff dalam satu sistem kerja, selalu memperhatikan akuntabilitas
dan tanggung jawab terhadap pekerjaannya yang terdiri dari elemen
dukungan, pembelajaran dan evaluasi kinerja (Kadushin, 1992, dalam
Hills & Giles2007), menurunkan stress kerja (restorative function),
meningkatkan akuntabilitas professional (normative function), Supervisi
klinik diberikan untuk memotivasi staff perawat dalam menjalankan
tugasnya dan sebagai penjaga standar keselamatan dalam pelayanan
keperawatan pasien, menjalin hubungan aplikatif disemua tingkatan staff
dalam satu sistem kerja, selalu memperhatikan akuntabilitas dan tanggung
jawab terhadap pekerjaannya yang terdiri dari elemen dukungan,
pembelajaran dan evaluasi kinerja, menurunkan stress kerja (restorative
function), meningkatkan akuntabilitas professional (normative function),
pengembangan skill dan pengetahuan (formative function) (Brunero &
Parbury, 2006).

Supervisi meliputi area asuhan keperawatan, personil keperawatan,


area sarana dan peralatan, pengembangan staf. Supervisi klinik dilakukan
oleh supervisor untuk memberikan pengawasan partisipatif, memotivasi,
menjalin hubungan aplikatif dalam satu sistem kerja, menjaga tanggung
jawab dan akuntabilitas staff perawat pelaksana agar tetap menjaga
standard kerja dan keselamatan pasien.

6
4. Delegasi

Pendelegasian dalam pelayanan keperawatan sebagai aspek yang


fundamental (Huber, 2006), dan elemen esensial fase pengarahan dalam
proses manajemen karena banyak pekerjaan manajer yang tidak hanya
dapat dikerjakan sendiri tetapi juga oleh usaha bawahannya (Marquist &
Huston, 2010). Kegiatan pendelegasian sering terjadi dalam praktik
keperawatan dan berpotensi menjadi aspek yang menyulitkan dalam
pelayanan keperawatan. Pendelegasian adalah transfer tanggung jawab
untuk melakukan pekerjaan dari satu individu ke individu lainnya sambil
menjaga akuntabilatas professional dan outcome (American Nurses
Association, 2005, National Council of State Boards of Nursing, 1995,
Huber, 2006). Elemen penting pendelegasian yang efektif menurut
American Nurses Association dan the National Council of State Boards of
Nursing (2005), yaitu:

a. Menekankan pada profesionalisme praktik keperawatan


b. Definisi delegasi berdasarkan peraturan dan undang-undang praktik
keperawatan
c. Mengkaji landasan hukum dan peraturan yang berhubungan dengan
delegasi, identifikasi pemberian sangsi organisasi terhadap
pendelegasian yang tidak tepat
d. Penekanan pada penyelesaian tugas atau fungsi yang tidak dapat
didelegasikan
e. Penekanan pada kemampuan manajer pada analisi tugas dan
pengambilan keputusan untuk mendelegasikan tugas tertentu
f. Menentukan bentuk supervisi dalam proses delegasi
g. Identifikasi petunjuk untuk meminimalkan resiko akibat proses
delegasi
h. Mengembangkan mekanisme umpan balik untuk meyakinkan bahwa
tugas telah diselesaikan dengan baik, dan selalu memperbaiki data
untuk mengevaluasi outcome nya.

Menurut Huber (2006), elemen penting dalam membuat keputusan


pendelegasian yaitu tingkat kondisi pasien, tingkat kompetensi perawat
pelaksana, resiko merugikan pasien, frekuensi, tingkat pengambilan
keputusan dan kemampuan perawatan diri sendiri. Prinsip-prinsip proses
pengambilan keputusan pendelegasian antara perawat manajer dan perawat
pelaksana harus mempertimbangkan macam intervensi keperawatan
bukan proses asuhan keperawatannya, tindakan personal dari proses
keperawatan, tingkat pengetahuan dan skill perawat, kondisi pasien,

7
kompetensi tim keperawatan dan tingkat supervisi yang diperlukan untuk
meyelesaikan tugas tersebut, tugas dapat dilaksanakan oleh perawat
pelaksana, mempunyai pengetahuan dan ketrampilan, pelatihan dan
kompetensi, serta tersedianya fasilitas, kebijakan dan standar prosedur,
pemberi delegasi harus memiliki pemikiran kritis dan kemampuan
penilaian professional dengan mengikuti prinsip lima benar dalam
pendelegasian yaitu Right task, Right circumstances, Right person, Right
directions and communication, Right supervision and evaluation
(American Nurses Association dan the National Council of State Boards of
Nursing , 2005). Langkah-langkah delegasi sama dengan framework dari
proses keperawatan, mulai pengkajian data pasien, kebutuhan pasien,
kemudian di proritaskan kebutuhan pasien tersebut untuk menentukan
tenaga yang memiliki pengetahuan dan skill professional. Menurut Keliat
(2006), langkah pendelegasian dilaksanakan melalui proses pembuatan
rencana tugas yang perlu dituntaskan, identifikasi keterampilan dan tingkat
pendidikan yang diperlukan, memilih orang yang mampu,
dikomunikasikan dengan jelas materi dan tujuan, membuat batasan waktu
dan monitoring, mengevaluasi. Jika delegatee tidak mampu karena
menghadapi masalah tertentu, manajer harus menjadi model peran dan
nara sumber dalam menyelesaikan tugas. Penerapannya dibagi menjadi 2
jenis yaitu pendelegasian terencana dan pendelegasian insidentil (Keliat,
2006).

Pendelegasian terencana adalah pendelegasian yang secara otomatis


terjadi sebagai konsekuensi sistem penugasan yang diterapkan di ruang
MPKP. Bentuknya adalah Pendelegasian tugas Kepala Ruangan kepada
Ketua Tim, Kepala Ruangan kepada Penanggung Jawab Shift, Ketua Tim
kepada Perawat Pelaksana dalam pelaksanaan tindakan keperawatan yang
telah direncanakan. Pendelegasian insidentil terjadi apabila salah satu
personil ruang MPKP berhalangan hadir. Pendelegasian diatur oleh Kepala
Seksi Perawatan, Kepala Ruangan, Ketua Tim atau Penanggung Jawab
Shift, tergantung pada personil yang berhalangan.

C. Peran Kepala Ruangan dalam Manajemen Keperawatan


Peran adalah kumpulan norma untuk perilaku seseorang dalam
suatu posisi khusus seperti ibu, anak, dokter, perawat dan sebagainya
(Maramis, 2006). Soekanto (1990) menyatakan bahwa peran adalah aspek
dinamis dari kedudukan (status) dan apabila seseorang melaksanakan hak dan

8
kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu
peran.
Kepala ruangan adalah seorang tenaga perawatan professional yang
diberi tanggung jawab dan wewenang dalam mengelola kegiatan pelayanan
keperawatan di satu ruang rawat (Depkes, 1994). Kepala ruangan secara
administratif dan fungsional bertanggung jawab kepada kepala bidang
perawatan, secara teknis medis operasional bertanggung jawab kepada dokter
penanggung jawab atau dokter yang berwenang.

D. Fungsi Kepala Ruangan


1. Perencanaan
Fungsi perencanaan manajemen keperawatan di ruang rawat inap
yang dilaksanakan oleh kepala ruangan melibatkan seluruh personil mulai
dari perawat dahulu dianalisa dan dikaji sistem, strategi organisasi,
sumber-sumber organisasi, kemampuan yang ada, aktifitas spesifik dan
prioritas (Swanburg, 2000). Kepala ruangan harus melibatkan seluruh
individu dan unit organisasi terkait perencanaan (Marquis dan Huston,
2010).
Perencanaan kepala ruang di ruang rawat inap meliputi
perencanaan kebutuhan tenaga dan penugasan tenaga, pengembangan
tenaga, kebutuhan logistik ruangan, programkendali mutu yang akan
disusun untuk pencapaian tujuan jangka pendek, menengah dan panjang.
Disamping itu kepala ruang merencanakan kegiatan di ruangan seperti
pertemuan dengan staf pada permulaan dan akhir minggu.Tujuan
pertemuan adalah untuk menilai atau mengevaluasi kegiatan perawat
sudah sesuai dengan standar atau belum, sehingga dapat dilakukan
perubahan-perubahan atau pengembangan dari kegiatan tersebut
(Swanburg, 2000).
Unsur-unsur yang terlibat dalam perencanaan menurut Suarli dan
Bahtiar (2009), yaitu:
a. Meramalkan (forecasting), misalnya memperkirakan kecenderungan
masa depan (peluang dan tantangan)

9
b. Menetapkan tujuan (estabilishing objektive), menyusun acara yang
urutan kegiatannya menurut skala prioritas
c. Menyusun jadwal pelaksanaan (scheduling), misalnya menetapkan
/memperhitungkan waktu dengan tepat
d. Menyusun anggaran (budgeting), misalnya mengalokasikan sumber
yang tersedia (uang, alat, manusia) dengan memperhitungkan waktu
dengan tepat
e. Mengembangkan prosedur, misalnya menentukan tata cara yang paling
tepat
f. Menafsirkan dan menetapkan kebijakan (interpreting and estabilishing
policy), misalnya menafsirkan kebijakan atasan dan menetapkan
kebijakan operasional.
Peran kepemimpinan yang berhubungan dengan hierarki
perencanaan menurut Marquis dan Huston (2010), yaitu :
a. Mengkaji lingkungan eksternal dan internal
b. Berpikir kreatif dan inovatif dalam perencanaan
c. Mempengaruhi dan menginspirasi anggota agar aktif terlibat dalam
perencanaan jangka panjang
d. Secara periodik melakukan klarifikasi nilai untuk meningkatkan
kesadaran diri
e. Mengarahkan untuk mendengarkan aktif dan memberikan umpan balik
f. Mengkomunikasikan tujuan organisasi kepada anggota
g. Memotivasi anggota untuk terlibat aktif dalam mengambil keputusan
h. Terbuka untuk ide baru dan berbagai ide
i. Menjadi model peran dalam menetapkan metode perencanaan
2. Pengorganisasian
Kepala ruangan bertanggung jawab untuk mengorganisasi kegiatan
pelayanan dan asuhan keperawatan di ruang rawat inap meliputi :
a. Struktur organisasi
Struktur organisasi ruang rawat inap terdiri dari : struktur, bentuk dan
bagan. Berdasarkan keputusan Direktur rumah sakit dapat ditetapkan

10
struktur organisasiruang rawat inap untuk menggambarkan pola
hubungan antar bagian atau staf atasan baik vertikal maupun horizontal.
Juga dapat dilihat posisi tiap bagian, wewenang dan tanggung jawab
serta jalur tanggung gugat. Bentuk organisasi disesuaikan dengan
pengelompokan kegiatan atau sistem penugasan.
b. Pengelompokan kegiatan
Setiap organisasi memiliki serangkaian tugas atau kegiatan yang harus
diselesaikan untuk mencapai tujuan. Kegiatan perludikumpulkan sesuai
dengan spesifikasi tertentu. Pengelompokan kegiatan dilakukan untuk
memudahkan pembagian tugas pada perawat sesuai dengan
pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki serta disesuaikan
dengan kebutuhan klien. Ini yang disebut dengan metoda penugasan
keperawatan. Metoda penugasan tersebut antara lain : metode
fungsional, metode alokasi klien/keperawatan total, metode tim
keperawatan, metode keperawatan primer, dan metode moduler.
c. Koordinasi kegiatan
Kepala ruangan sebagai koordinator kegiatan harus menciptakan
kerjasama yang selaras satu sama lain dan saling menunjang untuk
menciptakan suasana kerja yang kondusif. Selain itu perlu adanya
pendelegasian tugas kepada ketua tim atau perawat pelaksana dalam
asuhan keperawatan di ruang rawat inap.
d. Evaluasi kegiatan
Kegiatan yang telah dilaksanakan perlu dievaluasi untuk menilai
apakah pelaksana kegiatan sesuai dengan rencana. Kepala ruang
berkewajiban untuk memberi arahan yang jelas tentang kegiatan yang
akan dilakukan. Untuk itu diperlukan uraian tugas dengan jelas untuk
masing-masing staf dan standar penampilan kerja.
e. Kelompok kerja
Kegiatan di ruang rawat inap diperlukan kerja sama antar staf dan
kebersamaan dalam kelompok, hal ini untuk meningkatkan motivasi

11
kerja dan perasaan keterikatan dalam kelompok untuk meningkatkan
kualitas kerja dan mencapai tujuan pelayanan dan asuhan keperawatan.
Keterampilan yang harus dimiliki oleh kepala ruangan sebgai
manajemen yang terintegrasi dalam pengorganisasian menurut Marquis
dan Huston (2010) yaitu :
a. Kepala ruangan memandang struktur organisasi sebagai peta yang
memberi jalan kepada siapa mereka harus berkomunikasi dan siapa
yang memiliki kewenangan
b. Kepala ruangan memilki pemahaman personal tentang rancangan
organisasi yang lebih besar
c. Kepala ruangan memahami kesulitan yang menyertai setiap struktur,
sehingga dapat memberi dukungan
d. Kepala ruangan harus memiliki pengetahuan tentang budaya organisasi,
meningkatkan pengembangan budaya yang konstruktif, menjelaskan
serta mengkomunikasikan pengembangan budaya tersebut kepada
perawat pelaksana
e. Kepala ruangan berpikir kritis dan memiliki perilaku model peran yang
baik untuk menyelesaikan masalah
f. Kepala ruangan menahan diri untuk menghakimi dan mendukung
semua anggota untuk ikut berpartisipasi dan berkontribusi
g. Kepala ruangan memahami organisasi dan mengenali apa yang dapat
dibentuk, diubah, dan yang tetap
3. Ketenagaan
Ketenagaan mengerjakan perekrutan, wawancara, mengontrak, dan
orientasi staf keberhasilan perekrutan tergantung pada sumber daya alam,
jumlah tenaga perawat yang memadai, gaji yang kompetetif, reputasi
organisasi, daya tarik lokasi, dan status ekonomi. Manajer bertanggung
jawab dalam merekrut perawat (Swanburg, 2000).
Hubungan kepala ruangan dengan perekrut harus bersifat
kolaboratif. Kepala ruangan terlibat dalam perekrutan, wawancara, dan
pemilihan pegawai. Keterlibatan kepala ruangan tergantung pada besar

12
institusi, adanya departemen personalia yang terpisah, adanya perekrut
perawat organisasi tersebut dan penggunaan manajemen keperawatan yang
sentralisasi dan desentralisasi. Merekrut perawat dilakukan dengan
wawancara sebagai metode seleksi penerimaan perawat (Marquis dan
Huston, 2010).
Wawancara dapat dijadikan sebafai landasan untuk memilih orang
untuk berbagai posisi. Hal yang paling penting dalam perektutan adalah
mengawasi staf baru selama proses (Swanburg, 2000). Program orientasi
yang dipersiapkan dan dilaksanakan dengan baik mengajarkan perawat
baru mengenai perilaku yang sesuai dengan tujuan organisasi. Orientasi
perawat baru yang berhasil akan mengurangi terjadinya gesekan (Marquis
dan Huston, 2010).
4. Pengarahan
Fungsi pengarahan selalu berkaitan erat dengan perencanaan
kegiatan keperawatan di ruang rawat inap dalam rangka menugaskan
perawat untuk melaksanakan mencapaitujuan yang telah ditentukan.
Kepala ruangan dalam melakukan kegiatan pengarahan melalui: saling
memberi motivasi, membantu pemecahan masalah, melakukan
pendelegasian, menggunakan komunikasi yang efektif, melakukan
kolaborasi dan koordinasi (Swanburg, 2000). Memotivasi adalah
menunjukkan arah tertentu kepada perawat atau staf dan mengambil
langkah yang perlu untuk memastikan mereka sampai pada tujuan.
Kepala ruangan haruslah menunjukkan bahwa ia memiliki
kemampuan bekerja yang harmonis, bersikap objektif dalam menghadapai
persoalan dalam pelayanan keperawatan melalui pengamatan, dan objektif
juga dalam menghadapi tingkah laku stafnya. Kepala ruangan harus peka
akan kodrat manusia yang punya kelebihan dan kekurangan, memerlukan
bantuan orang lain, dan mempunyai kebutuhan yang bersifat pribadi dan
sosial.
Manajer keperawatan harus memiliki keterampilan komunikasi
interpersonal yangbaik. Kepala ruangan setiap hari berkomunikasi dengan

13
pasien, staf, dan atasan setiap hari (Nursalam, 2012). Komunikasi
membentuk inti kegiatan manajemen dan melewati semua proses
manajemen (Marquis dan Huston, 2010).
Prinsip komunikasi manajer keperawatan menurut Nursalam
(2012), yaitu:
a. Manajer harus mengerti struktur organisasi, siapa yang terkena dampak
dari keputusan yang dibuat. Jaringan komunikasi formal dan informal
perlu dibangun antara manajer dan staf
b. Komunikasi bukan hanya sebagai perantara, tetapi sebagai proses yang
tak terpisahkan dalam organisasi
c. Komunikasi harus jelas, sederhana, dan tepat
d. Perawat profesional adalah mampu berkomunikasi dengan secara
adekuat, lengkap dan cepat
e. Manajer harus meminta umpan balik apakah komunikasi dapat diterima
f. Menjadi pendengar yang baik adalah komponen penting dalam
komunikasi
Konflik sering terjadi dalam tatanan asuhan keperawatan. Konflik
yang terjadi antar staf dengan staf, staf dengan pasien, staf dengan keluarga
dan pengunjung, staf dengan dokter (Swanburg, 2000). Manajer memiliki
interaksi dengan staf yang memiliki nilai, keyakinan, latar belakang dan
tujuan berdeda yang menjadi sumber terjadinya konflik (Marquis dan
Huston, 2010). Sebagai manajer keperawatan, kepala ruangan memiliki
asumsi bahwa konflik suatu hal yang dapat dihindari dan jika konflik tidak
dikelola dengan baik, maka dapat menghasilkan penyelesaian yang kreatif
dan berkualitas. Kepala ruangan menggunakan konflik yang konstruktif
dalam menciptakan lingkungan yang produktif (Nursalam, 2012).
Pengarahan akan mencapai tujuannya jika dikerjakan dengan baik.
Dauglas dalam Swansburg (2000) mengatakan bahwa ada dua belas
aktivitas teknis yang berhubungan dengan pengarahan pada manajemen,
yaitu:

14
a. Merumuskan tujuan perawatan yang realistis untuk pelayanan
keperawatan, pasien dan perawat pelaksana
b. Memberikan prioritas utama untuk kebutuhan klien sehubungan dengan
tugas-tugas perawat pelaksana
c. Melaksanakan koordinasi untuk efisiensi pelayanan
d. Mengidentifikasi tanggung jawab dari perawat pelaksana
e. Memberikan perawatan yang berkesinambungan
f. Mempertimbangkan kebutuhan terhadap tugas-tugas dari perawat
pelaksana
g. Memberikan kepemimpinan untuk perawat dalam hal pengajaran,
konsultasi, dan evaluasi
h. Mempercayai anggota
i. Menginterpretasikan protokol
j. Menjelaskan prosedur yang harus diikuti
k. Memberikan laporan ringkas dan jelas
l. Menggunakan proses kontrol manajemen
5. Pengendalian
Ukuran kualitas pelayanan dan asuhan keperawatan dengan
indikator proses yaitu nilai dokumentasi keperawatan, indikator out put
yaitu tingkat kepuasan klien, tingkat kepuasan perawat, lama hari rawat.
Untuk kegiatan mutu yang dilaksanakan kepala ruang meliputi: Audit
dokumentasi proses keperawatan tiap dua bulan sekali, survei kepuasan
klien setiap kali pulang, survei kepuasan perawat tiap enam bulan, survei
kepuasan tenaga kesehatan lain, dan perhitungan lama hari rawat klien,
serta melakukan langkah-langkah perbaikan mutu dengan
memperhitungkan standar yang ditetapkan (Swanburg, 2000).
Tambahan peran manajer dalam pengendalian adalah menentukan
seberapa baik staf melakukan tugas yang diberikan. Hal ini dilakukan
dengan penilaian kinerja. Proses penilaian kinerja staf dapat digunakan
secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai untuk menghasilkan
kualitas pelayanan yang tinggi (Nursalam, 2012).Marquis dan Huston

15
(2010) menyatakan bahwa penilaian kinerja membuat staf mengetahui
tingkat kinerja mereka.
Dalam melaksanakan penilaian kinerja, manajer perlu menetapkan
orang yang bertanggung jawab mengevaluasi setiap staf. Idealnya
supervisor mengevaluasi rekan terdekatnya, dimana satu orang
mengevaluasi kerja rekannya secara akurat (Nursalam, 2012). Staf harus
dilibatkan dalam proses penilaian kinerja dan memandang penilaian ini
sebagai hal yang akurat dan adil (Marquis dan Huston, 2010).
Peran Manajer dapat mempengaruhi faktor motivasi dan
lingkungan. Tetapi faktor lain yang mungkin mempengaruhi
tergantungnya tugas, khususnya bagaimana manajer bekerja dalam suatu
organisasi. Secara umum peran manajer dapat dinilai dari kemampuannya
dalam memotivasi dan meningkatkan kepuasan staf. Kepuasan kerja staf
dapat dilihat dari terpenuhinya kebutuhan fisik, psikis, dimana kebutuhan
psikis tersebut dapat terpenuhi melalui peran manajer dalam
memperlakukan stafnya. Hal ini dapat ditanamkan kepada manajer agar
diciptakan suasana keterbukaan dan memberikan kesempatan kepada staf
untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya (Marquis dan Huston,
2010).

E. Tata Kelola Rumah Sakit


1. Direksi Rumah Sakit
Untuk melaksanakan kegiatan operasional rumah sakit sehari-hari
maka pemilik rumah sakit menetapkan Direktur Rumah Sakit. Nama
jabatan direktur rumah sakit adalah Kepala Rumah Sakit atau Direktur
Utama Rumah Sakit, atau Direktur Rumah Sakit. Bila direktur rumah sakit
diberi nama jabatan Direktur Utama Rumah Sakit, dapat dibantu dengan
direktur dan bila nama jabatan direktur rumah sakit disebut Direktur maka
dapat dibantu dengan Wakil Direktur, sedangkan kelompok tersebut
disebut Direksi.

16
Rumah sakit agar menetapkan tanggung jawab dan tugas direktur
utama dan para direktur/wakil direktur secara tertulis. Dalam standar ini
jabatan kepala rumah sakit untuk selanjutnya disebut Direktur Rumah
Sakit Direktur Rumah Sakit merupakan pimpinan tertinggi di rumah sakit.
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang Rumah Sakit,
persyaratan sebagai Direktur Rumah Sakit adalah harus seorang tenaga
medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang
perumahsakitan dan tidak boleh dirangkap oleh pemilik rumah sakit serta
berkewarganegaraan Indonesia.
Persyaratan Direktur Rumah Sakit harus sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan, sedangkan wakil direktur atau direktur (bila
pimpinan tertinggi disebut Direktur Utama), sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dapat dipimpin oleh unsur medis, keperawatan,
penunjang medis, dan adminitrasi keuangan.
2. Kepala Bidang / Divisi Rumah Sakit
Organisasi rumah sakit sesuai dengan peraturan perundang-
undangan paling sedikit terdiri atas direktur rumah sakit, unsur pelayanan
medis, keperawatan, penunjang medis, administrasi umum dan keuangan,
komite medis, serta satuan pengawas internal.
Unsur organisasi rumah sakit selain Kepala Rumah Sakit atau
Direktur Rumah Sakit dapat berupa direktorat, departemen, divisi,
instalasi, unit kerja, serta komite dan/atau satuan sesuai dengan kebutuhan
dan beban kerja rumah sakit. Unsur organisasi rumah sakit tersebut dapat
digabungkan sesuai dengan kebutuhan, beban kerja, dan/atau klasifikasi
rumah sakit.
Pimpinan unsur keperawatan disebut kepala bidang/divisi
keperawatan yang bertanggung jawab terhadap pelayanan keperawatan.
Pimpinan unsur umum dan keuangan dapat disebut kepala bidang/divisi
umum dan keuangan. Pimpinan lainnya, yaitu semua orang lain yang
ditentukan rumah sakit, seperti ketua komite medik, ketua komite
keperawatan, serta komite peningkatan mutu dan keselamatan pasien.

17
Rumah sakit juga perlu menjelaskan tanggung jawab staf klinis dan
pengaturan staf klinis ini dapat secara formal sesuai dengan regulasi yang
berlaku di Indonesia. Direktur rumah sakit agar menetapkan lingkup
pelayanan dan atau unit kerja yang masuk dalam pimpinan pelayanan
medis, keperawatan, penunjang medis, serta administrasi dan keuangan.
3. Kepala Unit Kerja dan Unit Layanan
Agar pelayanan klinis dan manajemen rumah sakit sehari-hari
menjadi efektif dan efisien maka rumah sakit umumnya dibagi menjadi
subkelompok yang kohesif seperti departemen/instalasi/unit, atau jenis
layanan tertentu yang berada di bawah arahan pimpinan pelayanan yang
dapat disebut Kepala unit/instalasi/ departemen, Standar ini menjelaskan
ekspektasi kepala departemen atau pelayanan tertentu. Biasanya subgrup
terdiri atas departemen klinis seperti medis, bedah, obstetrik, anak, dan
lain sebagainya; satu atau lebih subgrup keperawatan; pelayanan atau
departemen diagnostik seperti radiologi dan laboratorium klinis; pelayanan
farmasi, baik yang tersentralisasi maupun yang terdistribusi di seluruh
rumah sakit; serta pelayanan penunjang yang di antaranya meliputi bagian
transportasi, umum, keuangan, pembelian, manajemen fasilitas, dan
sumber daya manusia.
Umumnya rumah sakit besar juga mempunyai manajer/kepala
ruang di dalam subgrup ini. Sebagai contoh, perawat dapat memiliki satu
manajer/kepala ruang di kamar operasi dan satu manajer/kepala ruang di
unit rawat jalan; departemen medis dapat mempunyai manajer-manajer
untuk setiap unit klinis pasien; dan bagian bisnis rumah sakit dapat
mempunyai beberapa manajer untuk fungsi bisnis yang berbeda, di
antaranya seperti untuk kontrol tempat tidur, penagihan, dan pembelian.

F. Standar , Maksud dan Tujuan, serta Elemen Penilaian


1. Standar Tata Kelola Rumah Sakit 9
Satu atau lebih individu yang kompeten ditetapkan sebagai kepala unit di
setiap pelayanan di rumah sakit sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

18
2. Maksud dan Tujuan TKRS 9
Pelayanan klinis, hasil asuhan klinis pasien, dan manajemen suatu
rumah sakit secara keseluruhan dihasilkan dari kegiatan klinis dan
manajerial tiap departemen serta unit pelayanan. Kinerja departemen atau
unit pelayanan yang baik membutuhkan kepemimpinan yang jelas dari
individu yang kompeten. Dalam departemen atau unit layanan yang lebih
besar maka kepemimpinannya dapat dipisah-pisahkan. Dalam hal
semacam itu maka tanggung jawab masing-masing didefinisikan secara
tertulis. Sebagai contoh Departemen laboratorium, mempunyai kepala
Departemen dan mempunyai kepala unit laboratorium patologi klinik,
kepala unit laboratorium anatomi, laboratorium, dan lainnya. Kepala
Departemen dalam standar ini untuk selanjutnya disebut Koordinator
Pelayanan.
Tiap koordinator dan kepala unit pelayanan melakukan identifikasi
kebutuhan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya serta
mengusulkan kepada direksi rumah sakit. Hal ini dilakukan untuk
memastikan bahwa staf, ruang, peralatan, dan sumber daya lainnya
tersedia memadai setiap saat untuk memenuhi kebutuhan pasien.
Meskipun para Koordinator Pelayanan atau Kepala Unit Pelayanan telah
membuat rekomendasi atau usulan mengenai kebutuhan sumber daya
manusia dan sumber daya lainnya, kebutuhan tersebut kadang-kadang
berubah atau tidak terpenuhi. Karena itu, Koordiantor pelayanan/Kepala
unit pelayanan harus memiliki proses untuk merespons kekurangan sumber
daya supaya pelayanan di unit pelayanan tetap aman dan efektif terjamin
mutunya bagi semua pasien.
Koordinator pelayanan dan unit layanan mempertimbangkan
pelayanan yang diberikan dan direncanakan oleh departemen atau unit
layanan tersebut serta pendidikan, keahlian, pengetahuan, dan pengalaman
yang diperlukan oleh staf profesional dari departemen tersebut dalam
melakukan pelayanan. Koordinator pelayanan dan unit layanan menyusun
kriteria yang mencerminkan pertimbangan ini dan kemudian memilih staf

19
berdasar atas kriteria tersebut. Pemimpin departemen dan unit layanan juga
dapat bekerja sama dengan departemen sumber daya manusia dan
departemen lainnya dalam proses seleksi berdasar atas rekomendasi
mereka.
3. Elemen Penilaian TKRS 9
a. Ada regulasi tentang persyaratan jabatan, uraian tugas, tanggung jawab
dan wewenang untuk setiap kepala unit pelayanan serta termasuk bila
ada koordinator pelayanan yang tertuang di dalam pedoman
pengorganisasian unit pelayanan tersebut.
b. Setiap kepala unit pelayanan dan koordinator pelayanan (bila ada) telah
sesuai dengan persyaratan jabatan yang ditetapkan.
c. Setiap kepala unit pelayanan telah melakukan identifikasi dan
mengusulkan kebutuhan ruangan, teknologi medis, peralatan,
ketenagakerjaan sesuai dengan standar kepada Direktur Rumah Sakit,
dan telah mempunyai proses yang dapat diterapkan untuk menanggapi
kekurangan (catatan: bila di unit pelayanan ada koordinator pelayanan
maka usulan kepada Direktur Rumah Sakit diajukan melalui
koordinator pelayanan).
d. Setiap kepala unit pelayanan telah menyusun pola ketenagaan yang
dipergunakan untuk rekruitmen yang akan ditugaskan di unit pelayanan
tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
e. Setiap kepala unit pelayanan telah menyelenggarakan orientasi bagi
semua staf baru mengenai tugas dan tanggung jawab serta wewenang
mereka di unit pelayanan tempat mereka bekerja.
f. Dalam orientasi itu diberikan materi tentang Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien serta Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fungsi pengarahan dalam manajemen merupakan salah satu fungsi
yang sangat diperlukan karena fungsi ini memberikan bimbingan, arahan dan
petunjuk kepada anggota lainnya untuk memiliki rasa tanggung jawab
terhadap tugasanya masing-masing. Dalam fungsi pengarahan ini juga terkait
dengan hal kepemimpinan dan motivasi kedua hal tersebut tidak dapat
dipisahkan karena adanya unsur yang saling mendukung dimana dalam
mengarahkan dapat dilakukan oleh seorang manajemen atau seorang
pemimpin yang dapat bertanggung jawab dan untuk menghasilkan
pengarahan yang maximal seorang manajemen atau pemimpin harus mampu
memotivasi bawahannya untuk melaksanakan perencanaan yang telah
ditetapkan dan menghasilkan hasil yang optimal.

B. Saran
Sebagai manajer atau kepala ruangan, hendaknya dapat
mengimplementasikan fungsi pengarahan dengan optimal di dalam suatu
manajemen atau organisasi tersebut, sehingga tujuan organisasi yang hendak
dicapai akan terwujud.

21
DAFTAR PUSTAKA

Alvarado, K., et all. (2006). Transfer of accountability: transforming shift


handover to enhance patient safety. Healthcare Quarterly, 9(Sp) : 75-
79. http://www.longwoods.com/home.php?cat=452

American Nurses Association (ANA) and the National Council of State Boards of
Nursing .(2005). Joint statement on delegation.
https://www.ncsbn.org/Joint_statement.pdf

Brunero, S., & Parbury, J.S. (2006). The effectiveness of clinical supervision in
nursing: an evidenced based literature review. Australian Journal Of
Advanced Nursing. Volume 25 Number 3

Cherry, B., & Jacob, S. R. (2014). Contemporary Nursing : Issues, Trends and
Managementh 6th. St Louis: elseveir.Mosby.

Clinical supervision a structured approach to best practice. (2008). National


Council for the Professional Development of Nursing and
Midwifery.Ireland.http://www.ncnm.ie/files/publications08/Clinical%20
Supervision%20Disc%20paper%202008.pdf.

Curtis, E., & Connell, R. (2011). Essential Leadership Skills for Motivating and
Developing Staff. Journal Nursing Management .

Huber, D.L. (2006). Leadership and nursing care management. (3rd Ed). USA:
Elsevier

Humasfik. (2016). Peran Kepemimpinan dalam Peningkatan Keselamatan


Pasien. Jakarta: EGC.

Keliat, Dkk. (2006). Modul model praktek keperawatan profesional jiwa. Jakarta.

Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia dan World Health Organization


Indonesia Kreitner, K., & Kinicki, A. (2005). Organizational behavior.
(5th Ed). USA: The McGraw-Hills Companies. Inc.

Maramis, W. P. (2006). Ilmu Perilaku Dalam Pelayanan Kesehatan. Surabaya:


Airlangga University Press.

Marquis, B. L., & Huston, C. J. (2010). Kepemimpinan dan manajemen


Keperawatan. Jakarta: EGC.

22
Nursalam. (2012). Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC.

Rilly, E., & Obermann, MH. (1999). Clinical teaching in nursing education. (2nd
Ed). Boston: Jones&Barlet Publishers, Inc.

Sitorus, R., & Panjaitan. (2011). Manajemen Kereperawatan : Manajemen


Keperawatan di Ruang Rawat . Jakarta: Sagung Seto.

Swansburg, R. (2000). Pengantar kepemimpinan dan manajemen keperawatan


untuk perawat. Jakarta: EGC.

Zulkarnain. (2017). Analisis Pelaksanaan Fungsi Manajemen Pengarahan Kepala


Ruangan Dengan Kinerja. JISIP , Vol.1 No.2

23

Anda mungkin juga menyukai