1. Ayu Lestari
2. Idawati
3. Lidiani
4. Muhammad Alwi
5. Siska Prianti
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
...........................................................................................i
DAFTAR
ISI...........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.......................................................................................1
B. Rumusan
Masalah..................................................................................2
C. Tujuan................................................................................................
....2
BAB II PEMBAHASAN
A. ...........................................3
B. .............................................4
C. .............6
A. Kesimpulan.........................................................................................
.13
B. Saran..................................................................................................
..13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Tingkat Kinerja
Ada 4 faktor yang membantu menentukan tingkat fungsi dan jenis aktivitas
yang dilakukan oleh perawat jiwa:
1. Legislasi perawat jiwa
2. Kualifikasi perawat, termasuk pendidikan, pengalaman kerja, dan status
sertifikasi.
3. Tatanan praktik perawat.
4. Tingkat kompetensi personal dan inisiatif perawat.
Berikut ada 2 tingkat praktik keperawatan klinis kesehatan jiwa yang telah
diidentifikasi :
1. Psychiatric-mental health registered nurse (RN) adalah perawat terdaftar
berlisensi yang menunjukkan keterampilan klinis dalam keperawatan
kesehatan jiwa melebihi perawat baru di lapangan. Sertifikasi adalah proses
formal untuk mengakui bidang keahlian klinis perawat. Huruf “C” yang
diletakkan setelah RN (mis: RN.C) menunjukkan status sertifikasi tingkat
dasar.
2. Advance practice registered nurse in psychiatric-mental health (APRN-
PMH) adalah perawat terdaftar berlisensi yang minimal berpendidikan tingkat
MASTER, memiliki pengetahuan mendalam tentang teori keperawatan jiwa,
membimbing praktik klinis, dan memiliki kompetensi keterampilan
keperawatan jiwa lanjutan. Perawat kesehatan jiwa pada praktik lanjutan
dipersiapkan untuk memiliki gelar master dan doctor dalam bidang
keperawatan atau bidang lain yang berhubungan. Huruf “CS” diletakkan
setelah APRN (mis:APRN.CS) menunjukkan bahwa perawat adalah speliasis
berijazah dalam bidang keperawatan kesehatan jiwa.
Tingkat Pencegahan
Intervensi keperawatan jiwa mencakup tiga area aktivitas:
1. Pencegahan primer: menurunkan insiden penyakit di komunitas dengan
mengubah factor penyebab sebelum hal tersebut membahayakan. Meliputi
promosi kesehatan dan pencegahan penyakit.
2. Pencegahan sekunder: mencakup pengurangan prevalensi penyakit actual
melalui deteksi dini dan penanganan masalah kesehatan.
3. Pencegahan tersier: mencakup penurunan gangguan atau disabilitas yang
disebabkan oleh penyakit.
Demikian pula Benfer, 1980 (dikutip oleh Evans dan Lewis, 1985, h.
108)menguraikan peran perawat sebagai anggota tim kesehatan jiwa sebagai
berikut :
a.Mendapatkan riwayat perawatan dan melakukan pengkajian,
b.Implementasi rencana perawatan, mengkaji efek, dan mencatat
intervensidan respons,
c.Menentukan cara pemenuhan kebutuhan klien dalam lingkungan,
d.Mendidik klien,
e.Mengkoordinasi aktivitas klien,
f.Mengantisipasi dan mencegah.
Kolaborasi
Kolaborasi adalah bentuk 'longgar' dari tim kerja interprofessional. Ini
berbeda dari kerja tim dalam hal identitas bersama dan integrasi individu
yang kurang dianggap penting. Namun, ini mirip dengan kerjasama tim dalam
hal pembagian akuntabilitas bersama antara individu, saling ketergantungan
antar individu, kejelasan peran / tujuan dan tugas tim, namun secara general
kolaborasi digunakan pada setting dimana hanya memiliki sedikit kondisi
unpredictable, urgency dan kompleksitas. Contoh jenis pekerjaan dapat
ditemukan dalam perawatan primer dan umum (Delva et al., 2008).
Pemahaman mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi kurang berdasar
jika hanya dipandang dari hasilnya saja. Pembahasan bagaimana proses
kolaborasi itu terjadi justru menjadi point penting yang harus disikapi.
Bagaimana masing-masing profesi memandang arti kolaborasi harus
dipahami oleh kedua belah pihak sehingga dapat diperoleh persepsi yang
sama.
Seorang dokter saat menghadapi pasien pada umumnya berfikir, ” apa
diagnosa pasien ini dan perawatan apa yang dibutuhkannya” pola pemikiran
seperti ini sudah terbentuk sejak awal proses pendidikannya. Sulit dijelaskan
secara tepat bagaimana pembentukan pola berfikir seperti itu apalagi
kurikulum kedokteran terus berkembang. Mereka juga diperkenalkan dengan
lingkungan klinis dibina dalam masalah etika, pencatatan riwayat medis,
pemeriksaan fisik serta hubungan dokter dan pasien. mahasiswa kedokteran
pra-klinis sering terlibat langsung dalam aspek psikososial perawatan pasien
melalui kegiatan tertentu seperti gabungan bimbingan – pasien. Selama
periode tersebut hampir tidak ada kontak formal dengan para perawat,
pekerja sosial atau profesional kesehatan lain. Sebagai praktisi memang
mereka berbagi lingkungan kerja dengan para perawat tetapi mereka tidak
dididik untuk menanggapinya sebagai rekanan/sejawat/kolega (Siegler dan
Whitney, 2000).
Di lain pihak seorang perawat akan berfikir : apa masalah pasien ini?,
bagaimana pasien menanganinya?, bantuan apa yang dibutuhkannya?, dan
apa yang dapat diberikan kepada pasien?. Perawat dididik untuk mampu
menilai status kesehatan pasien, merencanakan intervensi, melaksanakan
rencana, mengevaluasi hasil dan menilai kembali sesuai kebutuhan. Para
pendidik menyebutnya sebagai proses keperawatan. Inilah yang dijadikan
dasar argumentasi bahwa profesi keperawatan didasari oleh disiplin ilmu
yang membantu individu sakit atau sehat dalam menjalankan kegiatan yang
mendukung kesehatan atau pemulihan sehingga pasien bisa mandiri.
Sejak awal perawat dididik mengenal perannya dan berinteraksi dengan
pasien. Praktek keperawatan menggabungkan teori dan penelitian perawatan
dalam praktek rumah sakat dan praktek pelayanan kesehatan masyarakat.
Para pelajar bekerja diunit perawatan pasien bersama staf perawatan untuk
belajar merawat, menjalankan prosedur dan menginternalisasi peran.
Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing
pengetahuan yang direncanakan yang disengaja, dan menjadi tanggung
jawab bersama untuk merawat pasien. Kadangkala itu terjadi dalam
hubungan yang lama antara tenaga profesional kesehatan (Lindeke dan
Sieckert, 2005).
Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat
klinik bekerja dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam
lingkup praktek profesional keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi
sebagai pemberi petunjuk pengembangan kerjasama atau mekanisme yang
ditentukan oleh peraturan suatu negara dimana pelayanan diberikan.
Perawat dan dokter merencanakan dan mempraktekan bersama sebagai
kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek
dengan berbagi nilai-nilai dan pengetahuan serta respek terhadap orang lain
yang berkontribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat.
3. Proses Kolaborasi
Sifat interaksi antara perawat – dokter menentukan kualitas praktik
kolaborasi . ANA ( 1980 ) menjabarkan kolaborasi sebagai ” hubungan
rekanan sejati , dimana masing-masing pihak menghargai kekuasaan pihak
lain, dengan mengenal dan menerima lingkup kegiatan dan tanggung jawab
masing-masing yang terpisah maupun bersama, saling melindungi
kepentingan masing-masing dan adanya tujuan bersama yang diketahui
kedua pihak ” . Dari penjabaran sifat kolaborasi dapat disimpulkan bahwa
kolaborasi dapat dianalisis melalui empat buah indikator :
· Kontrol – kekuasaan
Berbagi kekuasaan atau kontrol kekuasaan bersama dapat terbina apabila
baik dokter maupun perawat terdapat kesempatan sama untuk
mendiskusikan pasien tertentu. Beberapa peneliti telah mengembangkan
instrumen penelitian untuk mengukur kontrol-kekuasaan pada interaksi
perawat-dokter.
· Lingkungan Praktik
Lingkungan praktik menunjukan kegiatan dan tanggung jawab masingmasing
pihak. Meskipun perawat dan dokter memiliki bidang praktik yang terpisah
sesuai dengan peraturan praktik perawat dan dokter,tapi ada tugastugas
tertentu yang dibina bersama.
· Kepentingan Bersama
Peneliti yang menganalisa kepentingan bersama sebagai indikator kolaborasi
antara perawat dan dokter seringkali menanggapi dari sudut pandang
perilaku organisasi. Para teoris ini menjabarkan kepentingan bersama secara
operasional menggunakan istilah tingkat ketegasan masing-masing ( usaha
untuk memuaskan sendiri ) dan faktor kerja sama ( usaha untuk memuaskan
kepentingan pihak lain ). Thomas dan Kilmann (1974) telah merancang
model untuk mengukur pola managemen penanganan konflik: (1) bersaing,
(2) berkolaborasi, 3) berkompromi, (4) menghindar, (5 ) mengakomodasi.
· Tujuan Bersama
Tujuan manajemen penyembuhan sifatnya lebih terorientasi kepada pasien
dan dapat membantu menentukan bidang tanggung jawab yang erat
kaitannya dengan prognosis pasien. Ada tujuan yang sepenuhnya menjadi
tanggung jawab perawat, ada yang dianggap sebagai tanggung jawab
sepenuhnya dari dokter, ada pula tujuan yang merupakan tanggung jawab
bersama antara dokter dan perawat.
4. Elemen Kunci Efektifitas Kolaborasi
Kerjasama, menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk
memeriksa beberapa alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan.
Asertifitas penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka
dengan keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-
benar didengar dan konsensus untuk dicapai. Tanggung jawab, mendukung
suatu keputusan yang diperoleh dari hasil konsensus dan harus terlibat
dalam pelaksanaannya. Komunikasi artinya bahwa setiap anggota
bertanggung jawab untuk membagi informasi penting mengenai perawatan
pasien dan issu yang relevan untuk membuat keputusan klinis. Otonomi
mencakup kemandirian anggota tim dalam batas kompetensinya. Kordinasi
adalah efisiensi organisasi yang dibutuhkan dalam perawatan pasien,
mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi dalam
menyelesaikan permasalahan.
Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisi
profesional, kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada
pasien. Kolegalitas menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan
profesional untuk masalah-masalah dalam team dari pada menyalahkan
seseorang atau atau menghindari tangung
jawab. Hensen menyarankan konsep dengan arti yang sama : mutualitas
dimana dia mengartikan sebagai suatu hubungan yang memfasilitasi suatu
proses dinamis antara orang-orang ditandai oleh keinginan maju untuk
mencapai tujuan dan kepuasan setiap anggota. Kepercayaan adalah konsep
umum untuk semua elemen kolaborasi. Tanpa rasa pecaya, kerjasama tidak
akan ada, asertif menjadi ancaman, menghindar dari tanggung jawab,
terganggunya komunikasi . Otonomi akan ditekan dan koordinasi tidak akan
terjadi.
Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat
digunakan untuk mencapai tujuan kolaborasi team yaitu :
· Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan
menggabungkan keahlian unik profesional.
· Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
· Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
· Meningkatnya kohesifitas antar profesional
· Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional,
· Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan memahami
orang lain.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Peran dan fungsi perawat kesehatan jiwa dipengaruhi oleh situasi
lingkungandan masayarakat, khususnya tentang masalah kesehatan jiwa dan
gangguan jiwa. Mengingat situasi kesehatan jiwa pada tahun 2010, maka
perlu disiapkan tenaga kesehatan khususnya perawat agar target dapat
dicapai.Pendidikan perawat sangat mempengaruhi pelaksanaan peran yang
diberikan, olehkarena itu sinkronisasi antara teori, riset, praktek sangat
penting untuk mewujudkan kualitas praktek keperawatan yang
optimal.Tatanan pelayanan kesehatan jiwa harus diperlukan dalam rangka
pencegahan yaitu rentang pelayanan dari Rumah Sakit ke Masyarakat.
Kolaborasi adalah bentuk 'longgar' dari tim kerja interprofessional. Ini berbeda dari kerja
tim dalam hal identitas bersama dan integrasi individu yang kurang dianggap penting.
Namun, ini mirip dengan kerjasama tim dalam hal pembagian akuntabilitas bersama antara
individu, saling ketergantungan antar individu, kejelasan peran / tujuan dan tugas tim,
namun secara general kolaborasi digunakan pada setting dimana hanya memiliki sedikit
kondisi unpredictable, urgency dan kompleksitas. Contoh jenis pekerjaan dapat ditemukan
dalam perawatan primer dan umum (Delva et al., 2008)
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA