Anda di halaman 1dari 18

KEPERAWATAN JIWA

PERAN, FUNGSI PERAWAT JIWA DAN KOLABORASI INTERDISIPLIN


DALAM KESEHATAN DAN KEPERAWATAN JIWA

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 4 :

1. Ayu Lestari

2. Idawati

3. Lidiani

4. Muhammad Alwi

5. Siska Prianti

6. Yuyun Suci Wulandari

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES ST FATIMAH MAMUJU

TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat


serta petunjuk-Nya sehingga tersusunlah makalah ini dalam mata
pelajaran Keperawatan Jiwa.

Dengan segala kerendahan hati kami menyadari dan mengakui,


bahwa isi dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena
masih dalam proses pembelajaran.

Tidaklah akan terwujud dalam penyusunan makalah ini tanpa


bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang membantu kami. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada
Ibu Ns. Hermawati, S.Kep., M.Kes selaku pengajar mata kuliah
Keperawatan Jiwa atas bimbingan yang telah diberikan kepada kami
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Akhirnya, harapan kami semoga Allah SWT. membalas kebaikan-


kebaikan semua pihak yang telah memberikan bimbingan serta bantuan
dalam pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
rekan-rekan kami khususnya mahasiswa Program Studi Keperawatan S1.

Mamuju, April 2019

Penulis,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
...........................................................................................i

DAFTAR
ISI...........................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar
Belakang.......................................................................................1
B. Rumusan
Masalah..................................................................................2
C. Tujuan................................................................................................
....2

BAB II PEMBAHASAN

A. ...........................................3
B. .............................................4
C. .............6

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.........................................................................................
.13
B. Saran..................................................................................................
..13

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Keadaan kesehatan pada tahun 2000 diperkirakan jumlah gangguan
jiwa(psikosis) dapat diperkirakan pada ratio 1 – 3 per 1000 penduduk dan
gangguan jiwa ringan (neurosis) dam gamgguan perilaku pada ratio 20-60
per 1000 penduduk (Sistem Kesehatan Nasional), 1984, hal 39. Semua
profesi yang terkait dalam tim pelayanan kesehatan jiwa perlu membuat
program dan langkah nyata yangmenunjang percapainya target
tersebut.Perawat sebagai salah satu anggota tim pelayanan kesehatan jiwa
harus meningkatkanusaha dan perannya baik melalui jalur pelayanan
maupun pendidikan keperawatan.Institusi pendidikan yang memproduksi
perawat harus mengetahui peran, fungsi, dantugas perawat yang dibutuhkan
untuk mengatasi dan mencegah terjadinya masalahkesehatan jiwa. Jadi,
proses belajar peserta didik diarahkan pada pencapaiankompetensi yang
sesuai dengan peran, fungsi dan tugas yang sudah ditetapkan.Keperawatan
sebagai disiplin didasarkan pada teori, praktek dan riset, berusaha memenuhi
kebutuhan individu dan masyarakat (Dohany, Cook, dan Stopper, 1982,hal
77).
Disiplin diartikan dan diimplementasikan dalam kerangka peran
perawat.Melalui peran perawat memakai teori dan riset dalam praktek
keperawatan untuk memenuhi harapan masyarakat yaitu pemenuhan
kebutuhan mereka.
Standard Praktek Keperawatan Kesehatan Jiwa
Standard keperawatan jiwa dapat dipakai sebagai target untuk
mngukur keberhasilan (Gillies, 1982, hal 97). Standard bertujuan untuk
meningkatkan kualitasasuhan keperawatan, mengurangi biaya perawatan
dan menjadi dasar dalammenentukan kelalaian keperawatan.Pada tahun
1982, American Nurses Assosiation (dikutip oleh Stuart dan Sundeen,1987,
hal 24 – 27) telah memperbaiki dan menetapkan standard praktek
keperawatankesehatan jiwa. Standard terdiri dari 2 bagian :
1.Standard praktek profesional yang diuraikan dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan.
2.Standard penampilan praktek profesional.1)Standard Praktek Profesional.
Standard I : Teori
Perawat menggunakan teori yang ilmiah sebagai dasar
pengambilankeputusan dalam praktek keperawatan.
Standard II : Pengumpulan Data
Perawat terus menerus mengumpulkan data yang akurat, komprehensif dan
sistematis.
Standard III : Diagnosa Keperawatan
Perawat memakai diagnosa keperawatan dan standard klasifikasigangguan
jiwa dalam mengambil kesimpulan yang didukung olehcatatan pengkajian
data dan alasan ilmiah yang akurat.
Standard IV : Perencanaan
Perawat membuat perencanaan perawatan dengan tujuan yang positif dan
intervensi yang intervensi yang menggambarkan keunikantindakan
keperawatan pada setiap kebutuhan klien.
Standard V : Intervensi
Intervensi perawat diarahkan oleh rencana keperawatan
untuk mengimplementasikan tindakan keperawatan dalam
meningkatkan,mempertahankan, atau memulihkan kesehatan fisik dan
jiwa,mencegah penyakit dan dampak rehabilitasi.
Standard V-A, Intervensi : Psikoterapi
Perawat menggunakan intervensi psikoterapi untuk membantu kliendalam
memperoleh atau meningkatkan kemampuan kopingsebelumnya dan
mencegah hendaya lebih lanjut.
Standard V-B, Intervensi : Pendidikan Kesehatan
Perawat membantu klien, keluarga, kelompok untuk mencapaikepuasan dan
prodoktifitas dalam pola kehidupan melalui pendidikankesehatan.
Standard V-C, Intervensi : Aktivitas Kehidupan Sehatian (ADL)
2. Perawat menggunakan aktivitas kehidupan sehari-hari sebagai carauntuk
mencapai perawatan sendiri, dan kesehatan fisik dan jiwa klien.
Standard V-D, Intervensi : Terapi Somatik
Perawat menggunakan pengetahuan tentang terapi somatik
dan penggunaannya yang dihubungkan dengan keterampilan klinik
dalam bekerja dengan klien.
Standard V-E, Intervensi : Lingkungan Terapeutik
Perawat menciptakan, mengatur dan mempertahankan lingkunganterapeutik
melalui kerjasama dengan klien dan petugas kesehatan lain.
Standard V-F, Intervensi : Psikoterapi
Perawat menggunakan keahlian klinik yang tinggi, psikoterapi, psikoterapi
anak dan terapi modalitas yang lain untuk berfungsisebagai psikoterapist bagi
individu, kelompok, keluarga sertamengakui tanggung jawab profesional
dalam praktek keperawatan.
Standard VI : Evaluasi
Perawat mengevaluasi respon klien pada tindakan keperawatan dalamrangka
memperbaiki data dasar, diagnosa keperawatan, dan rencana perawatan
.
2)Standard Penampilan Profesional
Standard VII : Pertimbangan Teman (peer, review)
Perawat berperan serta dalam meninjau pekerjaan teman dan sistemevaluasi
yang lain untuk menjamin kualitas keperawatan yangdiberikan pada klien.
Standard VIII : Pendidikan Bekelanjutan
Perawat ikut bertanggung jawab dalam pendidikan berkelanjutan
dan pengembangan profesi dan menyokong pengembangan profesi lain.
Standard IX : Kerjasama Inter Disiplin
3. Perawat bekerjasama dengan disiplin lain dalam mengkaji,merencanakan,
mengimplementasikan dan mengevaluasi program danaktivitas program dan
aktivitas kesehatan jiwa.
Standard X : Pemanfaatan Sistem Kesehatan Masyarakat
Perawat berperan serta dengan anggota masyarakat lain dalammengkaji,
merencanakan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi pelayanan
kesehatan jiwa dan sistem masyarakat termasuk peningkatan rentang
pelayanan kesehatan yaitu prevensi primer,sekunder, dan tertier gangguan
jiwa.
Standard XI : Penelitian
Perawat mendukung keperawatan dan pelayanan kesehatan jiwa melalui
pembaharuan teori dan praktek serta berperan dalam penelitian.Perawat
Indonesia perlu mengembangkan dan menetapkan standard praktek
keperawatan yang sesuai dengan situasi sosial-budaya dan praktek
keperawatan kesehatan jiwa di Indonesia. Berdasarkan atas standard yang
ada, pelayanan dan pendidikan keperawatan dapatmengidentifikasi peran
yang diharapkan dari perawat untuk mencapaistandard yang telah
ditetapkan.

1.3. Rumusan Masalah


−Definisi perawatan jiwa
−Peran dan fungsi perawat kesehatan jiwa

Definisi Perawatan Jiwa


Perawatan kesehatan jiwa adalah area yang khusus dalam
praktek keperawatan yang menggunakan teori ilmiah tentang perilaku
manusia dan dirisendiri secara terapeutik sesuai dengan kiat perawat.
Berfokus pola pencegahan dantujuan terapeutik dalam meningkatkan
kesehatan jiwa masyarakat (Evans dkk, 1976,dikutip oleh Cook dan Fontaino,
1987, h. 41). Teori ilmiah diterapkan dalam pelayanan perawatan kesehatan
jiwa.

Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya meningkatkan


dan mempertahankan perilaku pasien yang berperan pada fungsi yang
terintegrasi. Sistem pasien berupa: individu, keluarga, kelompok, organisasi,
atau komunitas. Defenisi keperawatan jiwa menurut American Nurses’
Association: “suatu bentuk spesialisasi praktik keperawatan yang
menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri
yang bermanfaat sebagai kiatnya.
Praktik keperawatan jiwa terjadi dalam konteks social dan lingkungan. Peran
keperawatan jiwa professional kini mencakup dimensi kompetensi klinis,
advokasi pasien-keluarga, tanggung jawab fiscal, kolaborasi antar disiplin,
akuntabilitas social, dan parameter legal-etik.
Center for Mental Health Service secara resmi mengakui keperawatan
kesehatan jiwa sebagai salah satu dari lima inti disiplin kesehatan jiwa.
Perawat jiwa menggunakan pengetahuan ilmu psikososial, biofisik, teori
kepribadian, dan perilaku manusia untuk mendapatkan suatu kerangka
berpikir teoritis yang mendasari praktik keperawatan.

Tingkat Kinerja
Ada 4 faktor yang membantu menentukan tingkat fungsi dan jenis aktivitas
yang dilakukan oleh perawat jiwa:
1. Legislasi perawat jiwa
2. Kualifikasi perawat, termasuk pendidikan, pengalaman kerja, dan status
sertifikasi.
3. Tatanan praktik perawat.
4. Tingkat kompetensi personal dan inisiatif perawat.

Berikut ada 2 tingkat praktik keperawatan klinis kesehatan jiwa yang telah
diidentifikasi :
1. Psychiatric-mental health registered nurse (RN) adalah perawat terdaftar
berlisensi yang menunjukkan keterampilan klinis dalam keperawatan
kesehatan jiwa melebihi perawat baru di lapangan. Sertifikasi adalah proses
formal untuk mengakui bidang keahlian klinis perawat. Huruf “C” yang
diletakkan setelah RN (mis: RN.C) menunjukkan status sertifikasi tingkat
dasar.
2. Advance practice registered nurse in psychiatric-mental health (APRN-
PMH) adalah perawat terdaftar berlisensi yang minimal berpendidikan tingkat
MASTER, memiliki pengetahuan mendalam tentang teori keperawatan jiwa,
membimbing praktik klinis, dan memiliki kompetensi keterampilan
keperawatan jiwa lanjutan. Perawat kesehatan jiwa pada praktik lanjutan
dipersiapkan untuk memiliki gelar master dan doctor dalam bidang
keperawatan atau bidang lain yang berhubungan. Huruf “CS” diletakkan
setelah APRN (mis:APRN.CS) menunjukkan bahwa perawat adalah speliasis
berijazah dalam bidang keperawatan kesehatan jiwa.
Tingkat Pencegahan
Intervensi keperawatan jiwa mencakup tiga area aktivitas:
1. Pencegahan primer: menurunkan insiden penyakit di komunitas dengan
mengubah factor penyebab sebelum hal tersebut membahayakan. Meliputi
promosi kesehatan dan pencegahan penyakit.
2. Pencegahan sekunder: mencakup pengurangan prevalensi penyakit actual
melalui deteksi dini dan penanganan masalah kesehatan.
3. Pencegahan tersier: mencakup penurunan gangguan atau disabilitas yang
disebabkan oleh penyakit.

Asuhan yang kompeten


Tiga domain praktik keperawatan jiwa kontemporer meliputi :
1. Aktivitas asuhan langsung.
2. Aktivitas komunikasi.
3. Aktivitas pelaksanaan.

2.5. Peran, dan Fungsi Perawat Kesehatan Jiwa


Wilson dan Kneisl (1988, h.39) mengemukakan peran perawat kesehatan
jiwa diberbagai lingkungan pelayanan sebagai berikut :
a.Memberi perawatan langung pada klien dan keluarga,
b.Memakai lingkungan secara konstruktif,
c.Mendidik perawatan mandiri,
d.Mengkoordinasi berbagai aspek perawatan,
e.Memberi perawatan kontinu,
f.Membela klien dan keluarga,
g.Melibatkan diri pada aktivitas pencegahan primer,
h.Meningkatkan perikemanusiaan perawatan kesehatan jiwa.

Demikian pula Benfer, 1980 (dikutip oleh Evans dan Lewis, 1985, h.
108)menguraikan peran perawat sebagai anggota tim kesehatan jiwa sebagai
berikut :
a.Mendapatkan riwayat perawatan dan melakukan pengkajian,
b.Implementasi rencana perawatan, mengkaji efek, dan mencatat
intervensidan respons,
c.Menentukan cara pemenuhan kebutuhan klien dalam lingkungan,
d.Mendidik klien,
e.Mengkoordinasi aktivitas klien,
f.Mengantisipasi dan mencegah.

Fungsi perawat selalu tampak nyata melalui aktivitas


a.Membantu kebutuhan emosi klien
b.Berespon pada klien krisis
c.Intervensi untuk menurunkan panik pada gangguan jiwa,
d.Melindungi hak klilen,
e.Mengkaji efek terapi somatik pada klien,
f.Membantu perilaku klien,
g.Memimpin dan membantu tenaga perawatan yang lain,
h.Bertindak sebagai role model bagi staf yang lain,
i.Mencoba memprakarsai peningkatan program pelayanan,
j.mendorong kemandirian klien,
k.Bekerja sama dengan anggota disiplin lain dalam terapi klien,
l.Mewawancarai klien untuk mendapatkan data,
m.Implementasi rencana perawatan,
n.Bertindak sebagai role model bagi klien,
o.Mengkaji kebutuhan fisik klien,
p.Membuat rencana perawatan,
q.Bekerja dalam klien dalam aktivitas hidup harian,
r.Mengkaji keributan bangsal dan melakukan perbaikan,
s.Mendorong klien untuk mencoba pola kehidupan yang lebih konstruktif,
t.Mendidik klien perilaku sosial yang sesuai,
u.Berperan serta dalam menentukan peraturan pelayanan,
v.Bertindak sebagai pendidik,
w.Membantu peningkatan kompetensi sosial,
x.Berperan serta dalam penelitian yang melibatkan klien,
y.Menggunakan sumber dari masyarakat.

Kolaborasi
Kolaborasi adalah bentuk 'longgar' dari tim kerja interprofessional. Ini
berbeda dari kerja tim dalam hal identitas bersama dan integrasi individu
yang kurang dianggap penting. Namun, ini mirip dengan kerjasama tim dalam
hal pembagian akuntabilitas bersama antara individu, saling ketergantungan
antar individu, kejelasan peran / tujuan dan tugas tim, namun secara general
kolaborasi digunakan pada setting dimana hanya memiliki sedikit kondisi
unpredictable, urgency dan kompleksitas. Contoh jenis pekerjaan dapat
ditemukan dalam perawatan primer dan umum (Delva et al., 2008).
Pemahaman mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi kurang berdasar
jika hanya dipandang dari hasilnya saja. Pembahasan bagaimana proses
kolaborasi itu terjadi justru menjadi point penting yang harus disikapi.
Bagaimana masing-masing profesi memandang arti kolaborasi harus
dipahami oleh kedua belah pihak sehingga dapat diperoleh persepsi yang
sama.
Seorang dokter saat menghadapi pasien pada umumnya berfikir, ” apa
diagnosa pasien ini dan perawatan apa yang dibutuhkannya” pola pemikiran
seperti ini sudah terbentuk sejak awal proses pendidikannya. Sulit dijelaskan
secara tepat bagaimana pembentukan pola berfikir seperti itu apalagi
kurikulum kedokteran terus berkembang. Mereka juga diperkenalkan dengan
lingkungan klinis dibina dalam masalah etika, pencatatan riwayat medis,
pemeriksaan fisik serta hubungan dokter dan pasien. mahasiswa kedokteran
pra-klinis sering terlibat langsung dalam aspek psikososial perawatan pasien
melalui kegiatan tertentu seperti gabungan bimbingan – pasien. Selama
periode tersebut hampir tidak ada kontak formal dengan para perawat,
pekerja sosial atau profesional kesehatan lain. Sebagai praktisi memang
mereka berbagi lingkungan kerja dengan para perawat tetapi mereka tidak
dididik untuk menanggapinya sebagai rekanan/sejawat/kolega (Siegler dan
Whitney, 2000).
Di lain pihak seorang perawat akan berfikir : apa masalah pasien ini?,
bagaimana pasien menanganinya?, bantuan apa yang dibutuhkannya?, dan
apa yang dapat diberikan kepada pasien?. Perawat dididik untuk mampu
menilai status kesehatan pasien, merencanakan intervensi, melaksanakan
rencana, mengevaluasi hasil dan menilai kembali sesuai kebutuhan. Para
pendidik menyebutnya sebagai proses keperawatan. Inilah yang dijadikan
dasar argumentasi bahwa profesi keperawatan didasari oleh disiplin ilmu
yang membantu individu sakit atau sehat dalam menjalankan kegiatan yang
mendukung kesehatan atau pemulihan sehingga pasien bisa mandiri.
Sejak awal perawat dididik mengenal perannya dan berinteraksi dengan
pasien. Praktek keperawatan menggabungkan teori dan penelitian perawatan
dalam praktek rumah sakat dan praktek pelayanan kesehatan masyarakat.
Para pelajar bekerja diunit perawatan pasien bersama staf perawatan untuk
belajar merawat, menjalankan prosedur dan menginternalisasi peran.
Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing
pengetahuan yang direncanakan yang disengaja, dan menjadi tanggung
jawab bersama untuk merawat pasien. Kadangkala itu terjadi dalam
hubungan yang lama antara tenaga profesional kesehatan (Lindeke dan
Sieckert, 2005).
Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat
klinik bekerja dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam
lingkup praktek profesional keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi
sebagai pemberi petunjuk pengembangan kerjasama atau mekanisme yang
ditentukan oleh peraturan suatu negara dimana pelayanan diberikan.
Perawat dan dokter merencanakan dan mempraktekan bersama sebagai
kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek
dengan berbagi nilai-nilai dan pengetahuan serta respek terhadap orang lain
yang berkontribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat.
3. Proses Kolaborasi
Sifat interaksi antara perawat – dokter menentukan kualitas praktik
kolaborasi . ANA ( 1980 ) menjabarkan kolaborasi sebagai ” hubungan
rekanan sejati , dimana masing-masing pihak menghargai kekuasaan pihak
lain, dengan mengenal dan menerima lingkup kegiatan dan tanggung jawab
masing-masing yang terpisah maupun bersama, saling melindungi
kepentingan masing-masing dan adanya tujuan bersama yang diketahui
kedua pihak ” . Dari penjabaran sifat kolaborasi dapat disimpulkan bahwa
kolaborasi dapat dianalisis melalui empat buah indikator :
· Kontrol – kekuasaan
Berbagi kekuasaan atau kontrol kekuasaan bersama dapat terbina apabila
baik dokter maupun perawat terdapat kesempatan sama untuk
mendiskusikan pasien tertentu. Beberapa peneliti telah mengembangkan
instrumen penelitian untuk mengukur kontrol-kekuasaan pada interaksi
perawat-dokter.
· Lingkungan Praktik
Lingkungan praktik menunjukan kegiatan dan tanggung jawab masingmasing
pihak. Meskipun perawat dan dokter memiliki bidang praktik yang terpisah
sesuai dengan peraturan praktik perawat dan dokter,tapi ada tugastugas
tertentu yang dibina bersama.
· Kepentingan Bersama
Peneliti yang menganalisa kepentingan bersama sebagai indikator kolaborasi
antara perawat dan dokter seringkali menanggapi dari sudut pandang
perilaku organisasi. Para teoris ini menjabarkan kepentingan bersama secara
operasional menggunakan istilah tingkat ketegasan masing-masing ( usaha
untuk memuaskan sendiri ) dan faktor kerja sama ( usaha untuk memuaskan
kepentingan pihak lain ). Thomas dan Kilmann (1974) telah merancang
model untuk mengukur pola managemen penanganan konflik: (1) bersaing,
(2) berkolaborasi, 3) berkompromi, (4) menghindar, (5 ) mengakomodasi.
· Tujuan Bersama
Tujuan manajemen penyembuhan sifatnya lebih terorientasi kepada pasien
dan dapat membantu menentukan bidang tanggung jawab yang erat
kaitannya dengan prognosis pasien. Ada tujuan yang sepenuhnya menjadi
tanggung jawab perawat, ada yang dianggap sebagai tanggung jawab
sepenuhnya dari dokter, ada pula tujuan yang merupakan tanggung jawab
bersama antara dokter dan perawat.
4. Elemen Kunci Efektifitas Kolaborasi
Kerjasama, menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk
memeriksa beberapa alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan.
Asertifitas penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka
dengan keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-
benar didengar dan konsensus untuk dicapai. Tanggung jawab, mendukung
suatu keputusan yang diperoleh dari hasil konsensus dan harus terlibat
dalam pelaksanaannya. Komunikasi artinya bahwa setiap anggota
bertanggung jawab untuk membagi informasi penting mengenai perawatan
pasien dan issu yang relevan untuk membuat keputusan klinis. Otonomi
mencakup kemandirian anggota tim dalam batas kompetensinya. Kordinasi
adalah efisiensi organisasi yang dibutuhkan dalam perawatan pasien,
mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi dalam
menyelesaikan permasalahan.
Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisi
profesional, kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada
pasien. Kolegalitas menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan
profesional untuk masalah-masalah dalam team dari pada menyalahkan
seseorang atau atau menghindari tangung
jawab. Hensen menyarankan konsep dengan arti yang sama : mutualitas
dimana dia mengartikan sebagai suatu hubungan yang memfasilitasi suatu
proses dinamis antara orang-orang ditandai oleh keinginan maju untuk
mencapai tujuan dan kepuasan setiap anggota. Kepercayaan adalah konsep
umum untuk semua elemen kolaborasi. Tanpa rasa pecaya, kerjasama tidak
akan ada, asertif menjadi ancaman, menghindar dari tanggung jawab,
terganggunya komunikasi . Otonomi akan ditekan dan koordinasi tidak akan
terjadi.
Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat
digunakan untuk mencapai tujuan kolaborasi team yaitu :
· Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan
menggabungkan keahlian unik profesional.
· Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
· Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
· Meningkatnya kohesifitas antar profesional
· Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional,
· Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan memahami
orang lain.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Peran dan fungsi perawat kesehatan jiwa dipengaruhi oleh situasi
lingkungandan masayarakat, khususnya tentang masalah kesehatan jiwa dan
gangguan jiwa. Mengingat situasi kesehatan jiwa pada tahun 2010, maka
perlu disiapkan tenaga kesehatan khususnya perawat agar target dapat
dicapai.Pendidikan perawat sangat mempengaruhi pelaksanaan peran yang
diberikan, olehkarena itu sinkronisasi antara teori, riset, praktek sangat
penting untuk mewujudkan kualitas praktek keperawatan yang
optimal.Tatanan pelayanan kesehatan jiwa harus diperlukan dalam rangka
pencegahan yaitu rentang pelayanan dari Rumah Sakit ke Masyarakat.

Kolaborasi adalah bentuk 'longgar' dari tim kerja interprofessional. Ini berbeda dari kerja
tim dalam hal identitas bersama dan integrasi individu yang kurang dianggap penting.
Namun, ini mirip dengan kerjasama tim dalam hal pembagian akuntabilitas bersama antara
individu, saling ketergantungan antar individu, kejelasan peran / tujuan dan tugas tim,
namun secara general kolaborasi digunakan pada setting dimana hanya memiliki sedikit
kondisi unpredictable, urgency dan kompleksitas. Contoh jenis pekerjaan dapat ditemukan
dalam perawatan primer dan umum (Delva et al., 2008)
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, E.T., dan Mc. Faulane, J.M. (1988).


Community As Client : ApplicationOf The Nursing Process.
Philadelphia : J.B. Lippincett Company.
https://www.scribd.com/doc/169316451/Peran-Dan-Fungsi-Perawatan-
Kesehatan-Keperawatan-Jiwa-Edit
Nunung Nurhayati, Ns., perawat. (2015) . blog .
http://perawatnunung.blogspot.com/2015/04/pendekatan-interdisiplin-dan-
kolaborasi.html

Anda mungkin juga menyukai