Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Veteriner September 2017 Vol. 18 No.

3 : 446-452
pISSN: 1411-8327; eISSN: 2477-5665 DOI: 10.19087/jveteriner.2017.18.3.446
Terakreditasi Nasional, Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, online pada http://ojs.unud.ac.id/php.index/jvet
Kemenristek Dikti RI S.K. No. 36a/E/KPT/2016

Deteksi Gen Resisten Insektisida Organofosfat


pada Aedes aegypti di Banyuwangi, Jawa Timur
Menggunakan Polymerase Chain Reaction
(DETECTION OF ORGANOPHOSPHATE INSECTICIDES RESISTANT GENES
IN AEDES AEGYPTI IN BANYUWANGI DISTRICT, EAST JAVA
USING POLYMERASE CHAIN REACTION)

Aditya Yudhana 1, Ratih Novita Praja2,


Maya Nurwartanti Yunita3

1
Laboratorium Helmintologi, Departemen Parasitologi Veteriner,
2
Laboratorium Bakteriologi dan Mikologi, Departemen Mikrobiologi,
3
Laboratorium Patologi, Departemen Patologi Veteriner,
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga
Kampus-C Unair Jln. Mulyorejo, Surabaya, Jawa Timur, Indonesia, 60115
Telp. (031) 5993016, Fax (031) 5990315; Email: aditvet@gmail.com

ABSTRAK

Kabupaten Banyuwangi masih tercatat sebagai daerah yang belum sepenuhnya bebas dari wabah
demam berdarah dengue (DBD). Perubahan genom nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama virus
dengue diperkirakan menjadi penyebab sulitnya pengendalian penyakit DBD. Ekspresi gen Voltage Gated
Sodium Channel (VGSC) dapat dijadikan indikasi penting sejauh mana perkembangan nyamuk Aedes
aegypti resisten terhadap insektisida golongan tertentu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeteksi
gen penyandi VGSC pada nyamuk A. aegypti yang berkaitan dengan mekanisme resistensi terhadap
insektisida golongan organofosfat menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR). Hasil uji
resistensi susceptibility test menunjukkan sampel nyamuk A. aegypti dari tiga kecamatan di Kabupaten
Banyuwangi yaitu Kecamatan Tegaldlimo, Purwoharjo, dan Banyuwangi resisten terhadap insektisida
malathion 0,8 % (kelompok organofosfat). Hasil deteksi gen melalui PCR didapatkan band yang muncul
dengan panjang 250 bp. Hal tersebut menunjukkan bahwa gen pembawa resistensi insektisida (VGSC)
telah terdeteksi pada sampel yang diuji. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan untuk pengendalian
vektor DBD di Kabupaten Banyuwangi dengan menggunakan alternatif insektisida selain dari golongan
organofosfat.

Kata-kata kunci: resistensi; Aedes aegypti; Voltage Gated Sodium Channel (VGSC); Polymerase Chain
Reaction (PCR)

ABSTRACT

Banyuwangi is still listed as areas not completely free from hemorrhagic dengue fever outbreak.
Changes in the genome of Aedes aegypti mosquito as the main vector of dengue virus is estimated to be the
cause of difficulty in controlling the disease. Expression of Voltage Gated Sodium Channel (VGSC) genes
can be used as an important indication of Aedes aegypti mosquitoes resistancy to certain groups insecticides.
The purpose of this study was to detect the Voltage Gated Sodium Channel (VGSC) genes coding in Aedes
aegypti using Polymerase Chain Reaction (PCR); as it is related to the mechanism of resistance to
organophosphate insecticides groups. Results of resistency by susceptibility test showed that Aedes aegypti
mosquito samples from three district ie. Tegaldlimo, Purwoharjo, and Banyuwangi were resistant to
malathion 0.8% insecticide (organophosphates group). PCR results detected gen band with 250 bp length,
which confirmed that insecticide resistance gene has been detected in the tested samples. Based on this
study results, it is recommended to use alternative insecticides apart from organophosphate group for
dengue vector control in Banyuwangi. .

Key words: resistence; Aedes aegypti; Voltage Gated Sodium Channel (VGSC); Polymerase Chain Reaction
(PCR).

446
Aditya Yudhana, et al Jurnal Veteriner

PENDAHULUAN Kota Semarang telah 100% resisten terhadap


insektisida golongan organofosfat yaitu
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau malathion 0,8% dan permethrin 0,25%.
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) menjadi Kabupaten Banyuwangi masih tercatat
penyakit yang pola kejadiannya sulit sebagai daerah yang belum sepenuhnya bebas
dikendalikan. Wabah sporadis DBD tercatat dari wabah DBD. Laporan Dinas Kesehatan
dengan angka morbiditas 83% dan mortalitas bahwa pada tahun 2014 telah terjadi 14% kasus
mencapai 11% sehingga penyakit ini ditetapkan yang menderita DBD dari total presentase
sebagai kejadian luar biasa. Manifestasi yang kejadian di Jawa Timur. Segala macam upaya
ditimbulkan oleh penyakit DBD berupa gejala telah dilakukan termasuk dengan melakukan
sedang hingga berat bahkan menyebabkan pengendalian secara kimiawi dan abatisasi
kematian (WHO, 2014). berkala sepanjang musim yang diperkirakan
Penyakit DBD disebabkan oleh agen infeksi angka insidensi sangat tinggi sehingga dapat
virus dengue yang terdiri dari berbagai serotipe meredam wabah DBD (Dinkes Banyuwangi,
DENV-1, -2, -3, dan -4. Virus dengue 2015).
menginfeksi inang melalui vektor nyamuk Perubahan genom nyamuk A. aegypti
Aedes aegypti yang juga merupakan vektor sebagai mayor vektor virus dengue diperkirakan
penyakit virus demam kuning (yellow fever) dan menjadi penyebab sulitnya pengendalian
chikunguya. Infeksi virus dengue dapat penyakit DBD. Resistensi terhadap insektisida
berlangsung sangat cepat dan memungkinkan juga berpotensi masih tingginya siklus nyamuk
lebih dari satu serotipe agen infeksi. Masa vektor DBD tidak bisa ditanggulangi secara
inkubasi yang sangat singkat dan angka tuntas. Ekspresi gen spesifik dan autosom
penularan yang tinggi dapat meningkatkan diindikasikan memengaruhi lokus pada genom
risiko pendaurulangan virus apabila nyamuk terlebih lagi apabila timbul efek resistensi dari
lain menghisap darah penderita sehingga paparan insektisida. Voltage Gated Sodium
menjadi vektor baru (Prasetyowati, 2012). Channel (VGSC) dapat dijadikan indikasi
Berbagai macam upaya telah dilakukan penting sejauh mana perkembangan nyamuk A.
untuk mencegah dan menanggulangi wabah aegypti resisten terhadap insektisida golongan
DBD. Partisipasi aktif masyarakat untuk tertentu sehingga penggunaannya bisa
mengendalikan wabah DBD berupa perbaikan dievaluasi dan diperbaiki untuk meningkatkan
dan modifikasi kebersihan lingkungan, tindakan preventif (Sinkins, 2010). Tujuan
pengendalian fisik dengan raket elektrik dan penelitian ini adalah untuk mendeteksi gen
insect net, pengendalian biologi berupa budidaya penyandi VGSC pada nyamuk A. aegypti yang
ikan pemakan jentik nyamuk, serta berkaitan dengan mekanisme resistensi
pengendalian kimiawi berupa fogging dan terhadap insektisida golongan organofosfat
insektisida. Upaya pengendalian dengan metode menggunakan teknik Polymerase Chain
abatisasi, penyuluhan, dan surveilance telah Reaction (PCR).
dilakukan secara berkala namun kejadian DBD
masih terulang (Komalamisra, 2011).
Nyamuk A. aegypti dilaporkan telah METODE PENELITIAN
mengalami resistensi terhadap insektisida
cypermethrin 0,05% di beberapa wilayah di Jawa Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-
Tengah yaitu di Jepara, Blora, Kota Semarang, November 2015. Penelitian bersifat kualitatif
Kota Salatiga, Kota Surakarta, Kota Tegal, Kota yang menggunakan kombinasi kajian
Magelang, dan Kota Purwokerto (Widiarti, 2011). epidemiologi dengan pendekatan cross sectional
Hasil tersebut juga didukung dengan penelitian study. Penentuan tempat berdasarkan pada
selanjutnya yang dilakukan di daerah Semarang kriteria khusus sampling stratifikasi pada
oleh Sayono (2012) dan menyatakan bahwa penelitian yang dapat merepresentasi sampel
resistensi insektisida cypermethrin yang terjadi yang dibutuhkan sebagai data penelitian.
pada A. aegypti ini juga berpengaruh terhadap Sampel penelitian diambil berdasarkan wilayah
status resistensi nyamuk Culex quinquefas- yang mengalami kasus penyakit demam
ciatus karena jumlahnya yang banyak dan berdarah tertinggi di Kabupaten Banyuwangi
terdapat pada target gen yang sama. Hasil yaitu dari Kecamatan Banyuwangi, Tegaldlimo,
penelitian terbaru pada tahun 2015 juga dan Purwoharjo. Sampel diperoleh dengan
menunjukkan bahwa vektor DBD, A. aegypti di menggunakan ovitrap yang telah dipasang

447
Jurnal Veteriner September 2017 Vol. 18 No. 3 : 446-452

secara acak pada wilayah tersebut. Sampel yang verifikasi/toleran); (iii) <80% = (resisten).
telah berhasil dikoleksi selanjutnya dipelihara Nyamuk dewasa sebanyak 5-10 ekor
untuk dilakukan uji kerentanan insektisida di dimasukan dalam tabung microtube untuk
Laboratorium Instrumen PDD Banyuwangi dan dilakukan isolasi DNA dengan metode Chelex-
deteksi gen penyandi resistensi insektisida di 100 Ion-Exchanger. Satu ekor nyamuk dewasa
Institute of Tropical Diseases (ITD), Universitas dimasukan ke dalam tabung mikrosentrifuge 1,5
Airlangga, Surabaya. mL dan ditambahkan PBS sebanyak 50 µL ke
Uji Resistensi vektor demam berdarah dalam tabung kemudian nyamuk dihancurkan
terhadap insektisida dilakukan dengan metode secera mekanik dengan menggunakan Teflon
Standard WHO impregnated paper yang pestle. Homogenat yang diperoleh ditambahkan
kemudian dilanjutkan dengan deteksi pada gen 1 µL 0,5 % saponin dingin dan diaduk pelan-
penyandi VGSC menggunakan teknik Semi pelan. Tabung kemudian diinkubasi pada
nested PCR. Visualisasi hasil PCR gen penyandi refrigerator suhu 4 Ë% C selama 24 jam.
VGSC dilakukan dengan menggunakan metode Homogenat nyamuk selanjutnya disentrifus
elektroforesis pada gel agarose 2%. dengan kecepatan 3000 rpm selama lima menit,
Ovitrap dipasang secara acak pada tiga supernatan dibuang untuk menghilangkan
wilayah endemis demam berdarah di Kabupaten saponin. Setelah supernatan dibuang ke dalam
Banyuwangi yaitu Kecamatan Tegaldlimo, tabung ditambahkan 1 mL PBS dan
Purwoharjo, dan Banyuwangi. Ovitrap diamati disentrifugasi selama lima menit dengan
setiap hari. Koleksi sampel dari ovitrap kecepatan 3000 rpm. Setelah selesai disentrifus
dilakukan satu minggu kemudian dan ditambahkan air steril sebanyak 150 µL dan
didapatkan sampel berupa larva instar-1. Larva 20% suspensi chelex sebanyak 50 µL. Kemudian
nyamuk yang berhasil dikoleksi selanjutnya dipanaskan/didihkan hingga suhu mencapai di
dilakukan identifikasi dan dipelihara sampai atas 90Ë%C selama 10 menit. Selesai dipanaskan
menjadi nyamuk dewasa di laboratorium. Setiap selama 10 menit, dan dilanjutkan dengan di-
hari larva diberi pakan serbuk campuran vortex beberapa detik. Untuk memisahkan
bekatul dan daging dengan perbandingan 10:4 chelex tabung dicentrifus selama 10 menit
sebanyak 75-200 mg, disesuaikan besarnya dengan kecepatan 12.000 rpm. Supernatan
instar larva. Setelah larva menjadi nyamuk (cairan yang di atas) diambil dan dipisahkan dari
dewasa, selanjutnya dilakukan uji resistensi pellet (endapan). Supernatan tersebut yang
menurut standar WHO, menggunakan digunakan untuk melakukan PCR. Supernatan
impregnated papers atau uji secara konven- yang terbentuk dipindahkan ke dalam tabung
sional. Kondisi nyamuk dewasa yang digunakan 1,5 mL yang baru. Campuran (supernatan)
untuk uji susceptibility adalah hasil dari dibagi ke dalam dua tabung, satu tabung
pemeliharaan larva pertama (F1) dan berumur langsung digunakan dan tabung yang lain
sekitar 2-3 hari. disimpan (Wooden et al., 1993).
Uji kerentanan insektisida standar WHO Polymerase chain reaction adalah suatu
dilakukan dengan mempersiapkan 4-5 tabung metode melipatgandakan (amplifikasi) secara
dan pada setiap tabung uji dipasang kertas eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu
berinsektisida secara melingkar. Nyamuk secara in vitro. Seminested PCR merupakan
sebanyak 20-25 ekor dimasukan ke dalam metode amplifikasi DNA target dengan dua kali
tabung uji. Nyamuk dikontakan dengan running PCR. Running PCR pertama
insektisida selama satu jam. Sebagai kontrol menggunakan satu pasang primer (forward dan
digunakan dua tabung yang diberi tanda dan reverse), sedangkan pada running PCR kedua
dilengkapi kertas tanpa insektisida. Nyamuk salah satu primernya (forward atau reverse)
diuji kontak dengan kertas berinsektisida adalah primer yang digunakan pada PCR
selama satu jam, kemudian dipindahkan ke pertama. Primer adalah suatu sekuen
dalam tabung holding (penyimpanan) yang oligonukleotida pendek yang berfungsi
diberi tanda dengan label. Kematian nyamuk mengawali sintesis rantai DNA dalam reaksi
diamati dan dihitung setelah 24 jam penyim- berantai polymerase. Sebelum dilakukan PCR,
panan. Selama penyimpanan kelembapan dijaga komponen-komponen pereaksi, yaitu 10x dapar
dan pada tabung holding dilengkapi handuk PCR; MgCl2 50mM; dNTP 10 mM; primer kdr
basah. Kriteria kerentanan ditentukan F; Primer kdr R, enzim DNA polimerase Taq;
menurut Herath (2012): (i) kematian sebesar ddH2O; dan sampel DNA dicampur terlebih
99-100% = (peka); (ii) 80-98% = (diperlukan dahulu dalam tabung mikrosentrifus 0,2 ml.

448
Aditya Yudhana, et al Jurnal Veteriner

Setelah pembuatan campuran pereaksi PCR di Kabupaten Banyuwangi yaitu Tegaldlimo,


selesai, tabung dimasukan ke dalam mesin Purwoharjo, dan Banyuwangi resisten terhadap
thermal cycler. Primer-primer yang digunakan insektisida malathion 0,8 % (kelompok
adalah primer forward AgF_kdr; primer reverse organofosfat). Isolasi DNA nyamuk
An_kdr_R2; dan primer reverse AgR_kdr. menggunakan metode Chelex-100, diperoleh
Sekuen primer yang digunakan dalam strategi DNA dari nyamuk cukup banyak. Fragmen
amplifikasi gen VGSC pada nyamuk Anopheles gen penyandi VGSC diidentifikasi menggunakan
menurut Kazanidou et al. (2009) adalah sebagai metode Semi-Nested PCR. Berdasarkan hasil
berikut: amplifikasi fragmen target gen VGSC yaitu
AgF_kdr : 5’ GACCATGATCTGCCAAGATGGAAT 3’ sepanjang 250 base pairs (bp) pada tiga sampel
An_kdr_R2 : 5’ GAGGATGAACCGAAATTGGACA 3’ nyamuk yang diuji (Gambar 1).
AgR_kdr : 5’ GCAAGGCTAAGAAAAGGTTAAGCA 3’ Pada Gambar 1 ditunjukan hasil uji
resistensi menggunakan teknik Semi-Nested
Data yang didapat dari setiap variabel PCR di tiga kecamatan. Kecamatan Tegaldlimo
dependen, diakumulasi dan dilihat sebagai data ditandai angka 1, Purwoharjo ditandai angka
kualitatif ada tidaknya perubahan mutasi genom 2, Banyuwangi ditandai angka 3, dan 4 adalah
yang disebabkan oleh resistensi insektisida akan marker. Hasil dari Kecamatan Tegaldlimo dan
dipaparkan secara deskriptif. Purwoharjo terdeteksi band dengan angka 250
bp (basepair), sedangkan pada Kecamatan
Banyuwangi terdeteksi band dengan angka 260
HASIL DAN PEMBAHASAN bp.
Uji coba resistensi pada sampel nyamuk
Hasil uji kerentanan pada Tabel 1 menggunakan standar WHO, susceptibility test
menunjukkan bahwa populasi nyamuk A. impregnated paper sangat membantu dalam
aegypti yang berasal dari tiga kecamatan di mendapatkan bukti adanya mutasi gen VGSC
Banyuwangi yaitu Tegaldlimo, Purwoharjo, dan yang berperan pada mekanisme resistensi. Hasil
Banyuwangi telah resisten terhadap insektisida susceptibility test tersebut dapat digunakan
malathion 0,8% dengan presentase kematian sebagai indikator terjadinya resistensi
nyamuk sebesar 0% pada Kecamatan insektisida karena memberikan gambaran
Tegaldlimo dan Purwoharjo (resisten 100%) sangat spesifik pada kejadian resistensi secara
serta 1% pada kecamatan Banyuwangi (resisten fenotip dan didukung dengan adanya band yang
99%). terlihat pada elektroforesis PCR gen penyandi
VGSC nyamuk A. aegypti. Hasil yang didapat
Tabel 1. Jumlah dan persentase (%) nyamuk menunjukkan A. aegypti dari Kabupaten
Aedes aegypti yang mati pada uji
kerentanan terhadap insektisida
malathion 0,8%.

Lokasi Jumlah Jumlah


Nyamuk nyamuk mati
(kecamatan) uji *) (%)

Tegaldlimo 100 0 (0)


Purwoharjo 100 0 (0)
Banyuwangi 100 1 (1)
Kontrol 100 0 (0)

Keterangan: *) Empat kali ulangan, masing-masing


25 ekor nyamuk; **) Kontrol (-)
menggunakan nyamuk sampel meng-
gunakan kertas tanpa insektisida

Hasil uji resistensi beberapa sampel


nyamuk menggunakan metode standart WHO Gambar 1. Hasil deteksi gen VGSC menggu-
menghasilkan A. aegypti dari tiga kecamatan nakan metode Semi-Nested PCR.

449
Jurnal Veteriner September 2017 Vol. 18 No. 3 : 446-452

Banyuwangi resisten terhadap insektisida dan malaria telah dikendalikan dengan


malathion 0,8% (golongan organofosfat). insektisida karbamat dengan cara pemberian
Hasil penelitian tersebut berkaitan dengan kelambu berinsektisida. Faktanya, vektor
spesies A. aegypti yang telah mengalami demam berdarah dari tiga kecamatan di
penekanan secara selektif terhadap insektisida Kabupaten Banyuwangi yaitu Tegaldlimo,
dari golongan organofosfat. Diketahui bahwa Purwoharjo, dan Banyuwangi, juga telah
insektisida golongan organofosfat telah banyak mengalami resistensi terhadap insektisida
digunakan masyarakat atau rumah tangga golongan organofosfat (malathion). Pengendalian
sehingga nyamuk A. aegypti sering terpapar dengan metode fogging menggunakan
dengan insektisida tersebut dan ditambah insektisida organofosfat yang sebagian besar
dengan insektisida dari golongan lain. Dinas mempunyai bahan aktif malathion telah
Kesehatan Kabupaten Banyuwangi menginfor- terbukti menyebabkan terjadinya resistensi
masikan bahwa insektisida malathion telah dengan didukung hasil uji secara molekuler.
digunakan di beberapa kecamatan di Banyu- Bukti bahwa telah terdeteksi gen penyandi
wangi untuk pengendalian A. aegypti secara VGSC insektisida golongan organofosfat pada
fogging. Berdasarkan hasil susceptibility test nyamuk A. aegypti dari tiga kecamatan di
nyamuk A. aegypi dari Kabupaten Banyuwangi Kabupaten Banyuwangi yaitu Tegaldlimo,
juga sudah resisten terhadap insektisida Purwoharjo, dan Banyuwangi dapat membe-
malathion. dengan demikian kemungkinan rikan manfaat bahwa program pengendalian
mekanisme resistensi lain dapat berlangsung vektor DBD A. aegypti seharusnya menggu-
pada spesies nyamuk tersebut. Mekanisme nakan insektisida yang tepat yaitu golongan
resistensi yang dapat terjadi akibat insektisida insektisida yang belum menimbulkan resistensi.
golongan organofosfat adalah metabolik resisten, Penelitian ini juga telah membuktikan
yaitu adanya enzim-enzim yang dapat bahwa populasi nyamuk A. aegypti dari tiga
mendegradasi insektisida sebelum mencapai Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi yaitu
sasaran atau target site (Brogdon, 1998). Contoh Tegaldlimo, Purwoharjo, dan Banyuwangi telah
nyamuk yang digunakan dalam penelitian, resisten terhadap insektisida malathion dari
semuanya resisten terhadap malathion golongan organofosfat, padahal beberapa
(golongan organofosfat), kemungkinan tidak insektisida rumah tangga juga berbahan aktif
ditemukannya type kdr-e. Type kdr-e adalah type karbamat. Penting untuk dilakukan studi lanjut
mutasi kedua yang menghasilkan perubahan tentang mekanisme resistensi lain yaitu mutasi
asam amino leucine menjadi serine (TTA glisin menjadi serine pada codon posisi 119 gen
menjadi TCA) (Soderlund, 2008; Kazanidou et AchE 1 yang bisa menyebabkan terjadinya
al., 2009). resistensi terhadap insektisida kelompok
Berdasarkan penelitian yang sudah organofosfat dan karbamat (Mylene et al., 2010).
dilakukan, kemungkinan adanya type kdr-e Konsep resistensi menyatakan bahwa
terjadi pada individu serangga yang telah penggunaan insektisida sintetik yang dilakukan
mengalami cross resisten dari DDT ke secara terus menerus dalam waktu lama, tidak
organofosfat (Soderlund, 2008). Pada penelitian membunuh 100% serangga yang terpapar
ini dapat diketahui indikasi adanya mutasi dari insektisida, dan selalu ada serangga yang tetap
leusine menjadi phenilalanin pada gen penyandi hidup. Pada awalnya jumlahnya amat sedikit,
VGSC nyamuk A, aegypti dari Kabupaten tetapi dalam periode tertentu akan mengalami
Banyuwangi yang telah resisten terhadap peningkatan populasi, karena terjadi proses
Malathion 0,8 %. Berdasarkan Ranson et al. memperbanyak diri sekaligus mewariskan
(2000) perubahan leusin menjadi phenilalanin kemampuan untuk resisten terhadap insektisida
menggambarkan tingginya resistensi A. aegypti kepada keturunan selanjutnya (Uthai, 2011).
terhadap insektisida golongan organofosfat. Khusus di tiga kecamatan di Kabupaten
Apabila mutasi pada gen penyandi VGSC terjadi Banyuwangi yaitu Tegaldlimo, Purwoharjo, dan
perubahan dari leusin menjadi serine, berkaitan Banyuwangi, penggunaan insektisida dari
erat dengan resistensi terhadap insektisida golongan organofosfat perlu diawasi secara ketat
kelompok organochlorin (DDT), perubahan karena mulai menimbulkan status resisten.
tersebut bisa terjadi pada Anopheles gambiae Hasil ini dapat menjadi bahan pertimbangan
dan Culex pipiens (Martinez et al., 1998). Dalam pemerintah dan penduduk di Kabupaten
skala rumah tangga, vektor demam berdarah Banyuwangi, apabila tetap menggunakan

450
Aditya Yudhana, et al Jurnal Veteriner

malathion untuk mengendalikan nyamuk A. DAFTAR PUSTAKA


aegypti, mengingat status resisten.telah
mencapai 100% berdasarkan hasil uji Brogdon WG, Janet McAllister C. 1998.
kerentanan insektisida. Salah satu upaya yang Insecticide Resistance and Vector Control.
bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya Journal of Emerging Infectious Diseases
resistensi A. aegypti terhadap insektisida 4(4):605-613.
golongan organofosfat di tiga kecamatan di
Dinas Kesehatan Banyuwangi. 2015. Profil
Kabupaten Banyuwangi adalah dengan
Kesehatan Kabupaten Banyuwangi.
menerapkan manajemen rotasi insektisida.
Banyuwangi. Dikes Banyuwangi.
Walaupun banyak peneliti yang menilai bahwa
manajemen ini hanya sebatas memperlambat Herath PRJ. 2012. Insecticide Resistance Status
terjadinya resistensi, bukan mencegah in Disease Vectors and its Practical
terjadinya resistensi. Akan tetapi sebelum Implications. Intercountray Workshop on
ditemukannya rekayasa genetik nyamuk yang Insecticide Resistance of Mosquito.
tepat sasaran, manajemen rotasi insektisida Proceeding National Acad Science USA
merupakan langkah efektif yang dapat 109(47):63-70.
dilakukan. Hal ini dijelaskan lebih lanjut oleh Kazanidou A, D. Nikou, M. Gregoriou, J. Vontas,
Shetty et al. (2013) yang menyatakan bahwa and G. Skavdis. 2009. A multiplex PCR
pada nyamuk spesies A. aegypti yang memiliki assay for simulaneous genoyping of kdr and
tiga gen resisten terhadap insektisida malathion, ace-1 Loci in Anopheles gambiae. American
karbamat, dan cypermethrin, tidak berkembang Journal Tropical Medicine Hygiene 80(2):
menjadi nyamuk resisten bila diterapkan 236-238.
manajemen rotasi insektisida secara tepat.
Komalamisra N, Srisawat R, Phanbhuwong T,
Oatwaree S. 2011. Insecticide susceptibility
SIMPULAN of the dengue vector, Aedes aegypti (L.) in
Metropolitan Bangkok, Southeast Asian. J
Nyamuk A. aegypti di tiga kecamatan di Trop Med Public Health 42(4): 814-823.
Kabupaten Banyuwangi mempunyai gen Martinez-Torres D, Chandre F, Williamson MS,
penyandi resistensi insektisida VGSC yang Darriet F, Berge JB, Devonshire AL, Guillet
terdeteksi dengan menggunakan teknik PCR. P, Pasteur N, Pauron D. 1998. Molecular
characterization of pyrethroid knockdown
resistance (kdr) in the major malaria vector
SARAN Anopheles gambiae s.s. J Insect Mol Biol
7: 179-184.
Berdasarkan hasil penelitian, disarankan
untuk pengendalian vektor DBD di Kabupaten Mylene W, Berthomieu A, Berticat C, Lutfalla
Banyuwangi dengan menggunakan alternatif G, Negre V, Pasteur N, Philips A, Leonetti
insektisida selain dari golongan organofosfat. JP, Fort P, Raymond M. 2010. Insecticide
Resistantce: a Silent Base Prediction.
Biology Journal 14(14): 552-553.
UCAPAN TERIMA KASIH Prasetyowati H, Rohmansyah, Nusa R. 2012
Peta upaya pencegahan DBD Kota
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Sukabumi tahun 2012. Jurnal Ekologi
semua pihak dan lembaga yang terlibat dalam Kesehatan 11(4): 333-341.
penelitian deteksi resistensi insektisida di
wilayah Kabupaten Banyuwangi, tim peneliti, Ranson H, Jensen B, Vulule JM, Wang X,
dan keluarga yang selalu mendukung sehingga Hemingway J, Collins FH. 2000.
penelitian ini dapat terlaksana dengan baik. Identification of a point mutation in the
voltage gated sodium channel gene of Kenyan
Anopheles gambiae associated with
resisance to DDT and pyrehroids. Insect
Molecular Biology 9(5): 491-497.

451
Jurnal Veteriner September 2017 Vol. 18 No. 3 : 446-452

Sayono, Syafruddin D, Sumanto D. 2012. Concentration of Temephos Against Aedes


Distribusi Resistensi Nyamuk Aedes aegypti aegypti Larvae and the Adverse Effect Upon
Terhadap Insektisida Sipermetrin di Indigenous Predators :Toxorhynchites
Semarang. Jurnal Ekologi Kesehatan 3(2): splendens and Micronecta sp. Asia Journal
73-82. of Public Health 2(2): 67-77.
Shetty V, Sanil D, Shetty NJ. 2013. Insecticide Widiarti, Heriyanti B, Boewono Dt. 2011. Peta
susceptibility status in three medically Resistrensi Vektor Demam Berdarah
important spesies of mosquitoes, Anopheles Dengue Aedes aegypti Terhadap Insektisida
stephensi, Aedes aegypti and Culex Kelompok Organofosfat, Karbamat, dan
quinquefasciatus, from Bruhat Bengaluruu Pyretroid di Provinsi Jawa Tengah dan
Mahanagara Palike, Karnataka, India. Pest Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal
Manag Sci 69:257-267. Ekologi Kesehatan 3(2): 93-111.
Sinkins S. 2010. Genome sequence of Aedes Wooden J, Kyes S, Sibley CH. 1993. PCR and
aegypti, a major arbovirus vector. J Sci strain identification in Plasmodium
3(16): 1718-1723. falciparum. Parasitology Journal 9: 303-
305.
Soderlund DM. 2008. Pyrethroid, knockdown
resistance and sodium channels. Pest World Health Organization (WHO). 2014.
Manag Sci 64: 610-616. Dengue Hemorrhagic Fever by Mosquito as
Mayor Vector. Geneva, Switzerland. World
Uthai UL, Rattanapreechachai P, Chowanadisai
Health Organization 130.
L. 2011. Bioassay and Effective

452

Anda mungkin juga menyukai