Anda di halaman 1dari 42

7

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Teori

2.1.1 Pengertian

Congestive Heart Failure (CHF) adalah ketidak mampuan

jantung untuk memompa darah dalam jumlah cukup untuk memenuhi

kebutuhan jaringan dan nutrient di karenakan adanya kelainan fungsi

jantung yangberakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi

kebutuhan mobilisme jaringan dan atau kemampuan hanya ada kalau

disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Smeltzer dan

Igre,2001 dalam Padila 2012).

Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk

mempertahankan jantung (Cardioc output-CO) dalalm memenuhi

metabolisme tubuh. Penurunan CO mengakibatkan volume darah yang

efektif berkurang. Untuk memepertahanankan fungsi sirkulasi yang

adekuat, maka di dalam tubuh menjadi suatu reflek hemoscotatis atau

mekanisme kompensasi melalui perubahan perubahan neurohumoral,

dilatasi ventrikel dan mekanisme Frank-starling. Dengan demikian

manifestasi klinis gagal jantung terdiri dari berbagai respon

hemodinamika, renal, dan hormonal yang tidak normal (Kabo.2012)

Menurut ilmu penyakit dalam, Gagal jantung adalah suatu

keadaan patofisiologi adanya kelainan gagal jantung yang berakibat

7
8

jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme

atau peningkatan tekanan kapiler paru meningkat (Asikin Dkk,2016)

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulak

bahwa gagal jantung adalah ketidak mampuan jantung untuk memompa

darah keseluruh tubuh, sehingga tidak memenuhi kebutuhan metabolisme

tubuh.

2.1.2. Etiologi

Penyebab gagal jantung mencakup apapun yang menyebabkan

peningkatan volume plasma sampai derajat tertentu sehingga volume

diastolik akhir merengang serat-serat ventrikel melebihi panjang

optimumnya. Penyebab tersering adalah cedera pada jantung itu sendiri

yang melalui sirklus kegagalan dengan mengurangi kekuatan kontraksi

jantung. Akibat buruk dari menurunnya kontratilitas, mulai terjadi

akumulasi volume darah di ventrikel. Penyebab gagal jantung yang

terdapat antara lain :

1. Disfungsi miokard (kegagalan miokardial)

2. Beban tekanan berlebihan-pembesaran sistolik (systolic overload)

Beban sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel

menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel sehingga

menurunkan curah ventrikel atau isi sekuncup.

3. Beban volume berlebih-pembebanan diastolic (diatolic overload)

preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel

(diastolic overload) akan menyebabkan volume dan tekanan pada


9

akhir diastolic dalam ventrikel meninggi. Prinsip frank starling,

curah jantung mula-mula akan meningkat sesuai dengan besarnya

reganggang otot jantung, tetapi bila beban terus bertambah sampai

melampaui batas tertentu, maka curah jantung akan menurun

kembali.

4. Peningkatan kebutuhan metabolic-peningkatan yang berlebihan

(demand overload).

5. Gangguan pengisian (hambatan input)

Hambatan pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk

ke dalam ventrikel atau aliran balik vena atau venous return akan

menyebabkan pengeluaran ventrikel berkurang dan curah jantung

menurun.

6. Kelainan otot jantung

Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot

jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi

yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup

arterosklerosis koroner, hipertensi artial dan penyakit otot

degeneratif atau inflamasi.

7. Arterosklerosis koroner

Mengakibatkan disfungsi miokradium karena terganggunya aliran

darah ke otot jantung terjadi hipoksia dan asidosis (akibat

penumpukan asam laktat), infrak miokardium (kematian sek jantung)

biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.


10

8. Hipertensi sistemik/ pulmonal meningkatkan beban kerja jantung

dan pada gilirannya mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung.

9. Peradangan dan penyakit miokardium

10. Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara

langsung merusak serabutenyebabkan kontraktilitas jantung.

Menurun.

11. Penyakit jantung

Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunur. Temponade,

perikardium, perikarditis, konstruktif, stenosis katup AV.

12. Faktor sistemik

Faktorsistemik seperti hipoksia dan anemia yang memerlukan

peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen

sistemik hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen

ke janung. Asidosis dan abnormalitas elektrolit juga dapat

menurunkan kontraktilitas jantung. Semua situasi diatas dapat

menyebabkan gagal jantung kiri atas atau kanan. Penyebab yang

spesifik untuk gagal jantung kanan antara lain : gagal jantung kiri,

hipertensi paru,PPOM (nugrohodkk,2016)

2.1.3. Manifestasi Klinis

Tanda dominan gagal jantung kongsetif menurut Kasron (2012) yaitu:

1. Meningkatnya volume intravaskuler.

2. Kongesti jaringan akibat teknanan dan vena yang meningkat akibat

turunnya curah jantung pada kegagalan jantung.


11

3. Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalam kegagalan secara terpisah

gagal jantung ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel

kanan.

Kegagalan salah satu ventrikel deapat mengakibatkan penurunan

perfusi jaringan, tetapi manifstasi kongesti dapat berbedaa tergantung

pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi.

Akibat bendungan diberbagai organ dan low output, pada penderita gagal

jantung kongestif hampir selalu ditemukan :

1. Gejala paru berupa :dyspneu, ortopnea, dan paroxsimal noktural

dyspnea.

2. Gejala sistemik berupa lemah, cepat capek, oliguri, noktural,

mual,muntah, asites, hepatomegali dan edema parifer.

3. Gejala susunan syaraf pusat berupa : insomnia, ssakit kepala, mimpi

buruk.

a. Gagal Jantung Kiri

Kongestif paru menonjol pada gagal ventrikel kiri. Karena

ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru.

Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan

terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinis yang terjadi

meliputi: Dyspnea, batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat,

(takikardi) dengan jantung S3, kecemasan dan kegelisahan.

Dypnea terjadi akibat adanya penimbunan cairan yang terdapat di

alveoli yang menganggu pertukaran gas. Dyspnea bahkan dpat


12

terjadi saat istirahat atau di cetuskan oleh gerakan yang aminimal

atau sedang. Ortopnu kesulitan bernafas atau berbaring pasien

yang ortopnu tidak mau berbaring tetapi akan menggunakan bantal

agar bisa tegak di tempat tidur atau duduk dikursi.Batuk yang

berhungan dengan gagal ventrikel kiri bisa kering atau tidak

prokduktif, tetapi yang tersering adalah batuk basah, batuk yang

menghasilkan aputum berbusa dalam jumlah banyak, yang kadang

disertai dengan darah. Mudah lelah terjadi akibat curah jantung

yang kurang dan menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan

oksigen serta menurunnya pembungan sisa hasil metabolisme. Juga

terjadi akibat meningkatnya energi yang di gunakan untuk bernafas

dan insomnia yang trjadi akibat distres pernafasan atau batuk.

Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi

jaringan, stres akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa

jantung tidak berfungsi dengan baik, kecemasan terjadi juga

dyspena, yang pada gilirannya memperberat kecemasan.

b. Gagal Jantung Kanan

Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongestif

viseral dan jaringan parifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan

jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat

sehingga tidak dapat mengkomodasi semua darah yang secara

normal kembali ke sirkulasi vena. Manifestsi klinis yang tampak

meliputi . Edema ekstermits bawah (edema dependen) badan,


13

hepatomegali (pemebesaran hepar), distensi vena leher, ascites

(penimbunan cairan dirongga malam hari peritonium ), anoreksia,

mual, noktural. Edema di mulai pada kaki dan tumit (edema

dependen), dan secara bertahap bertambah keatas tungkai dan paha

dan akhirnya ke genetalia ekstermitas dan tubuh bagian bawah.

Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen

terjadi akibat pembesaran vena di hepar, bila proses ini

berkembang, maka tekanan dalam pembulu darah portal meningkat

sehingga cairan keluar terdorong rongga abdomen, suatu kondisi

yang dinamakan acites. Anureksia (kehilangan selera makan) dan

mual terjadi akibat pemebsaran vena dan statis vena di dalam

rongga abdomen. Nokturia, atau rasa ingin kencing pada malam

hari, terjadi oleh karena perfusi renal di dukung oleh penderita

pada saat berbaring. Diuresis terjadi paling sering terjadi pada

malam hari karena curah jantung membaik pada waktu istirahat

kabo.2012)

2.1.4. Patofisiologi

Kelainan instrinsik pada kontraktilitas miokard yang khas pada

gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik menganggu kemampuan

penggosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang

menurun mengurangi curah sekuncup dan meningkatkan volume residu

ventrikel sebagai respons terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme

primer yang dapat dilihat:


14

1. Meningkatnya aktivitas adrenagik simpatik

2. Meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renin anginotensin

aldos

3. Hipertrofi ventrikel

Ketiga respons kompensatorik ini mencerminkan usaha

untuk mempertahankan curah jantung kelainan pada kerja ventrikel

dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada keadaan

beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung maka kompensasi

akan menjadi semakin kurang efektif. Menurunnya curah sekuncup

pada gagal jantung akan membangkitkan respons simpatik

kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergic jantung dan

medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan

meningkat untuk menambah curah jantung juga terjadi vasokonstriksi

arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi.

Volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ

yang rendah metabolismenya seperti kulit dan ginjal, agar perfusi ke

jantung dan otak dapat dipertahankan. Penurunan curah jantung pada

gagal jantung akan memulai serangkaian peristiwa:

1. Penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus.

2. Pelepasan renin dari apparatus juksta glomelurus,

3. Interaksi renin dengan angiotensinogen dalam darah

untuk menghasilkan angiotensin I ,

4. Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II,


15

5. Perangsangan sekresi aldosterone dari kelenjar adrenal, dan

6. Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan ductus pengumbul.

Repons kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah

hipertrofi miokardium atau bertambahnya tebal dinding.

Hepertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel

miokardium tergantung dari jenis beban hemodinamik yang

mengakibatkan gagal jantung, sarkomer dapat bertambah secara

parallel atau serial. Respons miokardium terhadap beban volume

seperti pada regurgitasi aorta ditandai dengan dilatasi dan

bertambahnya tebal dinding.

Gagal jantung kanan karena tidakmampuan jantung kanan

mengakibatkan penimbunan darah dalam atrium kanan, vena kava

dan sirkulasi besar. Penimbunan darah di vena hepatica

menyebabkan hepatomegaly dan kemudian menyebabkan

terjadinya asites. Pada ginjal akan menyebabkan penimbunan air

dan natrium sehingga terjadi edema. Penimbunan secara sistemik

selain menimbulkan edema juga meningkatkan tekanan vena

jugularis dan pelebaran vena-vena yang lainnya.

Pada gagal jantung kiri, darah dari atrium kiri ke

ventrikel kiri mengalami penghambatan sehingga atrium kiri

dilatasi dan hipertrofi. Aliran darah dari paru ke atrium kiri

terbendung. Akibatnya tekanan dalam vena pulmonalis, kapiler

paru dan arteri pulmonalis meninggi. Bendungan terjadi (dyspnea


16

d`effort) atau waktu istirahat (ortopnea).

Gagal jantung kanan dan kiri terjadi akibat kelanjutan dari

gagal jantung kiri. Setelah terjadi hipertensi pulmonal terjadi

penimbunan darah dalam ventrikel kanan ,selanjutnya terjadi gagal

jantung kanan. Setiap hambatan pada arah aliran (forward flow)

dalam sirkulasi akan menimbulkan bendungan pada arah

berlawanan dengan aliran (backward congestion). Hambatan

pengaliran (forward failure) akan menimbulkan adanya gejala

backward failure dalam system sirkulasi aliran darah. Mekanisme

kompensasi jantung pada kegagalan jantung adalah upaya tubuh

untuk mempertahankan peredaran darah dalam memenuhi

kebutuhan metabolisme jaringan. Mekanisme kompensasi yang

terjadi pada gagal jantung ialah dilatasi ventrikel, hipertrofi

ventrikel, kenaikan rangsang simpatis berupa takikardia dan

vasiokonstriksi perifer, peninggian kadar katekolamin plasma,

retensi garam dan cairan badan dan peningkatan ekstraksi

oksigen oleh jaringan. Bila jantung bagian kanan dan bagian kiri

bersama-sama dalam keadaan gagal akibat gangguan aliran darah

dan adanya bendungan, maka akan tampak tanda dan gejala gagal

jantung pada sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru. Keadaan ini

disebut gagal jantung kongestif (Aspiani, 2014).


17

2.1.5. Klasifikasi

Menurut Nugroho dkk, (2016) klasifikasi gejala dan intensitas gejala :

1. Gagal jantung kiri

Kongestif paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel

kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru, peningkatan

tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong

kejaringan paru. Manifestasi klinis yang terjadi meliputi dyspnea,

batuk,mudah lelah,takikardi dengan bunyi jantung S3,kecemasan

kegelisahan, anoreksia, keringat dingin dan paroxysmall noxturnal

dyspnea, ronki basah paru di bagian basal.

2. Gagal jantung kanan

Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti viseral da

jaringan parifer.Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu

mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat

mengkomodasi semua darah yang secara normal kembali ke sirkulasi

vena. Manifestasi klinis yang tampak meliputi : edema ekstremitas

bawah (edema dependen), biasanya merupakan pitting edema,

pertambahan berat badan, hepatomegali (pemebesaran hepar), distensi

vena leher,asites (penimbunan cairan di dalam rongga pertonium),

anoreksia, mual, dan noxturia.


18

Menurut drajat sakitnya :

1. Derajat 1 :

tanpa keluhan anda masih bisa melakukan aktifitas fisik sehari-hari

tanpa disertai kelelahan ataupun sesak nafas.

2. Derajat 2 :

ringan aktivitas fisik sedang menyebabkan kelelahan atau sesak nafas,

tetapi jika aktivitas ini dihentikan maka keluhan pun hilang.

3. Derajat 3 :

sedang aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan atau sesak nafas

tetapi keluhan akan hilang jika aktivitas dihentikan.

4. Derajat 4 :

berat tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari, bahkan pada

saat istirahat pun keluhan tetap ada dan semakin berat jika melakukan

aktivitas walaupun aktivitas ringan.

2.1.6 Komplikasi

Menurut Aspiani, 2014 kompikasi yang bisa terjadi :

1. Asites

2. Hepatomegali

3. Edema paru

4. Hidrotoraks

2.1.7. Pemeriksaan Penunjang

Menurut asikin dkk, (2016) pemeriksaan penunjang yang

dapat dilakukan untuk mengetahui adanya CHF antara lain:


19

1. Foto polos dada untuk menilai ukuran dan bentuk jantung

2. Edema paru, serta penyebab sesak dari paru

3. Pemeriksaan EKG diperlukan untuk melihat adanya pembesaran

antrium atau ventrikel, takiaritma, atau bradiaritma

4. Pemeriksaan lab meliputi: elektrolit sentrium yang

menungkapankan kadar natrium yang rendah sehingga hasil

hemodelusi darah dari adanya kelebihan retensi air, K, NA, CI,

ureum, gula darah.

2.1.8. Penatalaksanaan

Menurut Hudak & Gallo, 1994 (dikutip dalam Nurarif &

Kusuma, 2016) penatalaksaan gagal jantung dibagi atas :

1. Terapi non farmakologi

Terapi non farmakologi yaitu antara lain perubahan gaya hidup

monitoring dan kontrol faktor resiko/

2. Terapi Farmakologi

Terapi yang dapat diberikan antara lain golongan diuritic,

angiotensis converting enzyme inhibitor (ACEI), Beta bloker,

angiotensin receptor bloker (ARB), glikosida jantug, vasodilator

agonis beta, serta bipiridin.


20

2.1.9. Pemerikasan Fisik

Menurut Nugroho dkk, (2016) pemeriksaan fisik yang dapar

dilakukan antara lain:

1. Auskultasi nadi apikal, biasanya terjadi takikardi (walaupun dalam

keadaan beristirahat).

2. Bunyi jantung S1 Dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja

pompa irama Gallops umu (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran

darah ke atrium yang distensi. Murmer dapat menunjukan

inkompemtensi/ stenosis katup.

3. Palpasi nadi parifer, nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur

untuk dipalpasi dan pulsus alternal mungkin ada

4. Tekanan darah

5. Pemeriksaan kulit, kulit pucat (karena penurunan perfusi parifer

sekunder) dan sianosi (terjadi sebagai refraktori gagal jantung

kronik).

2.1.10. Pencegahan

Menurut Nugroho dkk, (2016) salah satu cara untuk mencegah

gagal jantung adalah mengurangi faktor-faktor resiko anda dapat

mengontrol atau menghilakan banyak faktor-faktor resiko penyakit

jantung. Tekanan darah tinggi dan penyakit arteri koroner, dengan

melakukan perubahan gaya hidup bersama dengan bantuan obat apapun

yang diperlukan.
21

Perubahan gaya hidup untuk membantu mencegah gagal jantung

meliputi :

1. Mengendalikan kondisi tertentu, seperti tekanan tinggi.

Kolesterol,dan diabetes

2. Tetap aktif secara fisik

3. Makan makanan yang sehat

4. Tidak merokok

5. Menjaga berat badan yang sehat

6. Mengurangi tingkat stres

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

1. Pengkajian primer

Menurut gilbert, D’Souza, & Pletz (2009) dan muttaqin (2009)

Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain :

a. Pengkajian Airway

Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa

responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk

memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang

pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien

terbuka, pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan

airway dan ventilasi. Obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak

sadar. Biasanya gejala yang muncul saat pengkajian airway pada

pasien CHF yaitu : Dispnea saat beraktivitas, tidur sambil duduk


22

atau dengan beberapa bantal, batuk dengan/tanpa pembentukan

sputum, riwayat penyakit kroni, penggunaan bantuan pernafasan.

Serta di tandai dengan, pernafasan takipnea, nafas dangkal,

penggunaan otot asensori pernafasan. Batuk kering/nyaring/non

produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/ tanpa

sputum. Sputum mungkin bercampur dengan darah, merah muda

dan berbuih (edema pulmonal). Bunyi nafas mungkin ronchi.

Fungsi mental mungkin akan menurun, kegelisahan,warna kulit

pucat dan sianosi.

Yang perlu di perhatikan dalam pengkajian airway pada pasien

penderita gagal jantung :

1) Kaji jalan nafas pasien. Terdapat suara tambahan ronchi.

Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien gagal

jantung antara lain :

a) Di temukan ronchi kanan kiri

b) Stridor atau suara nafas tidak normal

c) Adanya snoring atau gurgling

d) Agitasi (hipoksia)

e) Penggunaan obat bantu pernafasan/paradoxcial chest

movements.

f) Sianosis
23

2) Look dan listen pada penderita gagal jantung merupakan bukti

adanya masalah pada saluran nafas bagian atas dan potensial

penyebab obstruksi :

a) Pendarahan

b) Gigi lepas atau hilang

c) Muntahan

d) Trauma wajah

e) Gigi palsu

f) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas

g) Gunakan berbagai alat bantu unruk mempatenkan jalan

nafas pada pasien gagal jantung yang sesuai indikasi

Chin lift jaw thrust, Ororrpharyngeal airway/

nasopharygeal airway, laryngeal mask airway

h) lindungi tulang belakan dari gerakan yang tidak perlu pada

pasien beresiko untuk mengalami cidera tulang belakang

i) lakukan intubasi

b. Pengkajian Breating

Pengkajian breating pada pasien gagal jantung di dapatkan tanda

kongesti vaskuler pulmonal yaitu dispnea orthopnea dispnea nokturnal

paraksimal, batuk dan edema pada posterior paru.

Hal ini dikenali sebagai bukti gagal jantung kiri.

Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan

nafas dan keadekuatan pernafasan pada langkah-langkah yang harus


24

di pertimbangkan adalah :dekompresi dan drainase tensionn

pneumothorax / haemathorax, closure of open chest injury dan

ventilasi buatan. Yang perlu diperhatikan dalam pengakajian

breathing pada pasien CHF antara lain :

1) look listen dan feel, dilakukan penilaian terhadap ventilasi dan

oksigenasi paien, penggunaan alat bantu pernafaan ET dan NRM

2) inspeksi dari tingkat pernafasan sangat penting. Adanya tanda-

tanda sebagai berikut terjadi tanda sianosis, penetrating injury,flail

chest,suckig chest wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan

3) palpasi adanya pergeseran trakea, fraktur ruling ia, subcutaneous

emphysema, perkusi berguna untuk diagnosa haemothorax dan

pnemotoraks.

4) Auskultasi untuk adanya: suara abnormal pada dada, suara nafas

ronchi.

c. Pengkajian Circulation

Pengkajian circulation pada penderita gagal jantung di dapatkan gejala

yang mungkin muncul seperti : anemia, syok septic, benkak pada kaki,

asites. Di tandai dengan :

1) TD : mungkin rendah (gagal pemompaan )

2) Tekanan Nadi : mungkin sempit

3) Irama Jantung : Disritmia

4) Frekuensi jantung : Takikardi


25

5) Nadi apical : PMI ( point maksimum implus) mungkin menyebar

dan merubah poisi secara inferior ke kiri

6) Murmur sistolik dan diastolik

7) Warna : kebiruan, pucat, atau sianotik dengan pengisian kapiler

lambat

8) Hepar : pemebesaran/ dapat teraba

9) Bunyi nafas : krekels, ronkhi

10) Edema mungkin dependen, umum atau pitting khusunya pada

ekstermitas

d. Pengkajian level of Consciousness dan disabilities pada primary

survay,disbility dikaji dengan mengunakan skala AVPU :

1) Alert yaitu merespon suara dengan cepat

2) Vucalises mungkin tidk sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak

dimengerti

3) Response to pain only ( harus dinilai selama keempat tungkai jika

ekstermitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk

merespon )

4) Unresonsive jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri

maupun stimulus verbal.

Mengnggalkan pakaian pasien dan memeriksa cidera pada pasien. Jika

pasien diduga memilik cidera leher atau tulang belakang. Imobilisasi

in-line penting yuntuk dilakukan log roll ketika melakukan

pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu diperhatikan dalam


26

melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien hanya

selama pemeriksaan eksternal. Setelah pemeriksaan semua selesai

dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien

kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang.

e. Pengkajian fokus

1) B1 (Brithing)

Gejala-gejala kongesti vascular pulmonal adalah dyspnea,

ortopnea, dyspnea, nocturnal paskroksismal, batuk dan edema

pulmonal akut, takipnea.

2) B2 (Blood)

a) Inspeksi :

Tentang adanya parut pada dada, keluhan kelemahan fidik dan

adanya edema ekstermitas. Ujung jari kebiruan, bibir pucat

abu-abu.

b) Palpasi :

Denyut nadi parifer melemah thrill biasanya ditemukan

c) Auskultasi :

Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume

sekuncup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup

biasanya ditemukan apabila gagal jantung adalah kelainan

katup. Irama [jantung disritmia. Bunyi jantung S3 (Gallop)

adalah diagnostic, S4 dapat terjadi. S1 dan S2 mungkin

melemah.
27

d) Perkusi :

Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukan adanya

hipertrofi jantung (Kardiomegali)

3) B3 (Brain)

Kesadaran pasien composmentis, sering ditemukan sianosis

parifer apabila gangguan perfusi jaringan berat.

Pengkajian objektif pasien meliputi wajah meringis, menangis,

merintih, merengang dan menggeliat.

4) B4 (Blandder)

Pengukuran volume output urine selalu dihubungkan dengan

intake cairan. Perawat perlu memonitor adanya oliguria karena

merupakan tanda awal dari syok kardiogenik. Adnya edema

ekstermitas menunjukan adanya restensi cairan yang parah.

Penurunan berkemih, urine berwarna gelap, berkemih malam hari

(nokturia)

5) B5 ( Bowel )

a. Hepatomegali adalah nyeri tekan pada kuadran atas abdomen

terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini

berkembang vena di hepar maka tekanan dalam pembulu

portal meningkat sehingga cairan terdorong masuk ke rongga

abdomen, suatu kondisi yng dinamakn asites pengumpilan

cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan

diafragma sehingga pasien mengalami stress pernafasan


28

b. Anoreksia

Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual akibat

pembesaran vena dan statis vena di dalam rongga abdomen

6) B6 (Bone)

a. Pada ujung jari terjadi kebiruan dan pucat. Warna kulit pucat

dan sianosis

b. Edema

Edema sering dipertimbangkan sebagai satu tanda gagal

jantung yang dapat dan tentu saja ini sering ditemukan bila

gagal ventrikel kanan telah terjadi ini sedikitnya merupakan

tanda yang dapat dipercaya bahwa telah terjadi disfungsi

ventrikel

f. Pengkajian nyeri

1) Profokatif/paliatif

Hal yang menyebabkan nyeri bertambah berat, nyeri

dikarenakan pembesaran di vena pada hepar.

2) Kualitas / kuantitas

Bagaimana gejala dirasakan, nyeri yang di rasa bila di tekan.

3) Regional

Didaerah mana nyeri dirasakan, nyeri pada ulu hati

4) Skala

Skala 4-10

5) Timing
29

Apakah nyeri dirasakan tiba-tiba atau bertahap, sudah berapa

lama di rasakan, setiap berapa menit/jam. Nyeri di rasa saat

pasien beraktivitas atau melakukan kegiatan bahkan bisa saat

istirahat (hilang timbul)

g. Pengkajian tanda dan gejala yang muncul pada pasien gagal

jantung yaitu:

Menurut padila (2012)

Tanda dominan : meningkatnya volume intravaskuler

Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat

penurunan curah jantung. Manifestasi kongesti berbeda tergantung

pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi.

1) Gagal jantung kiri

Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena

ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari

paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :

a) Dispnea, terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli

dan menganggu pertukukaran gas. Dapat terjadi ortopnea.

Beberapa pasien dapat mengalami ortopnea pada malam

hari yang dinamakan paroksimal naktural dispnea (PND)

b) Batuk

c) Mudah lelah, terjadi karena curah jantung yang kurang yang

menghambat jaringan dan sirkulasi normal dan oksigen


30

serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga

terjadi

d) Karena meningkatnya energi yang digunakan untuk

bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress

pernafasan dan batuk

e) Kegelisahan atau kecemasan, terjadi karena akibat

gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan

bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi

dengan baik.

2) Gagal jantung kanan

a) Kongestif jaringan parifer dan visceral

b) Oedema ekstermitas bawah (oedema dependen), biasanya

oedema pitting, penambahan BB

c) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas

abdomen terjadi akibat pembesaran vena hepar

d) Anoreksia dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan

statis vena dalam rongga abdomen

e) Kelemahan

2. Pengkajian sekunder

Menurut padila (2016), pengkajian sekunder merupakan pemeriksaan

secara lengkap
31

a. Aktivitas/istirahat

Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, gelisah, dispnea

saat beraktivitas atau beristirahat, perubahan status mental, tanda

vital berubah saat beraktivitas

b. Integritas ego : ansietas, stres, marh, dan mudah tersinggung

c. Eliminasi

Gejala penurunan berkemih, urin berwarna pekat, berkemih pada

malam hari, diare/ konstipasi

d. Makanan/cairan

Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penambahan BB

signifikan, pembengkakan ekstermitas bawah, diit tinggi garam

penggunaan diutitic distensi abdomen, oedema umum, dll

e. Hygine

Jeketihan selama aktifitas perawatan diri, penampilan kurang

f. Neurosensori

Kelemahan, pusing, lethargi, perubahan prilaku dan mudah

tersinggung

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilain klinis tentang respons

manusia terhadap gangguan kesehatan/proses kehidupan atau kerentanan

respons dari seorang individu, keluarga, kelompok atau komunitas

(Herdman, 2015).
32

Kemungkinan diagnosa yang muncul berdasarkan masalah

pasien adalah:

1. Penurunan curah jantung (00029) berhubungan dengan penurunan

kontraksi ventrikel kiri.

2. Ketidakefektifan pola nafas (00032) berhubungan dengan

pengembangan paru tidak optimal.

3. Kelebihan volume cairan (00026) berhubungan dengan kelebihan

asupan cairan dan natrium.

4. Intoleransi aktivitas (00092) berhubungan dengan ketidakseimbangan

antara suplai dengan kebutuhan oksigen.

5. Gangguan pola tidur (00198) berhubungan dengan kegelisahan.

2.2.3 Intervensi Keperawatan

Perencanaan adalah kategori dari prilaku keperawatan dimana

tujuan yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan

dan intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut.

Menurut Huddak dan Gallo ( 2012), perencanaan merupakan langkah

awal dalam menentukan apa yang dilakukan untuk membantu klien

dalam memenuhi serta mengatasi masalah keperawatan yang telah

ditentukan. Tahap perencanaan keperawatan adalah menentukan prioritas

diagnosa keperawatan, penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan

intervensi keperawatan.

Tujuan yang ditetapkan harus sesuai dengan SMART, yaitu

spesific (khusus), meassurable (dapat di ukur), acceptable (dapat


33

diterima). Reality (nyata), dan time (terdapat kriteria waktu ). Kriteia

hasil merupakan tujuan kearah mana perawatan kesehatan diarahkan dan

merupakan dasar untuk memberikan asuhan keperawatan komponen.

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yaitu :

1. Penurunan curah jantung (00029)

a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan di harapkan

penurunan curah jantung dapat adekuat

b. Kriteria Hasil :

Keefektifan pompa jantung (0400)

1) Tekanan darah sistol (040001)

2) Tekanan darah diastol dalam (040019)

3) Tidak ada disritma (040010)

4) Suara jantung abnormal (040011)

5) Tidak terjadi angina (040012)

6) Tidak ada edema parifer (040013)

7) Tida ada edema paru (040014)

8) Tidak dyspnea saat istirahat (040023)

9) Intoleransi aktivitas (040030)

10) Tidak sianosis (040032)

c. Intervensi Keperawatan :

Perawatan jantung (4040)

1) Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas, lokasi, durasi,

frekuensi )
34

2) Catat adanya disritma jantung

3) Catat adanya tanda dan gejala penurunan curah jantung

4) Monitor status pernafasan yang menandakan Heart Failure

5) Monitor adanya perubahan tekanan darah

6) Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritma

2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan pengembangan

paru tidak optimal (00032)

a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di

harapkan ketidakefektifan pola nafas menjadi efektif

b. Kriteria Hasil :

Ventilasi (0403)

1) Frekuensi nafas dalam rentang normal

2) Tidak ada retraksi dinding dada

3) Tidak mengalami dyspnea saat istirahat

4) Tidak ditemukan orthopnea

5) Tidak ditemukan atelectasis

c. Intervensi Keperawatan

Manajemen jalan nafas (3140)

1) Posisiskan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

2) Lakukan fisioterapi dada jika pelu

3) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan

4) Monitor reirasi dan status O2


35

3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan

cairan dan natrium (00026)

a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di

harapan volume cairan dapat seimbang.

b. Kriteria Hasil :

1) Erum albumin, kreatinin hematocrit, blood urea nitrogen

(BUN), dalam rentang normal

2) pH urine, urine sodium, urine kreatinin, urine

osmolaritas,daam rentang normal

3) tidak terjadi kelemahan otot

4) tidak terjadi disritmia

c. Intervensi Keperawatan

Manajemen elektrolit/cairan (2080)

1) Pertahankan catatan intake output yang akurat

2) Monitor asil Hb yang sesuai dengan (BUN, Hematokrit,

Oamolaritas urine)

3) Monitor vital sign

4) Kaji luas dan luas edema

5) Monitor status nutrisi

6) Kolaborasi dengan dokter jika tanda cairan berlebihan muncul

memburuk

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik (00092)


36

a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan di harapkan

selama diharapkan pasien dapat beraktifitas sesuai dengan

toleransi

b. Kriteria Hasil :

Toleransi terhadap aktifitas (0005)

1) Saturasi oksigen saat melakukan aktivitas membaik/ dalam

rentan normal

2) Nadi saat melakukan kativitas dalam rentan normal

3) Tidak sesak nafas saat melakukan aktivitas

4) Tekanan darah saat melakukan aktivitas dalam rentan normal

5) Mudah melakukan ADL

c. Intervensi Keperawatan

Manajemen energy (0180)

1) Tentukan keterbatasan pasien terhadap aktivitas

2) Tentukan penyebab lain dari kelelahan

3) Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang

keterbatasannya

4) Observasi nutrisi sebagai sumber energy yang adekuat

5) Observasi respon jantung paru terhadap aktivitas (misalnya

takikardi, disritmia, dyspnea, pucat, dan frekuensi pernafasan)

6) Batasi stimulus lingkungan (misalnya pencahayaan, dan

kegaduhan)
37

7) Dorong untuk lakukan periode aktivitas saat pasien memiliki

banyak tenaga

5. Gangguan pola tidur (00198) berhubungan dengan kegelisahan.

a. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkanm

pasien dapat tidur nyenyak.

b. Kriteria hasil:

1) Melaporkan istirahat tidur malam optimal.

2) Tidak menunjukan perilaku gelisah.

3) Mempertahankan pola tidur yang memberikan energi yang

cukup untuk aktivitas sehari-hari.

4) Wajah tidak pucat dan konjungtiva tidak anemis

c. Intervensi:

1) Kaji pola tidur.

2) Kaji faktor yang menyebabkan gangguan tidur (nyeri, takut,

stress, ansietas, imobilitas, gangguan eliminasi)

3) Catat kemampuan untuk mengurangi gelisah.

4) Ciptakan suasana nyaman, kurangi atau hilangkan distraksi

lingkungan dan gangguan tidur.

5) Batasi pengunjung selama periode istirahat yang optimal.

6) Ajarkan teknik relaksasi otot progresif.


38

2.2.4 Implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan pelaksaan keperawatan yang

dilakukan oleh perawat, implementasi dibedakan menjadi :

1. Secara mandiri (independent) adalah tindakan yang diprakasai mandiri

oleh perawat untuk membantu klien dalam mengatasi masalah atau

menanggapi reaksi karena adanya stressor (penyakit)

2. Saling ketergantungan atau kolaborasi (interdependent) adalah

tindakan keperawatan atas dasar kerja sama tim perawat dan tim

kesehatan lainnya.

3. Ketergantungan (depenedent) adalah tindakan keperawatan atas dasar

rujukan profesi lainnya

Beberapa petunjuk pada implementasi adalah sebagai berikut :

1. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan

setelah validasi

2. Dokumentasi implementasi dan respon pasien

2.2.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tahap yang menentukan apakah tujuan dari

intervensi tersebut tecapai atau tidak. Evaluasi disusun menggunakan

Subjektive, Objective, Analisis Planning (SOAP) atau dengan subjektive,

objective, analisis planning, intervention, evaluaton revision (SOAPIER)

yaitu sebagai berikut:

1. S (Subjektive) : data subjektif yang diambil dan keluhan klien kecuali

pada pasien yang afasia


39

2. O (Ojective): data objektive yang diperoleh dari hasil observasi

perawat, misalnya tanda-tanda akibat penyimpanan fungsi fisik,

tindakan keperawatan atau akibat pengobatan

3. A (Analisis): masalah dan diagnosis keperawatan klien yang

dianalisis/dikaji dari data subjektif dan data objektif karena status

pasien slelalu berubah yang mengakinatkan informasi/data perlu

pembaharuan, proses analisis/assesement bersifat dinamis. Olehkarena

itu sering memerlukan ulang untuk menentukan perubahan diagnosa,

rencana dan tindakan keperawatan

4. P (Planning): perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan

keperawatan baik yang sekarang maupun yangakan datang (hasil

modifikasi rencana keperawatan) dengan tujuan memperbaiki keadaan

kesehatan pasein. Proses ini berdasarkan kriteria tujuan yang spesifik

dan periode yang telah ditentukan

5. I (Intervention): tindakan keperawatan yang digunakan untuk

memecahkan atau menghilangkan masalah pasien. Karena status

pasien selalu berubah, intervensi harus dimodifikasi atau dirubah

sesuai rencana yang telah diterapkan

6. E (Evaluation): penilaian tindakan yang diberikan pada klien dan

analisis reson klien terhadap intervensi yang berfokus pada kriteria

evaluasi tidak tercapai, harus dicari alternatif intervensi yang

mumungkinkan kriterian tujuan tercapai


40

7. R (Revision): tindakan revisi/modifikasi proses keperawatan terutama

diagnosa keperawatan dan tujuan jika ada indikasi perubahan

intervensi dan pengobatan klien

2.3 Konsep Kebutuhan Rasa Aman nyaman

Menurut Perry (2006) dalam Mubarak (2016) mengungkapkan

kenyamanan/rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhi kebutuhan

dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang

meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi)

dan transenden (keadaan tenang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri),

kenyamanan mesti dipandang secara holistic yang mencakup 4 aspek yaitu :

1. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.

2. Social, berhubungan dengan interpersonal, keluarga, dan social.

3. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan interna dalam diri

sendiri yang meliputi harga diri, sesualitas dan makna kehidupan.

4. Lingkungan, berhubungan dengan latarbelakang pengalaman eksternal

manusia seperti cahaya, bunnyi, temperatue, warna, dan unsur alamiah

lainnya.

Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah

memeberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan dan

bantuan. Secara umum dalam aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa

aman dan nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa nyeri

dan hipertermi/hipotermi merupakan kondisi yang mempengaruhi

perasaan tidak nyaman pasien yang ditunjukan dengan timbulnya gejalaa


41

dan tanda pada pasien. Resiko decubitus merupakan salah satu bentuk

gangguan kebutuhan rasa aman nyaman, karena pasien akan merasa tidak

aman dan nyaman jika resiko dikubitud terjadi pada dirinya.

2.4 Konsep Teknik Relaksasi Otot Progresif

2.4.1 Definisi Relaksasi Otot Progresif

Teknik relaksasi otot progresif adalah teknik relaksasi otot

dalam yang tidak memerlukan imajinasi, ketekunan, atau sugesti.

Teknik relaksasi otot progresif memusatkan perhatian pada suatu

aktivitas otot dengan mengidentifikasi otot yang tegang kemudian

menurunkan ketegangan dengan melakukan teknik relaksasi untuk

mendapatkan perasaan relaks (Herodes, 2010).

2.4.2 Tujuan Terapi Relaksasi Otot Progresif

Menurut Herodes (2010), tujuan dari teknik ini adalah untuk:

1. Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan

punggung, tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, laju metabolic.

2. Mengurangi disritmia jantung, kebutuhan oksigen.

3. Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien sadar

dan tidak memfokuskan perhatian serta relaks.

4. Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi.

5. Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stress.

6. Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme otot,

fobia ringan, gagap ringan, dan membangun emosi positif dari

emosi negatif.
42

2.4.3 Indikasi Terapi Relaksasi Otot Progresif

1. Klien lansia yang mengalami gangguan tidur (insomnia).

2. Klien lansia yang sering mengalami stress.

3. Klien lansia yang mengalami kecemasan.

4. Klien lansia yang mengalami depresi.

2.4.4 Kontraindikasi Terapi Relaksasi Otot Progresif

1. Klien lansia yang mengalami keterbatasan gerak, misalnya tidak

bisa menggerakkan badannya.

2. Klien lansia yang menjalani perawatan tirah baring (bed rest).

2.4.5 Teknik Terapi Relaksasi Otot Progresif

1. Persiapan

a. Persiapan alat dan lingkungan: kursi, bantal, serta lingkungan

yang tenang dan sunyi.

2. Persiapan klien:

a. Jelaskan tujuan, manfaat, prosedur, dan pengisian lembar

persetujuan terapi pada klien;

b. Posisikan tubuh klien secara nyaman yaitu berbaring dengan

mata tertutup menggunakan bantal dibawah kepala dan lutut

atau duduk dikursi dengan kepala ditopang, hindari posisi

berdiri;

c. Lepaskan asesoris yang digunakan seperti kacamata, jam, dan

sepatu;
43

d. Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain yang

sifatnya mengikat ketat.

3. Prosedur

a. Gerakan 1: ditujukan untuk melatih otot tangan.

1) Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.

2) Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi

ketegangan yang terjadi.

3) Pada saat kepalan dilepaskan, klien dipandu untuk

merasakan relaks selama 10 detik.

4) Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga

klien dapat membedakan perbedaan antara ketegangan otot

dan keadaan relaks yang dialami.

5) Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kanan.

b. Gerakan 2: ditujukan untuk melatih otot tangan bagian

belakang.

1) Tekuk kedua lengan ke belakang pada pergelangan tangan

sehingga otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah

menegang, jari-jari menghadap ke langit-langit.

c. Gerakan 3: ditujukan untuk melatih otot biseps (otot besar

pada bagian atas pangkal lengan).

1) Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan.

2) Kemudian membawa kedua kepalan ke pundak sehingga

otot biseps akan menjadi tegang


44

d. Gerakan 4: ditujukan untuk melatih otot bahu supaya

mengendur.

1) Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan hingga

menyantuh kedua telinga. Fokuskan atas, dan leher.

e. Gerakan 5 dan 6: ditujukan untuk melemaskan otot-otot wajah

(seperti otot dahi, mata, rahang, dan mulut).

1) Gerakkan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi dan alis

sampai otot terasa dan kulitnya keriput.

2) Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan disekitar

mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata.

f. Gerakan 7: ditujukan untuk mengendurkan ketegangan yang

dialami oleh otot rahang. Katupkan rahang, diikuti dengan

menggigit gigi sehingga terjadi ketegangan disekitar otot

rahang.

g. Gerakan 8: ditujukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar

mulut. Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan

dirasakan ketegangan di sekitar mulut.

h. Gerakan 9: ditujukan untuk merileksikan otot leher bagian

depan maupun belakang.

1) Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru

kemudian otot leher bagian depan.

2) Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat.


45

3) Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian

rupa sehingga dapat merasakan ketegangan dibagian

belakang leher dan punggung atas.

i. Gerakan 10: ditujukan untuk melatih otot leher begian depan.

1) Gerakan membawa kepala ke muka.

2) Benamkan dagu ke dada, sehingga dapat merasakan

ketegangan di daerah leher bagian muka.

j. Gerakan 11: ditujukan untuk melatih otot punggung

1) Angkat tubuh dari sandaran kursi.

2) Punggung dilengkungkan.

3) Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik,

kemudian relaks.

4) Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil

membiarkan otot menjadi lemas.

k. Gerakan 12: ditujukan untuk melemaskan otot dada.

1) Tarik napas panjang untuk mengisi paru-paru dengan

udara sebanyak-banyaknya.

2) Ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan

ketegangan di bagian dada sampai turun ke perut,

kemudian dilepas.

3) Saat ketegangan dilepas, lakukan napas normal dengan

lega.
46

4) Ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan

antara kondisi tegang dan relaks.

l. Gerakan 13: ditujukan untuk melatih otot perut.

1) Tarik dengan kuat perut kedalam.

2) Tahan sampai menjadi kencang dank eras selama 10 detik,

lalu dilepaskan bebas.

3) Ulangi kembali seperti gerakan awal perut ini.

m. Gerakan 14-15: ditujukan untuk melatih otot-otot kaki (seperti

paha dan betis).

1) Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha terasa

tegang.

2) Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa

sehingga ketegangan pindah ke otot betis.

3) Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu dilepas.

4) Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali.

2.4.6 Kriteria Evaluasi

a. Klien tidak mengalami gangguan tidur (insomnia) dan tidak stress.

b. Kebutuhan dsasar klien terpenuhi.

c. Tanda-tanda vital dalam batas normal.


47

2.3 Kerangka Teori


Disfungsi Beban tekanan Beban sistolik Peningkatan
miokard berlebih berlebih keb. Metabolis

Kontraktilitas Beban sistole Preload


meningkat

Kontraktilitas

Hambatan pengosongan
Ventrikel

Beban jantung meningkat Gagal jantung


Kanan
CHF
Gagal pompa Ventrikel kiri Gagal pompa Ventrikel kana

Tekanan pada paru Perubahan EKG Aliran ginjal

Cairan terdorong ke RAA


Paru-paru Penurunan Curah
jantung Aldosteron
Transudasi cairan paru
Suplao O2 Metabolisme Retensi Na
anaerob dan air
Batuk nonproduktif
timbul suara ronki Mekanisme kompensasi Edema kaki
Produksi ATP
Peningkatan RR
Ketidakefektifan Fatigue
bersihan jalan nafas Kelebihan
Dispnea volume
Intoleransi cairan
aktivitas
Pola nafas tidak
Terjadi peningkatan efektif TD
pada malam hari
PK Hipertensi
Pasien sering terbangun perfusi jaringan perifer

Sianosis
Gangguan pola tidur
Gangguan perfusi jaringan perifer
Sumber: Nurarif & Kusuma (2016)
Skema 2.1 Kerangka Teori
48

2.4 Kerangka Konsep

Gangguan rasa aman dan nyaman


pada pasien Congestive Heart Terapi Otot Progresif
Failure (CHF)

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Anda mungkin juga menyukai