Anda di halaman 1dari 4

POLITICAL AND ECONOMIC PERSPECTIVE

Untuk masuk ke dalam pembahasan konsep ekonomi media, sebelumnya kita harus
mengetahui lebih dahulu tentang ekonomi media itu sendiri. Ekonomi media adalah suatu studi
atau pembahasan tentang bagaimana suatu industri khususnya media massa yang menggunakan
sumber daya tertentu untuk menghasilkan komoditas berharga seperti konten media yang
kemudian disalurkan diantara konsumen dalam sebuah masyarakat untuk memuaskan berbagai
keinginan, tujuan, dan kebutuhan.

Jadi, jika dikerucutkan lebih tajam, pembahasan konsep ekonomi dalam media massa ini
adalah untuk mengetahui dengan jelas sekaligus sebagai alat yang membantu kita memahami
hubungan ekonomi antara produsen atau pemilik media dengan pengiklan, konsumen, dan
masyarakat secara kesuluruhan.

Setelah itu harus dipahami komponen-komponen dari konsep ekonomi. Yaitu,

1. Resources:

Item-item yang digunakan untuk memproduksi barang-barang dan jasa

 Tangible: untuk memproduksi majalah perlu personnel, scripts, naskah berita, kertas, dan
lain-lain
 Intangible: waktu untuk memproduksi. Setiap proses produksi majalah pasti memiliki
waktu-waktu yang telah ditetapkan sebelumnya yang kemudian dijadikan acuan atau
patokan bekerja

Resources terbatas vs needs dan wants audiens yang tidak terbatas

2. Production: merancang seberapa banyak produksi harus dilakukan untuk pasar (market)
yang spesifik seperti :

- buku, koran, majalah, tabloid, dan sebagainya

- Elektronik: TV, radio, recordings

-Photographic: film.
3. Consumption: penggunaan goods dan resources untuk memuaskan kebutuhan dan
keinginan (needs and wants) Perilaku konsumen merupakan variabel penting dalam sistem
ekonomi

Dalam memahami konsep ekonomi dan masalah ekonomi itu sendiri akan sangat berguna
dalam mengetahui seluk beluk bisnis di Industri media massa. Karena sebuah Industri media massa
tidak pernah lepas dari faktor ekonomi yang mencari profit. Dan profit tersebut dapat diperoleh
dari faktor produksi dan distribusi suatu konten media massa. Hal tersebut membawa kita untuk
mempelajari kajian studi media untuk mempelajari perilaku dari :

- Media Firm (perusahaan media)

- Media Markets (pasar media), dan

- Konsumen

Setiap perilaku dari poin-poin di atas pastinya memiliki karakteristik tertentu. Dari kajian
perusahaan media misalnya, saat ini suatu perusahaan media tidak akan pernah lepas dari
kepentingan pemilik modal sebagai penggerak ekonomi sekaligus juga bisa menjadi pembentuk
ideologi dari media massa tersebut. Artinya mayoritas negara maju dan berkembang saat ini
industri media massa-nya didominasi oleh pihak swasta yang bebas. Sebagai pemilik modal yang
pastinya kuat secara ekonomi dalam mengatur arah kebijakan perusahaan media maka pemilik
modal tersebut tentu dapat leluasa mengatur pola-pola dan kebijaksanaan produksi dan distribusi
konten media. Fungsi pemerintah dan regulasi ada, tetapi tidak terlalu mengikat.

Di Indonesia sendiri kasus atau kondisi pasar persaingan media hampir sama dengan apa yang
dicontohkan dalam ’review’ yaitu kapitalisme campuran. Artinya memang saat ini dengan tidak
lagi diberlakukan . Izin penerbitan pers yang begitu ketat, maka produk-produk media massa bisa
hadir secara masif. Akibatnya persaingan semakin bebas diantara media massa. Bukan menyoal
media apa yang hadir, tetapi persaingan sudah lebih ke persaingan konten informasi dan hiburan.
Senuanya bersaing untuk mendapatkan konsumen dan juga pengiklan. Namun, hal itu semua juga
dapat dibatasi dengan regulasi atau aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah dan atau pihak yang
bertanggung jawab terkait masalah terssebut. Misalnya dengan dibuatnya Undang-Undang
Penyiaran dan dibentuknya Dewan Pers. Bebas namun tetap ada batasan-batasannya.
Konsep pergerakan ekonomi bisnis industri media tidak akan pernah lepas dari peran konsumen
sebagai tujuan dari adanya suatu gerak ekonomi. Konsumen dalam hal ini bisa juga disebut juga
sebagai masyarakat. Suatu konten media yang dianggap tidak sesuai dengan nilai dan budaya suatu
kelompok sasaran dari bisnis media tersebut makan akan mengakibatkan pesan-pesan komersial
maupun informatif akan menjadi bias. Dan itu merupakan suatu kesalahan. Seorang pebisnis
industri media harus fasih mempelajari perilaku dari konsuen atau masyarakat sebagai pasar
bisnisnya.

Susah untuk memahami Indonesia kontemporer tanpa memahami bagaimana oligarki media
bekerja. Pangkalnya, ia juga berefek pada pemberitaan media-media yang setiap hari dikonsumsi
publik. Berita-berita semakin bias dan partisan dengan cara yang sedemikian dangkal. Contoh
yang paling tampak bisa dilihat dalam pemberitaan pemilu 2014. Media yang terbelah menjadi
cermin dari polarisasi masyarakat.

Terbit pada 2012, sebuah penelitian oleh Merlyna Lim mencatat ada 13 kelompok yang menguasai
kepemilikan media di Indonesia. Sebuah riset yang laporannya terbit 2013 oleh Yanuar Nugroho
dan tim menemukan bahwa hampir semua perusahaan media di Indonesia dikuasai 12 kelompok
besar.

Angkanya semakin mengecil menjadi delapan di buku Ross Tapsell yang terbit tahun 2017.
Tapsell mengatakan mereka adalah kelompok yang dibesarkan oleh sistem politik yang masih
dikuasai oligarki Orde Baru dan hukum di Indonesia yang tidak ketat dalam membatasi
kepemilikan media.

Perbedaan jumlah kelompok media dalam beberapa studi tersebut terjadi karena perbedaan metode
yang digunakan. Sebagai contoh, studi Ross Tapsell hanya melihat media-media yang fokus pada
berita dan pengaruhnya terhadap politik sehingga tidak memasukkan konglomerasi Grup Femina
dan Grup Mugi Rekso Abadi yang masuk dalam studi Nugroho dan Lim.

Kaum oligarki media ini adalah para pemilik media yang memulai karier kepemilikan medianya
dari televisi maupun media cetak. Ketika era digital tiba, mereka mulai mengintegrasikan
medianya ke dalam berbagai platform. Salah satunya terlihat ketika beberapa media mulai
membuka ruang khusus bagi jurnalisme warga, misalnya saja seperti Kompas dengan Kompasiana,
Tempo dengan Indonesiana, Liputan 6 dengan Citizen Journalism, dan seterusnya.

Anda mungkin juga menyukai