Anda di halaman 1dari 27

PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA

REFERAT

Disusunoleh :
AmirahShahab 406162054
Celine 406162058
Vincent Livandy 406162127

Pembimbing :
dr. HariPurwanto, Sp. OG
dr. Anurudha B.S, Sp. OG
dr. AdhityaArdhianto,Sp. OG, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN


RSUD DR. LOEKMONOHADI KUDUS
PERIODE 5 JUNI – 19 AGUSTUS 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatnya,
penulis akhirnya dapat menyelesaikan Referat yang berjudul “Preeklampsia dan
Eklampsia” dengan baik. Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas wajib
dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Kandungan dan Kebidanan Universitas
Tarumanagara di RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus pada Periode 5Juni – 19Agustus
2017.
Selama proses penyusunan referat ini, penulis menyadari keterbatasan dan
kekurangan yang ada. Oleh karena itu penulis mohon kritik dan saran yang
membangun untuk referat ini. Dan juga penulis mengucapkan terima kasih kepada
pihak yang telah mendukung keberhasilan penyusunan referat ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. dr. Hari Purwanto, Sp.OG, dr. Anurudha B.S, Sp.OG, dr. Adhitya
Ardhianto, Sp.OG, M.Kes. selaku pembimbing referat Ilmu Kandungan dan
Kebidanan RSUD dr.Loekmono Hadi Kudus

2. Kepada semua pasien-pasien yang selama ini telah menjadi pendidik kami
dan sumber ilmu kami
3. Juga tidak lupa kepada keluarga dan teman-teman yang mendukung kami
secara moral untuk tidak pernah menyerah dan selalu melakukan usaha
yang terbaik dalam segala hal, termasuk dalam menyusun referat ini
Akhir kata, semoga referat ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu
dan bagi semua pihak yang membutuhkan baik pengajar maupun teman-teman
Dokter Muda seperjuangan. Terimakasih banyak.

Kudus, Juli 2017

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................i
KATA PENGANTAR ...............................................................................................ii
DAFTAR ISI ..............................................................................................................iii
DAFTAR TABEL ......................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................v
1. PENDAHULUAN .................................................................................................1
2. TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................3
2.1 DefinisiHipertensi ................................................................................................3
2.2 Etiologi Hipertensi dalam Kehamilan ..................................................................4
2.3 Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan .............................................................7
2.4Preeklampsia .........................................................................................................7
2.4.1Faktor Resiko Eklampsia ...................................................................................8
2.4.2 Diagnosis Preeklampsia ....................................................................................9
2.4.3Diagnosis Preeklampsia Berat ...........................................................................10
2.4.4 Pencegahan Preeklampsia .................................................................................11
2.5.5 Manajemen dan Tatalaksana Preeklampsia ......................................................11
2.5Eklampsia ..............................................................................................................17
2.5.1Patofisiologi Eklampsia .....................................................................................17
2.5.2Diagnosis Eklampsia ..........................................................................................18
2.5.3 Tatalaksana Eklampsia ......................................................................................19
2.5.4Komplikasi Eklampsia .......................................................................................19
2.5.5 Prognosis Eklampsia .........................................................................................20
2.6Perawatan Postpartum pada Preeklampsia dan Eklampsia ...................................20
2.6.1 Perawatan 6 minggu Postpartum .......................................................................20
2.6.2 Perawatan setelah 6 minggu Postpartum...........................................................21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................22

3
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis Hipertensi dalam Kehamilan .......................................8


Tabel 2.2 Resiko Tinggi .............................................................................................8
Tabel 2.3 Resiko Sedang ............................................................................................9
Tabel 2.4Resiko terjadinya Preeklampsia Superimposed ..........................................9
Tabel 2.5Kriteria Terminasi Kehamilan pada Preeklampsia Berat ............................15

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Invasi Trofoblas Pada Arteri Spiralis Normal dan Pada Preeklampsia…5
Gambar 2.2 Manajemen Ekspektatif pada Preeklampsia tanpa Gejala Berat ............13
Gambar 2.3Manajemen Ekspektatif pada Preeklampsia Berat ..................................14

5
BAB I
PENDAHULUAN

Angka kematian ibu (AKI) dapat mencerminkan kualitas pelayanan


kesehatan selama kehamilan dan nifas.Di Indonesia, Angka Kematian Ibu (AKI)
masih termasuk tinggi, dan peningkatan yang signifikan terjadi pada tahun 2012,
yaitu 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Survei Penduduk Antar Sensus
(SUPAS) yang dilakukan pada tahun 2015 menunjukkan terdapat penurunan AKI
menjadi 305 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup.1
Terdapat tiga penyebab utama kematian ibu, yakni pertama perdarahan
(30%), kedua hipertensi dalam kehamilan (25%), dan ketiga ialah infeksi
(12%).Menurut WHO, kasus preeklampsia di negara berkembang diperkirakan tujuh
kali lebih tinggi daripada di negara maju.Prevalensi preeklampsia di Negara
berkembang adalah 1,8%-18%, sedangkan di Negara maju hanya berkisar 1,3-
6%.Insiden preeklampsia di Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun atau sekitar
5,3%.1
Masalah ini merupakan masalah besar bagi kesehatan masyarakat. Alasannya
adalah, karena preeklampsia tidak hanya berdampak pada ibu saat hamil dan
melahirkan, namun preeklampsia juga menimbulkan masalah pasca persalinan akibat
disfungsi endotel di berbagai organ, seperti risiko penyakit kardiometabolik dan
komplikasi lainnya.1 Penanganan preeklampsia dan kualitasnya di Indonesia masih
beragam di antara praktisi dan rumah sakit. Hal ini disebabkan bukan hanya karena
belum ada teori yang mampu menjelaskan patogenesis penyakit ini secara jelas,
namun juga akibat kurangnya kesiapan sarana dan prasarana di daerah.
Dalam perjalanan penyakitnya, hipertensi dalam kehamilantidak selalu
menimbulkan gejala yang khas sehingga seringkali sulit dikenali.Pada umumnya
gejala baru ditimbulkan ketika sudah menimbulkan komplikasi berupa kerusakan
organ, atau menimbulkan masalah terhadap janin seperti IUGR.Oleh sebab itu,
tatalaksana yang optimal dalam menindaklanjuti masalahkesehatan ini adalah dengan
observasi ketat terhadap tanda-tanda serta melakukan monitoring sebelum muncul
tanda-tanda adanya masalah dalam kehamilan dengan melakukan pemeriksaan
antenatal yang adekuat.

6
Hal ini memerlukan kesadaran dan keterampilan dari para pemberi layanan
kesehatan untuk melakukan deteksi dini terhadap hipertensi dalam kehamilan,
khususnya pada wanita yang memiliki faktor risiko.Maka dari itu referat ini
diharapkanakan memberikan informasi yang bermanfaat untuk pemeriksaan yang
sedang dikembangkan untuk memprediksi hipertensi dalam kehamilan, aspek klinik,
serta tatalaksananya.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau


90mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yangsama.Definisi hipertensi berat adalah peningkatan tekanan darah
sekurang-kurangnya 160mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik.Mat tensimeter
sebaiknya menggunakantensimeter air raksa, namun apabila tidak tersedia dapat
menggunakan tensimeter jarum atautensimeter otomatis yang sudah divalidasi.3
Pengukuran tekanan darah yang tepat berdasarkan rekomendasi terbaru yaitu,
antara lain:
1. Pengukuran tekanan darah dilakukan setelah pasien diberikan kesempatan
duduk tenang dalam waktu 15 menit
2. Pengukuran tekanan darah dilakukan dalam posisi duduk dengan lengan
diposisikan setinggi jantung
3. Menggunakan manset yang ukurannya sesuai (panjang manset 1,5 kali
keliling lengan)
4. Korotkoff fase V (hilangnya bunyi) digunakan untuk menentukan tekanan
diastolik
5. Apabila tekanan darah selalu lebih tinggi pada salah satu sisi lengan, nilai
tekanan darah yang lebih tinggi yang dijadikan acuan dalam pengukuran
tekanan darah
6. Tekanan darah dapat diukur menggunakan sphygmomanometer merkuri,
sphygmomanometer aneroid yang sudah dikalibrasi, atau alat pengukur
tekanan darah otomatis yang sudah divalidasi untuk pengukuran pada pasien
preeklampsia.3

8
2.2 Etiologi Hipertensi dalam Kehamilan

Hipertensi dalam kehamilan terbentuk dari berbagai kumpulan beberapa faktor yang
melibatkan faktor maternal, plasenta, dan janin.Beberapa teori telah dikemukakan
mengenai etiologi dari hipertensi pada kehamilan.Berikut beberapa teori mengenai
etiologi dari hipertensi dalam kehamilan tersebut:4,5
1. Invasi trofoblas yang abnormal
Pada proses implantasi normal, arteria spiralis mengalami proses remodeling
akibat terinvasi oleh trofoblas. Invasi trofoblas ini menyebabkan jaringan
matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami
distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis akan
menurunkan tekanan darah, menurunkan resistensi vaskular, dan
meningkatkan aliran darah uteroplasenta. Dengan begitu, aliran darah ke
janin menjadi adekuat dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga
pertumbuhan janin terjamin dengan baik.
Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya.Lapisan otot arteri
spiralis tetap kaku dan keras, tidak memungkinkan mengalami distensi serta
vasodilatasi.Akibatnya,arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi,
mengalami kegagalan remodeling arteri spiralis, sehingga aliran darah
uteroplasenta menurun, menyebabkan terjadinya hipoksia dan iskemia
plasenta.Hal ini memicu pengeluaran debris plasenta yang merupakan
pencetus terjadinya respon inflamasi sistemik.4,5
2. Intoleransi imunologik antara janin dan ibu
Beberapa studi menghasilkan fakta-fakta yang menunjukkan bahwa faktor
imunologik turut berperan terhadap hipertensi dalam kehamilan.Risiko
terjadinya hipertensi dalam kehamilan pada primigravida lebih besar
dibandingkan dengan multigravida.Ibu multipara yang menikah lagi juga
mempunyai risiko lebih besar terkena hipertensi dalam kehamilan jika
dibandingkan dengan suami yang sebelumnya.

9
Gambar 2.1 Invasi Trofoblas Pada Arteri Spiralis Normal
dan Pada Preeklampsia4

Pada wanita yang hamil normal, terdapat human leukocyte antigen protein G
(HLA-G) yang berperan penting dalam modulasi respons imun sehingga
tidak terjadi penolakan hasil konsepsi (plasenta).HLA-G pada plasenta dapat
melindungi trofoblas janin darilisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu. HLA-G
juga akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu.
Pada hipertensi dalam kehamilan, plasenta mengalami penurunan ekspresi
HLA-G, sehingga menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua.Selain itu,
pada kehamilan normal, sel limfosit T-helper (Th) diproduksi dengan
perbandingan aktivitas Th2 lebih tinggi dibanding Th1.
Namun pada hipertensi dalam kehamilan, di awal trimester kedua, terjadi
perubahan perbandingan antara aktivitas Th1 dan Th2, di mana Th1 menjadi
lebih tinggi dari Th2.4,5
3. Aktivasi sel endotel
Akibat iskemia pada plasenta karena kegagalan invasi trofoblas, maka
plasenta akan menghasilkan oksidan. Oksidan adalah penerima elektron atau
atom/molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan.Salah satu
contohnya adalah radikal hidroksil yang bersifat toksis, khususnya terhadap
membran sel endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak
membran sel, mengubah asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak
yang merusak membran sel, nukleus, dan protein sel endotel.

10
Kerusakan sel endotel akan mengakibatkan disfungsi sel endotel sehingga
terjadi: (1) gangguan metabolisme prostaglandin yaitu menurunnya produksi
prostasiklin, suatu vasodilator kuat; (2) agregasi sel trombosit pada daerah
endotel yang mengalami kerusakan sehingga memproduksi tromboksan,
suatu vasokonstriktor kuat yang memicu terjadinya kenaikan tekanan darah;
(3) perubahan pada sel endotel kapiler glomerulus; (4) peningkatan
permeabilitas kapiler; (5) peningkatan produksi bahan vaspresor yaitu
endotelin yang merupakan vasokonstriktor; dan (6) peningkatan faktor
koagulasi.4,5
4. Faktor genetik
Hipertensi dalam kehamilan merupakan suatu penyakit multifaktorial dan
bersifat poligenik. Suatu studi menyatakan bahwa risiko penurunan
preeklampsia dari ibu yang mengalami preeklampsia kepada anak
perempuannya yaitu sebesar 20-40%, dan 22-47% antara saudara kembar.
Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara
familial, jika dibandingkan dengan genotipe janin.4,5
5. Faktor nutrisi
Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk
minyak hati halibut, dapat mengurangi risiko preeklampsia karena
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat
produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah
vasokonstriksi pembuluh darah. Defisiensi kalsium pada diet perempuan
hamil juga akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi dalam
kehamilan.4,5

11
2.3 Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan

Hipertensi dalam kehamilan diklasifikasikan menjadi 4 kategori, antara lain:3


1. Hipertensi Gestasional
Hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan
hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau kehamilan
dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa proteinuria, seperti nyeri
epigastrium atau trombositopenia.
2. Preeklampsia dan Eklampsia
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria ≥300 mg/24 jam atau ≥1+ pada dipstik.
Sedangkan eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang.
3. Hipertensi Kronik dengan Superimposed Preeklampsia
Hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik
disertai proteinuria.
4. Hipertensi Kronik
Hipertensi yang timbul sebelum usia kehamilan 20 minggu atau hipertensi
yang didiagnosis pertama kali setelah usia kehamilan 20 minggu dan
hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan

2.4 Preeklampsia

Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan /


diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ. Preeklampsia
merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai denganadanya disfungsi
plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi
endotel dan koagulasi.Sebelumnya pre-eklampsia didefinisikan dengan adanya
hipertensi dan proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan (new onset hypertension
with proteinuria), dan edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik karena
sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal.6

12
Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis Hipertensi dalam Kehamilan4
Kondisi Kriteria yang Dibutuhkan
Hipertensi Gestasional TD > 140/90 mmHg setelah UK 20 minggu pada wanita
dengan normotensive sebelumnya
Preeklampsia  Proteinuria dan :
• Proteinuria : ≥ 300 mg/24 jam, atau
• Protein : creatinine ratio ≥ 0.3 atau
• Dipstick : 1+ persistent
Atau
Trombositopenia Platelet < 100,000/μL
Insufisiensi Ginjal Creatinine > 1.1 mg/dL atau dua kali baseline
Keterlibatan Liver
Gejala Serebral
Level Serum Dua kali lipat normal
Transaminase
Nyeri kepala, gangguan visual, kejang
Pulmonary edema

2.4.1 Faktor Risiko Preeklampsia


Pada wanita hamil, dianjurkan melakukan pemeriksaan Ante Natal Care (ANC)
sebanyak 4 kali kunjungan.Kunjungan ANC tersebut memiliki tujuan untuk mendeteksi
dini preeklampsia dan bahkan membantu dalam penilaian resiko sebelum terjadinya
preeklampsia.Terdapat beberapa klasifikasi resiko yang dapat dinilai, antara lain: 6

Tabel 2.2 Resiko Tinggi6


a. Riwayat preeklampsia
b. Kehamilan multipel
c. Hipertensi kronis
d. Diabetes mellitus tipe 1 atau 2
e. Penyakit ginjal
f. Penyakit autoimun (Systemic lupus erythematous, antiphospholipid syndrome)

13
Tabel 2.3 Resiko Sedang6
a. Nulipara
b. Obesitas (IMT > 30 kg/m2)
c.Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
d. Usia lebih >35 tahun
e. Interval kehamilan > 10 tahun

Tabel 2.4 Resiko terjadinya Preeklampsia Superimposed6


a. Riwayat preeclampsia sebelumnya
b.Penyakit ginjal kronis
c. Merokok
d. Obesitas
e.Tekanan darah diastolik > 80 mmHg
f. Tekanan darah sistolik > 130 mmHg

2.4.2Diagnosis Preeklampsia

Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia didefinisikan sebagai


hipertensiyang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu
disertai adanyagangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi
tersebut tidak dapatdisamakan dengan preeklampsia, harus didapatkan gangguan
organ spesifik akibatpreeklampsia tersebut.Kebanyakan kasus preeklampsia
ditegakkan dengan adanya proteinurin, namun jika protein urin tidak didapatkan,
salah satu gejala dan gangguan lain dapatdigunakan untuk menegakkan diagnosis
preeklampsia, yaitu :6
1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadarkreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanyanyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
4. Edema paru
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus

14
6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta :Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent orreversed end diastolic velocity (ARDV)

2.4.3 Diagnosis Preeklampsia Berat

Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada preeklampsia,


dan jikagejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi kondisi pemberatan
preeklampsia atau disebut dengan preeklampsia berat. Kriteria gejala dan kondisi
yang menunjukkankondisi pemberatan preeklampsia atau preklampsia berat adalah
salah satu dibawah ini :6
1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolikpada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan
yang sama
2. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
3. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadarkreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
4. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanyanyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
5. Edema paru
6. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
7. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta:Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan absent orreversed end diastolic velocity (ARDV)

Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara kuantitas


protein urinterhadap luaran preeklampsia, sehingga kondisi protein urin masif (lebih
dari 5 g) telahdieleminasi dari kriteria pemberatan preeklampsia (preeklampsia
berat).Kriteria terbarutidak lagi mengkategorikan lagi preeklampsia ringan,
dikarenakan setiap preeklampsiamerupakan kondisi yang berbahaya dan dapat
mengakibatkan peningkatan morbiditas danmortalitas secara signifikan dalam waktu
singkat.6

15
2.4.4 Pencegahan Preeklampsia

Pencegahan pada preeklampsia dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu: primer, sekunder dan
tersier. Pencegahan primer artinya menghindari terjadinya penyakit.Pencegahan
primer dilakukan dengan cara mendeteksi wanita hamil dengan risiko terjadinya
preeklampsia. Risiko-risiko tersebut dapat berupa risiko ringan, sedang, ataupun
risiko superimposed preeklampsia. Dengan terdeteksinya risiko tersebut pada saat
kunjungan ANC, akan membuat tenaga kesehatan dapat lebih siap dalam
menghadapi dan menatalaksana jika terjadi preeklampsia pada sang ibu secara tepat,
cepat dan tanggap. Dengan demikian juga akanmenurunkan risiko terjadinya
pemberatan dan komplikasi pada preeklampsia tersebut.6
Pencegahan sekunder dalam konteks preeklampsia berarti memutus proses
terjadinya penyakit yang sedang berlangsung sebelum timbul gejala atau kedaruratan
klinis karena penyakit tersebut. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan
istirahat, pemberian aspirin dosis rendah, dan suplementasi kalsium.6Pencegahan
tersier berarti pencegahandari komplikasi yang disebabkan oleh proses penyakit,
sehingga pencegahan ini juga merupakan tatalaksana yang akan dibahas dibab
selanjutnya.6

2.4.5 Manajemen dan Tatalaksana Preeklampsia

Dalam menghadapi preeklampsia, terdapat lima tatalaksana utama, yakni manejemen


ekspektatif atau manajemen aktif, pemberian magnesium sulfat untuk pencegahan
kejang, antihipertensi, pemberian kortikosteroid pada sindrom HELLP dan terakhir
pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru janin.6
1. Manajemen ekspektatif
Manajemen ekspektatif bertujuan untuk memperbaiki luaran perinatal
denganmengurangi morbiditas neonatal serta memperpanjang usia kehamilan
tanpa membahayakan ibu.Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus
preeklampsia tanpa gejala berat dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu
dengan evaluasi maternal dan janin yang lebih ketat. Evaluasi yang dilakukan
adalah evaluasi gejala maternal dan gerakan janin setiap hari oleh pasien,
evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu secara poliklinis, evaluasi jumlah
trombosit dan fungsi liver setiap minggu, evaluasi USG dan kesejahteraan janin

16
secara berkala (dianjurkan 2 kali dalam seminggu) dan jika didapatkan tanda
pertumbuhan janin terhambat, evaluasi menggunakan doppler velocimetry
terhadap arteri umbilikal direkomendasikan.6
Sedangkan manajemen ekspektatif pada preeklampsia berat, juga
direkomendasikan untuk melakukan perawatan inap di fasilitas kesehatan yang
adekuat dengan tersedia perawatan intensif bagi maternal dan neonatal selama
perawatan manajemen ekspektatif berlangsung.Juga tidak lupa untuk
memberikan kortikosteroid dengan tujuan membantu pematangan paru janin.6

17
Preeklampsia tanpa gejala berat

Usia kehamilan ≥ 37mgg atau usia≥34mggdengan:

- Persalinan atau ketuban pecah

- Perburukan kondisi Ibu dan Janin

- Pertumbuhan janin terhambat

- Didapatkan solusio plasenta

YA TIDAK

Usia kehamilan<37mgg :

Lakukan - Evaluasi Ibu 2 kali dalam seminggu


Persalinan
- Evaluasi kesejahteraan janin janin 2
kali dalam seminggu

 Usia kehamilan ≥ 37 mgg


YA
 Perburukan kondisi ibu dan janin
 Persalinan atau ketuban pecah

Gambar 2.2 Manajemen Ekspektatif pada


Preeklampsia tanpa Gejala Berat6

18
Preeklampsia dengan gejala berat

 Evaluasi dikamar bersalin dalam 24-48 jam


 Kortikosteroid untuk pematangan paru,
Magnesium sulfat untuk profilaksis,
antihipertensi
 USG, evaluasi kesejahteraan janin, gejala
dan pemeriksaan laboratorium

Kontraindikasi perawatan ekspektatif : Kontraindikasi perawatan ekspektatif :

 Eklampsia  Gejala persisten


 Edema paru  Sindom HELLP
 DIC  Pertumbuhan janin terhambat
 HT berat tidak terkontrol  Severe olygohydramnion
 Gawat janin  Reversed end diastolic flow
 Solusio plasenta  KPP atau inpartu
 IUFD  Gangguan renal berat
 Janin tidak viabel

YA
YA

Berikan kortikosteroid  lakukan


Lakukan persalinan setelah stabil persalinan setelah 48 jam

 Usia kehamilan ≥34mgg


 KPP atau inpartu
 Perburukan maternal-fetal
 Adanya salah satu gejala
kontraindikasi perawatan ekspektatif

YA

Lakukan persalinan

Gambar 2.3 Manajemen Ekspektatif pada Preeklampsia Berat6

19
Tabel 2.5Kriteria Terminasi Kehamilan Pada Preeklampsia Berat6
Data Maternal Data Janin
· Hipertensi berat tidak terkontrol · Usia kehamilan 34 minggu
· Gejala preeclampsia berat yang · Pertumbuhan janin terhambat
tidak berkurang
· Penurunan fungsi ginjal progresif · Oligohidramnion
· Trombositopenia persisten / HELLP · Profil biofisik < 4
Syndrome
· Edema paru · Deselerasi variabel dan lambat pada NST
(Non-stress test)
· Eklampsia · Doppler a.umbilikalis : reversed end
diastolic flow
· Solusio plasenta · Kematian janin
· Persalinan atau ketuban pecah

2. Pemberian Magnesium Sulfat pada Preeklampsia

Pemberian magnesium sulfat bertujuan untuk mencegah dan mengurangi angka


kejadian eklampsia, serta mengurangi morbiditas dan mortalitas maternal serta
perinatal.Efek vasodilatasi melalui relaksasi dari otot polos, termasuk pembuluh
darah perifer dan uterus, sehinggaselainsebagaiantikonvulsan, magnesium
sulfatjugabergunasebagaiantihipertensidantokolitik.Selainitu, magnesium
sulfatmemilikiperanuntuk menghambatreseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) di
otak, yang apabilateraktivasiakibatasfiksia,
dapatmenyebabkanmasuknyakalsiumkedalam neuron, yang
6
mengakibatkankerusakanseldan menyebabkan terjadinya kejang.
Penggunaan magnesium
sulfatjugatidakberpengaruhpadaneonatus.Efeksamping minor dari magnesium
sulfat antara lain, rasa hangat, flushing, nausea ataumuntah, kelemahanotot,
ngantuk, daniritasidarilokasiinjeksi.Rekomendasipemberian magnesium
sulfatberdasarkanGuideline RCOG yaitu, dosis loading magnesium sulfat 4 g
selama 5 – 10 menit, laludilanjutkandosispemeliharaan 1-2 g/jam selama 24 jam
post partum atausetelahkejangterakhir. Pemantauanproduksiurin, refleks patella,
frekuensinapasdansaturasioksigenpentingdilakukansaatmemberikan magnesium
sulfat.Pemberianulang 2 g bolus dapatdilakukanapabilaterjadikejangberulang.
Jika terjadi toksisitas dari magnesium sulfat, kalsium glukonas 1 gram (10 ml)
dapat diberikan perlahan selama 10 Menit.6

20
3. Antihipertensi
Pemberian obat antihipertensi pada kehamilan adalah untuk keselamatan ibu
dalam mencegah penyakit serebrovaskular.Antihipertensi direkomendasikan
pada preeklampsia dengan hipertensi berat, atau dengan tekanan darah sistolik ≥
160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg. Target penurunan tekanan darah adalah
sistolik <160 mmHg dan diastolik < 110 mmHg. Namun, pada pemberian
antihipertensi, dapat terjadi terhambatnya pertumbuhan janin sesuai dengan
penurunan tekanan arteri rata – rata.
Pilihan pertama antihipertensi yang diberikan adalah nifedipin oral short
acting, hidralazine dan labetalol parenteral. Anntihipertensi alternatifnya adalah
nitogliserin, metildopa, labetalol.6
Nifedipin merupakan salah satu calcium channel blocker yang sudah
digunakan sejak dekade terakhir untuk mencegah persalinan preterm (tokolisis)
dan sebagai antihipertensi. Regimen yang direkomendasikan adalah 10 mg
kapsul oral, diulang tiap 15 – 30 menit, dengan dosis maksimum 30 mg. Namun ,
karena CCB dapat menyebabkan hipotensi relatif, penggunaan berlebihannya
dapat menyebabkan hipoksia janin dan asidosis.6
Metildopa merupakan obat antihipertensi yang paling sering diberikan pada
wanita hamil dengan hipertensi kronik. Metildopa adalah agonis reseptor alfa
yang bekerja di sistem saraf pusat, namun juga memiliki sedikit efek periferyang
akan menurunkan tonus simpatis dan tekanan darah arteri. Frekuensi nadi,
cardiacoutput, dan aliran darah ginjal relatif tidak terpengaruh. Efek samping
pada ibu antara lainletargi, mulut kering, mengantuk, depresi, hipertensi postural,
anemia hemolitik dandrug-induced hepatitis. Dosis Metildopa dimulai dengan
250-500 mg per oral 2 atau 3 kali sehari, dengandosis maksimum 3 g per hari.
Efek obat maksimal dicapai 4-6 jam setelah obat masuk danmenetap selama 10-
12 jam sebelum akhirnya akan diekskresikan melalui ginjal. Metildopa juga
dapat diberikan secara IV, 250-500 mg tiap 6 jam sampai maksimum 1 g tiap 6
jam untuk kasuskrisis hipertensi. Metildopa dapat melalui plasenta pada jumlah
tertentu dan disekresikan diASI.6
4. Pemberian kortikosteroid pada sindrom HELLP
Pemberian kortikosteroid pada HELLP syndrome dapat memperbaiki kadar
trombosit, SGOT, SGPT, LDH, tekanan darah arteri rata –rata dan produksi urin.
Namun jika diberikan pada post partum tidak memberikan pengaruh

21
padakadartrombosit. Pemberian kortikosteroid tidak berpengaruh pada
morbiditas dan mortalitas maternal serta perinatal/neonatal.Kortikosteroid
deksametason lebih dipilih dibandingan betametason karena lebih cepat
meningkatkan kadar trombosit pada darah.6
5. Pemberian kortikosteroid pematangan paru janin
Kortikosteroid biasanya diberikan pada usia kehamilan ≤ 34 minggu untuk
menurunkan risiko RDS dan mortalitas janin serta neonatal. Pemberian
kortikosteroid antenatal dapat menurunkan angka mortalitas janin dan neonatal,
RDS, kebutuhan ventilasi mekanik/CPAP, kebutuhan surfaktan dan perdarahan
serebrovaskular, necrotizing enterocolitis serta gangguan pekembangan
neurologis.Pemberian kortikosteroid tidak berhubungan dengan infeksi, sepsis
puerpuralis dan hipertensi pada ibu.Kortikosteroid yang diberikan baik
deksametason maupun betametason sama-sama memiliki dampak bermakna
dalam menurunkan angka kematian janin dan neonatal, kematian neonatal, RDS
dan perdarahan serebrovaskular. Namun dalam menurunkan resiko RDS,
betametason memberikan penurunan yang lebih besar.6

2.5 Eklampsia
Eklampsia merupakan kasus dimana penderita preeklampsia mengalami kejang
dan/atau koma, dimana kejang yang ditimbulkan tidak disebabkan oleh kemungkinan
penyakit atau kondisi lain.Kejang bersifat generalisata dan dapat timbul sebelum,
selama dan setelah persalinan.Pada penderita yang akan mengalami kejang
umumnya ditemukan gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan
penglihatan, muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan
darah.Tanda-tanda prodorma ini disebut sebagaiimpending eclampsia.7,8

2.5.1 Patofisiologi Eklampsia


Terdapat sistem autoregulasi dimana aliran darah otak relatif konstan meskipun
terjadi perubahan tekanan perfusi otak.Mekanisme ini melindungi otak dari
hiperperfusi ketikatekanan darah sistemik meningkat ≥ 160mmHg.Eklampsia terjadi
ketika keadaan hiperperfusi pada otak serta disfungsi endotel yang disebabkan oleh
kondisi preeklampsia sebelumnya mendorong cairan dari kapiler menuju jaringan
interstisial yang menyebabkan edema vasogenik terutama di korteks parieto-occipital

22
(Posterior Reversible Encephalopathy Syndrome). Keadaan ini kemudian
menimbulkan gangguan seperti sakit kepala, gangguan penglihatan, kejang, dan
penurunan kesadaran seperti yg ditemukan pada wanita dengan eklampsia dan
impending eclampsia.4

2.5.2 Diagnosis Eklampsia


 Kejang
Serangan kejang dapat sekali atau lebih yang berlangsung 60-75 detik, yang
biasanya dimulai dari otot-otot wajah, mata menonjol, dan mulut berbusa.
Ada dua fase kejang eklampsia:
 Fase pertama 15-20 detik, dimulai dari kedutan wajah yang mengarah ke
kontraksi otot secara generalisata sehingga tubuh menjadi kaku
 Fase kedua 2-60 detik, mulai dari rahang, otot wajah dan kelopak mata
kemudian keseluruh tubuh. Otot-otot mulai berkontraksi dan relaksasi
dengan cepat
 Saat kejang, diafragma terfiksir, sehingga pernafasan tertahan (apneic)
 Fase kedua berakhir, pasien akan masuk ke keadaan koma dengan durasi
yang bervariasi. Lalu setelah sadar kembali pasien mungkin gelisah dan
agresif namun tidak ingat dengan kejang yang dialaminya
 Fase hiperventilasi terjadi setelah kejang tonik-klonik untuk
mengkompensasi asidosis respiratorik dan asidosis laktat yang terjadi
selama fase apneic
 Terdapat tanda & gejala preeklampsia
 Tidak ada kemungkinan penyebab kejang lain

2.5.3 Tatalaksana Eklampsia


 Tatalaksana kejang
 Stabilisasi fungsi vital & Manajemen Airway, Breathing, Circulation
 Saat kejang, baringkan ditempat tidur, buka jalan nafas dan lakukan
fiksasi di tempat tidur dengan cukup longgar
 Berikan MgSO4 loading dose (dosis awal) diikuti dengan pemberian
maintenance dose (dosis rumatan)
Dosis awal diberikan dengan cara mengambil 4 gram larutan MgSO4 (10
ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan dengan 10 ml akuades. Setelah itu,

23
berikan larutan tersebut secara perlahan melalui IV selama 20 menit.
Namun, jika akses intarvena sulit, dapat diberikan melalui IM
(intramuskular) di bokong kiri dan kanan dengan dosis masing-masing 5
gram MgSO4 (12,5 ml larutan MgSO4 40%).7
Sedangkan dosis rumatan / maintenance dose diberikan dengan cara
mengambil 6 gram MgSO4 (15 ml larutan MgSO4 40%) dan kemudian
dilarutkan dalam 500 ml larutan Ringer Laktat / Ringer Asetat. Lalu
diberikan secara IV dengan kecepatan 28 tetes per menit selama 6 jam.
Pemberian tersebut diulang hingga 24 jam setelah persalinan atau kejang
berakhir (bila eklampsia).7
 Lakukan pemeriksaan fisik tiap jam, meliputi tekanan darah,
frekuensinadi, frekuensi pernapasan, refleks patella, dan jumlah urin
 Bila frekuensi pernapasan <16 x/menit, dan/atau tidak ada refleks patella,
dan/atau oliguria (<0,5 ml/kgBB/jam), segera hentikan pemberian
MgSO4.
 Jika terjadi depresi napas, berikan Ca glukonas 1 g IV (10 ml
larutan10%) bolus dalam 10 menit
 Jika kejang berulang, berikanMgSO4 2 g IV perlahan (15-20 menit)
 Bila setelah pemberianMgSO4 ulangan masih terdapat kejang, dapat
dipertimbangkanpemberian diazepam 10 mg IV selama 2 menit.7
 Penanganan Obstetri
Pada ibu dengan eklampsia, bayi harus segera dilahirkan dalam 12 jam
sejak terjadinya kejang tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan
janin.7
2.5.4 Komplikasi Eklampsia
 Cortical blindness
 Kerusakan neurologis permanenkarena kejang berulang atau perdarahan
intrakranial
 Insufisiensi renal dan gagal ginjal akut
 IUGR, abruptio placentae, oligohydramnion
 Ruptur hepar
 DIC

24
 Peningkatan risiko preeklampsia/eklampsia berulang pada kehamilan
berikutnya
 Kematian ibu dan/atau janin.5

2.5.5 Prognosis Eklampsia


Bila tidak terlambat dalam pemberian obat, perbaikan akan tampak jelas setelah
terminasi kehamilan, tekanan darah akan menunjukkan perbaikan dalam beberapa
jam kemudian. Prognosis janin pada penderita eklampsia tergolong buruk. Seringkali
janin mati intrauterin atau pada fase neonatal

2.6 Perawatan Postpartum Pada Preeklampsia dan


Eklampsia

2.6.1 Perawatan 6 minggu Postpartum

 Evaluasi tekanan darah terutama saat tekanan darah postpartum mencapai puncak
pada hari ke 3 sampai ke 6 setelah persalinan
 Wanita dengan hipertensi postpartum harus dievaluasi sebagai preeklampsia
 Pertimbangkan untuk melanjutkan terapi antihipertensi, terutama pada wanita
dengan preeklampsia antenatal dan ibu yang melahirkan preterm
 Pada wanita dengan hipertensi postpartum yang berat harus diberikan terapi
antihipertensi untuk menjaga tekanan darah sistolik <160mmHg dan diastolik
<110mmHg
 Pada wanita tanpa co-morbid (pre-gestational type I / II diabetes mellitus
ataugangguan ginjal) , antihipertensi diberikan untuk menjaga tekanan darah
<140/90mmHg
 Tekanan darah wanita dengan co-morbid selain pre-gestasional diabetes melitus
dijaga <140/90mmHg
 Tekanan darah wanita dengan pre-gestasional diabetes melitus harus dijaga
<130/80mmHg
 Obat-obtan antihipertensi yang dapat diberikan pada ibu menyusui antara lain:
nifedipide XL, labetalol, methyldopa, captopril, enapril

25
 Lakukan pemeriksaan lanjutan untuk mengkonfirmasi perbaikan dari disfungsi
organ pada preklampsia
 NSAID tidak boleh diberikan postpartum jika hipertensi sulit dikontrol (terdapat
bukti gangguan ginjal berupa oligouria dan kreatinin ≥90µM)
 Thromboprophylaxis postpartum harus diberikan pada wanita dengan
preklampsia, terutama jika terdapat berbagai faktor resiko lainnya.3

2.6.2 Perawatan Setelah 6 Minggu Postpartum

 Wanita dengan riwayat preeklampsia berat terutama yang timbul atau


melahirkan sebelum usia gestasi 34 minggu harus diperiksa untuk mencari
ada tidaknya gangguan ginjal yang mendasari atau hipertensi sebelumnya
 Rujukan ke spesialis penyakit dalam dan nefrologi harus dipertimbangkan
pada:
o hipertensi postpartum yang sulit dikontrol
o wanita dengan preklampsia dan selama 3-6 bulan postpartum
mengalami proteinuria, penurunan GFR <60mL/mnt atau tanda
gangguan ginjal lainnya seperti sedimen urin abnormal
o Wanita yang overweight dianjurkan untuk mencapai IMT yang ideal
guna menurunkan resiko pada kehamilan berikutnya dan kesehatan
jangka panjang ibu itu sendiri
o Wanita dengan riwayat hipertensi kronis atau hipertensi
postpartumyang persisten harus menjalani pemeriksaan sekurang-
kurangnya 6 minggu postpartum berupa: urinalisa, serum sodium
potasium, kreatinin, glukosa dan lipid darah serta EKG 12 lead
o Semua wanita yang memiliki gangguan hipertensi dalam kehamilan
harus menjalani diet dangaya hidup sehat.3

26
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization (WHO). Dibalik angka - Pengkajian kematian


maternal dan komplikasi untuk mendapatkan kehamilan yang lebih aman.
Indonesia: WHO; 2007.
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia Tahun
2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI: 2015.
3. Magee LA, Anouk P, Michael H, et al. Diagnosis, Evaluation, and
Management of the Hypertensive Disorders of Pregnancy: Executive summary.
Sogc clinical practice guideline. 2014 may; 307: 416-438.
4. Cunningham FG, Kenneth JL, Steven LB, et al. 2014. Williams Obstetrics.
24th ed. United States: Mcgraw-Hill.
5. Prawirohardjo S. 2014. Ilmu Kebidanan. 4th ed. Jakarta: PTBina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
6. Dr. dr. Noroyono Wibowo, Sp.OG (K), dr. Rima Irwinda, Sp.OG, dr. Edwina
Frisdiantiny, et al. Perkumpulan obstetri dan ginekologi Indonesia. Himpunan
kedokteran feto maternal. Pedoman nasional pelayanan kedokteran:
Diagnosisdantata laksanaPre-eklamsia. 2016.
7. World Health Organization. 2013. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di
fasilitas kesehatan dasar dan rujukan. 1st ed. Jakarta: WHO Indonesia.
8. Roberts JM, Phyllis AA, George B, et al. 2013. Hypertension in Pregnancy.
Washington: The American College of Obstetricians and Gynecologists.

27

Anda mungkin juga menyukai