Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. Definisi

Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan

sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa

penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010). CKD atau

gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal

mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar

(insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan

metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia

atau azotemia (Smeltzer, 2009).

B. Klasifikasi

Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju

Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2

dengan rumus Kockroft – Gault sebagai berikut :

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29

5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI


C. Etiologi

Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering

terhadap proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan

glomerulonefritis menjadi yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis

tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau nefropati refluks) dan penyakit

ginjal polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang tidak sering terjadi

yakni uropati obstruktif , lupus eritomatosus dan lainnya sebesar 21 %. (US

Renal System, 2000 dalam Price & Wilson, 2006). Penyebab gagal ginjal

kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000 menunjukkan

glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi dengan

46,39%, disusul dengan diabetes melitus dengan 18,65%, obstruksi dan

infeksi dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan sebab lain dengan

13,65% (Sudoyo, 2006).

D. Patofisiologi

Menurut Smeltzer, dan Bare (2001) proses terjadinya CKD adalah akibat

dari penurunan fungsi renal, produk akhir metabolisme protein yang

normalnya diekresikan kedalam urin tertimbun dalam darah sehingga terjadi

uremia yang mempengarui sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk

sampah, maka setiap gejala semakin meningkat. Sehingga menyebabkan

gangguan kliren renal. Banyak masalah pada ginjal sebagai akibat dari

penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi, sehingga menyebabkan

penurunan klirens subtsansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.

Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dapat dideteksi dengan


mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaaan kliren kreatinin. Menurunnya

filtrasi glomelurus atau akibat tidak berfungsinya glomeluri klirens kreatinin.

Sehingga kadar kreatinin serum akan meningkat selain itu, kadar nitrogen

urea darah (NUD) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator

paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara

konstan oleh tubuh. NUD tidak hanya dipengarui oleh penyakit renal tahap

akhir, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme dan medikasi

seperti steroid.

Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) juga berpengaruh pada retensi

cairan dan natrium. Retensi cairan dan natrium tidak terkontol dikarenakan

ginjal tidak mampu untuk mengonsentrasikan atau mengencerkan urin secara

normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap

perubahan masukan cairan dan elektrolit seharihari tidak terjadi. Natrium dan

cairan sering tertahan dalam tubuh yang meningkatkan resiko terjadinya

oedema, gagal jantung kongesti, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi

akibat aktivasi aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan

sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan

garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan

diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk

status uremik. Asidosis metabolik terjadi akibat ketidakmampuan ginjal

mensekresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Sekresi asam terutama

akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresi amonia (NH3) dan

mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan sekresi fosfat dan


asam organik lain juga terjadi. Kerusakan ginjal pada CKD juga

menyebabkan produksi eritropoetin menurun dan anemia terjadi disertai sesak

napas, angina dan keletian. Eritropoetin yang tidak adekuat dapat

memendekkan usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan

untuk mengalami perdarahan terutama dari saluran gastrointestinal sehingga

terjadi anemia berat atau sedang. Eritropoitin sendiri adalah subtansi normal

yang diproduksi oleh ginjal untuk menstimulasi sumsum tulang untuk

menghasilkan sel darah merah.

Abnormalitas utama yang lain pada CKD menurut Smeltzer, dan Bare

(2001) adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat tubuh yang memiliki

hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lain

menurun. Penurunan LFG menyebabkan peningkatan kadar fosfat serum dan

sebaliknya penurunan kadar serum menyebabkan penurunan sekresi

parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun pada CKD, tubuh tidak

berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan

akibatnya kalsium di tulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang

dan menyebabkan penyakit tulang, selain itu metabolik aktif vitamin D (1,25

dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat didalam ginjal menurun,

seiring dengan berkembangnya CKD terjadi penyakit tulang uremik dan

sering disebut osteodistrofienal. Osteodistrofienal terjadi dari perubahan

komplek kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon. Laju penurunan

fungsi ginjal juga berkaitan dengan gangguan yang mendasari ekresi protein

dan urin, dan adanya hipertensi. Pasien yang mengekresikan secara signifikan
sejumlah protein atau mengalami peningkatan tekanan darah cenderung akan

cepat memburuk dari pada mereka yang tidak mengalimi kondisi ini.

E. Manifestasi Klinis

Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal

kronis dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan

sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada

bagian dan tingkat kerusakan ginjal, usia pasien dan kondisi yang mendasari.

Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut :

1. Manifestasi kardiovaskuler

Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi

sistem renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum),

edema periorbital, Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.

2. Manifestasi dermatologi

Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis,

kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.

3. Manifestasi Pulmoner

Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul

4. Manifestasi Gastrointestinal

Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,

mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal

5. Manifestasi Neurologi

Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan

tungkai, panas pada telapak kaki, perubahan perilaku


6. Manifestasi Muskuloskeletal

Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop

7. Manifestasi Reproduktif

Amenore dan atrofi testikuler

F. Komplikasi

Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan

mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer

dan Bare (2001) serta Suwitra (2006) antara lain adalah :

1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme,

dan masukan diit berlebih.

2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk

sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin

angiotensin aldosteron.

4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.

5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar

kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan

peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion

anorganik.

6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.

7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.

8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.

9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.


G. Pemeriksaan Penunjang

1. Radiologi

Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.

a. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan

adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.

b. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel

jaringan untuk diagnosis histologis.

c. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.

d. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit

dan asam basa.

2. Foto Polos Abdomen

Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.

3. Pielografi Intravena

Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal

ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.

4. USG

Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem

pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi

sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.

5. Renogram

Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler,

parenkhim) serta sisa fungsi ginjal


6. Pemeriksaan Radiologi Jantung

Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis

7. Pemeriksaan radiologi Tulang

Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik

8. Pemeriksaan radiologi Paru

Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.

9. Pemeriksaan Pielografi Retrograde

Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible

10. EKG

Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda

perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)

11. Biopsi Ginjal

dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau

perlu untuk mengetahui etiologinya.

12. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal

a. Laju endap darah

b. Urin

Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak

ada (anuria).

Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus

/ nanah, bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna

kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.


Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan

kerusakan ginjal berat).

Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan

tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1.

c. Ureum dan Kreatinin

Ureum:

Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10

mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).

d. Hiponatremia

e. Hiperkalemia

f. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia

g. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia

h. Gula darah tinggi

i. Hipertrigliserida

j. Asidosis metabolik

H. Penatalaksanaan Medis

Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk

mempertahankan fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama

mungkin serta mencegah atau mengobati komplikasi (Smeltzer, 2001;

Rubenstain dkk, 2007). Terapi konservatif tidak dapat mengobati GGK

namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini karena yang dibutuhkan

adalah terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis atau transplantasi ginjal.

Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi :


1. Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara

mengontrol proses penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet, kontrol

berat badan dan obat-obatan) dan mengurangi intake protein (pembatasan

protein, menjaga intake protein sehari-hari dengan nilai biologik tinggi <

50 gr), dan katabolisme (menyediakan kalori nonprotein yang adekuat

untuk mencegah atau mengurangi katabolisme)

2. Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus , neurologik,

perubahan hematologi, penyakit kardiovaskuler;

3. Meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan diet;

4. Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga

(Black & Hawks, 2005)

Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan

dialisi tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10

ml/mnt. Dialisis juga diiperlukan bila :

 Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan

 Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan

 Overload cairan (edema paru)

 Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran

 Efusi perikardial

 Sindrom uremia ( mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang memburuk.

Menurut Sunarya, penatalaksanaan dari CKD berdasarkan derajat LFG nya,

yaitu:
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian Fokus Keperawatan

Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu

pada Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :

1. Demografi.

Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga

yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh

berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan

sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan

juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena

kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan

yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/

zat logam dan pola makan yang tidak sehat.

2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo

nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih,

dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan

terjadinya CKD.

3. Pola nutrisi dan metabolik.

Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam

kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan

nutrisi dan air naik atau turun.


4. Pola eliminasi

Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.

Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi

peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan

darah dan suhu.

5. Pengkajian fisik

a. Penampilan / keadaan umum.

Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran

pasien dari compos mentis sampai coma.

b. Tanda-tanda vital.

Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi

meningkat dan reguler.

c. Antropometri.

Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan

nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.

d. Kepala.

Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran

telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum,

bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.

e. Leher dan tenggorok.

Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.


f. Dada

Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat

otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara

tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung,

terdapat suara tambahan pada jantung.

g. Abdomen.

Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut

buncit.

h. Genital.

Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,

terdapat ulkus.

i. Ekstremitas.

Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan

tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.

j. Kulit.

Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan

mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.

II. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai

berikut:

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan

retensi cairan dan natrium.


2. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.

3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

anoreksia mual muntah.

4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan

nutrisi ke jaringan sekunder.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk

sampah dan prosedur dialysis.

6. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus

sekunder terhadap adanya edema pulmoner.

7. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan

cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler

sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak

seimbangan elektrolit).
III. Rencana Asuhan Keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan & KH Kode NIC Intervensi Keperawatan

1. Kelebihan volume cairan Tujuan: 4130 Fluid Management :

b.d penurunan haluaran urin Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Kaji status cairan ; timbang berat badan,keseimbangan

dan retensi cairan dan selama 3x24 jam volume cairan masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema

natrium. seimbang. 2. Batasi masukan cairan

Kriteria Hasil: 3. Identifikasi sumber potensial cairan

NOC : Fluid Balance 4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan

 Terbebas dari edema, efusi, cairan

anasarka 5. Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.

 Bunyi nafas bersih,tidak adanya

dipsnea 2100 Hemodialysis therapy

 Memilihara tekanan vena sentral, 1. Ambil sampel darah dan meninjau kimia darah

tekanan kapiler paru, output (misalnya BUN, kreatinin, natrium, pottasium, tingkat

jantung dan vital sign normal. phospor) sebelum perawatan untuk mengevaluasi respon

thdp terapi.
2. Rekam tanda vital: berat badan, denyut nadi,

pernapasan, dan tekanan darah untuk mengevaluasi

respon terhadap terapi.

3. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk menghilangkan jumlah

yang tepat dari cairan berlebih di tubuh klien.

4. Bekerja secara kolaboratif dengan pasien untuk

menyesuaikan panjang dialisis, peraturan diet,

keterbatasan cairan dan obat-obatan untuk mengatur

cairan dan elektrolit pergeseran antara pengobatan

2 Gangguan nutrisi kurang Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1100 Nutritional Management

dari kebutuhan tubuh b.d selama 3x24 jam nutrisi seimbang dan 1. Monitor adanya mual dan muntah

anoreksia mual muntah. adekuat. 2. Monitor adanya kehilangan berat badan dan perubahan

Kriteria Hasil: status nutrisi.

NOC : Nutritional Status 3. Monitor albumin, total protein, hemoglobin, dan

 Nafsu makan meningkat hematocrit level yang menindikasikan status nutrisi dan

 Tidak terjadi penurunan BB untuk perencanaan treatment selanjutnya.


 Masukan nutrisi adekuat 4. Monitor intake nutrisi dan kalori klien.

 Menghabiskan porsi makan 5. Berikan makanan sedikit tapi sering

 Hasil lab normal (albumin, kalium) 6. Berikan perawatan mulut sering

7. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet sesuai

terapi

3 Perubahan pola napas Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3350 Respiratory Monitoring

berhubungan dengan selama 1x24 jam pola nafas adekuat. 1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi

hiperventilasi paru Kriteria Hasil: 2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan

NOC : Respiratory Status otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan

 Peningkatan ventilasi dan intercostal

oksigenasi yang adekuat 3. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,

 Bebas dari tanda tanda distress hiperventilasi, cheyne stokes

pernafasan 4. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak

 Suara nafas yang bersih, tidak ada adanya ventilasi dan suara tambahan

sianosis dan dyspneu (mampu 3320 Oxygen Therapy

mengeluarkan sputum, mampu 1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles


bernafas dengan mudah, tidak ada 2. Ajarkan pasien nafas dalam

pursed lips) 3. Atur posisi senyaman mungkin

 Tanda tanda vital dalam rentang 4. Batasi untuk beraktivitas

normal 5. Kolaborasi pemberian oksigen

4 Gangguan perfusi jaringan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 4066 Circulatory Care

berhubungan dengan selama 3x24 jam perfusi jaringan 1. Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi

penurunan suplai O2 dan adekuat. periper. (cek nadi priper,oedema, kapiler refil, temperatur

nutrisi ke jaringan sekunder. Kriteria Hasil: ekstremitas).

NOC: Circulation Status 2. Kaji nyeri

 Membran mukosa merah muda 3. Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan

 Conjunctiva tidak anemis 4. Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk

 Akral hangat memperbaiki sirkulasi.

 TTV dalam batas normal. 5. Monitor status cairan intake dan output

 Tidak ada edema 6. Evaluasi nadi, oedema

7. Berikan therapi antikoagulan.


PATHWAY
Infeksi vaskuler zat toksik Obstruksi saluran kemih

reaksi antigen arteriosklerosis tertimbun ginjal Retensi urin batu besar dan iritasi / cidera
antibodi kasar jaringan
suplai darah ginjal ↓
menekan saraf hematuria
perifer
anemia
nyeri pinggang
GFR turun

GGK

sekresi protein terganggu retensi Na sekresi eritropoitis turun

sindrom uremia urokrom tertimbun total CES naik resiko suplai nutrisi dalam produksi Hb turun
di kulit gangguan nutrisi darah turun

perpospatemia gang. tek. kapiler naik oksihemoglobin turun


keseimbangan perubahan warna
pruritis gangguan intoleransi
asam - basa kulit vol. interstisial naik suplai O2 turun
perfusi jaringan
aktivitas
gang. prod. asam naik
edema payah jantung kiri bendungan atrium
integritas kulit
as. lambung naik
kiri naik
(kelebihan volume cairan)
nausea, vomitus iritasi lambung preload naik COP turun
tek. vena pulmonalis

Perubahan infeksi perdarahan beban jantung naik aliran darah ginjal suplai O2 suplai O2 ke
turun jaringan turun otak turun kapiler paru naik
nutrisi
gastritis
- hematemesis hipertrofi ventrikel kiri
- melena RAA turun metab. anaerob syncope edema paru
mual,
(kehilangan
muntah retensi Na & H2O timb. as. laktat kesadaran)
anemia gang. pertukaran gas
naik naik

kelebihan vol. - fatigue


intoleransi aktivitas
cairan - nyeri sendi
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Dialisis Pada Diabetes Melitus.


http://internis.files.wordpress.com/2011/01/dialisis-pada-diabetes-
melitus.pdf diakses pada tanggal 23 Februari 2014.

Anita dkk. Penggunaan Hemodialisis pada Bidang Kesehatan yang Memakai


Prinsip Ilmu Fisika. http://dc128.4shared.com/doc/juzmT0gk/preview.html
diakses pada tanggal 23 Februari 2014.

Bakta, I Made & I Ketut Suastika,. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam.
Jakarta : EGC. 1999.

Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical
Management for Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc.
2005.

Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. Nursing


Intervention Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier. 2008.

Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta: EGC. 2012.

Johnson, M. Etal. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier.


2008.

Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide
to Understanding and Management. USA : Oxford University Press. 2010.

Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2002.

Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.


Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC. 2001.

Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006.

Anda mungkin juga menyukai