Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat urgen dalam kehidupan

manusia. Hal ini dapat dibuktikan dengan begitu banyaknya dalil-dalil yang

pada intinya memerintahkan manusia untuk belajar dan menempuh

pendidikan. Islam adalah agama yang membawa misi agar umatnya

menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran. Ayat Al-Qur’an yang pertama

kali diturunkan adalah berkenaan dengan masalah keimanan dan pendidikan

dalam QS. Al-Alaq: 1-5 yang berbunyi:

         
        
     
Artinya :“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan.

Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan

Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia)

dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang

tidak diketahuinya”. (QS. Al-Alaq : 1-5)

Dari ayat-ayat tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Allah

SWT memerintahkan kepada manusia untuk meyakini akan adanya Tuhan

pencipta manusia (dari segumpal darah), selanjutnya untuk memperkokoh

keyakinannya dan memeliharanya agar tidak luntur hendaklah melaksanakan

pendidikan dan pengajaran.

1
Sekolah pada dasarnya bukan untuk mencari nilai semata tetapi

sekolah itu belajar untuk kehidupan, bahkan hidup itu sendiri. Seiring dengan

perkembangan zaman, bidang pendidikan pun semakin maju pula. Seperti

yang dikatakan oleh Afriedman dalam Koesoema bahwa dunia itu datar.

Dalam dunia yang datar orang dapat berlari lebih kencang seolah-olah tidak

ada halangan. Tanah lapang yang luas dan datar yang tidak bergelombang

atau bergunung lagi, sehingga mampu berlari lebih cepat lagi.1

Selanjutnya pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks

dalam melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Karena itu, untuk

menciptakan pembelajaran yang menjadikan siswa aktif maka diperlukan

berbagai keahlian khusus seorang guru diantaranya adalah keterampilan guru

dalam mengajar.
Keterampilan mengajar menuntut kompetensi profesional yang

cukup kompleks, sebagai integrasi dari berbagai kompetensi guru secara utuh

dan menyeluruh. Keberhasilan guru dalam mengajar dapat dinilai berdasarkan

ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah direncanakan sebagaimana telah

ditentukan dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar.


Belajar sebagai suatu proses aktif dari peserta didik dalam

membangun pengetahuannya bukan proses pasif yang hanya didominasi

dengan belajar menghafal kata, fakta-fakta atau prosedur-prosedur. Peran

aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang

kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan

orang lain.

1
Doni Koesoma. 2011. Pendidikan Karakter di Zaman Keblinger. Jakarta: Grasindo. h. 1

2
Kegiatan belajar mengajar akan memiliki efektifitas tinggi jika

dalam pembelajaran lebih menekankan pada internalisasi tentang apa yang

diajarkan sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan nurani dan

dihayati serta diamalkan dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik

bukan hanya sekedar menekankan pada pengetahuan siswa tentang apa yang

diajarkan karena pembelajaran demikian tidak akan bermakna.


Berdasarkan pilar-pilar belajar seperti belajar mengetahui (learning

to know), belajar bekerja (learning to do) belajar hidup bersama (learning

together) dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be) pembalajaran di

kelas seharusnya lebih mengaktifkan peserta didik naik secara fisik maupun

psikis (active, creative, efektive an joyfull learning).2


Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar

yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa.

Menyenangkan adalah suasana belajar mengajar yang menyenangkan

sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga

perhatiannya (time on task) tinggi. Tingginya perhatian siswa terhadap materi

belajar yang disampaikan terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif

dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif,

yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses

pembelajaran, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran

yang harus dicapai.


Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah sebuah mata pelajaran di

sekolah dasar (SD). IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan

mempunyai hubungan yang sangat luas terkait dengan kehidupan manusia.


2
Baharudin dan Esa Nur Wahyuni. 2007. Teori Belajar Dan Pembelajaran. Yogjakarta:
Ar-Ruzmedia. h. 7.

3
Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga

perkembangan Teknologi. Pembelajaran IPA diharapkan bisa menjadi wahana

bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta

pengembangan lebih lanjut dalam penerapan dalam kehidupan sehari-hari.

Siswa SD pada usia 7-11 tahun, mempunyai tingkat penalaran konkrit.

Juga menyatakan bahwa pada usia 7-12 tahun, siswa berada pada tingkat

penalaran konkrit menuju ke operasional formal. Pada tahap ini siswa

mengembangkan pemikiran logis, masih sangat terikat pada fakta-fakta

perseptual, artinya siswa mampu berpikir logis, tetapi masih terbatas pada

objek-objek kongkrit, dan mampu melakukan konservasi.3

Siswa sebagai subjek pendidikan, di tuntut supaya aktif dalam

belajar mencari informasi dan mengeksplorasi sendiri atau secara

berkelompok. Guru hanya berperan sebagai fasilitator dan pembimbing

kearah pengoptimalan pencapaian ilmu pengetahuan yang dipelajari.

Diharapkan dalam proses pembelajaran siswa mau dan mampu

mengemukakan pendapat sesuai dengan apa yang telah dipahami, berinteraksi

secara positif antara siswa dengan siswa maupun antara siswa dan guru

apabila ada kesulitan.

Berdasarkan hasil observasi awal pada 13 September 2014 di SDN

41 Seluma diketahui bahwa siswa pada pembelajaran IPA masih terlihat

monoton seperti rendahnya minat siswa belajar kelompok dimana

pelaksanaan pembelajaran di lapangan melalui belajar kelompok masih


3
Winarni, Endang W. 2009. Mengajar IPA Secara Bermakna. Bengkulu: UNIB PRESS.
H. 17.

4
jarang, jika ada dilaksanakan hasil yang dicapai masih rendah. Pada

umumnya siswa cenderung pasif, hanya menerima apa yang disampaikan

guru tanpa bisa mengeluarkan pendapat, bertanya, serta menjawab

pertanyaan. Jika guru mengajukan pertanyaan, siswa tidak berani menjawab,

jika ada itu hanya 4-5 orang siswa saja dan jika ada kendala siswa tidak

berani bertanya. Hasil ulangan pembelajaran IPA nilai yang di peroleh siswa

ini masih di bawah standar ketuntasan belajar, dimana standar yang di

gunakan adalah 70.

Berdasarkan permasalahan di atas maka upaya peningkatan hasil

belajar siswa dalam pembelajaran IPA di SDN 41 Seluma merupakan masalah

yang harus di tanggulangi. Salah satu model pembelajaran diduga dapat

mengatasi yaitu model pembelajaran PBL SSCS (Problem Based Learning

Search, Solve, Create And Share). Melalui model pembelajaran ini

diharapkan siswa dapat belajar lebih aktif mengeluarkan pendapatnya dan

suasana yang kondusif untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, keaktifan

belajar.

Berdasarkan urain latar belakang masalah di atas maka penulis

bermaksud mengangkat judul: “Penerapan Model Pembelajaran PBL

SSCS (Problem Based Learning Search, Solve, Create And Share) dalam

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Kelas V

SDN 41 Seluma”.

B. Rumusan Masalah

5
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah

penerapan model pembelajaran PBL SSCS (Problem Based Learning Search,

Solve, Create And Share) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata

pelajaran IPA kelas V SDN 41 Seluma pada mata pelajaran IPA?

C. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada model pembelajaran hasil tes belajar

dengan menggunakan model pembelajaran PBL SSCS (Problem Based

Learning Search, Solve, Create And Share) di kelas V SDN 41 Seluma pada

mata pelajaran IPA pada materi organ tubuh manusia dan hewan.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui ada tidaknya peningkatan

hasil belajar IPA siswa kelas V SDN 41 Seluma setelah dilakukan

pembelajaran dengan model pembelajaran PBL SSCS (Problem Based

Learning Search, Solve, Create And Share).

E. Kegunaan Penelitian
Adapun harapan dari penulis semoga penelitian ini dapat berguna

bagi:

1. Bagi lembaga (sekolah), hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai

bahan masukan yang berharga dalam meningkatkan hasil belajar siswa,

terutama pada mata pelajaran IPA.

6
2. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah

pengetahuan dan dapat mengembangkan wawasan peneliti.

3. Hasil penelitian dapat dipakai sebagai sumbangan pengetahuan atau acuan

untuk pendidikan yang sama dimasa yang akan datang.

F. Sistematika Penulisan

Bab I berisikan tentang pendahuluan yang berisi tentang latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian

serta sistematika penulisan.

Bab II yaitu Landasan Teori yang terdiri dari Model Pembelajaran

PBL SSCS (Problem Based Learning Search, Solve, Create And Share), hasil

belajar IPA, karakteristik pembelajaran IPA di Sekolah dasar, penelitian

relevan.

Bab III yaitu metode penelitian yang terdiri dari jenis penelitian,

subjek penelitian, desain penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik

analisis data.

Bab IV Penyajian dan pembahasan data hasil penelitian yang terdiri

dari deskripsi wilayah penelitian, penyajian data dalam penelitian dan

pembahasan data penelitian.

Bab V Penutup yang berisikan kesimpulan dan saran.

Daftar Pustaka

Lampiran-lampiran

7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Model Pembelajaran PBL SSCS (Problem Based Learning Search, Solve,

Create And Share)


1. Pengertian Model Pembelajaran Problem Based Learning

Model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan dalam

rangka mensiasati perubahan perilaku peserta didik secara adaptif maupun

generatif. Model pembelajaran sangat erat kaitannya dengan gaya belajar

peserta didik dan gaya mengajar guru.4

Model pembelajaran problem based learning (pembelajaran

berbasis masalah), awalnya dirancang untuk program graduate bidang

kesehatan yang kemudian diadaptasi dalam bidang pendidikan.. Problem

based learning disetting dalam bentuk pembelajaran yang diawali dengan

sebuah masalah dengan menggunakan instruktur sebagai pelatihan

metakognitif dan diakhiri dengan penyajian dan analisis kerja siswa.5

4
Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana. 2009. Konsep Srategi Pembelajaran. Bandung:
Refika Aditama. h. 41.
5
Roestiyah NK. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. h. 89.

8
Menurut Arends dalam Trianto Problem Based Learning (PBL)

merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa dihadapkan

pada masalah autentik (nyata) sehingga diharapkan mereka dapat

menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan keterampilan

tingkat tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan

kepercayaan dirinya.6
Model pembelajaran problem based learning berlandaskan pada

psikologi kognitif, sehingga fokus pengajaran tidak begitu banyak pada apa

yang sedang dilakukan siswa, melainkan kepada apa yang sedang mereka

pikirkan pada saat mereka melakukan kegiatan itu. Pada problem based

learning peran guru lebih berperan sebagai pembimbing dan fasilitator

sehingga siswa belajar berpikir dan memecahkan masalah mereka sendiri.

Belajar berbasis masalah menemukan akar intelektualnya pada penelitian.

Guru dianjurkan untuk mendorong siswa terlibat dalam proyek atau tugas

yang berorientasi masalah dan membentu mereka menyelidiki masalah-

masalah tersebut. Pembelajaran yang berdayaguna atau berpusat pada

masalah digerakkan oleh keinginan bawaan siswa untuk menyelidiki

secara pribadi situasi yang bermakna merupakan hubungan problem based

learning dengan psikologi Dewey. Selain Dewey, ahli psikologi Eropa

Jean Piaget tokoh pengembang konsep konstruktivisme telah memberikan

dukungannya. Pandangan konstruktivisme kognitif yang didasari atas teori

Piaget menyatakan bahwa siswa dalam segala usianya secara aktif terlibat

6
Trianto. 2012. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara. h. 27.

9
dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuannya

sendiri.7
Dari beberapa uraian mengenai pengertian Problem Based

Learning (PBL) dapat dipahami bahwa PBL merupakan model

pembelajaran yang menghadapkan siswa pada masalah dunia nyata (real

world) untuk memulai pembelajaran dan merupakan model pembelajaran

inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa.


2. Langkah-Langkah PBL SSCS (Problem Based Learning Search, Solve,

Create And Share)


Fase-fase problem based learning tipe SSCS menurut Winarni

ada empat yaitu sebagai berikut:


a. Fase Search
Fase ini membantu siswa untuk menghubungkan konsep-

konsep IPA yang tersimpan dalam skema siswa dan relevan dengan

konsep yang terkandung dalam permasalahan sehingga siswa mampu

mengidenfikasi masalah secara tepat dan relevan.


b. Fase solve
Fase ini menghubungkan antara konsep-konsep yang

terkandung dalam permasalahan dengan konsep-konsep dalam skema

melalui pengalaman-pengalaman yang muncul dan juga kebermaknaan

terhadap konsep-konsep yang sudah dihubungkan selama memperoleh

pengalaman.
c. Fase create
Tahap ini dimana siswa mampu menghasilkan produk inovatif

yang mengkomunikasikan hasil-hasil dari fase search ke fase solve

kepada siswa lainnya.

7
Ibrahim Muslimin dan Mohammad Nur. 2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah.
Surabaya: Unesa University Press. h. 45.

10
d. Fase share
Fase dimana siswa tidak hanya mampu mengkomunikasikan

produk inovatifnya kepada siswa lainnya tetapi siswa mampu

menyampaikan buah pikirannya melalui berbagai komunikasi dan

interaksi, menerima dan memperoleh umpan balik yang tercermin pada

jawaban permasalahan, serta menghasilkan kembali permasalahan

untuk diselidiki pada kegiatan lainnya.8


3. Kelebihan dan Kelemahan PBL SSCS (Problem Based Learning Search,

Solve, Create And Share)

Sebagai suatu model pembelajaran, PBL SSCS (Problem Based

Learning Search, Solve, Create And Share) memiliki beberapa kelebihan,

diantaranya sebagai berikut:

a. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk

menemukan pengetahuan baru bagi siswa.


b. Meningkatkan motivasi dan aktivitas pembelajaran siswa.
c. Membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan siswa untuk

memahami masalah dunia nyata.


d. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan

bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.

Disamping itu, PBL dapat mendorong siswa untuk melakukan

evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.


e. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan

mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan

pengetahuan baru.
f. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengaplikasikan

pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

8
Winarni. 2012. Problem Based Learning. Surabaya: Unesa University Press. h 67.

11
g. Mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar

sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.


h. Memudahkan siswa dalam menguasai konsep-konsep yang dipelajari

guna memecahkan masalah dunia nyata.

Disamping kelebihan di atas, PBL juga memiliki kelemahan,

diantaranya:

a. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai

kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan,

maka mereka akan merasa enggan untuk mencobanya.


b. Untuk sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman

mengenai materi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah

mengapa mereka harus berusaha untuk memecahkan masalah yang

sedang dipelajari, maka mereka akan belajar apa yang mereka ingin

pelajari.9

B. Hasil Belajar IPA di Sekolah Dasar


1. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar menunjukkan kepada prestasi belajar, sedangkan

prestasi belajar itu merupakan indikator adanya derajat perubahan

tingkah laku siswa.10


Hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar

mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan

guru.11

9
Wina Sanjaya. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Gruf. h. 67.
10
Oemar Hamalik. 2001. Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. h. 159.
11
Nasution S. 206. Didaktik Asas-Asas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. h. 36.

12
Hasil belajar adalah hasil yang ditunjukkan dari suatu interaksi

tindak belajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan

guru.12
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses

pembelajaran yang ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru

setiap selesai memberikan materi pelajaran pada satu pokok bahasan.


2. Hasil Belajar IPA
Hasil belajar yang menjadi tujuan setiap mata pelajaran tentunya

berbeda-beda sesuai dengan standar kompetensi masing-masing mata

pelajaran. Mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik

memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaannya.

b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA

yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang

adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,

teknologi, dan masyarakat.

d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah dan membuat keputusan.

e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,

menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

12
Dimyati dan Mudjiono. 2010. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta, h.
36.

13
f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai

dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar IPA


Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya,

tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern

dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada di dalam individu

yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di

luar individu.13

a. Faktor-Faktor Internal
Di dalam pembicaraan faktor internal ini, akan dibahas

menjadi tiga faktor, yaitu: faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor

kelelahan.
1) Faktor Jasmaniah

a) Faktor Kesehatan

Keadaan jasmani pada umumnya ini dapat dikatakan

melatar belakangi aktifitas belajar, keadaan jasmani yang segar

akan lain berpengaruhnya dengan keadaan jasmani yang kurang

segar, keadaan jasmani yang lelah lain pengaruhnya dari pada

yang tidak lelah.14

b) Cacat Tubuh

13
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka
Cipta. h. 54.
14
Sumadi Suryabrata. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. h.
235.

14
Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang

baik atau kurang sempurna mengenai tubuh/ badan. Keadaan

cacat tubuh juga mempengaruhi belajar. Siswa yang cacat

belajarnya juga terganggu.15

2) Faktor Psikologis

Sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke

dalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor

itu adalah: intelegensi, minat, bakat, motif, kematangan dan

kelelahan.16

b. Faktor-Faktor Eksternal

Keberhasilan belajar juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor

dari luar diri siswa (faktor eksternal). Adapaun faktor eksternal yang

mempengaruhi proses belajar dapat di golongkan menjadi tiga, yaitu:

(a) faktor keluarga, (b) faktor sekolah, (c) faktor masyarakat.

1) Keluarga

Lingkungan sosial keluarga sangat mempengaruhi

kegiatan belajar. Ketenangan keluarga, sifat-sifat orang tua,

demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga, semuanya

dapat memberi dampak terhadap aktifitas belajar siswa. Hubungan

antar anggota keluarga, orang tua, anak, kakak, atau adik yang

15
Daryanto. 2009. Panduan Proses Pembelajaran Kreatif Dan Inofatif (Teori Dan Praktek
Dalam Pengembangan Profesionalisme Bagi Guru). Jakarta: AV Publisher. h. 51.
16
Slameto. Op. Cit. h. 55.

15
harmonis akan membantu siswa melakukan aktifitas belajar dengan

naik.17

Faktor keluarga merupakan faktor yang sangat

mempengaruhi proses belajar anak karena anak lebih banyak

berinteraksi di dalam keluarga dari pada di sekolah. Keluarga

merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Diantara

faktor keluarga yaitu:

a) Cara orang tua mendidik


Cara orang tua mendidik anaknya besarnya pengaruhnya

terhadap belajar anaknya. Keluarga adalah lembaga pendidikan

yang pertama dan utama.


b) Hubungan antara anggota keluarga

Demi kelancaran belajar serta keberhasilan anak, perlu

diusahakan relasi yang baik di dalam keluarga tersebut. Hubungan

yang baik adalah hubungan yang penuh pengertian dan kasih

sayang, disertai dengan bimbingan dan bila perlu hukuman-

hukuman untuk menyukseskan belajar anak sendiri.18

c) Suasana rumah

Suasana yang gaduh atau ramai, dan sering terjadi

pertengkaran antara anggota keluarga akan mempengaruhi belajar

anak, konsentrasi anak pada pelajaran menjadi berkurang akibat

17
Baharudin dan Esa Nur Wahyuni. 2007. Teori Belajar Dan Pembelajaran. Yogjakarta:
Ar-Ruzmedia. h. 27.
18
Slameto. Op. Cit. h. 62.

16
keributan yang sering terjadi, percekcokan diantara orang tua juga

akan mengakibatkan perkembangan psikologis anak terganggu.

Agar anak dapat belajar dengan nyaman dan tentram di rumah,

perlu diciptakan suasana yang nyaman pula.

2) Sekolah

Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan

teman-teman sekelas dapat mempengaruhi proses belajar seorang

siswa. Hubungan harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi

bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah. Prilaku yang simpatik

dan dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat

menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar.19

3) Masyarakat

Lingkungan masyarakat dimana siswa atau individu berada

juga berpengaruh terhadap semangat dan aktifitas belajarnya.

Lingkungan masyarakat dimana warganya memiliki latar belakang

pendidikan yang cukup, terdapat lembaga-lembaga pendidikan dan

sumber-sumber belajar di dalamnya akan memberikan pengaruh

yang positif terhadap semangat dan perkembangan belajar generasi

mudanya.20

Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa

disebut sebagai hambatan/kesulitan belajar akibat kondisi keluarga yang

19
Baharudin dan Esa Nurwahyuni. Op. Cit. h. 26-27.
20
Nana Syaodih Sukmadinata. 2003. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya. h. 165.

17
kurang kondusif. Terkait dengan hal ini, Ihsan menyebutkan 7 hambatan-

hambatan yang dihadapi siswa akibat kondisi lingkungan keluarga, yaitu:

1) Anak kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang orang tua.

2) Figur orang tua yang tidak mampu memberikan keteladanan kepada

anak.

3) Kasih sayang orang tua yang berlebihan sehingga cenderung untuk

memanjakan anak.

4) Sosial ekonomi keluarga yang kurang atau sebaliknya yang tidak

bisa menunjang belajar.

5) Orang tua yang tidak bisa memberikan rasa aman kepada anak, atau

tuntutan orang tua yang terlalu tinggi.

6) Orang tua yang tidak bisa memberikan kepercayaan kepada anak,

dan

7) Orang tua yang tidak bisa membangkitkan inisiatif dan kreativitas

kepada anak.21

C. Karakteristik Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar


1. Pengertian IPA

Kita semua harus paham akan pentingnya pembelajran IPA di

sekolah dasar. IPA melatih anak berfikir kritis dan objektif. Pengetahuan

yang benar artinya pengetahuan yang dibenarkan menurut tolak ukur

kebenaran ilmu, yaitu rasional dan objektif. Rasional artinya masuk akal

atau logis, diterima oleh akal sehat. Objektif artinya sesuai dengan

objeknya, sesuai dengan kenyataan atau sesuai dengan pengalaman

21
Ihsan Fuad. 2010. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta. h. 19.

18
melalui panca indra. IPA merupakan bagian dari kehidupan kita dan

kehidupan kita merupakan bagian dari pembelajaran IPA, seperti proses

keringnya pakaian saat dijemur, terjadinya pelangi, proses terjadinya

hujan, bahkan dampak kegiatan manusia yang dapat merusak lingkungan

yang pada akhirnya manusialah yang akan menanggung akibatnya.

Belajar IPA bukan hanya untuk memahami konsep-konsep ilmiah

dan aplikasinya dalam masyarakat, melainkan juga untuk mengembangkan

berbagai nilai. Pendidikan IPA seharusnya bukan saja berguna bagi siswa

dalam kehidupannya, melainkan juga untuk perkembangan suatu

masyarakat dan kehidupannya yang akan datang.

Untuk mempertajam definisi, di bawah ini akan dipaparkan

beberapa definisi sains, oleh beberapa ilmuawan.

Mulyasa mendeskripsikan sains sebagai rangkaian konsep dan pola

konseptual yang saling berkaitan yang dihasilkan dari eksperimen dan

observasi. Hasil-hasil eksperimen dan observasi yang diperoleh

sebelumnya menjadi bekal bagi eksperimen dan observasi selanjutnya,

sehingga memungkinkan ilmu pengetahuan tersebut terus berkembang.22

Ilmu adalah rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari

penjelasan sesuatu metode untuk memperoleh pemahaman secara rasional

empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya, dan keseluruhan

pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin

dimengerti manusia.23
22
Mulyasa. 2009. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosda Karya. h.
112.
23
Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi
Aksara. h. 87.

19
Dari aktivitas ilmiah dengan metode ilmiah yang dilakukan oleh

para ilmuwan dapat dihimpun sekumpulan pengetahuan yang baru atau

disempurnakan pengetahuan yang telah ada, sehingga di kalang ilmuwan

maupun para filosuf pada umumnya terdapat kesepakatan bahwa ilmu

adalah sesuatu kumpulan pengetahuan yang sistematis.

Definisi sain mengacu pada tiga hal yaitu (1) produk, (2) proses,

(3) masyarakat. Ilmu pengetahuan sebagai produk yaitu pengetahuan yang

lebih diketahui dan diakui kebenarannya oleh masyarakat ilmuwan.

Pengetahuan ilmiah dalam hal ini terbatas pada kenyataan-kenyataan yang

mengandung kemungkinan untuk disepakati dan terbuka untuk diteliti,

diuji dan dibantah oleh seseorang.

Ilmu Pengetahuan Alam mengandung kumpulan pengetahuan yang

menuntut peserta didik menemukan pengetahuan itu. Hal ini karena IPA

besar sekali hubungannya dengan kehidupan. Pengetahuan-pengetahuan

itu juga yang akan membantu atau digunakan sebagaimana seharusnya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa IPA adalah ilmu

pengetahuan yang mempunyai objek dan menggunakan metode ilmiah,

dengan serangakaian proses ilmiah yaitu penyelidikan, penyusunan, dan

pengujian gagasan-gagasan, oleh sebab itu, pengajaran IPA di sekolah

tidak hanya mementingkan penguasaan siswa terhadap fakta, konsep dan

teori-teori, tetapi yang lebih penting adalah siswa belajar untuk mengerti

terhadap proses bagaimana produk IPA tersebut ditemukan.

2. Tujuan Pembelajaran IPA di SD

20
Mengetahui cara pandang tentang sains merupakan faktor penting

yang menentukan arah pembelajaran sains. Pernyataan ini bukan khayalan,

tetapi hasil penelitian, yakni bahwa proses guru tentang sains akan

mempengaruhi proses pembelajarannya.

Berbeda alat pandang akan memberikan hasil pandang yang

berbeda, orang awam akan memandang sains sebagai susunan informasi-

informasi ilmiah, ilmuwan akan memandang atau mendefenisikan sains

sebagai metode hipotesis diuji. Filsuf akan memandang sains sebagai cara

yang berisis tanya-jawab, rangkaian tanya-jawab akan kebenaranya dari

apa yang telah diketahui manusia.

Dalam kurikulum pendidikan dasar, pengajaran IPA di SD

memiliki tujuan antara lain agar siswa dapat memahamii konsep-konsep

IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari, mempunyai minat

untuk mengenal dan mempelajari benda-benda serta kejadian-kejadian

lingkungan hidup, bersikap ingin tahu, tekun, terbuka, kritis, mawas diri,

bertanggung jawab, bekerja sama dan mandiri.24

Tujuan pembelajaran IPA yang pertama, yaitu memahami konsep-

konsep dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Konsep-konsep

dalam IPA sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, misalnya

perubahan wujud zat, cahaya, energi dan lain sebagainya.

Pelajaran IPA yang juga mempelajari tentang benda-benda yang

ada disekitar kehidupan manusia, diantaranya jenis batuan, sifat dan

penyusun bahan, faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan bentuk

24
Winarni, Op. Cit. h. 17.

21
benda. Selain itu IPA juga mempelajari tentang kejadian-kejadian yang

terjadi di dalam kehidupan, diantaranya terjadinya siang dan malam,

pasang surut air laut, gerhana, gempa, banjir dan kejadian-kejadian alam

lainnya. Pembelajaran IPA ini semakin dipelajari maka akan semakin

menarik.

Pembelajaran IPA juga mengembangkan rasa ingin tahu. Rasa

ingin tahu ini akan muncul disaat seorang siswa menemukan masalah di

dalam kehidupan sehari-harinya yang berhubungan dengan pembelajaran

IPA, misalnya mengapa buah bisa jatuh dari pohon yang berhubungan

dengan materi tentang gaya.

IPA juga menuntut seseorang atau siswa untuk tekun. Untuk

memperoleh hasil yang tepat, maka perlu dilakukan secara berulang-ulang

dan penuh ketelitian. Rasa tekun ini lebih banyak dituntut pada saat proses

menemukan, misalnya untuk mengetahui kandungan vitamin di dalam

buah.

Selain rasa ingin tahu dan tekun, IPA juga menuntut siswa untuk

terbuka, kritis, mawas diri, bertanggung jawab, bekerja sama dan mandiri.

Di dalam menyelesaikan sebuah permasalah siswa dituntut untuk bersikap

terbuka, misalnya menerima pendapat yang disampaikan serta kritis dalam

menanggapi permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Siswa juga

dituntut untuk bertanggung jawab atas apa yang dikerjakannya.

Tujuan pendidikan IPA juga disampaikan oleh Abrucasto

menyebutkan tujuan utama pendidikan IPA di SD adalah membentuk

orang yang memiliki kreativitas, berpikir kritis, menjadi warga negara

22
yang baik, dan menyadari adanya karir yang lebih luas (expanded carer

awareness).

Jadi, IPA melatih anak berpikir kritis dan objektif. Pengetahuan

yang benar yang artinya pengetahuan yang dibenarkan menurut tolak ukur

kebenaran ilmu, yaitu rasional dan objektif. Rasional artinya masuk akal

atau logis, diterima oleh akal sehat. Objektif artinya sesuai dengan

objeknya, sesuai dengan kenyataan, atau sesuai dengan pengalaman

pengamatan melalui panca indera. Dengan memiliki keterampilan berpikir

kritis dan objektif, sehingga tujuan utama pembelajaran IPA di SD yakni

membantu siswa memperoleh ide, pemahaman, dan keterampilan (life

skill) esensial sebagai warga negara dapat tercapai.

3. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di SD

Ruang lingkup pemahaman IPA terdiri dari tujuh aspek, yaitu

pertama IPA sebagai kumpulan pengetahuan. Kedua, IPA sebagai suatu

proses penelusuran (investigation). Ketiga, IPA sebagai kumpulan nilai.

Keempat IPA sebagai cara untuk mengenal dunia. Kelima, IPA sebagai

institusi sosial. Keenam, IPA sebagai hasil konstruksi manusia,. Ketujuh,

IPA sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.

IPA sebagai kumpulan pengetahuan, mengacu pada kumpulan

berbagai konsep IPA yang sangat luas. IPA dipertimbangakan sebagai

akumulasi berbagai pengetahuan yang telah ditemukan sejak zaman dahulu

sampai penemuan pengetahuan yang sangat baru. Pengetahuan tersebut

berupa fakta, teori dan generalisasi yang menjelaskan alam. IPA sebagai

23
suatu proses penelusuran (investigation), umumnya merupakan suatu

pandangan yang menghubungkan gambaran IPA yang berhubungan erat

dengan kegiatan laboratorium beserta perangkatnya. Dalam kategori ini

IPA dipandang sebagai sesuatu yang memiliki disiplin yang ketat, objektif,

dan suatu proses yang bebas nilai, IPA sebagai kumpulan nilai,

berhubungan erat dengan penekanan IPA sebagai proses. Bagaimanapun

juga, pandangan ini menekankan pada aspek nilai ilmiah yang melekat

pada IPA. Ini termasuk di dalamnya nilai kejujuran, rasa ingin tahu, dan

keterbukaan.

IPA sebagai cara untuk mengenal dunia, proses IPA dipengaruhi

oleh cara di mana orang memahami kehidupan dan dunia di sekitarnya.

IPA dipertimbangkan sebagai suatu cara di mana manusia mengerti dan

memberi makna pada dunia di sekeliling mereka, selain itu juga

merupakan salah satu cara untuk mengetahui dunia beserta isinya dengan

segala keterbatasannya. IPA sebagai institusi sosial, IPA seharusnya

dipandang dalam pengertian sebagai kumpulan para profesional, yang

melalui IPA mereka didanai, dilatih dan diberi penghargaan akan hasil

karya. Para ilmuwan ini sangat terikat dengan kepentingan institusi,

pemerintah, politik, bahkan militer.

D. Penelitian Relevan

Beberapa penelusuran yang dilakukan dari tulisan yang berkaitan

dengan penerapan model pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar IPA

diantaranya sebagai berikut:

24
1. Ida Sukmawati tahun 2013, dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar

Matematika Menggunakan Kolaborasi Pendekatan PAKEM dan Metode

STAD Pada Siswa Kelas V SDN Air Batang Kecamatan Nasal Kabupaten

Kau”. Hasil penelitian ini adalah penerapan kolaborasi pendekatan

PAKEM dengan metode STAD dapat meningkatkan hasil belajar

matematika pada siswa kelas V SDN 12 Nasal Air Batang Kecamatan

Nasal Kabupaten Kaur. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yaitu rata-

rata nilai sebelum di adakan penelitian adalah 58,75, banyaknya siswa

yang mendapat nilai di atas 70 hanya sebanyak 13,51%, hasil siklus I

diperoleh data rata-rata nilai siklus I adalah 7, banyaknya siswa yang

mendapat nilai di atas 70 sebanyak 67,56 %, hasil sikus II diperoleh data

rata-rata nilai siklus II 76,75, banyaknya siswa yang mendapat nilai di atas

70 sebanyak 91,89%. Dari hasil penelitian dapat meningkatkan hasil

belajar siswa.
2. Eni Afrina tahun 2013 dengan judul “Perbedaan Hasil Belajar Siswa yang

Diajar dengan Kolaborasi Metode STAD dengan Peta Pikiran dan Metode

STAD Tanpa Peta Pikiran Pada Mata Pelajaran IPS Kelas IV MIN Bunga

Mas Tais”. Hasil penelitian disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang

signifikan antra prestasi belajar IPS siswa kelas IV MIN Bunga Mas Tais.

Hasil belajar siswa yang diajar dengan kolaborasi metode STAD dengan

peta pikiran lebih baik daripada metode STAD tanpa peta pikiran pada

mata pelajaran IPS di kelas IV MIN Bunga Mas Tais.


3. Yoki Harlin tahun 2012 dengan judul “Penerapan Metode Simulasi dan

SCCS Untuk Meningkatkan Penguasaan Materi Ibadah Siswa Kelas V

25
SDN 62 Kecamatan Semidang Alas Kabupaten Seluma. Hasil penelitian

menyimpulkan bahwa penggunaan metode simulasi dan SCCS dapat

meningkatkan penguasaan siswa tentang materi ibadah siswa kelas V SDN

62 Kecamatan Semidang Alas Kabupaten Seluma dapat meningkat. Hal ini

dapat dilihat dari hasil tes yang menunjukkan adanya peningkatan

penguasaan siswa tentang materi ibadah, yaitu pada siklus I sebagian besar

siswa memiliki prestasi baik yaitu sebesar 60%, dan pada siklus II

sebagian besar siswa memiliki prestasi sangat baik yaitu sebesar 70%.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dilakukan di atas, dapat

disimpulkan bahwa metode STAD dan SCCS dapat meningkatkan hasil

belajar, prestasi belajar siswa dan aktifitas belajar siswa. Pada penelitian di

atas metode STAD dan PBL SCCS diterapkan tanpa dilakukakukan kolaborasi

dari keduanya. Oleh sebab itu penulis ingin mengetahui apakah penerapan

model pembelajaran PBL SSCS (Problem Based Learning Search, Solve,

Create And Share) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran

IPA kelas V SDN 41 Seluma pada mata pelajaran IPA. Penelitian ini dengan

judul “Penerapan model pembelajaran PBL SSCS (Problem Based Learning

Search, Solve, Create And Share) dalam meningkatkan hasil belajar siswa

pada mata pelajaran IPA kelas V SDN 41 Seluma pada mata pelajaran IPA”.

BAB III
METODE PENELITIAN

26
A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian tindakan kelas.

Penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan

yang sengaja dimunculkan dan terjadi di dalam sebuah kelas.25

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah benda, hal, atau orang tempat data untuk

variabel penelitian melekat dan yang dipermasalahkan. Subjek penelitian

tidak selalu berupa orang, tetapi dapat benda, kegiatan, tempat.26 Dalam

penelitian ini subjek penelitian adalah siswa kelas V SDN 41 Seluma yang

berjumlah 28 orang.

C. Desain Penelitian
Pada setiap siklus terdiri dari beberapa tahapan yaitu perencanaan,

pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.


1. Siklus I
a. Perencanaan
Beberapa persiapan yang diperlukan untuk melaksanakan siklus

antara lain:
1) Membuat skenario pembelajaran atau Rencana Pelaksanaan

pembelajaran (RPP),
2) Membuat lembar kegiatan siswa,
3) Membuat alat, media, atau bahan-bahan lainnya,
4) Membuat lembar observasi siswa dan guru yang digunakan untuk

mengamati aktivitas guru dan siswa dalam proses pembelajaran.


b. Tindakan (acting)
Dalam pelaksanaan tindakan dari rencana yang telah disusun,

proses pembelajaran yakni:

25
Zainal Aqib dkk. 2010. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Untuk Guru SD, SLB, TK.
Bandung: CV. Yrama Widya. h. 13.
26
Suharsimi Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta:
Rineka Cipta.h. 116.

27
1) Guru harus mengkondisikan kelas terlebih dahulu sebelum

pembelajaran dimulai.
2) Memberikan penjelasan tujuan yang harus dicapai dan pada setiap

tahapan proses pembelajaran penjelasan-penjelasan apa saja yang

harus siswa lakukan.


3) Mengembangkan tanya jawab dan dialog untuk mengungkapkan

pengalaman apa saja yang telah dimiliki siswa yang dianggap

relevan dengan tema yang akan dikaji.


4) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan

gagasan dengan cara berpikir agar dapat memecahkan masalah.


5) Guru membimbing siswa agar dapat menyimpulkan apa yang

mereka temukan dan mereka pahami sekitar topik yang

dipermasalahkan.

c. Pengamatan (observation)
Pengamatan dilaksanakan sepanjang proses pembelajaran

berlangsung guna untuk melihat apakah tindakan-tindakan tersebut

sesuai dengan yang direncanakan. Pengamatan dilakukan oleh peneliti

sendiri sebagai observer dibantu dengan wali kelas V yang bertindak

sebagai kolaborator di luar proses pembelajaran.


d. Refleksi (Reflection)
Pada tahapan ini dikumpulkan semua bentuk data yang

memberikan informasi mengenai perkembangan proses pembelajaran

untuk kemudian dianalisis permasalahan yang terjadi. Setelah dilakukan

refleksi maka disusun rencana berdasarkan informasi yang terjadi dalam

siklus I untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya begitu seterusnya

pada setiap siklus. Hingga tindakan dirasakan telah mencapai hasil yang

maksimal.

28
2. Siklus II
Berdasarkan refleksi dari siklus I maka dilakukan siklus II yang

tahapannya sama dengan tahapan pada siklus I. Pada tahap ini dilakukan

perbaikan terhadap kekurangan yang dilakukan pada siklus sebelumnya.

Hasil yang didapat pada siklus II diteliti dan dianalisis untuk dijadikan

pedoman perbaikan kegiatan pembelajaran serta perencanaan kegiatan

belajar mengajar pada siklus III jika masih diperlukan.

Gambar 3. 1
Siklus Penelitian27

D. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan

adalah:
1. Observasi

27
Zainal Aqib dkk. 2010. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Untuk Guru SD, SLB, TK.
Bandung: CV. Yrama Widya. h. 32.

29
Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara

sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. 28 Observasi

dilakukan untuk mengamati proses pembelajaran IPA dengan

menggunakan model pembelajaran PBL SSCS (Problem Based Learning

Search, Solve, Create And Share).

2. Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau

variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,

prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya. 29 Teknik

dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang SDN 41

Seluma.
3. Tes
Dalam penelitian ini tes digunakan untuk mengetahui peningkatan

prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA yang pada akhir setiap

siklus setelah diterapkannya PBL SSCS (Problem Based Learning Search,

Solve, Create And Share).

E. Teknik Analisis Data

1. Untuk mencari nilai rata-rata siswa digunakan rumus sebagai berikut:

X=

Keterangan :

X = Nilai rata-rata siswa

∑X = Jumlah total nilai siswa

28
Margono S. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. h. 160.
29
Suharsimi Arikunto, Op. Cit. h. 203.

30
∑N = Jumlah total siswa yang dinilai.30

2. Untuk mencari persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai

berikut:

F
P= X 100%
N

Keterangan:

P = Persentase ketuntasan belajar siswa

F = Jumlah siswa yang tuntas belajar

N = Jumlah siswa.31

Selanjutnya hasil belajar siswa akan dilihat dari tingkat penguasaan

siswa terhadap materi pelajaran. Berdasarkan nilai yang diperoleh oleh

siswa, dilihat tingkat penguasaan siswa dengan standar penilaian sebagai

berikut:
1. Istimewa, apabila

seluruh bahan pelajaran dapat dikuasai oleh anak didik,


2. Baik sekali, apabila 76%

sampai dengan 99% bahan pelajaran dapat dikuasai oleh anak didik,
3. Baik, apabila bahan

pelajaran dikuasai anak didik hanya 66% sampai dengan 75% saja;
4. Kurang, apabila bahan

pelajaran dikuasai anak didik kurang dari 60%.

30
Sukardi. 2011. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. h. 88.
31
Anas Sudijono. 2010. Statistik Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers. h. 45.

31
BAB IV
PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN DATA HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Wilayah Penelitian


1. Visi dan Misi SD Negeri 41 Seluma

Visi SD Negeri 41 Seluma yaitu membentuk manusia yang

berwatak mulia, beriman, cerdas, terampil, berprestasi, dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa serta terwujudnya lingkungan sehat dan

nyaman. Sedang misi SD Negeri 41 Selumaadalah sebagai berikut:

a. Menumbuhkan budaya bangsa yang berbudi luhur.

b. Menumbuhkan pengalaman dan penghayatan terhadap kepercayaan

agama yang dianaut.

c. Membentuk manusia yang terampil dalam pendidikan dasar membaca,

menulis dan berhitung.

d. Berprestasi dalam bidang kesenian.

2. Situasi dan kondisi SD Negeri 41 Seluma

SD Negeri 41 Seluma pada saat ini di kelola dan dipimpin oleh

seorang kepala sekolah dibantu oleh wakil-wakilnya diantaranya ada wakil

kepala sekolah, waka bidang kurikulum, waka bidang kesiswaan, waka

sarana dan prasarana, serta beberapa staf TU dan dewan guru yang

mengajar di bidangnya masing-masing. Sejak dilakukannya observasi dan

pengamatan secara langsung, situasi dan kondisi SD Negeri 41 Seluma

telah berjalan dengan baik.

32
3. Sarana dan prasarana SD Negeri 41 Seluma

Demi menunjang proses kegiatan belajar mengajar di SD Negeri

41 Seluma, di sekolah ini juga memiliki sarana dan prasarana, yang

meliputi:

Tabel 4.1
Kondisi Ruangan SD Negeri 41 Seluma

Jenis Ruangan/
No Jumlah Kondisi
Prasarana
1 Ruang Guru dan Kepala Sekolah 1 Baik
2. Ruang Belajar 6 Baik
3. WC guru 1 Baik
4. Ruang UKS 1 Baik
5. Perpustakaan 1 Baik
6. WC Siswa 2 Baik
7. Kantin 1 Baik
8. Rumah Penjaga Sekolah 1 Baik
9. Lapangan Olah Raga 1 Baik
10. Tempat Parkir 1 Baik
Sumber: Arsip SD Negeri 41 Seluma tahun 2015

4. Jumlah guru SD Negeri 41 Seluma

Secara rinci tentang keadaan guru SD Negeri 41 Seluma dapat

dilihat tabel berikut ini:

Tabel 4.2
Keadaan Guru SD Negeri 41 Seluma

NO NAMA Jabatan Pendidikan


1 Sri Hariyah Kepsek Diploma
2 Buyung Ilyas, S. Pd. SD Wakasek S1
3 M. Irzan Guru Kelas SPG
4 Hazanatul Aini Guru Kelas SPG
5 Darmawati Guru Kelas SPG
6 Zesnatul Aini, S. Pd Guru Kelas S1
7 Nasrul Tanjung, S. Pd Guru Kelas S1

33
8 Numalenda, S. Pd Guru kelas S1
9 Karni, S. Pd Guru kelas S1
Sumber: Arsip SD Negeri 41 Seluma tahun 2015

5. Jumlah siswa

Jumlah keseluruhan siswa di SD Negeri 41 Seluma dari kelas satu

sampai kelas enam dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.3
Jumlah Siswa SD Negeri 41 Seluma

Jenis Kelamin
No Kelas Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 I 15 19 34
2 II 12 18 30
3 III 13 17 30
4 IV 11 18 29
5 V 10 18 28
6 VI 14 18 32
Jumlah 75 108 183
Sumber: Arsip SD Negeri 41 Seluma tahun 2015

B. Penyajian Data Hasil Penelitian


1. Pra Siklus
a. Perencanaan

Perencanaan dimulai dengan mempersiapkan materi. Kemudian

perencanaan selanjutnya adalah mengembangkan skenario

pembelajaran dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

b. Pelaksanaan
1) Guru mengucapkan salam dan memulai pelajaran dengan berdoa.
2) Guru melakukan apersepsi materi sebelumnya dan menanyakan

kondisi anak.
3) Guru membagikan buku paket IPA.
4) Guru meminta siswa untuk membuka buku paket IPA.
5) Guru menyampaikan pada siswa tentang materi yang akan dipelajari.
6) Guru meminta siswa untuk membaca materi pelajaran, siswa diberi

waktu 10 menit untuk membaca.

34
7) Setelah siswa selesai membaca, bersama dengan siswa guru

melakukan diskusi tentang materi yang sudah dibaca dengan tanya

Jawab.
8) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan

materi yang belum dipahami.


9) Guru memberikan tugas secara individu dengan membagikan lembar

evaluasi.
c. Pengamatan

Selama pembelajaran berlangsung, dilakukan observasi untuk

mengetahui pengaruh kegiatan pembelajaran dapat meningkatkan hasil

belajar dalam proses pembelajaran. Pada pembelajaran ini siswa yang

masuk sebanyak 28 siswa. Dalam pra siklus ini peneliti belum

menggunakan model pembelajaran PBL SSCS (Problem Based

Learning Search, Solve, Create And Share) dalam pembelajaran.

Dari hasil pembelajaran diperoleh hasil tes sebagai berikut:

Tabel 4.4
Daftar Nilai Pra Siklus

No Nama siswa Nilai KKM Keterangan


Pre tes Tuntas Tdk tuntas
1 Alya Gustina 50 70 - √
2 Ananda Rahmat 50 70 - √
3 Dwi Niarti 50 70 - √
4 David Rahmat 60 70 - √
5 Firman Firmando 60 70 - √
6 Ferli Usi Artina 60 70 - √
7 Hengki Turnando 60 70 - √
8 Kevin Devriansya 60 70 - √
9 Mersaldi 60 70 - √
10 M. Arip 60 70 - √
11 M. Rifqi 50 70 - √
12 Resta Permata 70 70 √ -
13 Randi A. 50 70 - √

35
14 Reni Y. 60 70 - √
15 Selvia Exwa 60 70 - √
16 Thara P. 60 70 - √
17 Tika H. 60 70 - √
18 Trio B.S. 60 70 - √
19 Tutut T.U. 60 70 - √
20 Usman Hendri 60 70 - √
21 Verdi Tri Vrayoga 50 70 - √
22 Vera Y.H. 50 70 - √
23 Wahyudi E. 60 70 - √
24 Warsito 60 70 - √
25 Weida K.S. 60 70 - √
26 Weli H. 60 70 - √
27 Zelvia Y. 60 70 - √
28 Zurmanto 60 70 - √
Jumlah Nilai
1566
Nilai rata-rata 55,92

Dari tabel di atas dapat diklasifikasikan pada tabel berikut ini:

Tabel 4.5
Klasifikasi Hasil Tes Siswa Pra Siklus

No Uraian Pencapaian Hasil Jumlah / Nilai


1 Siswa yang mendapat nilai di bawah 70 27
2 Siswa yang mendapat nilai di atas 70 1
3 Rata-rata 55,92
4 Ketuntasan Klasikal 3,57 %

Dari tabel di atas dapat diuraikan bahwa siswa yang

memperoleh nilai di bawah 70 sebanyak 26 orang dan di atas 70

36
sebanyak 1 orang, sedangkan ketuntasan klasikal yang diperoleh

sebesar 3,57 %.

d. Refleksi

Hasil belajar dari pra siklus ini belum menunjukkan hasil yang

belum memuaskan, nilai rata-rata hasil belajar yang diperoleh belum

memuaskan yaitu 55,92 selanjutnya selama proses pembelajaran

kebanyakan siswa terlihat pasif. Siswa terkesan tidak memperhatikan

materi yang disampaikan oleh guru, mereka terlihat sibuk sendiri. Maka

dapat diketahui bahwa pembelajaran pada pra siklus dengan

menggunakan metode ceramah bervariasi dengan pendekatan

tradisional belum dapat meningkatkan hasil belajar siswa IPA. Maka

peneliti mencoba mengubah melaksanakan tindakan dengan

menerapkan penerapan model pembelajaran PBL SSCS (Problem

Based Learning Search, Solve, Create And Share).

2. Siklus I
a. Perencanaan
Sebelum pelaksanaan siklus I peneliti menyusun rencana

pembelajaran IPA materi organ tubuh manusia dan hewan melalui

penerapan model pembelajaran PBL SSCS (Problem Based Learning

Search, Solve, Create And Share). Peneliti juga membuat lembar

evaluasi, lembar diskusi kelompok dan lembar pengamatan. Lembar

evaluasi berisi soal-soal yang sesuai materi untuk mengetahui

penerapan penerapan model pembelajaran PBL SSCS (Problem Based

Learning Search, Solve, Create And Share) dalam setiap tahap dalam

37
pelajaran IPA. Lembar diskusi kelompok berisi permasalahan yang

berhubungan dengan materi organ tubuh manusia dan hewan yang

harus diselesaikan siswa secara diskusi dengan teman satu kelompok

dan dijadikan bahan untuk dipaparkan di depan kelas, Sedangkan

lembar observasi merupakan lembar penilaian observer (pengamat)

terhadap pelaksanaan pembelajaran. Lembar observasi berisi

pengamatan terhadap keterampilan guru dalam mengajar dan aktivitas

siswa dalam pembelajaran. Peneliti juga menyiapkan media yang

diperlukan dalam proses pembelajaran


b. Pelaksanaan
Pelaksanaan meliputi pertemuan I dan pertemuan II dengan

alokasi waktu 2 x 35 menit atau dua jam pelajaran dan pertemuan dua

siklus I dengan alokasi 2 x 35 atau dua jam pelajaran. Adapun

pelaksanaan siklus I pertemuan I dan pertemuan II sama namun yang

membedakan adalah materi pembelajaran kegiatan siklus I pertemuan I

mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi organ tubuh manusia dan

hewan. Standar kompetensi: mengidentifikasi fungsi organ tubuh

manusia dan hewan. Kompetensi dasar: mengidentifikasi fungsi organ

tubuh manusia da hewan.


1) Kegiatan awal
Pada kegiatan awal ini guru mengkondisikan kesiapan siswa,

mengajak berdoa, presensi dan memotivasi siswa, serta

menyampaikan tujuan pembelajaran dan menginformasikan cara

belajar menggunakan penerapan model pembelajaran PBL SSCS

(Problem Based Learning Search, Solve, Create And Share)

38
dilanjutkan dengan memberi apersepsi berupa pertanyaan, “anak-

anak setiap hari kita bernafas, menggunakan apa kita bernafas?

Organ tubuh apa yang kita gunakan untuk bernafas?

2) Kegiatan Inti
Pada kegiatan inti ini meliputi eksplorasi, elaborasi dan

konfirmasi.
Dalam kegiatan Eksplorasi siswa menanggapi pertanyaan

dari guru tentang organ tubuh manusia. Kegiatan eksplorasi ini guru

juga menyajikan gambar organ tubuh manusia kemudian guru

menjelaskan materi fungsi oran tubuh manusia dan hewan


Kegiatan elaborasi guru membagi siswa menjadi 7 kelompok

heterogen masing-masing kelompok terdiri dari 4 anak. Setiap

kelompok diberikan LKS sebagai bahan untuk kegiatan diskusi.

Guru memberikan panduan atau peraturan untuk melakukan kegiatan

tersebut. Dengan bimbingan guru, siswa berdiskusi dalam kelompok

fungsi organ tubuh manusia dan hewan. Dengan bimbingan guru,

perwakilan kelompok menyampaikan laporan hasil diskusinya di

depan kelas, dilanjutkan dengan menanggapi hasil diskusi tersebut

dari masing-masing kelompok. Siswa dan guru bersama-sama

membahas hasil pekerjaan siswa mengenai fungsi organ tubuh

manusia dan hewan. Siswa mengerjakan latihan soal secara

individual. Guru memberikan penghargaan secara individual dan

kelompok.
Kegiatan konfirmasi yaitu siswa diberi kesempatan

menanyakan materi yang belum dipahami. Guru memberikan umpan

39
balik dan penguatan terhadap hasil kerja sama kelompok. Siswa

bersama dengan guru menyimpulkan hasil diskusi. Siswa bersama

dengan guru merefleksi tentang pembelajaran yang telah dilakukan.


3) Kegiatan Penutup
Pada kegiatan penutup ini guru memberikan umpan balik

dengan melontarkan beberapa pertanyaan dan memberi

permasalahan yang bisa dipecahkan siswa setelah itu guru bersama

siswa menyimpulkan materi. Guru memberikan kuis tentang materi

yang telah dipelajari siswa. Siswa bersama guru melakukan refleksi.

Pemberian penghargaan kepada kelompok terbaik. Guru menutup

pelajaran dengan memberikan tepuk tangan bersama siswa kepada

kelompok yang berprestasi.


c. Pengamatan

Selama proses pembelajaran berlangsung dilakukan observasi

dengan fokus pengamatan penerapan model pembelajaran PBL SSCS

(Problem Based Learning Search, Solve, Create And Share). Pada saat

melakukan observasi peneliti mengisi daftar pengamatan yang sudah

disiapkan dengan memberi tanda check list terhadap setiap gejala yang

muncul dalam proses pembelajaran. Adapun hasil dari observasi

tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 4.6
Hasil Pengamatan Siklus I

NO Aspek Yang diamati Hasil Pengamatan


1 Keaktifan siswa Baik
2 Perhatian siswa Sedang
3 Keterlibatan siswa Sedang
4 Banyaknya siswa yang Sedang

40
bertanya

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa pada siklus I sudah terjadi

peningkatan aktifitas siswa, diantaranya keaktifan siswa, perhatian

siswa, keterlibatan siswa dalam pembelajaran dan banyaknya siswa

yang bertanya. Meningkatnya aktifitas siswa ini terjadi karena siswa

merasa senang dan tertarik dengan penerapan model pembelajaran PBL

SSCS (Problem Based Learning Search, Solve, Create And Share)

yang diterapkan oleh guru.

Tabel 4.7
Hasil Observasi Aktifitas Guru Siklus I

No Aspek yang Dinilai Nilai


1 Kemampuan guru dalam mengelola kelas Baik
Kemampuan guru dalam menerapkan
2 Baik
metode pembelajaran
Kemampuan berkomunikasi dan
3 Baik
menciptakan komunikasi timbal balik
Kemampuan guru dalam menyampaikan
4 Baik
materi pelajaran
Kemampuan guru dalam memberikan motivasi
5 Cukup
kepada siswa
Kemampun guru dalam menjawab
6 Baik
pertanyaan siswa

Selain melihat hasil belajar siswa dan aktivitas siswa dalam

pembelajaran, perlu juga mempertimbangkan faktor lain yang

mendukung pembelajaran yaitu pengelolaan pembelajaran yang

dilakukan oleh guru seperti pada di atas. Tampak pada tabel tersebut

bahwa pengelolaan pembelajaran yang dilakukan tergolong pada

kategori baik. Hal ini menunjukkan guru sudah baik dalam

41
melakukan pengelolaan pembelajaran. Namun pengelolaan

pembelajaran juga harus lebih ditingkatkan pada siklus berikutnya agar

lebih baik lagi, karena bermula dari pengelolaan pembelajaran inilah

akan melahirkan tingkat aktivitas siswa yang lebih tinggi serta

peningkatan hasil belajar yang lebih baik. Dari hasil pembelajaran

dilakukan tes diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4. 8
Daftar Nilai Siklus I

Keterangan
No Kode siswa Nilai KKM
Tuntas Tdk tuntas
1 Alya Gustina 60 70 - √
2 Ananda Rahmat 60 70 - √
3 Dwi Niarti 60 70 - √
4 David Rahmat 70 70 √ -
5 Firman Firmando 70 70 √ -
6 Ferli Usi Artina 60 70 - √
7 Hengki Turnando 70 70 √ -
8 Kevin Devriansya 60 70 - √
9 Mersaldi 70 70 √ -
10 M. Arip 70 70 √ -
11 M. Rifqi 60 70 - √
12 Resta Permata 80 70 √ -
13 Randi A. 60 70 - √
14 Reni Y. 60 70 - √
15 Selvia Exwa 60 70 - √
16 Thara P. 70 70 √ -
17 Tika H. 60 70 - √
18 Trio B.S. 60 70 - √
19 Tutut T.U. 80 70 √ -
20 Usman Hendri 70 70 √ -
21 Verdi Tri Vrayoga 60 70 - √
22 Vera Y.H. 60 70 - √
23 Wahyudi E. 60 70 - √

42
24 Warsito 70 70 √ -
25 Weida K.S. 60 70 - √
26 Weli H. 60 70 - √
27 Zelvia Y. 70 70 √ -
28 Zurmanto 70 70 √ -
Jumlah nilai 1820

Nilai rata-rata 65

Dari tabel di atas dapat diklasifikasikan pada tabel berikut ini:

Tabel 4.9
Klasifikasi Hasil Tes Siswa Siklus I

No Uraian Pencapaian Hasil Jumlah / Nilai


1 Siswa yang mendapat nilai di bawah 70 16
2 Siswa yang mendapat nilai di atas 70 12
3 Rata-rata 65
4 Ketuntasan Klasikal 42,85%

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa siswa yang

memperoleh nilai di bawah 70 sebanyak 16 orang, memperoleh nilai di

atas 70 sebanyak 12 orang sedangkan ketuntasan belajar yang diperoleh

ada siklus I ini adalah sebesar 42,85%.

d. Refleksi
Peneliti berdiskusi dengan teman sejawat untuk mengetahui

keberhasilan dan kekurangan pelaksanaan pembelajaran siklus I.


1) Keberhasilan:
a) Pembelajaran telah terlaksana dengan sistematis sesuai dengan

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.

43
b) Adanya alat peraga yang membantu siswa dalam memahami

materi organ tubuh manusia dan hewan.


c) Penggunaan penerapan model pembelajaran PBL SSCS (Problem

Based Learning Search, Solve, Create And Share) dapat

meningkatkan minat dan keberanian siswa dalam pembelajaran.


d) Dengan adanya kelompok membantu siswa untuk bertanya

kepada teman-temannya materi yang belum bisa (tutor sebaya)

2) Kekurangan

a. Nilai rata-rata kelas baru mencapai 65 belum mencpai 70.

b. Masih ada 16 siswa yang belum tuntas dari 28 siswa.

c. Guru belum bisa mengkondisikan secara maksimal saat diskusi

kelompok.

d. Motivasi dan dorongan yang diberikan kepada siswa sangat

kurang, karena guru lebih sibuk membimbing siswa dalam

kelompok.

e. Dalam memberi petunjuk/membimbing kegiatan guru terlihat

membimbing penuh, karena siswa kebingungan pada saat

mengerjakan tugas secara kelompok, sehingga siswa sangat

bergantung kepada guru.

f. Guru membimbing siswa dalam kelompok belum begitu

menyeluruh masih berpusat pada kelompok salah satu kelompok.

g. Pengelolaan waktu kurang efektif terlihat waktu berakhirnya

pelajaran maju 15 menit dari waktu yang telah ditentukan.

44
Dari kolaborasi dengan tim peneliti, maka pada siklus I

ditemukan beberapa efektifitas pembelajaran IPA sebagai berikut;

a. Guru dapat melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran

diskusi kelompok,

b. Keaktifan siswa dalam pembelajaran mulai tampak,dengan

ditunjukkan oleh kemampuan siswa melakukan kegiatan model

pembelajaran PBL SSCS (Problem Based Learning Search,

Solve, Create And Share),

c. Timbul semangat siswa dalam diskusi kelompok. Pelaksanaan

pembelajaran pada siklus I kurang baik, sehingga perlu diadakan

siklus II.

2. Siklus II
a. Perencanaan

Berdasarkan analisa hasil evaluasi dari siklus I yang sudah

menunjukkan adanya peningkatan walaupun belum bisa dikatakan

maksimal dan memuaskan, peneliti merancang perbaikan pembelajaran

siklus II. Pada kegiatan inti pembelajaran tetap menggunakan model

pembelajaran PBL SSCS (Problem Based Learning Search, Solve,

Create And Share), namun dalam penyampaiannya diselingi dengan

keterangan dari guru tentang kesulitan yang dialami mengenai materi

yang benar dan membagi siswa dalam kelompok yang sudah dibagi.

b. Pelaksanaan

45
Pelaksanaan siklus II ini meliputi pertemuan 1 dan pertemuan 2

Pertemuan pertama siklus II dengan alokasi waktu 2 x 35 menit atau

dua jam pelajaran dan pertemuan siklus II pertemuan II dengan alokasi

2 x 35 menit atau dua jam pelajaran. Adapun pelaksanaan siklus II

pertemuan 1 dan pertemuan 2 sama namun yang membedakan adalah

materi pembelajaran kegiatan siklus II pertemuan 1 mata pelajaran Ilmu

Pengetahuan Alam materi alat pencernaan makanan pada manusia.

1) Kegiatan Awal

Pada kegiatan awal ini guru mengkondisikan kesiapan siswa,

mengajak berdoa, presensi dan memotivasi siswa, serta

menyampaikan tujuan pembelajaran dan menginformasikan cara

belajar menggunakan model pembelajaran PBL SSCS (Problem

Based Learning Search, Solve, Create And Share) dilanjutkan

dengan memberi apersepsi berupa pertanyaan, “anak-anak, siapa

yang suka makan nasi goreng?, alat apa yang kalian gunakan

mencerna makanan?

2) Kegiatan Inti

Pada kegiatan inti ini meliputi eksplorasi, elaborasi dan

konfirmasi. Dalam kegiatan eksplorasi guru bersama siswa bertanya

jawab mengenai alat pencernaan pada manusia. Selanjutnya bertanya

jawab mengenai sistem pencernaan pada manusia. Siswa membaca

materi tentang alat pencernaan pada manusia.

46
Kegiatan elaborasi meliputi guru membentuk siswa ke dalam

kelompok, lalu guru memanggil masing-masing ketua kelompok

untuk memberikan penjelasan tentang materi alat pencernaan pada

manusia. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya

masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan

oleh guru kepada temannya sampai mengerti. Kemudian masing-

masing kelompok diberi lembar kerja mengenai alat pencernaan

manusi. Siswa berdiskusi memahami materi tentang alat pencernaan

pada manusia. Kemudian siswa mempresentasikan hasil diskusi

masing-masing kelompok.

Kegiatan konfirmasi yang dilakukan yaitu siswa diberi

kesempatan menanyakan materi yang belum dipahami. Guru

memberikan umpan balik dan penguatan terhadap hasil diskusi

kelompok. Siswa bersama dengan guru menyimpulkan hasil diskusi.

Siswa bersama guru merefleksi tentang pembelajaran yang telah

dilakukan.

3) Kegiatan Penutup

Pada kegiatan penutup ini guru memberikan kesempatan

kepada siswa melakukan refleksi terhadap materi yang telah

dipelajarinya. Guru memberi ulasan terhadap seluruh jawaban siswa,

selanjutnya bersama-sama siswa merumuskan kesimpulan tentang

materi yang telah dipelajari. Guru memberikan evaluasi kepada

47
siswa untuk mengetahui seberapa besar siswa dapat menyerap materi

yang telah dipelajari.

c. Pengamatan

Selama pembelajaran berlangsung dilakukan observasi untuk

mengetahui penerapan model pembelajaran PBL SSCS (Problem Based

Learning Search, Solve, Create And Share) dalam kegiatan

pembelajaran dapat meningkatkan penguasaan materi IPA. Hasil

observasi penggunaan proses pembelajaran pada siklus II ini dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.10
Hasil Pengamatan Siklus II

NO Aspek Yang diamati Hasil Pengamatan


1 Keaktifan siswa Baik
2 Perhatian siswa Baik
3 Keterlibatan siswa Baik
4 Banyaknya siswa yang Baik
bertanya

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa secara keseluruhan

aktifitas siswa pada siklus II ini sudah baik. Siswa sudah mampu

mengikuti pembelajaran dengan aktif dan bersemangat karena model

pembelajaran yang digunakan cocok dengan mereka.

Tabel 4.11
Hasil Observasi Aktifitas Guru Siklus II

No Aspek yang Dinilai Nilai


1 Kemampuan guru dalam mengelola kelas Baik
Kemampuan guru dalam
2 Baik
menerapkan model pembelajaran
3 Kemampuan berkomunikasi dan Baik

48
menciptakan komunikasi timbal
balik
Kemampuan guru dalam
4 Baik
menyampaikan materi pelajaran
Kemampuan guru dalam memberikan
5 Baik
motivasi kepada siswa
Kemampun guru dalam menjawab
6 Baik
pertanyaan siswa

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa pengelolaan

pembelajaran yang dilakukan guru kategori baik. Hal ini menunjukkan

guru sudah sangat baik dalam melakukan pengelolaan pembelajaran

secara keseluruhan.

Dari hasil tes pembelajaran diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4.12
Daftar Nilai Siklus II

Keterangan
No Nama siswa Nilai KKM
Tuntas Tdk tuntas
1 Alya Gustina 70 70 √ -
2 Ananda Rahmat 80 70 √ -
3 Dwi Niarti 70 70 √ -
4 David Rahmat 80 70 √ -
5 Firman Firmando 80 70 √ -
6 Ferli Usi Artina 70 70 √ -
7 Hengki Turnando 80 70 √ -
8 Kevin Devriansya 60 70 - √
9 Mersaldi 80 70 √ -
10 M. Arip 70 70 √ -
11 M. Rifqi 60 70 - √
12 Resta Permata 80 70 √ -
13 Randi A. 70 - √
60
14 Reni Y. 70 √ -
70
15 Selvia Exwa 70 70 √ -

49
16 Thara P. 70 √ -
80
17 Tika H. 70 √ -
80
18 Trio B.S. 70 √ -
70
19 Tutut T.U. 70 √ -
90
20 Usman Hendri 90 70 √ -
21 Verdi Tri Vrayoga 80 70 √ -
22 Vera Y.H. 70 √ -
80
23 Wahyudi E. 70 √ -
80
24 Warsito 70 √ -
90
25 Weida K.S. 70 √ -
90
26 Weli H. 70 √ -
80
27 Zelvia Y. 70 √ -
70
28 Zurmanto 70 √ -
80
Jumlah nilai 2140
Nilai rata-rata 76,42

Dari tabel di atas dapat diklasifikasikan pada tabel berikut ini:

Tabel 4.13
Klasifikasi Hasil Tes Siswa Siklus II

No Uraian Pencapaian Hasil Jumlah / Nilai


1 Siswa yang mendapat nilai di bawah 70 3
2 Siswa yang mendapat nilai di atas 70 25
3 Rata-rata 76,42
4 Ketuntasan Klasikal 89,28 %

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa pada siklus ke II

ini siswa yang memperoleh nilai di bawah 70 sebanyak 3 orang dan

yang memperoleh nilai di atas 70 sebanyak 25 orang sedangkan

ketuntasan belajar yang dieroleh ada siklus II ini adalah sebesar

89,28%.

50
d. Refleksi
Hasil pengamatan dengan teman sejawat yang dapat

disimpulkan adalah bahwa secara umum, pelaksanaan perbaikan

pembelajaran pada siklus II telah dapat dinyatakan berhasil dan sesuai

dengan tujuan perbaikan pembelajaran pelaksanaan Siklus II adanya

peningkatan hasil belajar IPA materi alat pencernaan pada manusia.

Pada penelitian ini hanya berhenti pada siklus II karena nilai rata-rata

siklus II sudah mengalami peningkatan yang signifikan di atas 70 yaitu

76,42, Selanjutnya, hasil pengumpulan data hasil pengamatan dan

temuan-temuan selama pelaksanaan Siklus I sampai Siklus II dijadikan

dasar pembuatan laporan hasil Penelitian Tindakan Kelas yang telah

dilaksanakan.

C. Pembahasan Hasil Penelitian

Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah

penerapan model pembelajaran PBL SSCS (Problem Based Learning Search,

Solve, Create And Share). Untuk mengumpulkan data mengenai hal tersebut

menggunakan lembar observasi dengan meminta bantuan teman

sejawat/kolaborator untuk memperlancar penelitian serta untuk memperoleh

data yang valid. Hasil pengamatan pada tiap-tiap siklus disajikan dalam tabel

sebagai berikut:

Tabel 4.14
Rekapitulasi Hasil Observasi

NO Aspek Yang Hasil Pengamatan


Pra siklus Siklus I Siklus II
diamati
1 Keaktifan siswa Kurang Baik Baik

51
2 Perhatian siswa Kurang Sedang Baik
3 Keterlibatan siswa Sedang Sedang Baik
4 Banyaknya siswa Kurang Sedang Baik
yang bertanya

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa minat dan perhatian serta

keaktifan siswa merespon penerapan model pembelajaran PBL SSCS (Problem

Based Learning Search, Solve, Create And Share) dalam pembelajaran

menunjukkan peningkatan dari siklus ke I sampai siklus ke II. Terjadinya

peningkatan perhatian dan minat siswa dari siklus ke I ke siklus ke II tidak

lepas dari refleksi guru terhadap kelemahan-kelemahan bentuk dan cara

pengajaran yang selama ini diterapkan. penerapan model pembelajaran PBL

SSCS (Problem Based Learning Search, Solve, Create And Share) dapat

menumbuhkan perhatian dan minat siswa dalam proses pembelajaran. Aktivitas

siswa yang disertai dengan perhatian intensif akan lebih sukses dan berprestasi.

Minat siswa terhadap pelajaran juga banyak pengaruhnya terhadap

keberhasilan belajarnya.

Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Wina Sanjaya bahwa

sebagai suatu model pembelajaran, PBL SSCS (Problem Based Learning

Search, Solve, Create And Share) memiliki beberapa kelebihan, diantaranya

sebagai berikut:

a. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk

menemukan pengetahuan baru bagi siswa.


b. Meningkatkan motivasi dan aktivitas pembelajaran siswa.
c. Membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan siswa untuk memahami

masalah dunia nyata.

52
d. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan

bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping

itu, PBL dapat mendorong siswa untuk melakukan evaluasi sendiri baik

terhadap hasil maupun proses belajarnya.


e. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan

mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan

pengetahuan baru.
f. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan

yang mereka miliki dalam dunia nyata.


g. Mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar

sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.


h. Memudahkan siswa dalam menguasai konsep-konsep yang dipelajari guna

memecahkan masalah dunia nyata.32

Selanjutnya hasil tes siswa dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.15
Rekapitulasi Nilai Hasil Tes

No Kode siswa Nilai


Pra Siklus Siklus I Siklus II
1 Alya Gustina 50 60 70
2 Ananda Rahmat 50 60 80
3 Dwi Niarti 50 60 70
4 David Rahmat 60 70 80
5 Firman Firmando 60 70 80
6 Ferli Usi Artina 60 60 70
7 Hengki Turnando 60 70 80
8 Kevin Devriansya 60 60 60
9 Mersaldi 60 70 80
10 M. Arip 60 70 70
11 M. Rifqi 50 60 60
12 Resta Permata 70 80 80
13 Randi A. 50 60
60
14 Reni Y. 60 60 70
32
Wina Sanjaya. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Gruf. h. 67.

53
15 Selvia Exwa 60 60 70
16 Thara P. 60 70
80
17 Tika H. 60 60
80
18 Trio B.S. 60 60
70
19 Tutut T.U. 60 80
90
20 Usman Hendri 60 70 90
21 Verdi Tri Vrayoga 50 60 80
22 Vera Y.H. 50 60
80
23 Wahyudi E. 60 60
80
24 Warsito 60 70
90
25 Weida K.S. 60 60
90
26 Weli H. 60 60
80
27 Zelvia Y. 60 70
70
28 Zurmanto 6 70
80
Jumlah nilai 1566 1820 2140
Nilai rata-rata 55,92 65 76,42

Dari tabel di atas, apabila dibuat persentase peningkatan hasil belajar

siswa terhadap materi pembelajaran dari pra siklus sampai siklus ke II, dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.16
Perbandingan Persentase Ketuntasan Belajar Siswa

No Siklus Frekuensi Persentase Ketuntasan Belajar


1 Pra Siklus 1 3,57 %
2 Siklus I 12 42,85%
3 Siklus II 25 89,28 %

54
Pada pra siklus guru menjelaskan materi pada siswa dengan

menggunakan metode mengajar ceramah bervariasi. Berdasarkan hasil

penelitian tindakan pra siklus diketahui hasil belajar siswa belum

memuaskan. Ketuntasan belajar klasikal baru mencapai 3,57%. Hasil belajar

siklus I menunjukkan adanya kemajuan walaupun belum memuaskan namun

terlihat ada peningkatan dari siklus I. Pada siklus I ketuntasan klasikal belum

tercapai, karena ketuntasan klasikal baru mencapai 42,85%. Pada siklus II

ketuntasan klasikal sudah tercapai, karena pada siklus II ini ketuntasan

klasikal sudah mencapai 89,28%. Maka pembelajaran IPA menggunakan

penerapan model pembelajaran PBL SSCS (Problem Based Learning Search,

Solve, Create And Share) dapat meningkatkan hasil belajar siswa, hal ini

dapat terlihat dengan adanya peningkatan pada ketuntasan belajar perorangan

dan ketuntasan belajar klasikal. Peningkatan ketuntasan belajar siswa dari pra

siklus hingga siklus ke II dapat digambarkan pada grafik berikut ini:

55
BAB V

56
PENUTUP

B. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan

bahwa penerapan model pembelajaran PBL SSCS (Problem Based Learning

Search, Solve, Create And Share) dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa

Kelas V SD Negeri 41 Seluma. Hal ini dapat dilihat dari nilai hasil tes pada pra

siklus yang menggunakan metode ceramah, ketuntasan belajarnya belum

begitu baik yaitu 3,57%. Adapun pada siklus I dan II yang menggunakan

penerapan model pembelajaran PBL SSCS (Problem Based Learning Search,

Solve, Create And Share), menunjukkan peningkatan yang lebih baik yaitu

42,85 % pada siklus I dan 89,28% pada siklus II.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian yang telah dikemukakan di

atas, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi guru IPA

disarankan agar menggunakan penerapan model pembelajaran PBL SSCS

(Problem Based Learning Search, Solve, Create And Share) yang mampu

menarik minat siswa untuk belajar lebih giat dan menghindari pemberian

materi pelajaran hanya melalui ceramah.


2. Bagi peneliti

selanjutnya untuk pengembangan penelitian selanjutnya dapat dilakukan

dengan beqrbagai macam model pembelajaran yang lebih kreatif dan

inovatif.

57

Anda mungkin juga menyukai