Anda di halaman 1dari 31

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Escherichia coli adalah bakteri yang merupakan bagian dari

mikroflora yang secara normal ada dalam saluran pencernaan manusia dan

hewan berdarah panas. E. coli termasuk ke dalam bakteri heterotrof yang

memperoleh makanan berupa zat oganik dari lingkungannya karena tidak

dapat menyusun sendiri zat organik yang dibutuhkannya. Zat organik

diperoleh dari sisa organisme lain. Bakteri ini menguraikan zat organik

dalam makanan menjadi zat anorganik, yaitu CO2, H2O, energi, dan

mineral. Di dalam lingkungan, bakteri pembusuk ini berfungsi sebagai

pengurai dan penyedia nutrisi bagi tumbuhan (Kusuma, 2010).

E. coli juga merupakan bakteri indikator kualitas air karena

keberadaannya didalam air mengindikasikan bahwa air tersebut

terkontaminasi oleh feses, yang kemungkinan juga mengandung

mikroorganisme enterik patogen lainnya. E. coli menjadi patogen jika

jumlah bakteri ini dalam saluran pencernaan meningkat atau berada di luar

usus. E. coli menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan beberapa

kasus diare (Brooks et al., 2004).

Diare merupakan masalah kesehatan utama pada anak balita,

khususnya di negara berkembang seperti Indonesia (Segeren, 2005).

Kejadian diare tidak kurang dari satu milyar episode tiap tahun di seluruh

dunia, 25-35 juta di antaranya terjadi di Indonesia. Setiap anak balita


mengalami diare dua sampai delapan kali setiap tahunnya dengan rata-rata

3,3 kali (Wibowo, 2004)

Diare salah satu penyebab utama tingginya kematian anak di dunia.

WHO zmelaporkan bahwa penyebab utama kematian pada balita adalah

diare (post neonatal) 14%, malaria 8%, injuri 3%, HIV-AIDS 2%. Di

Indonesia, diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan

masyarakat utama. Penduduk Indonesia setiap tahun terdapat 112.000

kasus diare yang mengalami kematian pada semua golongan umur, pada

balita terjadi 55.000 kasus kematian (Zubir, 2006).

Salah satu alternatif yang tersedia secara lokal adalah penggunaan

alami dari tanaman, yang barangkali dapat diperoleh di sekitar kita.

Penelitian dari The Environmental Engineering Group di Universitas

Leicester, Inggris, telah lama mempelajari potensi penggunaan berbagai

koagulan alami dalam proses pengolahan air skala kecil, menengah, dan

besar. Penelitian tersebut dipusatkan terhadap potensi koagulan dari

tepung biji kelor. Tanaman tersebut banyak tumbuh di India bagian utara,

tetapi sekarang sudah menyebar ke mana-mana ke seluruh kawasan tropis,

termasuk Indonesia. Di Indonesia tanaman tersebut dikenal sebagai

tanaman kelor dengan daun yang kecilkecil (Erfandi, 2015).

Kelor adalah salah satu tumbuhan yang telah dikenal di Indonesia,

tapi multimanfaatnya belum banyak dipahami oleh masyarakat. Biji kelor

dapat dimanfaatkan untuk penjernihan air. Jumlah biji kelor yang

diperlukan untuk penjernihan air bagi keperluan rumah tangga, sangat


tergantung pada seberapa jauh kotoran yang terdapat di dalamnya.

Menurut perhitungan yang sudah diuji coba oleh tim ahli dari United

Nation Development Program (UNDP), maka kebutuhan biji kelor untuk

pengolahan air minum di kawasan pantai atau rawa, cukup 2-3 pohon

dewasa selama setahun dengan keluarga sebanyak 6-8 orang, untuk

memenuhi kebutuhan air sekitar 201 liter/ hari/ jiwa (Erfandi, 2015).

Biji kelor (Moringa oleifera) merupakan alternatif koagulan

organik. Biji kelor sebagai koagulan dapat digunakan dengan dua cara

yaitu biji kering dengan kulitnya dan biji kering tanpa kulitnya. Hasil

analisis elemen pada biji kelor untuk biji dengan kulit adalah 6,1% N;

54,8% C; dan 8,5% H, sedangkan untuk biji tanpa kulit adalah 5,0% N,

53,3% C, dan 7,7% H (dalam % berat) sedang sisanya terdiri atas oksigen.

Pohon kelor diketahui mengandung polielektrolit kationik dan flokulan

alamiah dengan komposisi kimia berbasis polipeptida yang mempunyai

berat molekul mulai dari 6000 sampai 16000 dalton, mengandung hingga

6 asam-asam amino terutama asam glutamat, mentionin, dan arginin.

Sebagai bioflokulan, biji kelor kering dapat digunakan untuk

mengkoagulasi-flokulasi kekeruhan air (Mutmaina Nur, 2010.)

Oleh karena itu, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

potensi ekstrak biji kelor dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. coli

dengan metode difusi agar. Penelitian ini meliputi pembuatan ekstrak

dengan pelarut etanol dan uji aktivitas antibakteri ekstrak terhadap bakteri

E. coli dengan metode difusi agar menggunakan kertas cakram.


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah pada penelitian

ini adalah bagaimana efek ekstrak biji kelor (Moringa oleifera) terhadap

pertumbuhan bakteri Escherichia coli (E. coli)?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum :
Untuk mengetahui efek ekstrak biji kelor (Moringa
oleifera) terhadap pertumbuhan bakteri E. coli.
2. Tujuan Khusus :
Untuk mengetahui berbagai konsentrasi ekstrak biji kelor
(Moringa oleifera) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri E.
coli.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

a. Menerapkan dan memanfaatkan ilmu yang telah didapat selama

pendidikan.

b. Menambah pengetahuan tentang daya hambat ekstrak biji kelor

(Moringa oleifera) terhadap pertumbuhan bakteri E. coli.

2. Bagi Institusi

Memberikan informasi mengenai keilmuan mikrobiologi.

3. Bagi Keilmuan

Dapat memberikan informasi mengenai aktivitas antibakteri

biji kelor (Moringa oleifera) terhadap pertumbuhan bakteri E. coli.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ekstrak Biji Kelor

1. Tanaman Kelor dan Sistematikanya

Dalam ilmu biologi, kelor dikenal dengan nama Moringa oleifera, dengan

klasifikasi lengkapnya sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Sub kerajaan : Tracheobionta

Superdivisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Dilleniidae

Bangsa : Capparales

Suku : Moringaceae

Genus : Moringa

Spesies : Moringa oleifera Lamk.

(Tilong, 2012)

2. Morfologi Biji Kelor

Kelor (Moringa oleifera Lamk.) merupakan tanaman yang berasal dari

dataran sepanjang sub Himalaya yaitu India, Pakistan, Bangladesh, dan

Afghanistan. Kelor termasuk jenis tumbuhan perdu berumur panjang berupa

semak atau pohon dengan ketinggian 7-12 meter. Batangnya berkayu

(lignosus), tegak, berwarna putih kotor, berkulit tipis dan mudah patah.

Cabangnya jarang dengan arah percabangan tegak atau miring serta


cenderung tumbuh lurus dan memanjang (Tilong, 2012). Daun kelor

(Gambar 1.) berbentuk bulat telur, bersirip tak sempurna, beranak daun

gasal, tersususun majemuk dalam satu tangkai, dan hanya sebesar ujung jari.

Helaian daun kelor berwarna hijau, ujung daun tumpul, pangkal daun

membulat, tepi daun rata, susunan pertulangan menyirip serta memiliki

ukuran 1-2 cm (Yulianti, 2008). Bunga kelor muncul di ketiak daun,

beraroma khas dan berwarna putih kekuning-kuningan. Buah kelor

berbentuk segitiga, dengan panjang sekitar 20-60 cm dan berwarna hijau.

Kelor berakar tunggang, berwarna putih, berbentuk seperti lobak, berbau

tajam dan berasa pedas (Tilong, 2012).

Daun Kelor

Buah Kelor

Bunga Kelor

Gambar 1. Daun, bunga, dan buah kelor (Hsu dkk., 2006)


Penanaman kelor di Indonesia tersebar di seluruh daerah, mulai dari Aceh

hingga Meurauke. Oleh karena itu, tanaman kelor dikenal berbagai daerah, seperti

murong (Aceh), munggai (Sumatera Barat), kilor (Lampung), kelor (Jawa Barat

dan Jawa Tengah), marongghi (Madura), kiloro (Bugis),parongge (Bima), kawona

(Sumba), dan kelo (Ternate) (Mardiana, 2013).

3. Kandungan ekstrak biji kelor (Moringa oleifera)

Buah kelor berbentuk panjang dan segitiga dengan panjang sekitar 20-60

cm, berwana hijau ketika masih muda dan berubah menjadi coklat ketika tua

(Tilong, 2012). Biji kelor berbentuk bulat, ketika muda berwarna hijau

terang dan berubah berwarna cokelat kehitaman ketika polong matang dan

kering dengan rata-rata berat biji berkisar 18 – 36 gram/100 biji. Buah kelor

akan menghasilkan biji yang dapat dibuat tepung atau minyak sebagai bahan

baku pembuatan obat dan kosmetik bernilai tinggi. Selain itu biji kelor dapat

berfungsi sebagai koagulans dan penjernihan air permukaan (air kolam, air

sungai, air danau sampai ke air sungai). Penelitian tentang ini sudah diawali

sejak tahun 1980-an oleh Jurusan Teknik Lingkungan ITB. Kemampuan

memperbaiki kualitas air disebabkan oleh kandungan protein yang cukup

tinggi pada biji sehingga mampu berperan sebagai koagulan terhadap

partikelpartikel penyebab kekeruhan air. Konsentrasi protein dari bi ji kelor

(biji dalam kotiledon) sebesar 147.280 ppm/gram (Khasanah dan Uswatun,

2008). Kandungan kimia buah dan biji kelor disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Kandungan nutrisi buah dan biji kelor per 100g bahan (bk)

Komponen Buah Biji

Kadar air (%) 90.86 3.11

Protein (g) 12.36 32.19

Lemak (g) 0.98 32.40

Serat (g) 22.57 15.87

Mineral (g) 13.40 5.58

Kalori (Kcal/100g) 50.73 15.96

Selain bagian daun, biji kelor juga dapat dimanfaatkan sebagai sayuran.

Selain dimanfaatkan sebagai bahan pangan, biji kelor juga dapat diekstrak sebagai

minyak nabati. Minyak dari biji kelor terdiri dari 82% asam lemak tak jenuh, 70%

asam oleat. Profil asam lemak ini sama dengan seperti minyak zaitun kecuali

untuk asam linoleate (Tsakniset et al., 1998). Saat ini belum banyak dimanfaatkan

minyak hasil ekstraksi dari biji kelor baik dalam industri pengolahan dan belum

banyak diperjual belikan di kalangan industri ekstraksi minyak nabati. Akan tetapi

sangat berpotensi tidak hanya dalam bahan pangan, tetapi juga untuk kosmetik

kebutuhan industri lainnya.

B. Escherichia coli

1. Morfologi Escherichia coli

Escherichia coli adalah bakteri Gram negatif, bakteri ini secara normal

terdapat pada saluran usus besar/kecil anak-anak dan orang dewasa sehat

dan jumlahnya dapat mencapai 190 CFU/g. Escherichia coli adalah salah satu

jenis bakteri yang secara normal hidup dalam saluran pencernaan baik
manusia maupun hewan yang sehat. Nama bakteri ini diambil dari nama

seorang bakteriologis yang berasal dari Jerman yaitu Theodor Von Escherich,

yang berhasil melakukan isolasi bakteri ini pertama kali pada tahun 1885

(Andriani, 2007; Todar, 2008). Genus Escherichia terdiri dari 2 spesies yaitu:

Escherichia coli dan Escherichia hermanii (Agus Syahrurachman dalam

Agustina, 2011). Andriani (2007) menegaskan bahwa meskipun Escherichia

coli pada saluran pencernaan manusia sebagai mikroflora normal, tetapi

manusia yang memiliki sistem kekebalan yang rendah misalnya bayi, anak-

anak, manula serta orang yang sedang sakit dapat menyebabkan penyakit

yang serius. Karsinah dalam Rian (2014) menyatakan bahwa Escherichia coli

tumbuh baik pada hampir semua media yang biasa dipakai di laboratorium

Mikrobiologi. Nataro and Kaper dalam Suwito (2009) menyatakan bahwa

berdasarkan mekanisme infeksi dalam menimbulkan penyakit Escherichia

coli dibagi menjadi 5 kelompok yaitu: Enteropathogenic Escherichia coli

(EPEC), Enterotoxigenic Escherichia coli ETEC), Enterohemorrhagic

Escherichia coli (EHEC), Enteroaggregative Escherichia coli (EaggEC) dan

Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC).


Gambar II.4 ( bakteri Escherichia coli) (Sumber : Vandana, 2008)

2. Penyakit yang Ditimbulkan Escherichia coli

Bakteri ini dikenal sebagai mikroba indikator kontaminasi fekal dan dibagi

dalam dua kelompok yaitu non patogenik dan patogenik. Escherichia coli

yang patogenik dapat menimbulkan penyakit infeksi, seperti infeksi pada

kantung empedu, saluran kemih, selaput otak, paru, dan saluran cerna.

Infeksi Escherichia coli pada saluran cerna menyebabkan diare. Bakteri

Escherichia coli adalah bagian flora normal gastrointestinal manusia (Jawetz

et al., 2005). Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit seperti diare, infeksi

saluran kemih, pneumonia, meningitis pada bayi yang baru lahir dan infeksi

luka (Karsinah dalam Marliena, 2016)

3. Kalsifikasi Escherichia coli

Domain : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Gamma Proteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Family : Enterobacteriaceae

Genus : Escherichia

Spesies : Escherichia coli


4. Karakteristik Pertumbuhan Escherechia coli

Menurut Radja (2010), Escherechia coli dapat tumbuh dengan jumlah

oksigen yang sedikit (mikroaerofilik) dan mampun tumbuh di hampir seluruh

media perbenihan. Maloha (2002) berpendapat bahwa Escherechia coli

dapat tumbuh secara optimal pada suhu 37𝑜 C dan pH 8,5, sedangkan

interval suhu untuk pertumbuhan adalah 10𝑜 C-40𝑜 C. Bakteri Escherechia

coli relatif sensitif terhadap panas dan dapat diinaktifkan selama pemasakan

makanan.

5. Sifat dan Koloni Escherechia coli

Ciri yang khas pada koloni Escherechia coli adalah koloni berbentuk

bundsr, cembung, permukaan halus dan memiliki tepi yang tegas (Jawetz et

al., 2012). Sebagian besar Escherechia coli tumbuh sebgai koloni yang meragi

laktosa. Ciri koloni Escherechia coli pada media Mac Conkey Agar (MCA)

adalah ukuran koloni besar, berwarna merah, tumbuh menyebar dan terlihat

agak keruh. Koloni berwarna merah pada Mac Conkey Agar (MCA) artinya

peragian laktosa positif yang umumnya diidentifikasi sebagai

Enterobacteriaceae nonpatogen. Sedangkan koloni berwarna abu-abu krem

(opak) pada Mac Conkey Agar (MCA) artinya tidak terjadi peragian laktosa

yang biasanya adalah golongan Enterobacteriaceae patogen (Zulfendi, 2010

dalam Hamdani, 2012).


6. Patogenesis dan Gambaran Klinik Escherechia coli

Penularan penyakit dapat terjadi melalui kontak langsung dan boasanya

terjadi di tempat yang memiliki sanitasi kurang bersih. Berdasarkan sifat

virulensi, Escherechia coli yang menyebabkan infeksi intestin dan

Escherechia coli yang menyebabkan infeksi ekstraintestin (Radji, 2010).

a. Escherechia coli yang menyebabkan infeksi intestine

1) Escherechia coli Enteropatogenik (EPEC)

Menurut Jafari, Aslani, dan Bouzari (2012), sejak tahun 1970,

serotyping merupakan satu-satunya cara membedakan EPEC dari

flora normal. Radja (2010) menjelaskan bahwa EPEC merupakan

penyebab diare pada bayi. EPEC memiliki toksin ST dan toksin LT,

serta menggunakan adhesin yang dikenal dengan intimin, untuk

melekat pada sel mukosa usus. Ifeksi EPEC mengakibatkan diare

berair yang biasanya dapat sembuh sendiri, tetapi ada juga yang

menjadi kronis.

Jawetz et al. (2012) menyatakan bahwa negara berkembang

penyebab infeksi EPEC ditampilkan untuk masyarakat umum yang

isinya telah dikaitkan dengan berbagai factor penyebab termasuk

kerentanan host ( berkaitan dengan usia, pemberian ASI, status gizi

dan imunologi anak), faktor virulensi bakteri (gen virulensi yang


berbeda), dan faktor lingkungan (kurangnya kebersihan, dan

tingginya kontaminasi tinja).

2) Escherechia coli Enterotoksigenik (ETEC)

ETEC merupakan bakteri penyebab Travelar’s diarrhea (Radja,

2010).Diare yang disebabkan oleh ETEC ditandai dengan onset yang

cepat yaitu diare berair, tidak adanya perdarahan, serta disertai

sedikit atau tidak adanya demam.Nyeri perut, malaise, mual, dan

muntah adalah gejala umum lainnya. Diare dan gejala lainya

berhenti secara spontan setelah 24 sampai 72 jam (Selvasingam,

2014). Menurut Radji (2010), ETEC menghasilakan toksin LT dan ST.

Jawetz et al. (2012) menyatakan bahwa toksin ST bersifat terhadap

panas (𝑆𝑇𝑎 ). 𝑆𝑇𝑎 di dalam epitel usus mengaktifkan guanilat siklase

sehingga merangsang sekresi cairan, dan 𝑆𝑇𝑎 dikendalikan secara

genetic olek plasmid yang heterogen.

3) Escherechia coliEnteroinvasif (EIEC)

Escherechia coli Enteroinvasif (EIEC) pertama kali di temukan pada

tahun 1971. EIEC memiliki gejala mirip dengan shigellosis pada

orang dewasa dan anak-anak. Seperti Shigella, EIEC menyerang

epitel kolon yang memungkingkan penyebaran sel-sel bakteri. EIEC

menyebabkan incasif kolitis dan disentri, tetapi dalam banyak kasus,

EIEC menyebabkan diare berair (Abbasi et al., 2015). Menurut


Jawetz et al. (2012), gelar EIEC bersifat nonmotil dan lambat

memfermentasi laktosa.

4) Escherechia coli Enterohemoragik (EHEC)

Sejak tahun 1980, EHEC telah ditetapkan sebagai patogen yang

menginfeksi manusia melalui konsumsi makanan atau minuman.

EHEC menyebabkan hemolitik kotilis, merupakan bentuk ringan dari

diare, dan menyebabkan infeksi fatal Sindrom Uremik Hemolitik

(HUS). Secara umum infeksi EHEC dapat sembuh sendiri (self-

limiting) naming tergantung pada virulensi dari strain yang

menginfeksi. Hemolitik colitis adalah penyakit utama yang

disebabkan EHEC dan ditandai dengan kram perut yang parah serta

diare berdarah (Adamu et al., 2013)

5) Escherechia coliEnteroagregatif (EAEC)

EAEC pertama kali dijelaskan pada tahun 1987 di Santiago, Chili

saat studi prospektif diare pediatric. Sumber pembawa (reservoir)

EAEC masih belum diketahui, namun strain EAEC diisolasi oleh

kotoran hewan seperti sapi, babi, dan kuda. Gambaran klinis

ditandai dengan diare berair, diare berlendir dan diare sekretori

dengan demam ringan dan muntah. Sebanyak sepertiga pasien

dengan diare EAEC mengalami feses dengan darah yang banyak.

Kekurangan gizi merupakan predisposisi dari diare presisten, selain

itu kolonisasi asimtomatik pada EAEC dapat menyebabkan


kekurangan gizi karena terjadi kerusakan mukosa yang berlangsung

terus menerus (Carbonari et al., 2014).

Table II.1 : Klasifikasi Keempat Galur Escherechia coli

Galur Tempat infeksi Penyakit Mekanisme patogen

ETEC Usus kecil Traveller’s diarrhea, Enteroksin LT dan


tinja berair, kram perut, ST.
mual, subfebris.

EIEC Usus besar Shigella-like diarrhea, Invasi dan destruksi


tinja berair-berdarah- jaringan sel epitel.
berlendir, kram perut,
dan demam.

EPEC Usus kecil Diare infantile, mirip Perlengketan dan


dengan salmonellosis perusakan sel epitel.
dengan demam, mual,
dan muntah.

EHEC Usus besar Kolitis hemoragik, nyeri Verotoksin


perut hebat, diare (sitotoksin TS I dan
berair dilanjutkan II.
dengan pengeluaran
banyak darah.

Sember: Arisman, 2009

b. Escherechia coli yang menyebabkan infeksi ekstraintestin

1) Escherechia coli Uropatogenik (UPEC)

Radji (2010) menyatakan bahwa UPEC menyebabkan 90% infeksi

saluran kemih. Bakteri sebelumnyan berkolonisasi dari tinja atau

daerah dekat perineum saluran urin kemudian masuk ke dalam

kandung kemih. UPEC dapat berkolonisasi di kandung kemih


penderita melalui bantuan adhesion. Wanita memiliki kemungkinan

empat belas kali lebih besar terinfeksi UPEC dibandungkan dengan

pria, karena saluran uretra wanita lebih pendek (Radji, 2010).

2) Escherechia coli Meningitis Neonatus (NMEC)

NMEC menyebabkan infeksi meningitis pada bayi.Antigen K1

adalah factor virulensi utama, dimana antigen tersebut dapat

menghambat fagositosis, reaksi komplemen, dan respon reaksi

imunitas hospes.Perjalanan infeksi terjadi setelah Escherechia

colimasuk kedalam pembbuluh darah kemudian masuk ke dalam

sel-sel otak.(Radji, 2010).

7. Pertubuhan Bakteri

Menurut Maloha (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

bakteri Escherechia coli adalah :

a. Suhu

Saluran reaksi kimia dalam proses pertumbuhan dipengaruhi oleh suhu

sehingga suhu sangat mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Suhu

optimum adalah suhu yang menyebabkan suatu bakteri dapat tumbuh

dengan cepat. Setiap bakteri memiliki suhu optimum, minimum, dan

maksimum untuk pertumbuhannya. Aktifitas enzim akan berhenti ketika

suhu dibawah suhu minimum dan diatas suhu maksimum, bahkan pada

suhu yang terlalu tinggi akan terjadi denaturasi enzim. Suhu optimum
Escherechia coli untuk tumbuh adalah 37𝑜 𝐶, sedangkan interval suhu

untuk pertumbuhan adalah 10𝑜 𝐶 − 40𝑜 𝐶.

b. pH

Nilai pH medium sangat mempengaruhi bertumbuhan bakteri. Setiap

spesies memiliki pH optimum yang berbeda-beda untuk dapat tumbuh

dilingkungan asam atau basa. Bakteri harus mampu mempertahankan

pH intasel 7,5. Nilai pH optimum pada pertumbuhan Escherechia coli

adalah 7,0-7,5 dengan pH nimuman 4,0 dan pH 8,5.

c. Nutrien

Escherechia coli termasuk bakteri heterotrof yaitu bakteri yang hidup

dngan memperoleh makanan berupa zat organik dari lingkungannya

karena tidak dapat menyusun sendiri zat organik yang dibutuhkannya.

Unsur kimia utama yang dibutuhkan sebagai nitrien untuk pertumbuhan

sel dan membetuk energi yaitu karbon, hydrogen, nitrogen, fosfat, dan

sulfur. Escherechia coli tumbuh dengan baik pada medium yang

mengandung glukosa. Selain itu, Escherechia coli juga membutuhkan

natrium, magnesium, dan cuprum (tembaga).

d. Kebutuhan Oksigen

Bakteri Escherechia coli termasuk bakteri fakultatif, yaitu bakteri yang

tumbuh di dalam udara atmosfer dan juga dapat tumbuh secara

anaerob, bakteri Escherechia coli mendapatka energin melalui

fermentasi.
e. Waktu Generasi

Yang dibutuhkan tiap mikroba untuk membelah diri atau berkembang

biak disebut waktu generasi. Waktu generasi tiap organisme berbeda-

beda. Pada media yang memiliki nutrien yang cukup singkat, waktu

generasi Escherechia coli membelah diri menjadi dua sel.

8. Fase-fase Pertumbuhan bakteri

Sebuah grafik yang menggambarkan jumlah organisme dalam suatu

populasi yang berkembang dari waktu ke waktu dikenal sebagai kurva

pertumbuhan. Terdapat empat fase pertumbuhan bakteri menurut

Wulandari 2010) yaitu :

a. Fase Lamban (Lag Phase)

Fase yang terjadi antara beberapa jam tergantung pada umur dan sel

inoculum, spesies, dan lingkungannya. Waktu pada phase leg ini

dibutuhkan untuk kegiatan metabolism dalam penyesuaian diri dengan

kondisi pertumbuhan dalam lingkungan yang baru.

b. Fase Eksponensial (Log Phase)

Setelah berhadaptasi dengan kondisi baru, sel-sel ini akan umbuh dan

membelah diri secara eksponensial sampai jumlah maksimum yang

dapat dibantu oleh kondisi lingkungan yang di capai.

c. Fase Stasioner (Stasionary Phase)


Pertumbuhan populasi mikroorganisme biasanya dibatasi oleh

habisnya nutrisi yang tersedia, akibatnya kecepatan pertumbuhan

menurun dan pertumbuhan akhirnya terhenti dan pada titik ini

dikatakan sebagai fase tetap (stasionary phase). Komposisi sel-sel pada

fase ini berbeda dibandingkan dengan sel-sel saat fase eksponensial dan

umumnya lebih tahan terhadap perubahan panas, dingin maupun

radiasi.

d. Fase Kematian (Dheath Phase)

Sel-sel pada fase tetap, akhirnya akan mati jika tidak dipindahkan ke

media lainnya. Sebagaimana pertumbuhan, kematian sel digambarkan

oleh jumlah sel-sel yang hidup terhadap waktu, kecepatan kematian

berbeda-beda tergantung dari lingkungan dan spesies mikroorganisme.

C. Antimikroba

Antimikorba adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, zat

tersebut memiliki khasiat atau kemampuan untuk mematikan/menghambat

pertumbuhan kuman sedangkan toksisitas terhadap manusia relative kecil.

Pernyataan tentang definisi antimikroba menurut Waluyo (2004), antimikroba

merupakan suatu zat-zat kimia yang diperoleh/dibentuk dan dihasilkan oleh

mikroorganisme, zat tersebut mempunyai daya penghambat aktifitas

mikororganisme lain meskipun dalam jumlah sedikit. Pengertian antimikroba

menurut Entjang (2003) dalam Rostinawati (2009), antimikroba adalah zat

kimia yang dihasilkan oleh suatu mikroba yang mempunyai khasiat

antimikroba.
D. Metode Kepekaan Kuman

Menurut Jawetz et al., (2012), uji kepekaan kuman merupakan

penentuan kerentanan patogen bakteri terhadap obat-obatan antimikroba.

Uji kepekan kuman dapat dilakukan dengan salah satu metode utama yaitu

metode dilusi atau metode difusi. Metode-metode tersebut dapat dilakukan

untuk memperkirakan potensi antibiotik dengan menggunakan organisme

uji standar yang tepat dan sampel obat tertentu untuk perbandingan.

Adapun metode dilusi dan difusi adalah sebagai berikut:

1. Metode Dilusi

Zat antikmikroba dimasukkan ke dalam medium bakteriologi baik itu

medium padat atau cair. Umumnya di lakukan pengenceran dua kali

lipat zat antimikroba. Langkah selanjutnya medium di inokulasi dengan

bakteri yang di uji. Tujuan akhirnya adalah mengetahui seberapa banyak

jumlah zat antimikroba yang di perlukan untuk menghambat

pertumbuhan atau membunuh bakteri yang di uji. Uji kerentanan dilusi

membutuhkan waktu yang banyak, dan kegunaannya terbatas pada

ketentuan – ketentuan tertentu ( Nurkalimah,2011)

2. Metode Difusi

Metode yang paling sering di gunakan adalah metode difusi cakram.

Cakram kertas filter yang telah mengandung obat di tempatkan di atas


permukaan medium padat yang telah di inokulasi pada permukaan

dengan organisme uji. Setelah inkubasi, diameter zona jernih inhibisi di

sekitar cakram di ukur sebagai ukuran kekuatan inhibisi obat melawan

organisme uji tertentu dengan menggunakan penggaris atau jangka

sorong/caliper (Nurkalimah, 2011).


BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Bagan Kerangka Konsep

biji kelor (Moringa oleifera)

Terpenoid Flavanoid Xanthone Tanin

Mendenaturasi protein
Merusak porin sel bakteri dan Membuat sel bakteri Merusak membran sel
merusak mengalami lisis bakteri

membran sel

Bakteri Escherichia
coli

Menghambat
Pertumbuhan
Escherichia coli

Gambar III.1 Kerangka Konsep Penelitian


B. Keterangan Bagan Kerangka Konsep

Biji kelor (Moringa oleifera)memiliki kandungan mangostin, terpenoid,

xanthon dan tanin yang dapat berfungsi sebagai antimikroba. Pada penelitian ini

Biji kelor diekstraksi menjadi ekstrak Biji kelor yang kemudian akan diujikan pada

biakan Escherichia coli dengan menggunakan uji kepekaan metode difusi yang

bertujuan untuk mengetahui apakah struktur dan komponen membran sel

bakteri terganggu sehingga terbentuk zona hambat pertumbuhan pada bakteri

tersebut.

C. Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh pemberian ekstrak biji kelor (Moringa oleifera) terhadap

pertumbuhan bakteri Escherichia coli.


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan (desain) Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan metode eksperimental laboratorium dengan

post test control group only. Untuk melihat efek ekstrak biji kelor (Moringa

oleifera) terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli.

P1
K1 O1

P2
K2 O2

B M1
P3
K3 O3

K4 P4 O4

P5
K5 O5

K6 P6 O6

Gambar IV.1: Skema Rancangan Penelitian

Keterangan :
B : Biakan bakteri Escherichia coli

M1 : Media Muller Hinton Agar

K1 : Kelompok kontrol positif, ekstrak biji kelor (Moringa oleifera) dengan

konsentrasi 100%

K2 : Kelompok kontrol negatif, menggunakan aquades steril

K3 : Kelompok perlakuan 1, ekstrak biji kelor (Moringa oleifera) dengan

kosentrasi 30%

K4 : Kelompok perlakuan 2, ekstrak biji kelor (Moringa oleifera)dengan

kosentrasi 45%

K5 : Kelompok perlakuan 3, ekstrak biji kelor (Moringa oleifera) dengan

kosentrasi 60%

K6 : Kelompok perlakuan 4, ekstrak biji kelor (Moringa oleifera) dengan

kosentrasi 75%

P1 : Perlakuan 1, yakni kontak paper disc dengan ekstrak biji kelor (Moringa

oleifera) konsentrasi 100% dan diinkubasi selama 24 jam

P2 : Perlakuan 2, yakni kontak paper disc dengan kontrol negatif berupa

aquades steril dan di inkubasi selama 24 jam

P3 : Perlakuan 3, yakni kontak paper disc dengan ekstrak biji kelor (Moringa

oleifera) konsentrasi 30% dan di inkubasi selama 24 jam

P4 : Perlakuan 4, yakni kontak paper disc dengan ekstrak biji kelor (Moringa

oleifera) konsentrasi 45% dan di inkubasi selama 24 jam


P5 : Perlakuan 5, yakni kontak paper disc dengan ekstrak biji kelor (Moringa

oleifera) konsentrasi 60% dan di inubasi selama 24 jam

P6 : Perlakuan 6, yakni kontak paper disc dengan ekstrak biji kelor (Moringa

oleifera) konsentrasi 75% dan di inubasi selama 24 jam.

O1 : Observasi hasil perlakuan dengan ekstrak biji kelor (Moringa oleifera)

konsentrasi 100%

O2 : Observasi hasil perlakuan dengan aquades steril

O3 : Observasi hasil perlakuan dengan ekstrak biji kelor (Moringa oleifera)

konsentrasi 30%

O4 : Observasi hasil perlakuan dengan ekstrak biji kelor (Moringa oleifera)

konsentrasi 45%

O5 : Observasi hasil perlakuan dengan ekstrak biji kelor (Moringa oleifera)

konsentrasi 60%

O6 : Observasi hasil perlakuan dengan ekstrak biji kelor (Moringa oleifera)

konsentrasi 75%

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2017 di Laboratorium

Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

C. Populasi dan Sampel/Subyek Penelitian


1. Populasi

Biakan murni Escherichia coli yang tersedia di Laboratorium

Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

2. Sampel

a. Besar Sampel

Jumlah ulangan dari tiap perlakuan akan dihitung menggunakan

rumus Federer. Kelompok perlakuan berjumlah empat (30%, 45%, 60%,

75%) dan kontrol positif dan negatif.

(n-1)(t-1) ≥ 15

Keterangan:

n = banyak pengulangan

t = jumlah kelompok perlakuan = 6

(n-1)(t-1) ≥ 15

(n-1)(6-1) ≥ 15

(n-1)(5) ≥ 15

5n-5 ≥ 15

5n ≥ 20

n≥4

Berdasarkan perhitungan tersebut, maka jumlah sampel

yang diperlukan adalah 4 untuk setiap kelompok perlakuan.


b. Prosedur dan Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel sebanyak 24 sampel dengan ketentuan setiap

kelompok perlakuan terdiri dari 4 agar plate.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

a. Ekstrak biji kelor (Moringa oleifera) dan biakan murni Escherichia coli.

2. Variabel Terikat

a. Diameter zona hambat.

3. Variabel Kontrol

Media Mueller Hinton Agar, metode pembiakan, suhu inkubasi, waktu

inkubasi dan ukuran cakram disk.

E. Definisi Operasional

1. Ekstrak biji kelor (Moringa oleifera)

Hasil dari proses pengolahan bahan-bahan aktif yang terkandung dalam

biji kelor (Moringa oleifera) yang bersifat antimikroba.

2. Konsentrasi ekstrak biji kelor (Moringa oleifera) dicairkan hingga

didapatkan konsentrasi 30%, 45%, 60%, dan 75%. Larutan konsentrasi biji

kelor (Moringa oleifera), yang dibuat adalah berasal dari 10 ml pada tiap-

tiap konsentrasi.

3. Indikasi Sensitif dan Resisten


Antimikroba yang berasal dari bahan alami dikatakan sensitif bila mampu

menghasilkan zona hambat, dan dikatakan resisten bila tidak menghasilkan

zona hambat.

4. Escherichia coli

Kuman atau bakteri berbentuk batang dan bersifat Gram negatif.

Escherichia coli merupakan flora normal yang terdapat pada saluran

pencernaan manusia dan hewan namun dapat menghasilkan racun sehingga

menyebabkan infeksi serius pada manusia. Suspensi bakteri tersebut

kekeruhannya disetarakan dengan standar McFarland 0,5 yang setara

dengan 108 CFU/ml.

5. Media Mueller-Hinton

Jenis media yang umum digunakan dalam uji sensitivitas bakteri.

6. Metode Pembiakan

Metode penanaman atau memperbanyak bakteri menggunakan teknik

swab yakni mengoleskan suspensi bakteri secara merata pada permukaan

Mueller Hinton Agar yang digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri.

7. Suhu Inkubasi

Suhu inkubasi adalah suhu kamar (370C) yang telah ditentukan untuk

membiakkan bakteri di dalam inkubasi.

8. Waktu Inkubasi

Waktu 24 jam yang diperlukan bakteri untuk memperbanyak diri atau

melakukan pembelahan sel hingga mencapai fase eksponensial,


F. Prosedur Penelitian

1. Alur Prosedur Penelitian

a. Tahap Persiapan 1

Pembuatan media Mueller Hinton cair pada erlenmeyer yang

kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf. Setelah proses sterilisasi

maka media Mueller Hinton cair dituangkan pada masing-masing petri

disk yang akan digunakan dalam penelitian.

b. Tahap Persiapan 2

Ekstrak biji kelor (Moringa oleifera) didataptkan dari laboratorium di

Batu.

c. Tahap Perlakuan

1) Melakukan proses penanaman kuman dengan metode swab,

yaitu dengan mencelupkan cotton swab ke dalam masing-masing

suspensi kuman Escherichia coli kemudian diusapkan merata

pada permukaan media Mueller Hinton Agar plate.

2) Mencelupkan paper disk steril pada ekstrak biji kelor (Moringa

oleifera) dengan pelarut dengan konsentrasi 30%, konstrasi 45%,

konstrasi 60% dan konsentrasi 75%.

3) Meletakkan paper disk yang telah dicelupkan kedalam ekstrak

biji kelor (Moringa oleifera) dengan masing-masing konsentrasi

(30%, 45%, 60%, 75%) pada petri disk yang berisi Muller Hinton

Agar dan bakteri.


4) Menginkubasi petri disk pada inkubator dengan suhu 370C

selama 24 jam.

5) Setelah 24 jam, mengamati zona hambat yang terbentuk di

sekeliling paper disk.

6) Mengukur diameter zona hambat yang terbentuk

menggunakan penggaris.

d. Tahap Penyelesaian

Petri disk yang telah digunakan dan mengandung bakteri

direbus dalam air panas dengan suhu ±1000C dengan tujuan agar

bakteri tersebut mati. Setelah direbus, petri disk tersebut dicuci

dan kemudian disterilkan di autoklaf.

G. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan uji statistik parametrik

menggunakan uji One Way ANOVA dilanjutkan dengan uji Least Significant

Difference (LSD) bila ada perbedaan, untuk mengetahui dimana

perbedaannya. Analisa data dilakukan dengan menggunakan program SPSS.

Anda mungkin juga menyukai