Laporan Praktikum
Disusun oleh :
Kelompok 3 Offering I 2017
Biji yang sudah dikecambahkan selama 1-2 hari dipanen dan dibungkus dengan kain kasa.
Tiap kantong kasa berisi 20 gram kecambah dan ditimbang
1.Disiapkan jar yang akan digunakan sebagai bejana reaksi, masing-masing kelompok 1
jar, dan diisi dengan 50 ml larutan KOH 1 mM.
1.Kantong kecambah yang telah dibuat digantung dengan benang kasur di dalam jar.
Kantong tersebut dikuatkan dengan karet gelang pada bagian luar labu sehingga tidak
menyentuh larutan kalium. Lakukan dengan cepat, sehingga larutan kalium tidak terpapar
udara terlalu lama.
1.Mulut jar ditutup dengan plastic dan karet sehingga tidak ada udara dari luar jar yang
masuk.
diberikan 3 perlakuan, yaitu jar yang diletakkan pada suhu ruang, suhu rendah, serta suhu
tinggi
1. untuk kontrol adalah jar yang diisi larutan KOH, ditutup dan diinkubasi sama dengan
perlakuan, tanpa kecambah.
1.Untuk mengukur laju respirasi, disiapkan perlengkapan titrasi dan larutan HCl 0,5 M
sebanyak 100 ml.yang dibuat dari pengenceran larutan stok HCl 1 M.
1.Sebelum dipasang, Buret diperiksa apakah dapat membuka dan menutup dengan baik, dan juga
bocor atau tidak.
1.Buret dipasang pada statif dan diisi dengan larutan HCl 0,5 M.
1.Jar dikeluarkan dari tempat inkubasi dan dan kecambah dikeluarkan dari jar
Ditambahkan 4 tetes larutan phenolphthalein 1% pada larutan kalium (homogenasi dengan gerakan
memutar/mengaduk pada labu).
1.jar dipasang dibawah buret, dan mulai dilakukan titrasi. Tiap penambahan 1 ml HCl 0,5 M,
bejana digoyang-goyangkan.
1.Titrasi dilakukan sampai warna phenolphthalein (pink) yang terbentuk hilang dan volume HCl
0,5 M yang ditambahkan dicatat.
1.Laju respirasi dihitung melalui persamaan dibawah ini dengan satuan ml HCl/gram jam.
∆ 𝑚𝑙 𝐻𝐶𝑙 0,5 𝑀
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖 =
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑐𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ × 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑖𝑛𝑘𝑢𝑏𝑎𝑠𝑖 (𝑗𝑎𝑚)
HASIL PENGAMATAN
Tabel rata-rata volume HCl peniter
Volume HCl peniter
Perlakuan Suhu
Titrasi 1 Titrasi 2 Total
Suhu Dingin 21,9 ml 34,2 ml 56,1 ml 21˚C
Suhu Panas 36,5 ml 34,5 ml 71 ml 32˚C
Suhu Ruang 41 ml 48,5 ml 89,5 ml 29˚C
Kontrol 49 ml 56 ml 105 ml 26˚C
ANALISIS DATA
Reaksi:
- 2 KOH + CO2 K2CO3 + H2O
- BaCl2 + K2Cl3 BaCO3 + 2 KCl
Yang dititer:
KOH sisa (yang tidak mengikat CO2)
KOH + HCl KCl + H2O
PEMBAHASAN
Transpirasi, fotosintesis dan respirasi termasuk proses metabolism tumbuhan yang
umum dikenal. Transpirasi dapat diartikan sebagai proses kehilangan air dalam bentuk uap
air dari jaringan tumbuhan melalui mulut daun (stomata). Transpirasi berlangsung selama
tumbuhan hidup. Keuntungan yang didapat dari proses ini adalah, mempercepat laju
pengangkutan unsure hara melalui pembuluh xilemakar, menjaga turgiditas sel tumbuhan
agar kondisinya tetap optimal dan sebagai usaha mempertahankan stabilitas suhu daun
(Lakitan, 2008).
Respirasi aerob ialah suatu proses pernafasan yang membutuhkan oksigen dari
udara. Jika fotosintesis merupakan proses penyususnan (anabolisme) maka pernafasan
merupakan proses pembongkaran (katabolisme). Jika gula heksosa diambil sebagai bahan
bakar dan pembakaran itu merupakan oksigen bebas, maka reaksi keseluruhannya dapat
dituliskan sebagai berikut : C6H12O6 + 6 O2 6CO2 + 6H2O + 675 kal (Dwidjoseputro,
1980).
Pada praktikum respirasi pada tumbuhan ini kecambah dibungkus dengan kain kasa.
Kain kasa memiliki pori-pori yang cukup besar sehingga dapat digunakan untuk memberi
ruang atau celah yang dapat dilewati oleh oksigen dan karbon dioksida pada saat proses
respirasi. Kecambah dimasukkan kedalam botol yang ditutup rapat agar tidak ada gangguan
dari luar yang dapat mempengaruhi hasil pengamatan seperti oksigen dari luar yang masuk
kedalam botol dan tidak ada karbondioksida yang keluar dari botol yang berisi larutan KOH.
Larutan didalam botol merupakan larutan basa kuat, KOH berfungsi sebagai larutan yang
dapat berikatan dengan karbondioksida hasil dari respirasi kecambah. KOH yang mengikat
karbondioksida akan membentuk kalium bikarbonat yang merupakan karbondioksida
terlarut. Persamaan reaksinya sebagai berikut :
KOH + CO2 K2CO3 + H2O
Senyawa asam yang digunakan adalah asam kuat HCl. Fungsi titrasi ini untuk
mengetahui jumlah CO2 yang terikat NaOH. Penambahan BaCl berfungsi untuk
mengendapkan karbondioksida yang telah diikat oleh KOH. Persamaan reaksinya dapat
dituliskan sebagai berikut :
BaCl2 + K2CO3 BaCO3 + 2 KCl
Larutan yang awalnya berwarna bening kemudian berubah menjadi keruh hal ini
disebabkan karena terbentuk endapan putih dari hasil penambahan larutan BaCl2. Kemudian
larutan tersebut diteteskan indikator fenolptalein (indicator pp). Indikator yang berwarna
merah ini menyebabkan perubahan warna pada larutan menjadi merah muda. Indikator pp
berfungsi untuk memudahkan mengamati perubahan warna ketika larutan dititrasi. Setelah itu
larutan dititrasi dengan asam kuat yaitu HCl hingga larutan berubah warna menjadi bening
kembali. Warna dapat kembali bening menunjukkan bahwa larutan basa telah bereaksi
sempurna dengan asam sehingga larutan menjadi netral. Larutan yang dititrasi adalah KOH
sisa yaitu KOH yang tidak berikatan dengan CO2. Persamaan reaksinya sebagai berikut :
KOH + HCl KCl + H2O
Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat bahwa suhu turut berpengaruh terhadap
laju respirasi aerob. Rangkaian praktikum respirasi yang diletakkan di suhu kamar dapat
dihitung jumlah CO2 yang dilepaskan dengan melihat banyaknya HCl yang dibutuhkan saat
titrasi. Kecambah yang diletakkan pada suhu kamar jumlah volume HCl pada saat titrasi
adalah 89,5 ml. Kecambah yang ditempatkan pada kulkas (suhu dingin) volume HCl pada
saat titrasi adalah 56,1 ml. Sedangkan kecambah yang ditempatkan di inkubator volume HCl
pada saat dititrasi adalah 71 ml. Hal ini berarti bahwa respirasi pada tumbuhan lebih efektif
jika diletakkan pada suhu dingin. Hasil praktikum ini sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Sunu dan Wartoyo (2006) bahwa penyimpanan dalam suhu rendah mampu
mempertahankan kualitas tanaman, memperpanjang masa simpan hasil pertanian karena
dapat menurunkan proses respirasi, memperkecil transisi, menghambat perkembangan
mikrobia.
Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor Q10,
dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar
10oC, namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies. Bagi sebagian besar bagian
tumbuhan dan spesies tumbuhan, Q10 respirasi biasanya 2,0 sampai 2,5 pada suhu antara 5
dan 25°C. Bila suhu meningkat lebih jauh sampai 30 atau 35°C, laju respirasi tetap
meningkat, tapi lebih lambat, jadi Q10 mulai menurun. Penjelasan tentang penurunan Q10
pada suhu yang tinggi ini adalah bahwa laju penetrasi O2 ke dalam sel lewat kutikula atau
periderma mulai menghambat respirasi saat reaksi kimia berlangsung dengan cepat. Difusi
O2 dan CO2 juga dipercepat dengan peningkatan suhu, tapi Q10 untuk proses fisika ini hanya
1,1, jadi suhu tidak mempercepat secara nyata difusi larutan lewat air. Peningkatan suhu
sampai 40°C atau lebih, laju respirasi malahan menurun, khususnya bila tumbuhan berada
pada keadaan ini dalam jangka waktu yang lama. Nampaknya enzim yang diperlukan mulai
mengalami denaturasi dengan cepat pada suhu yang tinggi, mencegah peningkatan metabolik
yang semestinya terjadi. Pada kecambah kacang kapri, peningkatan suhu dari 25°C menjadi
45°C mula-mula meningkatkan respirasi dengan cepat, tapi setelah dua jam lajunya mulai
berkurang. Kemungkinan penjelasannya ialah jangka waktu dua jam sudah cukup lama untuk
merusak sebagian enzim respirasi. (Salisbury & Ross, 1995).
KESIMPULAN
Transpirasi dapat diartikan sebagai proses kehilangan air dalam bentuk uap air dari
jaringan tumbuhan melalui mulut daun (stomata). Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat
bahwa suhu turut berpengaruh terhadap laju respirasi aerob. Rangkaian praktikum respirasi
yang diletakkan di suhu kamar dapat dihitung jumlah CO2 yang dilepaskan dengan melihat
banyaknya HCl yang dibutuhkan saat titrasi. Penyimpanan dalam suhu rendah mampu
mempertahankan kualitas tanaman, memperpanjang masa simpan hasil pertanian karena
dapat menurunkan proses respirasi, memperkecil transisi, menghambat perkembangan
mikrobia.
DAFTAR RUJUKAN
Azmin, N., Sugiyarto dan Marsusi. 2015. Pertumbuhan Carica (Carica pubescens) dengan
Perlakuan Dosis Pupuk Fosfor dan Kalium untuk Mendukung Keberhasilan
Transplantasi di Lereng Gunung Lawu. EL-Vivo. Vol 3 (1):34- 40.
Campbell, N. A., Reece, J. B., Urry, L. A., Cain, M. L., Wasserman, S. A., Minorsky, P. V.,
& Jackson, R. B. 2012. Biologi, Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Dwidjoseputro, D. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT Gramedia.
Irawan, M., & Anwari. 2007. Glukosa dan Metabolisme Energi. Polton Sports Science &
Performance Lab. Volume 01. No. 06.
Lakitan, B. 2008. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Edisi1.Jakarta.: PT. Raja Grafindo
Persada.
Salisbury, F., & Ross, C. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung: Institut Teknologi
Bandung.
Setiowati, T. dan Furqonita, D. 2007. Biologi Interaktif. Jakarta Timur: Azka Press.
Sunu, P., &Wartoyo. 2006. Buku Ajar Dasar Hartikultura. Semarang : Universitas Negeri
Semarang.
LAMPIRAN
Larutan KOH setelah perlakuan yang akan dititrasi Pengukuran suhu larutan KOH
Gelas B (suhu ruang) pada Gelas B (suhu ruang) Gelas B (suhu ruang)
saat dititrasi sebelum dititrasi pada saat dititrasi