Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Munculnya etika profesi berasal dari terjadinya banyak penyimpangan perilaku dari
penyandang profesi terhadap sistem nilai, norma, aturan ketentuan, yang berlaku dalam
profesinya. Tidak adanya komitmen pribadi dalam melaksanakan tugas, tidak jujur, tidak
bertanggungjawab, tidak berdedikasi, tidak menghargai hak orang lain, tidak adil dan
semacamnya.

Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasaYunani) yang berarti karakter, watak
kesusilaan atau adat istiadat / kebiasaan yang baik. Sebagai suatu subyek, etika akan
berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai
apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik dan
tanggung jawab.

Menurut Martin (1993), etika didefinisikan sebagai “the discipline which can act as the
performance index or reference for our control system”. Dengan demikian, etika akan
memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di
dalam kelompok sosialnya. Sehingga etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self
control”, Karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan
kelompok sosial (profesi) itu sendiri.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia etika adalah: 1) Ilmu tentang apa yang baik dan
yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral. 2) Kumpulan asas / nilai yang berkenaan
dengan akhlak 3) Nilai mengenai yang benar dan salah yang dianut masyarakat.

Perkembangan etika dimulai dari studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan


kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai
manusia dalam kehidupan pada umumnya. kelompok profesional merupakan kelompok yang
berkeahlian dan berkemahiran yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang

1
berkualitas dan berstandar tinggi yang dalam menerapkan semua keahlian dan kemahirannya
yang tinggi itu hanya dapat dikontrol dan dinilai dari dalam oleh rekan sejawat, sesama
profesi sendiri.

Etika dalam kehidupan keseharian, sesuatu yang tidak bisa dilepaskan.Apalagi dengan
perkembangan kehidupan sosial ekonomi budaya dan teknologi yang mendorong munculnya
gejala-gejala moral yang fenomenal. Dalam dunia bisnis/profesinal, etika merupakan prinsip-
prinsip moralitas yang mengatur dan menjadi pedoman bagi parapelaku bisnis/profesi.

Mengingat begitu pentingnya etika,hampir semua profesi yang ada saat ini memiliki kode
etika profesi yang dituangkan ke dalam bentuk peraturan tertulis. Tentu saja memiliki sanksi
sebagaimana peraturan lainnya bagi pelaku yang dianggap melanggarnya.

Islam sebagai agama yang kaffah, yang mengatur kehidupan umatnya secara menyeluruh
dan mendetail, juga banyak memberikan pengajaran mengenai etika profesi melalui Al Quran
dan Hadist. Dengan etika profesi diharapkan kaum profesional dapat bekerja sebaik
mungkin, serta dapat mempertanggungjawabkan tugas yang dilakukan dari segi tuntutan
pekerjaannya. Islam – sebagai agama universal – pun menawarkan konsep yang
komprehensif tentang persoalan ini. Nilai-nilai pengajaran mengenai etika profesi itu
haruslah diaplikasikan oleh umat Islam sebagai bentuk pengabdian dan iman pada Allah
SWT.

Maka bagaimana Islam mengatur etika profesi? Makalah ini akan memberi penjelasan
mengenai hal tersebut.

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH

Dari latar belakang di atas, dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Apa saja pekerjaan dan profesi dalam Islam?


2. Apa pengertian etika, etos kerja dan etika profesi?
3. Apa saja profesi yang perspektif dan prospektif dalam pandangan Islam?
4. Apa landasan etika profesi dalam pandangan Islam?

2
5. Bagaimana etika profesi yang islami?

1.3 MANFAAT PENULISAN

Makalah ini memiliki beberapa manfaat penulisan, di antaranya:

1. Memberi pengetahuan yang mumpuni kepada para pembaca mengenai pekerjaan dan
profesi dalam Islam.
2. Memberi khazanah ilmu yang mendalam mengenai pengertian etika, etos kerja, dan
etika profesi.
3. Menjelaskan pembaca mengenai profesi yang perspektif dan prospektif dalam
pandangan Islam agar dapat diambil hikmahnya untuk kehidupan sehari-hari.
4. Memberikan penjelasan mengenai landasan etika profesi dalam perspektif Islam.
5. Memberi penjelasan yang komprehensif mengenai etika profesi dalam Islam agar
dapat dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari oleh para pembaca khususnya
Muslim.

3
BAB II

PEMBAHASAN DAN ISI

2.1 PROFESI DAN PEKERJAAN DALAM PANDANGAN ISLAM

1. PEKERJAAN DALAM AL-QURAN

Di dalam al-Quran terdapat lebih dari 100 ayat yang berbicara tentang profesi dan
kerja diantaranya:

Firman Allah swt:

ٌ ‫ح فِ ي ظ ٌ عَ ل ِ ي م‬ ْ ‫ق َ ا َل ا ْج ع َ ل ْ ن ِ ي ع َ ل َ ٰى َخ َز ا ئ ِ ِن‬
ِ ‫اْل َ ْر‬
َ ‫ض ۖ إِن ِي‬

Yusuf: “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah


orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan”. (QS. Yusuf: 55)

Firman Allah swt:

‫اْل َ ِم ي ُن‬
ْ ‫ي‬ َ ‫خ ي ْ َر َم ِن ا سْ ت َأ ْ َج ْر‬
ُّ ‫ت ال ْ ق َ ِو‬ َ ‫ت ا سْ ت َأ ْ ِج ْر ه ُ ۖ إ ِ َّن‬
ِ َ ‫ت إ ِ ْح د َ ا ه ُ َم ا ي َ ا أ َب‬
ْ َ‫قَال‬

Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita)
ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”. (QS. Al-Qashash: 26)

Kepedulian terhadap etika profesi bertitik tolak dari mafhum firman Allah:

‫ب‬ َ ْ ‫ك ش َ ِه ي د ًا ع َ ل َ ٰى ٰه َ ُؤ ََل ِء ۚ َو ن َ َّز ل ْ ن َا ع َ ل َ ي‬


َ ‫ك ال ْ ِك ت َا‬ َ ِ ‫س ِه ْم ۖ َو ِج ئ ْ ن َا ب‬ ِ ُ ‫ث ف ِ ي ك ُ ل ِ أ ُ َّم ةٍ ش َ ِه ي د ًا ع َ ل َ ي ْ ِه مْ ِم ْن أ َن ْ ف‬
ُ َ ‫َو ي َ ْو مَ ن َ ب ْ ع‬
‫ي ٍء َو ه ُ د ًى َو َر ْح َم ة ً َو ب ُ شْ َر ٰى ل ِ ل ْ ُم سْ ل ِ ِم ي َن‬ ْ َ‫ت ِ ب ْ ي َ ا ن ً ا لِ ك ُ لِ ش‬

(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang
saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad)
menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al

4
Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar
gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS. An-Nahl: 89).

Al-Quran menjelaskan apa yang dibutuhkan manusia dalam kehidupannya. Ini


menunjukkan pentingnya mengaitkan kerja dengan dasar-dasar islam, karena dasar-
dasar islam datang dengan membawa sesuatu yang mengandung kebaikan dalam
kehidupan manusia di dunia dan di akhirat nanti.

Maka setiap pekerjaan mubah yang orang muslim bekerja di dalamnya dengan
niat baik untuk membangun masyarakat islam, atau membantu kaum muslimin maka
ia menanam untuk akhirat, apakah pekerjaan itu bersifat, syar’iyyah, ilmiah, industry,
administrasi, pendidikan atau lainnya. Nabi saw bersabda:

Sesungguhnya amal-amal itu bergantung pada niat, dan masing-masing orang


mendapatkan apa yang ia niatkan. (HR. Bukhari, Muslim dari Umar)

2. PARA NABI DAN PEKERJAAN

Cakupan islam yang luas ini adalah salah satu prinsip dasar bagi akidah islam dan
kebudayaan islam.

Imam Muhammad ibn hasan al-Syaibani berkata:

Nabi Nuh as adalah seorang tukang kayu, dia memakan dari hasil usahanya. Isris
as adalah penjahit, Ibrahim penjual pakaian, Daud memakan dari hasil karyanya
(pembuat baju besi), sulaiman pengerajin membuat miktal dari daun kurma (atau juga
kelapa dan pandan), dan dia makan dari situ. Zakariya seorang tukang kayu, isa as
memakan dari hasil tenun ibunya! (Al-Kasb, 35-36)

Sunnah datang sebagai aplikasi dari etika profesi, dimana Rasul pada saat muda
bekerja sebagai buruh menggemlakan kambing milik penduduk Makkah, dan beliau
menjelaskan bahwa semua nabi pernah menggembalakan kambing.1 Kemudian

1
HR. Bukhari dari Abu Hurairah

5
bekerja menjualkan barang dagangan milik Khadijah “sebelum menjadi Nabi- dan ia
sukses dalam pergadangannya itu. Lalu sang majikan menawarkan dirinya untuk
dinikahi seraya mengatakan:

Wahai anak paman, aku menginginkanmu karena kekerabatanmu, dan


pertengahanmu dalam kaummu, amanahmu, bagusnya akhlakmu dan jujurnya
ucapanmu.2

Ibnulqayyim berkata:

Sesungguhnya Nabi menjual dan membeli, pembeliannya lebih banyak dari pada
penjualannya, beliau menyewakan dan menyewa sedangkan penyewaannya lebih
banyak dari pada menyewanya, ia bermudharabah dan bersyirkah, mewakilkan dan
menjadi wakil dan mewakilkannya lebih banyak, memberi hadiah dan diberi hadiah,
menghibahkan dan dihibahi, meminjam uang dan barang, memberi jaminan secara
umum dan khusus, mewakafkan dan memberi syafaat; terkadang diterima dan
terkadang ditolak.3 Begitu pula nabi saw mendorong untuk bekerja dan menjelaskan
bahwa bekerja adalah sebaik-baik mata penjaharian:

Tidaklah seseorang makan makanan lebih baik baginya dari pada memakan dari
hasil pekerjaan tangannya. Beliau bersabda: Daud memakan dari hadil pekerjaan
tangannya.4

Tidaklah mendapatkan rizki seseorang satu rizki yang lebih baik dari pada
pekerjaan tangannya, dan tidaklah seseorang berinfak untuk dirinya, istrinya, anaknya
dan pelayannya melainkan ia adalah sedekah.5

3. BEKERJA ADALAH JIHAD

Bahkan menganggapnya termasuk bagian dari pada jihad fi sabilillah:

2
Sirah Nabawiyyah, ibnu Hisyam 1/173
3
Zadul Ma’ad
4
HR. Bukhari, lafazh miliknya dalam Tarikh al-Kabir dari al-Miqdam
5
HR. Ibnu Majah dari al-Miqdam, hadits shahih.

6
Jika ia keluar bekerja untuk anaknya yang kecil-kecil maka dia fi sabilillah. Jika
dia keluar bekerjua untuk menafkahi kedua orang tuanya yang sepuh dan tua maka
dia fi sabilillah. Jika dia keluar bekerja untuk menfkahi dirinya , menjadikannya afif
(bersih) maka dia fi sabilillah. Jika ia keluar untuk riya` (pamer) dan persaingan
(gengsi) maka ia di jalan setan.6

Nabi menjelaskan barang siapa menggabungkan antara dunia dan akhirat maka itu
lebih baik dari pada mencukupkan pada salah satunya saja:

Bukanlah orang terbaik kamu orang yang meninggalkan dunianya untuk


akhiratnya dan tidak pula yang meninggalkan akhiratnya untuk dunianya, hingga ia
mendapatkan dari keduanya secara bersama-sama, karena dunia adalah bekal akhirat,
dan janganlah kalian menjadi beban atas orang lain.7

Imam Muhammad bin Hasan al-Syaibani dalam kitab al-Kasb menyebutkan


bahwa bekerja itu wajib atas setiap muslim, dan beliau panjang lebar menyebutkan
dalilnya.8

Imam Ahmad menafsiri sabda Nabi saw:

Kalau kalian bertawakkal kepada Allah sebenar-benar tawakkal niscaya Dia


memberi rizki kalian sebagaimana Dia memberi rizki bangsa burung, pagi hari
berangkat lapar sore hari pulang kenyang9

Dengan ucapannya: ini menunjukkan adanya usaha mencari bukan duduk (diam)

Imam Ahmad ditanya tentang ucapan seseorang: Aku duduk saja tidak perlu
bekerja sampai dating padaku rizkiku.

6
HR. Thabrani dari Ka’ab bin Ujrah dengan sanad shahih.
7
HR. Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq dari Anas, dishahihkan oleh Suyuthi dalam al-Hawi
8
ASy-Syaibani, al-Kasb, hlm. 32.
9
HR. Turmudzi dan Hakim dari Umar, mereka berdua menshahihkannya.

7
Maka beliau berkata: orang ini tidak tahu ilmu, tidakkah dia mendengar sabda
Nabi:

Sesunggunya Allah menjasikan rizkiku ada di bawah bayang-bayang tombakku?

Dan sabdanya:

Berangkat pagi hari lapar, pulang sore hari kenyang? Dan tidakkah dia tahu
bahwa dulu para murid Nabi berdagang di darat dan di laut serta bekerja di ladang
(kebun kurma) mereka, dan merekalah panutan.10

2.2 PENGERTIAN ETIKA, ETOS KERJA DAN ETIKA PROFESI

Kata etika berasal dari dua kata Yunani yang hampir sama bunyinya, namun berbeda artinya.
Pertama berasal dari kata ethos yang berarti kebiasaan atau adat, sedangkan yang kedua dari kata
ethos, yang artinya perasaan batin atau kencenderungan batin yang mendorong manusia dalam
perilakunya. Etika terbagi menjadi:

1) Etika Deskriptif

Yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku
manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai.
Etika Deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang
prilaku atau sikap yang mau diambil.

2) Etika Normatif

Yaitu etika yang mengajarkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya
dimiliki oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Etika Normatif juga memberi penilaian
sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan dilakukan.

3) Etika Umum

10
Al-Kattani/Muhammad, al-Taratib al-Idariyyah, 2/3

8
Mengajarkan tentang kondisi-kondisi dan dasar-dasar bagaimana seharusnya manusia
bertindak secara etis, bagaimana pula manusia bersikap etis, teori-teori etika dan prinsip-
prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolok ukur
dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat pula dianalogkan
dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori etika.

4) Etika Khusus

Merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan. Penerapan


ini bisa berwujud : Bagaimana seseorang bersikap dan bertindak dalam kehidupannya dan
kegiatan profesi khusus yang dilandasi dengan etika moral. Namun, penerapan itu dapat juga
berwujud Bagaimana manusia bersikap atau melakukan tindakan dalam kehidupan terhadap
sesama. Etika khusus ini dibagi menjadi etika individual yang memuat kewajiban manusia
terhadap diri sendiri dan etika sosial yang membicarakan tentang kewajiban manusia sebagai
anggota umat manusia.

Sementara itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etos kerja sama dengan semangat
kerja11. Etika adalah ilmu tentang manusia ditinjau dari segi baik dan buruk12, disebut pula
system of moral principles, rule of conduct, science of morals13, dan semua pernyataan itu
intinya tetap mengarah kepada nilai baik dan buruk, positif dan negatif. Karena penilaian baik
dan tidak baik itu subyektif maka teori tentang etika itu bermacam-macam.

Ada yang mengatakan perbuatan yang baik itu adalah sekiranya menimbulkan kelezatan
(hedonisme), ada yang berpendapat yang baik itu adalah yang sesuai dengan yang alami
(naturalisme), ada yang berpendapat yang baik itu adalah yang kuat (vitalisme) dan ada juga
yang mengatakan yang baik itu adalah melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Tuhan
(theologia)14 . Etika yang dimaksud di dalam tulisan ini adalah etika yang masuk ke dalam
katagori aliran Theologia, yaitu nilai baik dan tidak baik menurut Tuhan, dan bagi umat Islam
adalah Allah Swt yang telah menyampaikan hal tersebut melalui Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
Itulah Etika Islam yang lebih dikenal dengan nama akhlak.

11
Kamus BasarBahasa Indonesia Edisi Ketiga, Departeman Pendidikan Nasional, Balai Pustaka, Jakarta, 2001, hlm.
309
12
Barmawi Oemari, Materia Akhlak, Pustaka Ramadhan, Solo, 1984, hlm. III
13
Hornby, AS, Oxford Advance Learner’s Dictionary of Current English, Oxford University Press, 1987 hlm. 292
14
Barmawi Oemarie, op.cit. hlm. 27

9
Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan
dsb) tertentu15. Dengan demikian etika profesi merupakan sikap dan pandangan serta semangat
suatu bangsa atau masyarakat terhadap nilai kerja itu sendiri, baik atau tidak.

Suatu pertanyaan muncul, bagaimana sesungguhnya orang Islam di dalam memandang


bekerja itu, baik atau tidak? Profesi apa yang seyogianya diprioritaskan? Pertanyaan tersebut
harus dijawab berdasar sumber hukum al-Islam dan perilaku Rasulullah SAW, yang telah diberi
otoritas oleh Allah swt sebagai juru peraga (uswatun hasanah).

2.3 PROFESI YANG PERSPEKTIF DAN PROSPEKTIF DALAM PANDANGAN ISLAM

Islam merupakan agama yang sempurna. Islam sendiri sebagaimana disabdakan Rasulullah
saw : artinya: “Islam adalah agama yang tinggi (mulia) tidak ada yang melebihi Islam” (
H.R.Bukhari). Oleh karena itu, yang terpuruk bukan Islam-nya tetapi masyarakatnya, umatnya,
pemeluknya.

Ketinggian itu terdapat di dalam isi ajarannya yang bersumber kepada dua buah sumber
pokok Islam yaitu Al-Qur’an dan al-Sunnah. Untuk menilai benarnya ajaran Islam, tidak harus
dilihat dari perilaku pemeluknya, walaupun idealnya harus seperti itu, tetapi melalui kajian isi
ajarannya dan contoh dari Nabi Muhammad saw. Di dalam kaitan dengan etos kerja menurut
ajaran Islam, dapat disimak bagaimana perintah Al-Qur’an dan contoh Rasulullah di dalam
bekerja.

Jauh sebelum menjadi nabi dan rasul, sewaktu masih remaja dan masih bernama Muhammad
bin Abdullah, beliau telah melakukan suatu pekerjaan yang berimplikasi ke masa depan. Beliau
pernah menggembalakan kambing milik orang lain yang nantinya mendapat kemudahan tatkala
dipercaya oleh Yang Mahakuasa untuk “menggembalakan” umat manusia. Beliau juga pernah
menjadi pedagang milik orang lain, yang karena kejujuran dan kepiawaian didalam berniaga
(berbisnis) beliau dipercaya oleh pemilik barang yang malah nanti menjadi pendamping hidup
yang setia. Ternyata juga dengan bekal kejujuran dan pengalaman piawai didalam berniaga,

15
KamusBesar….op.cit. hlm. 42

10
beliau dimudahkan tatkala diberi tugas oleh Allah swt., untuk menda’wahkan ajaran Islam ke
seluruh penjuru dunia.

Dengan berniaga ini pula beliau menjadi “orang kaya” walaupun melalui kekayaan istrinya.
Rupanya hal ini telah dipersiapkan oleh Yang Maha Kuasa16. Al-Qur’an menggambarkan
peristiwa ini:

”Dan dijumpai-Nya engkau seorang yang miskin lalu diberiNya kekayaan”.17

Digunakan apa kekayaan yang beliau usahakan sejak masa remaja itu.? Apakah untuk
menciptakan kehidupan yang mewah, atau berfoya-foya dengan keluarga ? Ternyata tidak.
Sebagaimana sejarah telah membuktikannya, bahwa seluruh kekayaan hasil jerih payahnya sejak
remaja ditambah dengan kekayaan dari istri tercinta, habis di-“infaq”-kan untuk “biaya” berjuang
dalam menegakkan agama Allah. Sekiranya Nabi Muhammad “lemah” dalam kehidupan
ekonominya, pasti tidak akan secepat itu Islam menyebar di wilayah regional bahkan menyebar
ke seluruh dunia. Peribahasa Jawa mengatakan “Jer besuki mowo beo”, yang artinya, setiap
perjuangan itu memerlukan biaya, termasuk perjuangan berda’wah dan menyebarkan ajaran
Allah swt. Keberadaan orang kaya seperti: Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Usman bin Affan
termasuk Rasul sendiri melalui harta istri tercinta Siti Khadijah yang mau mengorbankan hampir
seluruh hartanya untuk da’wah Islam, menjadikan Islam menyebar dan semakin membesar
sampai saat ini dan Insya Allah sampai di akhir zaman. Sekiranya usaha-usaha nabi yang
berkaitan dengan kehidupan duniawi sebelum dewasa boleh disebut profesi, maka profesi yang
dicontohkan Rasulullah saw. adalah profesi yang perspektif dan prospektif untuk masa depan.
Profesi yang dapat mendorong maju ke depan memperagakan kehidupan yang Islami. Didalam
konsep ajaran Islam setiap umat Islam berkewajiban berda’wah menyebarkan Islam sesuai
dengan profesi masing masing18.

Dengan demikian, maka Islam merupakan ajaran yang memandang bekerja itu merupakan
suatu perbuatan yang baik dan suci, bahkan merupakan kewajiban setiap muslim untuk
berprofesi dengan tujuan utamanya (ultimate goal) beribadah19 dengan ikhlas mencari Ridlo

16
A.Syalaby, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Pustaka Al-Husna, Jakarta, 1984 , hlm. 81
17
Q.S., Al- Dhuha (93) :8
18
Q.S. Al-An’am (6) : 135
19
Q.S. Al-Dzariat (51) : 56

11
Allah swt20. Sebagaimana juga Rasulullah saw. telah memperagakan di dalam kehidupan
keseharian bahwa beliau amat sangat mencintai kerja21.

2.4 LANDASAN ETIKA PROFESI DALAM PANDANGAN ISLAM

Persoalan etika dalam Islam sudah banyak dibicarakan dan termuat dalam Al-Qur’an dan Al-
Hadis. Etika Islam adalah merupakan sistem akhlak yang berdasarkan kepercayaan kepada
tuhan, dan sudah tentu berdasarkan kepada agama, dengan demikian Al-Qur’an dan Al-Hadis
adalah merupakan sumber utama yang dijadikan landasan dalam menentukan batasan-batasan
dalam tindakan sehari-hari bagi manusia, ada yang menerangkan tentang baik dan buruk, boleh
dan dilarang, maka etika profesi di sini merupakan bagian dari perbuatan yang menjadi fokus
bahasan.

Namun Al-Qur’an yang menerangkan tentang kehidupan moral, keagamaan dan sosial
muslim tidak menjelaskan teori-teori etika dalam arti yang khusus sekalipun menjelaskan konsep
etika Islam, tetapi hanya membentuk dasar etika Islam, bukan teori-teori etika dalam bentuk
baku22 Tetapi masalah yang paling utama adalah bagaimana mengeluarkan ethik Islam yang
bersumber dari Al-Qur’an yang melibatkan seluruh moral, keagamaan, dan sosial masyarakat
muslim guna menjawab semua permasalahan yang timbul baik dari dalam maupun dari luar.

Dengan demikian perlu dari kedua sumber tersebut yang pada umumnya memiliki sifat yang
umum, karena itu perlu dilakukan upaya-upaya dan kualifikasi agar dipahami sehingga perlu
melalui penjelasan dan penafsiran. Permasalahan kehidupan manusia yang semakin kompleks
dengan dinamika masyarakat yang semakin berkembang. Maka akan dijumpai berbagai macam
persoalan-persoalan terutama masalah moralitas masyarakat muslim, pada masa Nabi
Muhammad yang terbentuk setelah turunnya wahyu Al-Qur’an, sehingga masih bisa
dikembalikan kepada sumber Al-Qur’an dan penjelasan dari Nabi sendiri. Seiring dengan
perkembangan masyarakat dan keagamaan ketika itu yang dihadapkan dengan masalah budaya,

20
Q.S. Al- Bayyinah (98) : 5
21
Ahmad Syalaby, op.cit. hlm. 79
22
Majid Fakhry, Etika Dalam Islam.,hlm. xv.

12
adat dan pola pikir masyarakat yang berkembang saat itu, maka keadaan moralitas menjadi
sangat penting dan komplek.

Al-Qur’an sendiri menjelaskan tentang etika dengan berdasarkan tiga terma kunci utama
yang merupakan pandangan dunia al-Qur’an. Ketiga terma kunci tersebut adalah iman, Islam,
dan taqwa yang jika direnungkan akan memperlihatkan arti yang identik. Istilahiman berasal dari
akar kata (‫ )ا ّمن‬yang artinya ”keamanan”, “bebas dari bahaya, “damai”, Islam yang akar katanya
(‫) سلم‬yang artinya “aman dan integral”, “terlindungi dari disintegrasi dan kehancuran”.
Dan taqwa yang sangat mendasar bagi Al-Qur’an disamping kedua istilah di atas, yang memiliki
akar kata (‫ )وقي‬juga berarti “melindungi dari bahaya”, “menjaga kemusnahan, kesia-siaan, atau
disintegrasi”.23 Sehingga pembahasan etika yang terdapat dalam Al-Qur’an mengandung
cakrawala yang luas karena menyangkut nilai-nilai yang terkandung dalam kehidupan manusia
baik secara individu, masyarakat dan Negara secara umum demi mencapai kebahagian baik di
dunia dan di akhirat.

Menurut Madjid Fakhri, sistem etika Islam dapat dikelompokkan menjadi empat tipe.
Pertama, moral skripturalis. Kedua, etika teleologis. Ketiga, teori-teori etika filsafat.
Keempat, etika religius.24 Dari keempat tipologi etika Islam tersebut, etika religius akan menjadi
pilihan sebagai landasan teori yaitu nilai-nilai etika yang didasarkan pada konsep Al-Qur’an
tentang nilai-nilai etika dalam Islam..

Etika religius adalah etika yang dikembangkan dari akar konsepsi-konsepsi Al-Qur’an
tentang manusia dan kedudukannya di muka bumi, dan cenderung melepaskan dari kepelikan
dialektikadan memusatkan pada usaha untuk mengeluarkan spirit moralitas Islam secara utuh25.
Bahan-bahan etika religius adalah pandangan-pandangan dunia Al-Qur’an, konsep-konsep
teologis, kategori-kategori filsafat dan dalam beberapa hal sufisme. Karena itu sistem etika
religius muncul dalam berbagai bentuk yang kompleks sekaligus memiliki karakteristik yang
paling Islami. Diantara eksponennya adalah Hasan Al-Basri, Al-Mawardi, Al-Raghib Al-

23
Fazlur Rahman, Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam Fazlurrahman, Taufiq Adnan Amal (peny.)
(Bandung: Mizan, 1992), hlm. 66.
24
Madjid Fakhry, Etika Dalam Islam, alih bahasa Zakiyuddin Baidawi, cet. ke-1 (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996),
hlm. xxi-xxiii
25
Ibid., hlm. 68.

13
Isfahani, Al-Ghazali, dan Fakhruddin Ar-Razi. Al-Ghazali yang sistem etikanya mencakup
moralitas filosofis, teologis, dan sufi, adalah contoh yang paling representatif dari etika
religius.26

Sementara kajian epistemologi terhadap nilai-nilai suatu perbuatan, oleh F. Huorani


dikelompokkan menjadi empat aliran, yaitu:Pertama, Obyektifisme; “right” memiliki arti
yang obyektif, yaitu suatu perbuatan itu disebut benar apabila terdapat kualitas benar pada
perbuatan itu. Aliran ini biasanya dimiliki oleh aliran mu’tazilah
dan filsuf muslim. Kedua, Subyektivism; “right” tidak memiliki arti yang obyektif, tetapi sesuai
dengan kehendak dan perintah dan ketetapan Allah swt. Tipe ini disebut secara spesifik oleh
George F. Huorani dengan theistic subjectivisme atau divine subjectivisme. Terma ini
disepadankan oleh George F. Huorani dengan sebutan ethical voluntarism. Ketiga, Rationalism;
‘right” itu dapat diketahui dengan akal semata atau akal bebas. Artinya, akal manusia dinilai
mampu membuat keputusan etika yang benar berdasarkan data pengalaman tanpa menunjuk
kepada wahyu. Aliran ini dengan pendayaannya terhadap akal disepadankan oleh George F.
Huorani dengan kelompok intuitionist. Aliran ini dibagi 2 yaitu: pertama, “right” selalu dapat
diketahui oleh akal secara bebas. Kedua, “right” dalam beberapa kasus dapat diketahui oleh akal
semata, pada kasus lain diketahui oleh wahyu, sunnah, ijma’, dan qiyas, atau dapat diketahui
oleh akal dan wahyu dan seterusnya. Aliran ini secara spesifik disebut denganpartial
rationalism. Keempat, Traditionalism; “right” tidak akan pernah dapat diketahui dengan akal
semata tetapi hanya dapat diketahui dengan wahyu dan sumber-sumber lain yang merujuk
kepada wahyu. Menurut George F. Huorani, aliran ini bukan tidak sama sekali tidak
memanfaatkan kemampuan akal, tetapi kemampuan akal dipergunakan pada saat menafsirkan
Al-Qur’an dan sunnah, menetapkan ijma’atau menarik qiyas. Aliran seperti ini biasanya dianut
oleh para fuqoha dan mutakallimun.27

26
Majid Fakhry, Etika dalam Islam., hlm. xxi – xxiii.
27
Amril M., "Studi Pemikiran Filsafat Moral Raghib Al-Isfahani (w.+ 1108 M)," disertasi IAIN Sunan Kalijaga, (2001),
hlm. 25-27.

14
2.5 ETIKA PROFESI YANG ISLAMI

Islam tidak hanya menyuruh umat-Nya untuk bekerja keras tanpa diikuti oleh berbagai
perangkat pengamannya berupa nilai-nilai moral, yaitu akhlak atau etika. Akhlak ini dapat
mengantarkan berbagai profesi dengan selamat mencapai tujuannya berupa ibadah yang ikhlas
sebagaimana disebutkan di atas.

Terdapat beberapa hal yang patut dan tidak patut dilakukan oleh setiap Muslim di dalam
mengembangkan profesinya, khususnya di dalam berniaga dan di dalam segala hal yang dapat
dianalogikan dengan berniaga :

1) Mencari rizki

Ahmad Muhammad Al-Hufy di dalam karya tulisnya, “Akhlak Nabi Muhammad


saw“, menjelaskan bahwa Islam adalah “aqidah, syari’ah dan amal, sedangkan amal
meliputi ibadah, ketaatan, serta kegiatan dalam usaha mencari rezki, mengembangkan
produksi dan kemakmuran. Oleh karena itu Allah swt menyuruh para hamba-Nya supaya
bekerja dan berusaha di muka bumi, untuk memperoleh rizki, Allah swt berfirman:
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”(QS al-
jumu'ah, 62 : 10).

Dengan demikian, Islam tidak menghendaki para pengikutnya menjadi orang-orang


yang malas dan menyerah saja, apalagi memandang bahwa bekerja itu adalah jelek dan
merupakan siksaan. Mereka lupa bahwa bahagia dan nikmat terdapat di dalam bekerja.
Islam mendidik para pengikutnya agar cinta bekerja serta menghargai pekerjaan sebagai
kewajiban manusia dalam kehidupannya. Dia diimbau mengambil kemanfaatan dari
kehidupan dan dari masyarakat. Maka sudah sepantasnya masyarakat memberikan
imbalan terhadap apa yang dilakukan oleh pekerja, karena berpartisipasinya di dalam
membangun kehidupan dan kesejahteraan bagi masyarakat.

2) Bekerja keras

Islam menganjurkan para pemeluknya bekerja keras, karena didalamnya terdapat


latihan kesabaran, ketekunan, keterampilan, kejujuran, keta’atan, pendayagunaan pikiran,

15
menguatkan tubuh, mempertinggi nilai perorangan serta masyarakat, dan memperkuat
umat. Islam membenci pengangguran, kemalasan, dan kebodohan, karena itu merupakan
maut yang lambat laun akan mematikan semua daya kekuatan dan akan menjadi sebab
kerusakan dan keburukan.

Sejarah telah mencatat bahwa bangsa Romawi ketika condong kepada kemewahan,
telah meluas dorongan/keinginan mempekerjakan para budak untuk melaksanakan
pekerjaan mereka, serta memandang bahwa bekerja itu hina dan tidak sesuai dengan
kedudukan orang yang mulia, maka jatuhlah mereka ke jurang kelemahan dan
kehancuran. Faktor penyebab utamanya adalah kemewahan dan kemalasan telah
membudaya di kalangan penguasa mereka.

Islam mengajarkan betapa pentingnya bekerja keras sebagaimana firman Allah swt.
Dalam berbagai ayat dan surat berikut:

1. “Katakanlah: "Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu,


sesungguhnya akupun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui, siapakah
(di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik dari dunia ini.
Sesungguhnya, orang-orang yang zalim itu tidak akan mendapat
keberuntungan (Al-An’am : 135).

2. “Dan (dia berkata): "Hai kaumku, berbuatlah menurut kemampuanmu,


sesungguhnya akupun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui siapa
yang akan ditimpa azab yang menghinakannya dan siapa yang berdusta,
sesungguhnya, orang-orang yang zalim itu tidak akan mendapat
keberuntungan" (Hud : 93).

3. “Dan (dia berkata): "Hai kaumku, berbuatlah menurut kemampuanmu,


sesungguhnya akupun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui" (Al-
Zumar :39).

Rasulullah saw telah mengamalkan ayat-ayat tersebut, jauh sebelum ayat tersebut
secara resmi diturunkan. Bukankah Rasulullah tatkala masih anak-anak (masih bernama
Muhammad bin Abdullah calon nabi) telah bekerja menjadi “pengembala kambing” di

16
kampung ibu persusuannya, Halimah Tsa’diyah28? Selain itu sewaktu masih remaja
beliau telah menjadi pedagang menjualkan dagangan milik Siti Khadijah ke Negri Syam
disertai oleh pembantu Siti Khadijah yang bernama Maisarah.29

Beberapa ayat dan hadist yang erat kaitannya dengan perintah bekerja keras, antara
lain:

1. Jangan biarkan waktu kosong yang tidak digunakan: “Apabila sudah selesai
satu pekerjaan, kerjakanlah pekerjaan yang lain” (QS Al-Insyirah : 7).

2. Makanan yang terbaik adalah makanan yang dihasilkan oleh tangan sendiri
(usaha sendiri), sebagaimana sabda Nabi saw.: “Tidak ada orang memakan
makanan yang lebih baik dari hasil pekerjaan tangannya sendiri" (HR
Bukhori, 1930) atau “Sebaikbaiknya yang dimakan seseorang ialah hasil
pekerjaannya sendiri”.

3) Ikhlas

Di dalam konsep Islam setiap perbuatan Muslim akan mengandung nilai “ibadah”
manakala diniatkan karena Allah dan dilakukan dengan penuh keikhlasan. Firman Allah
swt :”Tidak Kami perintahkan beribadah kecuali dengan penuh keikhlasan”.

Rasulullah saw. bersabda: “Usaha yang paling baik adalah usaha orang yang bekerja
dengan ikhlas” (HR Ahmad). "Tidak ada bagi seorang muslim yang nanam tanaman,
kemudian ada burung, manusia atau binatang memakan hasil tanamannya itu, maka
(asalkan ikhlas) yang demikian itu akan menjadi sedekah baginya" (HR Bukhori).

4) Jujur

Kejujuran merupakan kunci keberhasilan di berbagai lapangan kehidupan, khususnya


di dalam berbisnis. Rasulullah saw. menjelaskan: “Sesungguhnya sebaik-baiknya usaha
ialah usaha pedagang, apabila mereka berkata tidak berdusta, apabila mereka diamanati
tidak berkhianat, apabila mereka berjanji tidak menyalahi, apabila mereka membeli tidak

28
A.Syalaby, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Pustaka Alhusna, Jalarta, 1983, hlm. 79
29
Ahmad Muhammad Al-Hufy, Akhlak Nabi Muhammad SAW, Humaira, Jakarta, 2017, hlm. 452

17
mencela, apabila menjual tidak memuji-muji dagangannya, apabila mereka berutang
tidak menunda-nunda, apabila mereka mempunyai piutang tidak mempersulit” (HR
Ahmad).

Dikisahkan tatkala Rasulullah menjual dagangannya, beliau ceritakan nilai pembelian


atau harga pokok sejujurnya, apa adanya, kemudian menyerahkan kepada calon pembeli
berapa kesanggupan untuk memberikan keuntungan/ kelebihan dari harga pembeliannya.
Ternyata si pembeli merasa senang dengan sistem seperti itu.

5) Kerjasama

Islam memerintahkan untuk bekerjasama. Kerjasama akan mempermudah dan


mempercepat pencapaian tujuan; dengan kerjasama tugas menjadi lebih ringan. Tetapi,
Islam juga melarang kerjasama yang menimbulkan penyelewengan dan kejahatan. Hanya
di dalam hal kebaikan dan ketakwaan diharuskan bekerjasama itu. Allah berfirman: “Dan
tolongmenolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS al-Maidah,5 : 2).

6) Keseimbangan

Islam merupakan ajaran keseimbangan, antara dunia dan akhirat, lahir dan batin yang
didalam istilah Al-Qur’an, “wasatha”. Umat Islam diharuskan menjadi “umatan
wasathan” umat yang tengah, tidak ekstreem ke kiri, juga tidak ekstreem ke kanan.

Sebagaimana firman-Nya : “Demikianlah telah Kami jadikan kamu umat yang tengah
(adil)” (QS al-Baqarah 2 : 143).

Sabda Rasulullah saw : ”Sebaik-baiknya orang diantara kamu, ialah yang tidak
meninggalkan akhiratnya karena dunianya dan tidak meninggalkan dunianya karena
akhiratnya" (al-Hadist).

7) Melihat ke depan (futuristic)

Islam mengajarkan kepada umatnya agar melihat ke masa depan, baik di dalam Al-
Quran maupun hadist “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan

18
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat)" (al-Hsyr : 18).

Sabda Rasulullah saw. : “Jika kiamat datang, sedang digenggaman tangan seorang
diantaramu terdapat bibit pohon kurma, apabila masih sempat, maka tanamlah pohon
kurma itu” (HR Ahmad).

8) Larangan meminta-minta

Islam ajaran yang penuh dengan perintah kepada umatnya bekerja keras dan amat
mengecam peminta-minta

“Jika seorang dari kamu membawa tali lalu membawa seikat kayu bakar di atas
punggungnya lalu ia jual kayu bakar itu, lalu Allah menutupi malunya, maka yang
demikian itu lebih baik baginya dari pada memintaminta kepada sesama manusia, apakah
memberi atau menolak permintaannya itu.” (HR Bukhori).

Di dalam hadist yag lain Rasulullah bersabda : “Tangan yang atas lebih baik dari
tangan yang bawah, tangan atas artinya penderma dan tangan bawah berarti peminta-
minta” (HR Bukhori).

9) Larangan memonopoli

Menumpuk barang, walaupun hasil membeli dengan uang sendiri, dengan tujuan
dijual dengan harga mahal padahal masyarakat berhajat dengan barang itu, termasuk
“ihtikar” atau “monopoli”. Dengan tegas Rasulullah melarangnya.: “Barang siapa yang
menumpuk barangbarang/makanan kebutuhan kaum Muslimin, maka Allah akan
menghacurkan hartanya” (HR Ahmad).

Asbabul wurud (sebab terjadinya hadis) dari hadis di atas yaitu suatu saat Khalifah
Umar bin Khattab mendapatkan banyak barang- barang yang sedang menjadi hajat
masyarakat bertumpuk di masjid. Ternyata salah seorang pemiliknya adalah mantan
pembantu (khadam)-nya Umar sendiri. Si pemilik barang yang seorang mengakui
bersalah setelah hadist ini dibacakan, tetapi mantan khadam Umar itu tidak merasa

19
bersalah, sebab telah membelinya dengan uangnya sendiri. Di akhir kisah disebutkan,
kehidupan mantan khadam Umar ini jadi terpuruk.

10) Mendahulukan kwalitas/kerapihan

Islam amat menghargai kerapihan produk, amat memperhatikan kwalitas, sehingga


pembeli menjadi ikhlas dan puas.

Dalam sebuah hadis Rasulullah saw. bersabda : “Sesungguhnya Allah mencintai


seseorang di antara kamu apabila mengerjakan sesuatu pekerjaan dirapikannya” (HR
Ahmad).

20
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Al-Quran menjelaskan apa yang dibutuhkan manusia dalam kehidupannya. Ini menunjukkan
pentingnya mengaitkan kerja dengan dasar-dasar islam, karena dasar-dasar islam datang dengan
membawa sesuatu yang mengandung kebaikan dalam kehidupan manusia di dunia dan di akhirat
nanti.

Maka setiap pekerjaan mubah yang orang muslim bekerja di dalamnya dengan niat baik
untuk membangun masyarakat islam, atau membantu kaum muslimin maka ia menanam untuk
akhirat, apakah pekerjaan itu bersifat, syar’iyyah, ilmiah, industry, administrasi, pendidikan atau
lainnya. Nabi saw bersabda:

“Sesungguhnya amal-amal itu bergantung pada niat, dan masing-masing orang mendapatkan
apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari, Muslim dari Umar).

Bekerja juga dianggap sebagai bagian dari jihad. Nabi SAW bersabda,

“Jika ia keluar bekerja untuk anaknya yang kecil-kecil maka dia fi sabilillah. Jika dia keluar
bekerjua untuk menafkahi kedua orang tuanya yang sepuh dan tua maka dia fi sabilillah. Jika dia
keluar bekerja untuk menfkahi dirinya , menjadikannya afif (bersih) maka dia fi sabilillah. Jika ia
keluar untuk riya` (pamer) dan persaingan (gengsi) maka ia di jalan setan”.

Untuk memberikan petunjuk tata cara berprofesi yang benar, maka diperlukanlah etika. Kata
etika berasal dari dua kata Yunani yang hampir sama bunyinya, namun berbeda artinya. Pertama
berasal dari kata ethos yang berarti kebiasaan atau adat, sedangkan yang kedua dari kata ethos,
yang artinya perasaan batin atau kencenderungan batin yang mendorong manusia dalam
perilakunya.

Islam sebagai agama yang sempurna juga telah mengatur sedemikian rupa mengenai etika
profesi. Al-Qur’an sendiri menjelaskan tentang etika dengan berdasarkan tiga terma kunci utama

21
yang merupakan pandangan dunia al-Qur’an. Ketiga terma kunci tersebut adalah iman, Islam,
dan taqwa yang jika direnungkan akan memperlihatkan arti yang identik.

Menurut Madjid Fakhri, sistem etika Islam dapat dikelompokkan menjadi empat tipe.
Pertama, moral skripturalis. Kedua, etika teleologis. Ketiga, teori-teori etika filsafat.
Keempat, etika religius. Dari keempat tipologi etika Islam tersebut, etika religius akan menjadi
pilihan sebagai landasan teori yaitu nilai-nilai etika yang didasarkan pada konsep Al-Qur’an
tentang nilai-nilai etika dalam Islam.

Islam tidak hanya menyuruh umat-Nya untuk bekerja keras tanpa diikuti oleh berbagai
perangkat pengamannya berupa nilai-nilai moral, yaitu akhlak atau etika. Akhlak ini dapat
mengantarkan berbagai profesi dengan selamat mencapai tujuannya berupa ibadah yang ikhlas
sebagaimana disebutkan di atas.

Beberapa etika profesi yang diajarkan Islam adalah mencari rizki (tidak bermalas-malasan),
bekerja keras, ikhlas, jujur, kerjasama, keseimbangan, melihat ke depan, dilarang meminta-
minta, dilarang memonopoli, dan mendahulukan kewajiban yang dimiliki.

3.2 SARAN

Islam mengajarkan begitu banyak hal mengenai bekerja dan berprofesi, dari mulai bagaimana
profesi yang halal dan prospektif hingga etika dalam berprofesi. Maka, sudah seharusnya kita
sebagai umat Islam yang beriman dan taat untuk melaksanakan apa-apa yang telah Islam ajarkan.
Dengan mengikuti aturan agama, kita menjadi pribadi yang lebih baik dan akan terhindar dari
penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan pekerjaan kita.

22
DAFTAR PUSTAKA

- SUMBER BUKU
1. Al-Hufy, Ahmad Muhammad. 2017. Akhlak Nabi Muhammad SAW. Jakarta:
Humaira.
2. Fakhry, Madjid. 1996. Etika dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
3. Hornby. 1987. AS Oxford Advance Learner’s Dictionary of Current English. Oxford:
Oxford University Press.
4. Oemari, Barmawi. 1984. Materi Akhlak. Solo: Pustaka Ramadhan.
5. Syalaby. 1984. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna.

- SUMBER JURNAL:
1. Amril. 2001. Studi Pemikiran Filsafat Moral. Disertasi IAIN Sunan Kalijaga.
2. Hidayat, Imam S. 2006. Etos Kerja Sesuai dengan Etika Profesi Islam, vol 22.

- SUMBER INTERNET:
http://agamakubenar.blogspot.co.id/2015/04/etika-profesi-dalam-agama-islam.html
(Diakses pada 08 Mei 2018, pukul 22.10)

23

Anda mungkin juga menyukai