Anda di halaman 1dari 110

ABSTRAK

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KOTA SUKABUMI
KARYA TULIS ILMIAH, AGUSTUS 2015

LUSIANA PRIMASARI
32722001D12046

Hubungan Pengetahuan Ibu Yang Mempunyai Balita Tentang Imunisasi


Dasar Dengan Kepatuhan Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Di RW 07
Kelurahan Tipar Wilayah Kerja Puskesmas Tipar Kota Sukabumi
x + 108 Halaman, V BAB, 1 Bagan, 18 Tabel, 16 Lampiran

Kendala utama rendahnya angka cakupan imunisasi di Kelurahan Tipar


karena rendahnya kesadaran ibu untuk membawa anaknya di imunisasi. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu yang mempunyai
balita tentang imunisasi dasar dengan kepatuhan pemberian imunisasi dasar
lengkap.
Pemberian imunisasi dasar dilakukan sesuai dengan jadwal pemberian
imunisasi yang telah ditentukan yaitu: BCG/Polio-1 (1 bulan), DPT-HB-Hib-
1/Polio-2 (2 bulan), DPT-HB-Hib-2/Polio-3 (3 bulan), DPT-HB-Hib-3/Polio-4 (4
bulan), dan Campak (9 bulan).
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian korelasional dengan
pendekatan cross sectional, dengan jumlah populasi yaitu 107 responden dan
sampel penelitian 97 responden. Cara pengambilan sampel yaitu dengan sampling
jenuh. Uji validitas instrument pengetahuan dari 40 pertanyaan, 34 item
pertanyaan dinyatakan valid dengan reliabilitas 0,852. Analisa data menggunakan
uji statistic Chi Square dan Cramer’s V.
Hasil penelitian ini didapatkan hasil analisis bivariat p-value=0.036 yang
menunjukkan bahwa ada hubungan pengetahuan ibu yang mempunyai balita
tentang imunisasi dasar dengan kepatuhan pemberian imunisasi dasar lengkap.
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu terdapat hubungan pengetahuan ibu
yang mempunyai balita tentang imunisasi dasar dengan kepatuhan pemberian
imunisasi dasar lengkap, dimana pengetahuan ibu mempunyai pengaruh yang
dominan terhadap pemberian imunisasi dasar. Sehingga diharapkan pihak
puskesmas dapat melakukan peningkatan dalam memberikan penyuluhan secara
bervariasi kepada ibu yang belum patuh dalam pemberian imunisasi dasar.

Kata Kunci :Pengetahuan Tentang Imunisasi Dasar, Kepatuhan


Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap
Daftar Pustaka : 24 Referensi, dan 3 situs (2007-2015)
ABSTRACT

DIII NURSING STUDIES PROGRAM


HIGH SCHOOL OF HEALTH SCIENCE CITY SUKABUMI
SCIENTIFIC WRITINGS, AUGUST 2015

LUSIANA PRIMASARI
32722001D12046

Related Knowledge That Have Children Of Immunization Compliance With


The Provision Of Basic Complete Immunization In RW 07 Of The Villages
Health Center Tipar Sukabumi City Work Area
x + 108 Pages, Chapter V, 1 Chart, 18 Tables, 16 Attachment

The main obstacle the low rate of immunization coverage in Sub Tipar due
to low awareness of mothers to bring their children in for immunization. The
purpose of this study was to determine the relationship of knowledge of mothers
who have children of primary immunization with complete basic immunization
compliance.
Provision of basic immunizations carried out in accordance with the
schedule of immunization that have been determined as follows: BCG/Polio-1 (1
month), DPT-HB-Hib-1/Polio-2 (2 months), DPT-HB-Hib-2/Polio-3 (3 months),
DPT-HB-Hib-3/Polio-4 (4 months), and Measles (9 months).
This research uses a correlational study with cross sectional approach, the
number of population is 107 respondents and sample 97 respondents. The way the
sampling is by sampling saturated. Test the validity of the instrument of
knowledge of 40 questions, 34 items declared valid to question the reliability of
0.852. Analysis of data using statistical test Chi Square and Cramer's V.
Results of this study, the results of the bivariate analysis p-value = 0.036
showing that there is a relationship mother who has knowledge about basic
immunization of infants with complete basic immunization compliance.
The conclusion from this research that there is a relationship of knowledge
mothers who have children of primary immunization with complete basic
immunization compliance, where the mother's knowledge has a dominant
influence on the provision of basic immunization. So expect the clinic can
perform an increase in outreach are varied to mothers who do not obey the rules in
the basic immunization.

Keywords : Knowledge of Basic Immunization, Immunization Compliance


Provision of Basic Complete
Bibliography : 24 references, and 3 sites (2007-2015)
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

komponen bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan,

kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar

terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Kemenkes RI,

2015).

Tujuan pembangunan kesehatan Indonesia 2015-2019 yaitu

meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat

bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal melalui

terciptanya masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh

penduduknya yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat

serta memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan dan fasilitas

kesehatan yang bermutu secara adil dan bermutu diseluruh wilayah Republik

Indonesia dan dapat mewujudkan bangsa yang mandiri, maju dan sejahtera

(Kemenkes RI, 2015).

Sasaran pembangunan kesehatan tahun 2015-2019 adalah

meningkatnya derajat kesehatan masyarakat yang ditunjukkan dengan

meningkatnya umur harapan hidup menjadi 74 tahun, menurunnya angka

kematian bayi menjadi 24 per 1000 kelahiran hidup, menurunnya angka

kematian balita menjadi 40 per 1000 kelahiran hidup, menurunnya angka


kematian ibu menjadi 306 per 100.000 kelahiran hidup, dan menurunnya

prevalensi gizi kurang pada balita menjadi 17% (Kemenkes RI, 2015).

Dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia,

masih ditemukan tantangan besar dalam pembangunan kesehatan yaitu angka

kematian ibu, angka kematian bayi, dan angka kematian balita. Dewasa ini

angka kematian ibu, angka kematian bayi, dan angka kematian balita di

Indonesia masih sangat tinggi. Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan

Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan bahwa angka kematian ibu sebesar

359 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan menurut Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) tahun 2013 angka kematian bayi sebesar 32 per 1000 kelahiran

hidup, angka kematian balita sebesar 44 per 1000 kelahiran hidup, umur

harapan hidup sebesar 69 tahun, dan prevalensi gizi kurang pada balita sebesar

19,6% (Kemenkes RI, 2015).

World Health Organization (WHO) tahun 2013 menyebutkan bahwa

21,8 juta bayi di seluruh dunia masih belum mendapatkan layanan imunisasi,

dan 9,5 juta balita belum mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap.

Diperkirakan hampir 2 hingga 3 juta bayi meninggal setiap tahunnya akibat

penyakit difteri, pertusis, tetanus, dan campak, sedangkan 5,2 juta balita

meninggal setiap tahunnya akibat penyakit yang sesungguhnya dapat dicegah

dengan imunisasi. Sementara itu di Wilayah Asia Tenggara setiap tahun lebih

dari 1,4 juta anak di dunia meninggal karena berbagai penyakit yang

sesungguhnya dapat dicegah dengan imunisasi. Beberapa penyakit menular

yang termasuk ke dalam Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi


(PD3I) antara lain: Difteri, Tetanus, Hepatitis B, radang selaput otak, radang

paru-paru, pertusis, dan polio. Anak yang telah diberi imunisasi akan

terlindungi dari berbagai penyakit berbahaya tersebut, yang dapat

menimbulkan kecacatan atau kematian (Kemenkes RI, 2013).

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) hasil survei yang

dilakukan satuan petugas imunisasi, di Indonesia terjadi wabah penyakit polio

pada tahun 2005-2006 (385 anak lumpuh permanen), wabah campak tahun

2009-2010 (5.818 anak dirawat di rumah sakit dan 16 diantaranya meninggal),

wabah difteri tahun 2010-2011 (816 anak di rawat di rumah sakit dan 56

meninggal). Sementara itu di Jawa Timur tahun 2010-2012 terjadi wabah

difteri (1.789 anak dirawat di rumah sakit dan 94 anak meninggal). Di Jawa

Barat tahun 2009-2010 penderita campak mencapai 950 orang, jumlah balita

yang rentan terkena campak di Jawa Barat mencapai 1,5 juta balita, selain itu

terjadi wabah polio tahun 2005-2006 di Sukabumi karena banyak bayi dan

balita tidak di imunisasi polio sehingga menyebabkan 385 anak lumpuh

permanen. Mayoritas wabah penyakit tersebut disebabkan karena cakupan

imunisasi yang rendah (http://idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi.html

diakses tanggal 16 Maret 2015).

Salah satu upaya preventif atau pencegahan untuk menurunkan angka

kematian bayi dan balita serta mempertahankan status kesehatan bayi dan

balita yaitu imunisasi. Menurut Permenkes RI No. 42 Tahun 2013 tentang

penyelenggaraan imunisasi menyatakan bahwa imunisasi merupakan upaya

efektif untuk menurunkan angka kematian bayi dan balita.


Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan

kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu

saat seseorang terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya

mengalami sakit ringan (Kemenkes RI, 2013).

Upaya yang dilakukan untuk menurunkan kematian bayi dan balita

yaitu dengan meningkatkan cakupan imunisasi. Program imunisasi merupakan

salah satu cara untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak terhadap

penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, sehingga anak dapat tumbuh

dalam keadaan sehat. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia telah

menetapkan program imunisasi dasar terhadap penyakit yang dapat dicegah

dengan imunisasi yaitu dengan lima imunisasi dasar lengkap (LIL) adalah

imunisasi yang wajib diberikan pada bayi sebelum usia genap 1 tahun sesuai

dengan jadwal pemberian imunisasi yang terdiri dari : BCG, DPT, HB, polio,

dan campak. Agar imunisasi menjangkau seluruh lapisan masyarakat maka

perlu tindakan penyuluhan kepada orang tua khususnya yang memiliki bayi

dan para calon ibu tentang pentingnya imunisasi serta menganjurkan ibu agar

mengajak anaknya ke posyandu atau puskesmas untuk dilakukan pemberian

imunisasi (Kemenkes RI, 2013).

Cakupan imunisasi dasar di Indonesia menurut World Health

Organization (WHO) tahun 2013 yaitu 98% untuk imunisasi BCG, 98% untuk

imunisasi DPT 1, 85% untuk imunisasi DPT 3, 4% untuk imunisasi Hib 3, 85%

untuk imunisasi Hepatitis B, 86% untuk imunisasi polio 3, dan 97,85% untuk

imunisasi campak. Sedangkan cakupan Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) di


Indonesia tahun 2013 mencapai 86,8%, dan untuk Universal Child

Immunization (UCI) desa mencapai 82,9%. Berdasarkan cakupan imunisasi

tersebut, untuk cakupan imunisasi dasar lengkap di Indonesia belum sesuai

dengan yang sudah ditargetkan pada tahun 2013 yaitu 88%,

(http://apps.who.int/immunization-monitoring/IDN.main diakses tanggal 29

Mei 2015).

Berdasarkan hasil laporan Dinas Provinsi Jawa Barat pada tahun 2014,

untuk angka cakupan imunisasi di Jawa Barat mencapai 94,6% untuk imunisasi

Hepatitis B, 101,0% untuk imunisasi BCG, 100,7% untuk imunisasi DPT 1,

98,6% untuk imunisasi DPT 2, 98,0% untuk imunisasi DPT 3, 101,6% untuk

imunisasi polio 1, 99,9% untuk imunisasi polio 2, 98,3% untuk imunisasi polio

3, 97,5% untuk imunisasi polio 4, dan 97,2% untuk imunisasi campak.

Sedangkan untuk cakupan Universal Child Immunization (UCI) di Jawa Barat

yaitu 90,46%. Berdasarkan cakupan imunisasi tersebut, untuk cakupan

imunisasi dasar di Provinsi Jawa Barat masih ada yang belum sesuai dengan

yang sudah ditargetkan pada tahun 2014 yaitu 95%

(http://www.diskes.jabarprov.go.id/assets/data/Kumulatif-Cak-Imunisasi.html

diakses tanggal 29 Mei 2015).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Sukabumi

tahun 2014 didapatkan data hasil cakupan imunisasi dasar setiap Puskesmas di

Kota Sukabumi, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Keterangan : Tabel 1.1 Cakupan Imunisasi Dasar Per-Puskesmas Di Kota

Sukabumi Tahun 2014 terlampir di folder terbaru.


Berdasarkan data pada tabel 1.1 menunjukkan bahwa cakupan

imunisasi di Puskesmas Tipar berada di urutan kedua dengan cakupan

imunisasi yang masih rendah. Hal ini terlihat pada angka cakupan imunisasi,

dimana masih ada sembilan cakupan imunisasi dasar yang belum mencapai

target, 3 diantaranya memiliki cakupan yang lebih rendah dibandingkan dengan

puskesmas lain yang berada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Sukabumi

seperti imunisasi DPT HB 3, Polio 1, dan Polio 4. Sedangkan, 6 imunisasi

lainnya masih belum mencapai target yang telah ditetapkan seperti imunisasi

BCG, DPT HB 1, DPT HB 2, Polio 2, Polio 3, dan Campak.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Sukabumi

tahun 2014, menunjukkan bahwa jumlah bayi yang terdapat di Puskesmas

Tipar Kota Sukabumi yaitu 379 bayi. Adapun jumlah bayi yang mendapatkan

imunisasi dasar lengkap sebanyak 249 bayi, sedangkan yang tidak

mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap yaitu 130 bayi.

Puskesmas Tipar telah memberikan pelayanan standar untuk

meningkatkan cakupan imunisasi yaitu dengan melakukan kunjungan ke

rumah. Hal ini dilakukan apabila ada ibu yang tidak membawa anaknya ke

posyandu untuk diberikan imunisasi, maka akan dilakukan pemberian

penyuluhan kepada orang tua terutama ibu yang memiliki bayi untuk

membawa anaknya ke posyandu atau puskesmas untuk mendapatkan imunisasi

dasar lengkap. Selain itu pemberian penyuluhan juga dilakukan di posyandu

dengan frekuensi 1 bulan sekali.


Puskesmas Tipar merupakan puskesmas yang mempunyai dua

kelurahan, yaitu (1) Kelurahan Tipar, dan (2) Kelurahan Cikondang. Hasil

cakupan imunisasi dasar menurut wilayah kerja Puskesmas Tipar Kota

Sukabumi tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 1.2 berikut ini :

Tabel 1.2
Cakupan dan Target Imunisasi Dasar Di Wilayah Kerja Puskesmas Tipar
Kota Sukabumi Tahun 2014

Cakupan Imunisasi Per-


No Jenis Imunisasi Kelurahan (%) Target (%)
Tipar Cikondang
1 HB 0 121,0 105,6 90
2 BCG 90,5 82,7 98
3 DPT HB 1 94,5 88,8 98
4 DPT HB 2 87,0 87,2 93
5 DPT HB 3 86,0 88,8 93
6 Polio 1 95,5 93,3 98
7 Polio 2 97,0 85,5 95
8 Polio 3 93,0 88,8 93
9 Polio 4 82,5 86,0 90
10 Campak 85,0 83,2 90
Sumber: Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Kota Sukabumi Tahun 2014
Berdasarkan tabel 1.2 menunjukkan bahwa cakupan imunisasi terendah

ke 2 berada di Kelurahan Tipar dengan tujuh cakupan imunisasi dasar yang

belum mencapai target seperti imunisasi BCG, DPT HB 1, DPT HB 2, DPT

HB 3, Polio 1, Polio 4, dan Campak. Kelurahan Tipar merupakan kelurahan

yang berada di wilayah kerja Puskesmas Tipar yang memiliki 8 RW dan 15

posyandu yang aktif melakukan kegiatan imunisasi dan seluruhnya terdapat

balita.

Kendala utama keberhasilan program imunisasi pada bayi dan anak

yaitu rendahnya kesadaran ibu yang mempunyai bayi untuk membawa anaknya
di imunisasi. Hal ini terjadi karena orang tua sibuk bekerja, kurang memiliki

waktu sehingga perhatian terhadap kesehatan anakpun berkurang, dan kurang

pengetahuan tentang imunisasi yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan

seperti masalah pengertian dan pemahaman karena masih banyak ibu yang

beranggapan salah tentang imunisasi yang berkembang dalam masyarakat. dan

tidak sedikit orang tua dan kalangan praktisi tertentu khawatir terhadap efek

samping dari beberapa vaksin. Selain itu, pengetahuan seorang ibu akan

mempengaruhi kepatuhan pemberian imunisasi dasar pada bayi dan anak,

sehingga dapat mempengaruhi status imunisasinya. Peran seorang ibu pada

program imunisasi sangatlah penting, karena orang terdekat dengan bayi dan

anak adalah ibu. Masalah pengertian, pemahaman dan kepatuhan ibu dalam

program imunisasi tidak akan menjadi halangan yang besar jika pendidikan dan

pengetahuan yang memadai tentang hal tersebut diberikan.

Adapun data Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) yang didapatkan

dari Puskesmas Tipar Kota Sukabumi dari bulan Januari sampai dengan Juni

tahun 2015, jumlah balita dapat dilihat pada tabel 1.3 berikut ini:

Tabel 1.3
Rekapitulasi Jumlah Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tipar Kota
Sukabumi Bulan Januari-Juni Tahun 2015

No Kelurahan Jumlah Balita Persentase

1 Tipar 689 52,9%

2 Cikondang 613 47,1%

Jumlah Total 1302 100,0%

Sumber: Laporan Data Puskesmas Tipar Tahun 2015


Berdasarkan tabel 1.3 menunjukkan bahwa jumlah balita di Kelurahan

Tipar sebanyak 689 orang. Dimana peneliti mengambil Kelurahan Tipar

dengan jumlah balita terbanyak yaitu 689 orang.

Kelurahan Tipar merupakan Kelurahan yang memiliki 8 RW. Adapun

data balita per RW yang peneliti dapatkan dari Puskesmas Tipar terlihat dalam

tabel 1.4 berikut ini:

Tabel 1.4
Rekapitulasi Jumlah Balita Di Kelurahan Tipar Wilayah Kerja
Puskesmas Tipar Kota Sukabumi Bulan Januari-Juni
Tahun 2015

No RW Jumlah Balita
1 01 59
2 02 69
3 03 105
4 04 97
5 05 63
6 06 114
7 07 122
8 08 60
Jumlah Total 689
Sumber : Laporan Data Proyeksi Puskesmas Tipar Tahun 2015

Berdasarkan tabel 1.4 menunjukkan bahwa Kelurahan Tipar memiliki

08 RW. Jumlah balita terbanyak yaitu terdapat di RW 07 dan RW 06. Dimana

peneliti mengambil RW 07 dengan jumlah balita terbanyak yaitu 122 Balita.

Peran perawat dalam memberikan pengetahuan tentang imunisasi

merupakan salah satu tindakan yang paling penting dan paling spesifik untuk

mencegah penyakit yaitu dengan memberikan pendidikan atau penyuluhan

kesehatan tentang imunisasi. Suksesnya upaya tersebut sangat ditentukan oleh


motivasi orang tua dalam memberikan imunisasi kepada anaknya, hal itu tidak

terlepas dari bagaimana memberikan sosialisasi tentang imunisasi kepada

masyarakat, tersedianya sarana pelayanan imunisasi yang baik dan ramah, dan

cara pemberian imunisasi yang aman. Oleh karena itu peran perawat dalam

memberikan promosi pelayanan imunisasi merupakan bagian integral dari

perawatan kesehatan keluarga (Anandita, 2010).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada

tanggal 26 Juni 2015 di RW 07 Kelurahan Tipar dengan teknik wawancara

kepada 10 ibu yang mempunyai balita tentang imunisasi dasar, ternyata 2 orang

ibu menyatakan mengetahui pengertian, tujuan dan manfaat pemberian

imunisasi dasar, jenis-jenis imunisasi, dan jadwal pemberian imunisasi (baik),

sedangkan 1 orang ibu menyatakan hanya mengetahui pengertian dan tujuan

pemberian imunisasi saja (cukup) dan juga mengakui patuh dalam pemberian

imunisasi dasar hal ini terlihat dari KMS yang dimiliki oleh ibu menunjukkan

bahwa balita tersebut telah mendapatkan lima imunisasi dasar secara lengkap.

Sementara itu, 7 ibu lainnya belum bisa menjawab dengan benar tentang hal-

hal yang berhubungan dengan imunisasi dasar (kurang) dan juga mengakui

tidak patuh dalam pemberian imunisasi dasar hal ini terlihat dari KMS yang

dimiliki oleh ibu menunjukkan bahwa balita tersebut tidak mendapatkan lima

imunisasi dasar secara lengkap. Hasil ini menunjukkan bahwa pengetahuan ibu

tentang imunisasi dasar masih kurang dan ibu tidak patuh terhadap pemberian

imunisasi dasar.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian tentang “Hubungan Pengetahuan Ibu Yang

Mempunyai Balita Tentang Imunisasi Dasar Dengan Kepatuhan

Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Di RW 07 Kelurahan Tipar Wilayah

Kerja Puskesmas Tipar Kota Sukabumi”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah pada penelitian ini

adalah “Adakah Hubungan Pengetahuan Ibu Yang Mempunyai Balita Tentang

Imunisasi Dasar Dengan Kepatuhan Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Di

RW 07 Kelurahan Tipar Wilayah Kerja Puskesmas Tipar Kota Sukabumi”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui adakah

hubungan pengetahuan ibu yang mempunyai balita tentang Imunisasi Dasar

dengan kepatuhan pemberian Imunisasi Dasar Lengkap di RW 07

Kelurahan Tipar Wilayah Kerja Puskesmas Tipar Kota Sukabumi”.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini yaitu:

a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu yang mempunyai balita

tentang imunisasi dasar di RW 07 Kelurahan Tipar wilayah kerja

Puskesmas Tipar Kota Sukabumi”.


b. Untuk mengetahui tingkat kepatuhan ibu yang mempunyai balita dalam

pemberian imunisasi dasar lengkap di RW 07 Kelurahan Tipar wilayah

kerja Puskesmas Tipar Kota Sukabumi”.

c. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu yang mempunyai balita

tentang imunisasi dasar dengan kepatuhan pemberian imunisasi dasar

lengkap di RW 07 Kelurahan Tipar wilayah kerja Puskesmas Tipar Kota

Sukabumi.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diharapkan dari hasil penelitian yang dilakukan yaitu:

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan

penulis sebagai penerapan ilmu yang didapat dalam proses pembelajaran

secara nyata selama perkuliahan.

2. Bagi Puskesmas Tipar

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk

Puskesmas Tipar Kota Sukabumi, agar dapat lebih meningkatkan pelayanan

kesehatan dalam upaya meningkatkan cakupan program imunisasi.

3. Bagi STIKES Kota Sukabumi

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi rekan-rekan yang

ingin melanjutkan penelitian ini, dan bagi perpustakaan Sekolah Tinggi

Ilmu Kesehatan Kota Sukabumi khususnya tentang Imunisasi Dasar, serta

sebagai bahan bacaan dalam meningkatkan pengetahuan tentang Imunisasi

Dasar.
E. Kerangka Pemikiran

Kerangka konsep pemikiran merupakan model konseptual yang

berkaitan dengan bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau

menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap penting untuk

masalah (Hidayat, 2009).

Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia yang terjadi

sesudah orang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2010).

Sedangkan kepatuhan adalah suatu perubahan perilaku dari perilaku yang tidak

mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan (Notoatmodjo, 2010).

Pengetahuan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan

capaian cakupan imunisasi terutama untuk terbentuknya tindakan seseorang,

pengetahuan yang didasari dengan pemahaman yang tepat akan menimbulkan

perilaku baru yang diharapkan. Apabila seorang ibu tahu dan mengerti tentang

Imunisasi Dasar termasuk tujuan, manfaatnya, serta kepatuhan dalam

pemberian imunisasi maka ibu tersebut akan mengambil sikap dalam upaya

pencegahan terjadinya suatu penyakit menular yang sesungguhnya dapat

dicegah dengan imunisasi dengan cara mematuhi anjuran untuk memberikan

imunisasi pada anaknya, ibu akan segera membawa anaknya ke posyandu atau

puskesmas untuk dilakukan pemberian imunisasi. Sehingga akan meningkatkan

capaian cakupan imunisasi.


Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran

Hubungan Pengetahuan Ibu Yang Mempunyai Balita Tentang Imunisasi Dasar


Dengan Kepatuhan Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Di RW 07 Kelurahan
Tipar Wilayah Kerja Puskesmas Tipar Kota Sukabumi.

Pengetahuan ibu yang Kepatuhan Pemberian


mempunyai balita tentang Imunisasi Dasar
Lengkap
Imunisasi Dasar

Keterangan

: Faktor yang diteliti

: Hubungan

F. Hipotesis

Hipotesis di dalam suatu penelitian berarti jawaban sementara

penelitian, patokan duga, atau dalil sementara, yang kebenarannya akan

dibuktikan dalam penelitian tersebut. Setelah melalui pembuktian dari hasil

penelitian maka hipotesis itu dapat benar atau salah, dapat diterima atau ditolak

(Notoatmodjo, 2010).

Hipotesis penelitian ini adalah terdapat “Hubungan Pengetahuan Ibu

Yang Mempunyai Balita Tentang Imunisasi Dasar dengan Kepatuhan

Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap di RW 07 Kelurahan Tipar Wilayah Kerja

Puskesmas Tipar Kota Sukabumi”. Sedangkan bentuk hipotesisnya adalah:

H0 : Tidak ada hubungan pengetahuan ibu yang mempunyai balita tentang

imunisasi dasar dengan kepatuhan pemberian imunisasi dasar lengkap di

RW 07 Kelurahan Tipar wilayah kerja Puskesmas Tipar Kota Sukabumi.


H1 : Ada hubungan pengetahuan ibu yang mempunyai balita tentang

imunisasi dasar dengan kepatuhan pemberian imunisasi dasar lengkap di

RW 07 Kelurahan Tipar wilayah kerja Puskesmas Tipar Kota Sukabumi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia yang

sekedar menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa air, apa manusia, apa

alam dan sebagainya. Ini terjadi sesudah orang melakukan pengindraan

terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia,

yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian

besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2010).

Pengetahuan adalah segenap apa yang kita ketahui tentang suatu

objek tertentu, termasuk di dalamnya yaitu ilmu yang sebagian besar

diperoleh dari pengalaman, media dan lingkungan. Hal ini merupakan dasar

dari semua tindakan, untuk meningkatkan pengetahuan harus diadakan

penelitian agar meningkatkan pencapaian usaha-usaha manusia (Arikunto,

2013).

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa

pengetahuan merupakan hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab

pertanyaan untuk meningkatkan pengetahuan yang sebagian besar diperoleh


dari pengalaman, media dan lingkungan. Sehingga pengetahuan merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

dalam menentukan tindakan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian

ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng

daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan yang termasuk dalam

kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh

sebab itu tahu adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja

untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara

lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan

sebagainya.

b. Memahami (Comprehention)

Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi

materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek
atau materi harus menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).

Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,

rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang

lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu

struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja:

dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokan dan

sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Dengan kata lain sintesis ini suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya : dapat

menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat

menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-

rumusan yang telah ada.


f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penelitian-

penelitian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau

menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

3. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat diketahui dengan cara orang yang

bersangkutan mengungkapkan hal-hal yang diketahuinya dalam bentuk atau

jawaban baik lisan maupun tulisan (Notoatmodjo, 2010).

Pertanyaan (test) yang dapat dipergunakan untuk pengukuran

pengetahuan secara umum dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu :

a. Pertanyaan subjektif

Pertanyaan essay disebut pertanyaan subjektif karena penilaian

untuk pertanyaan ini melibatkan faktor subjektif dari penilaian, sehingga

cara menilainya akan berbeda-beda.

b. Pertanyaan objektif

Pertanyaan pilihan ganda, menjodohkan, benar atau salah, disebut

pertanyaan objektif karena pertanyaan ini dapat dinilai secara pasti oleh

penilainya tanpa melibatkan faktor subjektifitas.

4. Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), untuk memperoleh pengetahuan ada

berbagai cara yaitu :


a. Cara Tradisional atau Non-ilmiah

1) Cara Coba Salah (Trial and Error)

Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan beberapa

kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan

tersebut tidak berhasil, maka dicoba kemungkinan yang lain sampai

masalah tersebut dapat terpecahkan.

2) Cara Kebetulan

Cara kebetulan terjadi karena tidak sengaja oleh orang yang

bersangkutan.

3) Cara Kekuasaan atau Otoritas

Pengetahuan diperoleh berdasarkan pada pemegang otoritas,

yakni orang yang mempunyai wibawa atau kekuasaan. Sumber

pengetahuan pada cara ini dapat berupa pemimpin-pemimpin

masyarakat, baik formal maupun informal, para pemuka agama,

pemegang pemerintahan dan sebagainya. Berdasarkan prinsip inilah,

orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang

mempunyai otoritas, tanpa terlebih dulu menguji atau membuktikan

kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan

penalaran sendiri. Hal ini disebabkan karena orang yang menerima

pendapat tersebut menganggap bahwa apa yang dikemukakannya

adalah sudah benar.


4) Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman

yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada

masa yang lalu.

5) Kebenaran secara Intuitif

Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia secara cepat sekali

melalui proses di luar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran

atau berpikir. Kebenaran ini diperoleh seseorang hanya berdasarkan

intuisi atau suara hati atau bisikan hati saja.

6) Melalui Jalan Pikiran

Cara berpikir manusia berkembang seiring dengan

perkembangan kebudayaan umat manusia. Manusia telah mampu

menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuan.

b. Cara Modern atau Cara Ilmiah

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada saat

ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian

ilmiah.

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan, yaitu :

a. Usia

Usia adalah lamanya hidup yang dihitung sejak lahir sampai saat

ini dalam satuan tahun. Usia merupakan periode terhadap pola-pola

kehidupan yang baru (Notoatmodjo, 2010).


Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berpikir. Usia mempengaruhi

terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia

akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga

pengetahuan yang diperoleh semakin membaik. Pada usia dewasa awal

yaitu usia 20-35 tahun, individu akan lebih berperan aktif dalam

membangun suatu keluarga, mengelola rumah tangga, mendidik atau

mengasuh anak, membuat hubungan dengan masyarakat dan kehidupan

sosial. Selain itu, seseorang yang termasuk dalam usia dewasa awal akan

lebih banyak menggunakan waktu untuk membaca. Kemampuan

intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan

hampir tidak ada penurunan pada usia ini (Notoatmodjo, 2010).

b. Pendidikan

Pendidikan adalah proses pertumbuhan seluruh kemampuan dan

perilaku melalui pengajaran, sehingga pendidikan itu perlu

mempertimbangkan umur (proses perkembangan) dan hubungannya

dengan proses belajar. Tingkat pendidikan juga merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih mudah

menerima ide-ide dan teknologi yang baru (Notoatmodjo, 2010).

Pendidikan seseorang menentukan mudah tidaknya seseorang

menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh. Pada

umumnya, semakin rendah pendidikan seseorang maka semakin rendah

juga pengetahuan yang didapat (Notoatmodjo, 2010).


c. Informasi

Informasi yang diperoleh dari berbagai sumber akan

mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Bila seseorang banyak

memperoleh informasi maka ia cenderung mempunyai pengetahuan yang

lebih luas (Notoatmodjo, 2010).

d. Lingkungan

Lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada disekitar manusia.

Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke

dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Sehingga

semakin luas seseorang bersosialisasi dengan orang lain yang tinggal

dalam lingkungan tersebut, maka semakin banyak pengetahuan yang

akan diperoleh (Notoatmodjo, 2010).

e. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan merupakan suatu cara

untuk memperoleh kebenaran dalam pengetahuan dengan cara

mengulangi kembali pengetahuan yang telah diperoleh dari pengalaman

masa lalu, untuk memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi

(Notoatmodjo, 2010).

f. Sosial Ekonomi

Seseorang dengan sosial ekonomi yang rendah akan

mempengaruhi tingkat pengetahuan dalam pemenuhan fasilitas. Faktor

ekonomi sangat berperan penting dalam peningkatan kualitas pendidikan

dan pengetahuan seseorang, semakin rendah sosial ekonomi maka


semakin rendah juga pengetahuan dan pendidikan yang didapatkan

seseorang, maka sosial ekonomi juga sangat berpengaruh terhadap

pengetahuan seseorang (Notoatmodjo, 2010).

g. Sosial Budaya

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui

penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Kebiasaan dan tradisi

sosial budaya berpengaruh terhadap pengetahuan karena kebiasaan dan

tradisi seseorang sangat susah untuk di rubah seperti kebiasaan tidak

membawa anak untuk di imunisasi sehingga menimbulkan dampak untuk

mereka masing-masing (Notoatmodjo, 2010).

h. Pekerjaan

Pekerjaan adalah aktivitas sehari-hari dalam bidang tertentu, pada

umumnya diperlukan adanya sosial yang baik dengan orang lain,

pekerjaan mempunyai peranan penting dalam menentukan kualitas

manusia dan pekerjaan membatasi kesenjangan antara informasi

kesehatan dan praktek yang akan memotivasi seseorang untuk

memperoleh informasi dan berbuat sesuatu untuk menghindari masalah

kesehatan maka dapat disimpulkan seseorang yang mempunyai pekerjaan

akan cenderung mempunyai banyak waktu untuk tukar pendapat atau

pengalaman sehingga hal ini dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan

seseorang terhadap perkembangan informasi tentang kesehatan untuk

menghindari masalah kesehatan (Notoatmodjo, 2010).


6. Kriteria Tingkat Pengetahuan

Menurut Arikunto (2013), untuk mengetahui tingkat pengetahuan

yang dimiliki oleh seseorang dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu:

a. Pengetahuan baik : 76-100% jika pertanyaan dijawab benar.

b. Pengetahuan cukup : 56-75% jika pertanyaan dijawab benar.

c. Pengetahuan kurang : <56% jika pertanyaan dijawab benar.

B. Ibu dan Balita

1. Konsep Ibu

Ibu adalah sebutan untuk seorang perempuan yang sudah melahirkan

seorang anak atau wanita yang sudah bersuami, baik melalui hubungan

biologis maupun sosial. Umumnya, ibu memiliki peranan yang sangat

penting dalam membesarkan anak, dan panggilan ibu dapat diberikan untuk

perempuan yang bukan orang tua kandung (biologis) dari seseorang yang

mengisi peranan ini. Contohnya adalah pada orang tua angkat (karena

adopsi) dan ibu tiri atau istri ayah biologis anak (Indrawati, 2010).

Ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan

untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-

anaknya, pelindung dan ibu juga dapat berperan sebagai pencari nafkah

tambahan dalam keluarganya. Peran seorang ibu pada program imunisasi

sangatlah penting, karena orang terdekat dengan bayi dan anak adalah ibu.

Pengetahuan, kepercayaan dan perilaku kesehatan seorang ibu akan


mempengaruhi kepatuhan pemberian imunisasi dasar pada bayi dan anak,

sehingga dapat mempengaruhi status imunisasinya (Jhonson & Leni, 2010).

2. Konsep Balita

Balita adalah anak yang berusia di bawah lima tahun merupakan

generasi yang perlu mendapatkan perhatian, karena balita merupakan

generasi penerus dan modal dasar untuk kelangsungan hidup bangsa

(Hidayat, 2008).

Balita diharapkan tumbuh dan berkembang dalam keadaan sehat

jasmani, sosial dan bukan hanya bebas dari penyakit dan kelemahan. Selama

periode ini balita amat peka terhadap penyakit, sehingga balita sepenuhnya

tergantung pada perawatan ibu (Lisnawati, 2011).

Masalah kesehatan balita merupakan masalah nasional, mengingat

angka kematian balita masih cukup tinggi. Hal ini karena sistem kekebalan

tubuh pada balita masih belum berfungsi secara maksimal, sehingga akan

mudah terserang penyakit. Karena itu, balita wajib mendapatkan imunisasi

dasar secara lengkap agar tubuhnya bisa menangkal beberapa penyakit

tertentu yang mungkin mengancamnya (Lisnawati, 2011).

Imunisasi perlu diberikan sejak dini pada anak karena pada usia

anak-anak terutama bayi merupakan usia paling rentan terhadap berbagai

virus dan penyakit yang mungkin dapat mengakibatkan kecacatan atau

bahkan kematian. Pada dasarnya imunisasi biasanya lebih fokus diberikan

kepada bayi dan anak-anak karena sistem kekebalan tubuh mereka masih

belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit


berbahaya. Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali, tetapi harus

dilakukan bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit yang sangat

membahayakan kesehatan dan kehidupan anak (Lisnawati, 2011).

C. Imunisasi Dasar

1. Pengertian Imunisasi

Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan atau

meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit,

sehingga bila suatu saat seseorang terpapar dengan penyakit tersebut tidak

akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan (Kemenkes RI, 2013).

Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak

dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti

untuk mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat, 2008).

Berdasarkan uraian-uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa

imunisasi adalah suatu upaya untuk mencegah terhadap penyakit tertentu

melalui pemberian vaksin yang bertujuan untuk meningkatkan kekebalan

seseorang secara aktif, sehingga bila suatu saat seseorang terpapar dengan

penyakit tersebut ia tidak akan menjadi sakit.

2. Pengertian Imunisasi Dasar

Imunisasi dasar adalah imunisasi pertama yang perlu diberikan pada

semua orang, terutama bayi dan anak sejak lahir untuk melindungi tubuhnya

dari penyakit-penyakit berbahaya. Lima jenis imunisasi dasar yang wajib

diperoleh bayi sebelum usia satu tahun terdiri dari BCG, DPT, Hepatitis B,

Polio, dan Campak (Maryunani, 2010).


Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai

kadar kekebalan diatas ambang perlindungan yang diberikan pada bayi

sebelum bayi berusia satu tahun. Imunisasi dasar tersebut antara lain BCG,

Hepatitis B, DPT, Polio dan Campak (Kemenkes RI, 2013).

Berdasarkan pengertian diatas imunisasi dasar adalah imunisasi

pertama yang diberikan pada bayi sebelum bayi berusia satu tahun untuk

melindungi tubuhnya dari penyakit-penyakit berbahaya. Imunisasi dasar

meliputi BCG, Hepatitis B, DPT, Polio dan Campak.

3. Tujuan Imunisasi Dasar

Tujuan pemberian imunisasi dasar adalah untuk mencegah terjadinya

penyakit tertentu pada seseorang dengan cara memberikan kekebalan pada

bayi dan anak melalui pemberian vaksin dengan maksud untuk menurunkan

angka kesakitan, kematian serta kecacatan akibat penyakit yang dapat

dicegah dengan imunisasi (Kemenkes RI, 2013).

Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan kepada

bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang

disebabkan oleh penyakit menular yang sesungguhnya dapat dicegah dengan

imunisasi. Secara umum tujuan imunisasi, antara lain:

a. Melalui imunisasi, tubuh tidak mudah terserang penyakit menular.

b. Imunisasi sangat efektif mencegah penyakit menular.

c. Imunisasi menurunkan angka morbiditas (angka kesakitan) dan

mortalitas (angka kematian) pada bayi (Maryunani, 2010).


4. Manfaat Imunisasi

Menurut Mulyani & Rinawati (2013), manfaat imunisasi yaitu :

a. Untuk anak: mencegah terjadinya penyakit tertentu dan melindungi bayi

atau anak dari penyakit-penyakit menular yang sangat berbahaya, dan

kemungkinan dapat menyebabkan cacat atau kematian.

b. Untuk keluarga: menghilangkan kecemasan dan memperkuat psikologi

pengobatan bila anak sakit. Hal ini dapat mendorong pembentukan

keluarga dalam hal kesehatan, sehingga orang tua yakin bahwa anaknya

akan menjalani masa kanak-kanak dengan tenang.

c. Untuk Negara: memperbaiki tingkat kesehatan dengan cara

meningkatkan cakupan imunisasi. Sehingga dapat menurunkan angka

kesakitan dan kematian pada bayi dan menciptakan bangsa yang kuat dan

berakal untuk melanjutkan pembangunan Negara.

5. Jenis-Jenis Imunisasi

a. Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerrin)

1) Pengertian Imunisasi BCG

Imunisasi BCG adalah imunisasi yang diberikan untuk

menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit Tuberkulosis (TBC),

yaitu penyakit paru-paru yang sangat menular (Maryunani, 2010).

Imunisasi BCG adalah pemberian vaksin yang mengandung

kuman TBC yang telah dilemahkan (Anandita, 2010).

Berdasarkan uraian-uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa

Imunisasi BCG adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan


kekebalan terhadap penyakit Tuberkulosis (TBC) dengan cara

pemberian vaksin Bacillus Calmette Guerrin (BCG) yang

mengandung kuman TBC yang telah dilemahkan.

Vaksin BCG Pelarut Vaksin BCG

2) Pemberian Imunisasi BCG

Pemberian imunisasi BCG yaitu satu kali yang diberikan sedini

mungkin atau secepatnya, tetapi pada umumnya di bawah dua bulan.

Jika diberikan setelah usia dua bulan, disarankan dilakukan tes

Mantoux (tuberkulin) terlebih dahulu untuk mengetahui apakah bayi

sudah kemasukkan kuman Mycobacterium tuberculosis atau belum.

Vaksinasi dilakukan jika hasil tes negatif (Maryunani, 2010).

Cara pemberian imunisasi BCG adalah melalui intradermal

dengan lokasi penyuntikan pada lengan kanan atas (sesuai anjuran

WHO) dengan dosis 0,05 ml untuk bayi (Maryunani, 2010).

Bayi diberi imunisasi BCG di lengan kanan atas


3) Tanda Keberhasilan Imunisasi BCG

Tanda keberhasilan imunisasi BCG yaitu timbul benjolan kecil

dan kemerahan di daerah bekas suntikan setelah satu atau dua minggu

yang teraba keras. Kemudian benjolan ini berubah menjadi pustula

(gelembung berisi nanah), kemudian pecah dan membentuk luka

terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara spontan dalam

waktu 8-12 minggu dengan meninggalkan jaringan parut berdiameter

2-10 mm (Lisnawati, 2011).

Pustula Ulkus Jaringan parut bekas imunisasi

4) Efek Samping

Efek samping umumnya tidak ada. Namun pada beberapa

anak, timbul pembengkakan kelenjar getah bening di ketiak atau leher

bagian bawah atau selangkangan bila penyuntikan dilakukan di paha

tanpa disertai nyeri tekan maupun demam. Biasanya akan sembuh

sendiri dan akan menghilang dalam waktu 3-6 bulan (Lisnawati,

2011).
5) Kontra Indikasi

Imunisasi BCG tidak dapat diberikan pada anak yang

mempunyai penyakit TB atau menunjukkan uji Mantoux positif atau

pada anak yang mempunyai penyakit kulit berat atau menahun

(Maryunani, 2010).

b. Imunisasi DPT

1) Pengertian Imunisasi DPT

Imunisasi DPT adalah imunisasi yang digunakan untuk

mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis dan tetanus dengan

memberikan vaksin yang mengandung racun kuman difteri yang telah

dihilangkan sifat racunnya akan masih dapat merangsang

pembentukan zat anti atau toxoid (Maryunani, 2010).

Imunisasi DPT adalah imunisasi yang diberikan untuk

melindungi terhadap difteri, pertusis, dan tetanus (Anandita, 2010).

Berdasarkan uraian-uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa

Imunisasi DPT adalah imunisasi yang diberikan untuk mencegah

terjadinya penyakit difteri, pertusis dan tetanus dengan memberikan

vaksin 3 in 1 yang di dalamnya mengandung racun kuman difteri yang

telah dihilangkan sifat racunnya.

Vaksin DPT
2) Pemberian Imunisasi DPT

Pemberian imunisasi DPT paling sering dilakukan 3 kali, yaitu

pada usia 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan dengan interval waktu 4

minggu. Namun bisa juga ditambahkan 2 kali lagi, yaitu 1 kali di usia

18 bulan dan 1 kali di usia 5 tahun. Cara pemberian imunisasi DPT

melalui suntikan intramuscular yang disuntikkan pada otot lengan atau

paha dengan dosis 0,5 ml (Anandita, 2010).

Bayi diberi imunisasi DPT di paha Bayi diberi imunisasi DPT di lengan

3) Efek Samping

Efek samping yang ditimbulkan biasanya hanya gejala-gejala

ringan, seperti sedikit demam dan rewel selama 1-2 hari, kemerahan,

pembengkakan, agak nyeri atau pegal pada tempat suntikan yang akan

hilang sendiri dalam beberapa hari. Bila anak masih demam dapat

diberikan obat penurun panas (Kemenkes RI, 2013).

4) Kontra Indikasi

Imunisasi DPT tidak dapat diberikan pada anak-anak yang

mempunyai penyakit atau kelainan saraf baik bersifat keturunan atau

bukan, seperti epilepsy, menderita kelainan saraf yang berat atau habis

dirawat karena infeksi otak, anak-anak yang sedang demam atau sakit
keras dan mudah mendapat kejang, mempunyai sifat alergi seperti

eksim atau asma (Maryunani, 2010).

c. Imunisasi DPT-HB-Hib

1) Pengertian Imunisasi DPT-HB-Hib

Imunisasi DPT-HB-Hib adalah imunisasi yang diberikan untuk

menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, pertussis,

tetanus, dan hepatitis B. Pemberian imunisasi DPT-HB-Hib adalah

tiga kali diberikan pada usia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, dan dianjurkan

pemberiannya sesuai jadwal (Kemenkes RI, 2013).

2) Pemberian Imunisasi DPT-HB-Hib

Waktu pemberian imunisasi DPT-HB-Hib adalah pada umur

bayi 2 bulan, berikutnya pada usia bayi 3 bulan, dan 4 bulan. Cara

pemberian imunisasi DPT-HB-Hib dapat melalui suntikan dengan

cara intramuskuler dengan dosis 0,5 ml dengan interval minimal 4

minggu, dan disuntikkan pada anterolateral paha atas untuk bayi

(Kemenkes RI, 2013).

Vaksin DPT-HB-Hib Bayi yang diberikan imunisasi DPT-HB-Hib

3) Efek Samping Imunisasi DPT-HB-Hib

Beberapa reaksi lokal sementara seperti bengkak, nyeri dan

kemerahan pada lokasi suntikan disertai demam. Kadang-kadang


reaksi berat seperti demam tinggi, irritabilitas (rewel), dan menangis

dengan nada tinggi dapat terjadi dalam 24 jam setelah pemberian

(Kemenkes RI, 2013).

4) Kontra Indikasi

Vaksin tidak boleh diberikan sebelum bayi berumur 2 bulan

karena bayi tersebut belum dapat membentuk antibody dan sebaiknya

vaksin tidak diberikan pada anak yang kejang atau gejala kelainan

otak pada bayi baru lahir atau kelainan saraf serius lainnya (Kemenkes

RI, 2013).

d. Imunisasi Polio

1) Pengertian Imunisasi Polio

Imunisasi polio adalah imunisasi yang diberikan untuk

menimbulkan kekebalan terhadap penyakit poliomyelitis, yaitu radang

yang menyerang saraf dan dapat mengakibatkan lumpuh (Kemenkes

RI, 2013).

Imunisasi polio adalah imunisasi yang digunakan untuk

mencegah terjadinya penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan

kelumpuhan pada anak. Kandungan yang terdapat dalam vaksin polio

yaitu virus yang dilemahkan (Maryunani, 2010).

Berdasarkan uraian-uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa

imunisasi polio adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan

kekebalan terhadap penyakit poliomyelitis dengan cara pemberian

vaksin polio yang mengandung virus yang telah dilemahkan.


2) Pemberian Imunisasi Polio

Waktu pemberian polio adalah pada umur bayi 0-11 bulan atau

saat lahir 0 bulan, dan berikutnya pada usia bayi 2 bulan, 4 bulan dan

6 bulan. Cara pemberian imunisasi polio dapat melalui suntikan

(Inactivated Poliomyelitis Vaccine/IPV) atau melalui mulut (Oral

Poliomyelitis Vaccine/OPV). Di luar negeri, cara pemberian imunisasi

polio ada yang melalui suntikan. Sedangkan di Indonesia yang

digunakan yaitu OPV (Anandita, 2010).

Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV Inactivated Poliomyelitis Vaccine/IPV

Imunisasi polio diberikan secara oral (melalui mulut) dengan

dosis 2 tetes, dengan interval minimal 4 minggu. Sedangkan imunisasi

polio yang diberikan melalui suntikan, disuntikan secara intramuscular

atau subcutan dalam dengan dosis pemberian 0,5 ml dengan interval

waktu 4 minggu (Kemenkes RI, 2013).

Bayi yang diberi imunisasi OPV Bayi yang diberi imunisasi IPV
3) Efek Samping Imunisasi Polio

Pada umumnya hampir tidak ada efek samping. Hanya

sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare ringan dan sakit

otot. Kasusnya pun sangat jarang (Maryunani, 2010).

4) Kontra Indikasi

Sebaiknya pada anak yang menderita penyakit gangguan

kekebalan tidak diberikan imunisasi polio. Sedangkan pada anak

dengan diare berat atau yang sedang sakit parah, seperti demam tinggi

(diatas 38o C) ditangguhkan, maka imunisasi polio dapat diberikan

setelah sembuh (Kemenkes RI, 2013).

e. Imunisasi Campak

1) Pengertian Imunisasi Campak

Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk

menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit campak. Kandungan

vaksin campak adalah virus yang dilemahkan. Pemberian imunisasi

campak adalah satu kali diberikan pada usia 9 bulan, dan dianjurkan

pemberiannya sesuai jadwal (Kemenkes RI, 2013).

Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk

mencegah terjadinya campak pada anak karena penyakit ini sangat

menular (Maryunani, 2010).

Berdasarkan uraian-uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa

imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk


menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit campak yang sangat

menular. Kandungan vaksin campak adalah virus yang dilemahkan.

Vaksin Campak Pelarut Vaksin Campak

2) Pemberian Imunisasi Campak

Imunisasi campak diberikan 1 kali pada usia 9 bulan, dan

dianjurkan pemberiannya sesuai jadwal. Cara pemberiannya melalui

subkutan pada lengan kiri atas dengan dosis 0,5 ml (Maryunani,

2010).

Pemberian Imunisasi Campak di lengan kiri atas

3) Efek Samping

Biasanya tidak terdapat reaksi akibat imunisasi, mungkin

terjadi demam ringan dan terdapat efek kemerahan atau bercak merah

pada pipi di bawah telinga pada hari ke 7-8 setelah penyuntikan.

Kemungkinan juga terdapat pembengkakan pada tempat penyuntikan

(Maryunani, 2010).
4) Kontra Indikasi

Individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau

individu yang diduga menderita gangguan respon imun karena

leukemia (Kemenkes RI, 2013).

f. Imunisasi Hepatitis B

1) Pengertian

Imunisasi Hepatitis B adalah imunisasi yang diberikan untuk

menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B, yaitu

penyakit infeksi yang dapat merusak hati (Maryunani, 2010).

Imunisasi Hepatitis B adalah imunisasi yang digunakan untuk

mencegah terjadinya penyakit hepatitis, yang kandungannya yaitu

HbsAg dalam bentuk cair (Anandita, 2010).

Berdasarkan uraian-uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa

imunisasi Hepatitis B adalah imunisasi yang diberikan untuk

menimbulkan kekebalan aktif dan mencegah terjadinya penyakit

hepatitis B. kandungan di dalam vaksin yaitu HbsAg dalam bentuk

cair.

Vaksin Hepatitis B
2) Pemberian

Pemberian imunisasi hepatitis B dilakukan tiga kali. Sebaiknya

diberikan 12 jam setelah bayi lahir. Kemudian dilanjut pada saat bayi

berusia 1 bulan, dan usia antara 3-6 bulan (Maryunani, 2010).

Cara pemberian imunisasi hepatitis B adalah dengan cara

intramuskular di lengan deltoid atau paha anterolateral bayi dengan

dosis 0,5 ml atau satu buah HB PID (Maryunani, 2010).

Bayi yang diberi imunisasi Hepatitis B

3) Efek Samping

Umumnya tidak terjadi efek samping. Jika pun terjadi (namun

sangat jarang), berupa keluhan nyeri pada tempat suntikan, yang

disusul demam ringan dan pembengkakan. Namun reaksi ini akan

menghilang dalam waktu 2 hari (Kemenkes RI, 2013).

4) Kontra Indikasi

Tidak dapat diberikan pada anak yang menderita sakit berat

(Maryunani, 2010).

6. Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar

Menurut Kemenkes RI (2013), jadwal pemberian imunisasi pada

bayi dapat dilihat pada tabel berikut ini :


Tabel 2.1 : Jadwal Pemberian Imunisasi

Umur Jenis Imunisasi Yang Diberikan


0-7 hari Hepatitis B
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3
4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4
9 bulan Campak
Sumber : Modul Pelatihan Imunisasi Bagi Petugas Puskesmas, 2013

7. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi

a. Difteri

1) Pengertian Difteri

Difteri adalah infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan

dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal (Lisnawati,

2011).

Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

Corynebacterium diphtheria. Gejala awal penyakit ini adalah radang

tenggorokan, hilang nafsu makan dan demam ringan dengan suhu 38o

C Dalam 2-3 hari timbul selaput putih kebiru-biruan pada tenggorokan

dan tonsil yang tak mudah lepas dan mudah berdarah, dapat disertai

nyeri menelan, leher membengkak seperti leher sapi (bull neck) dan

sesak nafas disertai bunyi stridor (Kemenkes RI, 2013).

2) Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala penyakit difteri yaitu mula-mula seperti flu,

pilek, dan panas tidak tinggi, lemah, tidak mau makan, dan radang

tenggorokan. Kemudian mukus (lendir/ingus) menjadi kental dan

bercampur darah serta menyebabkan luka disekitar bibir atas. Dalam


2-3 hari timbul selaput putih kebiru-biruan pada tenggorokan dan

tonsil yang tak mudah lepas dan mudah berdarah, dapat disertai nyeri

menelan, leher membengkak seperti leher sapi (bull neck) dan sesak

nafas disertai bunyi atau stridor (Kemenkes RI, 2013).

Difteri

3) Penularan

Penularan umumnya melalui udara (batuk/bersin) selain itu

dapat melalui benda atau makanan yang terkontaminasi. Pada

pemeriksaan apusan tenggorok atau hidung terdapat kuman difteri.

Difteri dapat menimbulkan komplikasi berupa gangguan pernapasan

yang berakibat kematian (Kemenkes RI, 2013).

b. Pertussis

1) Pengertian

Pertusis disebut juga batuk rejan adalah penyakit pada saluran

pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis (IDAI,

2008).

Pertusis adalah penyakit radang paru (pernafasan) yang disebut

juga dengan batuk rejan atau batuk 100 hari karena lama sakitnya

dapat mencapai 3 bulan lebih atau 100 hari (Maryunani, 2010).


2) Tanda dan Gejala

Gejala penyakit ini adalah pilek, mata merah, bersin, demam,

batuk ringan yang lama kelamaan batuk menjadi parah pada akhir

batuk saat menarik nafas panjang terdengar suara “hup” (whoop) yang

khas, biasanya disertai muntah. Serangan batuk lebih sering pada

malam hari. Akibat batuk yang berat dapat terjadi pedarahan selaput

lendir mata (konjungtiva) atau pembengkakan di sekitar mata (oedema

periorbital). Lamanya batuk bisa mencapai 1-3 bulan dan penyakit ini

sering disebut penyakit batuk 100 hari.

Pertusis

3) Penularan

Cara penularan pertussis adalah melalui percikan ludah

(droplet infection) yang keluar dari batuk atau bersin. Pemeriksaan

laboratorium pada apusan lendir tenggorokan dapat ditemukan kuman

pertussis (Bordetella pertussis).


c. Tetanus

1) Pengertian

Tetanus adalah penyakit disebabkan oleh Clostridium tetani

yang menghasilkan neurotoksin.

Tetanus adalah suatu penyakit dengan gangguan

neuromuscular akut berupa trismus, kekakuan ini disebabkan oleh

kuman anaerob Clostridium tetani (IDAI, 2008).

2) Tanda dan Gejala

Gejala awal penyakit adalah kaku otot pada rahang, disertai

kaku pada leher, kesulitan menelan, kaku otot perut, berkeringat dan

demam. Serangan kontraksi yang kuat dan terus-menerus pada otot

perut dan punggung menyebabkan terjadinya punggung kaku sampai

melengkung. Kejang yang terjadi pada penderita tetanus sangat khas,

yaitu tiba-tiba terjadi kontraksi dari semua otot sehingga punggung

menjadi kaku sampai melengkung, lengan menekuk, tangan mengepal

di dada dan tungkai lurus. Serangan kejang ini disertai rasa sakit yang

hebat, kadang-kadang disertai sianosis karena penderita tidak dapat

bernapas saat serangan (Maryunani, 2010).

Tetanus
3) Penularan

Penyakit ini tidak menyebar dari orang ke orang, tetapi melalui

kotoran yang masuk ke dalam luka yang dalam (Kemenkes RI, 2013).

d. Tuberkulosis

1) Pengertian

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosa yang menyerang paru-paru (Maryunani,

2010).

2) Tanda dan Gejala

Gejala awal penyakit adalah lemah badan, penurunan berat

badan, demam dan keluar keringat pada malam hari. Gejala

selanjutnya adalah batuk terus menerus, nyeri dada dan dapat terjadi

batuk darah (Kemenkes RI, 2013).

Tuberculosis

3) Penularan

Cara penularannya melalui udara atau droplet percikan ludah

saat batuk, bersin atau bercakap-cakap dengan seseorang yang positif

mengalami Tuberkulosis atau TB (Maryunani, 2010).


e. Campak

1) Pengertian

Campak adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

myxovirus viridas measles yang sangat menular pada anak-anak,

ditandai dengan panas, batuk, pilek, mata merah, diikuti dengan ruam

kemerahan yang menyeluruh (IDAI, 2008).

2) Tanda dan Gejala

Demam timbul secara bertahap dan meningkat sampai hari

kelima atau ke enam pada puncak timbulnya ruam. Ruam awal pada

24 sampai 48 jam pertama diikuti dengan turunnya suhu tubuh sampai

normal selama satu hari dan kemudian diikuti dengan kenaikan suhu

tubuh yang cepat mencapai 40o C pada waktu ruam sudah timbul

diseluruh tubuh (IDAI, 2008).

Gejala awal lainnya yang sering ditemukan adalah batuk, pilek,

dan mata merah. Kemudian muncul suatu bintik berbentuk tidak

teratur dan kecil berwarna merah terang, pada pertengahannya

didapatkan noda berwarna putih keabuan. Mula-mula didapatkan

hanya dua atau tiga sampai enam bintik yang sangat kecil dan sulit

terlihat, ruam hanya dapat terlihat apabila terkena sinar secara

langsungatau di tempat terang (IDAI, 2008).

Ruam timbul pertama kali pada hari ketiga sampai keempat

dari timbulnya demam dan mulai timbul pada bagian samping atas

leher, daerah belakang telinga, perbatasan rambut dikepala dan meluas


ke dahi. Kemudian menyebar ke bawah ke seluruh muka dan leher

dalam waktu 24 jam. Seterusnya menyebar ke ekstremitas atas, dada,

daerah perut, dan punggung, mencapai kaki pada hari ketiga. Setelah

tiga atau empat hari, lesi tersebut berubah menjadi berwarna

kecokelatan. Hal ini kemungkinan sebagai akibat dari perdarahan

kapiler, dan tidak memucat dengan penekanan. Dengan

menghilangnya ruam, timbul perubahan warna dari ruam, yaitu

menjadi berwarna kehitaman atau lebih gelap. Kemudian disusul

timbulnya sisik berwarna putih (IDAI, 2008).

Campak di bagian wajah dan leher Campak di ekstremitas atas

3) Penularan

Cara penularannya melalui droplet bersin atau batuk dari

penderita (Kemenkes RI, 2013).

f. Poliomielitis

1) Pengertian Poliomielitis

Poliomielitis adalah penyakit pada susunan saraf pusat yang

disebabkan oleh virus polio yang dinamakan Picornaviridae genus

Enterovirus. Secara klinis penyakit polio adalah anak di bawah umur


15 tahun yang menderita lumpuh layu akut atau acute flaccid

paralysis/AFP (Maryunani, 2010).

2) Tanda dan Gejala Poliomielitis

Gejala awal penyakit polio adalah demam, rasa lelah, pusing,

muntah, kekakuan di leher dan rasa ngilu di bagian tungkai.

Kelumpuhan dimulai dengan gejala demam, nyeri otot dan

kelumpuhan terjadi pada minggu pertama sakit. Kematian bisa terjadi

jika otot-otot pernapasan terinfeksi dan tidak segera ditangani

(Kemenkes RI, 2013).

Polio

3) Penularan

Penyebaran penyakit adalah melalui kotoran manusia (tinja)

yang terkontaminasi (Kemenkes RI, 2013).

g. Hepatitis B

1) Pengertian

Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

hepatitis B yang merusak hati (Maryunani, 2010).


2) Tanda dan Gejala

Gejala yang ada adalah lemah, cepat lelah, kurang nafsu

makan, gangguan perut berupa rasa mual, dan gejala lain seperti flu,

urine menjadi kuning, kotoran menjadi pucat. Warna kuning bisa

terlihat pula mata ataupun kulit. Penyakit ini bisa menjadi kronis dan

menimbulkan Cirrhosis hepatis, kanker hati dan menimbulkan

kematian (Kemenkes RI, 2013).

Warna kuning pada kulit Hepatitis B Mata menjadi kuning pada penderita Hepatitis B

3) Cara Penularan

Penyebaran penyakit terutama melalui suntikan yang tidak

aman, dari ibu ke bayi selama proses persalinan, dan melalui

hubungan seksual (IDAI, 2008).

8. Tempat Pelayanan Imunisasi

Untuk mengoptimalkan pelayanan imunisasi, dan mencapai

keberhasilan program imunisasi di Indonesia di dukung dengan tersedianya

tempat yang bisa digunakan sebagai fasilitas yang memberikan pelayanan

utama untuk imunisasi. Pelayanan imunisasi dapat dilakukan di Puskesmas,

Posyandu, Rumah Sakit, Bidan Desa, Praktek Dokter, dan Polindes

(Mulyani & Rinawati, 2013).


9. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)

a. Pengertian KIPI

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) adalah suatu kejadian

medik yang berhubungan dengan imunisasi terjadi setelah pemberian

imunisasi, baik berupa efek vaksin ataupun efek samping, reaksi

suntikan, atau kesalahan program yang tidak dapat ditentukan (IDAI,

2008).

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) adalah semua kejadian

(medik) sakit dan kematian yang terjadi setelah menerima imunisasi yang

diduga disebabkan oleh imunisasi. Biasanya terjadi dalam masa satu

bulan setelah imunisasi atau dapat lebih lama yaitu enam bulan

(Lisnawati, 2011).

Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa KIPI

adalah suatu kejadian medik baik sakit maupun kematian yang terjadi

setelah pemberian imunisasi berupa efek vaksin atau efek samping,

suntikan, atau kesalahan program yang tidak dapat ditentukan. Biasanya

terjadi dalam masa satu bulan setelah imunisasi atau dapat lebih lama

yaitu enam bulan.

b. Klasifikasi KIPI

Menurut IDAI (2008), klasifikasi KIPI terdiri dari :


1) Klasifikasi Lapangan

Menurut Komnas PP-KIPI dengan menggunakan kriteria

WHO Western Pasific membagi penyebab KIPI pada klasifikasi

lapangan menjadi lima penyebab, yaitu kesalahan program, reaksi

suntikan, reaksi vaksin, koinsiden, dan penyebab yang tidak diketahui.

Klasifikasi lapangan ini dapat digunakan untuk pencatatan dan

pelaporan KIPI (Kemenkes RI, 2013).

Lima penyebab Kejadian Pasca Imunisasi (KIPI) pada

klasifikasi lapangan terdiri dari :

2) Kesalahan Prosedur atau Teknik Pelaksanaan (Programmatic Errors)

Sebagian besar kasus KIPI berhubungan dengan masalah

prosedur dan teknik pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan

prosedur penyimpanan, pengelolaan, dan tata laksana pemberian

vaksin. Kesalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai tingkatan

prosedur imunisasi, misalnya :

a) Dosis antigen yang terlalu banyak

b) Lokasi dan cara menyuntik yang tidak tepat

c) Sterilisasi semprit dan jarum suntik

d) Jarum bekas pakai

e) Tindakan aseptik dan antiseptik


f) Kontaminasi vaksin dan peralatan suntik

g) Penyimpanan vaksin

h) Pemakaian sisa vaksin

i) Jenis dan jumlah pelarut vaksin

j) Tidak memperhatikan petunjuk pemakaian, indikasi, kontra

indikasi, dan lain-lain.

Kecurigaan terhadap kesalahan tata laksana perlu diperhatikan

apabila terdapat kecenderungan kasus KIPI berulang pada petugas

yang sama.

3) Reaksi Suntikan

Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum

suntik baik langsung maupun tidak langsung. Reaksi suntikan

langsung seperti sakit, bengkak, dan kemerahan pada tempat suntikan.

Sedangkan reaksi suntikan tidak langsung meliputi: rasa takut, pusing,

mual atau muntah, kejang, dan sinkope.

4) Induksi Vaksin (Reaksi Vaksin)

Gejala KIPI yang disebabkan karena induksi vaksin umumnya

sudah dapat diprediksi terlebih dahulu karena merupakan efek

samping vaksin dan secara klinis biasanya ringan.


a) Reaksi lokal pada Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI) yaitu:

rasa nyeri di tempat suntikan, sekitar 10% terjadi bengkak sampai

kemerahan di tempat suntikan, sekitar 50% terjadi bengkak pada

tempat suntikan DPT dan tetanus.

b) Reaksi sistemik yaitu demam juga reaksi lain seperti malaise, pada

imunisasi campak terjadi demam, ruam, dan konjungtivitis akibat

reaksi virus dari vaksin campak, kurang dari 1% terjadi diare,

pusing dan nyeri otot setelah pemberian OPV.

5) Faktor Kebetulan (Koinsiden)

Kejadian yang timbul ini terjadi secara kebetulan saja setelah

imunisasi. indikator faktor kebetulan ditandai dengan ditemukannya

kejadian yang sama disaat bersamaan pada kelompok populasi

setempat dengan karakteristik serupa tetapi tidak disebabkan oleh

vaksin.

6) Penyebab Tidak Diketahui

Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat

dikelompokkan ke dalam salah satu penyebab maka untuk sementara

dimasukkan ke dalam kelompok ini sambil menunggu informasi lebih

lanjut. Biasanya dengan kelengkapan informasi tersebut akan dapat

ditentukan kelompok penyebab KIPI.


c. KIPI yang Harus Dilaporkan

Menurut IDAI (2008) KIPI yang harus dilaporkan yaitu semua

kejadian yang berhubungan dengan imunisasi seperti :

1) Abses pada tempat suntikan

2) Semua kematian yang diduga oleh petugas kesehatan atau masyarakat

berhubungan dengan imunisasi.

3) Semua kasus rawat inap yang diduga oleh petugas kesehatan atau

masyarakat yang berhubungan dengan imunisasi.

Bila laporan KIPI yang diterima dikategorikan sebagai kesalahan

prosedur, maka tindak lanjut yang perlu dilakukan adalah memperbaiki

sistem atau prosedur pelayanan imunisasi sesuai SOP untuk menghindari

kesalahan serupa dan meningkatkan kualitas pelayanan.

d. Pelapor KIPI

Menurut IDAI (2008) pelapor KIPI adalah petugas kesehatan

yang melakukan pelayanan imunisasi dan pengobatan di pelayanan

kesehatan, rumah sakit serta sarana pelayanan kesehatan lain.

Selain itu, hal-hal yang harus dilakukan oleh petugas kesehatan

terhadap kejadian ikutan paska imunisasi (KIPI) antara lain:


1) Apabila orang tua membawa anak sakit yang baru di imunisasi,

petugas kesehatan harus mampu mengenali KIPI dan menentukan

apakah perlu dilaporkan dan perlu tindakan lebih lanjut.

2) Petugas harus mengetahui faktor pencetus terjadinya KIPI.

3) Pada kasus ringan, petugas kesehatan harus tenang dan memberi

nasihat pada orang tua untuk mengobati pasien. Reaksi ringan seperti

abses kecil pada tempat suntikan, tidak perlu dilaporkan kecuali

apabila tingkat kepedulian orang tua cukup bermakna.

4) Para orang tua dan anggota masyarakat harus mengetahui reaksi yang

diharapkan terjadi setelah imunisasi dan dianjurkan untuk melapor

serta membawa dengan segera anak yang sakit ke rumah sakit atau

fasilitas kesehatan terdekat (IDAI, 2008).

D. Kepatuhan

1. Pengertian Kepatuhan

Kepatuhan adalah suatu perubahan perilaku dari perilaku yang tidak

mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan (Notoatmodjo,

2010).

Kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. kepatuhan

(ketaatan) sebagai tingkat penderita melaksanakan cara pengobatan dan

perilaku yang disarankan oleh dokter atau orang lain. Kepatuhan juga dapat
didefinisikan sebagai perilaku positif penderita dalam mencapai tujuan

terapi (Niven, 2008).

Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kepatuhan

adalah suatu perilaku yang sesuai dengan aturan dimana penderita

melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh tenaga

kesehatan sehingga dapat mencapai tujuan terapi yang diharapkan.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan

Menurut Anandita (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

kepatuhan antara lain :

a. Pendidikan

Pendidikan tidak terlepas dari proses belajar pada individu,

kelompok masyarakat dari tidak tahu tentang nilai-nilai kesehatan

menjadi tahu. Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses

perubahan tingkah laku, semakin tinggi tingkat pendidikan dan

pengetahuan seseorang maka semakin membutuhkan tempat pelayanan

kesehatan sebagai tempat berobat bagi diri sendiri dan keluarganya,

dengan berpendidikan tinggi wawasan pengetahuan semakin bertambah

dan semakin menyadari bahwa begitu penting kesehatan bagi kehidupan

sehingga termotivasi untuk melakukan kunjungan ke fasilitas pelayanan

kesehatan yang lebih baik.


b. Status Sosial Ekonomi

Jarak dari tempat tinggal ke fasilitas pelayanan kesehatan dapat

mempengaruhi kepatuhan dalam pemberian imunisasi dasar karena hal

ini dapat membatasi kemampuan dan kemauan ibu untuk melakukan

imunisasi dasar. Biasanya ibu cenderung malas melakukan imunisasi

dasar pada bayinya karena jarak menuju tempat pelayanan kesehatan

yang jauh (Niven, 2008).

Sementara itu menurut Anandita (2010), faktor yang

mempengaruhi terhadap kejadian tidak lengkapnya status imunisasi

diantaranya faktor jarak rumah ke tempat pelayanan imunisasi. Jarak

kurang dari 1 km ini masih tergolong dekat, dengan jarak yang tidak

terlalu jauh dari pusat pelayanan kesehatan, diharapkan masyarakat dapat

memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk kesehatan

keluarganya.

c. Modifikasi Faktor Lingkungan Dan Sosial

Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan

teman-teman, kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk

membantu kepatuhan terhadap program pemberian imunisasi.

Lingkungan berpengaruh besar pada pelaksanaan imunisasi, lingkungan

yang baik dan positif akan membawa dampak yang positif pula pada

pelaksanaan imunisasi dasar, sebaliknya lingkungan negatif akan

membawa dampak buruk pada proses pelaksanaan imunisasi. Hal ini


disebabkan karena orang tua terutama para ibu tidak mendapat penjelasan

yang baik tentang imunisasi.

d. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu, dari pengalaman

dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan

akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan (Notoatmodjo, 2010).

Pengetahuan ibu dapat diperoleh dari pendidikan atau pengamatan

serta informasi yang didapat dari seseorang. Pengetahuan dapat

menambah ilmu, dengan adanya pendidikan dan pengetahuan mendorong

kemauan dan kemampuan yang ditujukan terutama kepada para ibu

dalam memberikan dorongan dan motivasi untuk menggunakan sarana

pelayanan kesehatan seperti dalam pelaksanaan imunisasi. Tingkat

pendidikan baik dari sekolah atau tempat mencari ilmu lainnya dan

pengetahuan ibu sangat mempengaruhi terlaksananya kegiatan

pelaksanaan imunisasi dasar.

e. Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga adalah suatu upaya yang diberikan kepada

anggota keluarga baik moril maupun materil untuk memotivasi keluarga

tersebut dalam melaksanakan kegiatan (Niven, 2008).


Keberhasilan suatu program imunisasi di masyarakat berkaitan

dengan dukungan dari kelompok masyarakat, salah satunya adalah

keluarga. Tanggung jawab keluarga terhadap imunisasi memegang

peranan yang sangat penting sehingga akan diperoleh suatu manfaat

terhadap keberhasilan imunisasi serta peningkatan kesehatan

anak. Dengan adanya dukungan keluarga akan mendorong kemauan dan

kemampuan yang ditujukan terutama kepada para ibu sebagai anggota

masyarakat untuk menggunakan sarana pelayanan kesehatan. Semua

aktivitas yang dilakukan para ibu seperti dalam pelaksanaan imunisasi

tidak lain adalah hasil yang diperoleh dari dukungan keluarga, baik dari

suami maupun anggota keluarga lainnya. Dukungan keluarga merupakan

suatu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam membuat

keputusan dengan lebih tepat.

3. Cara Pengukuran Kepatuhan

Pengukuran kepatuhan dalam pemberian imunisasi dasar lengkap

dikategorikan menjadi dua, yaitu :

a. Patuh

Patuh apabila balita mendapatkan lima imunisasi dasar lengkap sesuai

jadwal yang telah ditentukan.


b. Tidak Patuh

Tidak patuh apabila balita tidak mendapatkan lima imunisasi dasar

lengkap sesuai jadwal yang telah ditentukan.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian korelasional.

Penelitian korelasional adalah penelitian yang dilakukan oleh peneliti untuk

mengetahui tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih, tanpa melakukan

perubahan, tambahan atau manipulasi terhadap data yang memang sudah ada

dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Pendekatan cross sectional

merupakan rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau

pengamatan pada saat bersamaan (Arikunto, 2013).

Dalam penelitian ini akan mengkaji hubungan antara pengetahuan ibu

yang mempunyai balita tentang imunisasi dasar dengan kepatuhan pemberian

imunisasi dasar lengkap di RW 07 Kelurahan Tipar Wilayah Kerja Puskesmas

Tipar Kota Sukabumi.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di RW 07 Kelurahan Tipar wilayah kerja

Puskesmas Tipar Kota Sukabumi.

2. Waktu

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret sampai dengan Agustus 2015.
C. Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran

yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep

pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2010).

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel

yaitu variabel bebas dan variabel tak bebas.

1. Variabel bebas (Variabel Independen) merupakan variabel yang nilainya

menentukan variabel lain (Nursalam, 2009). Adapun variabel bebas dalam

penelitian ini adalah pengetahuan ibu yang mempunyai balita tentang

imunisasi dasar.

2. Variabel tak bebas (Variabel Dependen) merupakan variabel yang nilainya

ditentukan oleh variabel lain (Nursalam, 2009). Variabel tak bebas dalam

penelitian ini adalah kepatuhan pemberian imunisasi dasar lengkap.

D. Definisi Konseptual dan Operasional

1. Definisi Konseptual

Definisi konseptual adalah suatu abstraksi yang dibentuk dengan

menggeneralisasikan suatu pengertian. Oleh sebab itu konsep tidak dapat di

ukur dan diamati secara langsung agar dapat diamati dan diukur, maka

konsep tersebut harus dijabarkan kedalam variabel-variabel. Dari variabel

itulah konsep dapat diamati dan diukur (Notoatmodjo, 2010).

Pengetahuan adalah merupakan hasil “Tahu” dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu yang mana


penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia yakni indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba yang sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,

2010).

Ibu yang mempunyai balita adalah kelompok ibu yang mempunyai

anak berusia di bawah lima tahun (Anandita, 2010).

Imunisasi dasar adalah imunisasi pertama yang perlu diberikan pada

semua orang, terutama bayi dan anak sejak lahir untuk melindungi tubuhnya

dari penyakit-penyakit berbahaya. Lima jenis imunisasi dasar yang wajib

diperoleh bayi sebelum usia satu tahun terdiri dari BCG, DPT, Hepatitis B,

Polio, dan Campak (Maryunani, 2010).

Kepatuhan adalah suatu perubahan perilaku dari perilaku yang tidak

mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan (Notoatmodjo,

2010).

Berdasarkan pengertian diatas pengetahuan ibu yang mempunyai

balita tentang imunisasi dasar adalah hasil tahu atau pemahaman seorang ibu

yang memiliki balita berusia satu sampai kurang dari lima tahun tentang

pemberian imunisasi dasar yang diberikan pada saat bayi yang terdiri dari

BCG, DPT-HB-Hib (1,2,3), polio (1,2,3,4), dan campak. Kepatuhan

pemberian imunisasi dasar lengkap adalah memberikan lima imunisasi dasar

secara lengkap sesuai dengan jadwal imunisasi yang telah ditentukan untuk

mencegah terjadinya suatu penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dengan

imunisasi.
2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang

dimaksud atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan

untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-

variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrument atau alat ukur

(Notoatmodjo, 2010).

Definisi operasional ditentukan berdasarkan parameter yang

dijadikan ukuran dalam penelitian, sedangkan cara pengukuran merupakan

cara dimana variabel dapat diukur dan ditentukan karakteristiknya (Hidayat,

2007).

Adapun variabel yang akan didefinisikan secara operasional dapat

dijelaskan sebagai berikut:


Keterangan : Tabel 3.1 Definisi Operasional (Kepatuhan pemberian imunisasi

dasar lengkap) terlampir di microsoft word terbaru.


Keterangan : Tabel 3.1 Definisi Operasional (Pengetahuan ibu yang mempunyai

balita tentang imunisasi dasar) terlampir di microsoft word terbaru.


E. Populasi dan Sampel
1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian, apabila seseorang

ingin menilai semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka

penelitiannya merupakan penelitian populasi (Arikunto, 2013)

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek

yang acak mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya

(Notoatmodjo, 2010).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai

balita di RW 07 Kelurahan Tipar Wilayah Kerja Puskesmas Tipar Kota

Sukabumi, yaitu sebanyak 122 orang responden karena sebanyak 15

responden yang balitanya sudah melewati batas umur yaitu sudah lebih dari

5 tahun, maka populasi dalam penelitian ini menjadi 107 responden. Namun

untuk kepentingan studi pendahuluan sudah terpakai 10 orang responden,

sehingga jumlah populasi dalam penelitian ini yaitu 97 orang responden.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.

Dinamakan penelitian sampel apabila kita bermaksud untuk

menggeneralisasikan hasil penelitian sampel (Arikunto, 2013).

Sampel adalah sebagian objek penelitian yang diambil dari

keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi


(Notoatmodjo, 2010). Sampel dalam penelitian ini adalah semua ibu yang

mempunyai balita di RW 07 Kelurahan Tipar Wilayah Kerja Puskesmas

Tipar Kota Sukabumi.

Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian dapat

mewakili dalam sampel penelitian dan mewakili syarat sebagai sampel.

Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu:

a. Ibu yang mempunyai balita yang tinggal dan menetap di RW 07

Kelurahan Tipar Wilayah Kerja Puskesmas Tipar Kota Sukabumi yang

memiliki buku KIA dan di dalamnya terdapat KMS, dan apabila KMS

ibu hilang maka dapat melihat pada buku laporan imunisasi di posyandu.

b. Ibu yang mempunyai balita yang keberadaannya pada saat waktu

penelitian ada ditempat yaitu di RW 07 Kelurahan Tipar Wilayah Kerja

Puskesmas Tipar Kota Sukabumi.

c. Ibu yang mempunyai balita yang balitanya berusia di bawah lima tahun.

d. Ibu yang mempunyai balita yang dapat membaca ataupun memahami isi

kuesioner.

e. Ibu yang mempunyai balita yang bertanggung jawab pada balita tersebut.

f. Ibu yang mempunyai balita yang bersedia untuk menjadi responden.

g. Apabila ibunya tidak ada, maka dapat di wakilkan oleh anggota keluarga

lain yang membantu merawat atau memahami balita tersebut.


3. Cara Pengambilan Sampel

Sampling atau cara pengambilan sampel adalah cara yang ditempuh

dalam pengambilan sampel agar memperoleh sampel yang benar-benar

sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2009).

Sampel penelitian dalam penelitian ini menggunakan sampling

jenuh. Sampling jenuh adalah cara pengambilan sampel dengan mengambil

semua anggota populasi yang digunakan sebagai sampel. Maka sampel

dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai balita di RW 07

Kelurahan Tipar wilayah kerja Puskesmas Tipar Kota Sukabumi dengan

jumlah sampel sebanyak 97 responden.

F. Teknik Pengambilan Data

Teknik pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada

subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam

suatu penelitian agar dapat memperkuat hasil penelitian (Nursalam, 2009).

1. Data Primer

Data primer adalah pengumpulan data yang dilakukan secara

langsung oleh peneliti terhadap responden yang menjadi objek dalam

penelitian (Nursalam, 2009). Data primer pada penelitian ini adalah hasil

pengumpulan data melalui kuesioner yang di kumpulkan oleh peneliti. Data

yang di kumpulkan melalui kuesioner adalah data tentang pengetahuan ibu

yang mempunyai balita tentang imunisasi dasar dan untuk kepatuhan

pemberian imunisasi dasar lengkap melalui lembar checklist dan observasi.


2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapatkan oleh seorang peneliti dari

pihak lain baik perorangan maupun lembaga tertentu yang sudah diolah.

Data sekunder dalam penelitian ini yaitu data dari laporan tahunan Dinas

Kesehatan Kota Sukabumi tahun 2014, laporan tahunan Puskesmas Tipar

Kota Sukabumi tahun 2014, buku-buku referensi yang berkaitan dengan

materi penelitian, internet, dan buku KIA yang dimiliki oleh responden.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk

mengumpulkan data, berupa: kuesioner (daftar pertanyaan), formulir observasi

dan formulir-formulir yang berkaitan dengan pencatatan data (Notoatmodjo,

2010).

1. Kuesioner

Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk

memperoleh informasi dari responden (Arikunto, 2013).

Pengambilan data pengetahuan ibu yang mempunyai balita tentang

imunisasi dasar dilakukan dengan menggunakan kuesioner tertutup (closed

ended). Dimana kuesioner tertutup ini merupakan bentuk pertanyaan yang

mempunyai keuntungan mudah mengarahkan pertanyaan responden dan

juga mudah diolah (ditabulasi), tetapi kurang mencakup atau mencerminkan

semua jawaban dari responden. Dalam pertanyaan ini hanya disediakan 2


jawaban/alternatif dan responden hanya memilih satu diantaranya. Biasanya

pertanyaan yang menyangkut pendapat, perasaan atau sikap responden.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa

kuesioner yang mengacu kepada salah satu skala yaitu skala Guttman. Skala

ini merupakan skala yang bersifat tegas dan konsisten dengan memberikan

jawaban yang tegas seperti jawaban dari pertanyaan: ya atau tidak, setuju

dan tidak setuju, benar dan salah. Skala Guttman ini dibuat seperti checklist

dengan interpretasi penilaian, apabila pada pertanyaan positif skor benar

nilainya 1 dan salah nilainya 0 sedangkan pada pertanyaan negatif apabila

salah nilainya 1 dan benar nilainya 0 (Hidayat, 2007).

2. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah prosedur yang dilakukan melalui

pengamatan meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek

dengan menggunakan seluruh alat indra dengan cara melihat, mendengar,

dan mencatat sejumlah taraf aktivitas tertentu atau situasi tertentu yang ada

hubungannya dengan masalah yang diteliti (Arikunto, 2013).

Pengambilan data kepatuhan pemberian imunisasi dasar lengkap

dilakukan dengan cara observasi. Dimana observasi ini merupakan jenis

pengamatan yang mempunyai keuntungan mudah mengarahkan dalam

mengamati aspek-aspek yang ingin diselidiki. Dalam proses observasi,

observator (pengamat) akan memberikan tanda checklist pada kolom lembar

observasi kepatuhan pemberian imunisasi dasar lengkap.


Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa

observasi dimana pada saat melakukan pengisian pada lembar observasi

kepatuhan pemberian imunisasi dasar, mengacu kepada KMS yang terdapat

dalam buku KIA. Observasi ini dibuat seperti checklist dengan interpretasi

penilaian, apabila balita mendapatkan lima imunisasi dasar secara lengkap

dikatakan patuh dan apabila balita tidak mendapatkan salah satu imunisasi

dasar atau tidak mendapatkan lima imunisasi dasar maka dikatakan tidak

patuh.

H. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

Alat ukur atau instrument yang dapat diterima sesuai standar adalah alat

ukur yang telah melalui uji validitas dan reliabilitas data. Uji validitas dan

reliabilitas instrument dalam penelitian ini dilakukan bersamaan dengan

penelitian (Hidayat, 2007).

Dalam penelitian ini yang akan dilakukan uji validitas adalah variabel

pengetahuan ibu yang mempunyai balita tentang imunisasi dasar. Sedangkan

untuk variabel kepatuhan pemberian imunisasi dasar lengkap tidak diuji karena

menggunakan instrument yang baku dari Kemenkes RI yaitu buku KIA.

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu benar-

benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2010). Variabel yang akan

dilakukan uji validitas yaitu pengetahuan ibu yang mempunyai balita

tentang imunisasi dasar.


Alat ukur atau instrument yang dapat diterima sesuai standar adalah

alat ukur yang telah melalui uji validitas dan reliabilitas data. Uji validitas

dapat menggunakan rumus Pearson Product Moment, setelah itu di uji

dengan menggunakan uji t dan lalu baru dilihat penafsiran dari indeks

korelasinya (Hidayat, 2009).

a. Rumus Pearson Product Moment :

𝑁 (∑ 𝑋𝑌) − (∑ 𝑋)(∑ 𝑌)
𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =
√{𝑁(∑ 𝑋 2 ) − (∑ 𝑋)2 } {𝑁(∑ 𝑌 2 ) − (∑ 𝑌)2 }

Keterangan ;

rhitung = koefisien korelasi

∑X = jumlah skor item

∑Y = Jumlah skor total

N = jumlah responden

Instrument dikatakan valid jika p value pada Pearson Product

Moment < 0,05. Penghitungan mengunakan bantuan SPSS (Statistical

Product And Service Solutions) for Windows 16.0.

Berdasarkan uji validitas dengan menggunakan SPSS (Statistical

Product And Service Solutions) for Windows 16.0 dengan rumus Pearson

Product Moment terhadap variabel pengetahuan ibu yang mempunyai

balita tentang imunisasi dasar dari 40 item pertanyaan, ada 34 item

pertanyaan yang valid. Item tersebut dikatakan valid karena nilai p-value

<0,05, sedangkan item pertanyaan yang tidak valid ada 6 yaitu soal

nomor 7, 14, 18, 23, 31, dan 40. Item pertanyaan yang tidak valid

tersebut tidak diikut sertakan dalam pengolahan data selanjutnya.


2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukan

sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap asas (ajeg) bila

dilakukan pengukuran 2 kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan

menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2010).

Rumus untuk menghitung koefisien reliabilitas instrument dengan

menggunakan Cronbach Alpha (Arikunto, 2013) adalah sebagai berikut :

a. Rumus :

Keterangan :

r : Koefisien reliabilitas instrument

k : Banyaknya butir pertanyaan

∑σb² : Total varians butir

σ²t : Total varians

Kriteria uji reliabilitas mengacu pada indeks reliabilitas menurut aturan

Guilford yang dinyatakan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 3.2
Tabel indeks reliabilitas menurut aturan Guilford
(Guilford’s Empirical Rule)

0,00 – 0,19 Reliabilitas sangat lemah


0,20 – 0,39 Reliabilitas lemah
0,40 – 0,69 Reliabilitas cukup kuat
0,70 – 0,89 Reliabilitas kuat
0,90 – 1,00 Reliabilitas sangat kuat
Instrumen dikatakan reliabel jika memiliki nilai r ≥ 0,40 yang berarti

reliabilitas cukup kuat menurut aturan guilford.

Berdasarkan hasil uji reliabilitas terhadap variabel pengetahuan ibu

yang mempunyai balita tentang imunisasi dasar dengan menggunakan uji

statistik Cronbach alpha terhadap item yang valid yang mengacu kepada

indeks reliabilitas menurut aturan Guilford, maka diperoleh nilai r= 0,852 dan

menurut aturan guilfort hasil ini dinyatakan reliabilitas kuat.

I. Pengolahan dan Analisa Data

1. Pengolahan Data

Setelah pengumpulan, pengolahan data dilakukan dengan langkah-

langkah sebagai berikut :

a. Editing

Editing adalah upaya memeriksa kembali kelengkapan data yang

telah diperoleh dari responden. Editing dilakukan pada saat pengumpulan

data atau setelah data terkumpul dengan cara memeriksa kembali

jawaban responden apakah ada pernyataan yang belum diisi (benar atau

salah) pada format pernyataan dan jika ada yang tidak terisi maka

dikembalikan kepada responden untuk diisi kembali.

Pada saat peneliti melakukan pengecekan isi kuesioner untuk

mengetahui apakah jawaban dari kuesioner sudah diisi dengan lengkap

atau belum, setelah dilakukan pengecekan terhadap isi kuesioner pada 97

responden ternyata semua kuesioner sudah diisi dengan lengkap dan

tidak ada responden tidak lengkap dalam melakukan pengisian kuesioner.


b. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka)

terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini

sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan computer.

Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya

dalam satu buku (Code Book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi

dan arti suatu kode dari suatu variabel. Dalam penelitian ini pengkodean

akan dilakukan pada data karakteristik responden, yaitu: usia ibu (< 20

tahun diberi kode 1, jika usia 20-35 tahun diberi kode 2, dan jika usia >

35 tahun diberi kode 3), jumlah anak (1 orang diberi kode 1, jika 2-4

orang diberi kode 2, dan jika jumlah anak ≥5 diberi kode 3), pendidikan

ibu (tidak sekolah diberi kode 1, jika SD/MI diberi kode 2, jika

SMP/SLTP diberi kode 3, jika SMA/SLTA diberi kode 4, dan jika

pendidikan ibu Akademi/ Perguruan Tinggi diberi kode 5), pekerjaan ibu

(bekerja diberi kode 1, dan jika ibu tidak bekerja diberi kode 2), sumber

informasi (petugas kesehatan diberi kode 1, jika sumber informasi

diperoleh dari kader diberi kode 2, jika dari media cetak seperti majalah

dan buku diberi kode 3, dan jika dari media elektronik seperti radio, TV,

dan internet diberi kode 4).

c. Skoring

Data yang sudah di coding kemudian dilakukan skoring, skoring

merupakan pertanyaan yang diberikan skor hanya pertanyaan yang

berhubungan dengan pengetahuan tentang Imunisasi Dasar, tahap ini


meliputi nilai untuk masing-masing pertanyaan dengan pemberian skor

untuk jawaban yang benar pada pertanyaan positif diberi skor 1 jika

jawaban benar dan 0 jika jawaban salah, sedangkan pada pertanyaan

negatif diberi skor 1 jika jawaban salah dan 0 jika jawaban benar.

d. Data Entry

Data entry adalah kegiatan memasukan data yang telah

dikumpulkan ke dalam master tabel atau data base computer, kemudian

membuat distribusi frekuensi sederhana atau dengan membuat tabel

kontigensi dengan menggunakan program SPSS for Windows 16.0.

e. Cleaning

Data yang telah selesai di masukkan ke dalam computer atau data

yang telah di entry kemudian dilakukan cleaning, cleaning merupakan

kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di masukkan apakah ada

kesalahan atau tidak.

2. Teknik Analisis Data

Analisa data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak

computer, dilakukan dengan menggunakan software program SPSS

(statistic product and service solution) for Windows 16.0 berupa analisis

univariat dan bivariat, dimana menggunakan uji Chi-kuadrat.

a. Analisa univariat

Analisis univariat yaitu analisa yang dilakukan terhadap tiap

variabel dan hasil penelitian dalam analisis ini hanya menggunakan

distribusi dan presentasi dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010).


Analisa univariat dalam penelitian ini untuk mengukur data

karakteristik responden yaitu usia, jumlah anak, pendidikan, pekerjaan,

dan sumber informasi yang telah didapat.

Analisa univariat untuk mengukur pengetahuan ibu yang

mempunyai balita, alat ukur yang digunakan yaitu kuesioner yang

diberikan pada responden yang mengacu pada skala guttman dengan dua

pilihan jawaban yaitu benar atau salah.

1) Untuk pertanyaan positif

Untuk jawaban benar : 1

Untuk jawaban salah : 0

2) Untuk pertanyaan negatif

Untuk jawaban salah : 1

Untuk jawaban benar : 0


a
P = x 100%Analisa univariat untuk mengukur pengetahuan
b

untuk memperoleh rata-rata jumlah jawaban benar dari seluruh

responden dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

P : Persentasi

a : Jumlah jawaban yang benar

b : Banyak item pertanyaan

Selanjutnya nilai Persentasi dari hasil penelitian dikelompokkan dalam

tiga kategori yang mengacu pada teori Arikunto (2013), yaitu :


d. Kategori baik: apabila responden dapat menjawab pertanyaan 76-

100% dengan benar, yaitu bisa menjawab 26-34 pertanyaan dijawab

benar.

e. Kategori cukup: apabila responden dapat menjawab pertanyaan 56-

75% dengan benar, yaitu bisa menjawab 19-25 pertanyaan dijawab

benar.

f. Kategori kurang: apabila responden dapat menjawab pertanyaan

<56% dengan benar, yaitu bisa menjawab < 19 pertanyaan dijawab

benar.

Analisa univariat untuk mengukur kepatuhan pemberian

imunisasi dasar lengkap dengan menggunakan teknik observasi yang

mengacu pada KMS yang ada dalam buku KIA, dikategorikan sebagai

berikut:

c. Patuh

Patuh apabila balita mendapatkan lima imunisasi dasar lengkap sesuai

jadwal yang telah ditentukan.

d. Tidak Patuh

Tidak patuh apabila balita tidak mendapatkan lima imunisasi dasar

lengkap sesuai jadwal yang telah ditentukan.


Analisis univariat untuk responden yang memenuhi kriteria tiap

variabel dilakukan dengan rumus, berikut ini :

m
Pr = x 100%
n

Keterangan :

Pr : Persentasi jawaban benar

m : Jumlah responden yang memenuhi kriteria pada variabel

n : Jumlah total responden

100% : konstanta

Klasifikasi interpretasi perhitungan persentase tiap kategori

menurut Sudijono (2009) adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3
Klasifikasi Interpretasi

No Interval Persentase Keterangan


1 0% Tidak ada/ Tidak seorangpun
2 1% - 5% Hampir tidak ada
3 6% - 25% Sebagian kecil
4 26% - 49% Hampir setengahnya
5 50% Setengahnya
6 51% - 75% Lebih dari setengahnya
7 76% - 95% Sebagian besar
8 96% - 99% Hampir seluruhnya
9 100% Seluruhnya

b. Analisis bivariat

Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang di duga

berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2010).


Analias bivariat dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan

uji Chi-Kuadrat atau Chi-Square untuk melihat hubungan variabel

independen dan variabel dependen. Dengan demikian pengujian

menggunakan rumus Chi – Square sebagai berikut (Hidayat, 2009) :

𝛴(𝑓 −𝑓 )²
0 𝑛
a) 𝑋² = Rumus
𝑓
𝑛

Keterangan :

X 2 : Nilai Chi - Quadrat

o : Frekuensi yang di observasi (frekuensi empiris)

n : frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis)

Uji korelasi Chi-Kuadrat tersebut akan menghasilkan suatu

kesimpulan yaitu:

1) Tolak H0 jika P-value < 0,05 yaitu ada hubungan pengetahuan ibu

yang mempunyai balita tentang imunisasi dasar dengan kepatuhan

pemberian imunisasi dasar lengkap di RW 07 Kelurahan Tipar

wilayah kerja Puskesmas Tipar Kota Sukabumi.

2) Terima H0 jika P-value > 0,05 yaitu tidak ada hubungan

pengetahuan ibu yang mempunyai balita tentang imunisasi dasar

dengan kepatuhan pemberian imunisasi dasar lengkap di RW 07

Kelurahan Tipar wilayah kerja Puskesmas Tipar Kota Sukabumi

(Arikunto, 2013).

Untuk syarat pengujian Chi Square yaitu pada tabel silang

diperbolehkan memiliki nilai frekuensi harapan kurang dari 5 tetapi


jumlahnya tidak boleh melebihi 20%, namun tidak boleh ada frekuensi

harapan yang nilainya kurang dari 1. Apabila ada masalah dengan nilai

frekuensi harapan dapat dilakukan penggabungan antara kategori yang

berdekatan sehingga akan memperbesar frekuensi harapan.

Syarat uji Chi Square dalam penelitian ini tidak terpenuhi karena

nilai frekuensi yang didapatkan lebih dari 20%, sehingga sebagai

alternatif menggunakan uji alternatif Cramer’s V. Uji Cramer’s V

merupakan ukuran derajat keeratan hubungan antara dua variabel dengan

skala nominal-nominal yang bersifat dikotomi (dipisahduakan) dan hanya

digunakan untuk table 2x2. Uji Cramer’s V tersebut akan menghasilkan

suatu kesimpulan yaitu ada hubungan atau menolak H0 dengan rumus

sebagai berikut:

V : Nilai Cramer’s V

X2 : Chi Square

n : Besar Sampel

t : Nilai r – 1 atau e – 1

Uji Cramer’s V tersebut dapat dilakukan dengan cara

komputerisasi yaitu dengan menggunakan program SPSS (Statistical

Product And Service Solutions) for Windows 16.0.

J. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian menurut Arikunto (2013) adalah sebagai berikut :


1. Tahap Persiapan :

Tahap persiapan dalam penelitian ini meliputi:

a. Memilih lahan penelitian yaitu RW 07 Kelurahan Tipar wilayah kerja

Puskesmas Tipar Kota Sukabumi.

b. Bekerja sama dengan lahan penelitian untuk melakukan studi

pendahuluan.

c. Melakukan studi kepustakaan tentang hal-hal yang berkaitan dengan

masalah penelitian.

d. Menyusun proposal penelitian.

e. Menyajikan seminar proposal penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

Adapun tahap pelaksanaan dalam penelitian ini yaitu permohonan

izin penelitian, melakukan informed consent dengan responden,

membagikan kuesioner, melakukan observasi terhadap status imunisasi

pada balita dengan melihat KMS yang terdapat dalam buku KIA milik

responden, mengumpulkan kuesioner dan lembar observasi, melakukan

pengolahan dan analisa data, menarik kesimpulan.

3. Tahap Pelaporan

Kegiatan ini merupakan kegiatan akhir dalam penyusunan karya

tulis ilmiah yang kemudian akan diikuti dengan pencetakan dan

penggandaan laporan untuk dikomunikasikan dengan pihak lain.

K. Etika Penelitian
Menurut Nursalam, (2009). Masalah etika dalam penelitian yang

menggunakan subjek manusia, maka peneliti harus memahami prinsip-prinsip

etika penelitian. Jika hal ini tidak dilaksanakan, maka peneliti akan melanggar

hak-hak (otonomi) manusia yang dijadikan sebagai subjek. Secara prinsip etika

dalam penelitian yang harus diperhatikan antara lain sebagai berikut :

1. Prinsip Manfaat

Dengan berprinsip pada aspek manfaat, maka penelitian yang

dilakukan memiliki harapan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan

manusia, prinsip ini dapat ditegakkan dengan membebaskan, tidak

memberikan atau menimbulkan kekerasan pada manusia, tidak menjadikan

manusia untuk dieksploitasi. Penelitian yang dihasilkan dapat memberikan

manfaat dan mempertimbangkan antara aspek risiko dengan aspek manfaat,

bila penelitian yang dilakukan dapat mengalami dilema dalam etik. Peneliti

menjelaskan terlebih dahulu kepada responden apa manfaat dari penelitian

yang dilakukan agar tidak terjadi kesalah pahaman antara peneliti dan

responden.

2. Prinsip Menghormati Manusia

Manusia memiliki hak dan makhluk yang mulia yang harus

dihormati. Karena manusia memiliki hak dalam menentukan pilihan antara

mau dan tidak untuk diikut sertakan menjadi subjek penelitian. Dalam

penelitian ini sebelum diberikan kuesioner, responden ditanya terlebih

dahulu bersedia atau tidak untuk melakukan pengisian kuesioner. Peneliti

tidak memaksa jika ada responden yang keberatan untuk mengisi kuesioner.
3. Prinsip keadilan

Dalam melakukan penelitian, perlakuannya sama dalam artian setiap

orang diberlakukan sama berdasarkan moral, martabat dan hak asasi

manusia. Hak dan kewajiban peneliti maupun subjek juga harus seimbang.

Peneliti melibatkan seluruh responden yang ada.

4. Informed Consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.

Informed Consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan Informed

Consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian,

mengetahui dampaknya. Jika subjek tersedia, maka mereka harus

menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka

peneliti harus menghormati hak manusia.

Pada penelitian ini dari 97 responden menyatakan bersedia untuk

dijadikan responden dalam penelitian dengan menandatangani lembar

persetujuan, dan tidak ada yang tidak bersedia untuk menjadi responden.

5. Anonimity (Tanpa Nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan

atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

menuliskan kode/inisial nama pada lembar pengumpulan data.

6. Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan menjadi tanggung jawab peneliti untuk melindungi

semua data yang dikumpulkan. Seluruh informasi yang diberikan oleh

responden dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya digunakan untuk

kepentingan penelitian dan kelompok tertentu saja yang disajikan dan

dilaporkan sebagai hasil penelitian. Jika sudah tidak dibutuhkan lagi maka

seluruh data akan dimusnahkan.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini menjelaskan hubungan pengetahuan ibu yang mempunyai

balita tentang imunisasi dasar dengan kepatuhan pemberian imunisasi dasar

lengkap di RW 07 Kelurahan Tipar wilayah kerja Puskesmas Tipar Kota

Sukabumi. Penelitian ini dilakukan dengan jumlah sampel yaitu 97 responden.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui analisa univariat dan analisa

bivariat. Analisa univariat dilakukan untuk mengetahui karakteristik responden

meliputi: usia ibu, jumlah anak, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, sumber

informasi, pengetahuan tentang imunisasi dasar, dan kepatuhan pemberian

imunisasi dasar lengkap. Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui

hubungan pengetahuan ibu yang mempunyai balita tentang imunisasi dasar

dengan kepatuhan pemberian imunisasi dasar lengkap. Hasil analisa univariat

dan analisa bivariat berupa data yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi

frekuensi, yaitu sebagai berikut:

1. Analisa Univariat

a. Data Demografi

Data demografi dalam penelitian ini meliputi usia ibu, jumlah

anak, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, dan sumber informasi. Distribusi

frekuensi dalam penelitian ini yaitu:


1) Usia Ibu

Berdasarkan karakteristik usia ibu, pengetahuan responden

terhadap pemberian imunisasi dasar dapat dilihat pada tabel berikut

ini:

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Ibu


Yang Mempunyai Balita Di RW 07 Kelurahan Tipar
Wilayah Kerja Puskesmas Tipar Kota Sukabumi
Bulan Agustus Tahun 2015

No Usia Ibu Jumlah Persentase (%)


1 <20 tahun 0 0
2 20-35 tahun 71 73.2
3 >35 tahun 26 26.8
Jumlah 97 100

Berdasarkan tabel 4.1 distribusi frekuensi Ibu Yang

Mempunyai Balita di RW 07 Kelurahan Tipar berdasarkan kategori

usia ibu diperoleh data bahwa lebih dari setengahnya responden

berusia 20-35 tahun yaitu sebanyak 71 responden atau 73,2%, dan

tidak ada responden yang berusia <20 tahun yaitu sebanyak 0

responden atau 0%.

2) Jumlah Anak

Hasil penelitian data demografi berdasarkan jumlah anak yang

dimiliki dapat dilihat pada tabel berikut ini:


Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jumlah
Anak Ibu Yang Mempunyai Balita Di RW 07
Kelurahan Tipar Wilayah Kerja Puskesmas Tipar
Kota Sukabumi Bulan Agustus Tahun 2015

No Jumlah Anak Jumlah Persentase (%)


1 1 orang 26 26.8
2 2-4 orang 65 67.0
3 ≥5 orang 6 6.2
Jumlah 97 100

Berdasarkan tabel 4.2 distribusi frekuensi Ibu Yang

Mempunyai Balita di RW 07 Kelurahan Tipar berdasarkan jumlah

anak yang dimiliki diperoleh data bahwa lebih dari setengahnya

responden dengan jumlah anak 2-4 orang yaitu sebanyak 65

responden atau 67.0%, dan sebagian kecil responden dengan jumlah

anak ≥5 orang yaitu sebanyak 6 responden atau 6.2%.

3) Pendidikan Ibu

Hasil penelitian data demografi berdasarkan pendidikan ibu

dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan


Pendidikan Ibu Yang Mempunyai Balita Di RW
07 Kelurahan Tipar Wilayah Kerja Puskesmas
Tipar Kota Sukabumi Bulan Agustus Tahun 2015

No Pendidikan Ibu Jumlah Persentase (%)


1 Tidak Sekolah 0 0
2 SD/MI 22 22.7
3 SMP/SLTP 29 29.9
4 SMA/SLTA 40 41.2
5 Akademi/Perguruan Tinggi 6 6.2
Jumlah 97 100
Berdasarkan tabel 4.3 distribusi frekuensi Ibu Yang

Mempunyai Balita di RW 07 Kelurahan Tipar berdasarkan tingkat

pendidikan ibu diperoleh data bahwa hampir setengahnya pendidikan

responden yaitu SMA/SLTA sebanyak 40 responden atau 41,2%, dan

tidak ada responden yang tidak sekolah yaitu sebanyak 0 responden

atau 0%.

4) Pekerjaan Ibu

Hasil penelitian data demografi berdasarkan pekerjaan ibu

dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan


Pekerjaan Ibu Yang Mempunyai Balita Di RW 07
Kelurahan Tipar Wilayah Kerja Puskesmas Tipar
Kota Sukabumi Bulan Agustus Tahun 2015

No Pekerjaan Ibu Jumlah Persentase (%)


1 Bekerja 24 24.7
2 Tidak Bekerja 73 75.3
Jumlah 97 100

Berdasarkan tabel 4.4 distribusi frekuensi Ibu Yang

Mempunyai Balita di RW 07 Kelurahan Tipar berdasarkan kategori

pekerjaan ibu diperoleh data bahwa lebih dari setengahnya pekerjaan

responden yaitu tidak bekerja sebanyak 73 responden atau 75.3%, dan

sebagian kecil pekerjaan responden yaitu bekerja sebanyak 24

responden atau 24.7%.


5) Sumber Informasi

Hasil penelitian data demografi berdasarkan sumber informasi

dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sumber


Informasi Ibu Yang Mempunyai Balita Di RW 07
Kelurahan Tipar Wilayah Kerja Puskesmas Tipar
Kota Sukabumi Bulan Agustus Tahun 2015

No Sumber Informasi Jumlah Persentase (%)


1 Petugas Kesehatan 28 28.9
2 Kader 50 51.5
3 Media Cetak (Majalah, Buku) 4 4.1
4 Media Elektronik (Radio, TV, Internet) 15 15.5
Jumlah 97 100

Berdasarkan tabel 4.5 distribusi frekuensi Ibu Yang

Mempunyai Balita di RW 07 Kelurahan Tipar berdasarkan sumber

informasi diperoleh data bahwa lebih dari setengahnya responden

mendapatkan sumber informasi tentang imunisasi dasar melalui kader

yaitu sebanyak 50 responden atau 51.5%, dan hampir tidak ada

responden yang mendapatkan sumber informasi tentang imunisasi

dasar melalui media cetak (majalah, buku) yaitu sebanyak 4 responden

atau 4.1%.

b. Analisa Univariat Berdasarkan Variabel Yang Diteliti

1) Gambaran Pengetahuan Ibu Yang Mempunyai Balita Tentang

Imunisasi Dasar Di RW 07 Kelurahan Tipar Wilayah Kerja

Puskesmas Tipar Kota Sukabumi

Berdasarkan hasil penelitian pengetahuan ibu yang mempunyai

balita tentang imunisasi dasar dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Pengetahuan Ibu Yang Mempunyai Balita
Tentang Imunisasi Dasar Di RW 07 Kelurahan
Tipar Wilayah Kerja Puskesmas Tipar Kota
Sukabumi Bulan Agustus Tahun 2015

No Kategori Pengetahuan Jumlah Persentase (%)


1 Baik 63 65.0
2 Cukup 23 23.7
3 Kurang 11 11.3
Jumlah 97 100

Berdasarkan tabel 4.6 distribusi frekuensi pengetahuan Ibu

Yang Mempunyai Balita tentang imunisasi dasar di RW 07 Kelurahan

Tipar diperoleh data bahwa lebih dari setengahnya responden

termasuk dalam kategori pengetahuan baik yaitu sebanyak 63

responden atau 64.9%, dan sebagian kecil responden termasuk ke

dalam pengetahuan kurang yaitu sebanyak 11 responden atau 11.3%.

2) Gambaran Kepatuhan Ibu Yang Mempunyai Balita Dalam

Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Di RW 07 Kelurahan Tipar

Wilayah Kerja Puskesmas Tipar Kota Sukabumi

Berdasarkan hasil penelitian kepatuhan pemberian imunisasi

dasar lengkap dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan


Kepatuhan Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap
Di RW 07 Kelurahan Tipar Wilayah Kerja
Puskesmas Tipar Kota Sukabumi Bulan Agustus
Tahun 2015

No Kategori Kepatuhan Jumlah Persentase (%)


1 Patuh 90 92.8
2 Tidak Patuh 7 7.2
Jumlah 97 100.0
Berdasarkan tabel 4.7 distribusi frekuensi kepatuhan dalam

pemberian imunisasi dasar lengkap diperoleh data bahwa sebagian

besar responden dikatakan patuh yaitu sebanyak 90 responden atau

92.8%, dan sebagian kecil responden dikatakan tidak patuh yaitu

sebanyak 7 responden atau 7.2%.

2. Analisa Bivariat

Hasil analisa bivariat ini dilakukan untuk mengetahui adanya

Hubungan Pengetahuan Ibu Yang Mempunyai Balita Tentang Imunisasi

Dasar Dengan Kepatuhan Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap di RW 07

Kelurahan Tipar wilayah kerja Puskesmas Tipar Kota Sukabumi, dapat

dilihat pada tabel berikut ini:

a. Tabulasi Silang Pengetahuan Ibu Yang Mempunyai Balita Tentang

Imunisasi Dasar Dengan Kepatuhan Pemberian Imunisasi Dasar

Lengkap Di RW 07 Kelurahan Tipar Wilayah Kerja Puskesmas

Tipar Kota Sukabumi

Hasil analisa bivariat dengan menggunakan tabulasi silang dan

persentase pengetahuan ibu yang mempunyai balita tentang imunisasi

dasar berdasarkan kepatuhan pemberian imunisasi dasar lengkap di RW

07 Kelurahan Tipar wilayah kerja Puskesmas Tipar Kota Sukabumi dapat

dilihat pada tabel berikut ini:


Tabel 4.8 Tabulasi Silang Pengetahuan Ibu Yang Mempunyai Balita
Tentang Imunisasi Dasar Berdasarkan Kepatuhan
Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Di RW 07
Kelurahan Tipar Wilayah Kerja Puskesmas Tipar Kota
Sukabumi Bulan Agustus Tahun 2015

Kepatuhan Pemberian Imunisasi


Dasar Lengkap
No Pengetahuan Total %
Patuh % Tidak Patuh %

1 Baik 61 67.8 2 28.6 63 65.0


2 Cukup 22 24.4 1 14.3 23 23.7
3 Kurang 7 7.8 4 57.1 11 11.3
Jumlah 90 100 7 100 97 100

Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat bahwa pengetahuan ibu yang

mempunyai balita tentang imunisasi dasar dengan kepatuhan pemberian

imunisasi dasar lengkap, dari 97 responden terdapat responden yang

memiliki tingkat pengetahuan baik dan patuh dalam pemberian imunisasi

dasar lengkap yaitu sebanyak 61 responden atau 67.8%, sedangkan yang

tidak patuh dalam pemberian imunisasi dasar yaitu sebanyak 2 responden

atau 28.6%. Responden yang memiliki pengetahuan cukup dan patuh

dalam pemberian imunisasi dasar lengkap yaitu 22 responden atau

24.4%, sedangkan yang tidak patuh dalam pemberian imunisasi dasar

lengkap yaitu sebanyak 1 responden atau 14.3%. Responden yang

memiliki pengetahuan kurang dan patuh dalam pemberian imunisasi

dasar lengkap yaitu sebanyak 7 responden atau 7.8%, sedangkan yang

tidak patuh dalam pemberian imunisasi dasar lengkap yaitu sebanyak 4

responden atau 57.1%.


b. Uji Hipotesis Hubungan Pengetahuan Ibu Yang Mempunyai Balita

Tentang Imunisasi Dasar Dengan Kepatuhan Pemberian Imunisasi

Dasar Lengkap

Uji Hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji statistik Chi

Square, dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.9 Hasil Uji Hipotesis Hubungan Pengetahuan Ibu Yang


Mempunyai Balita Tentang Imunisasi Dasar Dengan
Kepatuhan Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Di RW
07 Kelurahan Tipar Wilayah Kerja Puskesmas Tipar
Kota Sukabumi Bulan Agustus Tahun 2015

Kepatuhan Pemberian Imunisasi


Dasar Lengkap P value
No Pengetahuan Total %
Tidak
Patuh % %
Patuh
1 Baik 61 67.8 2 28.6 63 65.0
2 Cukup 22 24.4 1 14.3 23 23.7
0.000
3 Kurang 7 7.8 4 57.1 11 11.3
Jumlah 90 100 7 100 97 100

Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan bahwa setelah dilakukan uji

statistik dengan menggunakan rumus Chi Square melalui tiga kriteria

yaitu baik, cukup, dan kurang diperoleh hasil bahwa pada saat pengujian

dengan menggunakan rumus Chi Square tidak memenuhi syarat yaitu

frekuensi yang didapat lebih dari 20%. Frekuensi yang didapat yaitu

50.0%. Sehingga uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji

statistic Cramer’s V dengan melakukan penggabungan kriteria

pengetahuan cukup dan pengetahuan kurang. dapat dilihat pada tabel

berikut ini:
Tabel 4.10 Hasil Uji Hipotesis Hubungan Pengetahuan Ibu Yang
Mempunyai Balita Tentang Imunisasi Dasar Dengan
Kepatuhan Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Di RW
07 Kelurahan Tipar Wilayah Kerja Puskesmas Tipar
Kota Sukabumi Bulan Agustus Tahun 2015

Kepatuhan Pemberian Imunisasi


Dasar Lengkap P value
No Pengetahuan Total %
Tidak
Patuh % %
Patuh
1 Baik 61 67.8 2 28.6 63 65
2 Cukup 29 32.2 5 71.4 34 35 0.036

Jumlah 90 100 7 100 97 100

Berdasarkan tabel 4.10 menunjukkan bahwa hasil uji statistik

analisa bivariat dengan menggunakan Cramer’s V diperoleh nilai p-value

0,036 berarti H0 ditolak karena p-value <0,05. Dengan demikian dapat

diartikan bahwa ada hubungan pengetahuan ibu yang mempunyai balita

tentang imunisasi dasar dengan kepatuhan pemberian imunisasi dasar

lengkap.

B. Pembahasan

1. Gambaran Pengetahuan Ibu Yang Mempunyai Balita Tentang

Imunisasi Dasar Di RW 07 Kelurahan Tipar Wilayah Kerja Puskesmas

Tipar Kota Sukabumi

Berdasarkan tabel 4.6 tentang distribusi frekuensi pengetahuan ibu

yang mempunyai balita tentang imunisasi dasar diperoleh data bahwa lebih

dari setengahnya responden termasuk dalam kategori pengetahuan baik

yaitu sebanyak 63 responden atau 64.9%.


Pengetahuan responden juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor

karakteristik diantaranya dapat dilihat pada tabel 4.1 yang menunjukkan

bahwa lebih dari setengahnya usia responden berusia 20-35 tahun yaitu

sebanyak 71 responden atau 73,2% yang termasuk ke dalam usia dewasa

awal yang merupakan masa dimana seseorang dianggap sudah matang

secara kognitif, seseorang yang termasuk ke dalam usia dewasa awal akan

lebih banyak menggunakan waktu untuk membaca, hal tersebut dapat

mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang sehingga pengetahuan

yang diterima menjadi lebih baik. Maka dari itu, dapat diartikan bahwa

semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang dalam

berpikir maka semakin banyak pengetahuan yang didapat. Hal tersebut

didukung oleh teori Hurlock (2007) yang menyatakan bahwa umur

seseorang dapat mempengaruhi pengetahuan, semakin lanjut umur

seseorang maka kemungkinan semakin meningkat pengetahuan dan

pengalaman yang dimilikinya. Selain itu Notoadmodjo (2010) juga

menyatakan bahwa usia akan mempengaruhi terhadap daya tangkap dan

pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang

pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang

diperolehnya semakin membaik.

Jumlah anak juga dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang hal

tersebut terlihat pada tabel 4.2 yang menunjukkan bahwa lebih dari

setengahnya responden memiliki anak dengan jumlah anak 2-4 orang yaitu

sebanyak 65 responden atau 67.0%. Sehingga ibu yang telah melahirkan


lebih dari satu kali akan memiliki pengetahuan yang lebih luas, hal ini

terjadi karena pengalaman yang didapatkan akan mempengaruhi

kecerdasannya. Sehingga dapat meningkatkan minat dan perhatian, maka

pengalaman yang didapat akan semakin bertambah. Oleh karena itu,

pengalaman dapat digunakan sebagai salah satu upaya untuk memperoleh

pengetahuan yaitu dengan cara mengulangi kembali pengetahuan yang telah

diperoleh dari pengalaman masa lalu. Pengetahuan ibu tentang imunisasi

akan membentuk sikap positif terhadap kegiatan imunisasi. Hal ini juga

merupakan faktor dominan dalam keberhasilan imunisasi, dengan

pengetahuan baik yang ibu miliki dari pengalaman anak sebelumnya maka

kesadaran untuk pemberian imunisasi bayi akan meningkat.

Pendidikan juga dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang hal

tersebut terlihat pada tabel 4.3 yang menunjukkan bahwa hampir

setengahnya pendidikan responden yaitu SMA/SLTA sebanyak 40

responden atau 41,2%. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan

dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat

hubungannya dengan pendidikan, dimana semakin tinggi pendidikan

seseorang maka semakin banyak pengetahuan yang mereka peroleh.

Pengertian dan pemahaman ibu dalam program imunisasi bayinya tidak

akan menjadi halangan yang besar jika pengetahuan yang memadai tentang

hal itu diberikan, sehingga ibu memiliki pengetahuan yang baik tentang

imunisasi. Hal tersebut didukung oleh teori menurut Notoatmodjo (2010)

menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka


semakin tinggi pemahamannya, sehingga tingkat pendidikan sangat

berperan dalam penyerapan dan pemahaman terhadap informasi. Pendidikan

memiliki peranan sangat penting dalam menentukan kualitas manusia,

karena dengan pendidikan manusia akan memperoleh pengetahuan dan

informasi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin

berkualitas hidupnya. Hal ini jauh lebih baik jika dibandingkan dengan

tingkat pendidikan responden yang berpengetahuan rendah, hal ini dapat

menyebabkan responden tidak mampu menyerap informasi yang diterima

meskipun informasi tersebut mudah didapat. Sehingga tingkat pengetahuan

responden berada pada tingkat pengetahuan yang kurang.

Pengetahuan juga dapat dipengaruhi oleh sumber informasi, hal

tersebut dapat dilihat pada tabel 4.5 yang menunjukkan bahwa lebih dari

setengahnya responden mendapatkan sumber informasi tentang imunisasi

dasar melalui kader yaitu sebanyak 50 responden atau 51.5%. Hal ini terjadi

karena kader mampu menjelaskan tentang imunisasi dasar beserta dengan

tujuan dan manfaatnya sehingga pengetahuan ibu mengenai imunisasi

semakin meningkat. Sumber informasi juga dapat diperoleh dari mana saja,

sehingga semakin banyak sumber informasi yang diperoleh maka semakin

banyak pengetahuan yang didapatkan. Hal tersebut didukung oleh teori

menurut Notoatmodjo (2010) yang menyatakan bahwa sumber informasi

adalah segala sesuatu yang menjadi perantara dalam menyampaikan

informasi. Banyak media informasi yang dapat dikomunikasikan kepada


masyarakat baik media cetak berupa surat kabar, majalah, dan buku maupun

media elektronik yang berasal dari TV, internet, dan radio.

Berdasarkan beberapa penjelasan diatas menunjukkan bahwa

pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: usia, dimana

semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang dalam

berpikir maka semakin banyak pengetahuan yang didapat. Jumlah anak akan

menentukan pengetahuan seseorang, hal ini terjadi karena pengalaman yang

didapatkan dari anak sebelumnya. Sehingga dapat meningkatkan minat dan

perhatian, maka pengalaman yang didapat akan semakin bertambah dan

dapat menjadikan pengetahuannya juga semakin baik. Pendidikan, dimana

semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin banyak pengetahuan

yang mereka peroleh, dan ditunjang sumber informasi yang tepat akan

mempengaruhi pengetahuan seseorang ke arah yang lebih baik.

2. Gambaran Kepatuhan Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Di RW 07

Kelurahan Tipar Wilayah Kerja Puskesmas Tipar Kota Sukabumi

Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa sebagian besar responden

dikatakan patuh dalam memberikan imunisasi dasar lengkap yaitu sebanyak

90 responden atau 92.8%. Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang mempunyai

balita di RW 07 Kelurahan Tipar Wilayah Kerja Puskesmas Tipar Kota

Sukabumi banyak yang telah melakukan pemberian imunisasi dasar secara

lengkap.

Tingginya angka kepatuhan dalam pemberian imunisasi dasar

lengkap tidak terlepas dari faktor yang mempengaruhi kepatuhan pemberian


imunisasi dasar lengkap diantaranya: usia, pendidikan, dan sumber

informasi. Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa lebih dari

setengahnya usia responden berusia 20-35 tahun responden yaitu sebanyak

71 responden atau 73,2%. Pada usia 20-35 tahun termasuk ke dalam usia

dewasa awal yang masih produktif dimana seseorang akan mempunyai

wawasan yang cukup tentang kesehatan sehingga patuh dalam pemberian

imunisasi dasar pada balitanya. Hal ini didukung oleh teori menurut

Notoatmodjo (2010) bahwa semakin cukup umur, tingkat kematangan dan

kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir, maka akan semakin

banyak pengetahuan yang didapat. Hal ini terjadi karena responden

mengandalkan pengalaman yang telah didapatkannya, sehingga responden

akan lebih bijak dalam mengikuti suatu program seperti halnya program

imunisasi, hal ini akan menyebabkan responden tetap mematuhi jadwal

pemberian imunisasi dasar.

Berdasarkan tabel 4.3 yang menunjukkan bahwa hampir setengahnya

pendidikan responden yaitu SMA/SLTA sebanyak 40 responden atau

41,2%. Tingkat pendidikan responden merupakan salah satu aspek yang

mempengaruhi pola pikir dalam menentukan kepatuhan pemberian

imunisasi dasar, karena semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang

diharapkan dapat berpikir lebih baik yang berkaitan dengan kesehatan

balitanya. Responden yang berpendidikan tinggi relatif lebih cepat dalam

melaksanakan anjuran tentang pemberian imunisasi dasar pada balitanya.


Begitu pula sebaliknya mereka yang berpendidikan rendah, agak sulit dan

memerlukan waktu yang relatif lama untuk mengadakan perubahan.

Sumber informasi merupakan faktor yang tidak kalah penting dalam

pemberian imunisasi dasar, hal ini dapat dilihat pada tabel 4.5 yang

menunjukkan bahwa lebih dari setengahnya responden mendapatkan sumber

informasi tentang imunisasi dasar melalui kader yaitu sebanyak 50

responden atau 51.5%. Apabila sumber informasi tersebut diperoleh melalui

kader maka informasi yang disampaikan oleh kader dalam hal

mengingatkan pada ibu tentang jadwal imunisasi yang telah ditetapkan oleh

petugas kesehatan akan lebih dipercaya dan tepat kebenarannya. Hal

tersebut yang akan membuat responden patuh akan jadwal pemberian

imunisasi dasar.

3. Hubungan Pengetahuan Ibu Yang Mempunyai Balita Tentang

Imunisasi Dasar Dengan Kepatuhan Pemberian Imunisasi Dasar

Lengkap Di RW 07 Kelurahan Tipar Wilayah Kerja Puskesmas Tipar

Kota Sukabumi

Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat bahwa pengetahuan ibu yang

mempunyai balita tentang imunisasi dasar dengan kepatuhan pemberian

imunisasi dasar lengkap, dari 97 responden terdapat responden yang

memiliki tingkat pengetahuan baik dan patuh dalam pemberian imunisasi

dasar lengkap yaitu sebanyak 61 responden atau 67.8%, sedangkan yang

tidak patuh dalam pemberian imunisasi dasar yaitu sebanyak 2 responden

atau 28.6%. Responden yang memiliki pengetahuan cukup dan patuh dalam
pemberian imunisasi dasar lengkap yaitu 29 responden atau 32.2%,

sedangkan yang tidak patuh dalam pemberian imunisasi dasar lengkap yaitu

sebanyak 5 responden atau 71.4%.

Hasil uji statistik analisa bivariat dengan menggunakan Cramer’s V

diperoleh nilai p-value 0,036 yang berarti H0 ditolak karena p-value <0,05.

Dengan demikian dapat diartikan bahwa ada hubungan pengetahuan ibu

yang mempunyai balita tentang imunisasi dasar dengan kepatuhan

pemberian imunisasi dasar lengkap.

Salah satu hal yang mempengaruhi pemberian imunisasi dasar yaitu

pengetahuan yang merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang karena dari pengalaman dan penelitian

ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari

pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2010).

Proses perubahan perilaku dapat terjadi karena sarana pelayanan kesehatan

seperti posyandu yang terletak dekat dengan lingkungan masyarakat, tokoh

masyarakat yaitu kader yang aktif dalam mengingatkan mengenai

pemberian imunisasi kepada ibu yang mempunyai bayi dan petugas

kesehatan juga berperan aktif dalam memberikan penyuluhan mengenai

imunisasi dasar, sehingga membentuk perilaku dan sikap positif terhadap

kegiatan imunisasi.

Pengetahuan seorang ibu akan berpengaruh penting terhadap status

imunisasi pada anaknya karena pengetahuan yang diperoleh oleh seseorang

akan membentuk sikap ibu dan dapat mendorong kemauan dan kemampuan
yang ditujukan terutama kepada para ibu dalam memberikan dorongan dan

motivasi untuk menggunakan sarana pelayanan kesehatan, sehingga ibu

akan patuh dalam memberikan imunisasi dasar lengkap pada anak-anaknya.

Kepatuhan merupakan suatu sikap patuh dimana seseorang dapat

melaksanakan anjuran atau ketentuan dari seseorang yang professional.

Maka dari itu kepatuhan berpengaruh terhadap kesadaran responden untuk

membawa anaknya diimunisasi. Ibu yang tidak bersedia mengimunisasikan

anaknya dapat disebabkan karena belum memahami secara benar dan

mendalam mengenai imunisasi dasar. Selain itu, kesadaran yang kurang

akan mempengaruhi ibu dalam memperoleh informasi mengenai pemberian

imunisasi dasar. Sehingga anak tidak mendapatkan imunisasi dasar secara

lengkap. Setelah menyadari tentang pentingnya manfaat imunisasi, maka

ibu tersebut akan patuh dan konsisten terhadap instruksi yang ada yaitu ibu

dapat membawa anaknya untuk diberikan imunisasi dasar secara lengkap

sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan (Notoadmodjo, 2010).

Pernyataan tersebut memperkuat data hasil penelitian yang

menunjukkan bahwa jika seseorang memiliki pengetahuan yang baik dan

cukup maka akan memiliki kepatuhan yang baik pula, namun jika

pengetahuan yang dimiliki kurang maka kepatuhannya pun akan kurang.

Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan ibu merupakan salah satu faktor

penting dalam keberhasilan pemberian imunisasi dasar


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pengetahuan ibu yang mempunyai balita tentang imunisasi dasar adalah

pemahaman seorang ibu yang memiliki balita berusia dibawah lima tahun

tentang pemberian imunisasi dasar yang diberikan pada saat bayi yang terdiri

dari lima jenis imunisasi dasar yang wajib diperoleh bayi sebelum usia satu

tahun yaitu BCG/Polio-1 (1 bulan), DPT-HB-Hib-1/Polio-2 (2 bulan), DPT-

HB-Hib-2/Polio-3 (3 bulan), DPT-HB-Hib-3/Polio-4 (4 bulan), dan Campak

diberikan pada saat bayi berusia 9 bulan.

Tujuan pemberian imunisasi dasar yaitu untuk mencegah terjadinya

penyakit tertentu pada seseorang dengan cara memberikan kekebalan pada bayi

dan anak melalui pemberian vaksin dengan maksud untuk menurunkan angka

kesakitan, kematian serta kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi (Kemenkes RI, 2013).

Kepatuhan pemberian imunisasi dasar lengkap adalah memberikan lima

imunisasi dasar secara lengkap sesuai dengan jadwal imunisasi yang telah

ditentukan untuk mencegah terjadinya suatu penyakit yang sebenarnya dapat

dicegah dengan imunisasi.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada

bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa Hubungan Pengetahuan Ibu

Yang Mempunyai Balita Tentang Imunisasi Dasar Dengan Kepatuhan


Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Di RW 07 Kelurahan Tipar Wilayah

Kerja Puskesmas Tipar Kota Sukabumi yaitu sebagai berikut:

1. Ibu yang mempunyai balita di RW 07 Kelurahan Tipar wilayah kerja

Puskesmas Tipar Kota Sukabumi lebih dari setengahnya memiliki

pengetahuan baik tentang imunisasi dasar.

2. Sebagian besar ibu yang mempunyai balita di RW 07 Kelurahan Tipar

wilayah kerja Puskesmas Tipar Kota Sukabumi patuh dalam pemberian

imunisasi dasar lengkap.

3. Ada hubungan pengetahuan ibu yang mempunyai balita tentang imunisasi

dasar dengan kepatuhan pemberian imunisasi dasar lengkap Di RW 07

Kelurahan Tipar wilayah kerja Puskesmas Tipar Kota Sukabumi.

B. Saran

1. Bagi Puskesmas Tipar

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan

yang positif untuk Puskesmas Tipar Kota Sukabumi dalam meningkatkan

dan mengembangkan program imunisasi di Puskesmas, melalui berbagai

metode penyuluhan dengan berbagai variasi kepada ibu yang memiliki bayi

ataupun balita baik yang sudah patuh maupun yang belum patuh dalam

pemberian imunisasi dasar seperti membuat poster maupun memasang

spanduk dengan berbagai macam gambar yang berhubungan dengan

imunisasi supaya terlihat lebih menarik, dan memberikan pendidikan

kesehatan atau penyuluhan tentang pentingnya pemberian imunisasi dasar.

Sehingga kesadaran dalam diri seorang ibu akan meningkat untuk


pemberian imunisasi pada bayinya, dan ketercapaian program imunisasi

dapat mencapai target yang sudah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kota

Sukabumi.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi rekan-

rekan yang ingin melanjutkan penelitian ini, dan untuk peneliti selanjutnya

diharapkan dapat menyusun riset dengan menambahkan variabel ataupun

faktor lain yang dapat mempengaruhi kepatuhan dalam pemberian imunisasi

dasar. Sehingga penelitian yang akan dilakukan selanjutnya dapat lebih

beragam dan berkembang dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti

sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai