Anda di halaman 1dari 30

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Stroke
a. Definisi
Menurut WHO (1995), stroke didefinisikan sebagai gangguan

fungsional otak yang terjadi mendadak yang ditandai dengan gejalan

klinis baik fokal maupun global, yang berlangsung dari 24 jam atau

lebih, atau dapat menyebabkan kematian, disebabkan karena

gangguan vaskularisasi darah ke otak.

Sidharta (2004) menyatakan stroke merupakan salah satu

manifestasi neurologik yang mudah dikenal dari penyakit-penyakit

neurologik lain karena timbul mendadak dalam waktu singkat

disertai defisit neurologik. Stroke merupakan suatu sindroma akibat

adanya lesi vaskular di regional batang otak, subkortikal, ataupun

kortikal.

b. Epidemiologi

Stroke menjadi penyebab kematian terbesar ketiga di dunia

(Bousser, 2008). Insidensi stroke bervariasi di beberapa daerah di

dunia ini, dan meningkat sejalan dengan pertambahan usia. Insidensi

stroke pada kelompok usia dekade ketiga dan keempat sekitar 3 per

100.000 meningkat menjadi hampir 300 per 100.000 penduduk pada

kelompok usia dekade kedelapan dan kesembilan (Fieschi et al.,

5
commit to user
6

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1998). WHO (2004) menyatakan sekitar 15 juta orang di seluruh

dunia menderita stroke, lima juta mati dan lima juta lainnya

mengalami kecacatan, sehingga menghasilkan ketidakmampuan

secara fungsional.

Bonita (1994), menyatakan bahwa angka kematiannya dalam

30 hari setelah serangan stroke berkisar antara 8 – 20 %, sedangkan

pasien stroke yang dapat bertahan sampai 5 tahun hanya berkisar

60%.

Menurut AHA (2003), insidensi stroke di Amerika memiliki

angka kejadian sekitar 700.000 kasus per tahun. Pada tahun 2000, 1

dari 14 kematian di Amerika adalah akibat stroke. Diperkirakan

sekitar 2.416.425 kematian terjadi di Amerika Serikat pada tahun

2001. Di Inggris, insidensi stroke pada wanita 233 per 100.000 dan

pada pria adalah 174 per 100.000 (Fieschi et al., 1998), serta

menyebabkan 12% dari seluruh kematian dan merupakan penyebab

kecacatan terbesar orang dewasa (Brown, 2000).

Di Indonesia, stroke adalah penyebab utama kematian dengan

kisaran 15,4% dari semua kematian, age–gender-standardised death

rate 99/100 000, dan age–gender-standardised disability-adjusted

life years lost 685/100 000. Prevalensi stroke di Indonesia adalah

0,0017% di pedesaan , 0,022% di perkotaan, 0,5% pada usia dewasa

di Kota Jakarta, dan 0,8% secara keseluruhan (Kusuma et al., 2009).

Sedangkan prevalensi stroke di Jawa Tengah berdasarkan Profil

commit to user
7

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2009), prevalensi stroke

hemoragik tahun 2009 adalah 0,05% lebih tinggi dibandingkan

dengan angka tahun 2008 sebesar 0.03. Sedangkan prevalensi stroke

non hemoragik (iskemik) pada tahun 2009 sebesar 0,09%,

mengalami penurunan bila dibandingkan prevalensi tahun 2008

sebesar 0,11%. Prevalensi tertinggi adalah di Kota Surakarta sebesar

0,75%.

0.14
0.12
0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
2008 2009 2010 2011 2012
Hemoragik 0.04 0.05 0.03 0.03 0.07
Iskemik 0.13 0.09 0.09 0.09 0.07

Gambar 2.1. Prevalensi Stroke Hemoragik dan Iskemik


Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2012

Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2012),

prevalensi stroke hemoragik di Jawa Tengah tahun 2012 adalah

0,07 lebih tinggi dari tahun 2011 (0,03%). Prevalensi tertinggi

tahun 2012 adalah Kabupaten Kudus sebesar 1,84%. Sedangkan

prevalensi stroke non hemorargik (iskemik) pada tahun 2012

sebesar 0,07 lebih rendah dibanding tahun 2011 (0,09%).

Prevalensi tertinggi adalah Kota Salatiga sebesar 1,16%. Selama 4

commit to user
8

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tahun terakhir, data menunjukkan bahwa stroke iskemik memiliki

prevalensi lebih tinggi daripada stroke hemoragik.

c. Klasifikasi Stroke

Berdasarkan etiologinya, stroke dibedakan menjadi 2 garis

besar yaitu stroke hemoragik dan stroke iskemik. Sidharta (2004)

menjelaskan bahwa stroke iskemik disebabkan oleh tersumbatnya

arteri pada regional kortikal, subkortikal, maupun di batang otak,

sehingga menyebabkan aliran darah tidak dapat disampaikan pada

daerah tersebut dan menyebabkan infark pada regional tersebut,

sedangkan disebut stroke hemoragik apabila arteri pada regional

tersebut pecah dan terjadi pendarahan.

Menurut Marshall, stroke dapat diklasifikasikan menjadi :

1) Berdasarkan patologi anatomi dan etiologi

a) Stroke Iskemik

(1) Transient Ischemic Attack (TIA)

(2) Trombosis serebri

(3) Emboli serebri

b) Stroke Hemoragik

(1) Pendarahan intra serebral

(2) Pendarahan sub arachnoid

2) Berdasarkan stadium atau waktu

a) Transient Ischemic Attack (TIA)

commit to user
9

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)

c) Progressing stroke atau stroke in evolution

d) Completed stroke

3) Berdasarkan sistem pembuluh darah

a) Sistem karotis

b) Sistem vertebro-basilar

2. Stroke Iskemik

Stroke iskemik merupakan stroke yang terjadi karena tersumbatnya

aliran darah ke otak (regional kortikal, subkortikal, maupun di batang

otak) oleh faktor-faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau

ketidakstabilan hemodinamik yang menimbulkan gejala serebral fokal,

terjadi mendadak, dan tidak menghilang dalam waktu 24 jam atau lebih

(Junaidi, 2004). Pada stroke iskemik terlihat gambaran lesi hipodens

pada pemeriksaan CT-Scan yang merupakan gambaran adanya suatu

daerah infark dan tidak adanya pendarahan, hal inilah yang membedakan

stroke iskemik dengan stroke hemoragik.

a. Etiologi Stroke Iskemik

Stroke iskemik disebabkan oleh penyumbatan trombus (84%) atau

oklusi dari emboli dari tempat lain (31%) dan iskemia global (stroke

hipotensi). Shah (2008) menjelaskan stroke juga dapat disebabkan oleh

commit to user
10

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

vasopasme (paska perdarahan subarakhnoid, hipertensi ensefalopati) dan

beberapa bentuk arteritis.

1) Trombosis

Trombosis adalah proses koagulasi dalam pembuluh darah

yang berlebihan sehingga menghambat aliran darah, atau bahkan

menghentikan aliran tersebut. 84% stroke iskemik disebabkan

oleh adanya trombosis. Trombus (bekuan) yang terbentuk di

dalam suatu pembuluh darah otak atau pembuluh darah organ

distal dapat menyebabkan obstruksi pembuluh darah (Challa,

1999). Pada stroke tipe trombotik sering didapati oklusi di

tempat arteri cerebral yang bertrombus (Sidharta, 2004).

Trombosis dapat terjadi di sistem pembuluh darah besar

dengan aliran lambat, hal ini disebabkan oleh adanya trombus

yang terbentuk pada pembuluh darah besar seperti sistem arteri

karotis atau pembuluh darah kecil termasuk cabang dari sirklus

Willisi dan sirkulasi posterior (Challa, 1999). Price (2005)

mengungkapkan bahwa stroke ini sering dikaitkan dengan lesi

aterosklerosis yang menyebabkan stenosis di arteria karotis

interna, dan di pangkal arteries serebri media atau taut arteria

vertebralis dan basilaris dengan kasus yang jarang. Penyebab lain

trombosis adalah keadaan hiperkoagulasi, arteritis (Giant Cell

dan Takayasu), displasia fibromuskular dan diseksi dinding

pembuluh darah (Shah, 2008).

commit to user
11

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Trombosis yang terdapat pada pembuluh darah kecil dapat

menyebabkan infark lakunar. Infark lakunar adalah infark yang

terjadi setelah oklusi aterotrombotik atau hialin-lipid yang

merupakan salah satu dari cabang-cabang penetrans sirkulus

Willisi, arteri serebri media, arteri vertebralis atau arteri basilaris

(Smith et al.,2001). Infark lakunar dapat menyebabkan sindrom

stroke yang muncul dalam beberapa jam atau lebih lama (Price,

2005).

2) Embolik

Stroke embolik menurut Sidharta (2004) merupakan stroke

yang ditandai dengan adanya sumbatan yang disebabkan oleh

embolus yang berasal dari arteri cerebral, karotis interna,

vertebra-basilar, arkus aorta asendens atau katup dan

endokardium jantung. Embolus dapat berupa trombus yang

terlepas dari dinding arteri yang aterosklerotik dan berulserasi

dan terbawa aliran darah atau dapat juga berupa gumpalan

trombosit karena fibrilasi atrium, gumpalan kuman karena

endokarditis bakterial.

Price (2005) mengungkapkan bahwa stroke embolik

biasanya terjadi saat pasien beraktivitas, dan menyebabkan

defisit neurologik mendadak dengan efek maksimum. Trombus

embolik sering tersangkut pada pembuluh darah yang mengalami

stenosis. Embolus dapat berasal dari bahan trombotik yang

commit to user
12

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

terbentuk pada dinding jantung atau katup mitral yang berupa

bekuan kecil, dan fragmen-fragmen embolus dari jantung ini

mencapai otak melalui aretri karotis atau vertebralis. Gejala

klinis yang ditimbulkan bergantung pada bagian mana yang

mengalami penyumbatan dan seberapa dalam bekuan berjalan di

percabangan arteri sebelum tersangkut.

3) Iskemik global atau stroke hipotensi

Curah jantung dan tekanan darah sistemik yang berkurang

secara tiba-tiba dan berlangsung sementara, seperti pada

serangan aritmia atau kegagalan pompa jantung pada cardiac

arrest dapat menyebabkan iskemik global atau stroke hipotensi

(Mardjono dan Sidharta, 2004). Selain itu berkurangnya cardiac

output seperti pada infark miokard, emboli paru, efusi perikard

juga dapat menjadi penyebab terjadinya iskemik global.

Area otak yang disebut “watershed area”, yaitu area di

antara wilayah pendarahan dua arteri serebri dan serebelli, yang

secara fisiologis merupakan daerah rawan infark (Mardjono dan

Sidharta, 2004), merupakan area yang sering mengalami

kerusakan akibat iskemik global atau stroke hipotensi. Mardjono

dan Sidharta (2004) juga menyatakan bahwa pendarahan pada

area “watershed area” dapat cepat merusak jaringan sekitar yang

terdiri dari unsur saraf, unsur glia, dan vaskular sehingga infark

pada area ini akan menyebabkan gejala klinik berupa paralisis

commit to user
13

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dan kehilangan sensasi terutama pada lengan (Garcia dan

Anderson, 1997).

b. Patofisiologi Stroke Iskemik

Secara fisiologik jumlah darah yang mengalir ke otak

(Cerebral Blood Flow = CBF) ialah 50-60 ml/100 gram jaringan

otak/menit. Dengan massa otak 1200-1400 gram, maka jumlah darah

untuk otak adalah 700-840 gram/menit. Sepertiga dari jumlah total

tersebut disalurkan melalui arteri karotis interna dan sepertiga

sisanya dialirkan melalui susunan vertebrobasilar (Mardjono dan

Sidharta, 2004). Setiap menit otak membutuhkan oksigen sebesar

600 cc dan glukosa 100 mg yang dibawa oleh 1000 cc darah,

sehingga ini berarti sekitar 20 % dari curah jantung harus tersuplai ke

otak setiap menitnya, karena otak tidak mempunyai cadangan

oksigen maupun glukosa. Bila aliran darah menurun sampai dengan

20 ml per 100 gram setiap menitnya, maka akan timbul perubahan

gelombang otak, bila aliran darah menurun lebih lanjut sampai

dengan 10 ml per 100 gram tiap menit maka akan terjadi gangguan

fungsi otak, dan apabila aliran darah terus menurun sampai 5 ml per

100 gram tiap menit maka akan terjadi iskemik otak yang di mana

sel neuron akan mengalami perubahan kimiawi seluler dan berakhir

dengan kematian sel neuron (Joesoef dan Saiful, 1997).

Secara anatomis, otak merupakan organ yang terletak di dalam

ruang tertutup cranium, sehingga konsekuensinya adalah bahwa

commit to user
14

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

volume otak, volume cairan, dan volume darah harus konstan.

Perubahan volum pada salah satu unsur tersebut dapat menyebabkan

perubahan kompensatorik terhadap unsur-unsur lainnya. Karena pada

umumnya volume otak dan volume cairan selalu berubah oleh

beberapa faktor, maka volume darah akan selalu menyesuaikan

(Mardjono dan Sidharta, 2004).

Stroke iskemik terjadi ketika suplai darah ke beberapa daerah

di otak berkurang akibat dari iskemik yang merupakan manifestasi

dari terjadinya iklusi dan obstruksi lumen arteri serebral sehingga

menghasilkan kerusakan jaringan otak yang irreversible dengan

ditandai adanya defisit neurologis yang biasanya muncul secara tiba-

tiba tapi kadang memanjang dengan periode waktu yang lebih lama

yang disebut stroke evolusi (Mumenthaler, 2006). Penyakit vaskular

yang menimbulkan penyumbatan adalah aterosklerosis dan

arteriosklerosis.

Penurunan CBF regional mengakibatkan suatu daerah otak

tidak memperoleh aliran darah yang mengangkut oksigen dan

glukosa secara adekuat. Oksigen dan glukosa tersebut merupakan

substansi penting dalam metabolisme oksidatif serebral, sehingga

bila kebutuhan substansi tersebut pada daerah di otak tidak terpenuhi

secara adekuat akan menyebabkan daerah otak tersebut tidak

berfungsi dan timbullah manifestasi defisit neurologik seperti

commit to user
15

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

hemiparalisis, hemihipestesia-hemiparestesia, yang dapat disertai

defisit fungsi luhur seperti afasia.

Tersumbatnya aliran darah pada daerah otak akan

mengakibatkan daerah tersebut kekurangan oksigen yang disebut

pusat iskemik (ischemic core). Pada daerah ini, tampak degenerasi

neuron, vasodilatasi maksimal tanpa adanya aliran darah, kadar asam

laktat meninggi dengan PO2 (tekanan oksigen) yang rendah, dan

daerah ini akan mengalami nekrosis. Daerah perbatasan iskemik

masih dapat diselamatkan oleh mekanisme autoregulasi dan kelola

vasomotor dengan cara vasodilatasi kolateral, sedangkan daerah

pusat iskemik itu tidak dapat diselamatkan. Oleh karena proses

tersebut, maka secara mikroskopis daerah iskemik yang pucat akan

dikelilingi oleh daerah yang hiperemis di bagian luar disebut luxury

perfusion (Mardjono dan Sidharta, 2004).

c. Faktor Risiko

Faktor risiko timbulnya stroke dibagi dalam faktor risiko yang

tidak dapat diubah dan faktor risiko yang dapat diubah (Ropper dan

Brown, 2005, Goetz, 2007, Wijaya, 1999)

1) Modifiable Risk Factor (Faktor risiko yang dapat diubah)

Faktor risiko yang dapat diubah, dibagi menjadi dua yaitu

yang berhubungan dengan kondisi kesehatan dan faktor yang

commit to user
16

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

berhubungan dengan pola hidup. Faktor risiko yang

berhubungan dengan kondisi kesehatan di antaranya hipertensi,

Diabetes Mellitus, penyakit jantung (infark miokard dan

fibrilasi atrium), hiperlipidemia. Sedangkan yang berhubungan

dengan pola hidup di antaranya merokok, penyalahgunaan

alkohol dan obat, kurangnya aktivitas fisik dan obesitas

(Ropper dan Brown, 2005, Goetz, 2007, Wijaya, 1999).

Faktor risiko yang dapat diubah yang berhubungan dengan

kesehatan meliputi :

a) Hipertensi

Hipertensi menurut Joint National Committee on

Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment on High

Blood Pressure (JNC) VII didefinisikan sebagai keadaan

dimana tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg,

merupakan faktor risiko yang dapat diubah dan sangat

penting untuk stroke. Hipertensi merupakan faktor risiko

utama untuk stroke baik iskemik maupun hemoragik di

Amerika Serikat (Wolf, 1999). Makin tinggi tekanan

darah, makin besar risiko untuk mengalami stroke.

commit to user
17

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b) Penyakit Jantung (Infark Miokard dan Fibrilasi Atrium)

Kurang lebih 3-4 % orang yang memiliki infark

miokard akan mengalami stroke emboli. Seorang penderita

dengan fibrilasi atrium memiliki risiko enam kali lipat

untuk mengalami stroke. Hal ini didasari oleh adanya

aterosklerosis yang merupakan suatu kelainan paling

mendasar pada infark miokard maupun stroke iskemik.

c) Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus didefinisikan sebagai keadaan

dimana kadar gula darah puasa 126 mg/dl atau lebih besar

yang diukur dalam dua kesempatan pada hari yang

berlainan. Dari hasil sebuah studi kasus kontrol

menunjukkan bahwa seseorang dengan Diabetes Mellitus

memiliki risiko 1,6 sampai 8 kali lipat mengalami stroke

iskemik daripada penderita tanpa Diabetes Mellitus (AHA,

2006).

Faktor risiko yang dapat diubah yang berhubungan

dengan pola hidup meliputi :

commit to user
18

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(1) Merokok

Merokok adalah faktor risiko potensial pada

stroke iskemik. Merokok meningkatkan risiko

stroke melalui efek terbentuknya trombus dan

pembentukan aterosklerosis pada pembuluh darah

(Burns, 2003).

(2) Kurangnya aktivitas fisik

Aktivitas fisik yang kurang merupakan

faktor risiko untuk stroke, Diabetes Mellitus,

obesitas, hipertensi, osteoporosis dan depresi

(Shephard, 2001). Aktivitas moderat-berat seperti

berjalan, berkebun berenang, aerobik dalam waktu

rata-rata 30 menit setiap hari dapat mengurangi

risiko stroke (Pearson et al, 2002).

(3) Konsumsi alkohol berlebih

Insidensi stroke iskemik pada orang yang

mengonsumsi alkohol dalam jumlah kecil (rata-rata

1-2 gelas per hari) lebih rendah daripada orang yang

tidak mengonsumsi alkohol.

(4) Obesitas

commit to user
19

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Menurut Regional Office for the Western

Pacific of the World Health Organization, the

International Association for the Study of Obesity

and the International Obesity Task Force, obesitas

adalah keadaan dimana Indeks Massa Tubuh > 25

kg/m2. Obesitas merupakan faktor risiko untuk

diabetes, hipertensi, serta hiperkolesterolemia

(Mokdad et al, 2003)

2) Unmodifiable risk factor (faktor risiko yang tidak dapat

diubah)

Faktor risiko yang tidak dapat diubah di antaranya usia

yang meningkat, jenis kelamin pria, ras, riwayat keluarga,

riwayat Transient Ischemic Attack (TIA) atau stroke,

penyakit jantung koroner dan fibrilasi atrium (Ropper dan

Brown, 2005, Goetz, 2007, Wijaya, 1999).

Faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi :

a) Usia

Berdasarkan DepKes RI (2009), usia digolongkan

sebagai berikut:

commit to user
20

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(1) Penduduk usia muda adalah sekelompok penduduk

yang berusia 0 – 14 tahun

(2) Penduduk usia tidak lanjut adalah penduduk berusia

< 60 tahun (15 – < 60 tahun)

(3) Penduduk usia lanjut adalah sekelompok penduduk

yang telah berusia ≥ 60 tahun.

Bertambahnya usia merupakan faktor risiko yang terpenting

untuk terjadinya serangan stroke. Setelah seseorang berumur 30

tahun, akan mulai tampak lesi aterosklerotik sebagai titik-titik

kuning pada tunika intima pembuluh darah antara lain: arteri-arteri

intrakranial, dan arteri karotis interna. Pada usia 50 tahun, lesi

aterosklerotik mulai menebal dan menyebar secara difus pada

pembuluh arterial serebral baik besar maupun kecil yang dikenal

sebagai plaque atherosclerotique. Lesi plaque atherosclerotique

pada tunika intima berupa gundukan yang menyebabkan

penyempitan 80% - 90% lumen arteri. Tampak gambaran fibrosis

pada tunika intima arteri yang mengalami aterosklerotik (Mardjono

dan Sidharta, 2004).

Risiko stroke meningkat dua kali lipat ketika seseorang

berusia lebih dari 55 tahun, begitupun angka kematian akibat stroke

meningkat seiring bertambahnya usia. Stroke paling sering terjadi

commit to user
21

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pada usia lebih dari 65 tahun, tetapi jarang terjadi pada usia di

bawah 40 tahun (Japardi, 2002).

Berdasarkan studi yang dilakukan Hankey et al. (1998)

menunjukkan bahwa usia usia lanjut (75-84 tahun) pada stroke

pertama mempunyai risiko lebih tinggi untuk mengalami stroke

berulang dibandingkan dengan usia di bawah 65 tahun.

b) Jenis Kelamin

Stroke lebih sering terjadi pada pria. Diperkirakan bahwa

insidensi stroke pada wanita lebih rendah dibandingkan pria,

akibat adanya estrogen yang berfungsi sebagai proteksi pada

proses aterosklerosis (Japardi, 2002).

c) Riwayat Keluarga

Seorang individu yang memiliki keluarga yang

mengalami stroke memiliki risiko lebih besar untuk menderita

stroke dibanding individu yang tidak memiliki riwayat stroke

dalam keluarganya (Rohkamm, 2004).

d. Klasifikasi stroke iskemik

Berdasarkan perjalanan klinisnya stroke iskemik dapat

dikelompokkan lagi menjadi ;

1) Transient Ischemic Attack (TIA)

commit to user
22

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

TIA adalah gangguan fungsi fokal serebral akut,

dengan gejala kurang dari 24 jam yang disebabkan oleh

emboli atau trombosis. Sidharta (2004) menjelaskan

bahwa “plaque atheromatosa” di arteri karotis interna

atau arteri vertebrobasilaris adalah penyebab emboli.

Gejala neurologis yang muncul akan cepat menghilang

dengan durasi yang bervariasi antara 5 – 15 menit, atau

bahkan 1 hari penuh. 50% TIA telah sembuh dalam

waktu 1 jam, dan 90% telah sembuh dalam waktu 4 jam.

Maka dari itu pada umumnya setelah 4 jam serangan

TIA dapat dibedakan dengan stroke (komplit).

Berdasarkan penelitian kasus TIA, dapat menjadi stroke,

serangan ulang, atau bahkan sembuh sempurna, oleh

karena itu kasus TIA sering dijadikan warning dalam

anamnesis kasus stroke (Hadinoto, 1992).

2) RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)

Gejala neurologis pada RIND akan menghilang

seperti pada TIA, tetapi dalam durasi waktu yang lebih

dari 24 jam, dan kurang dari 21 hari (Hadinoto, 1992)

3) Progressing Stroke

Perkembangan defisit neurologik yang ada secara

bertahap-tahap dan berangsur –angsur dalam waktu

beberapa jam sampai 1 hari. Progressing stroke terjadi

commit to user
23

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

karena adanya lesi intravaskular berupa “plaque

atheromatosa” yang tertimbun oleh fibrin dan trombosit

kemudian menyumbat arteri serebralis dan menyebabkan

hipervikositas darah atau perlambatan arus aliran darah

(Sidharta, 2004).

4) Completed Stroke

Ditandai dengan adanya kelainan neurologis yang

menetap, dan tidak berkembang lagi. Kelainan

neurologis yang muncul bermacam-macam berdasarkan

letak infark pada daerah otak (Hadinoto, 1992). Pada

keadaan ini kesadaran pasien tidak terganggu (Sidharta,

2004).

e. Gejala dan Tanda Stroke Iskemik

Stroke iskemik ditandai oleh munculnya serangan secara

mendadak yang menyebabkan defisit neurologik fokal dengan

perbaikan cepat, perburukan progresif atau menetap (Wilkinson

dan Lennox, 2005). Defisit neurologik yang muncul

bermacam-macam tergantung letak infark atau iskemik pada

pembuluh darah otak (Sidharta, 2004).

Tanda dan gejala yang timbul sesuai dengan pembuluh

darah yang terlibat (Wilkinson dan Lennox, 2005) :

commit to user
24

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1) Arteri serebri media

a) Hemiparesis atau monoparesis kontralateral.

b) Afasia global

c) Disleksia, disgrafia, diskalkulia

2) Arteri serebri anterior

a) Kelemahan kontra lateral, terutama pada daerah

tungkai

b) Ganguan sensorik kontralateral

3) Arteri serebri posterior

a) Kelumpuhan saraf otak ke-3 hemianopsia

b) Hemiparesis kontralateral

4) Arteri vertebrobasiler

a) Penglihatan ganda ( nervus III,IV dan VI)

b) Rasa baal di wajah (nervus V)

c) Kelemahan pada bagian wajah ( nervus VII)

d) Vertigo ( nervus VIII)

e) Disfagia ( nervus IX dan X)

commit to user
25

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

f) Disartria

g) Ataxia

h) Kelemahan pada ekstremitas

f. Diagnosis Stroke Iskemik

Diagnosis stroke iskemik dapat ditegakkan melalui

beberapa langkah antara lain sebagai berikut ;

1) Anamnesis

Anamnesis merupakan langkah awal yang sangat

berguna untuk menggali beberapa informasi penting untuk

membantu menegakkan diagnosis dengan cara menanyakan

pasien mengenai gejala awal, perkembangan gejala, riwayat

penyakit sebelumnya, faktor risiko yang ada, pengobatan

yang sedang diajalani. Berikutnya adalah melakukan

pemeriksaan neurologis lengkap untuk mengetahui

kemungkinan letak lesi. Melalui anamnesis diharapkan

sudah dapat menentukan apakah manifestasi klinis pasien

merupakan tanda dan gejala dari stroke iskemik, stroke

hemoragik, atau penyakit otak lainnya. Tabel di bawah ini

dapat dijadikan petunjuk dalam membedakan stroke

iskemik dan hemoragik.

commit to user
26

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 2.1. Perbedaan Manifestasi Klinis Stroke Hemoragik dan


Stroke Iskemik

Gejala Hemoragik Iskemik


Onset Mendadak Mendadak
Saat onset Sedang aktif Istirahat
Tanda awal - - + + (TIA)
“warning”
Nyeri kepala +++ +/-
Kejang-kejang + -
Muntah + -
Kesadaran menurun +++ +/-

(Chandra,1986)

2) Pemeriksaan

Pasien harus segera dilakukan pemeriksaan oleh

dokter spesialis saraf konsultan stroke, dan suatu

keterlambatan dalam pemeriksaan akan menghambat

upaya manajemen dan bisa memperburuk outcome

(Bamford et al., 1991; Toni et al., 2000). Pemeriksaan

klinik dimulai dengan assessment dan secara simultan

melakuan tindakan untuk perbaikan jalan nafas (airway),

pernafasan (breathing), sirkulasi darah (circulation), dan

pengawasan terhadap suhu tubuh.

Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendiagnosis

stroke terdiri dari :

a) Pemeriksaan klinis neurologis

commit to user
27

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dari hasil pemeriksaan klinis neurologis,

terdapat perbedaan antara stroke iskemik dan stroke

hemoragik.

Tabel 2.2. Perbedaan Hasil Pemeriksaan Klinis Neurologis Stroke


Hemoragik dan Stroke Iskemik.

Tanda-tanda Hemoragik Iskemik


Bradikardi + + (dari awal) +/- (hari ke-4)
Oedem Papil + (sering) -
Kaku kuduk + -
Tanda Kernig, +++ -
Brudzinski
(Chandra,1986)

b) Pemeriksaan dengan alat-alat

Tabel 2.3. Pemeriksaan Segera pada Pasien dengan Kecurigaan


Stroke

Pemeriksaan Penjelasan
Neuroimaging (minimal salah - CT Scan kepala, termasuk
satu): perfusion CT Scan
- MRI kepala, termasuk imaging
difusi dan perfusi, FLAIR dan T2

Pemeriksaan imaging pada - CT angiografi atau MR


servikal dan arteri intrakranial angiografi
(minimal salah satu): - Doppler dan duplex
ultrasonografi
- Angiografi konvensional atau
digital (jika akan dilakukan
trombolisis intra-arterial)

Laboratorium - Pemeriksaan darah lengkap, INR,


aPTT, PTT, gula darah, Natrium,
Kalium, ureum, kreatinin, CK,
CK-MB, CRP
- Tes kehamilan

commit to user
28

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Lain-lain - EKG
- Pungsi lumbal (jika curiga
perdarahan subarakhnoid atau
infeksi
meningo-vaskuler)

(Chandra,1986 )

Pemeriksaan gold standar untuk menegakkan diagnosis

stroke, sehingga dapat membedakan stroke itu merupakan

infark atau hemoragik dapat dilakukan konfirmasi dengan

menggunakan CT Scan. (Rumantir, 2007).

Hasil Computerized Tomography Scanning (CT Scan)

pada stroke hemoragik akan terlihat gambaran lesi hiperdens

berwarna putih yang menunujukkan daerah pendarahan,

sedangkan pada stroke iskemik akan terlihat gambaran lesi

hipodens yaitu daerah berwarna hitam yang menunjukkan

daerah yang iskemik.

g. Prognosis

Prognosis setelah serangan stroke iskemik sangat

bervariasi, tergantung pada tingkat keparahan stroke dan pada

kondisi premorbid pasien, usia, dan komplikasi pasca stroke.

Beberapa pasien stroke iskemik akan mengalami transformasi

menjadi stroke hemoragik dari 30%-80% pada perdarahan

intraserebral dan 20%-50% pada perdarahan subarachnoid

(Sacco, 2005). Stroke merupakan penyakit yang mengenai

commit to user
29

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sistem saraf, memberikan cacat tubuh yang berlangsung kronis

dan tidak hanya terjadi pada orang-orang berusia lanjut, tetapi

juga pada usia pertengahan.

Stroke dapat mempengaruhi fisik, mental dan emosional

pasien atau kombinasi ketiganya. Efek dari stroke tergantung

ukuran dan lokasi lesi di otak. Beberapa kecacatan yang

diakibatkan oleh stroke di antaranya paralisis, mati rasa,

gangguan bicara dan gangguan penglihatan. Penderita stroke

yang selamat, 75% mengalami kecacatan (Coffey et al, 2000).

Stroke pada orang muda memiliki risiko kematian yang

rendah, meskipun demikian stroke iskemik pada orang muda

memiliki implikasi prognosis yang parah. Risiko kejadian

vaskular berulang cukup besar, dan hanya sekitar 50% dari

pasien sembuh total (tanpa signifikan kecacatan) yang dapat

kembali bekerja setelah pertama kalinya terserang stroke

iskemik. Profil risiko aterosklerosis dikaitkan sebagai risiko

tertinggi stroke berulang dan kematian usia di bawah 35 tahun .

Berdasarkan sebuah studi berbasis masyarakat dari sekitar

105.000 orang, 184 disajikan dengan serangan Transient

Ischemic Attack (TIA) selama 5 tahun, selama follow up rata-

rata 3,7 tahun didapatkan 49 pasien meninggal, 45 mengalami

stroke pertama kalinya, dan 17 mengalami infark miokard.

Penyakit jantung mencapai 35% angka kematian, sedangkan

commit to user
30

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

stroke penyebab kematian pada 15 pasien (31%) (Dennis et al.,

1990). Menurut Sacco (2005) penderita stroke yang bertahan

hidup memiliki risiko 3 sampai 5 kali lipat untuk mengalami

kematian dibandingkan dengan populasi seusianya yang tidak

mengalami stroke. Seorang penderita stroke memiliki risiko

3%-10% dalam 30 hari pertama untuk mengalami stroke

rekuren.

3. Kualitas Hidup

Kualitas hidup merupakan persepsi subjektif, yang berasal dari

pasien dalam menilai pengalaman/kenyataan hidupnya secara

keseluruhan atau sebagian sebagai baik atau buruk; termasuk dalam segi

fungsi fisik, interaksi sosial, dan keadaan mental (Jonsen, 2006).

Pandangan dari dokter yang menangani lebih fokus pada gejala

kesehatan yang ada, sehingga sering terjadi perbedaan tentang kualitas

hidup antara dokter dan pasien (Devinsky dan Cramer, 1993).

Dahlof menyatakan bahwa kualitas hidup digunakan untuk

menyatakan apa yang dirasakan seseorang, yang dimana dapat berbeda

pada masing-maisng individu. Definisi objektif sulit diberikan karena

persepsi kesejahteraan individu yang merupakan komponen utama dalam

konsep kualitas hidup bersifat subjektif. Maka dari itu diusulkan istilah

kesehatan yang berhubungan dengan kualitas hidup Health Related

commit to user
31

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Quality of Life (HQL) yang menurut de Haan et al. (1995) harus

memiliki dimensi sebagai berikut:

a. Dimensi Fisik

Dimensi yang menunjuk pada gejala – gejala yang terkait

riwayat penyakit dan pengobatan

b. Dimensi Fungsional

Dimensi ini terdiri dari perawatan diri, mobilitas, serta

level aktivitas fisik seperti kapasitas untuk dapat berperan

dalam keluarga maupun sosial.

c. Dimensi Psikologis

Meliputi fungsi kognitif, status emosi, serta persepsi

terhadap kesehatan, kepuasan hidup, dan kebahagiaan.

d. Dimensi Sosial

Meliputi penilaian aspek kontak dan interaksi sosial

secara kualitatif maupun kuantitatif.

4. Hubungan Stroke, Usia dengan Kualitas Hidup Terkait Kesehatan

Semakin bertambahnya usia manusia, pada pembuluh darah

terjadi penebalan intima akibat suatu proses aterosklerosis dan tunika

media sebagai akibat suatu proses fisiologis menua (Darmojo, 2009),

maka hal tersebut akan menurunkan elastisitas pembuluh darah dan

menyebabkan aliran darah ke otak menurun. Penurunan CBF regional

yang merupakan salah satu pastofisiologi dari stroke iskemik

commit to user
32

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mengakibatkan suatu daerah otak tidak memperoleh aliran darah yang

mengangkut oksigen dan glukosa secara adekuat. Oksigen dan glukosa

tersebut merupakan substansi penting dalam metabolisme oksidatif

serebral, sehingga bila kebutuhan substansi tersebut pada daerah di otak

tidak terpenuhi secara adekuat akan menyebabkan daerah otak tersebut

tidak berfungsi dan timbullah manifestasi defisit neurologik seperti

hemiparalisis, hemihipestesia-hemiparestesia, yang dapat disertai defisit

fungsi luhur.

Darmojo (2009) juga menyatakan bahwa vaskularisasi yang

menurun pada daerah hipotalamus menyebabkan gangguan saraf

otonom, dan berkurangnya berbagai neurotransmitter. Perubahan

patologik pada jaringan saraf juga sering disertai oleh berbagai penyakit

metabolik, antara lain diabetes, hipo/hipertiroid yang juga menyebabkan

gangguan pada susunan saraf tepi.

Stroke iskemik mempunyai prognosis mempengaruhi fisik,

mental, emosional, dan kehidupan sosial pasien atau kombinasi

keempatnya. Pasien stroke yang selamat dari serangan stroke mengalami

impairment yang akan mengganggu dalam kegiatan aktivitas hidup

sehari – harinya. Oleh karena itu penelitian Dhamoon et al. (2010)

menyatakan bahwa stroke iskemik dapat menurunkan kualitas hidup

terkait kesehatan secara signifikan.

Den Haan (1995) menyatakan bahwa pasien dengan stroke

iskemik ataupun hemoragik akan memiliki skor kualitas hidup terkait

commit to user
33

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kesehatan yang cenderung seimbang. Penilaian kualitas hidup pada

pasien dengan faktor – faktor seperti ; usia lanjut, warna kulit, riwayat

penyakit penyerta, dan dengan fungsi motorik ekstremitas yang

berkurang mempunyai skor kualitas hidup terkait kesehatan yang lebih

rendah, terutama pada dimensi fisik (Nichols-Larsen, 2005).

Pengukuran kualitas hidup terkait kesehatan harus dievaluasi

secara kualitatif dan kuantitatif dengan elemen fungsional, fisik,

psikologis, dan sosial dari pasien (Kranciukaite dan Rastenyete, 2006).

5. Keintiman Keluarga

Keintiman keluarga adalah salah satu bentuk dari dukungan

keluarga yang paling besar perannya dalam menjadikan individu merasa

lebih berarti bagi lingkungan, terlebih bagi lansia (Friedman, 2003).

Pada lansia terjadi kemunduran dan kelemahan fisik yang menyebabkan

ketergantungan pada orang lain. Oleh karena itu lansia membutuhkan

keintiman keluarga lebih besar untuk lebih memotivasi diri dalam

mengatasi masalah yang dihadapi (Kaakinen, 2010). Menurut Pender

(2002), keintiman hubungan interpersonal melibatkan beberapa aspek,

seperti: a. kepedulian emosional, berupa ekspresi, dorongan empati; b.

bantuan seperti jasa, uang, informasi; dan c. memberi umpan balik yang

konstruktif, serta adanya pengakuan.

commit to user
34

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

B. Kerangka Konsep

Usia

Cerebral Blood
Flow

Stroke iskemik

Manifestasi defisit
neurologik & fungsi
luhur

Aspek fisik Aspek Aspek sosial


emosional

Kepuasan
hidup

Kualitas Hidup Keintiman


Pendidikan HRQOL SF - 36 keluarga

Gambar 2.2. Kerangka Konsep

C. Hipotesis

Ada hubungan usia dengan kualitas hidup pasien stroke iskemik,

dimana semakin bertambahnya usia pasien stroke iskemik dapat

menurunkan kualitas hidup.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai