Anda di halaman 1dari 7

Bab II

Pembahasan
1. Pengertian Perjanjian
Sebelum memasuki pengertian dari perjanjian, perlu diketahui terlebih dahulu
apa saja istilah-istilah perjanjian. Istilah perjanjian (overeenkomst) diterjemahkan
secara berbeda-beda oleh para sarjana,diantaranya yaitu :
a. Kitab Undang-undang Hukum Perdata, menggunakan istilah
“perjanjian” untuk overeenkomst.9
b. Prof.Utrecht, memakai istilah overeenkomst untuk
“perjanjian”.10
c. Prof.Subekti, memakai istilah overeenkomst untuk “perjanjian”,
bukan persetujuan.11
d. Prof.R.Wirjono Prodjodikoro, memakai istilah “persetujuan”
untuk terjemahan overeenkomst.12
e. R.Setiawan,S.H., memakai istilah “persetujuan” untuk
overeenkomst.13
f. Prof.Soediman Kartohadiprodjo, memakai istilah “perjanjian”
untuk terjemahan overeenkomst.14

Mengenai definisi dari perjanjian itu sendiri oleh para sarjana juga diartikan
secara berbeda-beda pula, antara lain menurut :
a. Prof.Subekti,S.H., perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang
berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji
untuk melaksanakan sesuatu hal.15
b. Prof.Dr.R.Wirjono Prodjodikoro,S.H., perjanjian adalah suatu
perhubungan hukum mengenai harta benda anatara dua pihak, dalam mana
suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal
atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak
menuntut pelaksanaan janji itu.16

9
R.Subekti dan R.Tjitrosudibio,Op.cit.,hlm.338.
10
Utrecht,Op.cit.,hlm.621.
11
Subekti,Hukum Perjanjian,Op.cit.,hlm.1.
12
R.Wirjono Prodjodikoro,Asas-Asas Hukum Perjanjian.Op.cit.,hlm.8.
13
R.Setiawan,Op.cit.,hlm.2.
14
Soediman Kartohadiprodjo,Op.cit.,hlm.98.
15
Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perdata,Op.cit.,hlm.122.
16
R.Wirjono Prodjodikoro,Asas-Asas Hukum Perjanjian,Op.cit.,hlm.9.

1
c. R.Setiawan,S.H., persetujuan adalah suatu perbuatan hukum, di mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya
terhadap satu orang atau lebih.17
d. Abdulkadir Muhammad,S.H., perjanjian adalah suatu persetujuan
dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk
melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.18

Sementara menurut Pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian adalah suatu


perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lain atau lebih. Dari rumusan perjanjian tersebut dapat disimpulkan, bahwa
unsur-unsur perjanjian itu adalah :
a. Ada para pihak.
b. Ada persetujuan antara pihak-pihak tersebut.
c. Ada tujuan yang akan dicapai.
d. Ada prestasi yang akan dilaksanakan.
e. Ada bentuk tertentu, baik lisan maupun tulisan.
f. Ada syarat-syarat tertentu.

Menurut Prof.Subekti, perkataan “perikatan” (verbintenis) mempunyai arti


yang lebih luas dari perkataan “perjanjian”. Perikatan lebih luas dari perjanjian,
karena perikatan itu dapat terjadi karena perjanjian dan undang-undang.
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa antara perjanjian (overeenkomst)
dan perikatan (verbintenis) mempunyai hubungan, di mana perjanjian
menerbitkan perikatan. Perjanjian merupakan bagian dari perikatan. Jadi,
perjanjian melahirkan perikatan dan perjanjian merupakan sumber terpenting yang
melahirkan perikatan.

2. Asas-asas Perjanjian
Dalam hukum perjanjian, terdapat beberapa asas penting yang harus diketahui,
yaitu :
a. Sistem terbuka (open system)
Asas ini mempunyai arti, bahwa mereka yang tunduk dalam perjanjian
bebas dalam menentukan hak dan kewajibannya. Asas ini disebut juga
dengan asas kebebasan berkontrak, yaitu semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya
(Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata). Asas kebebasan berkontrak ini tidak

17
R.Setiawan,Op.cit.,hlm.49.
18
Abdulkadir Muhammad,Op.cit.,hlm.78.

2
boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan undang-
undang.

b. Bersifat pelengkap (optional)


Hukum perjanjian bersifat pelengkap artinya, pasal-pasal dalam hukum
perjanjian boleh disingkirkan, apabila pihak-pihak yang membuat
perjanjian menghendaki dan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang
menyimpang dari pasal-pasal undang-undang. Tetapi apabila dalam
perjanjian yang mereka buat tidak ditentukan, maka berlakulah ketentuan
undang-undang.19

c. Berasaskan konsensualisme
Asas ini mempunyai arti, bahwa suatu perjanjian lahir sejak detik
tercapainya kesepakatan antara kedua belah pihak. Hal ini sesuai dengan
syarat sahnya suatu perjanjian (Pasal 1320 KUH Perdata). Pengecualian
asas ini adalah :
1) Dalam perjanjian formil
Di samping kata sepakat, masih perlu formalitas tertentu. Contohnya
perjanjian perdamaian (Pasal 1851 KUH Per).
2) Dalam perjanjian riil
Disamping kata sepakat, harus ada tindakan nyata. Contohnya
perjanjian penitipan barang (Pasal 1694 KUH Per) dan perjanjian hak
gadai (Pasal 1152 KUH Per)

d. Berasaskan kepribadian
Asas ini mempunyai arti, bahwa perjanjian hanya mengikat bagi para
pihak yang membuatnya. Menurut Pasal 1315 KUH Per, pada umumnya
tak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta
ditetapkannya suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri. Selanjutnya
menurut ketentuan Pasal 1340 KUH Per, suatu perjanjian hanya berlaku
antara pihak-pihak yang membuatnya dan tidak dapat membawa kerugian
bagi pihak ketiga. Pengecualiannya mengenai hal ini diatur dalam Pasal
1317 KUH Per, yaitu mengenai janji untuk pihak ketiga. Menurut Pasal
ini, lagi pun diperbolehkan untuk meminta ditetapkannya suatu janji guna
kepentingan seorang pihak ketiga, apabila suatu penetapan janji yang
dibuat oleh seorang untuk dirinya sendiri atau suatu pemberian yang
dilakukannya sepada seorang lain memuat suatu janji yang seperti itu.
Siapa yang telah memperjanjikan sesuatu seperti itu, tidak boleh

19
P.N.H.Simanjuntak,Hukum Perdata Indonesia,(Jakarta:Kencana,2014),hlm.286.

3
menariknya kembali, apabila pihak ketiga tersebut telah menyatakan
hendak mempergunakannya.

3. Syarat-syarat Sahnya Perjanjian


Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, syarat sahnya suatu perjanjian adalah :
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Hal ini dimaksudkan, bahwa para pihak yang hendak mengadakan suatu
perjanjian, harus terlebih dahulu bersepakat atau setuju menganai hal-hal
yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan itu. Kata sepakat tidak sah
apabila kata sepakat itu diberikan karena kekhilafan, paksaan atau
penipuan (Pasal 1321 KUH Per).
Akan tetapi, nyatanya dalam pergaulan hukum di masyarakat
banyak perjanjian terjadi antara banyak pihak melalui surat menyurat,
sehingga menimbulkan persoalan kapan saatnya kesepakatan itu terjadi.
Hal ini penting dipersoalkan sebab untuk perjanjian-perjanjian yang
tunduk pada asas konsensualitas, saat terjadinya kesepakatan merupakan
saat terjadinya perjanjian.
Ada empat teori yang mencoba memberikan penyelesaian
persoalan itu sebagai berikut:
1) Uitings theorie (teori saat melahirkan kemauan).
Menurut teori ini perjanjian terjadi apabila atas penawaran telah
dilahirkan kemauan menerimanya dari pihak lain. Kemauan ini
dapat dikatakan telah dilahikan pada waktu pihak lain mulai
menulis surat pernerimaan
2) Verzend theorie (teori saat mengirim surat penerimaan).
Menurut teori ini perjanjian terjadi pada saat menerima surat
penerimaan dikirimkan kepada si penawaran.
3) Ontvangs theorie (teori saat menerima surat penerimaan).
Menurut teori ini perjanjian terjadi pada saat menerima surat
penerimaan sampai di alat si penawaran.
4) Vernemings theorie (teori saat mengetahui surat penerimaan).
Menurut teori ini perjanjian baru terjadi, apabila si penawar telah
membuka dan membaca surat penerimaan itu.20
b. Kecapan untuk membuat suatu perjanjian
Pada dasarnya, setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian,
kecuali jika oleh undang-undang tidak dinyatakan tak cakap (Pasal 1329

20
Riduan Syahrani,Seluk-beluk dan Asas-asas Hukum
Perdata,(Banjarmasin:Alumni,1985),.hlm.206.

4
KUH Per). Menurut Pasal 1330 KUH Per, mereka yang tidak cakap
membuat suatu perjanjian adalah :
1) Orang yang belum dewasa
2) Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan
3) Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang,
dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang
membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Akibat hukum dari ketidakcakapan ini adalah bahwa perjanjian yang telah
dibuat dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim.
c. Adanya suatu hal tertentu
Adanya suatu hal tertentu adalah menyangkut objek perjanjian harus jelas
dan dapat ditentukan. Menurut Pasal 1333 KUH Per, suatu perjanjian
harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit
ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang
tidak tentu, asal saja jumlah itu dikemudian hari dapat ditentukan atau
dihitung. Menurut ketentuan Pasal 1332 KUH Per, hanya barang-barang
yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok suatu
perjanjian. Selanjutnya menurut Pasal 1334 ayat (1) KUH Per, barang-
barang yang baru akan ada dikemudian hari dapat menjadi pokok suaru
perjanjian.
d. Adanya suatu sebab yang halal
Adanya suatu sebab (causa dalam bahasa Latin) yang halal ini adalah
menyangkut isi perjanjian yang tidak bertentangan dengan ketertiban,
kesusilaan, dan undang-undang (Pasal 1337 KUH Per). Dengan demikian,
undang-undang tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab orang
mengadakan suatu perjanjian. Yang diperhatikan oleh undang-undang
adalah isi dari perjanjia tersebut yang menggambarkan tujuan yang akan
dicapai. Menurut Pasal 1355 KUH Per, suatu perjanjian tanpa sebab atau
yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak
mempunyai kekuatan.

Apabila dua syarat pertama tidak dipenuhi (a dan b), maka perjanjian
dapat dibatalkan (syarat subjektif). Adapun apabila dua syarat yang terakhir tidak
dipenuhi (c dan d), maka perjanjian ini batal demi hukum (syarat objektif).21
Perjanjian yang batal demi hukum adalah perjanjian sejak semula batal dan tidak
mungkin menimbulkan akibat hukum bagi kedua belah pihak. Perjanjian yang
bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum adalah

21
P.N.H.Simanjuntak,Hukum Perdata Indonesia,(Jakarta:Kencana,2014),hlm.288.

5
batal demi hukum. Adapun perjanjian dapat dibatalkan, artinya salah satu pihak
mempunyai hak untuk meminta agar perjanjian itu dibatalkan.

4. Faktor yang Mempengaruhi Perjanjian


Beberapa perjanjian yang kelihatannya berlaku secara sempurna, tetapi
mungkin seluruh atau sebagiannya tidak berdaya guna disebabkan oleh suatu
cacat ketika perjanjian itu dibuat. Faktor-faktor yang mempengaruhi itu adalah :
a) Kekeliruan atau kekhilafan
b) Perbuatan curang atau penipuan
c) Paksaan atau duress
d) Ketidakcakapan, seperti misalnya: orang yang belum dewasa, mereka yang
ditaruh dibawah pengampuan dan orang perempuan bersuami.

5. Bentuk Perjanjian
Bentuk-bentuk dari perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
perjanjian tertulis dan perjanjian tidak tertulis.
a) Perjanjian tertulis : yaitu suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak
dalam bentuk tulisan dengan maksud dan tujuan tertentu. Misalnya
perjanjian sewa-menyewa.
b) Perjanjian tidak tertulis : yaitu suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak
dalam wujud lisan atau cukup kesepakatan dari para pihak saja.
Perjanjian tertulis dibagi menjadi tiga jenis : perjanjian dibawah tangan yang
ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan saja, perjanjian dengan saksi
notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak, perjanjian yang dibuat
dihadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta notariel.22
Dari bentuk-bentuk perjanjian ini terbentuklah beberapa jenis perjanjian,
diantaranya :
a. Perjanjian timbal-balik adalah perjanjian yang memberikan hak dan
kewajiban kepada kedua belah pihak. Contohnya perjanjian jual-
beli,perjanjian sewa-menyewa, dan sebagainya.
b. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pada
satu pihak dan pihak lain menerima haknya. Contohnya perjanjian hibah,
perjanjian pinjam-ganti.
c. Perjanjian cuma-cuma adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu
memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa menerima
suatu manfaat bagi dirinya. Contohnya perjanjian hibah, perjanjian
pinjam-pakai.

22Akta notariel adalah akta yang dibuat dihadapan dan di muka pejabat yang berwenang untuk itu
(notaris).

6
d. Perjanjian atas beban adalah perjanjian dengan mana terhadap prestasi
pihak yang satu terdapat prestasi pihak yang lain dan antara kedua prestasi
itu ada hubungan hukum. Contohnya perjanjian jual beli, perjanjian sewa-
menyewa.
e. Perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang timbul karena adanya
kesepakatan antara kedua belah pihak.
f. Perjanjian riil adalah perjanjian yang timbul karena adanya kesepakatan
antara kedua belah pihak disertai dengan penyerahan nyata atas barangnya.
Contohnya perjanjian penitipan barang, perjanjian pinjam-pakai.
g. Perjanjian tidak bernama (perjanjian innominaat) adalah perjanjian yang
tidak mempunyai nama tertentu dan tidak diatur dalam undang-undang.
Contohnya leasing dan fidusia.
h. Perjanjian bernama (perjanjian nominaat) adalah perjanjian yang
mempunyai nama tertentu dan diatur secara khusus oleh undang-undang.
Contohnya perjanjian jual beli, perjanjian tukar-menukar, perjanjian sewa-
menyewa.
i. Perjanjian libetoir adalah perjanjian yang membebaskan orang dari suatu
kewajiban hukum tertentu. Conto hnya pembebasan utang.
j. Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk menyerahkan atau
mengalihkan atau menimbulkan atau mengubah atau menghapuskan hak-
hak kebendaan. Contohnya perjanjian jual beli.
k. Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan antara
kedua belah pihak.
l. Perjanjian accesoir adalah perjanjian yang membuntuti perjanjian pokok.
Contohnya hipotek, gadai, dan borgtocht.23

23 P.N.H.Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia,(Jakarta:Kencana,2014),hlm.290.

Anda mungkin juga menyukai