Anda di halaman 1dari 25

Politik Indonesia: Indonesian Political Science Review 1 (2) (2016) 171-195

Politik Indonesia
Indonesian Political Science Review
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JPI

Politik Islam di Indonesia: Ideologi, Transformasi dan Prospek dalam Proses


Politik Terkini

Muhammad Zulifan1
1 Universitas Bakrie, Indonesia

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Penelitian ini bertujuan melihat korelasi doktrin Islam mengenai konsep negara dan
Diterima 31 Maret 2016 sistem pemerintahan dengan cita-cita sebagian umat Islam untuk menghidupkan nilai-
Disetujui 15 Juni 2016 nilai syariah dalam negara. Studi pustaka digunakan untuk menggali ide dan gagasan
Dipublikasi 15 Juli 2016 para pemikir politik Islam mulai dari era klasik dan pertengahan seperti al-Farabi, al-
Keywords: Mawardi, Ibnu Taimiyah, hingga pemikir era modern dan kontemporer seperti al-
Political Islamic Thought; Attas, Fazlur Rahman, dan Arkoun. Keabsahan sistem demokrasi dan bentuk negara
Islamic Political Party; yang ideal bagi kaum muslimin menjadi bahan perdebatan para pemikir Islam.
Khilafah; Civil Society; Konsep civil society sebagai manifestasi masyarakat madani diyakini telah
Islam; Democracy dipraktikkan dalam periode sejarah pemerintahan Islam.
Abstract
This study examines the correlation between Islamic doctrine of the concept of state
and government system with the ambition of some Muslims to revive sharia values in a
country. Literature research methodology is employed to explore ideas of Islamic
political thinkers, ranging from classical and medieval, era such as al-Farabi, al-
Mawardi, Ibn Taymiyyah, to the modern era and contemporary scholars, such as al-
Attas, Fazlur Rahman, and Arkoun. The validity of the democratic system and the form
of an ideal state for Muslims are debatable among Muslim scholars. The concept of
civil society that becomes a manifestation of civil society is believed to have been
practiced in the historical period of Islamic government.

© 2016 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: ISSN 2477 – 8060
Jl. HR Rasuna Said Kav C-22 Gedung Pasar Festival Lantai GF/22, DKI Jakarta, Indonesia.
Email: ivan_afatih@yahoo.co.id

171
Muhammad Zulifan/ Politik Islam di Indonesia: Ideologi, Transformasi dan Prospek dalam Proses Politik Terkini

Pendahuluan penerapan syariat Islam di dalamnya, serta


Pemikiran Politik Islam telah bergerak mengusung doktrin Islam
berkembang sejak periode klasik, komprehensif melalui jalur demokrasi.
pertengahan, modern hingga kontemporer. Di Indonesia, sebagian kaum
Masing-masing pemikir politik Islam dalam Muslimin kini secara terbuka mengusung ide
tiap periode mempunyai pandangan yang unik negara Islam atau lebih jauh kembalinya
sesuai pengalaman mereka berinteraksi sistem khilafah untuk mengganti sistem
dengan pemerintahan pada masanya. Dari Demokrasi dan Pancasila sebagaimana
para pemikir tersebut, umat Islam diusung Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).73 Ide
mendasarkan teori dan praktik politiknya untuk mewujudkan nilai-nilai agama (syariat)
hingga kini. ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
Runtuhnya kekhilafahan Turki salah satunya dapat dilihat dari maraknya
Utsmani pada tahun 1924 serta kolonialisme perda bernafaskan Islam atau lebih dikenal
yang menimpa dunia Islam pada abad ke-18- dengan Perda Syariah yang muncul di
20 selain memberikan dampak negatif berupa beberapa daerah di Indonesia. Selain itu, cita-
runtuhnya peradaban politik Islam, juga cita penerapan nilai Syariah telah melahirkan
memberi dampak positif dengan membuat UU Keuangan Syariah, UU Zakat dan UU
kaum Muslimin dapat merumuskan kembali Wakaf.
jati dirinya, termasuk pemikiran politik Islam.
Krisis kekhalifahan menjadikan umat Islam Kajian Pustaka
lebih mengkaji gagasan negara Islam sebagai Pemikiran Politik Islam Abad Klasik dan
pengganti negara kekhalifahan yang Pertengahan
nampaknya sulit untuk dihidupkan kembali. Bagi pemikir Islam abad ini,
Pasca sekularisme di Turki dan hubungan agama dan negara merupakan
kejatuhan rezim di beberapa negara Arab sesuatu yang saling melengkapi, sehingga
melalui Arab Spring, muncullah fenomena keduanya tidak bisa dipisahkan. Agama
post-Islamisme. Dawam Raharjo (Kompas, membutuhkan negara, demikian pula
23/6/2016) menyebut gejala post-sekularisme sebaliknya (Kamil, 2013). Sebagai contoh, Al-
kini sedang terjadi di Mesir melalui gerakan Mawardi berpendapat bahwa kepemimpinan
Ikhwanul Muslimin, Turki melalui Partai politik dalam Islam didirikan untuk
Keadilan dan Pembangunan (AKP) serta melanjutkan tugas-tugas kenabian dalam
Tunisia melalui Partai Ennahda. Menurutnya, memelihara agama (harasah ad-din) dan
gerakan Islam tersebut telah bergerak mengelola kebutuhan duniawiyah (siyasah ad-
meninggalkan cita-cita islamisme yang
73 Lihat: http://hizbut-tahrir.or.id/2014/03/16/tegakkan-
mencita-citakan negara Islam dengan khilafah-tinggalkan-demokrasi/, diakses tanggal 20 Juni
2016 pukul 11.00 WIB.

172
Politik Indonesia: Indonesian Political Science Review 1 (2) (2016) 171-195

dunya). Pemikiran tersebut juga bisa ditelusuri Al-Mawardi, pengarang kitab politik
dari pendapat al-Farabi (870-950 M), al- al-ahkam al-Sulthaniyah, mendasarkan teori
Mawardi (975-1059), al-Ghazali (1058-1111), politiknya dengan terlebih dahulu
Ibnu Taimiyah (1263-1329), hingga Ibnu merumuskan hakikat manusia sebagai
Khaldun (1332-1406). makhluk sosial dan memerlukan bantuan dari
Al-Farabi dalam menggambarkan pihak lain. Perbedaan inteligensia,
pentingnya sebuah pemerintahan, kepribadian dan bakat mendorong manusia
mengilustrasikan fungsi negara sebagai untuk saling bekerja sama. Berangkat dari
anggota badan yang apabila satu menderita unsur kerjasama inilah al-Mawardi
maka yang lain akan merasakannya (Azhar, berpendapat bahwa manusia sepakat
1997). Anggota badan juga mempunyai fungsi mendirikan negara. Adanya negara adalah
dan peran yang berbeda-beda, begitu pula melalui kontrak sosial atau perjanjian atas
kebahagiaan masyarakat tidak akan terwujud dasar suka rela (Syadzali, 1993). Hubungan
tanpa pendistribusian kerja yang sesuai antara ahlul halli wal aqdi (legislatif) dengan
dengan kecakapan dan kemampuan sebagai kepala negara (eksekutif) merupakan
manifestasi interaksi sosial. Bagi al-Farabi, hubungan antara dua pihak peserta kontrak
kedudukan kepala negara sama dengan sosial yang melahirkan kewajiban dan hak di
kedudukan jantung bagi badan yang kedua belah pihak atas dasar timbal balik.
merupakan sumber koordinasi. Oleh Kepala negara selain berhak ditaati oleh
karenanya, pekerjaan kepala negara tidak rakyatnya dan menuntut adanya partisipasi
hanya bersifat politis, melainkan meliputi dan loyalitas penuh mereka; sebaliknya kepala
etika sebagai pengendali way of life. negara mempunyai kewajiban pada rakyatnya
Al-Farabi memberikan 12 kriteria seperti memberikan perlindungan, mengelola
bagi seorang kepala negara yang salah satunya kepentingan mereka dengan baik dan penuh
harus memiliki fa’al (akal aktif) yang bisa tanggungjawab.
menyerap ilham dan wahyu. Kriteria ini Bagi Al-Mawardi, yang berwenang
terlalu ideal dimana filosof dan Nabi memilih kepala negara adalah lembaga
merupakan tokoh tertinggi yang layak legislatif (ahl al-ikhtiyar), mereka
menjadi kepala negara. Namun al-Farabi dipersyaratkan memiliki keadilan; (2)
memberikan alternatif dari idealismenya memiliki pengetahuan dan mampu
tersebut dengan menyatakan bila masyarakat mengetahui siap yang berhak menjadi kepala
atau negara kesulitan dalam mencari kepala negara. Sementara untuk jabatan kepala
negara yang bersatus Nabi atau filosof, bisa negara dipersyaratkan: (1) adil dalam arti luas;
digantikan dengan sistem presidium. (2) ilmu pengetahuan yang memadai untuk
ijtihad; (3) sehat pendengaran, penglihatan

173
Muhammad Zulifan/ Politik Islam di Indonesia: Ideologi, Transformasi dan Prospek dalam Proses Politik Terkini

dan lisannya; (4) sehat jasmani sehingga tidak itu makhluk sosial. Manusia tidak bisa hidup
terhalang untuk melakukan aktivitas; (5) sendirian disebabkan dua faktor; pertama,
pandai dalam mengendalikan urusan rakyat, kebutuhan akan keturunan demi kelangsungan
dan (6) berani dan tegas membela rakyat dan hidup manusia. Kedua, saling membantu
menghadapi agresor dan (7) keturunan suku dalam menyediakan kebutuhan hidup seperti
Quraisy. makanan, pakaian dan pendidikan. Dalam
Dalam suskesi kepala negara suatu negara diperlukan division of labour
ditempuh melalui dua sistem, yakni pemilihan antara warga negara, sejumlah industri dan
oleh ahlul halli wal aqdi atau wasiat kepala profesi, dimana empat darinya merupakan
negara sebelumnya atau dengan cara profesi inti bagi eksistensi suatu negara:
penunjukan. Al-Mawardi tidak menentukan pertanian, pemintalan, pembangunan dan
sistem mana yang harus dipraktekkan. Ini politik untuk mengelola negara. Untuk
menunjukkan sikapnya bahwa baik dari menempati posisi politik diperlukan manusia
sumber awal agama Islam maupun dari fakta yang memiliki kemampuan, keahlian,
historis, ia tidak menemukan suatu sistem pengetahuan dan kearifan yang mendalam dan
baku tentang suksesi kepala negara yang dapat harus dibebaskan dari tugas dan
dipastikan bahwa itu yang dikehendaki oleh tanggungjawab yang lain (Syadzali, 1993).
Islam. Hal ini mengingat sistem suksesi dalam Al-Ghazali menyatakan bahwa
Islam yang telah dipraktekkan oleh para kewajiban mengangkat seorang kepala negara
sahabat ada tiga; pertama, pemilihan umum bukanlah berdasar rasio, tetapi berdasarkan
seperti yang dilakukan oleh lembaga legislatif keharusan agama. Faktor keamanan jiwa dan
seperti dalam kasus terpilihnya Abu Bakar ra.; harta tidak akan tercapai tanpa adanya
kedua, pemilihan sistem komisi yang dipilih penguasa yang ditaati (al-Ghazali, 1320 H:
untuk menentukan penggantian kepala negara, 125). Oleh karena itu penguasa dan agama
kemudian penentuan komisi ini dipromosikan merupakan dua saudara kembar. Agama
kepada rakyat untuk dijustifikasikan adalah fundamen sementara penguasa adalah
(disahkan), seperti dalam kasus terpilihnya pelindungnya. Operasionalisasi tata aturan
Umar ibn Khattab; dan ketiga, sistem dunia tidak akan terjamin kecuali ada kepala
penunjukan oleh kepala negara sebelumnya negara yang ditaati.
dengan terlebih dahulu memperhatikan suara Konsekuensi dari teori ini, al-Ghazali
politik rakyat, sebagaimana dalam kasus tidak memisahkan antara agama dan negara.
terpilihnya Utsman ibn Affan ra. (ash- Tidak ada sekularisasi ajaran agama yang
Shiddieqy, 1969). hanya urusan individu sehingga harus
Senada dengan al-Mawardi, al- dilepaskan dari urusan politik, kenegaraan dan
Ghazali juga berpandangan bahwa manusia kemasyarakatan dalam arti luas. Dengan

174
Politik Indonesia: Indonesian Political Science Review 1 (2) (2016) 171-195

demikian, agama tidak hanya mengatur keturunan quraisy. Syarat-syarat itu adalah:
kehidupan individual, melainkan juga (1) merdeka; (2) laki-laki; (3) mujtahid; (4)
kehidupan kolektif. Agama mencakup berwawasan luas; (5) adil; (6) dewasa; (7)
kehidupan seluruhnya termasuk ritual, etika, bukan wanita, anak-anak, orang fasik, orang
hubungan antara anggota keluarga, sosial jahil dan pembeo.
ekonomi, administrasi pemerintahan, hak dan Atribut bukan wanita sebagai salah
kewajiban warga negara, sistem peradilan, satu syarat yang dikemukakan al-Ghazali
hukum perang dan damai, hukum sejalan dengan hadits: “tidak akan sukses
internasional dan seterusnya. Antara agama suatu masyarakat yang menyerahkan urusan
dan negara terjalin hubungan kuat bagi (untuk memimpin) mereka kepada wanita.”74
tegaknya kedaulatan negara melalui seorang Pemikir lain, Ibnu Taimiyah
kepala negara yang ditaati, yang mampu menekankan bahwa menegakkan negara
menjembatani kepentingan rakyat. sebagai tugas suci yang dituntut agama dan
Lebih lanjut al-Ghazali berpendapat merupakan salah satu perangkat untuk
bahwa Allah telah memilih bani Adam dua mendekatkan diri kepada Allah. Menurut
kelompok pilihan: pertama, para Nabi yang Ibnu Taimiyah, istilah negara tidaklah
bertugas menjelaskan kepada hamba-hamba disinggung dalam al-Quran maupun hadits,
Allah tentang jalan yang benar yang akan tetapi unsur-unsur esensial yang menjadi
membawa kebahagiaan dunia akhirat; dan dasar negara dapat dengan mudah ditemukan
kedua, para raja (kepala negara) dengan tugas dalam keduanya, unsur-unsur itu termasuk
menjaga agar hamba-hamba Allah tidak saling keadilan, persaudaraan, ketahanan, kepatuhan,
bermusuhan dan saling melanggar hak, dan dan kehakiman, serta penciptaan perdamaian
memandu mereka ke raha kedudukan yang yang dapat diterjemahkan sebagai instrumen
terhormat. Karena itu, sultan adalah bayangan sosial politik tegaknya negara (Khan, 1983).
Allah di muka bumi, maka wajib dicintai, Beberapa tugas keagamaan seperti
diikuti dan tidak dibenarkan menentangnya. mengumpulkan zakat dan distribusinya,
Melalui kepala negara sebagai menghukum tindak kejahatan serta organisasi
bayangan Allah di bumi, maka ia adalah suci jihad tidak akan terlaksana dengan baik tanpa
(muqaddas) dan kekuasaannya tidak datang intervensi penguasa politik. Kendati negara
dari rakyat sebagaimana pendapat al- merupakan keharusan doktrinal dan praktis,
Mawardi. Sistem pemerintahan al-Ghazali negara tetap subsider sejauh kaitannya dengan
dekat dengan sistem teokrasi. Karenanya, al- agama. Kepentingan Islam adalah
Ghazali dalam menentukan syarat kepala mempersatukan seluruh umat manusia dan
negara sama dengan syarat-syarat untuk menciptakan masyarakat besar berdasarkan
menjadi hakim, ditambah dengan atribut
74 H.R. Bukhari No. 4425

175
Muhammad Zulifan/ Politik Islam di Indonesia: Ideologi, Transformasi dan Prospek dalam Proses Politik Terkini

keyakinan dan hukum yang sama, sebuah tata setiap negara tetap sebagai penyelenggara
sosial berdasarkan hukum ilahi yang kekal syariah. Taimiyah menyatakan Islam bukan
dan universal. Nilai-nilai dan tata sosial Islam monarki, aristokrasi maupun demokrasi. Ia
tidak akan terealisasi secara ideal tanpa bergeser dari khilafah ke sistem pemerintahan
negara. Negara didirikan agar kaum Muslimin modern yang lebih pragmatis, fungsional dan
dapat menjaga eksistensi dan identitas rasional. Sebagaimana al-Ghazali, Ibnu
mereka, sehingga mereka tidak mengalami Taimiyah berpendapat bahwa eksistensi
anarki dan disintegrasi. kepala negara diperlukan bukan saja sekedar
Konsep Ibnu Taimiyah tentang negara menjamin keselamatan jiwa dan harta rakyat
didasarkan pada akal dan nagl. Akal terletak maupun menjamin terpenuhinya bidang
pada kebutuhan manusia untuk bergabung, material. Tetapi lebih dari itu untuk menjamin
bekerjasama dan membutuhkan pemimpin berlakunya syariat.
tanpa peduli orang itu penganut agama atau Ibnu Khaldun, pengarang kitab
tidak. Sementara nagl berasal dari banyak Muqaddimah, memandang bahwa negara ada
hadits yang menekankan perlunya berkat rasa persatuan dan soliditas yang kuat.
kepemimpinan dan pemerintah. Sebagai sabda Terbentuknya negara adalah suatu gejala
Nabi: ”bila ada tiga orang melakukan alami bagi manusia (Zainuddin, 1992).
perjalanan, maka hendaknya salah satu di Kendati alami, peranan agama sangat
antara mereka menjadi pemimpin”.75 Ibnu diperlukan dalam menengakkan negara.
Taimiyah menyatakan; ”empat puluh tahun Dengan adanya peran agama, maka rasa
berada di bawah pemerintahan tiranik lebih solidaritas itu akan mampu menjauhkan
baik dari pada satu malam tanpa persaingan yang tidak sehat, justru seluruh
pemerintahan.” Bagi Ibnu Taimiyah, perhatiannya terarah pada kebaikan dan
menegakkan agama sebagai tugas suci yang kebenaran. Teori negara Ibnu Khaldun selain
fungsinya amat besar untuk menegakkan berdasarkan pada proses sosiologis, juga
keadilan memberantas kejahatan, didasarkan pada agama. Ia tetap sebagai
memasyarakatkan tauhid dan mempersiapkan pelanjut pemikir-pemikir sebelumnya seperti
munculnya sebuah negara yang mengabdi al-Farabi, al-Mawardi, Al-Ghazali dan Ibnu
kepada Allah (Taimiyah, tt: 174). Taimiyah.
Menariknya, Ibnu Taimiyah tidak Ibnu Khaldun memandang bahwa
mengakui adanya konsep negara tunggal penguasa bukan pada atribut penguasaannya,
seluruh dunia Islam ataupun istilah negara melainkan sekadar dipercaya rakyat untuk
Islam atau sistem khilafah negara-negara mengurus mereka. Relasional di sini dapatlah
Islam. Bagi Ibnu Taimiyah, yang penting dikatakan relasi demokratis. Kepentingan
rakyat terhadap penguasa bukanlah dilandasi
75 H.R. Abu Dawud No. 2606

176
Politik Indonesia: Indonesian Political Science Review 1 (2) (2016) 171-195

karena sesuatu hal yang luar biasa, melainkan Sumbangan Ibnu Khaldun dalam
karena rakyat mempercayainya untuk pemikiran politik Islam yang menarik adalah
mengurusi kepentingannya. Baik buruknya keberaniannya menyatakan adanya peraturan
penguasa tergantung bagaimana cara yang berasal dari rasio. Artinya, seorang
memimpinnya. Penguasa yang terbaik kepala negara agar efektif dalam
bukanlah yang paling pintar, tetapi yang pemerintahannya tidak harus mendasarkan
bersifat pertengahan, al-mahmudah huwa la segala sesuatu pada hukum agama, melainkan
tawassut (ibid.) didasarkan pada moralitas konvensional. Dari
Meski tidak menghendaki tidak sini berlaku rumus “konvensi moral itu
terlalu pintar, dalam suksesi kepala negara menjadi landasan hukum.” Hal itu hampir
tetap mensyaratkan seorang calon harus senada dengan ungkapan Ibnu Taimiyah
disetujui oleh ahlul halli wal aqdi dan harus bahwa penguasa yang baik meski kafir adalah
memiliki pengetahuan, adil, mampu, sehat lebih baik dari penguasa yang zalim meski
badan, panca indera dan dari suku Quraisy. Islam (Azhar, 1997).
Mengenai suku Quraisy, Khaldun berusaha
menerangkan bahwa pemegang kendali umat Pemikiran Politik Islam Abad Modern
haruslah berasal dari golongan yang memiliki Jamaluddin al-Afghani (1838-1897),
dominasi terhadap golongan lainnya. dalam melihat politik menganjurkan
Untuk dapat melaksanakan tugas pembentukan Jamiah Islamiyah, yakni suatu
pemerintahan dengan baik, kepala negara ikatan politik yang mempersatukan seluruh
memiliki beberapa fasilitas dan hak, di umat Islam yang disebut sebagi Pan-
antaranya: dominasi (Ghalabah), Islamisme (Pulungan, 1994). Asosiasi ini
pemerintahan (al-Sulthan), dan kekuasaan berdasar solidaritas akidah Islam yang
untuk melakukan tekanan (al-yad qahirah). bertujuan membina kesetiakawanan dan
Fasilitas itu dimaksudkan sebagai tindakan persatuan umat Islam serta menentang
preventif, agar tidak terjadi kesewenang- kolonialisme dan dominasi Barat.
wenangan dalam masyarakat. Untuk Al-Afghani menghendaki bentuk
menghindari kesewenangan kepala negara, republik bagi negara Islam. Alasannya, dalam
dibuatlah peraturan dan kebijaksanaan politik sistem Republik terdapat kebebasan
tertentu yang harus ditaati oleh semua pihak. berpendapat dan keharusan bagi kepala negara
Peraturan tersebut menurut Khaldun dapat tunduk pada undang-undang. Yang berkuasa
berasal dari hasil musyawarah para di dalam negara adalah konstitusi dan hukum,
cendekiawan, negarawan, rohaniawan ulama, bukan kepala negara. Kepala negara hanya
maupun aturan yang bersumber dari ajaran berkuasa untuk menjalankan undang-undang
agama. dan hukum yang dirumuskan lembaga

177
Muhammad Zulifan/ Politik Islam di Indonesia: Ideologi, Transformasi dan Prospek dalam Proses Politik Terkini

legislatif. Pemikrian al-Afghani ini kewajiban syara’ yang eksistensinya sangat


merupakan sistesis antara pemerintahan Barat penting dalam penerapan hukum syariat Islam
dan prinsip-prinsip ajaran Islam. Dengan yang terjamin dan terhindar dari berbagai
demikian al-Afghani menghendaki reformasi bahaya, karena bentuk pemerintahan lain tidak
politik Islam dengan mengganti bentuk mampu menerapkan syariat Islam (Ridha,
khilafah menjadi republik. 1341 H: 73).
Berbeda dengan al-Afghani, Meski demikian, Ridha tetap
Muhammad Abduh (1849-1905) yang mempertahankan sistem khilafah, tetapi ia
merupakan murid al-Afghani, tidak menginginkan adanya perbaikan dalam
memperdulikan bentuk negara, karena Islam pemerintahan tersebut berupa pelaksanaan
tidak menetapkan bentuk pemerintahan. syura dalam pemilihan khalifah yang selama
Menurut Abduh, jika sistem khilafah masih ini berjalan secara turun-temurun serta dalam
tetap menjadi pilihan, maka bentuk ini harus perumusan peraturan kebijakan politik,
bersifat dinamis yakni mengikuti perang, pembinaan kesejahteraan umum.
perkembangan masyarakat dalam kehidupan Termasuk dalam penetapan peraturan yang
materi dan kebebasan berfikir (Ahmad, 1979). bersifat keagamaan yang tidak ada nash
Hal ini untuk mengantisipasi dinamika zaman. hukumnya dalam al-Quran dan Sunnah.
Abduh memandang bahwa adanya kejumudan Dalam keanggotaan ahlul halli wal
umat Islam disebabkan adanya pemerintahan aqdi, Ridha berpandangan lebih maju dari
yang sewenang-wenang dan absolut. Bagi kebanyakan pemikir zaman klasik. Ia
Abduh, syariat Islam mempunyai pengertian berpendapat bahwa keanggotaan lembaga ini
sempit dan luas. Islam memiliki unsur tidak hanya dari ulama atau ahli agama yang
dinamis yang dapat disesuaikan dengan sudah mencapai tingkat mujtahid saja, tapi
dinamika zaman lewat jalan ijtihad. juga dilengkapi oleh mereka para pemuka
Rasyid Ridha (1865-1935) dalam masyarakat di berbagai bidang perdagangan,
karyanya al-khilafah au al imamah al-uzhma perindustrian, dan sebagainya. Ahlul halli wal
berpendapat bahwa jabatan khilafah perlu Aqdi tidak hanya bertugas mengangkat
dihidupkan kembali dengan membentuk ahlul khalifah saja. Mereka juga bertugas sebagai
halli wal aqdi. Kelompok ini bertugas pengawas atas jalannya pemerintahan khalifah
mendirikan pemerintahan yang mengatur dan mencegah perbuatan penyelewengan
kemaslahatan umat Islam. Ridha meskipun dengan kekerasan. Mereka bisa
menghendaki bahwa khalifah adalah orang mengakhiri kekuasaan khalifah jika
yang ahli fikih (faqih) agar mampu mengobati kepentingan umum terancam.
kerusakan masyarakat dalam pemerintahan Untuk mempersiapkan calon khalifah,
modern. Baginya, jabatan khalifah adalah perlu didirikan lembaga pendidikan tinggi

178
Politik Indonesia: Indonesian Political Science Review 1 (2) (2016) 171-195

keagamaan. Lulusan dari perguruan tinggi ini Sementara Syekh Naquib al-Attas,
dipilih untuk dicari yang memiliki keunggulan pendiri International Institute of Islamic
dalam penguasaan ilmu dan ijtihad. Pemilihan Thought Civilization (ISTAC) di Malaysia,
ini dilakukan oleh sesama alumnus lembaga mengemukakan betapa dunia Islam
dan kemudian dikukuhkan melalui baiat ahlul mengalami kemunduran akibat adanya
halli wal aqdi dari seluruh dunia Islam. konfrontasi historis yang dikekalkan oleh
Adapun khalifah yang telah dibaiat ini wajib kebudayaan dan peradaban Barat terhadap
ditaati oleh tiap muslim dan dilarang untuk Islam. Bagi al-Attas, dilema yang dihadapi
menentangnya. umat Islam saat ini disebabkan oleh; pertama,
kebingungan dan kekeliruan dalam
Pemikiran Politik Kontemporer pengetahuan kedua, hilangnya adab dalam
Ismail Raji al-Faruqi dan Naquib al- umat dimana kedua hal tersebut
Attas, kedua tokoh ini memperkenalkan mengakibatkan munculnya pemimpin-
gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan. Bagi pemimpin yang tidak cakap untuk memimpin
keduanya, kemunduran umat Islam umat yang sah karena tidak memiliki standar
disebabkan karena kaum Muslimin menerima moral, intelektual, dan spiritual yang tinggi
begitu saja kebudayaan-kebudayaan asing (al- sebagai acuan kepemimpinan Islam (al-Attas,
Faruqi, 1984: VII). Menurut al-Faruqi, umat 1981).
islam perlu mengintegrasikan aspek Fazlur Rahman (1982)
kemodernan dan keislaman dengan mengemukakan bahwa satu-satunya jalan
menguasai semua disiplin modern sebagai yang mungkin untuk melakukan pembaharuan
prasyarat utama. Setelah itu mereka harus adalah dengan cara merombak kembali asal-
mengintegrasikan seluruh pengetahuan itu ke usul dan pengembangan keseluruhan tradisi
dalam kebutuhan warisan Islam dengan Islam. Fazlur Rahman dengan
melakukan eliminasi, perubahan, penafsiran neomodernisme-nya mengingatkan umat
kembali dan akomodasi terhadap berbagai Islam untuk dapat membedakan secara jeli
komponennya sebagai word view Islam dan Islam normatif dan Islam Islam historis.
menetapkan nilai-nilainya. Setelah itu Rahman membenarkan secara konseptual
disosialisasikan kepada generasi muslim sistem parlemen di Barat, namun secara
melalui pengajaran serta buku-buktu teks subtanstif-etik Rahman menilai parlemen
secara Islami. Perlu juga dibangun pusat tersebut berorientasi pada hal-hal yang
pemikiran dan universitas Islam untuk material belaka. Umat Islam bisa saja
mendukung ide Islamisasi Ilmu pengetahuan menerima sistem parlemen tersebut sepanjang
tersebut. substansi musyawarah-nya berorientasi pada
hal-hal yang spiritualistic.

179
Muhammad Zulifan/ Politik Islam di Indonesia: Ideologi, Transformasi dan Prospek dalam Proses Politik Terkini

Mohamed Arkoun (1994), pemikir atau konflik peradaban ala Huntington.


Islam kontemporer asal Al-Jazair dengan Kelima, Islamologi terapan merupakan suatu
konsep Islamologi terapannya mencoba paraktik ilmiah pluridisiplinir. Pendekatan
menampilkan konsep wewenang dan penelitian agama tidak bisa dipisahkan dari
kekuasaan. Bila wewenang bersifat psikoanalisis, psikologi, sejarah, sosial,
kharismatis teologis sebagai ciri pemikiran budaya dan sebagainya. Islamologi terapan
makkiyah dan melahirkan kesadaran dan harus terbuka pada kritik karena tidak ada
ketundukan secara sukarela, maka konsep suatu metodologi pun yang bersifat sempurna
kekuasaan lebih bersifat rasionalistik dan (Azhar, 1997).
sistemik sebagai ciri pemikiran madaniyah
dan melahirkan pemaksaan kekuasaan Pemikiran Politik Ikhwanul Muslimin
terhadap rakyat. Arkoun tidak setuju Membahas pemikiran politik Islam
masyarakat yang bersifat taqlid terhadap tidaklah lengkap tanpa menelisik pemikiran
status quo dan harus bersifat oposisi loyal. Ikhwanul Muslimin, gerakan Islam terbesar
Arkoun mengkritik penggunaan istilah-istilah dunia yang didirikan Hasan Al-Banna tahun
politik yang dominatif dan hegemonik seperti 1928. Gerakan ini mempunyai ideologi
terminologi baiat, wakil Allah di dunia organisasi yang disebut Amin Rais (1987:189)
(khalifah fil-ard), al-Mu’tasim, al- sebagai the total conception of ideology.
Mutawakkil, bilah, yang digunakan oleh Ikhwan memandang Islam sebagai sistem
dinasti-diansti Islam klasik. serba inklusif yang mencakup realitas
Arkoun menawarkan enam pemikiran komprehensif; ia adalah rangkaian yang
Islamologi terapan (empirisme Islam), penuh semangat dan tekad mengubah cara
pertama, perlu meneganl isi obyektif al-Quran hidup yang menyeluruh. Bagi Ikhwan, Islam
serta pemikiran para pendiri tradisi Islam. sebagai ideologi dipandang meliputi seluruh
Kajian tidak boleh netral seperti Islamolog kegiatan hidup manusia di dunia, sehingga
Barat klasik dan tidak bebas nilai. Kedua, merupakan doktrin, ibadah, tanah air,
meninggalkan episteme abad pertengahan kewarganegaraan, agama, negara,
muslim, serta menggunakan episteme modern spriritualitas, aksi, al-Quran dan militer.
seperti di Barat dewasa ini ilmu sosial modern Semangat Ikhwan adalah kembali ke dasar-
teleh menghancurkan saintifik Barat sebelum- dasar Islam yang memang menjadi inti dari
nya. Ketiga, studi fenomena agama tidak doktrin kebangkitan Islamnya.
dibatasi pada satu agama tertentu belaka Ikhwan berprinsip bahwa Islam pada
seperti yang dikaji di Barat. Keempat, tidak dasarnya adalah revolusi, dalam arti, Islam
apriori kepada kebudayaan orang lain seperti adalah revolusi melawan korupsi pemikiran
yang tercermin dalam konflik Arab-Yahudi, dan korupsi hukum, revolusi menentang

180
Politik Indonesia: Indonesian Political Science Review 1 (2) (2016) 171-195

korupsi moral dan korupsi sosial, revolusi agama, dan ketiga, tiga asal politik
terhadap monopoli dan terhadap perampasan pemerintahan Islam.
kekayaan rakyat secara sewenang-wenang. Mengenai pemerintahan supra natural,
Pemikiran ini lebih visioner dari tokoh-tokoh Qutb berpendapat bahwa corak pemerintahan
pembaharu sebelumnya seperti Jamaluddin al- Islam adalah manusiawi. Hal ini tercermin
Afgani, Muhammad Abduh dan Rasyid pada konsepsinya tentang manusia dan tujuan
Ridha. Kebanyakan pimpinan Ikhwan menghimpun seluruh umat manusia
menggambarkan tokoh-tokoh tersebut dengan berdasarkan persaudaraan dan persamaan.
Afghani sebagai penyeru, Ridha sebagai Prinsip persamaan ini tidak mengenal
pencatat dan Al-Banna sebagai pembangun fanatisme ras, kedaerahan dan bahkan
kebangkitan Islam. keagamaan. Kekuasaan negara mencakup
Pemikiran politik Ikhwan banyak seluruh dunia Islam dengan pusat sebagai
diwarnai oleh pemikiran kedua tokoh sentral kekuasaan tanpa menganggap wilayah-
sentralnya; Hasan Al-Banna dan Sayyid Qutb. wilayah di luar pusat sebagai jajahan yang
Munawir Syadzali (1993) menyatakan dasar dieksploitasi untuk kepentingan pusat. Posisi
pemikiran Ikhwan sebagai berikut: gubernur atau wali didasarkan pada
“Islam adalah suatu agama yang kemuslimannya, bukan karena putra daerah.
sempurna dan amat lengkap, yang Pendapatan daerah untuk kepentingan daerah
meliputi tidak saja tuntutan moral
sendiri dan jika terdapat kelebihan maka
dan peribadatan, tetapi juga
petunjuk mengenai carta mengatur dipergunakan untuk kepentingan seluruh umat
segala aspek kehidupan termasuk Islam lewat baitul mal atau perbendaharaan
kehidupan politik, ekonomi dan
pemerintah pusat.
sosial. Oleh karenanya untuk
pemulihan kejayaan dan Kedua, persamaan hak antara para
kemakmuran, umat Islam harus pemeluk berbagai agama. Hal ini berdasar
kembali kepada agamanya yang
atas asas kemanusiaan. Tidak ada perbedaan
sempurna dan lengkap itu, kembali
pada kitab sucinya, al-Quran dan antara pemeluk agama yang satu dengan
sunnah Nabi, mencontoh pola hidup lainnya dalam hal kebutuhan umat manusia
Rasul dan umat Islam generasi pada umumnya, sehingga hak-hak bagi orang
pertama, tidak perlu atau bahkan
jangan meniru pola atau sistem dzimmi yang terikat perjanjian damai dengan
politik, ekonomi dan sosial Barat.” umat Islam dijamin oleh negara Islam. Ada
Pemikiran politik Ikhwan secara detil jaminan kebebasan beragama.
bisa dilihat dalam tiga pokok pikiran Sayyid Pokok pikiran ketiga adalah tiga asas
Qutb dalam buku al-adalah al ijtimaiyyah fi politik pemerintahan Islam. Pertama, keadilan
al-islam. Pertama, pemerintah supra nasional; penguasa. Kebijakan penguasa harus terlepas
kedua, persamaan hak antara para pemeluk dari pengaruh internal dan eksternal. Setiap

181
Muhammad Zulifan/ Politik Islam di Indonesia: Ideologi, Transformasi dan Prospek dalam Proses Politik Terkini

individu diperlakukan secara adil tanpa 5. Cara pemilihan kepala negara oleh
dibedakan dari yang lain karena keturunan rakyat dan lama masa jabatan tidak
atau kekayaan. Kedua, ketaatan rakyat. ada ketentuan yang jelas
Kewajiban kepada penguasa dilakukan
sepanjang penguasa tidak menyimpang dari Tipologi Bentuk Pemerintahan dalam Islam
syariat. Ketiga, musyawarah antara penguasa Para pemikir politik Sunni
dan rakyat. berpadangan bahwa masalah kepemimpinan
Secara ringkas konsepsi politik merupakan masalah keduniawian. Oleh
Ikhwanul Muslimin dapat dirumuskan sebagai karena itu, kewajiban mengangkat pemimpin
berikut: politik ditentukan oleh kesepakatan kaum
1. Dunia Islam merupakan suatu Muslimin (ijma’), berdasarkan pertimbangan
kesatuan politik yang berada di bwah wahyu (agama). Penentuan pengganti Nabi
satu pemerintahan tanpa mengenal diserahkan kepada kaum Muslimin, bukan
batas-batas kebangsaan ditentukan oleh wahyu. Sedangkan Syiah
2. Kepala negara berfungsi sebagai berpendapat bahwa penentuan kepemimpinan
pengganti Nabi yang dipilih oleh setelah wafatnya Nabi adalah ditentukan oleh
kaum Muslimin, karena itu kepala wahyu yakni hadits Ghadir Khum yang
negara bertanggungjawab pada mereka pahami bahwa Nabi telah menunjuk
mereka dan tidak memiliki otoritas Ali, menantu dan keponakannya sebagai
keagamaan dari Allah. pengganti Nabi (Kamil, 2013).
3. Golongan non-Islam memiliki Syiah berkeyakinan bahwa
kebebasan dan persamaan tanpa mempercayai imam yang dianggap ma’shum
mempunyai hak pilih menjadi kepala (terhindar dari dosa) merupakan salah satu
negara. rukun iman atas agama, selain keimanan pada
4. Agama pemerintahan Islam dalam keesaan Allah, kenabian, hari akhir, dan
Islam dengan melaksanakan syariat keadilan. Syiah Imamiyah (itsna asyariyah)
Islam. Adapun bentuk pemerintahan percaya kepada 12 imam, Syiah Ismailiyah
Islam tidak ditentukan asalkan (sab’ah) percaya pada tujuh imam, serta Syaih
berasaskan keadilan, persamaan, Zaidiyah percaya pada lima imam saja.
ketaatan dan permusyawaratan antara Pemahaman in kemudian dikembangkan oleh
penguasa dan rakyat dalam masalah Khomeini dengan konsep wilayah faqih
yang tidak ditentukan dalam Al- (kekuasaan tertinggi di tangan seorang faqih
Quran dan Hadits. (ulama) yang paling otoritatif yang
kekuasaannya di atas Majelis

182
Politik Indonesia: Indonesian Political Science Review 1 (2) (2016) 171-195

Permusyawaratan Rakyat seperti yang tinggi supremasi hukum Islam (Effendi,


berlaku pada negara Iran modern sekarang ini. 1998).
Ada tiga tipologi pemikiran dalam Kedua, tipologi Sekuler. Menurut
melihat relasi Islam dan bentuk pemerintahan, tipologi ini, Islam adalah agama yang tidak
yakni bentuk pemerintahan Teo-Demokrasi, berbeda dengan agama lainnya dalam hal
sekuler dan moderat (Kamil, 2013: 21). tidak mengajarkan cara-cara peraturan tentang
Tipologi Teo-Demokrasi melihat bahwa Islam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
adalah agama sekaligus negara (din wa Karena itu persoalan negara adalah persoalan
daulah). Pandangan ini menyatakan bahwa sekuler (duniawi) yang pertimbangannya
Islam adalah agama yang sempurna dan antara adalah akal dan moralitas (kemaslahatan)
Islam dan negara merupakan dua entitas yang kemanusiaan yang bersifat duniawi semata.
menyatu. Hubungan Islam dan negara benar- Negara tidak harus diatur agama, demikian
benar organik dimana negara berdasarkan juga negara tidak boleh intervensi masalah
syariah Islam dan ulama sebagai penasehat agama karena agama dalam persoalan pribadi
resmi eksekutif bahkan sebagai pemegang dan keluarga. Pemikir yang masuk dalam
kekuasaan tertinggi. Sebagai agama yang tipologi ini adalah Ali Abd al-Raziq (1888-
sempurna, Islam tidak hanya sebagai agama 1966), A. Luthfi Sayyid (1872-1963), dan di
seperti pengertian Barat yang sekuler, tetapi Indonesia Soekarno (1901-1970).
suatu pola hidup yang lengkap dengan Bagi al-Raziq, misi Nabi adalah misi
pengaturan untuk segala aspek kehidupan tak agama an sich yang tidak ada kaitannya
terkecuali masalah politik. Adapun tokoh dengan politik keduniawian (sekuler). Nabi
yang termasuk dalam tipologi ini adalah adalah utusan Allah yang ditugaskan untuk
Rasyid Ridha (1865-1935), Sayyid Qutb mendakwahkan Islam tanpa bermaksud
(1906-1966, Abu al-A’la al-Maududi (1903- mendirikan negara. Nabi Muhammad
1979), dan di Indonesia Muhammad Natsir. hanyalah seorang Rasul yang semata-mata
Khusus Indonesia, Muhammad Natsir mengabdi pada agama. Kekuasaan nabi adalah
menyatakan bahwa Islam lebih dari sekedar kekuasaan rohaniah yang berbeda dengan
sistem agama, tetapi suatu kebudayaan yang kekuasaan raja yang mempunyai kekuasaan
lengkap. Negara adalah dua entitas relegio- fisik yang meniscayakannya ketundukan
politik yang menyatu. Konstruk negara yang jasmaniyah. Nabi tidak mendirikan kerajaan
dicita-citakan Islam adalah negara yang atau negara dalam pengertian yang selama ini
berfungsi menjadi alat Islam yang secara berlaku dalam ilmu politik. Karena itu, tidak
formal mendasarkan Islam sebagai ada seorangpun yang dapat mengganti
ideologinya. Ia berfungsi mengawasi risalahnya (Kamil, 2013).
berlakunya nilai-nilai Islam dan menjunjung

183
Muhammad Zulifan/ Politik Islam di Indonesia: Ideologi, Transformasi dan Prospek dalam Proses Politik Terkini

A Luthfi Sayyid berpendapat hal yang bahwa Islam adalah agama yang lengkap yang
sama. Menurutnya, agama dan negara adalah mengatur semua urusan termasuk politik.
hal yang berbeda. Dalam membangun negara, Tetapi menolak juga pendapat kedua bahwa
kamu muslimin tidak harus mengikatkan diri Islam tidak ada kaitannya dengan politik
pada Islam dan pan –Islamisme karena tidak (Kamil, 2013). Kendati Islam tidak
lagi relevan. Sikap seperti ini juga diyakini menunjukkan preferensi pada sistem politik
Soekarno di Indonesia. Baginya, agama dan tertentu, namun dalam Islam terdapat prinsip-
negara harus dipisah agar keduanya berjalan prinsip moral dan etika bagi kehidupan
sendiri-sendiri. Negara harus dilepas bermasyarakat dan bernegara dimana umat
ikatannya dari negara dan demikian Islam bebas memilih sistem mana yang
sebaliknya. Argumen yang dikemukakan terbaik. Tokoh yang termasuk dalam tipologi
Soekarno adalah, jika agama diperkenankan ini adalah Muhamamd Hussein Haikal (lahir
hadir dalam wilayah publik, ia akan menjadi 1888), Muhamamd Abduh (1862-1905),
alat politik belaka bagi yang berkepentingan Fazlurrahman, Muhamed Arkoun, dan di
dan juga akan melahirkan rasa terdiskriminasi Indonesia Nurcholish Madjid.
bagi pemeluk selain agama publik tersebut. Haikal (1993) berpendapat bahwa di
Menurut Soekarno, yang mesti diambil dari dalam al-Quran dan sunnah tidak terdapat
agama (semisal Islam) adalah api atau prinsip-prinsip dasar kehidupan yang
semangatnya saja, dan karakter agama juga langsung berhubungan dengan
harus rasional, kultural, dan progresif ketatanegaraan. Ayat tentang musyawarah
(Effendi, 1998). misalnya tidak diturunkan dalam kaitan sistem
Di Turki, pemikir yang berpandangan pemerintahan. Oleh karenanya empat khalifah
sama dengan pemikir di atas adalah Zia periode awal (khulafaur rasyidin) memang
Gokalp (1875-1924). Ia menganjurkan dibaiat masyarakat di masjid, tetapi mereka
pemisahan masalah dinayet (keyakinan dan diangkat tidak selalu melalui pemilihan. Nabi
ibadah) dan muamalah (sosial), termasuk di sendiri membiarkan sistem pemerintahan
dalamnya soal politik. Bagi Gokalp, persoalan Arab asalkan menerima baik agama yang
agama adalah urusan ulama, sementara dibawanya. Menurut Haikal, ada tiga prinsip
persoalan sosial politik adalah urusan sultan dasar peradaban manusia menurut sumber
atau negara. Hal ini karena persoalamn Islam yakni prinsip monoteisme murni, kedua,
muamalah sangat dinamis dan berubah-ubah, prinsip sunatullah (hukum alam/logika
sementara agama cenderung tidak demikian kausalitas) yang tidak pernah berubah, dan
(Nasution, 2003). ketiga, persamaan antar sesama manusia
Tipologi ketiga adalah tipologi sebagai konsekuensi prinsip pertama dan
moderat. Tipologi ini menolak pendapat kedua.

184
Politik Indonesia: Indonesian Political Science Review 1 (2) (2016) 171-195

Sejalan dengan Haikal, Muhammad nasehat pada pihak lain sebagaimana dahulu
Abduh termasuk pemikir tipologi ketiga. terjadi antara khalifah dan ahlu halli wa al-
Menurutnya, Islam bukanlah agama semata- ‘aqdi, melainkan nasihat timbal balik melalui
mata, melainkan mempunyai hukum-hukum diskusi bersama. Namun demokrasi yang
yang mengatur hubungan antar sesama dimaksud Fazlur Rahman adalah yang
muslim dan sesama manusia lainnya yang berorientasi pada etika dan nilai Islam, tidak
untuk menjaminnya diperlukan penguasa atau bersifat material layaknya demokrasi di Barat.
negara. Bagi Abduh, negara kaitannya dengan Senada dengan Haikal, Arkoun
agama adalah subsider saja dan pendapatnya menerima penyataan Ibnu Khaldun bahwa
juga bahwa tidak ada orang atau lembaga sistem kekhalifahan tidak berbeda dengan
yang memegang kekuasaan keagamaan sistem kerajaan yang dominatif dan
dengan mempunyai kewenangan wakil tuhan hegemonik, seperti yang terlihat pada
dimuka bumi. Kepala negara adalah seorang termonologi bai’ah dan wakil Allah di muka
sipil yang diangkat dan dapat diberhentikan bumi. Dari sini Arkoen menyetujui negara
rakyat, dan kepada mereka ia demokratis dan mengkritik para ulama yang
bertanggungjawab.di Mesir, Partai Nasional telah ikut melestarikan status quo kekuasaan
Mesir yang dirumuskannya membuka anggota dinasti yang jauh dari moral Islam. Meski
dari seluruh rakyat Mesir, baik yang beragama demikian, Arkoun juga mengkritik habis
Islam, Yahudi, Kristen maupun yang lainnya. sekularisasi gaya Ataturk di Turki yang bagi
Bila Haikal tidak menyebut preferensi Arkoun merupakan bentuk kesadaran naif
Islam pada sistem politik tertentu, maka yang didasari oleh kekagetan budaya. Ia juga
pemikit Islam setelahnya yakni Fazlurrahman menolak pembentukan negara Islam ala
dan Mohamed Arkoun menyebut bahwa dari Khomeini karena telah melakukan sakralisasi
prinsip disebut al-Quran dan Hadits, terhadap sesuatu yang sebenarnya duniawi.
preferensi Islam adalah sistem politik Prinsip kenegaraan Islam menurut Arkoun
demokratis (Azhar, 1996). Fazlur Rahman adalah syura (musyawarah), ijtihad, dan
berpendapat bahwa masyarakat Islam adalah penerapan syariat Islam yang tujuannya untuk
masyarakat menengah yang tidak terjebak mewujudkan masyarakat yang bermoral,
pada ekstremitas serta ulil amri (penguasa) bertanggung jawab dan bermartabat).
tidak menerima konsep elitisme ekstrim.
Masyarakat Islam adalah masyarakat yang Civil Society dalam Sejarah Politik Islam
inklusif, saling berbuat baik dan kerjasama, Civil society menekankan aspek
dan tidak melakukan diskriminasi berdasarkan horizontal masyarakat. Salah satu ciri civil
gender atau kulit. Bagi Fazlur Rahman, syuro society adalah adanya civility (keberadaban)
tidak berati bahwa satu pihak meminta dan fraternity (persaudaraan). Al-Habib al-

185
Muhammad Zulifan/ Politik Islam di Indonesia: Ideologi, Transformasi dan Prospek dalam Proses Politik Terkini

Janhani dalam Kamil (2013) menyebut civil disiplinnya pasukan pemanah untuk tetap
society sebagai masyarakat yang bukan saja menjaga bukit Uhud (Syadzali, 1993).
independen berhadapan dengan pemerintah Pasca Nabi Muhammad, Abu Bakar
yang hegemonik, serta dapat mengurus diri (berkuasa 632-634 M) dalam pidato baiat-nya
sendiri, melainkan juga mempunyai spirit menyampaikan poin primus inter pares (yang
individual dan kelompok untuk bergerak utama dari yang sama) serta permintaannya
dalam kerja-kerja sosial, kemaslahatan umum, untuk dikritik, sebuah pengakuannya atas civil
membela hak-hak masyarakat lemah, society. Ia berkata: “Wahai manusia, aku
memiliki solidaritas sosial, toleran, telah diangkat sebagai pemimpin kalian,
mendahulukan dialog, mengakui hak-hak sedangkan aku bukanlah orang yang terbaik
orang lain, perbedaan pendapat, dan sebagai di antara kalian. Maka, bila aku berbuat baik,
masyarakat horizontal, bukan struktural bantulah aku, dan bila kau berbuat buruk,
(vertikal). Civil society menjunjung tinggi luruskanlah aku….” (al-Maududi:1996).
nilai-nilai agama, lawan dari masyarakat etatis Khalifah kedua, Umar bin Khattab
(totaliter), diktator (otoriter), dan elitis, atau (berkuasa 634-644 M), saat pidato
masyarakat yang primordial. pelantikannya juga meminta pada kaum
Praktik masyarakat Islam yang bisa Muslimin agar membetulkan setiap
dijadikan rujukan civil society juga terdapat penyimpangan yang mungkin mereka lihat
dalam sejarah Islam. Pada masa Nabi dalam dirinya. Tiba-tiba seseorang berdiri
Muhammad, praktik ini bisa dilihat dalam menanggapi pidatonya tersebut: “Jika kami
peristiwa perang Uhud (3 H). Awalnya, untuk melihat penyimpangan pada dirimu, kami
menghalau serangan kedua dari kaum Qurays akan membetulkannya dengan pedang kami.”
yang berkekuatan 3.700 orang, disepakati oleh Umar pun kemudian bersyukur kepada Allah
kaum Muslimin untuk bertahan di kota karena ada yang bersedia memperbaikinya
Madinah. Namun kemudian muncul pendapat, demi kebenaran.
karena didorong oleh semangat jihad, untuk Peristiwa lain yang menunjukkan
keluar dari kota Madinah. Mengingat bahwa secara esensi civil society adalah hal
pendapat terakhir ini menjadi mayoritas, yang biasa bagi praktik kepemimpinan Islam
dengan kesepakatan bukit Uhud sebagai adalah pidato umum Umar yang dibantah oleh
tempat untuk menghadapi kekuatan ofensif seorang wanita. Umar mengungkapkan agar
Mekah kali ini, Nabi kemudian mengikuti tidak berlebih-lebihan dalam memberikan
pendapat mayoritas sahabat. Meskipun jumlah mahar dalam perkawinan. Namun tiba-
akibatnya, Nabi beserta pasukannya tiba seorang perempuan bernama Fatimah
mengalami kekalahan terutama sebab tidak binti Qays, tidak setuju. Dia mengutip QS.
An-Nisa: 20 yang mendukung argumennya.

186
Politik Indonesia: Indonesian Political Science Review 1 (2) (2016) 171-195

Umar pun menyadari kesalahannya seraya dan penyaluran harta wakaf; dan (5)
berkata: “Perempuan ini benar dan Umar mengembalikan hak-hak rakyat yang diambil
salah” (Kamali, 1996: 77). oleh aparat negara. Pada masa khalifah Umar
Pada masa pemerintahan khalifah bin Abdul Aziz (717-720 M), kedudukan
Usman (644-655 M), terjadi demo dari sekitar lembaga ini semakin menguat. Ia
2000 orang yang datang dari Irak dan Mesir. mengembalikan seluruh harta rakyat yang
Mereka masuk kota Madinah dan mengepung diambil oleh para penguasa sebelumnya.
rumah Usman dengan tuntutan agar ia mundur Fungsi lembaga ini terus berlanjut hingga
dari jabatan Khalifah. Menanggapi tuntutan masa pemerintahan dinasti Abbasiyah (750-
mereka, Usman menyatakan bahwa ia siap 1258 M) terutama pada masa al-Mahdi (775-
dan ingin memecahkan setiap keluhan yang 785 M), Harun ar-Rasyid (785-809), dan al-
benar, tetapi tidak akan memecat dirinya Makmun (813-833 M) bahkan sampai
sendiri. Para pendemo ini membuat berakhirnya Dinasti Turki Usmani (1300-
kerusuhan selama 40 hari hingga tak 1920).
terkendali. Mereka lalu menyerbu rumah Karenanya, secara esensi civil society
Usman dan membunuhnya secara zalim. Jasad yang meniscayakan perlawanan oleh
Usman ditinggalkan selama tiga hari tanpa masyarakat terhadap penyelewengan
dikuburkan (Al-Maududi, 1996). penguasa sejalan dengan praktik sejarah
Sejak Dinasti Umayyah berdiri (661- politik Islam masa dinasti pasca khulafa
750 M), terjadi penurunan drastis praktik civil rasyidin sekalipun. Masyarakat muslim pada
society dalam Islam, meski bukan berarti tidak waktu itu dimungkinkan untuk kritis dan
ada sama sekali. Pada masa pemerintahan melawan kesewenang-wenangan penguasa
Abdul Malik bin Marwan (685-705), berdiri bahkan menghukumnya.
lembaga wilayah al-mazhalim (Nasution, Dewasa ini,dalam praktik politik
2003). Lembaga ini berfungsi mengawasi kontemporer di negara-negara muslim, secara
penguasa atau pejabat publik untuk umum civil society mereka bermasalah. Para
melindungi hak-hak masyarakat. Yang penguasa di negara-negara Arab misalnya,
menarik, wilayah al-mazhalim dapat bertindak mereka memperoleh kekuasaan dengan cara
tanpa harus menuggu adanya suatu gugatan pewarisan atau cara kedua dengan kudeta. Di
dari yang dirugikan. Kekuasaan lembaga ini negara-negara neo-Islam, kekuasaan sulit
antara lain; (1) memeriksa sikap para pejabat dikontrol dan di negara-negara muslim kaya
dan keluarganya; (2) memeriksa para pejabat minyak rakyat menjadi tidak memiliki daya
dalam pungutan dana; (3) memeriksa para tawar. Meski ada juga beberapa negara yang
pejabat yang bertanggung jawab dalam urusan semi demokratik bahkan ada yang memiliki
keuangan negara; (4) memeriksa pengelolaan civil society yang prospektif seperti Mesir dan

187
Muhammad Zulifan/ Politik Islam di Indonesia: Ideologi, Transformasi dan Prospek dalam Proses Politik Terkini

Iran. Dan tentu yang paling maju civil society- amanah, musawah, ‘adalah, syuro, ijma’, dan
nya adalah Indonesia pasca reformasi 1998. baiat. Prinsip demokrasi dalam al-Quran
Dalam khazanah pemikiran Islam begitu kuat. Yang diperlukan adalah
klasik dan pertengahan, civil society bisa reformulasi dan reinterpretasi.
disimpulkan sejalan. Sejalan dengan konsep Persoalan mendasar dalam melihat
Ibn Hazm yang mengharuskan penguasa lalim hubungan antara Islam dan demokrasi adalah
diturunkan, konsep amar ma’ruf mahyi keyakinan bahwa tuhan yang berkuasa mutlak
munkar (check and balances), amanah (QS. Ali Imran: 26), meski menurut John L.
(akuntabilitas) serta kecaman Islam pada Esposito (1996), penolakan pada demokrasi
masyarakat muslim yang membebek pada tersebut lebih karena faktor Barat kolonial
kekuasaan. Meski tidak persis sama dan tidak yang sekuler, bukan penolakan pada
seluruh periodisasi sejarah, paling tidak ada demokrasi secara keseluruhan. Meski
beberapa praktik politik yang bisa dijadikan sebenarnya dalam diri manusia terdapat
akar untuk dijadikan contoh civil society kekuasaan temporal dari Tuhan seperti ayat
dalam dunia Islam. Misalnya sikap para teantang manusia sebagai khalifah di bumi
khalifah yang tidak anti kritik, praktek people (QS. Al-Baqarah: 30) dan ayat-ayat free will
power pada masa Utsman bin Affan, praktik (al-Kahfi: 29 dan ar-Ra’d: 11).
wilayah madzalim, adanya kepemimpinan Benar bahwa al-Quran memuat segala
ulama selain umara (penguasa), serta adanya hal, namun hal itu hanya aspek etik saja,
realitas kelompok oposisi dalam sejarah. mengingat al-Quran dalam aspek-aspek sosial
hanya membicarakan prinsip-prinsipnya,
Islam dan Demokrasi dalam Pandangan yakni ‘adl (keadilan), syura (musyawarah),
Pemikiran Politik Islam musawah (persamaan). Bahkan untuk
Terdapat perbedaan di kalangan keadilan, Ibn Taimiyah berkata: ”Allah
pemikir politik Islam menyikapi konsep mendukung kekuasaan yang adil meskipun
Demokrasi dalam wacana partai politik dan kafir, dan tidak mendukung kekuasaan yang
negara Islam. Kalangan yang menerima dzalim meskipun Islam”. Kebebasan
demokrasi berpandangan bahwa hal itu bukan mengkritik juga dijamin dalam Islam
sebagai problem yang harus dipermasalahkan. misalnya prinsip amar ma’ruf nahyi munkar
Dr. Yusuf Qaradhawi (1997) berpendapat (QS. Ali Imran: 104). Dalam hadits riwayat
bahwa substansi demokrasi sejalan dengan Ibnu Majah dikatakan bahwa jihad yang
Islam karena Islam dan demokrasi sama-sama paling utama adalah menyampaikan
menolak diktatorisme. Huwaidi (1996) kebenaran pada penguasa yang zalim.
menyatakan, dalam Islam terdapat konsep Disamping itu terdapat jaminan kebebasan
penyelenggaraan kekuasaan dengan prinsip berpendapat (QS. As-Syura: 38, Annisa: 59

188
Politik Indonesia: Indonesian Political Science Review 1 (2) (2016) 171-195

dan 83; kebebasan berserikat dalam al-Maidah orang yang mengimami shalat suatu kaum,
ayat 2, al-Mujadilah: 22 dan kebebasan sedang mereka membencinya”.76
beragama dalam QS. al-Baqarah ayat 256 dan Berdasar hadits ini, salah satu ukuran
Yunus ayat 99 (Pulungan, 1994). demokrasi adalah pada tingkat aspiratifnya.
Argumen yang menunjukkan Suatu Negara dikatakan demokrasi sejauh ia
kesesuaian Islam dan demokrasi adalah mencerminkan aspirasi rakyatnya, termasuk di
penolakan Islam terhadap kediktatoran dalamnya tidak bertentangan dengan sistem
Namrudz dan Firaun (QS.al-Baqarah: 258 dan kepercayaan (agama) yang dianutnya
ad-Dukhan: 31); pemilu sebagai kesaksian sebagaimana yang berlaku di Amerika Serikat
rakyat (al-Baqarah 282-283), pengecaman dengan konsep WASP (White, Anglo Saxon,
terhadap rakyat yang hanya membebek saja and Protestan).
(QS. Al-Qashash: 8, 24), negara Islam Demokrasi ditolak oleh elit di negara
menjunjung tinggi toleransi dan pluralitas muslim karena efektivitas demokrasi terhadap
sebagai sunnatullah (Qs. Al-Baqarah 256, keutuhan bangsa. Demokrasi dianggap
Huud: 118 Yunus: 99). melahirkan kekacauan sosial, clean
Argument lain bahwa demokrasi tidak governance yang tidak kunjung tiba sebab
bertentangan dengan Islam adalah legislasi maraknya praktik politik uang dan
tidak berarti penentangan terhadap hukum koronisme akibat balas budi terhadap mereka
Tuhan karena legislasi di parlemen dalam yang berjasa dalam pemilihan presiden atau
persoalan yang belum jelas aturannya dalam pilkada langsung. Hal utama penolakan
syariah; multi partai dalam sistem demokrasi tersebut disebabkan karena demokrasi tidak
merupakan kelembagaan yang akan membawa pada peningkatan kesejahteraan
menghindari kedzaliman, dan yang dimaksud ekonomi (Kamil, 2013).
perbedaan dalam hal ini adalah dalam arti Alasan kedua penolakan elit muslim
jenis dan spesifikasi, bukan perselisihan. terhadap demokrasi adalah karena persoalan
Adapun larangan meminta kekuasaan seperti teologis. Kelompok ini memandang bahwa
disebut dalam hadits adalah dalam konteks demokrasi sebagai sesatu yang haram dalam
ambisius dan rakus. Pencalonan sebagai Islam dan patut diwaspadai. Mereka
bagian dari system demokrasi dibolehkan diantaranya adalah Sayyid Qutb dari Mesir,
sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Yusuf Thabathabai dari Iran, Ali Benhadj dari Al-
dan Sulaiman (Kamil, 2002). Jazair dan Abdul Qadim Zallum, pendiri
Islam mengenal system penerimaan Hizbut Tahrir.
rakyat yang disebut baiat. Kata Nabi, “ada Sayyid Qutb, seorang ideolog
tiga orang yang shalatnya tidak terangkat Ikhwanul Muslimin yang dieksekusi rezim
sejengkalpun di atas kepalanya. Pertama,
76 HR. Ibnu Majah I/311 No. 971

189
Muhammad Zulifan/ Politik Islam di Indonesia: Ideologi, Transformasi dan Prospek dalam Proses Politik Terkini

Gamal Abdun Nasr pada tahun 1966, sangat kebebasan seperti kebebasan beragama dalam
keras menentang setiap gagasan kedaulatan Islam tidak ada (ibid.)
rakyat. Bagi Sayyid Qutb, demokrasi Kelompok ketiga berusaha
merupakan pelanggaran bagi kekuasaan menyatukan pendapat dua kubu di atas.
Tuhan. Sedang seseorang yang mengakui Kelompok ini dipelopori oleh Abul ‘Ala al-
kekuasaan Tuhan berarti melakukan Maududi. Doktrin kedaulatan Tuhan dalam
penentangan secara menyeluruh terhadap bentuk syariat (hukum Tuhan) yang
kekuasaan manusia dalam seluruh pengertian, membatasi kedaulatan rakyat. Bagi Al-
bentuk, sistem, dan kondisi. Sayyid Qutb Maududi (1990: 160), ada kemiripan antara
menekankan bahwa syariat sebagai sistem demokrasi dan Islam. Bedanya, dalam sistem
hukum sudah sangat lengkap, sehingga tidak politik di Barat, suatu negara demokratis
ada legislasi lain yang mengatasinya (ibid.). menikmati kedaulatan mutlak, maka dalam
Thabathabai, seorang mufasir dan demokrasi Islam, kekhilafahan ditetapkan
filsuf Iran terkemuka berpendapat bahwa untuk dibatasi oleh batas-batas yang telah
Islam dan demokrasi tidak bisa disatukan digariskan oleh hukum ilahi. Suatu negara
karena prinsip mayoritasnya. Menurutnya, yang didirikan atas dasar kedaulatan de jure
setiap agama besar dalam kelahirannya Tuhan tidak dapat melakukan legislasi yang
senantiasa bertentangan dengan pendapat bertolak belakang dengannnya (Al-Quran dan
mayoritas. Sedang manusia sering tidak hadits) sekalipun rakyat menuntutnya.
menyukai apa yang tidak adil dan benar. Misalnya kasus UU yang membolehkan
Dengan mengutip al-Quran surat al-Mu’minin minuman keras di negara sekuler, tidak akan
ayat 70-71, ia berkesimpulan bahwa salahlah terjadi dalam sistem pemerintahan Islam.
mereka yang menganggap tuntutan mayoritas Namun, tidak berati sistem Pemerintahan
selalu adil dan mengikat. Islam mengebiri potensi rasional manusia
Senada dengan Thabathabai, Abdul untuk masalah administrasi dan persoalan
Qadir Zallum berpendapat bahwa demokrasi yang tidak dijelaskan secara gamblang dalam
adalah sistem kufur non Islam (ad- syariat. Hal semacan itu dapat ditetapkan
dimuqratiyah nizham kufr) yang bertentangan berdasar konsensus di antara kaum Muslimin
dengan Islam. Ia berargumen bahwa yang memiliki kualifikasi. Sistem Islam
demokrasi adalah produk akal manusia, bukan usulan al-Maududi ini mengambil jalan
Tuhan, bagian dari akidah sekularisme. Dalam moderat. Ia menyebut sistem ini dengan
Islam kedaulatan ada di tangan syariat, tidak istilah “Teo-Demokrasi” yakni sistem
di tangan rakyat. Dalam Islam, prinsip pemerintahan demokrasi ilahi, suatu sistem
mayoritas tidak memiliki signifikansi karena kedaulatan rakyat yang dibatasi kedaulatan
yang signifikan adalah teks-teks syariat dan Tuhan lewat syariat-Nya.

190
Politik Indonesia: Indonesian Political Science Review 1 (2) (2016) 171-195

Prospek Partai Politik Islam di Pemilu dan penuruna suara partai-partai politik Islam
Pilkada sebesar 25,32 persen. Bila suara PKB dan
Umat Islam di Indonesia secara PAN sebagai partai berbasis massa Islam
mayoritas menerima demokrasi. Hal ini sebesar 18,8 persen ditambahkan ke dalam
setidaknya terlihat dari antusiasme kaum deretan partai Islam tersebut, maka perolehan
Muslimin Indonesia sejak Pemilu 1955. suara partai-partai Islam pada Pemilu 1999
Manifestasi dari unsur politik Islam di menjadi 37,19 persen. Artinya, ada penurunan
Indonesia adalah munculnya Partai Politik sebesar 6,31 persen dibanding hasil pemilu
Islam. Deliar Noer (1983) menyatakan bahwa 1955 (Umar, 2004: 112).
partai politik merupakan himpunan orang- Pada pemilu 2014 kemarin, partai
orang yang se-ideologi atau tempat Islam mendapat raihan 31,41 persen suara
penyaringan dan pembulatan, serta tempat nasional dengan rincian PKB 9,04 persen,
berkumpulnya orang-orang yang se-ide, cita- PKS 6,79 persen, PAN 7,59 persen, PPP 6,53
cita dan kepentingan. Lebih lanjut, partai persen serta PBB sebesar 1,46 persen.77
politik Islam bisa diartikan sebagai suatu Raihan ini tentu masih lebih kecil dari suara
kelompok orang-orang Islam yang terorganisir ketika partai-partai Islam tersebut pertama
dalam suatu wadah organisasi yang kali muncul pada Pemilu 1999 lalu.
meletakkan Islam sebagai dasar dan garis Penurunan suara partai-partai Islam tersebut
perjuangannya untuk menyampaikan aspirasi, menandakan meski penduduk Indonesia yang
maupun ide dan cita-cita umat Islam dalam mayoritas Muslim, hal itu tidak berkorelasi
suatu negara. Oleh banyak kalangan, positif pada tingkat elektabilitas partai-partai
berdirinya Partai Politik Islam sering Islam.
diidentikkan dengan keinginan formalisasi Lebih lanjut, dalam Pilkada serentak
Islam di Indonesia Desember 2015 silam yang dilaksanakan di 8
Pada Pemilu 1955, suara umat Islam provinsi, 222 kabupaten, dan 34 kota,
termanifestasikan pada partai-partai politik berdasarkan kajian Jaringan Pendidikan
Islam waktu itu yakni partai Masyumi, partai Pemilih untuk Rakyat (JPPR) terhadap 208
NU, PSII, PERTI, dan PPTI yang meraih total daerah, PDIP mendapatkan kemenangan
43,5 persen suara. Sementara untuk Pemilu terbanyak, yaitu 105 daerah, disusul oleh
1999 yang dianggap sebagai pemilu Gerindra sebanyak 87 daerah, NasDem 85
demokratis kedua setelah Pemilu 1955, partai daerah, PAN 80 daerah, PKS 75 daerah,
politik Islam yang terdiri dari PPP, PBB, Demokrat 68 daerah, PKB 65 daerah, Hanura
Partai Keadilan, PNU, PKU, PSII dan PP 63 daerah, Golkar 49 daerah, PBB 32 daerah,
hanya meraup suara 18,8 persen.
77 Lihat: http://www.kpu.go.id/koleksigambar/952014_
Dibandingkan Pemilu 1955, maka terjadi Perolehan_suara_parpol.pdf, diakses 25 Juni 2016,
pukul 10.20 WIB.

191
Muhammad Zulifan/ Politik Islam di Indonesia: Ideologi, Transformasi dan Prospek dalam Proses Politik Terkini

PKPI 31 daerah dan PPP 28 daerah.78 Lagi- mendapat respon positif dari masyarakat.
lagi partai Islam tidak bisa mengimbangi Masyarakat Indonesia lebih memilih “jualan”
partai-partai nasionalis. Artinya, tingginya partai yang lebih menyentuh kebutuhan hidup
arus islamisasi di masyarakat Indonesia baik rakyat yang makin tak terkejar.
dalam bidang islamic financial, lifestyle, dan Lebih lanjut, adanya perpecahan di
fashion, nyatanya belum mampu menjadi nilai tubuh partai Islam menjadikan laju partai
positif bagi peningkatan perolehan suara Islam terhambat. Sebagimana PPP yang kini
partai-partai Islam. Masyarakat Indonesia terpecah antara kubu Djan Fariz dan
pada umumnya lebih melihat faktor lain Romahurmuziy, PKB antara kubu Gus Dur
dalam menentukan pilihan politik seperti dan Muhaimin Iskandar, PAN yang dulu
track record calon dan partai yang bertarung. sempat terpecah hingga melahirkan PMB.
Saat ini, partai politik Islam dapat Begitu pula adanya kubu “keadilan” dan
menempatkan kadernya sebagai pemimpin “kesejahteraan” di PKS (Muhtadi, 2012).
sejumlah daerah strategis melalui momen Penyebab lain menurunnya suara partai Islam
Pilkada. Di Jawa Barat misalnya, PKS selama adalah masalah korupsi yang saat ini
dua periode berturut-turut dapat mendudukkan membelit banyak tokoh partai Islam. Hingga
kadernya sebagai orang nomor satu di kini, tidak ada partai Islam yang kadernya
provinsi tersebut, namun hal itu pada tidak tersandung masalah korupsi. Dengan
kenyataannya tidak berkorelasi positif bagi mendasarkan partai pada sesuatu yang sakral
peningkatan suara partai. Yang terjadi suara yakni nilai-nilai agama, efek dari kasus
partai justru makin tergerus. Jika di tahun korupsi partai Islam akan lebih dahsyat
2004 PKS berhasil meraih 14 kursi DPRD dibanding korupsi yang dilakukan partai-
Jawa Barat, maka jumlah tersebut menurun partai nasionalis. Karena kasus korupsi,
menjadi 13 kursi di tahun 2009 dan bersisa Partai Islam dianggap sama saja bahkan lebih
hanya 12 kursi di tahun 2014.79 buruk dari partai lain yang melakukan
Dalam level negara, beberapa Partai korupsi.
Politik Islam berusaha memasukkan Piagam Alih-alih dapat membedakan diri
Jakarta dalam amandemen UUD 1945, dengan partai lain, partai Islam justru terjebak
termasuk melalui penerapan Perda-perda dalam perilaku tansaksional dalam demokrasi
Syariah di beberapa daerah. Namun wacana elektoral berbiaya tinggi yang ujungnya
formalilsasi syariat tersebut justru tidak memaksa seluruh kader mencari pembiayaan
sebanyak-banyaknya demi membiayai biaya
78 Lihat: http://www.republika.co.id/berita/nasional/pilka
da / 15/12/14/nzb8bk361-ini-parpol-yang-calonnya-mera kampanye dan operasional partai. Partai Islam
jai-hasil-pilkada, diakses 25 Juli 2016, pukul 11.15
WIB. acapkali tidak segan untuk masuk ke wilayah
79 Lihat: http://www.kpu.go.id/koleksigambar/952014_

Penetapan_Hasil_Pileg.pdf, diakses tanggal 26 Juni, abu-abu yang beresiko hingga akhirnya kader
pukul 10.30 WIB

192
Politik Indonesia: Indonesian Political Science Review 1 (2) (2016) 171-195

mereka terciduk KPK. Namun demikian, negara. Aspek keadilan dan kecerdasan
perlu dicatat bahwa eksistensi partai Islam di menjadi parameter utama.
Indonsia merupakan salah satu sarana Civil society sebagai manifestasi
moderasi kaum Islamis yang dapat mereduksi masyarakat madani nyatanya telah ada dalam
cita-cita negara Islam bahkan lebih jauh dapat sejarah Islam seperti konsep amar ma’ruf
mereduksi faham radikal. Melalui partai mahyi munkar (check and balances), amanah
Islamlah semangat bernegara kaum Islamis (akuntabilitas). Meski hal tersebut tidak
bisa tersalurkan secara proporsional dan persis sama dan tidak seluruh periodisasi
bertanggung jawab. Cita-cita penerapan sejarah, seperti sikap para khalifah yang tidak
syariat dapat ditempuh oleh kaum Muslimin anti kritik, praktek people power pada masa
tidak harus melalui jalan revolusi ataupun Utsman bin Affan, praktik wilayah madzalim,
kudeta, tapi melalui objektifikasi, rasionalisasi adanya kepemimpinan ulama selain umara
dan marketisasi substansi syariah melalui jalur (penguasa), serta adanya realitas kelompok
demokrasi sebagaimana disinggung Dawam oposisi dalam sejarah. Mengenai bentuk
Rahardjo. pemerintahan, pada umumnya para pemikir
politik Islam tidak memberikan preferensi
Kesimpulan tententu apakah sebuah negara harus
Para pemikir poltik Islam pada berbentuk khilafah, republik atau kerajaan.
umumnya menekankan pentingnya nilai Asalkan nilai-nilai esensi ajaran Islam dapat
agama Islam dalam menjiwai sistem direalisasikan, apapun bentuk pemerintahan
pemerintahan. Mereka tidak memisahkan dapat diterima secara syariah. Namun tetap
agama dari negara sebagaimana pandangan adanya institusi negara yang pro Islam
pemikir Barat (sekuler). Al-Farabi, Al- menjadi penekanan mereka. Sebagaimana
Mawardi dan pemikir politik Islam klasik dan disinggung Ibnu Taimiyah yang menyatakan
pertengahan lainnya menekankan bahwa bahwa nilai-nilai dan tata sosial Islam tidak
kenyataan manusia sebagai makhluk sosial akan terealisasi secara ideal tanpa negara.
yang tidak mampu memenuhi kebutuhan Bicara demokrasi, para pemikir Islam
hidupnya secara sendirian. Negara sebagai berbeda pendapat dalam menyikapinya. Bagi
bentuk kerjasama sosial menjadi suatu yang menerima, substansi demokrasi sejalan
keharusan, dengan menjadikan wahyu sebagai dengan Islam karena Islam dan demokrasi
pedoman agar manusia mencapai kebahagiaan sama-sama menolak diktatorisme
dunia akhirat. Mengingat pentingnya politik sebagaimana disinggung pemikir Islam Dr.
dan sistem pemerintahan dalam Islam, para Yusuf Qaradhawi. Sedang mereka yang
pemikir Islam menekankan melalui menolak demokrasi dalam sistem
penyebutan kriteria bagi seorang kepala pemerintahan Islam sebenarnya lebih karena

193
Muhammad Zulifan/ Politik Islam di Indonesia: Ideologi, Transformasi dan Prospek dalam Proses Politik Terkini

persoalan teologis. Kelompok ini memandang Al-Faruqi, I. I. R., & Lubis, T. (1984).
bahwa demokrasi sebagai sesatu yang haram Islamisasi Pengetahuan. Pustaka.
dalam Islam dan patut diwaspadai. Al-Ghazali (1320 H). Al-Iqtishad fi al-I’tiqad.
Kairo: Tanpa Penerbit.
Gagasan untuk menggabungkan
Al-Maududi, A. A’la. (1995). Hukum dan
konsep Islam dan demokrasi dipaparkan Al-
Konstitusi: Sistem Politik Islam.
Maududi dalam teori Teo-Demokrasi sebagai Diterjemahkan oleh Hikmat, Asep.
sistem alternatif pemerintahan kaum muslimin Bandung: Mizan.
yang mengakomodasi doktrin kedaulatan al-Maududi, Abul ‘Ala (1996). Khilafah dan
Tuhan (agama) dan doktrin kedaulatan rakyat Kerajaan, terjemah oleh Muhammad
al-Baqir dari al-Khilafah wa al-Mulk.
sekaligus. Umat Islam dapat menyalurkan
Mizan.
cita-cita penerapan syariat di Indonesia
Al-Mawardi. (Tanpa Tahun) al-Ahkam al-
melalui objektifikasi, rasionalisasi dan Sulthaniyah. Dar al-Fikr.
marketisasi substansi syariah dalam bingkai Ash-Shiddieqy, H. (1969). Asas-asas Hukum
demokrasi. Tatanegara Menurut Syariat Islam.
Terjadi penurunan raihan suara Partai Matahari Masa.
Islam sejak pemilu 1955. Penurunan suara Arkoun, M. (1994). Nalar Islami dan Nalar
Modern: Berbagai Tantangan dan
partai-partai Islam mengindikasikan bahwa
Jalan Baru. INIS.
meskipun mayoritas bangsa Indonesia adalah
Azhar, M. (1997). Filsafat Politik,
Muslim, namun fakta itu tidak berkorelasi Perbandiangan Islam dan Barat. Raja
positif terhadap tingkat keterpilihan partai- Grafindo Persada.
partai Islam. Menurunnya suara partai Islam Effendi, B. (1998). Islam dan Negara:
disebabkan berbagai problem mendasar yang Transformasi Pemikiran dan Praktik
Politik Islam di Indonesia.
membutuhkan penanganan khusus dalam
Paramadina.
menjawab tantangan zaman. Untuk menjawab
Esposito, J. L. (1996). Ancaman Islam Mitos
tantangan-tantangan itu, tentu dibutuhkan atau Realitas? Mizan.
jalan baru dan langkah-langkah strategis yang Haikal, M. H. (1993). Pemerintahan Islam.
perlu segera diagendakan dan dijalankan oleh Pustaka Firdaus.
partai-partai Islam. Huwaidi, F. (1996). Demokrasi, Oposisi dan
Masyarakat, terjemahan dari al-Islam
Daftar Pustaka wa al-Dimuqratiyah. Mizan.
Ahmad, A. M. (1978). Al-Fikr al-Siyasi Li al- http://hizbut-tahrir.or.id/2014/03/16/tegakkan-
imam Muhamamd Abduh. al-Maiat al khilafah-tinggalkan-demokrasi/,
Misriyyat al –Ammat li al-Kitab. diakses tanggal 20 Juni 2016 pukul
Al-Attas, S. M. A. N., Djojosuwarno, K., & 11.00 WIB.
Mahzar, A. (1981). Islam dan http://www.kpu.go.id/koleksigambar/952014_
Sekularisme. Pustaka. Perolehan_suara_parpol.pdf, diakses
25 Juni 2016, pukul 10.20 WIB.

194
Politik Indonesia: Indonesian Political Science Review 1 (2) (2016) 171-195

http://www.republika.co.id/berita/nasional/pil Pulungan, J. S. (1994). Fiqh Siyasah: Ajaran,


kada/15/12/14/nzb8bk361-ini-parpol- Sejarah dan Pemikiran. Raja
yang-calonnya-merajai-hasil-pilkada, Grafindo Persada.
diakses 25 Juli 2016, pukul 11.15 Pulungan, J. S. (1994). Prinsip-prinsip
WIB. Pemerintahan dalam Piagam Negara
http://www.kpu.go.id/koleksigambar/952014_ Madinah ditinjau dari Pandangan Al-
Penetapan_Hasil_Pileg.pdf, diakses Quran. Raja Grapindo Persana.
tanggal 26 Juni, pukul 10.30 WIB Qaradhawi, Y. (1997). Fiqh Daulah dalam
Kamali, M. H. (1996). Kebebasan Perspektif Al-Quran dan Sunnah.
Berpendapat dalam Islam. Mizan. Pustaka Al-Kautsar.
Kamil, S. (2013). Pemikiran Politik Islam Rahman, F. (1982). Islam dan Modernitas,
Tematik, Agama dan Negara. tentang Transformasi Intelektual
Kencana Predana Media Group. (terj.). Pustaka.
Kamil, S. (2002). Islam dan Demokrasi, Rais, A. (1987). Cakrawala Islam, Antara
Telaah Konseptual dan Historis. Gaya Cita dan Fakta. Mizan.
Media Pratama. Ridha, R. (1341H). al-Khilafah au al-Imamah
Khan, Q. (1983). Pemikiran Politik Ibnu al-udzma. Al-Manar.
Taimiyah. Pustaka. Syadzali, M. (1993). Islam dan Tatanegara,
Koran Kompas, 22 Juni 2016. Opini “Post- Ajaran, Sejarah dan Pemikiran. UI-
sekularisme dan Post-Islamisme” oleh Press.
M. Dawam Rahardjo.Muhtadi, B. Taimiyah, Ibnu. (Tanpa Tahun). Al-Siyasah
(2012). Dilema PKS: Suara dan al-Syariah. Kairo: Dar al-Kutub al-
Syariah. KPG. Arabi.
Nasution, H. dkk (2003). Eksikloped Islam. Umar, M. (2004). Islam dan Demokrasi di
Ikhtiar Baru Van Houve. Indonesia: Kemenangan Abangan dan
Noer, D. (1983). Pengantar ke Pemikiran Sekuler. INSED.
Politik. Rajawali. Zainuddin, A. R. (1992). Kekuasaan dan
Negara: Pemikiran Ibnu Khaldun.
Gramedia.

195

Anda mungkin juga menyukai