Anda di halaman 1dari 28

BAB II

PEMBAHASAN

A. Cairan amnion

Cairan amnion merupakan pelindung dan bantalan untuk proteksi


sekaligus menunjang pertumbuhan. Osmolalitas, kadar natrium, ureum,
kreatinin tidak berbeda dengan kadar pada serum ibu, artinya kadar dicairan
amnion merupakan hasil difusi dari ibunya. Cairan amnion mengandung
banyak sel janin (lanugo, vernik kaseosa). Fungsi cairan amnion yang juga
penting ialah menghambat bakteri karena mengandung zat seperti fosfat dan
seng (Prawirohardjo, 2010:155).

Cairan ketuban mempunyai peranan yang sangat penting bagi


perkembangan dan pertumbuhan janin. Kelainan jumlah cairan ketuban dapat
terjadi, dan seringkali merupakan pertanda yang paling awal terlihat pada janin
yang mengalami gangguan. Di pihak lain, kelainan jumlah cairan ketuban
dapat menimbulkan gangguan pada janin, seperti hipoplasia paru, deformitas
janin, kompresi tali pusat, pertumbuhan janin terhambat (PJT), prematuritas,
kelainan letak dan kematian janin. Oleh sebab itu, kelainan jumlah amnion
yang terjadi oleh sebab apapun akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas
(Wiknosastro, 2009:267).

1. Komposisi air ketuban

Air ketuban merupakan ultrafiltrasi dari plasma maternal dan


dibentuk oleh sel amnionnya. Pada trimester II kehamilan, air ketuban
dibentuk oleh difusi ekstraseluler melalui kulit janin sehingga
komposisinya mirip dengan plasma janin. Selanjutnya, setelah trimester
II, terjadi pembentukan zat tanduk kulit janin dan menghalangi difusi
plasma janin sehingga sebagian besar air ketubannya dibentuk oleh sel
amnionnya dan air kencing janin.
Ginjal janin mulai mengeluarkan urin sejak 12 minggu dan setelah
mencapai usia 18 minggu sudah dapat mengeluarkan urin sebanyak 7-14
cc/hari. Janin aterm mengeluarkan urin 27 cc/jam atau 650 cc dalam
sehari (Manuaba, dkk, 2007:500)

Menurut Manuaba, dkk (2007:500) komposisi yang membentuk air


ketuban adalah:

a. Bertambahnya air ketuban bukan merupakan kenaikan linier tetapi


bervariasi sebagai berikut:

1) Bertambah 10 cc, sampai usia 8 minggu

2) Bertambah 60 cc, sampai usia 21 minggu

3) Terjadi penurunan produksi sampai usia hamil 33 minggu

4) Pertambahan tetap sampai usia aterm dan mencapai jumlah


sekitar 800-1500 cc

5) Melewati usia kehamilan 42 minggu, terjadi penurunan sekitar


150 cc/minggu sehingga terjadi oligohidramnion

b. Setelah usia kehamilan melebihi 12 minggu, yang ikut membentuk


air ketuban yaitu :

1) Ginjal janin sehingga dijumpai:


a) Urea
b) Kreatinin
c) Asam urat
2) Deskuamasi kulit janin
a) Rambut lanugo
b) Vernik kaseosa
3) Sekresi dari paru janin
4) Transudat dari permukaan amnion plasenta komposisinya mirip
plasma maternal, komposisi umum air ketuban yaitu:
a) Air sekitar 99%
b) Bahan sekitar organik 1%
c) Berat jenis 1007-1008 gram
5) Hormonal atau zat mirip hormon dalam air ketuban
a) Epidermal Growth Faktor (EGF) dan EGF Like Growth
Faktor dalam bentuk Transforming Growth Faktor alfa.
Fungsi kedua hormon ini ikut serta
menumbuh-kembangkan paru janin dan sistem
gastrointestinalnya.
b) Parathyroid Hormone-related Protein (PTH-rP) dan
endothelin-1 berfungsi untuk memberikan rangsangan
pembentukan surfaktan yang sangat bermanfaat saat
bayi mulai bernapas diluar kandungan.
Air ketuban dapat digunakan untuk melakukan evaluasi
tentang kelainan kongenital janin, gangguan tumbuh kembang
janin intrauteri, kematangan paru, kemungkinan terjadi infeksi
intrauteri, asfiksia janin intrauteri-bercampur mekonium,
cairan amnion diambil melalui amniosentesis.
2. Sirkulasi air ketuban janin

Sirkulasi air ketuban sangat penting artinya sehingga


jumlahnya dapat dipertahankan dengan tetap. Pengaturannya
dilakukan oleh tiga komponen penting sebagai berikut:
a) Produksi yang dihasilkan oleh sel amnion
b) Jumlah produksi air kencing
c) Jumlah air ketuban yang ditelan janin
Setelah trimester II sirkulasinya makin meningkat sesuai dengan
tuanya kehamilan sehingga mendekati aterm mencapai 500
cc/hari. (Manuaba, dkk, 2007:500)

B. Ketuban pecah Dini (KPD) atau Ketuban Pecah Sebelum Waktunya


(KPSW)
1. Pengertian
Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya
(KPSW) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya
melahirkan.
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan (Sarwono Prawirohardjo, 2008,).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput sebelum terdapat
tanda-tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu
terjadi pada pembukaan < 4 cm yang dapat terjadi pada usia kehamilan
cukup waktu atau kurang waktu. (Winkjosastro, 2011)
Ketuban pecah dini adalah keadan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum
waktunya melahirkan.(Sarwono, 2010)
KPD didefinisikan sesuai dengan jumlah jam dari waktu pecah ketuban
sampai awitan persalinan yaitu interval periode laten yang dapat terjadi
kapan saja dari 1-12 jam atau lebih.(Varney, 2008)
2. Klasifikasi
a. KPD Preterm
Ketuban pecah dini preterm adalah pecah ketuban yang terbukti
dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan, tes fern atau IGFBP-1 (+) pada
usia kehamilan <37 minggu sebelum onset persalinan.(Varney, 2008)
KPD preterm adalah saat umur kehamilan ibu antara 34 minggu
sampai kurang 37 minggu. Definisi preterm bervariasi pada berbagai
kepustakaan, namun yang paling diterima dan tersering digunakan adalah
persalinan kurang dari 37 minggu.(Royal Hospital for Women, 2010)
Ketuban pecah dini adalah keadan pecahnya selaput ketuban
sebelum persalinan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun
jauh sebelum waktunya melahirkan.(Sarwono, 2010)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan KPD preterm adalah
pecahnya ketuban yang terbukti dengan vaginal pooling pada usia
kehamilan kurang dari 37 minggu.
b. KPD pada Kehamilan Aterm
Ketuban pecah dini atau premature rupture of membranes (PROM)
adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya yang terbukti dengan
vaginal pooling, tes nitrazin dan tes fern (+), IGFBP-1 (+) pada usia
kehamilan ≥ 37 minggu.(Cunningham, 2010)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput sebelum terdapat
tanda-tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu
terjadi pada pembukaan< 4 cm yang dapat terjadi pada usia kehamilan
cukup waktu atau kurang waktu.(Winkjosastro, 2011)
Ketuban pecah dini adalah keadan pecahnya selaput ketuban
sebelum persalinan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun
jauh sebelum waktunya melahirkan.(Sarwono, 2010)
Dari beberapa devinisi diatas dapat disimpulkan ketuban pecah dini
atau premature rupture of membranes (PROM) adalah keadan pecahnya
selaput ketuban sebelum persalinan pada usia kehamilan ≥37 minggu.
3. Etiologi
Penyebab ketuban pecah dini masih belum dapat diketahui dan tidak
dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan ada
faktor-faktor yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun
faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Adapun yang
menjadi faktor adalah:
a. Faktor Maternal
1)Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil di mana
korion, amnion dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri.
2)Infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang secara spesifik
permulaan berasal dari vagina, anus, atau rectum dan menjalar ke
uterus.
3)Inkompetensi serviks (leher rahim) adalah istilah untuk menyebut
kelainan pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang
terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka
ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan
janin yang semakin besar
4)Riwayat KPD sebelumnya.(Winkjosastro, 2011)
b. Faktor Neonatal
1)Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan
dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat
atau over distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin
bertambah sehingga menekan selaput ketuban, menyebabkan
selaput ketuban menjadi teregang,tipis, dan kekuatan membran
menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.
2)Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini,
misalnya :Gemelli (Kehamilan kembar adalah suatukehamilan dua
janin atau lebih). Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus
yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim
secara berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi
rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban) relatif kecil
sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga
mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.
3)Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >
2000 mL. Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang
sangat banyak. Hidramnion kronis adalah peningkatan jumlah
cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut,
volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami
distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja.(Winkjosastro,
2011)
4. Patofisiologi
Banyak teori, mulai dari defect kromosom, kelainan kolagen, sampai
infeksi. Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi
(sampai 65%). High virulensi berupa Bacteroides Low virulensi,
Lactobacillus Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblast,
jaringa retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan
kolagen dikontrol oleh system aktifitas dan inhibisi interleukin -1 (iL-1) dan
prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas
iL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi
depolimerasi kolagen pada selaput korion/ amnion, menyebabkan ketuban
tipis, lemah dan mudah pecah spontan.

5. Faktor Risiko ibu bersalin dengan Ketuban Pecah Dini


a. Pekerjaan

Pekerjaan adalah suatu kegiatan atau aktivitas responden sehari-hari,


namun pada masa kehamilan pekerjaan yang berat dan dapat
membahayakan kehamilannya hendaklah dihindari untuk menjaga
keselamatan ibu maupun janin. Kejadian ketuban pecah sebelum
waktunya dapat disebabkan oleh kelelahan dalam bekerja. Hal ini dapat
dijadikan pelajaran bagi ibu-ibu hamil agar selama masa kehamilan
hindari/kurangi melakukan pekerjaan yang berat. (Saifuddin, 2010))

Pola pekerjaan ibu hamil berpengaruh terhadap kebutuhan energi.


Kerja fisik pada saat hamil yang terlalu berat dan dengan lama kerja
melebihi tiga jam perhari dapat berakibat kelelahan. Kelelahan dalam
bekerja menyebabkan lemahnya korion amnion sehingga timbul ketuban
pecah dini. Hasil penelitian menyatakan bahwa ibu yang bekerja dan
lama kerja ≥40 jam/ minggu dapat meningkatkan risiko sebesar 1,7 kali
mengalami KPD dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Hal ini
disebabkan karena pekerjaan fisik ibu juga berhubungan dengan keadaan
sosial ekonomi. Pada ibu yang berasal dari strata sosial ekonomi rendah
banyak terlibat dengan pekerjaan fisik yang lebih berat. (Indramarwan,
2012)

b. Paritas

Multigravida atau paritas tinggi merupakan salah satu dari penyebab


terjadinya kasus ketuban pecah sebelum waktunya. Paritas 2-3
merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian. Paritas 1 dan
paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih
tinggi, risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetric lebih
baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah
dengan keluarga berencana. Konsistensi serviks pada persalinan sangat
mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini pada multipara dengan
konsistensi serviks yang tipis, kemungkinan terjadinya ketuban pecah
dini lebih besar dengan adanya tekanan intrauterin pada saat persalinan.
konsistensi serviks yang tipis dengan proses pembukaan serviks pada
multipara (mendatar sambil membuka hampir sekaligus) dapat
mempercepat pembukaan serviks sehingga dapat beresiko ketuban pecah
sebelum pembukaan lengkap.(Fatikah, 2010)

Paritas 2-3 merupakan paritas yang dianggap aman ditinjau dari


sudut insidensi kejadian ketuban pecah dini. Paritas satu dan paritas
tinggi (lebih dari tiga) mempunyai resiko terjadinya ketuban pecah dini
lebih tinggi. Pada paritas yang rendah (satu), alat-alat dasar panggul
masih kaku (kurang elastik) daripada multiparitas. Uterus yang telah
melahirkan banyak anak (grandemulti) cenderung bekerja tidak efisien
dalam persalinan.(Cunningham, 2010)

Paritas kedua dan ketiga merupakan keadaan yang relatif lebih aman
untuk hamil dan melahirkan pada masa reproduktif, karena pada keadaan
tersebut dinding uterus belum banyak mengalami perubahan, dan serviks
belum terlalu sering mengalami pembukaan sehingga dapat menyanggah
selaput ketuban dengan baik. Ibu yang telah melahirkan beberapa kali
lebih berisiko mengalami KPD, oleh karena vaskularisasi pada uterus
mengalami gangguan yang mengakibatkan jaringan ikat selaput ketuban
mudah rapuh dan akhirnya pecah spontan.(Saifuddin, 2010))

c. Umur

Umur individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang


tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dengan bertambahnya
umur seseorang maka kematangan dalam berfikir semakin baik sehingga
akan termotivasi dalam pemeriksaan kehamilam untuk mecegah
komplikasi pada masa persalinan. Umur dibagi menjadi 3 kriteria yaitu <
20 tahun, 20-35 tahun dan > 35 tahun. Usia reproduksi yang aman untuk
kehamilan dan persalinan yaitu usia 20-35 tahun. Pada usia ini alat
kandungan telah matang dan siap untuk dibuahi, kehamilan yang terjadi
pada usia < 20 tahun atau terlalu muda sering menyebabkan komplikasi/
penyulit bagi ibu dan janin, hal ini disebabkan belum matangnya alat
reproduksi untuk hamil, dimana rahim belum bisa menahan kehamilan
dengan baik, selaput ketuban belum matang dan mudah mengalami
robekan sehingga dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.
Sedangkan pada usia yang terlalu tua atau > 35 tahun memiliki resiko
kesehatan bagi ibu dan bayinya.(Santoso, 2013)

Keadaan ini terjadi karena otot-otot dasar panggul tidak elastis lagi
sehingga mudah terjadi penyulit kehamilan dan persalinan. Salah satunya
adalah perut ibu yang menggantung dan serviks mudah berdilatasi
sehingga dapat menyebabkan pembukaan serviks terlalu dini yang
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.

Hasil penelitian membuktikan bahwa umur ibu <20 tahun organ


reproduksi belum berfungsi secara optimal yang akan mempengaruhi
pembentukan selaput ketuban menjadi abnormal. Ibu yang hamil pada
umur >35 tahun juga merupakan faktor predisposisi terjadinya ketuban
pecah dini karena pada usia ini sudah terjadi penurunan kemampuan
organ-organ reproduksi untuk menjalankan fungsinya, keadaan ini juga
mempengaruhi proses embryogenesis sehingga pembentukan selaput
lebih tipis yang memudahkan untuk pecah sebelum waktunya.
(Kusmiawati, 2008)

d. Riwayat Ketuban Pecah Dini

Riwayat KPD sebelumnya berisiko 2-4 kali mengalami KPD


kembali. Patogenesis terjadinya KPD secara singkat ialah akibat adanya
penurunan kandungan kolagen dalam membran sehingga memicu
terjadinya KPD aterm dan KPD preterm terutama pada pasien risiko
tinggi. Wanita yang mengalami KPD pada kehamilan atau menjelang
persalinan maka pada kehamilan berikutnya akan lebih berisiko
mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada wanita yang tidak
mengalami KPD sebelumnya, karena komposisi membran yang menjadi
mudah rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada
kehamilan berikutnya.(Cunningham, 2010)

Riwayat kejadian KPD sebelumnya menunjukkan bahwa wanita


yang telah melahirkan beberapa kali dan mengalami KPD pada
kehamilan sebelumnya diyakini lebih berisiko akan mengalami KPD
pada kehamilan berikutnya. Keadaan yang dapat mengganggu kesehatan
ibu dan janin dalam kandungan juga juga dapat meningkatkan resiko
kelahiran dengan ketuban pecah dini. Preeklampsia/ eklampsia pada ibu
hamil mempunyai pengaruh langsung terhadap kualitas dan keadaan
janin karena terjadi penurunan darah ke plasenta yang mengakibatkan
janin kekurangan nutrisi. (Cunningham, 2010)

e. Usia Kehamilan

Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada


usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal,
persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas
janin, meningkatnya insiden Sectio Caesaria, atau gagalnya persalinan
normal. Persalinan prematur setelah ketuban pecah biasanya segera
disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada
kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada
kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada
kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
Usia kehamilan pada saat kelahiran merupakan satu-satunya alat ukur
kesehatan janin yang paling bermanfaat dan waktu kelahiran sering
ditentukan dengan pengkajian usia kehamilan. Pada tahap kehamilan
lebih lanjut, pengetahuan yang jelas tentang usia kehamilan mungkin
sangat penting karena dapat timbul sejumlah penyulit kehamilan yang
penanganannya bergantung pada usia janin.

Periode waktu dari KPD sampai kelahiran berbanding terbalik


dengan usia kehamilan saat ketuban pecah. Jika ketuban pecah trimester
III hanya diperlukan beberapa hari saja hingga kelahiran terjadi
dibanding dengan trimester II. Makin muda kehamilan, antar terminasi
kehamilan banyak diperlukan waktu untuk mempertahankan hingga janin
lebih matur. Semakin lama menunggu, kemungkinan infeksi akan
semakin besar dan membahayakan janin serta situasi maternal. (Astuti,
2012)

f. Cephalopelvic Disproportion (CPD)

Keadaan panggul merupakan faktor penting dalam kelangsungan


persalinan,tetapi yang tidak kurang penting ialah hubungan antara kepala
janin dengan panggul ibu. Partus lama yang sering kali disertai pecahnya
ketuban pada pembukaan kecil, dapat menimbul dehidrasi serta asidosis
dan infeksi intrapartum. Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan
cara pemeriksaan yang penting untuk mendapat keterangan lebih banyak
tentang keadaan panggul. (Sarwono, 2011)

6. Tanda Gejala
Tanda dan gejala pada kehamilan yang mengalami KPD
adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma
air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan
tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris
warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus
diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila anda duduk atau berdiri, kepala
janin yang sudah terletak di bawah biasanya mengganjal atau menyumbat
kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri
perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda
infeksi yang terjadi.(Saifuddin, 2010))

7. Diagnosis
Penegakkan diagnosis ketuban pecah dini adalah sebagai berikut:
bila air ketuban banyak dan mengandung mekonium verniks maka
diagnosis dengan inspeksi mudah ditegakkan, tapi bila cairan keuar
sedikit maka diagnosis harus ditegakkan pada :

a. Anamnesa : kapan keluar cairan, warna, bau, adakah partikel-partikel


di dalam cairan (lanugo serviks)

b. Inpeksi : bila fundus di tekan atau bagian terendah digoyangkan, keluar


cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada forniks posterior

c. Periksa dalam : ada cairan dalam vagina dan selaput ketuban sudah
tidak ada lagi

d. Pemeriksaan laboratorium : Kertas lakmus : reaksi basa (lakmus merah


berubah menjadi biru ), Mikroskopik : tampak lanugo, verniks kaseosa
(tidak selalu dikerjakan )

e. Pemeriksaan penunjang. (Ababi, 2008)

8. Komplikasi
a. Ibu
1)Infeksi pada ibu yang disebabkan oleh bakteri yang secara spesifik
permulaan berasal dari vagina, anus, atau rectum dan menjalar ke
uterus.
2)Gagalnya persalinan normal yang diakibatkan oleh tidak adanya
kemajuan persalinan sehingga meningkatkan insiden seksio sesarea.
3)Meningkatnya angka kematian pada ibu.(Sarwono, 2010)
b. Bayi
1)Hipoksia dan asfiksia
2)Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali
pusat sehingga terjadi asfiksia atau hipoksia.
3)Persalinan Prematur
4)Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul dengan persalinan.
Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90%
terjadi pada 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara
28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang
dari 26 minggu persalinan dalam 1 minggu.
5)Sindrom Deformitas Janin
6)Ketuban pecah dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat,
kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin.
7)peningkatan morbiditas neonatal karena prematuritas.(Sarwono, 2010)
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ketuban pecah dini dibagi pada kehamilan aterm,
kehamilan pretem, serta dilakukan induksi, pada ketuban pecah dini yang
sudah inpartu.(Ababi, 2008)

a. Ketuban pecah dengan kehamilan aterm

Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm yaitu : diberi


antibiotika, Observasi suhu rektal tidak meningkat, ditunggu 24 jam,
bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi. Bila saat
datang sudah lebih dari 24 jam, tidak ada tanda-tanda inpartu dilakukan
terminasi.

b. Ketuban pecah dini dengan kehamilan prematur


1) EFW (Estimate Fetal Weight) < 1500 gram yaitu pemberian
Ampicilin 1 gram/ hari tiap 6 jam, IM/ IV selama 2 hari dan
gentamycine 60-80 mg tiap 8-12 jam sehari selama 2 hari,
pemberian Kortikosteroid untuk merangsang maturasi paru
(betamethasone 12 mg, IV, 2x selang 24 jam), melakukan
Observasi 2x24 jam kalau belum inpartu segera terminasi,
melakukan Observasi suhu rektal tiap 3 jam bila ada
kecenderungan meningkat > 37,6°C segera terminasi

2) EFW (Estimate Fetal Weight) > 1500 gram yaitu melakukan


observasi 2x24 jam, melakukan observasi suhu rectal tiap 3 jam,
pemberian antibiotika/kortikosteroid, pemberian Ampicilline 1
gram/hari tiap 6 jam, IM/IV selama 2 hari dan Gentamycine 60-80
mg tiap 8-12 jam sehari selama 2 hari, pemberian Kortikosteroid
untuk merangsang meturasi paru (betamethasone 12 mg, IV, 2x
selang 24jam ), melakukan VT selama observasi tidak dilakukan,
kecuali ada his/inpartu, Bila suhu rektal meningkat >37,6°C
segera terminasi, Bila 2x24 jam cairan tidak keluar, USG:
bagaimana jumlah air ketuban : Bila jumlah air ketuban cukup,
kehamilan dilanjutkan, perawatan ruangan sampai dengan 5 hari,
Bila jumlah air ketuban minimal segera terminasi. Bila 2x24 jam
cairan ketuban masih tetap keluar segera terminasi, Bila
konservatif sebelum pulang penderita diberi nasehat seperti segera
kembali ke RS bila ada tanda-tanda demam atau keluar cairan lagi.
(Ababi, 2008)

B. Oligohidramnion

1. Pengertian

Oligohidramnion adalah air ketuban kurang dari 500 cc.

Oligohidramnion kurang baik untuk pertumbuhan janin karena

pertumbuhan dapat terganggu oleh perlekatan antara janin dan


amnion atau karena janin mengalami tekanan dinding rahim

(Sastrawinata, dkk, 2004:40).

Jika produksinya semakin berkurang, disebabkan beberapa hal

diantaranya: insufisiensi plasenta, kehamilan post term, gangguan

organ perkemihan-ginjal, janin terlalau banyak minum sehingga

dapat menimbulkan makin berkurangnya jumlah air ketuban

intrauteri “oligohidramnion” dengan kriteria :

a. Jumlah kurang dari 500 cc


b. Kental
c. Bercampur mekonium mekonium(Manuabadkk, 2007:500)

2. Etiologi

Penyebab pasti terjadinya oligohidramnion masih belum

diketahui. Beberapa keadaan berhubungan dengan oligohidramnion

hampir selalu berhubungan dengan obsrtuksi saluran traktus

urinarius janin atau renal agenesis (Khumaira, 2012:188).

Oligohidramnion harus dicurigai jika tinggi fundus uteri lebih

rendah secara bermakna dibandingan yang diharapkan pada usia

gestasi tersebut. Penyebab oligohidramnion adalah absorpsi atau

kehilangan cairan yang meningkat ketuban pecah dini menyebabkan

50 % kasus oligohidramnion, penurunan produksi cairan amnion

yakni kelainan ginjal kongenital akan menurunkan keluaran ginjal

janin obstruksi pintu keluar kandung kemih atau uretra akan

menurunkan keluaran urin dengan cara sama (Rukiyah dan Yulianti,


2010:232). Sebab oligohidramnion secara primer karena

pertumbuhan amnion yang kurang baik, sedangkan secara sekunder

yaitu ketuban pecah dini (Marmi, ddk, 2011:111)

3. Patofisiologis

Pecahnya membran adalah penyebab paling umum dari


oligohidramnion. Namun, tidak adanya produksi urine janin atau
penyumbatan pada saluran kemih janin dapat juga menyebabkan
oligohidramnion. Janin yang menelan cairan amnion, yang terjadi secara
fisiologis, juga mengurangi jumlah cairan.

Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan oligohidramnion adalah


kelainan kongenital, Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), ketuban
pecah, kehamilan postterm, insufiensi plasenta dan obat-obatan (misalnya
dari golongan antiprostaglandin). Kelainan kongenital yang paling sering
menimbulkan oligohidramnion adalah kelainan sistem saluran kemih dan
kelainan kromosom (Prawirohardjo, 2010:155).

Pada insufisiensi plasenta oleh sebab apapun akan menyebabkan


hipoksia janin. Hipoksia janin yang berlangsung kronik akan memicu
mekanisme redistribusi darah. Salah satu dampaknya adalah terjadi
penurunan aliran darah ke ginjal, produksi urin berkurang dan terjadi
oligohidramnion (Prawirohardjo, 2010:269).

4. Komplikasi oligohidramnion

Menurut Manuaba, dkk. (2007:500) Komplikasi oligohidramnion


dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Dari sudut maternal

Komplikasi oligohidramnion pada maternal tidak ada kecuali


akibat persalinannya oleh karena:

1) Sebagian persalinannya dilakukannya dengan induksi


2) Persalinan dilakukan dengan tindakan secsio sesaria

Dengan demikian komplikasi maternal adalah trias komplikasi


persalinan dengan tindakan perdarahan, infeksi, dan perlukaan jalan lahir.

b. Komplikasi terhadap janinya

c. Oligohidramnionnya menyebabkan tekanan langsung terhadapat


janinnya:

1) Deformitas janin adalah: Leher terlalu menekuk-miring,


Bentuk tulang kepala janin tidak bulat , Deformitas ekstermitas ,
Talipes kaki terpelintir keluar

2) Kompresi tali pusat langsung sehingga dapat menimbulkan fetal


distress

3) Fetal distress menyebabkan makin terangsangnya nervus vagus


dengan dikeluarkannya mekonium semakin mengentalkan air
ketuban

4) Oligohidramnion makin menekan dada sehingga saat lahir


terjadi kesulitan bernapas karena paru-paru mengalami
hipoplasia sampai atelektase paru

5) Sirkulus yang sulit diatasinya ini akhirnya menyebabkan


kematian janin intrauterin

d. Amniotic band

Karena sedikitnya air ketuban, dapat menyebabkan terjadinya


hubungan langsung antara membran dengan janin sehingga dapat
menimbulkan gangguan tumbuh kembang janin intrauterin. Dapat
dijumpai ektermitas terputus oleh karena hubungan atau ikatan
dengan membrannya.

5. Diagnosis oligohidramnion
Untuk mengetahui oligohidramnion dengan jelas dapat dilakukan
tindakan “Amnioskopi” dengan alat khusus amnioskop.

Indikasi amnioskopi adalah:

a. Usia kehamilan sudah diatas 37 minggu

b. Terdapat preeklamsia-berat atau eklampsia

c. Bad Obstetrics History

d. Terdapat kemungkinan IUGR

e. Kelainan ginjal

f. Kehamilan post date

Hasil yang diharapkan adalah:

a. Kekeruhan air ketuban

b. Pewarnaan dengan mekonium

Komplikasi tindakan amnioskopi adalah:

a. Terjadi persalinan prematur

b. Ketuban pecah-menimbulkan persalinan prematur

c. Terjadi perdarahan-perlukaan kanalis servikalis

d. Terjadi infeksi asendens

Tehnik diagnosis oligohidramnion dapat mempergunakan


Ultrasonografi yang dapat menentukan:

a. Amniotic Fluid Index (AFI) kurang dari 5 cm


b. AFI kurang dari 3 cm disebut Moderate Oligohidramnion

c. AFI kurang dari 2-1 cm disebut Severe Oligohidramnion


(Manuaba, dkk, 2007:501)

6. Gambaran klinis

Pada ibu yang mengalami oligohidramnion biasanya uterusnya akan


tampak lebih kecil dari usia kehamilan, ibu merasa nyeri di perut pada
setiap pergerakan anak, sering berakhir dengan partus prematurus, bunyi
jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih
jelas, persalinan lebih lama biasanya, sewaktu ada his akan sakit sekali,
bila ketuban pecah air ketubannya sedikit sekali bahkan tidak ada yang
keluar dan dari hasil USG jumlah air ketuban kurang dari 500 ml
(Rukiyah dan Yulianti, 2010:232-233).

7. Prognosis

Prognosis oligohidramnion tidak baik terutama untuk janin. Bila


terjadi kehamilan muda akan mengakibatkan gangguan bagi
pertumbuhan janin, bahkan bisa terjadi foetus papyreceous, yaitu picak
seperti kertas karena tekanan-tekanan. Bila terjadi pada kehamilan lanjut
akan terjadi cacat bawaan, cacat karena tekanan atau kulit menjadi tebal
dan kering. Selain itu, dapat mengakibatkan kelainan musculoskeletal
(Sistem otot) (Khumaira, 2012:189).

Oligohidramnion yang berkaitan dengan PPROM pada janin kurang


dari 24 minggu dapat mengakibatkan terjadinya hipoplasia paru-paru.
Ada tiga kemungkinan yang akan terjadi, yaitu:

a. Kompresi toraks, mengakibatkan pengembangan dinding dada dan


paru-paru terhambat

b. Terbatasnya pernapasan janin menurunkan pengembangan paru-paru


c. Terganggunya produksi serta aliran cairan paru-paru berakibat pada
pertumbuhan dan perkembangan paru-paru. (Khumaira, 2012:189).

8. Diagnosa banding

Menurut Sastrawinata dkk, (2005:41) diagnosa pada ibu yang


mengalami oligohidramnion yaitu Ketuban pecah sebelum waktunya.

9. Penatalaksanaan

Penanganan oligohidramnion bergantung pada situasi klinik dan


dilakukan pada fasilitas kesehatan yang lebih lengkap mengingat
prognosis janin yang tidak baik. Kompresi tali pusat selama proses
persalinan biasa terjadi pada oligohidramnion, oleh karena itu persalinan
dengan sectio caesarea merupakan pilihan terbaik pada kasus
oligohidramnion (Khumaira, 2012:189).

Menurut Rukiyah dan Yulianti (2010:233) Penatalaksanaan pada ibu


dengan oligohidramnion yaitu :

a. Tirah baring

b. Hidrasi dengan kecukupan cairan

c. Perbaikan nutrisi

d. Pemantauan kesejahteraan janin (hitung pergerakan janin)

e. Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion

C. Polihidramnion atau Hidramnion

1. Pengertian

Polihidramnion adalah penumpukan air ketuban yang berlebihan


selama masa kehamilan. Kondisi abnormal ini membutuhkan
pemantauan secara rutin dari dokter agar terhindari dari kemungkinan
komplikasi. Hidramnion adalah Suatu keadaan dimana jumlah air
ketuban jauh lebih banyak dari normal, biasanya lebih dari 2 liter
(Amriewibowo, 2010).

Hidramnion adalah suatu jumlah cairan amnion yang berlebihan


(lebih dari 2000 ml). Normal volume cairan amnion meningkat secara
bertahap selama kehamilan dan mencapai puncaknya kira-kira 1000 ml
antara 34 sampai 36 minggu (Admin, 2011).

Air ketuban merupakan cairan yang mengelilingi janin selama


berada di dalam kandungan. Fungsi air ketuban sangatlah penting dalam
menjaga maupun membantu perkembangan janin. Beberapa fungsi di
antaranya adalah:

a. Membantu pembentukan paru-paru.

b. Memungkinkan janin untuk bergerak bebas sehingga membantu


pertumbuhan otot serta tulang.

c. Menjaga agar suhu dalam kandungan tetap stabil.

d. Melindungi janin dari infeksi.

e. Meredam getaran yang berasal dari luar kandungan.

Pada kondisi normal, kadar air ketuban akan meningkat dan


mencapai kuantitas maksimal di minggu ke-34 hingga 36 kehamilan. Air
ketuban kemudian akan perlahan-lahan berkurang seiring mendekatnya
tanggal kelahiran.

2. Klasifikasi

a. Hidramnion kronis
Pertambahan air ketuban terjadi secara perlahan-lahan dalam
beberapa minggu atau bulan,dan biasanya terjadi pada kehamilan
lanjut.

b. Hidramnion Akut

Terjadi pertambahan air ketuban yang sangat tiba-tiba dan cepat


dalam waktu beberapa hari saja. Biasanya terjadi pada kehamilan
muda pada bulan ke-4 atau ke-5 (Amriewibowo, 2010).

3. Etiologi

Etiologi hidramnion belum jelas. Secara teori hidramnion bisa terjadi


karena:

a. Produksi air ketuban bertambah

Diduga menghasilkan air ketuban ialah epitel amnion, tetapi air


ketuban juga bertambah karena cairan lain masuk ke dalam ruangan
amnion, misalnya air kencing anak atau cairan otak pada anensefal.

b. Pengaliran air ketuban terganggu

c. Air ketuban yang telah dibuat dilahirkan dan diganti dengan yang baru.
Salah satu jalan pengaliran ialah ditelan oleh janin, diabsorpsi oleh usus
dan dialirkan ke plasenta, akhirnya masuk ke peredaran darah ibu. Jalan
ini kurang terbuka kalau anak tidak menelan, seperti pada atresia
esophagus, anensefal, atau tumor-tumor plasenta.

d. Pada anensefal dan spina bifida diduga bahwa hydramnion terjadi


karena transudasi cairan dari selaput otak dan selaput sumsum belakang.
Selain daripada itu anak anensefal tidak menelan dan pertukaran air
terganggu karena pusatnya kurang sempurna hingga anak kencing
berlebihan. Pada atresia oesophagei hydramnion terjadi karena anak
tidak menelan.Pada gemelli mungkin disebabkan karena salahsatu
janin pada kehamilan satu telur jantungnya lebih kuat dan karena itu
juga menghasilkan banyak air kencing. Mungkin juga karena luasnya
amnion lebih besar pada kehamilan kembar.

e. Risiko Komplikasi Polihidramnion

Setiap kehamilan pasti memiliki risiko komplikasi masing-masing.


Namun, ada sejumlah risiko komplikasi yang akan meningkat apabila
Anda mengalami polihidramnion. Beberapa komplikasi yang bisa
terjadi termasuk:

1) Kelahiran prematur.

2) Posisi bayi yang sungsang.

3) Tali pusar yang keluar mendahului bayi saat persalinan.

4) Perdarahan yang parah pasca-melahirkan.

5) Plasenta yang terlepas dari dinding rahim sebelum persalinan


karena ukuran rahim yang menyusut secara drastis seiring
berkurangnya air ketuban.

6) Infeksi saluran kemih pada sang ibu akibat peningkatan tekanan


pada saluran kemih.

7) Hipertensi selama kehamilan.

8) Bayi terlahir dalam keadaan mati (stillbirth).

4. Patofisiologi

a. Hidramnion kronis

Banyak dijumpai pertambahan air ketuban bertambah secara


perlahan-lahan dalam beberapa minggu atau bulan, dan biasanya
terjadi pada kehamilan yang lanjut.

b. Hidramnion akut
Terjadi penambahan air ketuban yang sangat tiba-tiba dan cepat
dalam waktu beberapa hari saja. Biasanya terdapat pada kehamilan
yang agak muda, bulan ke-5 dan ke-6. komposisi dari air ketuban
pada hidramnion, menurut penyelidikan, serupa saja dengan air
ketuban yang normal.

5. Frekuensi

Hidramnion kronis (0,5-1%). Kelaianan kongenital (17,7 – 29%).


Hidramnion sering kita dapati bersamaan dengan :

a. Gemelli
b. Hidrops fetalis
c. Diabetes mellitus
d. Toksemia gravidarum

6. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala polihidramnion adalah sebagai berikut :


a. Pembesaran uterus, lingkar abdomen dan tinggi fundus uteri jauh
melebihi ukuran yang diperirakan untuk usia kehamilan
b. Dinding uterus tegang sehingga pada auskultasi bunyi detak
jantung janin sulit atau tidak terdengar dan pada palpasi bagian
kecil dan besar tubuh janin sulit ditentukan.
c. Ada thrill pada cairan uterus
d. Masalah-masalah mekanis. Apabila polihidramnion berat, akan
timbul dispnea, edema pada vulva dan ekstremitas bawah; nyeri
tekan pada punggung, abdomen dan paha; nyeri ulu hati, mual dan
muntah
e. Letak janin sering berubah (letak janin tidak stabil) (Helen Varney,
2006: 634).

7. Prognosis
a. Pada janin, prognosanya agak buruk (mortalitas kurang lebih 50%)
terutama karena (Taufan Nugroho, 2010: 7-8):
1)Congenital anomaly
2)Prematuritas
3)Komplikasi karena kesalahan letak anak, yaitu pada letak lintang
atau tali pusat menumbung
4)Eritroblastosis
5)Diabetes mellitus
6)Solution placenta jika ketuban pecah tiba-tiba
b. Pada ibu :
1)Solution placenta
2)Atonia uteri
3)Perdarahan post partum
4)Retention placenta
5)Syok
Kesalahan-kesalahan letak janin menyebabkan partus jadi lama
dan sukar.

8. Diagnosis

Gambaran klinis utama pada hidramnion adalah pembesaran


uterus disertai kesulitan dalam meraba bagian-bagian kecil janin dan
dalam mendengar denyut jantung janin.Pada kasus berat, dinding
uterus dapat sedemikain tegang sehingga bagian – bagian janin tidak
mungkin diraba.

Perbedaan antara hidramnion, asites atau kista ovarium yang


biasanya mudah dilakukan dengan evaluasi ultrasonografi. Cairan
amnion dalam jumlah besar hampir selalu mudah diketahui sebagai
ruang bebas-echo yang sangat besar di antara janin dan dinding uterus
atau plasenta, kadang-kadang mungkin dijumpai kelainan, atau
anomaly saluran cerna.
a. Anamnesis
1) Ibu merasa perut lebih besar dan terasa lebih berat dari biasa
2) Ibu merasa nyeri perut karena tegangnya uterus, mual dan
muntah
3) Ibu merasa oedema pada tungkai, vulva dan dinding perut
4) Pada proses akut Ibu merasa, sesak (Amriewibowo, 2010).
b. Inspeksi
1) Kelihatan perut sangat buncit dan tegang, kulit perut berkilat,
retak-retak kulit jelas dan kadang-kadang umbilicus mendatar
2) Jika akut, ibu akan terlihat sesak dan sianosis serta terlihat payah
membawa kandungannya (Amriewibowo, 2010).
c. Palpasi
1) Perut tegang dan nyeri tekan serta terjadi oedema pada dinding
perut, vulva dan tungkai
2) Fundus uteri lebih tinggi dari umur sesungguhnya
3) Bagian janin sukar dikenal
4) Kalau pada letak kepala, kepala janin dapat diraba
maka balotement jelas sekali
5) Karena bebasnya janin bergerak dan tidak terfiksir maka dapat
terjadi kesalahan-kesalahan letak janin (Manuaba, 2007;
Amriewibowo, 2010).
d. Auskultasi
DJJ sukar didengar dan jika terdengar hanya sekali
e. Rontgen foto abdomen
1) Nampak bayangan terselubung kabut, karena banyaknya cairan
kadang bayangan janin tidak jelas
2) Foto rongtgen pada hidramnion berguna untuk disgnostik dan
untuk menentukan etiologi (Amriewibowo, 2010).
f. Pemeriksaan dalam
Selaput ketuban teraba tegang dan menonjol walaupun diluar his
(Amriewibowo, 2010).

9. Penatalaksanaan
Dilakukan pemeriksaan ultrasonografi secara teliti antara lain
untuk melihat penyebab dari keadaan tersebut.
Dilakukan pemeriksaan OGTT untuk menyingkirkan
kemungkinan diabetes gestasional. Bila etiologi tidak jelas, pemberian
indomethacin dapat memberi manfaat bagi 50% kasus. Pemeriksaan
USG janin dilihat secara seksama untuk melihat adanya kelainan ginjal
janin. Meskipun sangat jarang, kehamilan monokorionik yang
mengalami komplikasi sindroma twin tranfusin, terjadi polihidramnion
pada kantung resipien dan harus dilakukan amniosentesis berulang
untuk mempertahankan kehamilan.
10. Terapi

Terapi hidramnion dibagi dalam tiga fase (Taufan Nugroho,


2010: 8-9):
a. Waktu hamil (di BKIA)
1) Hidramnion ringan jarang diberi terapi klinis, cukup diobservasi
dan berikan terapi simptomatis.
2) Pada hidramnion yang berat dengan keluhan-keluhan, harus
dirawat di rumah sakit untuk istirahat sempurna.
3) Berikan diet garam
4) Obat-obatan yang dipakai adalah sedative dan obat dieresi
5) Bila sesak hebat sekali disertai sianosis dan perut tegang,
lakukan fungsi abdominal pada bawah umbilicus. Dalam satu
hari dikeluarkan 500 cc perjam sampai keluhan berkurang
6) Jika cairan dikeluarkan dikhawatirkan terjadi his dan solution
placenta, apalagi bila anak belum viable.
7) Komplikasi Fungsi dapat berupa :
a) Timbul his
b)Trauma pada janin
c) Terkenanya rongga-rongga dalam perut oleh tusukan
d)Infeksi serta syok, bila sewaktu melakukan aspirasi keluar
darah, umpamanya janin mengenai plasenta, maka fungsi
harus dihentikan.
b. Waktu partus
1) Bila tidak ada hal-hal yang mendesak, maka sikap kita menunggu
2) Bila keluhan hebat, seperti sesak dan sianosis maka lakukan
pungsi transvaginal melalui serviks bila sudah ada pembukaan.
Dengan memakai jarum pungsi tusuklah ketuban pada beberapa
tempat, lalu air ketuban akan keluar pelan-pelan.
3) Bila sewaktu pemeriksaan dalam, ketuban tiba-tiba pecah, maka
untuk menghalangi air ketuban mengalir keluar dengan deras,
masukkan tinju ke dalam vagina sebagai tampon beberapa lama
supaya air ketuban keluar pelan-pelan. Maksud semua ini adalah
supaya tidak terjadi solution placenta, syok karena tiba-tiba perut
menjadi kosong atau perdarahan post partum karena atonia uteri.
c. Post partum
1)Harus hati-hati akan terjadinya perdarahan post partum, jadi
sebaiknya lakukan pemeriksaan golongan dan transfuse darah
serta sediakan obat uterotronika.
2)Untuk berjaga-jaga pasanglah infuse untuk pertolongan
perdarahan post partum
3)Jika perdarahan banyak, dan keadaan ibu setelah partus lemah,
maka untuk menghindari infeksi berikan antibiotika yang cukup

11. Pengobatan

a. Bentuk kronis : obati penyebab yang mendasarinya (misalnya,


diabetes).
b. Bentuk akut : umumnya membutuhkan persalinan dengan drainase
lambat selama 6-8 jam untuk menghindari solusio plasenta
beresiko menginduksi kontraksi. Jika pecah kantong amnion
terjadi didaerah serviks, hati-hati terjadi prolapsus tali pusat.
c. Bentuk idiopatik : indometasin 3 mg/ kg perhari (Thomas Rabe,
2002: 150).

Anda mungkin juga menyukai