Anda di halaman 1dari 28

TINJAUAN KASUS

BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA

OLEH:

Kelompok 1
Keperawatan A
Fitri Ramadhan
Andi Riska Roswati
Almasari Kanita
Resky Auliyah Insani B
Aldy Renaldi
Muhammad Rusli
Nurfadilah
Mulyana Anwar
Herdianti Rahayu

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang
bermakna pada populasi pria lanjut usia. Gejalanya merupakan keluhan
yang umum dalam bidang bedah urologi.
Hiperplasia prostat merupakan salah satu masalah kesehatan utama
bagi pria diatas usia 50 tahun dan berperan dalam penurunan kualitas
hidup seseorang. Suatu penelitian menyebutkan bahwa sepertiga dari pria
berusia antara 50 da 79 tahun mengalami hiperplasia prostat.
Adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi
saluran kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan
berbagai cara mulai dari tindakan yang paling rigan yaitu secara
konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat adalah
operasi.
Saat ini terdapat pilihan tindakan non operatif seiring dengan
kemajuan teknologi dibidang urologi, sehingga merupakan suatu pilihan
alternatif untuk penderita muda, kegiatan seksual aktif, gangguan obstruksi
ringan, high risk operasi dan pada penderita yang menolak operasi.
B. Rumusan Masalah
Dalam pembahasan kali ini, rumusan masalah yang kami angkat yaitu:
1. Apakah faktor yang menyebakan terjadinya manifestasi klinis pada
BPH?
2. Bagaimana proses pengkajian dalam menentukan diagnosa pada pasien
dengan BPH?
3. Apakah intervensi yang relevan diberikan pada pasien dengan BPH?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk menganalisis faktor yang menyebakan terjadinya manifestasi
klinis pada BPH

2
2. Untuk mengetahui proses pengkajian dalam menetukan diagnosa pada
pasien dengan BPH
3. Untuk mengetahui intervensi yang relevan diberikan pada pasien
dengan BPH

3
BAB II

KONSEP MEDIS

A. Defenisi
Hiperplasia prostat benigna adalah suatu keadaan dimana kelenjar
prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung
kemih dan menyumbat aliran urine dengan menutupi orifisum uretra.
(Muttaqin, 2012)

Bph (Benigna Prostat Hyperplasia) merupakan suatu kondisi yang


sering terjadi sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormon
prostat.(Nurarif,2015)

BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) merupakan suatu penyakit


dimana terjadi pembesaran dari kelenjar prostat akibat hyperplasia jinak
dari sel-sel yang biasa terjadi pada laki-laki berusia lanjut. kelainan ini
ditentukan pada usia 40 tahun dan frekuensinya makin bertambah sesuai
dengan penambahan usia, sehingga pada usia di atas 80 tahun kira-kira
80% dari laki-laki yang menderita kelaininan ini. Menurut beberapa
referensi di Indonesia, sekitar 90% laki-laki yang berusia 40 tahun ke atas
mengalami gangguan berupa pembesaran kelenjar prostat (Aprina. 2017)

B. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab
terjadinya hyperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan
bahwa hyperplasia prostate erat kaitannya dengan peningkatan kadar
dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua). Beberapa
hipotesis yang di duga sebagai penyebab timbulnya hyperplasia prostat
adalah teori dihidrotestosteron, adanya ketidakseimbangan antara estrogen
dan testosterone, interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat,
berkurangnya kematian sel (apoptosis) dan teori stem sel. ). (Basuki, 2014)
a. Teori dihidrotestosteron

4
Dihidrotestosteron (DTH) adalah metabolit androgen yang sangat
penting pada pertumbuhan sel kelenjar prostat.DHT dihasilkan dari
rekasi perubahan testosterone di dalam sel prostat oleh enzim 5 alfa-
reduktase dengan bantuan koenzim NADPH.DHT yang telah terbentuk
berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-
RA Pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor
yang menstilmulasi pertumbuhan sel prostat. (Basuki, 2014)
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada
hyperplasia prostat benigna tidak jauh berbeda dengan kadarnya prostat
normal, hanya saja pada hyperplasia prostat benigna aktivitas enzim
5alfa-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH.
Hal ini menyebabkan sel prostat pada BPH lebih sensitif terhadap DHT
sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat
normal. (Basuki, 2014)
b. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun
sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara
estrogen : testosterone relative meningkat. Telah diketahui bahwa
estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferase sel-sel
kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat
terhadap rangsangan hormone androgen, meningkatkan jumlah reseptor
androgen dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis).
Hasila akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan
terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosterone menurun,
tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih
panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar. (Basuki, 2014)
c. Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa deferensiasi dan pertumbuhan
sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma
melalui suatu mediator (growth factor) tertentu.Setelah sel-sel stroma
mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma

5
mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel
stroma itu sendiri secara intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi
sel-sel epitel secara parakrin.Stimulasi itu menyebabkan terjadinya
proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma. (Basuki, 2014)
d. Berkurangnya kematian sel prostat
Program kematian sel (apopstosis) pada sel prostat adalah
mekanisme fisiologik untuk mempertahankan homeostasis kelenjar
prostat. Pada apoptosis retjadi kondensasi dan fragmentasi sel
selanjutnya sel-sel mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel
di sekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.
Pada jaringan normal terdapat kesimbangan antara laju proliferasi
sel dengan kematian sel. Pada saat terjad I pertumbuhan prostat sampai
pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan
yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel yang
mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara
keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan
massa prostat.
Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti faktor-
faktor yang menghambat proses apoptosis. Diduga hormone androgen
berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah
dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar
prostat. Estrogen diduga mempu memperpanjang usia sel- sel prostat,
sedangkan faktor pertumbuhan TGFβ berperan dalam proses apoptosis.
(Basuki, 2014)
e. Teori sel stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu
dibentuk sel-sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu stem sel,
yaitu sel yang mempunya kemampuan berproliferasi sangat ekstensif.
Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormone
androgen, sehingga jika hormone ini kadarnya menurun seperti yang
terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya

6
proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya
aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma
maupun sel epitel. (Basuki, 2014)
C. Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra
prostatika dan menghambat aliran urin. Keadaan ini meyebabkan
peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-
buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahan itu. Kontraksi yang
terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomic buli-buli berupa
hipertrofi otot destrusor, trabekulasi. Terbentuknya selula, sakula, dan
divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut oleh pasien
dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower
urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala
prostatismus.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-
buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara
ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter
atau terjadi refluks vesikoureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan
mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan akhirnya dapat jatuh ke
dalam gagal ginjal.
Obstruksi yang diakibatkan oleh hyperplasia prostat benigna tidak
hanya disebabkan oleh adanya massa prosstat yang membuat uretra
posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada
stroma prostat, kapsul prostat dan otot polos pada leher buli-buli. Otot
polo situ dipersarafi oleh serabut parasimpatis yang berasal dari nervus
pudendus.
Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap
epitel. Kalau ada prostat normal rasio stroma disbanding dengan epitel
adalah 2:1, pada BPH, rasionya meningkat menjadi 4:1hal ini
meneyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot polos prostat
dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang

7
menyebabkan obstruksi komponen statik sedangkan tonus otot polos yang
merupakan komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat.
(Basuki, 2014)
D. Manifestasi klinis
Pasien BPH dapat menunjukkan berbagai macam tanda dan gejala.
Gejala bph berganti-ganti dari waktu ke waktu dan mungkin dapat
semakin parah, menjadi stabil atau semakin buruk secara spontan.Berbagai
tanda dan gejala dapat dibagi dalam dua kategori : obstruktif (terjadi
ketika faktor dinamika atau faktor static mengurangi pengosongan
kandung kemih) dan iritatif (hasil dari obstruktif yang sudah berjalan lama
pada leher kandung kemih) .(Nurarif,2015)
Kompleks gejala obstruksi dan iritatif mencakup peningkatan
frekuensi berkemih, nokturia, dorongan ingin berkemih, anyang-anyangan,
abdomen tegang, volume urin menurun dan harus mengejan saat
berkemih, aliran urin tidak lancer, dribbling (urin menetes terus menerus
setelah berkemih), rasa seperti kandung kemih tidak kosong dengan baik,
retensi urin akut (bila lebih dari 60 ml urin tetap berada dalam kandung
kemih setelah berkemih), dan kekambuhan infeksi saluran kemih. Pada
akhirnya, dapat terjadi azotemia (akumulasi produk sampah nitrogen) dan
gagal ginjal dengan retensi urin kronis dan volume residu yang
besar.Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan,
anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.
(Smeltzer, 2001)
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses
infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urin
berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan
sekaligus menetukan sensitifitas kuman terhadap beberapa
antimikroba yang diujikan.(Basuki, 2014)

8
Faal ginjal diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit
yang mengenai saluran kemih bagian atas, sedangkan gula darah
dimaksudkan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit diabetes
mellitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli
(buli-buli neurogonik). Jika dicurigai adanya keganasan prostat perlu
diperiksa kadar penanda tumor prostat specific antigen (PSA).(Basuki,
2014)
2. Pencitraan
Foto polo sprit berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran
kemih, adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat
menunjukkan bayangan buli-buli yang pebuh terii urine yang
merupkan tanda dari suatu retensi urine. Pemeriksaan IVU dapat
menerangkan kemungkinan adanya : kelainan pada ginjal maupun
ureter berupa hidroureter atau hidronefrotsis, emperkirakan besarnya
kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya indentasi prostat, yaitu
gambaran sitogram tida terisi kontras atau ureter disebelah distal yang
terjadi pada buli-buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel, atau sakulasi
buli-buli. Pemeriksaan IVU ini sekarang tidak direkomendasikan pada
BPH.(Basuki, 2014)
Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan melalui trans abdominal
(trans abdominal ultrasonografi / TAUS) dan trans rectal (trans uretral
ultrasonography/TRUS). Dari TAUS diharapkan mendapat informasi
mengenai perkiraan volume (besar) prostat, panjang protrusi prostat
ke buli-buli atau intra pristatic protrusion (IPP), mungkin didapatkan
kelainan pada buli-buli 9massa, batu, atau bekuan darah), menghitung
sisa (residu) urine pasca miksi.Atau hidronefrosis atau kerusakan
ginjal akibat obstruksi prostat. Pada pemeriksaan TRUS dicari
kemungkinan adanya focus keganasan prostat berupa area hipoekoik
dan kemudian sebagai penunjuk (guidance) dalam melakukan biopsy
prostat.(Basuki, 2014)

9
3. Pemeriksaan lain
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan
cara mengukur residual urine yang merupakan jumlah sisa urine
setelah miksi. Sisa urine ini dapat dihitung dengan cara melakukan
kateterisasi setelah miksi. Cara itu sekarang banyak ditinggalkan
karena menimbulkan nyeri dan cedera uretra atau infeksi. Saat ini
residual urine diukur dengan pemeriksaan ultrasonografi atau bladder
scan setelah miksi.(Basuki, 2014)
Pancaran urine atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu
dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi
berlangsung (ml/detik0 atau dengan alat uroflometri yang menyajikan
gambaran grafik pancaran urine. Pemeriksaan yang lebih teliti adalah
dengan pemeriksaan urodinamika yang sekaligus dapat menilai
tekanan otot destrusor meupun komponen otot lain yang berperan
pada proses miksi. (Basuki, 2014)
Dari uroflometri dapat diketahui lama proses miksi, laju pancaran,
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimum, rerata
pancaran, pancaran maksimum dan volume urineyang dikemihkan.
(Basuki, 2014)
F. Penatalaksanaan
Tidak semua pasien hyperplasia prostat perlu menjalani tindakan
medic.Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh
sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat dan
konsultasi saja. Namun diantara mereka akhirnya ada yang membutuhkan
terapi medikamentosa atau tindakan medic yang lain karena keluhannya
semakin parah.
Tujuan terapi pada pasien hyperplasia prostat adalah memperbaiki
keluhan miksi, eningkatkan kualitas hidup, mengurangi obstruksi
infravasike, mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal,
mengurangi volume residu urine setelah miksi dan mencegah progresifitas

10
penyaakit. Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan,
atau tindakan endurologi yang kurang invasif.(Basuki, 2014)
1. Watchful waiting
2. Medikamentosa
3. Penghambat reseptor adrenergic-α
4. Penghambat 5 α-reduktase
5. Fitofarmaka
6. Operasi
7. TURP (Reseksi Prostat Trauretra). (Basuki, 2014)
Salah satu tindakan dilakukan dalam penanganan BPH adalah
dengan melakukan pembedahan terbuka atau bisa disebut open
prostatectomi, tindakan dilakukan dengan cara melakukan sayatan pada
perut bagian bawah sampai simpai prostat tanpa membuka kandung kemih
kemudian dilakukan pengangkatan prostat yang mengalami pembesaran
(Samsuhidajat, 2010)

Menurut peneliti pasien yang telah menjalani operasi BPH akan


merasakan nyeri hal ini dikarenakan tindakan yang dilakukan adalah
mengiris kelenjar prostat selapis demi selapis sehingga menyebabkan nyeri
yang dirasakan pasien post operasi. Penanganan nyeri dapat menggunakan
terapi non farmologi sebagai pendamping terapi farmakologi, salah
satunya adalah terapi relaksasi progresif yang dapat menurunkan intensitas
nyeri pada pasien post operasi BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) hal ini
dikarenakan klien dapat merelaksasikan otototot selama latihan. Saat klien
mencapai relaksasi penuh, maka persepsi nyeri berkurang dan rasa cemas
terhadap pengalaman nyeri menjadi minimal selain itu terapi relaksasi
progresif dapat menimbulkan efek rileks pada pasien sehingga rasa tidak
nyaman akibat nyeri post operasi menjadi berkurang dikarena efek rileks
tersebut. (Aprina. 2017)

11
BAB III
KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN
A. Kasus
Seorang laki-laki usia 68 tahun dirawat di ruang interna dengan keluhan
nyeri saat buang air kecil. Hasil pengkajian didapatkan pasien mengatakan
buang air kecil tidak lancar, ditemukan darah dalam urine, merasa tidak puas
setelah berkemih, selalu ingin berkemih terutama pada malam hari, susah
tidur, skala nyeri 5. TD: 120/80 mmHg, frekuensi nadi: 88 x/menit, frekuensi
pernapasan: 20 x/menit, suhu: 37,4oC.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. B
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 68 tahun
Suku/bangsa : Bugis
Agama : Islam
Alamat : Jl.talasalapang 1 makassar
Tanggal waktu datang : 24 maret 2018
Tanggal Pengkajian : 25 maret 2018
Diagnosa Medis : BPH
b. Penanggung jawab
Nama : Ny.M
USia : 64 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Bugis
Hubungan dengan pasien : istri klien
2) Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama : nyeri
2) Riwayat kesehatan sekarang : klien datang ke rumah sakit dengan
keluhannyeri saat buang air kecil. Hasil pengkajian didapatkan pasien

12
mengatakan buang air kecil tidak lancar, ditemukan darah dalam urine,
merasa tidak puas setelah berkemih, selalu ingin berkemih terutama
pada malam hari, susah tidur, skala nyeri 5.
3) Riwayat kesehatan dahulu : klien mengatakan sebelumnya tidak pernah
mengalami penyakit yang seperti ini.
4) Riwayat kesehatan keluarga: klien mengatakan di dalam keluarganya
tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan klien.
3) Riwayat keadaan psikososial dan spritual
1. Pola konsep diri
Ideal diri : Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan berkumpul
dengan keluarganya.
Harga diri : Klien merasa pasrah dengan penyakitnya.
Gambaran diri : Kien mengatakan penyakit yang di deritanya ialah
cobaan dari allah swt.
Pola koping : Klien tampak lemas, gelisah dan pasrah terhadap
penyakitnya.
Pola interaksi : Selama interaksi klien menunjukkan sikap koopreatif
dan berperilaku baik terhadap perawat.
Pola kognitif : Klien tidak memahami penyakitnnya dan sering
bertanya tentang penyakitnya.
2. Riwayat spritual
Ketaatan klien beribadah : Sebelum masuk RS klien rajin beribadah
dan setelah di rs kadang beribadah kadang tidak.
3. Pola istirahat tidur
Klien mengatakan susah tidur pada malam hari

4) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
Klien tampak lemah, kesadaran composmentis
b) Tanda-tanda vital
Nadi :88 x/i

13
Pernapasan :20 x/i
Suhu :37,4c
Tekanan darah : 120/80 mmhg
c) Pemeriksaan Head to too
1. System integumen
Inspeksi : Keadaan kulit kering, kulit tidak bersisik, dan tidak ada
lesi
Palpasi : Tidak teraba adanya nyeri tekan, tidak teraba adanya
massa/benjolan.
a. Kepala dan rambut
Inspeksi : Bentuk kepala branchiosepalus, warna rambut putih,
kotoran, tidak ada benjolan, penyebaran rambut merata, tidak
teraba lesi.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, dan tidak ada benjolan
b. Wajah
Inspeksi : Bentuk wajah oval, simetris kiri dan kanan, tidak ada
edema, wajah meringis pada saat dilakukan palpasi di bagian
abdomen, klien gelisah dan tegang.
Palpasi : Tidak teraba adanya nyeri tekan, tidak teraba adanya
massa atau benjolan.
c. Mata
Inspeksi : Mata kiri dan kanan simetris, gerak bola mata
normal, konjungtiva tidak anemis.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba adanya massa.
d. Telinga
Inspeksi : Bentuk telinga kiri dan kanan simetris, tidak ada
serumen, fungsi pendengaran baik, bersih
Palpasi : Tidak teraba adanya nyeri tekan, tidak teraba adanya
massa atau benjolan
e. Hidung

14
Inspeksi : Hidung simetris kiri dan kanan, tidak ada
peradangan, fungsi penciuman baik,
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada sinus
f. Mulut dan tenggorokan
Inspeksi : Warna lidah merah, tidak ada peradangan pada gusi,
terdapat banyak kurang gigi.
Palpasi : Tidak teraba adanya massa, tidak teraba nyeri tekan.
g. Leher
Inspeksi : Tidak ada pembengkakan pada vena jungularis, tidak
ada pembesaran kelenjar tiroid.
Palpasi : Tidak teraba nyeri tekan, teraba denyut nadi arteri
carotis.
h. Dada
Inspeksi : Bentuk dada simetri kiri dan kanan, tidak ada
pemebesaran pada dinding dada, tidak ada lesi, frekuensi
pernapasan teratur 20x/mnt.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba adanya benjolan.
Auskultasi : Tidak ada suara tambahan
Perkusi : Tidak terdengar adanya suara pekak.
i. Jantung
Inspeksi : Tidak ada pembesaran pada jantung, tidak ada lesi
Palpasi : Tidak teraba adanya nyeri tekan atau benjolan.
j. Pola eliminasi
Buang air kecil tidak lancar, ditemukan darah dalam urine,
merasa tidak puas setelah berkemih, dan adanya nyeri skala 5.

15
5) Klasifikasi Data
DS DO

- Klien mengatakan buang air kecil tidak - Klien meringis


lancar - Skala nyeri 5
- Klien mengatakan merasa tidak puas - Klien tegang
setelah berkemih. - Klien tampak lemah
- Klien mengatakan selalu ingin - Klien tampak cemas
berkemih terutama pada malam hari - Klien sering menanyakan tentang
- Klien mengatakan susah tidur penyakitnya
- Klien mengatakan pada saat BAK - Hematuri (+)
keluar darah campur urin
- Klien mengatakan nyeri pada saat BAK
- Klien dan keluarga menanyakan
penyakit yang diderita
- klien mengatakan sering BAK tetapi
dalam jumlah yang sedikit.

16
6) Analisa Data
No Data Etiologi Masalah

1. DS: Hiperplasia prostat Gangguan eliminasi urine b/d


sumbatan saluran
- Klien mengatakan
Otot destrutor menjadi pengeluaran kandung kemih
buang air kecil tidak
lelah dan mengalami
lancar
dekompensasi
- Klien mengatakan
merasa tidak puas
setelah berkemih. Tidak mampu
berkontraksi
- Klien mengatakan
pada saat BAK keluar
Spasme otot spingter
darah pada urin
- klien mengatakan
Nyeri saat miksi
sering BAK tetapi
dalam jumlah yang
Disfungsi saluran
sedikit
kemih
DO:
- Klien tegang
Gangguan eliminasi
- Klien tampak lemah urine
- Hematuari +

2. DS: Kurang informasi Kurang pengetahuan


- Klien dan keluarga tentang peyakit
menanyakan penyakit
yang diderita.
DO:
- Klien sering
menanyakan tentang

17
penyakitnya

3. DS: Hiperplasia prostat Nyeri akut berhubungan


- Klien mengatakan dengan spasme kandung
nyeri pada saat BAK Otot destrutor menjadi kemih
DO: lelah dan mengalami
- Klien meringis dekompensasi
- Skala nyeri 5

Tidak mampu
berkontraksi

Spasme otot spingter

Nyeri akut
4. DS : Gangguan pola istirahat tidur
Nyeri
- Klien mengatakan susah
tidur ↓

DO : Mengaktifasi RAS
- Klien tampak lelah ↓
- Kantung mata klien
Klien terjaga
menghitam

Klien sulit tidur

18
7) diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme kandung kemih
2. Gangguan eliminasi urine b/d sumbatan saluran pengeluaran kandung
kemih
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
4. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan nyeri

8) intervensi
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
keperawatan Kriteria hasil
Gangguan NOC NIC
eliminasi urin 1. Urinary 1. Lakukan penilaian kemih 1.Untuk
Definisi : elimination yang komprehensif mengetahaui
disfungsi pada 2. Urinary berfokus pada
frekuensi dan
eliminasi urin continuence inkontinensia (misalnya,
Batasan Criteria hasil : output urin, pola berkemih, apakah masih
karakteristik: 1. Kandung kemih fungsi kognitif, dan terjadi hematuria
 Disuria kosong secara masalah kencing pada saat
 Sering penuh praeksisten) berkemih.
berkemih 2. Tidak ada residu 2. Kaji keluaran urine dan 2. Retensi urine
 Inkontinensi urine > 100-200 sistem kateter. dapat terjadi
a cc
karena adanya
 Nokturia 3. Intake cairan
spasme kandung
 Retensi dalam rentang
normal kemih.
 Dorongan
Faktor yang 4. Bebas dari BPH 3. Dorong pasien untuk 3. Berkemih dengan
berhubungan : 5. Tidak ada berkemih bila terasa ada dorongan
spasme bladder dorongan.
 Obstruksi mencegah retensi
6. Balance dan urine
anatomic
cairan seimbang
 Penyebab 4. Berkemih dapat
4. Perhatikan waktu, jumlah
multiple berlanjut menjadi
berkemih, dan ukuran
 Gangguan masalah untuk
aliran.
sensori
beberapa waktu
motorik
infeksi karena edema
saluran uretra dan
kemih kehilangan tonus
5. Dorong pemasukan cairan
sesuai toleransi 5. Mempertahankan
hidrasi adekuat dan
perkusi ginjal
untuk aliran urine

19
6. Intruksikan pasien untuk 6.Membantu
latihan perienal, contoh meningkatkan
mengencangkan bokong, control kandung
menghentikan dan
kemih/sfikter/urine
memulai aliran urine
Kurangnya NOC NIC
Pengetahuan 1. Berikan penilaian tentang 1.Mengetahui
Batasan Kriteria Hasil: tingkat pengetahuan seberapa jauh
karakteristik :  Pasien dan pasien tentang proses pasien
 Perilaku keluarga penyakit yang spesifik mengetahui
hiperbola menyatakan 2. Gambarkan tanda dan penyakitnya
 Ketidakakur pemahaman gejala yang biasa muncul 2.Menghindari
atan tentang pada penyakit, dengan kecemasan
mengikuti penyakit, cara yang tepat 3.Klien dpat
perintah kondisi, 3. Gambarkan proses mengerti
 Ketidakakur prognosis dan penyakit, dengan cara sepenuhnya
atan program yang tepat tentang penyakit
melakukan pengobatan 4. Sediakan informasi pada yang dialaminya
tes  Pasien dan pasien 4. Pengetahuan yang
 Perilaku keluarga 5. Diskusikan pilihan terapi diharapkan dapat
tidak tepat mampu atau penanganan mengurangi
(mis, menjelaskan 6. Dukung pasien ansietas dan
hysteria, kembali apa mengekspresikan perasaan membantu
bermusuhan yang masalah tentang rencana mengembangkan
, agitasi, dijelaskan pengobatan keptuhan klien
apatis) perawat/ tim 7. Identifikasi kemungkinan terhadap rencana
 Pengungkap kesehatan penyebab terapeautik
an masalah lainnya 8. Instruksikan pasien 5.Menentukan
Faktor yang mengenai tanda dan gejala tindakan yang
berhubungan: untuk melaporkan pada tepat
 Keterbatasa pemberi perawatan 6. Membantu klien
n kognitif kesehatan, dengan cara untuk dapat
yang tepat empati terhadap
 Salah
perawatan dan
interpertasi
pengobatan
informasi
7. Dapat diberikan
 Kurang
tindakan secara
pajanan
cepat
 Kurang 8. Dapat diberikan
minat dalam penangan
belajar secepatnya,
 Kurang menhindari
dapat terjadinya infeksi
mengingat
 Tidak
familier

20
dengan
sumber-
sumber

Nyeri akut NOC NIC


Batasan  Pain Level 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Rasa sakit/nyeri
Karakteristik:  Pain control secara konfrenship, yang hebat
 Perubahan  Comfort termasuk lokasi, menandakan
selera makan Level karakteristik, durasi, adanya infeksi
 perubahan Kriteria Hasil frekwensi kualitas dan 2. Memudahkan
tekanan darah  Mampu faktor presifitasi komunikasi
 perubahan mengontrol 2. Gunakan tehnik bersama klien
frekwensi nyeri (tahu komunikasi terapiutik 3. Memantau
jantung penyebab untuk mengetahui penanganan rasa

 perubahan nyeri, pengalaman nyeri nyeri

frekwensi mampu 3. Kaji kultur yang 4. Mengetahui

pernafasan menggunaka mempengaruhi respon respon klien

 Laporan n tehnik non nyeri dalam mengatasi

isyarat farmakologi 4. Evaluasi pengalaman nyeri nyeri

 Diaforesis untuk masa lampau 5. Membantu dalam


5. Pilih dan lakukan tindakan medis
 Perilaku mengurangi
nyeri, penanganan nyeri 6. Menentukan
distraksi
mencari (farmakologi , non intervensi
(mis.
bantuan) farmakologi dan 7. Membantu dalam
Berjalan
 Melaporkan interpersonal) mengatasi nyeri
mondar-
mandir bahwa nyeri 6. Kaji tipe dan sumber nyeri secara mandiri

berkurang 7. Ajarka tehnik non 8. Menentukan


mencari
dengan farmakologi berikan intevensi
orang lain
menggunaka analgetik untuk selanjutnya
dan atau
n mengurangi nyeri 9. Mengurasa rasa
aktifitas lain,
manajemen 8. Evaluasi keefektifan nyeri nyeri
aktifitas yang
nyeri 9. Tinggkatkan istirahat 10. Membantu
berulang)

21
 Mengekspresi  Mampu 10. Kolaborasikan dengan dalam
kan perilaku mengenali dokter jika ada keluhan dan penanganan
(mis, gelisa, nyeri (skala, tindakan nyeri tidak lebih lanjut
merengak, intensitas, berhasil 11. Mengetahui
menangis) frekwensi 11. Monitor penerimaan tingkat nyeri
 Masker wajah dan tanda pasien tentang manajemen yang dirasakan
(mis, mata nyeri) nyeri
kurang  Menyatakan
bercahaya, rasa nyaman
tampak kacau setelah nyeri
gerak mata berkurang
berpencar
atau tetap
pada suatu
fokus
meringis)
 Sikap
melindungi
area nyeri
 Fokus
menyempit
(mis,
gangguan
persepsi
nyeri,
hambatan
proses
berfikir,
penurunan
interaksi

22
dengan orang
dari
lingkungan
 Indikasi nyeri
yang dapat di
amati
 Perubahan
posisi untuk
menghindari
nyeri
 Sikap tubuh
melindungi
 Dilatasi pupil
 Melaporkan
nyeri secara
verbal
 Gangguan
tidur

Gangguan pola NOC NIC


istirahat tidur Kebutuhan tidur 1. Jelaskan pada klien dan 1 meningkatkan
berhubungan dan istirahat keluarga penyebab pengetahuan klien
dengan nyeri terpenuhi gangguan tidur dan sehingga mau
Kriteria hasil : kemungkinan cara untuk kooperatif dalam
- Klien mampu menghindari tindakan perawatan
beristirahat 2. Ciptakan suasana yang 2 suasana tenang
dalam waktu mendukung. Suasana akan mendukung
yang cukup tenang dengan mengurangi istirahat
- Klien kebisingan 3 menentukan
mengungkapkan 3. Beri kesempatan klien rencana mengatasi
sudah bisa tidur untuk mengungkapkan gangguan

23
penyebab gangguan tidur 4 mengurangi nyeri
1.4. KKolaborasi dengan dokter sehingga klien bisa
luntuk pemberian obat yang istirahat dengan
idapat mengurangi nyeri cukup
m(analgesic)

Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak


menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang actual atau potensial sehingga
terjadi pelepasan mediator. Adapun intervensi yang bisa di lakukan untuk
menangani nyeri tersebut dengan cara teknik relaksasi dapat di gunakan. Saat
individu dalam keadaan sehat atau sakit. Teknik relaksasi dan imajinasi salah satu
teknik yang di gunakan untuk menurunkan nyeri pada pasien, dalam penelitian ini
khususnya pada pasien pasca bedah. Teknik relaksasi meliputi meditasi, yoga,
zen, teknik imajinasi dan latihan relaksasi progresif (Apriana, 2017)

Penurunan skala nyeri setelah di lakukan terapi relaksasi progresif


dikarenakan latihan Relaksasi progresif meliputi kombinasi latihan pernafasan
yang terkontrol dan rangkaian kontraksi serta relaksasi kelompok otot. klien mulai
latihan bernafas dengan perlahan dan menggunakan diagfragma, sehingga
memungkinkan abdomen terangkat terangkat pelahan dan dada mengembang
penuh.(Aprina,2017)

BAB IV
PEMBAHASAN INTEGRASI KEISLAMAN

24
Pada kasus yang kami angkat, pada pengkajian ditemukan bahwa pasien
mengalami keluhan nyeri saat buang air kecil, hasil pengkajian didapatkan pasien
mengatakan buang air kecil tidak lancar, ditemukan dalam darah dalam urine,
merasa tidak puas setelah berkemih terutama pada malam hari,susah tidur, skala
nyeri 5 . Kita ketahui bahwa Beniqna prostat hyperplasia adalah pembesaran
progresif dari kelenjar prostat yang dapat menyabakan obstruksi dan ritriksi pada
ajalan urine (uretra). Penyebab dari BPH belum diketahui secara pasti tapi ada
beberapa factor yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit ini salah satunya
factor hormon dan usia.

Kita ketahui pada pasien BPH selalu ingin berkemih namun frekuensi
urinenya yang keluar hanya sedikit, karenanya itu Ketika buang air Kencing
berdiri ada rasa tidak puas,karena masih ada sisa air dalam kantung dan telur
zakar di bawah batang zakar. Ia berkemungkinan besar menyebabkan kencing
batu.

Kencing atau bahasa halusnya buang air seni ini sudah bukan suatu hal
yang asing lagi bagi umat manusia. Setiap manusia melakukan aktivitas ini untuk
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme tubuh (mengeluarkan kotoran tubuh). Dalam
melakukan aktivitas inipun kita dituntut melakukannya dengan benar dan sesuai
aturan.

Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha,


di mana beliau berkata,

‫قالت عائشة رضي هللا عنها‬: ‫ ما كان‬، ‫من حدثكم أن النبي صلى هللا عليه وسلم كان يبول قائ ًما فال تصدقوه‬
‫يبول إال قاعدًا‬

"Siapa yang bilang bahwa Rasulullah SAW kencing sambil berdiri, jangan
dibenarkan. Beliau tidak pernah kencing sambil berdiri."

Kebiasaan orang kencing berdiri akan mudah lemah bathin, karena sisa-
sisa air dalam kandung kemih yang tidak habis terpancar menjadikan kelenjar
otot-otot dan urat halus sekitar zakar menjadi lembek dan kendur. Berbeda dengan

25
buang air jongkok, dalam keadaan bertinggung tulang paha di kiri dan kanan
merenggangkan himpitan buah zakar. Ini memudahkan air kencing mudah
mengalir habis dan memudahkan untuk menekan pangkal buah zakar sambil
berdehem-dehem. Dengan cara ini, air kencing akan keluar hingga habis, malahan
dengan cara ini kekuatan sekitar otot zakar terpelihara.

BAB V
PENUTUP

26
A. Kesimpulan
Hiperplasia prostat benigna adalah suatu keadaan dimana kelenjar
prostat mengalami pembesaran, memanajng ke atas ke adalam kandung
kemih dan menyumbat aliran urine dengan menutupi orifisum uretra.
BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) merupakan suatu penyakit
dimana terjadi pembesaran dari kelenjar prostat akibat hyperplasia jinak
dari sel-sel yang biasa terjadi pada laki-laki berusia lanjut. kelainan ini
ditentukan pada usia 40 tahun dan frekuensinya makin bertambah sesuai
dengan penambahan usia, sehingga pada usia di atas 80 tahun kira-kira
80% dari laki-laki yang menderita kelaininan ini. Menurut beberapa
referensi di Indonesia, sekitar 90% laki-laki yang berusia 40 tahun ke atas
mengalami gangguan berupa pembesaran kelenjar prostat (Aprina. 2017)

Beberapa hipotesis yang di duga sebagai penyebab timbulnya


hyperplasia prostat adalah teori dihidrotestosteron, adanya
ketidakseimbangan antara estrogen dan testosterone, interaksi antara sel
stroma dan sel epitel prostat, berkurangnya kematian sel (apoptosis) dan
teori stem sel.
B. Saran
Sebagai seorang perawat diharapkan kita dapat memberikan
asuhan keperawatan secara professional terkait masalah keperawatan
tentang Hiperplasia prostat benigna.

DAFTAR PUSTAKA
Aprina. 2017.Relaksasi Progresif Terhadap Intensitas Nyeri Post Oprasi
BPH(Benigna Prostat Hyperplasia), Volume VIII, 2. Jurusan Keperawatan
Poltekes Tanjung Karang. Hlm 289-295

27
Smeltzer, Suzzane C. 2001. Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta. EGC.
Nurarif,Amin.Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction
Muttaqin, Arif dan kumala sari
sari.2012.AsuhankeperawatanGangguanSistemPerkemihan.Jakarta :
SalembaMedika
Purnomo B, Basuki. 2014. Dasar-DasarUrologi. Jakarta: CV SagungSeto
Sjamsuhidajat, R. dkk. 2010, Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC

28

Anda mungkin juga menyukai