Anda di halaman 1dari 14

PELANGGARAN HAM YANG TERJADI DI INDONESIA DAN

DUNIA INTERNASIONAL

Disusun Oleh:

1. Abeng arsugang
2. Denis saputra
3. Dicky baitul rahman
4. Prinadi
5. Rullymas tamara
6. Sudarmansah
7. Yogi setiyadi

SMA Negeri 1 Prabumulih


Tahun Pelajaran 2016-2017

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
memberikan Rahmat-Nya, sehingga kami mampu menyelesaikan penyusunan Makalah ini.
Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang senantiasa
membawa kita kepada jalan keridhaan dan maghfirah Allah SWT.

Tentunya dalam penyusunan ini, tak luput adanya kekurangan dan kelemahan dari segala
sisinya. Oleh karena itu, dengan hati terbuka, kami menerima saran dan kritik dari pembaca
sekalian, yang tentunya bisa menyempurnakan penyusunan Makalah ini.

Rasa terima kasih yang terdalam kami hanturkan kepada semua pihak yang telah ikut serta
membantuu penyusunan Makalah ini. Terlebih ucapan terima kasih itu kami sampaikan
kepada dosen pembimbing.

Akhirnya, dapatlah kami menadahkan tangan kehadirat Allah SWT. seraya berdoa dan
bermunajat, semoga Makalah ini dapat bermanfaat.

Prabumulih, 2016

Penyusun,

2
Daftar isi
Cover ………………………………………………………………………………….. 1

Kata pengantar………………………………………………………………………... 2

Daftar isi ……………………………………………………………………………… 3

BAB I Pendahuluan……………………………………………………………………. 4

A. Latar belakang masalah………………………………………………………... 4


B. Rumusan masalah……………………………………………………………… 4
C. Tujuan permasalahan…………………………………………………………... 4

BAB II Pembahasan……………………………………………………………………. 5

A. Pengertian pelanggaran Hak Asasi Manusia…………………………………… 5


B. Macam pelanggaran Hak Asasi Manusia………………………………………. 6
C. Contoh kasus pelanggaran hak asasi manusia………………………………….. 6
a. Tragedi semanggi 1 1998 dan semanggi 2 1999…………..………………… 6
b. Tragedi pembantaian etnis muslim rohingnya……………………………… 10

BAB III Penutup……………………………………………………………………….. 13

a. Kesimpulan…………………………………………………………………….. 13
b. Saran…………………………………………………………………………… 13

Daftar Pustaka…………………………………………………………………………. 14

3
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia sejak manusia
masih dalam kandungan sampai akhir kematiannya. Di di dalamnya tidak jarang
menimbulkan gesekan-gesekan antar individu dalam upaya pemenuhan HAM pada dirinya
sendiri. Hal inilah yang kemudian bisa memunculkan pelanggaran HAM seorang individu
terhadap individu lain,kelompok terhadap individu, ataupun sebaliknya.
Setelah reformasi tahun 1998, Indonesia mengalami kemajuan dalam bidang
penegakan HAM bagi seluruh warganya. Instrumen-instrumen HAM pun didirikan sebagai
upaya menunjang komitmen penegakan HAM yang lebih optimal. Namun seiring dengan
kemajuan ini, pelanggaran HAM kemudian juga sering terjadi di sekitar kita.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pelanggaran HAM ?
2. Apa saja macam-macam pelanggaran HAM?
3. Apa contoh pelanggaran HAM di Indonesia?
4. Apa contoh pelanggaran HAM di dunia Internasional?
5. Bagaimana upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM?

C. Tujuan Permasalahan
Tujuan dari mengangkat materi ini tentang kasus hak asasi manusia di Indonesia yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian pelanggaran HAM.
2. Untuk mengetahui macam-macam pelanggaran HAM.
3. Untuk mengetahui contoh pelanggaran HAM di Indonesia.
4. Upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Menurut Pasal 1 Angka 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak
asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat
negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau
kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan
mekanisme hukum yang berlaku.
Menurut UU no 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, Pelanggaran HAM adalah
setiap perbuatan seseorang atau kelompok orng termasuk aparat negara baik disengaja atau
kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut Hak
Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan
tidak didapatkan, atau dikhawatirksn tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil
dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Dengan demikian pelanggaran HAM merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan
baik dilakukan oleh individu maupun oleh institusi negara atau institusi lainnya terhadap hak
asasi individu lain tanpa ada dasar atau alasan yuridis dan alasan rasional yang menjadi
pijakanya.

5
B. Macam Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Pelanggaran HAM dikategorikan dalam dua jenis, yaitu :


Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :
1. Pembunuhan masal (genosida)
Genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan
atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, etnis, dan agama dengan
cara melakukan tindakan kekerasan (UUD No.26/2000 Tentang Pengadilan HAM).
2. Kejahatan Kemanusiaan
Kejahatan kemanusiaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan berupa serangan yang
ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil seperti pengusiran penduduk secara paksa,
pembunuhan,penyiksaan, perbudakkan dll.
Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :
1. Pemukulan
2. Penganiayaan
3. Pencemaran nama baik
4. Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya
5. Menghilangkan nyawa orang lain

C. Contoh Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia


A. Tragedi Simangi I 1998 dan Simangi II 1999

Tragedi Semanggi menunjuk kepada dua kejadian protes masyarakat terhadap pelaksanaan
dan agenda Sidang Istimewa yang mengakibatkan tewasnya warga sipil. Kejadian pertama
dikenal dengan Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November1998, masa pemerintah
transisiIndonesia, yang menyebabkan tewasnya 17 warga sipil. Kejadian kedua dikenal
dengan Tragedi Semanggi II terjadi pada 24 September1999yang menyebabkan tewasnya
seorang mahasiswa dan sebelas orang lainnya di seluruh Jakarta serta menyebabkan 217
korban luka-luka.

Pada bulan November 1998 pemerintahan transisi Indonesia mengadakanSidang


Istimewa untuk menentukan Pemilu berikutnya dan membahas agenda-agenda pemerintahan
yang akan dilakukan. Mahasiswa bergolak kembali karena mereka tidak mengakui
pemerintahan B. J. Habibie dan tidak percaya dengan para anggota DPR/ MPR Orde Baru.
Mereka juga mendesak untuk menyingkirkan militer dari politik serta pembersihan
pemerintahan dari orang-orang Orde Baru.

Masyarakat dan mahasiswa menolak Sidang Istimewa 1998 dan juga menentang dwifungsi
ABRI/ TNI. Sepanjang diadakannya Sidang Istimewa itu masyarakat bergabung dengan
mahasiswa setiap hari melakukan demonstrasi ke jalan-jalan di Jakarta dan kota-kota besar
lainnya di Indonesia. Peristiwa ini mendapat perhatian sangat besar dari

6
seluruh Indonesia dan dunia internasional. Hampir seluruh sekolah danuniversitas di Jakarta,
tempat diadakannya Sidang Istimewa tersebut, diliburkan untuk mencegah mahasiswa
berkumpul. Apapun yang dilakukan oleh mahasiswa mendapat perhatian ekstra ketat dari
pimpinan universitas masing-masing karena mereka di bawah tekanan aparat yang tidak
menghendaki aksi mahasiswa.

Pada 24 September1999, untuk yang kesakian kalinya tentara melakukan tindak kekerasan
kepada aksi-aksi mahasiswa. Kalau itu adanya pendesakan oleh pemerintahan transisi untuk
mengeluarkan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB) yang materinya
menurut banyak kalangan sangat memberikan keleluasaan kepada militer untuk melakukan
keadaan negara sesuai kepentingan militer. Oleh karena itulah mahasiswa bergerak dalam
jumlah besar untuk bersama-sama menentang diberlakukannya UU PKB. Mahasiswa
dari Universitas Indonesia, Yun Hap meninggal dengan luka tembak di depan Universitas
Atma Jaya

a. Fakta dan Pola Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Berdasarkan fakta-fakta, dokumen, keterangan dan kesaksian berbagai pihak, KPP HAM
menemukan berbagai kekerasan yang pada dasarnya melanggar hak asasi manusia seperti
pembunuhan, penganiayaan, penghilangan paksa, perkosaan, perampasan kemerdekaan dan
kebebasan fisik yang dilakukan secara sistematis serta meluas yang dilakukan oleh pelaku
tertentu dengan sasaran masyarakat tertentu. Masyarakat tersebut secara khusus adalah
mahasiswa maupun masyarakat yang berdemonstrasi terhadap kekuasaan politik
untukmenuntut perubahan, termasuk terhadap rencana melahirkan UU PKB.

KPP HAM memusatkan perhatian pada tiga (3) rangkaian kejadian di sekitar kampus Trisakti
12-13 Mei 1998, di sekitar Semanggi 13-14 November 1998 (dikenal dengan peristiwa
Semanggi I), dan pada 23-24 September 1999 (dikenal dengan Semanggi II). Meskipun kurun
waktu terjadinya peristiwa tesebut berbeda, tiga rangkaian peristiwa ini tidak dapat
dipisahkan dan dilepaskan dari kebijakan pemerintah dalam menghadapi gelombang
demonstrasi mahasiswa dan masyarakat akan perlunya reformasi.

Kekerasan-kekerasan yang tidak manusiawi dan sangat kejam yang ditemukan dalam ketiga
peristiwa itu mencakup tindakan-tindakan di bawah ini :

1) Pembunuhan

Telah terjadi pembunuhan yang sistematis di berbagai daerah dalam waktu yang panjang,
yaitu pada Mei 1998, Nopember 1998, serta September 1999. Tindakan pembunuhan itu
dilakukan terhadap mahasiswa demonstran, petugas bantuan medis, anggota masyarakat yang
berada disekitar lokasi demonstran, ataupun anggota masyarakat yang dimobilisasi untuk
menghadapi demonstran. Pembunuhan serupa juga dilakukan dalam kerusuhan massa yang
diciptakan secara sistematis sebagaimana terjadi di Jakarta dan Solo pada Mei 1998 (lihat
laporan TGPF).

2) Penganiayaan

7
Telah terjadi penganiayaan untuk membubarkan demonstrasi yang dilakukan sejumlah
mahasiswa dan anggota masyarakat yang dilakukan oleh aparat TNI dan POLRI (dahulu
disebut ABRI). Penganiayaan ini terjadi secara berulang-ulang di berbagai lokasi, seperti
pada kampus Universitas Trisakti, dan Universitas Atmajaya, dan Semanggi yang
mengakibatkan timbulnya korban fisik (seperti terbunuh, luka ringan dan luka berat) dan
mental. Hal ini dikarenakan terkena gas air mata, pukulan, tendangan, gigitan anjing pelacak
dan tembakan sehingga harus mengalami perawatan yang serius.

3) Perkosaan atau bentuk kekerasan seksual lain yang setara


Terutama pada Mei 1998, telah terjadi tindak kekerasan seksual termasuk perkosaan yang
mengakibatkan sejumlah perempuan mengalami trauma dan penderitaan fisik dan mental.
Trauma yang dialami sulit diatasi karena korban tidak berani tampil untuk menceritakan apa
yang dialaminya.

4) Penghilangan paksa
Pada bulan Mei 1998, telah terjadi penghilangan secara paksa terhadap 5 (lima) orang yang
diantaranya adalah aktifis dan anggota masyarakat yang hingga kini nasib dan keberadaannya
tidak diketahui. Dalam peristiwa ini, negara belum juga mampu menjelaskan nasib dan
keberaan mereka.

5) Perampasan kemerdekaan dan kebebasan fisik


Sebagai bagian dari tindakan kekerasan, dilakukan pula tindakan penggeledahan,
penangkapan dan penahanan yang dilakukan secara sewenang-wenang dan melewati batas-
batas kepatutan sehingga menimbulkan rasa tidak aman dan trauma. Perbuatan ini dilakukan
sebagai bagian yang tidak terpisah dari upaya penundukan secara fisik dan mental terhadap
korban.

b. Upaya Penyelesaian Dalam Pelanggran HAM


1. Pembentukan Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Semanggi I dan
Semanggi II

Meskipun DPR RI telah merekomendasikan agar kasus Trisakti dan Semanggi I dan II
ditindak lanjuti dengan Pengadilan Umum dan Pengadilan Militer, namun sehubungan
dengan adanya dugaan telah terjadinya pelanggaran HAM berat, tuntutan keadilan bagi
keluarga korban dan masyarakat, dan dalam rangka penegakan hukum dan penghormatan hak
asasi manusia, dipandang perlu Komnas HAM melakukan penyelidikan dengan membentuk
Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II. Maka dalam
Rapat Paripurna Komnas HAM tanggal 5 Juni 2001 menyepakati pembentukan Komisi
Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi
II yang selanjutnya dituangkan dalam SK Nomor 034/KOMNAS HAM/VII/ 2001 tanggal 27
Agustus 2001.

8
2. Landasan Hukum

Pembentukan Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia peristiwa Trisakti,


Semanggi I, dan Semanggi II didasarkan atas:

a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
b) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
c) Keputusan Rapat Paripurna Komnas HAM tanggal 5 Juni 2001.
d) Keputusan Ketua Komnas HAM Nomor 034/KOMNAS HAM/VII/2001 tanggal 27 Agustus
2001 tentang Pembentukan Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia peristiwa
Trisakti, Semanggi I& II.

3. Tugas dan Wewenang

Tugas dan wewenang KPP HAM Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II adalah :
a) Melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang terjadi dan kasus-kasus
yang berkaitan
b) Meminta keterangan pihak-pihak korban
c) Memanggil dan memeriksa saksi-saksi dan pihak-pihak yang diduga terlibat dalam
pelanggaran hak asasi manusia
d) Mengumpulkan bukti-bukti tentang dugaan pelanggaran hak asasi manusia
e) Meninjau dan mengumpulkanketerangan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang
dianggap perlu
f) Kegiatan lain yang dianggap perlu Penyelesaian kasus trisakti nasibnya kurang lebih sama
dengan reformasi, yaitu mati suri. Bertahun-tahun sudah kasus trisakti terjadi, tapi para
pelaku tidak pernah terungkap dengan terang benderang, sehingga mereka tak pernah dibawa
ke meja hijau.
Padahal Komnas HAM menengarai adanya pelanggaran HAM berat pada penangan
demonstrasi mahasiswa Trisakti 12 Mei 1998. Salah satu indikasi sulitnya membongkar kasus
ini adalah keterlibatan orang-orang penting (berkuasa) pada saat itu atau bahkan sampai saat
ini sehingga ada banyak kepentingan yang menghalang-halangi penuntasa kasus ini.Tahun
demi tahun terus bergulir. Pemerintah (presiden) pun telah beberapa kali berganti, namun
penyelesaian kasus trisakti tidak tahu rimbanya. Komnas HAM menyatakan bahwa mereka
telah menyerahkan laporan penyalidikan kasus itu sejak 6 Januari 2005 kepada Kejaksaan
Agung. Namun sampai saat ini tidak ada tindak lanjut yang jelas yang dapat diketahui
masyarakat terutama keluarga korban. Untuk itu diperlukan keseriusan, kejujuran, dan
kebranian berbagai pihak untuk menuntaskan kasus ini. Presiden serta menkopolhukam dan
kementrian hukum dan HAM yang ada dibawahnya harus bertindak. DPR memberikan
pengawasan dan meningkatkan pemerintah, Kejaksaan Agung harus mengambil langkah
strtegis. Demikian juga keberadaan Komnas HAM dan pihak lainnya untuk sama-sama
mencari solusi penyelesaiann kasus ini. Tanpa itu semua, sepertinya kita masih harus
menunngu bagaimana akhir dari tragedI Trisakti

9
B. Tradegi Pembantain Etnis Muslim Rohingya
Pada masa sekarang ini, masyarakat dunia dibuat terkejut dengan terjadinya pembunuhan
besar-besaran terhadap sebuah etnis untuk dimusnahkan dari sebuah bangsa. Dimana Etnis
yang paling menderita di dunia saat ini adalah Etnis Muslim Rohingya. Dimana terjadinya
pembakaran perkampungan dan pengusiran yang terjadi di provinsi Rokhine, Burma. Yang
merupakan aksi yang tidak bisa dibiarkan oleh dunia internasional.
Selama ini secara turun temurun telah terjadi perseteruan antara kelompok etnis
Rohingya, yang muslim dan etnis lokal yang beragama budha. Dimana Etnis Rohingya tidak
mendapat pengakuan dari pemerintah setempat. Ditambah lagi dengan agama yang berbeda.
Beberapa laporan yang menyebutkan hingga saat ini sudah terjadi tradegi pembantaian lebih
dari 6000 warga Etnis Ronghiya yang mayoritas beragama islam.

a. Pelarian Muslim Rohingya ke Indonesia


Perpecahan perang antar etnis yang terjadi di wilayah Rakhein, Myanmar. Dimana warga
yang berasal dari suku Rohingya yang merupakan suku minoritas dan juga beragama islam
yang dikenal sebagai agama minoritas di myanmar. Selain itu, perlakuan diskriminatif yang
diterima oleh etnis Rohingya dari pemerintahan myanmar dinilai sangat menggaggu
kehidupan masyarakat Ronghiya sebagai warga dunia.
Sebelumnya, pada tahun 2008, etnis Ronghiya telah berlarian menyebar ke beberapa
wilayah di Asia. Pelarian Rohingya ke negara seperti Bangladesh, Srilanka, dan juga
Malaysia. Di sana mereka merasakan kebebasan yang sangat terbilang jarang dirasakan di
negeri mereka, Myanmar, dalam kurun waktu 30 tahun terakhir.
Menurut mereka, selama ini mereka tidak mendapatkan kehidupan yang sewajarnya
dirasakan mereka sebagai warga negara. Kurang lebih selama 30 tahun kehidupan para
Rohingya oleh kebijakan pemerintah Myanmar.
“Kami tidak punya sekolah dan kalaupun bisa itu kami lakukan sembunyi-sembunyi.
Dan yang paling mengesalkan adalah kami tidak boleh melanjutkan perguruan tinggi,”
“Kami minoritas, tapi sangat jarang shalat. Karena di Myanmar dilarang, dan kampung
kami juga dijaga oleh polisi dan militer agar kami tidak bisa berpergian keluar desa. Itulah
sedikit tekanan yang kami rasakan disana, hingga kami sudah tidak tahan lagi”.

10
Akhirnya para Etni Ronghiya mengarungi lautan demi kebebasan, akan tetapi mereka
mendapatkan banyak kendala, mulai dari kehabisan bahan makanan dan minuman, penyitaan
mesin perahu dan bahan bakarnya oleh kepolisian thailand. Dan akhirnya mereka terdampar
di indonesia, yaitu di daerah Banda Aceh dengan bantuan Nelayan setempat.[4]

b. Ketidakpastian Warga Rohingya di Indonesia.


Para pengungsi Rohingya dari Burma menghadapi ketidakpastian hukum karena
Indonesia belum merativikasi kovensi PBB mengenai pengungsi.
Sekelompok pencari suaka etnis Rohingya di Burma beribadah dengan tenang bersama
warga Indonesia lainnya di sebuah masjid di Sumatra, sebagai tanda solidaritas yang mereka
temui dari sesama Muslim setelah melarikan diri dari kerusuhan sektarian berdarah di
negaranya.
Meskipun penduduk setempat menerima mereka dengan tangan terbuka, tidak demikian
halnya dengan pemerintah Indonesia. Walaupun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secara
publikmenyatakan dukungannya terhadap minoritas tak berkewarganegaraan itu, warga
Rohingya yang sampai ke Indonesia dapat berada dalam ketidakpastian hukum selama
bertahun-tahun.
Sebagian besar warga Rohingya awalnya tidak melihat Indonesia sebagai tujuan akhir,
namun sebagai titik transit menuju Australia. Setibanya di Indonesia, banyak orang Rohingya
yang ditahan di pusat penahanan untuk periode waktu yang lama sementara kasusnya
diproses.
Mereka yang diberi status pengungsi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dianggap
beruntung namun memiliki hak yang terbatas karena Indonesia belum menandatangani
kovensi utama PBB mengenai pengungsi. Indonesia tidak dapat menerima mereka sebagai
warga tetap dan mereka tiidak dapat bekerja atau belajar sementara menunggu status pasti.

11
c. Penyelesaian Kasus Rohingnya
 Diselesaikan Secara Netral
penyelesaian kasus Rohingya harus ditekankan pada sisi kemanusiaan yang bersifat
netral dan diperkuat dengan kerja sama dengan beberapa pihak seperti PBB, Asean
ataupun OKI
 Pahami masalah
Yang terjadi adalah konflik komunal, horizontal antara etnis Rohingya dengan etnis
Rakhai. Sama seperti terjadi di negeri kita sekian tahun lalu di Poso dan Ambon.
Kebetulan Rohingya itu beragama Islam, sedangkan Rakhai beragama Buddha

12
BAB III
PENUTUP

A. Keseimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya.
Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita
ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain. Dalam kehidupan
bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk
pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau
bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM
menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat
dalam Undang-Undang pengadilan HAM.

B. Saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita
sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai
kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak
oleh orang lain. Jadi dalam menjaga HAM kita

13
Daftar Pustaka

Achmad Romsan, dkk, 2003, Pengantar Hukum Pengungsi Internasional, Bandung : Sanic Offset.

Aris Pramono, Peran UNHCR dalam Menabgani Pengungsi Myanmar Etnis Rohingya di
Bangladesh (Periode 1978-2002), Jakarta : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Indonesia.

Enni Soeprapto,2000, Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Pegungsi Internasional, Surabaya.


ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume1, Nomor 2, 2013 : 217-230

http://demokrasiindonesia.wordpress.com/2012/07/29/kisah-tragedi-pembagntaian-etnis-muslim-
rohingya-dari-dulu-hingga--kini/

http://m.okezone.com/read/2012/08/01/413/671606/kisah-pelarian-muslm-rohingya-hindari-
pembantaian

http://m.republika.co.id/berita/internasional/asean/13/11/22/mwnbkp-myanmar-tolakresolusi-pbb-
soal-kewarganegaraan-rohingya

http://m.voaindonesia.com/a/16955.html

http://www.dw.de/sekjen-pbb-desak-myanmar-akui-hak-rohingya/a-16944669

http://lylanet.blogspot.com/2013/09/kasus-pelanggaran-ham.html

http://aratnasri9.wordpress.com/2014/07/02/kasus-pelanggaran-ham-tragedi-trisakti-semanggi/

14

Anda mungkin juga menyukai