Anda di halaman 1dari 12

KONVERSI DAN PEMANFAATAN BATUBARA

Teknologi Gasifikasi

1. Integrated Gasification Combined Cycle

Gambar 1 Proses IGCC

Prinsip kerja dari IGCC ditunjukkan pada gambar di atas. IGCC merupakan perpaduan
teknologi gasifikasi batubara dan proses pembangkitan uap. Gas hasil gasifikasi batubara
mengalami proses pembersihan sulfur dan nitrogen. Sulfur yang masih dalam bentuk H 2S dan
nitrogen dalam bentuk NH3 lebih mudah dibersihkan sebelum dibakar dari pada sudah dalam
bentuk oksida dalam gas buang. Sedangkan abu dibersihkan dalam reaktor gasifikasi. Gas
yang sudah bersih ini dibakar di ruang bakar dan kemudian gas hasil pembakaran disalurkan
ke dalam turbin gas untuk menggerakkan generator. Gas buang dari turbin gas dimanfaatkan
dengan menggunakan HRSG (Heat Recovery Steam Generator) untuk membangkitkan uap.
Uap dari HRSG (setelah turbin gas) digabungkan dengan uap dari HRSG (setelah reaktor
gasifikasi) digunakan untuk menggerakkan turbin uap yang akan menggerakkan generator.
Penggunaan teknologi PLTU batubara konvensional saat ini mempunyai kekurangan yaitu
efisiensinya rendah yang berkisar antara 33 – 36 %. Efisiensi ini dapat ditingkatkan dengan
membangun unit pembangkit yang lebih besar atau dengan menaikkan suhu dan tekanan
dalam siklus panasnya. Cara ini mempunyai keterbatasan dan menambah tingkat kerumitan
dalam pemilihan materialnya. Disamping itu tuntutan dalam memelihara lingkungan hidup
(seperti telah disebutkan di atas) akan menambah biaya pembangkitan karena adanya
penambahan peralatan seperti : de-SOX (desulfurisasi), de-NOX (denitrifikasi) dan penyaring
debu (electrostatic precipitator). Pemasangan peralatan ini juga akan mengurangi efisiensi
total pembangkit listrik.
Teknologi IGCC ini mempunyai kelebihan yaitu dalam hal bahan bakar : tidak ada
pembatas untuk tipe, ukuran dan kandungan abu dari batubara yang digunakan. Dalam hal
lingkungan : emisi SO2, NOX, CO2 serta debu dapat dikurangi tanpa penambahan peralatan
tambahan seperti de-SOX dan de-NOX dan juga limbah cair serta luas tanah yang dibutuhkan
juga berkurang. Disamping itu pembangkit listrik IGCC mempunyai produk sampingan yang
merupakan komoditi yang mempunyai nilai jual seperti : sulfur, asam sulfat dan gypsum.
Efisiensi pembangkit listrik ICGG berkisar antara 38 – 45 % yang lebih tinggi 5 – 10 %
dibandingkan PLTU batubara konvensional. Hal ini dimungkinkan dengan adanya proses
gasifikasi sehingga energi yang terkandung dalam batubara dapat digunakan secara efektif
dan digunakannya HRSG untuk membentuk suatu daur kombinasi antara turbin gas dan turbin
uap.
Dalam sistem IGCC, sekitar 95 – 99 % dari kandungan sulfur dalam batubara dapat
dihilangkan sebelum pembakaran. NOX dapat dikurangi sebesar 70 – 93 % dan CO 2 dapat
dikurangi sebesar 20 – 35 % (emisinya berkisar antara 0.75 – 0.85 kg CO 2/kWh)
dibandingkan dengan PLTU batubara konvensional. Dengan tingkat emisi yang rendah maka
dapat untuk mencegah terjadi hujan asam karena emisi polutan SO2 dan NOX serta mencegah
terjadinya pemanasan global karena emisi CO2.
Salah satu hal yang menarik dalam sistem IGCC adalah pembangunannya dapat dilakukan
secara bertahap yaitu:
 tahap pertama : pembangunan turbin gas dan perlengkapan pembangkit listrik
 tahap kedua : pembangunan sistem daur kombinasi, dan
 tahap ketiga : pembangunan unit gasifikasi.
Pembangunan dua tahap yang pertama memerlukan biaya investasi yang relatif kecil dan
sudah dapat menghasilkan tenaga listrik. Investasi yang besar hanya dibutuhkan pada saat
pembangunan tahap ketiga dan dilaksanakan bila sudah dinilai ekonomis untuk mengganti
bahan bakar dari gas alam dengan batubara. Disamping itu sistem IGCC didesain secara
modular sehingga mudah untuk dikembangkan menjadi unit yang lebih besar kapasitasnya
pada saat kebutuhan tenaga listrik sudah meningkat.

2. Underground Coal Gasification


Underground Coal Gasification (UCG) merupakan suatu teknologi gasifikasi batubara
insitu menjadi gas yang mudah terbakar untuk menghasilkan sintetik gas (syngas) yang dapat
dipergunakan sebagai power plant, bahan baku kimia maupun bahan bakar lainnya. UCG
adalah proses yang digunakan untuk menghasilkan gas, terutama hidrogen, karbon
monoksida, karbon dioksida, dan metana oleh sebagian pembakaran batubara bawah tanah
dengan adanya air dan suplai oksigen terkontrol. Proses gasifikasi batubara di permukaan
gasifier dapat direplikasi oleh pengeboran bawah tanah ke dalam cadangan hidrokarbon,
menginjeksi udara atau oksigen, dan menginjeksikan gas kedalam lapisan batubara. Gas-gas
yang dihasilkan kemudian diangkut ke permukaan. Teknologi UCG dapat memanfaatkan
hingga 80% dari peningkatan yang signifikan dari nilai kalor batubara dibanding metode
ekstraksi batubara lainnya. Ketika dikombinasikan dengan penyimpanan CO2 di lapisan
batubara, UCG menciptakan sumber energi yang menjadi saingan nuklir untuk emisi rendah
dan memiliki biaya unit lebih rendah daripada konvensional power plant berbahan bakar gas.

Gambar 2 Proses UCG

Konsep dasar dari proses UCG, menurut UCG Association, adalah menggunakan 2 sumur
(well) kedalam lapisan batubara, sumur pertama digunakan untuk menginjeksikan oksidan,
sedangkan sumur kedua digunakan untuk membawa produk berupa gas ke permukaan.Sekitar
350 m3 gas dapat dihasilkan dari 1 ton batubara dengan biaya produksi dari sumber daya
energi UCG adalah kurang dari US$ 1,0 – 1,5 tiap MMBTU (unit standar pengukuran untuk
gas alam dan merupakan standar untuk membandingkan kandungan energi dari berbagai kelas
gas alam dan bahan bakar lainnya, MMBTU = 293,08kWh). (Sawhney,
2006).Hasildariteknologi UCG memil ikibeberapamanfaattidak hanya untuk pembangkit
listrik, namun bahan baku industri, bahan bakar pesawat terbang (nafta), bahan bakar
kendaraan bermotor, bahan bakar diesel, CO2 untuk EOR (Enhanced Oil Recovery) dan
sebagaimya.

Kriteria UCG
Menurut Peter Sallans, 2010, kriteria untuk teknologi UCG antara lain :
 kedalaman antara 330 hingga 2000 feet
 ketebalan lebih dari 16 feet
 komposisi ash kurang dari 60%
 minimal discontinuities
 terisolasi dari valued akuifer

Manfaat UCG (Frieddman, et all, 2006)


Environmental benefits
• No mining
• Much less pollution (no SOx, NOx; less mercury, particulates)
• Low-cost H2 production
Economic benefits
• No gasifier purchase, operation
• No coal purchase or transport
• Low-cost power generation
Carbon Management
• Lower cost CO2 separation
• Good coincidence between UCG and sequestration sites

Tahap Teknologi UCG


Teknologi dilaksanakan dengan mengikuti tahap-tahap berikut (Hattingh, 2008):
a) Menemukan potensi batubara yang akan diproses dengan teknologi UCG
Semua jenis batubara, mulai dari lignit hingga antrasit dapat diproses untuk teknologi
UCG, namun batubara yang sangat cocok adalah jenis lignit dan sub-bituminous karena
kedua jenis batubara ini memiliki ikatan antar C dan H yang lemah sehingga mudah
digasifikasi. Hal tersebut merupakan sebuah keuntungan yang didapat dari teknologi
UCG karena sebagian besar batubara di Indonesia adalah lignit dan sub-bituminous.
Lignit dan sub-bituminous sendiri merupakan batubara kualitas rendah yang kurang
memiliki kilai ekonomis.
b) Pengeboran ke dalam lapisan batubara
Proses ini meliputi konstruksi sumur injeksi, sumur produksi dan sumur monitor.
c) Membuat jalur UCG / jaringan bawah tanah
Pembuatan jalur UCG yang tepat tentu tidak lepas dari hasil analisa awal dengan
menggunakan pemetaan permukaan hingga bawah permukaan dengan eksplorasi
seismik, logging, coring, dan sebagainya.
Sebelum eksplorasi, harus dipastikan instalasi UCG harus sesuai dengan semua
aspek, baik lingkungan maupun ekonomis. Dari aspek lingkungan, misalnya seperti
tempat pembuangan CO2, apakah digunakan untuk enhanced oil recovery atau dibuang
dalam lapisan batubara yang lain sehingga akan meningkatkan kualitas batubara itu
sendiri. Dari aspek ekonomi tentu harus mempertimbangkan biaya produksi hingga hasil
yang diperoleh dari produk tersebut.
d) Gasifikasi batubara
e) Injeksi oksigen / udara dan uap
Injeksi ini bermanfaat untuk menghasilkan produk berupa gas yang dihasilkan
dari lapisan batubara (coal seam). Kemudian dialirkan ke permukaan melalui sumur
produksi untuk kemudian dilakukan ekstraksi gas sintesis.
f) Ekstraksi gas sintesis
Di permukaan, gas sintesis dipisahkan untuk menghasilkan penggunaan syngas
yang merupakan campuran antara hidrogen dan karbon monoksida. Jika CO2 ditangkap
dan diasingkan (sequested) kedalam formasi geologi, maka harus dipisahkan terlebih
dahulu dari syngas. Hal ini dilakukan untuk menghindari pembakaran batubara yang
tidak diinginkan.
3. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel
Inovasi ini menggantikan solar dengan gas batubara menggunakan sistem dual fuel. Hasil
uji coba pada mesin diesel 250 KVA menunjukkan pengurangan kebutuhan solar sebesar 25,6
– 28,8 liter per jam atau rata-rata sebesar 62,48%. Berdasarkan harga-harga solar dan batubara
yang berlaku, sistem ini berpotensi menurunkan biaya pembangkitan PLN rata-rata sebanyak
Rp1.119 per KWh, atau penghematan biaya sebesar 47,26%.

Gambar 3 Proses PLTD Batubara


Batubara dimasukkan pada reactor yang berisi udara/uap. Reaktor menghasilkan gas kotor
yang dimana akan dipisahkan melalui proses permunian. Di proses permunian gas kotor akan
di pisahkan dari kotorannya. Kemudian gas bersih di tambahkan dengan udara dan dicampur
dengan solar unruk proses PLTD yang dimana akan menghasilkan listrik yang dapat kita
gunakan sehari-hari.

Keunggulan :
 Mengubah sistem single fuel menjadi dualfuel, bahan bakar solar dan gas batubara.
 Tidak memerlukan penggantian peralatan dan mesin pembangkitan baru.
 Menggunakan seluruh perangkat PLTD yang sudah ada.
 Biaya operasi lebih rendah.
 Investasi minimal.

4. Twin Ihi Gasifier


Gambar 4 Proses TIGAR

TIGAR didasarkan pada teknologi CFB dan gasifikasi uap. Ini memiliki fitur O&M yang
mudah, fleksibilitas bahan bakar (Lignite, Biomass), dan syngas kaya H2. • Dari demonstrasi
di Indonesia, kami memperoleh data untuk pabrik komersial. Dan kami telah membuktikan
teknologi dengan operasi lebih dari 4.000 jam dengan operasi terus menerus 1.015 jam. •
Perubahan bahan baku, termasuk lignit menjadi lignit dan lignit menjadi biomassa, dilakukan
secara stabil dan lancar selama operasi. Dipastikan bahwa TIGAR dapat menerapkan berbagai
bahan baku.
Kelebihan TIGAR
o CAPEX lebih rendah dan Operasi & Perawatan sederhana
o Tekanan lebih rendah dan suhu lebih rendah dalam kondisi pengoperasian
o Persiapan Bahan Baku Sederhana - Ukuran kasar dan kelembaban lebih tinggi dapat
diterima
o Tidak N2 kontaminasi di Syngas, karena gasifikasi Steam

GAmbar 5 Pemanfaatan TIGAR


Reaktor Gasifikasi Batubara
Teknologi gasifikasi dapat dikelompokkan berdasarkan konfigurasi aliran dari unit
gasifiernya. Konfigurasi yaitu :
1. Fixed bed
2. Fluidized bed
3. Entrained flow
4. Molten bath

1. Fixedbed
Pada konfigurasi ini, batubara diumpankan dari atas kemudian perlahan lahan tur
un kebawah dan dipanaskan oleh gas panas dari arah bawah.
Batubara melewati zona karbonisasi kemudian zona gasifikasi, akhirnya sampai
pada zona pembakaran pada bagian bawah gasifier tempat reaktan gas diinjeksi. Sistem
ini diilustrasikan pada Gambar 2.2. berikut ini :

Gambar 2.2. Fixed bed gasifier


Reaksi kimia yang terjadi dalam fixed bed gasifier, yaitu :

Gambar 2.3. Reaksi kimia yang terjadi dalam fixed bed gasifier

Pada proses gasifikasi dengan fixed bed gasifier


Ada 4 zona reaksi yaitu :
1. Zona devolatilisasi
Pada zona ini terjadi penguapan uap air dan zat-zat volatil yang terkandung
dalam batubara.
2. Zona Gasifikasi
Pada zona ini uap air yang dialirkan dan CO 2 yang terbentuk dari pembakaran
sempurna bereaksi dengan batubara pada suhu tinggi membentuk gas sintesis yang
terdiridari CO, H2dan N2.
3. Zona Pembakaran
Pada zona ini oksigen yang masuk bereaksi dengan sebagian batubara
membentuk CO2dan H2O yang diperlukan dalam reaksi gasifikasi.
4. Zona abu
Zona ini adalah tempat penampungan abu yang dihasilkan, baik hasil reaksi
pembakaran maupun reaksi gasifikasi.

2. Fluidized bed
Dalam fluidized bed gasifier,reaktor gas digunakan untuk membuat fluidisasi
material batubara. Untuk menghindari sintering dariabu, fluidized bed gasifier dibatasi
beroperasi pada temperatur non-slagging.

Gambar 2.4. Fluidized bedgasifie


Batubara dimasukkan dari bagian samping sedangkan oksidannya dari arah bawah.
Oksidan (O2danuap) selain berperan sebagai reaktan pada proses, juga berfungsi sebagai
media lapisan mengambang dari batubara yang digasifikasi. Dengan kondisi penggunaan
oksidan yang demikian maka salah satu fungsi tidakakan dapat maksimal karena harus
melengkapi fungsi lainnya atau bersifat komplementer.

3. Entrained flow
Batubara dialirkan kedalam gasifier secara cocurrent atau bersama-sama dengan
agen gasifikasi atau oksidan berupa uap air danoksigen, bereaksi pada tekanan atmosfer.
Pada entrained gasifier, batubara dihaluskan sampai ukuran kurang dari 0,1 mm
diumpankan dengan reaktan gas kedalam chamber dimana reaksi gasifikasi terjadi
sepertihalnya sistem pembakaran bahan bakar berbentuk serbuk.
Residence time partikel padatan yang singkat dalam sistem fase entrained
memerlukan kondisi operasi dibawah slagging untuk mencapai laju reaksi dan konversi
karbon yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa operasi non-slagging padaentrained gasifier
baik sekali hanya untuk proses hidrogasifikasi.

Gambar 2.5. Entrained gasifier

4. Molten bath
Molten bath mirip dengan sistem fluidized bed dimana reaksi terjadi dalam medium yang
tercampur merata dari inersia panas tinggi. Temperatur operasi tergantung pada tipe bath : untuk
slag danmolten metal bath diperlukan temperatur tinggi (1400–1700oC), tetapi temperatur
1000oC dapat digunakan molten salt. Reaktan gas dapat diinjeksi dari atas seperti jet kemudian
berpenetrasike dalam permukaan bath, seperti ditunjukkan pada gambar 2.6, atau dapat
diumpankan ke bottom bath.

Gambar 2.6. Molten bath gasifier


Fixed bed gasifier termasuk dalam kategori sistem aliran counter current, fluidized bed
danmolten bath gasifier dapat dianggap sebagai reaktor tanki pengaduk kontinyu dan entrained
gasifier sebagai sistem aliran co-current.
Alirancounter current dalam reactor fixed bed, pemindahanvolatile matter yang
dihasilkandari gasifier tanpamelewati zona gasifikasi temperature tinggi atau zona pembakaran.
Karakteristik komposisi produk gas padafixed bed gasifier yaitu dan yauap tar (bila digunakan
antrasit atau devolatilisasi char/coke sebagai bahan baku) dan yield metana yang tinggi.
Residence time yang paling lama terdapatpadafixed bed gasifier dimana kecepatan gas dibatasi
untuk menghindari semburan serbuk batubara kedalam aliran produk gas. Sedangkan residence
time terpendek terdapat dalam entrained gasifier.
Perbedaan residence time padatan diantara tipe gasifier merupakan hal substansial. Pada
fixed bedresidence time padatan biasanya beberapa jam. Sedangkan pada fluidized beda tau
molten bath pada umumnya sekitar 1 jam. Pada fluidized bed, char yang tidak terkonversi
dikumpulkan dan diumpankan ke gasifier lainnya atau kepembakar. Sedangkan pada entrained
kecuali untuk hidro gasifikasi, umumnya beroperasi pada temperatur slagging untuk mencapai
laju reaksi dan konversi karbon yang tinggi. Residence time yang pendek pada entrained
membuat kontrol pada kondisi operasi gasifikasi lebih sulit dan perlu adanya kekonsistensian
umpan batubara, merupakan hal yang harus diperhatikan.

Anda mungkin juga menyukai