PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Batu saluran kemih merupakan keadaan patologis karena adanya masa seperti batu
yang terbentuk di sepanjang saluran kencing dan dapat menyebabkan nyeri, pendarahan,
atau infeksi pada saluran kencing. Terbentuknya batu di sebabkan karena air kemih jenuh
dengan garam-garam yang dapat membentuk batu atau karena air kemih kekurangan
materi-materi yang dapat menghambat pembentukan batu, kurangnya produksi air
kencing dan keadaan-keadaan yang idiopatik. Lokasi batu saluran kemih dijumpai khas
di kaliks atau pelvis (nefrolithiasis) dan bila akan keluar terhenti di ureter atau di kandung
kemih (vesikolithiasis).
Penyakit batu ginjal merupakan masalah kesehatan yang cukup bermakna, baik di
Indonesia maupun dunia. Pravelensi Penyakit batu diperkirakan 12% pada laki-laki
dewasa dan 6% pada wanita dewasa, 7% batu ginjal didapatkan pada anak.
Angka kejadian batu ginjal di Indonesia pada tahun 2011 berdasarkan data yang
dikumpulkan dari rumah sakit di seluruh Indonesia adalah 37.636 kasus baru, dengan
jumlah kunjungan sebesar 58.959 orang. Sedangkan jumlah pasien yang di rawat adalah
sebesar 19.018 orang, dengan jumlah kematian 378 orang. Berdasarkan data pemerintah
seperti yang terangkum dalam journal of urologi, di Jawa tengah kasus batu ginjal pada
anak-anak tercatat 57 dari 100.000 anak yang dirawat di rumah sakit pada tahun 2008
naik dari 18 per 100.000 pada 1999. Jonathan (2008), mengatakan obesitas merupakan
faktor resiko pada batu ginjal.
Batu ginjal jarang di ketemukan pada anak, namun tidak menutup kemungkinan
kasus ini terjadi pada anak dan batu ginjal dapat berkembang di pediatrik pasien akibat
gangguan metabolisme, anatomi kelainan pada saluran kemih, infeksi atau faktor
lingkungan dan nutrisi. Sebuah evaluasi metabolik penuh dan menyeluruh harus
dilakukan seperti analisa batu sangat membantu dalam mengarahkan penyelidikan ini.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tergugah untuk melakukan
penelitian tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan Nefrolithiasis (batu ginjal).
1
B. Rumusan masalah
1. Apakah definisi dari Nefrolitiasis?
2. Apa saja klasifikasi dari penyakit Nefrolitiasis?
3. Bagaimana etiologi Nefrolitiasis?
4. Apa saja manifestasiklinis Nefrolitiasis?
5. Bagaimana patofisiologi dari Nefrolitiasis?
6. Bagaimana pathways Nefrolitiasis?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang pada Nefrolitiasis?
8. Bagaimana penatalakasanaan Nefrolitiasis?
9. Apa saja komplikasi pada pasien Nefrolitiasis?
10. Bagaimana Asuhan keperawatan pada Nefrolitiasis?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah serta
memahami tentang penyakit Nefrolitiasis dan dapat mengaplikasikan asuhan
keperawatan yang tepat pada klien dengan Nefrolitiasis.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui tentang definisi dari Nefrolitiasis.
b. Mahasiswa mampu mengetahui klasifikasi dari Nefrolitiasis.
c. Mahasiswa mampu mengetahuai etiologi dari Nefrolitiasis.
d. Mahasiswa mampu mengetahui manifestasi klinis dari Nefrolitiasis.
e. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi dari Nefrolitiasis.
f. Mahasiswa mampu mengetahui pathways Nefrolitiasis.
g. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang pada Nefrolitiasis.
h. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan pada Nefrolitiasis.
i. Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi pada Nefrolitiasis.
j. Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada Nefrolitiasis.
D. Manfaat
1. Bagi mahasiswa
Diharapakan mahasiswa dapat menambah pengetahuan dan ketrampilan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien Nefrolitiasis.
2. Bagi masyarakat
2
Diharapkan dapat memberikan pengetahuan atau informasi kepada masyarakat
tentang penyakit Nefrolitiasis.
3. Bagi tenaga kesehatan
Diharapkan bagi tenaga kesehatan dapat memberikan asuhan keperawatan dan
pendidikan kesehatan Nefrolitiasis.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Nefrolitiasis adalah adanya batu atau kalkulus dalam pelvis renal batu-batu
tersebut dibentuk oleh kristalisasi larutan urine (kalsium oksolat asam urat, kalium fosfat,
srtruvit dan sistin). Ukuran batu tersebut bervariasi dari yang granular (pasir dan kerikil)
sampai sebesar buah jeruk. Batu sebesar krikil biasanya dikeluarkan dengan spontan, pria
lebih sering terkena penyakit ini daripada wanita dan kekambuhan merupakan hal yang
mungkin terjadi.
(Mansjoer Arief, 2010)
Nefrolitiasis merujuk pada batu ginjal. Batu atau kalkuli dibentuk didalam saluran
saluran kemih mulai dari ginjal ke kandung kemih oleh kristalisasi dari substansi
ekskresi di dalalm urine.
(Nursalam, 2008)
Nefrolitiasis adalah batu ginjal yang ditemukan didalam ginjal, yang merupakan
pengkristalan mineral yang mengelilingi zat organik, misalnya nanah, darah, atau sel
yang sudah mati. Biasanya batu kalkuli terdiri atas garam kalsium (oksala dan fosat) atau
magnesium fosat dan asam urat.
(Baradero, 2008)
Nefrolitiasis adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di saluran kemih dan
bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan saluran kemih atau infeksi. Batu ini
dapat terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di kandung kemih (batu kandung
kemih), proses pembentukan ini disebut urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis).
(Sjamsuhidrajat, 2010)
B. Klasifikasi
Pembentukan batu saluran kemih atau ureter dapat diklasifikasikan menjadi sebagai
berikut:
a. Batu kalsium
Paling sering terjadi (90%), dalam bentuk kalsium oksalat atau kalsium fosfat.
Mulai dari ukuran pasir sampai memenuhi pelvis renal (batu stoghorn). Hiperkalsiuria
dapat disebabkan oleh beberapa hal:
4
1. Kecepatan reabsorpsi tulang yang tinggi yang melepas kalsium,seperti pada
hiperparatiroid, immobilias, dan cushing disease.
2. Absorpsi kalsium di perut dalam jumlah besar, seperti: sarcoidosis atau milk-alkali
sindrom.
3. Gangguan absorpsi tubulus ginjal.
4. Abnormalitas struktur traktur urinarius, seperti: sponge kidney.
b. Batu oksalat
Paling sering terjadi di daerah yang makanan utamanya sereal, dan jarang terjadi
di daerah peternakan. Meningkatnya oksalat disebabkan oleh:
1. Hiperabsorpsi oksalat pada inflamasi bowel disease dan intake tinggimakanan
berbahan kecap.
2. Post ileal resection atau post operasi bypass usus kecil.
3. Overdosis vitamin C atau asam askorbat.
4. Malabsorpsi lemak, yang menyebabkan calcium binding dan oksalat dilepas untuk
diabsorpsi.
c. Batu struvit
Disebut juga triple fosfat: carbonat, magnesium, dan ammonium fosfat. Pada urin
tinggi ammonia karena infeksi oleh bakteri yang mengandung enzim urease, seperti
proteus, pseudomonas, klebsiella, stapilococcus,yang memecah urea menjadi 2
molekul ammonia, sehingga pH urin menjadi alkali. Biasa membentuk batu staghorn,
sering membuat abses,dan sulit dieliminasi karena batu mengelilingi bakteri sehingga
terlindung dari antibiotic.
d. Batu asam urat
Disebabkan karena peningkatan ekskresi asam urat, kurang cairan,atau pH urin
rendah. Orang dengan gout primer/sekunder berisikomengalami batu asam urat.
e. Batu sistin
Merupakan hasil dari gangguan metabolic asam amino congenital dari gangguan
autosom resesif, yang mengakibatkan terbentuknya Kristalcistin di urin yang terutama
terjadi pada anak-anak dan remaja, sedangkan pada dewasa jarang terjadi.
f. Batu xantin
Bersifat herediter, akibat defisiensi xantin oksidase. Kristal dipicu pada urin yang
asam.
(Mansjoer Arief, 2010)
5
C. Etiologi
Batu ginjal merupakan konsisi terdapatnya kristal kalsium dalam ginjal, kristal
tersebut dapat berupa kalsium oksalat, kalsium fosfat maupun kalsium sitrat. Tidak ada
penyebab yang bisa dibuktikan yang sering menjadi predisposisi adalah infeksi saluran
kemih hiperkasiuria, hiperpospaturia, hipervitaminosis D dan hipertiroidism dan
kebanyakan intake kalsium serta alkali cenderung timbul presipitasi garam kalsium dalam
urine.
a. Faktor intrinsik, meliputi:
1. Herediter
Diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.
2. Umur
Paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
3. Jenis kelamin
Jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita.
b. Faktor ekstrinsik, meliputi:
1. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi daripada
daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu)
2. Suhu
Nefrolitiasis lebih banyak ditemukan pada daerah bersuhu tinggi.
3. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat
meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran
kemih.
5. Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau
kurang aktivitas fisik (sedentary life).
6. Infeksi
Infeksi oleh bakteri yang memecah ureum dan membentuk amonium akan
mengubah pH urin menjadi alkali dan akan mengendapkan garam-garam fosfat
sehingga akan mempercepat pembentukan batu yang telah ada.
6
Selain itu ada beberapa teori yang ,membahas tentang proses pembentukan batu yaitu:
a. Teori inti (nucleus)
Batu terbentuk didalam urin karena adanya inti batu atau sabuk batu (nukleus).
Partikel-partikel yang berada dalam larutan kelewat jenuh akan mengendap di dalam
nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti bantu dapat berupa kristal atau
benda asing saluran kemih.
b. Teori matriks
Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin, dan
mukoprotein) sebagai kerangka tempat mengendapnya kristal-kristal batu.
c. Teori inhibitor kristalisasi
Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal yakni
magnesium, sitrat,pirofosfat, mukoprotein, dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu
atau beberapa zat ini kurang akan memudahkan terbentuknya batu dalam saluran
kemih.
( Mansjoer Arief , 2010)
D. Manifestasi klinis
Keluhan pada penderita nefrolitiasis yaitu :
1. Nyeri dan pegal di daerah pinggang
Lokasi nyeri tergantung dari dimana batu itu berada. Bila pada piala ginjal rasa
nyeri adalah akibat dari hidronefrosis yang rasanya lebih tumpul dan sifatnya konstan.
Terutama timbul pada costovertebral.
2. Hematuria
Darah dari ginjal berwarna coklat tua, dapat terjadi karena adanya trauma yang
disebabkan oleh adanya batu atau terjadi kolik.
3. Batu ginjal menimbulkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi pelvis ginjal
serta ureter proksimal yang menyebabkan kolik.
4. Sumbatan
Batu menutup aliran urine akan menimbulkan gejala infeksi saluran kemih:
demam dan menggigil.
(Nursalam, 2011)
8
kristal mulai terbentuk dan dapat membesar serta mengelompok untuk membentuk
sebuah batu.
Batu yang terjebak di ureter, menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa. Pasien
sering merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit yang keluar menyebabkan perubahan
eliminasi urin dan biasanya urin yang dikeluarkan mengandung darah (hematuria) akibat
aksi abrasif batu. Umumnya batu diameter < 0,51 cm keluar spontan. Bila nyeri
mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di seluruh area kostovertebral dan muncul
mual dan muntah, maka pasien sedang mengalami kolik renal yang dapat mengakibatkan
kekurangan volume cairan.
Untuk itu dilakukan pembedahan. Pasien post operasi yang masih terpengaruh
anestesi mengalami penurunan kesadaran dan mengalami kelemahan fisik yang
mengakibatkan terjadinya hambatan mobilitas fisik. Pada daerah insisi dimana terjadi
terputusnya kontinuitas jaringan yang merupakan tempat masuknya organisme sehingga
pasien beresiko tinggi mengalami infeksi, selain itu pada daerah insisi mengenai sel-sel
syaraf sehingga sensasi syaraf nyeri meningkat, pasien mengalami gangguan rasa nyaman
nyeri. Nyeri bertambah bila untuk bergerak hal ini menyebabkan pasien mengalami
defisit perawatan diri. Pada proses penyembuhan daerah yang diinsisi, tubuh mengalami
peningkatan metabolisme sehingga mengalami nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Pada proses penyembuhan diperlukan nutrisi dan diit yang dapat mempercepat proses
penyembuhan luka, maka dilakukan pendidikan kesehatan dimana pasien kurang
informasi menyebabkan kurang pengetahuan pada pasien.
( Corwin, 2009 )
9
F. Pathway
Faktor Intrinsik Faktor Ekstrinsik Pada ginjal Hiperkalsiuria
Herediter Geografi
Umur Suhu
Jenis Asupan air Banyak zat Pembentukan batu
kelamin Diet terlarut dalam kalsium oksalat
Pekerjaan urin
Infeksi
Mengendap di
ginjal
Zat pelarut
mengendap
Endapan menjadi
batu
NEFROLITIASIS
Gangguan
eliminasi urin
10
G. Pemeriksaan penunjang
Ada beberapa pemeriksaan diagnostik dalam menegakkan diagnosa nefrolitiasis, yaitu :
1. Radiologi
Secara radiologi, batu dapat radiopak atau radiolusen. Sifat radiopak ini berbeda
untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini dapat diduga batu dari jenis apa yang
ditemukan. Radiolusen umumnya adalah jenis batu asam urat murni.
Pada yang radiopak pemeriksaan dengan foto polos sudah cukup untuk menduga
adanya batu ginjal bila diambil foto dua arah. Pada keadaan tertentu terkadang batu
terletak di depan bayangan tulang, sehingga dapat luput dari penglihatan. Oleh karena
itu foto polos sering perlu ditambah foto pielografi intravena (PIV/IVP). Pada batu
radiolusen, foto dengan bantuan kontras akan menyebabkan defek pengisian (filling
defect) di tempat batu berada. Yang menyulitkan adalah bila ginjal yang mengandung
batu tidak berfungsi lagi sehingga kontras ini tidak muncul. Dalam hal ini
perludilakukan pielografi retrograde.
2. Laboratorium
a. Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia.
b. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH merangsang
reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.
3. Urinalisa
Warna kuning, coklat atau gelap. : warna : normal kekuning-kuningan, abnormal
merah menunjukkan hematuri (kemungkinan obstruksi urine, kalkulus renalis,
tumor,kegagalan ginjal). pH : normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0), asam (meningkatkan
sistin dan batu asam urat), alkali (meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau
batu kalsium fosfat), Urine 24 jam : Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat,
atau sistin mungkin meningkat), kultur urine menunjukkan Infeksi Saluran Kencing ,
BUN hasil normal 5 – 20 mg/dl tujuan untuk memperlihatkan kemampuan ginjal
untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. BUN menjelaskan secara kasar perkiraan
Glomerular Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh diet tinggi protein, darah
dalam saluran pencernaan status katabolik (cedera, infeksi). Kreatinin serum hasil
normal laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl perempuan 0,70 sampai 1,25 mg/dl tujuannya
untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen.
Abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu
obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
11
3. Foto KUB (Kidney Ureter Bladder)
Menunjukkan ukuran ginjal, ureter dan bladder serta menunjukan adanya batu di
sekitar saluran kemih.
4. Endoskopi ginjal
Menentukan pelvis ginjal, dan untuk mengeluarkan batu yang kecil.
5. USG Ginjal
Untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.
6. EKG (Elektrokardiografi)
Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam basa dan elektrolit.
7. Foto Rontgen
Menunjukan adanya batu didalam kandung kemih yang abnormal, menunjukkan
adanya calculi atau perubahan anatomik pada area ginjal dan sepanjang ureter.
8. IVP (Intra Venous Pyelografi )
Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih, membedakan derajat
obstruksi kandung kemih divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot
kandung kemih dan memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri
abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi
ureter).
9. Pielogram retrograd
Menunjukan abnormalitas pelvis saluran ureter dan kandung kemih. Diagnosis
ditegakan dengan studi ginjal, ureter, kandung kemih, urografi intravena atau
pielografi retrograde. Uji kimia darah dengan urine dalam 24 jam untuk mengukur
kalsium, asam urat, kreatinin, natrium, dan volume total merupakan upaya dari
diagnostik. Riwayat diet dan medikasi serta adanya riwayat batu ginjal, ureter, dan
kandung kemih dalam keluarga di dapatkan untuk mengidentifikasi faktor yang
mencetuskan terbentuknya batu kandung kemih pada klien.
(Baradero, 2008)
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada batu ginjal, yaitu:
1. Penatalaksanaan medis
a) Terapi medis dan simtomatik
Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan batu yang
dapat dilarutkan adalah batu asam urat, dilarutkan dengan pelarut solutin G.
Terapi simtomatik berusaha untuk menghilangkan nyeri. Selain itu dapat
12
diberikan minum yang lebih/banyak sekitar 2000 cc/hari dan pemberian diuretik
bendofluezida 5 – 10 mg/hr.
b) Terapi mekanik (Litotripsi)
Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan
untuk membawa tranduser melalui sonde kebatu yang ada di ginjal. Cara ini
disebut nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan yang paling sering dilakukan
adalah ESWL. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) adalah tindakan
memecahkan batu ginjal dari luar tubuh dengan menggunakan gelombang kejut.
c) Tindakan bedah
Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor, (alat gelombang
kejut). Pengangkatan batu ginjal secara bedah merupakan mode utama. Namun
demikian saat ini bedah dilakukan hanya pada 1-2% pasien. Intervensi bedah
diindikasikan jika batu tersebut tidak berespon terhadap bentuk penanganan lain.
Ini juga dilakukan untuk mengoreksi setiap abnormalitas anatomik dalam ginjal
untuk memperbaiki drainase urin. Jenis pembedahan yang dilakukan antara lain:
1) Pielolititomi : jika batu berada di piala ginjal
2) Nefrolithotomi/nefrektomi : jika batu terletak didalam ginjal
3) Ureterolitotomi : jika batu berada dalam ureter
4) Sistolitotomi : jika batu berada di kandung kemih
d) Obat diuretik thiazid ( misalnya trichlorometazid)akan mengurangi pembentukan
batu yang baru.
2. Penatalaksanaan keperawatan
Penatalaksanaan ditujukan untuk mengurangi nyeri
a. Peredaan segera pada nyeri hebat karena kolik uterteral atau renal diatasi dengan
analgesik narkotik.
b. Pasien dilanjutkan untuk memilih posisi yang nyaman.
c. Mandi air panas atau air hangat diarea panggul dapat mengurangi nyeri.
d. Masukan cairan sepanjang hari mengurangi konsentrasi kristaloid urin,
mengencerkan urin dari dan menjamin keluaran urin yang besar.
(Sjamsuhidajat, 2010)
13
I. Komplikasi
1. Gagal ginjal
Terjadinya karena kerusakan neuron yang lebih lanjut dan pembuluh darah
yang disebut kompresi batu pada membrane ginjal oleh karena suplai oksigen
terhambat. Hal in menyebabkan iskemis ginjal dan jika dibiarkan menyebabkan
gagal ginjal.
2. Infeksi
Dalam aliran urin yang statis merupakan tempat yang baik untuk
perkembangbiakan microorganisme. Sehingga akan menyebabkan infeksi pada
peritoneal.
3. Hidronefrosis
Karena aliran urin terhambat menyebabkan urin tertahan dan menumpuk
diginjal dan lama-kelamaan ginjal akan membesar karena penumpukan urin.
4. Avaskuler ischemia
Terjadi karena aliran darah ke dalam jaringan berkurang sehingga terjadi
kematian jaringan.
(Mansjoer Arief, 2009)
14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengakajian
a) Anamnesa
a. Identitas
Data yang diperoleh meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa,
pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal masuk MRS dan diagnosa medis.
b. Riwayat penyakit
1. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling menggangu ketidak nyamanan dalam
aktivitas atau yang menggangu saat ini. keluhan utama yang lazim didapatkan
adalah nyeri pada pinggang. Untuk lebih komprehensifnya, pengkajian nyeri
dapat dilakukan dengan pendekatan PQRST.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Di mana mengetahui bagaimana penyakit itu timbul, penyebab dan faktor
yang mempengaruhi, memperberat sehingga mulai kapan timbul sampai di
bawa ke RS.
3. Riwayat Kesehatan Penyakit Dahulu
Klien dengan batu ginjal didapatkan riwayat adaya batu dalam ginjal.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Yaitu mengenai gambaran kesehatan keluarga adanya riwayat keturunan
dari orang tua.
5. Riwayat psikososial
Siapa yang mengasuh klien, bagaimana hubungan dengan keluarga, teman
sebaya dan bagaimana perawat secara umum.
15
a. Inspeksi
Pada pola eliminasi urine terjadi perubahan akibat adanya hematuri, retensi
urine, dan sering miksi. Adanya nyeri kolik menyebabkan pasien terlihat mual
muntah.
b. Palpasi
Palpasi ginjal dilakukan untuk mengidentifikasi masa. Pada beberapa kasus
dapat teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis.
c. Perkusi
Perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan ketokan
pada sudut kostovertebral dan didapatkan respon nyeri.
B. Diagnosa keperawatan
Pre Op :
1. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi urin.
2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan terhambatnya aliran urin.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah akibat kolik renal.
4. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit.
Post Op :
1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka insisi pembedahan.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
meningkatnya metabolisme.
(Nanda, 2015)
17
C. Intervensi
Pre Op
1. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi urin.
18
meringis) presipitasi nyeri
10. Sikap melindungi area 10. Pilih dan lakukan
nyeri penanganan nyeri
11. Fokus menyempit (mis, (farmakologi, non
gangguan persepsi farmakologi dan
nyeri, hambatan proses inter personal)
berfikir, penurunan 11. Kaji tipe dan sumber
interaksi dengan orang nyeri untuk
dan lingkungan) menentukan
12. Indikasi nyeri yang intervensi
dapat diamati 12. Ajarkan tentang
13. Perubahan posisi untuk teknik non
menghindari nyeri farmakologi
14. Sikap tubuh melindungi 13. Berikan anaIgetik
15. Dilatasi pupil untuk mengurangi
16. Melaporkan nyeri secara nyeri
verbal 14. Evaluasi keefektifan
17. Gangguan tidur kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
FaktorYang Berhubungan: 16. Kolaborasikan
1. Agen cedera (mis, dengan dokter jika
biologis, zat kimia, ada keluhan dan
fisik, psikologis) tindakan nyeri tidak
berhasil
17. Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri
Analgesic
Administration
18. Tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan derajat
nyeri sebelum
pemberian obat
19. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
20. Cek riwayat alergi
21. Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu
22. Tentukan pilihan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya
nyeri
23. Tentukan analgesik
19
pilihan, rute
pemberian, dan dosis
optimal
24. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
25. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
26. Berikan analgesik
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
27. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala
(Nanda, 2015)
20
antikolinergik
4. Merangsang reflek
kandung kemih
dengan menerapkan
dingin untuk perut,
membaelai tinggi
batin atau urin.
5. Sediakan waktu
yang cukup untuk
pengosongan
kandung kemih
(10menit)
6. Gunakan spirit
wintergreen di pispot
atau urinal
7. Menyediakan
manuver crede,
uyang diperlukan
8. Gunakan double-
void teknik
9. Masukan kateter
kemih, sesuai
10. Anjurkan
pasien/keluarga
merekam output
urin, sesuai
11. Instruksikan cara-
cara untuk
menghindari
konstipasi atau
impaksi tinja.
12. Memantau asupan
dan keluaran
13. Memantau tingkat
distensi kandung
kemih dengan
palpasi dan perkusi
14. Membantu dengan
toilet secara berkala
15. Memasukan pipa
kedalam lubang
tubuh untuk sisa
16. Menerapkan
kateterisasi
intermiten
17. Merujuk ke spesialis
kontinensia kemih
(Nanda, 2015)
21
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah akibat kolik
renal.
22
1. Kehilangan cairan tranfusi
aktif 15. Persiapan untuk
2. Kegagalan mekanisme tranfusi
regulasi Hypovolemia
Management
16. Monitor status
cairan termasuk
intake dan output
cairan
17. Pelihara IV line
18. Monitor tingkat Hb
dan hematokrit
19. Monitor tanda vital
20. Monitor respon
pasien terhadap
penambahan cairan
21. Monitor berat
badan
22. Dorong pasien
untuk menambah
intake oral
23. Pemberian cairan
IV monitor adanya
tanda dan gejala
kelebihan volume
cairan
24. Monitor adanya
tanda gagal ginjal
(Nanda, 2015)
23
kewaspadaan yang gejala cemas. 3. Jelaskan semua
memperingatkan individu 2. Mengidentifikasi, prosedur dan apa
akan adanya bahaya dan mengungkapkan yang dirasakan
kemampuan individu untuk dan menunjukkan selama prosedur
bertindak menghadapi tehnik untuk 4. Pahami prespektif
ancaman. mengontol pasien terhadap
cemas. situasi stres
Batasan Karakteristik 3. Vital sign dalam 5. Temani pasien
Perilaku : batas normal. untuk memberikan
1. Penurunan produktivitas 4. Postur tubuh, keamanan dan
2. Gerakan yang ireleven ekspresi wajah, mengurangi takut
3. Gelisah bahasa tubuh dan 6. Dorong keluarga
4. Melihat sepintas tingkat aktivfitas untuk menemani
5. Insomnia menunjukkan anak
6. Kontak mata yang buruk berkurangnya 7. Lakukan back /
7. Mengekspresikan kecemasan. neck rub
kekawatiran karena 8. Dengarkan dengan
perubahan dalam penuh perhatian
peristiwa hidup 9. Identifikasi tingkat
8. Agitasi kecemasan
9. Mengintai 10. Bantu pasien
10. Tampak waspada mengenal situasi
Affektif : yang menimbulkan
1. Gelisah, Distres kecemasan
2. Kesedihan yang 11. Dorong pasien
mendalam untuk
3. Ketakutan mengungkapkan
4. Perasaan tidak adekuat perasaan,
5. Berfokus pada diri ketakutan, persepsi
sendiri 12. Instruksikan pasien
6. Peningkatan menggunakan
kewaspadaan teknik relaksasi
7. Iritabihtas 13. Berikan obat untuk
8. Gugup senang mengurangi
beniebihan kecemasan
9. Rasa nyeri yang
meningkatkan
ketidakberdayaan
10. Peningkatan rasa ketidak
berdayaan yang
persisten
11. Bingung, Menyesal
12. Ragu/tidak percaya diri
13. Khawatir
Fisiologis :
1. Wajah tegang, Tremor
tangan
2. Peningkatan keringat
3. Peningkatan ketegangan
24
4. Gemetar, Tremor
5. Suara bergetar
Simpatik :
1. Anoreksia
2. Eksitasi kardiovaskular
3. Diare, Mulut kering
4. Wajah merah
5. Jantung berdebar-debar
6. Peningkatan tekanan
darah
7. Peningkatan denyut nadi
8. Peningkatan reflek
9. Peningkatan frekwensi
pernapasan
10. Pupil melebar
11. Kesulitan bernapas
12. Vasokontriksi
superfisial
13. Lemah, Kedutan pada
otot
Parasimpatik :
1. Nyeri abdomen
2. Penurunan tekanan
darah
3. Penurunan denyut nadi
4. Diare, Mual, Vertigo
5. Letih, Ganguan tidur
6. Kesemutan pada
ekstremitas
7. Sering berkemih
8. Anyang-anyangan
9. Dorongan cegera
berkemih
Kognitif :
1. Menyadari gejala
fisiologis
2. Bloking fikiran, Konfusi
3. Penurunan lapang
persepsi
4. KesuIitan berkonsentrasi
5. Penurunan kemampuan
belajar
6. Penurunan kemampuan
untuk memecahkan
masalah
7. Ketakutan terhadap
konsekwensi yang tidak
spesifik
8. Lupa, Gangguan
25
perhatian
9. Khawatir, Melamun
10. Cenderung menyalahkan
orang lain.
Faktor Yang
Berhubungan :
1. Perubahan dalam (status
ekonomi,
lingkungan,status
kesehatan, pola
interaksi, fungsi peran,
status peran)
2. Pemajanan toksin
3. Terkait keluarga
4. Herediter
5. Infeksi/kontaminan
interpersonal
(Nanda, 2015)
Post Op
1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
26
2. Perubahan tekanan darah dengan 4. Kaji kultur yang
3. Perubahan frekwensi menggunakan mempengaruhi
jantung manajemen nyeri respon nyeri
4. Perubahan frekwensi 3. Mampu 5. Evaluasi
pernapasan mengenali nyeri pengalaman nyeri
5. Laporan isyarat (skala, intensitas, masa lampau
6. Diaforesis frekuensi dan 6. Evaluasi bersama
7. Perilaku distraksi tanda nyeri) pasien dan tim
(mis,berjaIan mondar- 4. Menyatakan rasa kesehatan lain
mandir mencari orang nyaman setelah tentang
lain dan atau aktivitas nyeri berkurang ketidakefektifan
lain, aktivitas yang kontrol nyeri
berulang) masa Iampau
8. Mengekspresikan 7. Bantu pasierl dan
perilaku (mis, gelisah, keluarga untuk
merengek, menangis) mencari dan
9. Masker wajah (mis, menemukan
mata kurang bercahaya, dukungan
tampak kacau, gerakan 8. Kontrol
mata berpencar atau lingkungan yang
tetap pada satu fokus dapat
meringis) mempengaruhi
10. Sikap melindungi area nyeri seperti suhu
nyeri ruangan,
11. Fokus menyempit (mis, pencahayaan dan
gangguan persepsi nyeri, kebisingan
hambatan proses 9. Kurangi faktor
berfikir, penurunan presipitasi nyeri
interaksi dengan orang 10. Pilih dan lakukan
dan lingkungan) penanganan nyeri
12. Indikasi nyeri yang (farmakologi, non
dapat diamati farmakologi dan
13. Perubahan posisi untuk inter personal)
menghindari nyeri 11. Kaji tipe dan
14. Sikap tubuh melindungi sumber nyeri
15. Dilatasi pupil untuk menentukan
16. Melaporkan nyeri secara intervensi
verbal 12. Ajarkan tentang
17. Gangguan tidur teknik non
farmakologi
FaktorYang 13. Berikan anaIgetik
Berhubungan : untuk mengurangi
8. Agen cedera (mis, nyeri
biologis, zat kimia, fisik, 14. Evaluasi
psikologis) keefektifan
kontrol nyeri
15. Tingkatkan
istirahat
16. Kolaborasikan
27
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeri
tidak berhasil
17. Monitor
penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri
Analgesic
Administration
18. Tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan
derajat nyeri
sebelum
pemberian obat
19. Cek instruksi
dokter tentang
jenis obat, dosis,
dan frekuensi
20. Cek riwayat alergi
21. Pilih analgesik
yang diperlukan
atau kombinasi
dari analgesik
ketika pemberian
lebih dari satu
22. Tentukan pilihan
analgesik
tergantung tipe
dan beratnya nyeri
23. Tentukan
analgesik pilihan,
rute pemberian,
dan dosis optimal
24. Pilih rute
pemberian secara
IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
25. Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah
pemberian
analgesik pertama
kali
26. Berikan analgesik
tepat waktu
terutama saat
28
nyeri hebat
27. Evaluasi
efektivitas
analgesik, tanda
dan gejala
(Nanda, 2015)
30
38. Keengganan memulai
pergerakan
39. Gaya hidup monoton
40. Gangguan sensori
perseptual
(Nanda, 2015)
31
2. Imunosupresi (mis, 9. Ganti letak IV
imunitas didapat tidak perifer dan line
adekuat, agen central dan
farmaseutikal termasuk dressing sesuai
imunosupresan, steroid, dengan petunjuk
antibodi monoklonal, umum
imunomudulator) 10. Gunakan kateter
3. Supresi respon inflamasi intermiten untuk
Vaksinasi tidak adekuat menurunkan
Pemajanan terhadap infeksi kandung
patogen lingkungan kencing
meningkat 11. Tingktkan intake
1. Wabah nutrisi
Prosedur invasif 12. Berikan terapi
Malnutrisi antibiotik bila
perlu
13. Infection
Protection
(proteksi terhadap
infeksi)
14. Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan lokal
15. Monitor hitung
granulosit, WBC
16. Monitor
kerentangan
terhadap infeksi
17. Batasi pengunjung
18. Sering pengunjung
terhadap penyakit
menular
19. Pertahankan teknik
aspesis pada pasien
yang beresiko
20. Pertahankan teknik
isolasi k/p
21. Berikan perawatan
kulit pada area
epidema
22. Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap
kemerahan, panas,
drainase
23. Inspeksi kondisi
luka / insisi bedah
24. Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
32
25. Dorong masukan
cairan
26. Dorong istirahat
27. Instruksikan pasien
untuk minum
antibiotik sesuai
resep
28. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
29. Ajarkan cara
menghindari
infeksi
30. Laporkan
kecurigaan infeksi
31. Laporkan kultur
positif
(Nanda, 2015)
33
10. Kurang informasi mengidentifikasi gula
11. Kurang minat pada kebutuhan nutrisi 6. Yakinkan diet yang
makanan 4. Tidak ada tanda- dimakan
12. Penurunan berat badan tanda malnutrisi mengandung tinggi
dengan asupan makanan 5. Menunjukkan serat untuk
adekuat peningkatan mencegah
13. Kesalahan konsepsi fungsi konstipasi
14. Kesalahan informasi pengecapan dan 7. Berikan makanan
15. Mambran mukosa pucat menelan yang terpilih
16. Ketidakmampuan 6. Tidak terjadi (sudah
memakan makanan penurunan berat dikonsultasikan
17. Tonus otot menurun badan yang dengan ahli gizi)
18. Mengeluh gangguan berarti 8. Ajarkan pasien
sensasi rasa bagaimana
19. Mengeluh asupan membuat catatan
makanan kurang dan makanan harian.
RDA (recommended 9. Monitor jumlah
daily allowance) nutrisi dan
20. Cepat kenyang setelah kandungan kalori
makan 10. Berikan informasi
21. Sariawan rongga mulut tentang kebutuhan
22. Steatorea nutrisi
23. Kelemahan otot 11. Kaji kemampuan
pengunyah pasien untuk
24. Kelemahan otot untuk mendapatkan
menelan nutrisi yang
dibutuhkan
Faktor Yang Nutrition Monitoring
Berhubungan : 12. BB pasien dalam
1. Faktor biologis batas normal
2. Faktor ekonomi 13. Monitor adanya
3. Ketidakmampuan untuk penurunan berat
mengabsorbsi nutrien badan
4. Ketidakmampuan untuk 14. Monitor tipe dan
mencerna makanan jumlah aktivitas
5. Ketidakmampuan yang biasa
menelan makanan dilakukan
6. Faktor psikologis 15. Monitor interaksi
anak atau orangtua
selama makan
16. Monitor
lingkungan selama
makan
17. Jadwalkan
pengobatan dan
perubahan
pigmentasi
18. Monitor turgor
kulit
34
19. Monitor
kekeringan, rambut
kusam, dan mudah
patah
20. Monitor mual dan
muntah
21. Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
22. Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
23. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva
24. Monitor kalori dan
intake nutrisi
25. Catat adanya
edema, hiperemik,
hipertonik papila
lidah dan cavitas
oral.
26. Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarlet
(Nanda, 2015)
35
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Nefrolithiasis (batu ginjal) merupakan keadaan karena adanya masa seperti batu yang
terbentuk di sepanjang saluran kencing dan dapat menyebabkan nyeri, pendarahan,
atau infeksi pada saluran kencing.
2. Nefrolitiasis dapat disebabkan oleh
a. Faktor intrinsik, meliputi: herediter, Umur, Jenis kelamin
b. Faktor ekstrinsik, meliputi: geografi, Iklim dan temperatur Asupan air, Diet,
Pekerjaan
3. Gejala nefrolitiasis antara lain : Nyeri dan pegal di daerah pinggang, hematuria, mual
muntah.
B. Saran
1. Bagi mahasiswa
Bagi mahasiswa untuk lebih mudah menambah wawasan dan pengetahuan dalam
pemberian asuhan keperawatan pasien nefrolitiasis.
2. Bagi perawat.
Bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan harus lebih memperhatikan
kondisi pasien serta kolaborasi yang baik antar semua tenaga medis baik dokter,
perawat dan tenaga kesehatan lainya.
3. Bagi masyarakat
Diharapkan masyarakat mengetahui tanda dan gejala nefrolitiasis dan cara
penanganannya.
36
DAFTAR PUSTAKA
Arief Mansjoer. 2010 . Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4. Jakarta : Media Aesculapius
Baradero, Mary et al. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC.
Corwin, elizabeth, J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta. EGC
Muttaqin Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba
Medika
Nurarif, A, H dan Kusuma, H, 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : Mediaction
Nursalam. 2008 . Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika
Sjamsuhidajat, & de Jong. 2010 . Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. 2014 .Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
37